Anda di halaman 1dari 4

Surveilans Epidemiologi DBD

MA December 25, 2013 Surveilans Epidemiologi DBD2013-12-25T12:05:44+00:00Promotif No


Comment

Penyelidikan Epidemiologi Demam


Berdarah Dengue
Demam berdarah merupakan penyakit yang disebabkan virus dengue dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Penyakit ini sebagian besar
menyerang anak-anak dan dapat berakibat fatal bila tidak ditangani secara
cepat tepat, akurat dan benar. Keberhasilan penanganan penyakit demam
berdarah sangat tergantung pencegahan, pengobatan, ketepatan dan
kecepatan diagnosa penyakit demam berdarah. Sampai sekarang
pemberantasan infeksi dengue di dasarkan pada kontrol terhadap nyamuk
penyebar dengue yaitu Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Pemutusan siklus penularan penyakit demam berdarah dengue dilakukan
dengan penyemprotan nyamuk dewasa khususnya pada wilayah dengan
indikasi adanya kasus. Menurut CDC (2003), beberapa negara berhasi
mengendalikan penyakit ini, sebagaimana pemberlakuan destruction of
disease bearing insect act di Singapura sejak tahun 1966. Dengan undangundang ini dilakukan inspeksi jentik dari rumah ke rumah, dengan sanksi
akan diterapkan pada rumah positif jentik.

Penyelidikan Epidemiologi DBD

Kemampuan deteksi dini, baik pada penderita maupun lingkungan menjadi


salah satu kunci keberhasilan pemberantasan demam berdarah. Sebagai
tenaga kesehatan masyarakat kita dituntut lebih profesional pada aspek
proses pencegahan penyakit dan surveillance.

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini sebagian besar menyerang anak-anak
dan dapat berakibat fatal bila tidak ditangani secara cepat tepat, akurat dan
benar. Keberhasilan penanganan penyakit ini sangat tergantung pencegahan,
pengobatan, ketepatan dan kecepatan diagnosa penyakit demam berdarah.
Sampai sekarang pemberantasan infeksi dengue di dasarkan pada kontrol
terhadap nyamuk penyebar dengue yaitu Aedes aegypti dan Aedes
albopictus.
Epidemiologi Demam Berdarah Dengue
Penyebab penyakit demam berdarah dengue adalah Virus Dengue yang
termasuk group B Arthropod Borne Viruses (Arbovirosis), terdiri dari 4 tipe
(tipe 1, 2, 3, 4). Serotipe virus dominan di Indonesia adalah tipe 3 yang
tersebar di berbagai daerah dan menyebabkan kasus yang berat Daerah
yang terdapat lebih dari satu serotipe berkosirkulasi atau daerah mengalami
epidemi secara berurutan yang disebabkan oleh serotipe yang berbeda maka
akan ditemukan infeksi yang berat dan dikenal sebagai dengue shock
sindrome (DSS). Studi epidemiologis menunjukkan DHF/DSS sebagian besar
terjadi pada penderita yang terinfeksi untuk ke dua kalinya oleh virus dengan
serotipe berbeda dari infeksi virus yang pertama kalinya. Infeksi virus DBD
dapat asimtomatis dan simptomatis.
Kriteria diagnosis klinik DBD menurut WHO berupa panas mendadak 2-7 hari
tanpa sebab jelas, tanda-tanda perdarahan atau pembesaran hati, jumlah
trombosit < 100.000/mm3 (modifikasi Depkes < 150.000/mm3) dan
hematokrit meningkat lebih atau sama dengan 20 %.
Menurut Depkes RI, kasus DBD adalah semua penderita DBD dan tersangka
DBD. Penderita penyakit DBD adalah penderita dengan tanda-tanda yang
memenuhi kreteria WHO dan tersangka DBD yang hasil pemeriksaan
serologis (haemaglutination inhibition test atau dengue blot) positip.
Fogging dan Usaha Pencegahan Pemberantasan DBD.

Usah pencegahan dan pemberantasan DBD yang telah dilakukan pemerintah,


antara lain dengan metode pengasapan (fogging) dan abatisasi. Pelaksanaan
pengabutan dengan aplikasi ultra low volume (ULV) masih merupakan
metode yang paling diandalkan dalam pengendalian vector. Namun metode
aplikasi penggunaan bahan kimia jika tidak terkontrol dapat berakibat pada
terjadinya pencemaran lingkungan, serta berpotensi pada terjadinya
resistensi vector.
Sementara secara teknis, beberapa faktor yang mempengaruhi efektifitas
pengkabutan antara lain:
1. Faktor alamiah seperti cuaca yang meliputi faktor angin, suhu,
kelembaban, hujan.
2. Faktor sosial seperti masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam
melakukan pemberantasan sarang nyamuk.
3. Faktor teknis seperti peralatan yang digunakan dan pengetahuan
petugas dalam melaksanakan pengendalian vektor DBD.
Metode pengasapan menurut WHO (2000), merupakan metode utama
pemberantasan demam berdarah dengue yang telah dilakukan hampir
selama 25 tahun di banyak Negara. Penyemprotan sebaiknya tidak
dipergunakan, kecuali keadaan genting selama terjadi KLB atau wabah.
Penyemprotan di masyarakat akan menimbulkan rasa aman semu, walaupun
erdasarkan aspek politis metode ini lebih disukai karena terlihat lebih nyata
dan pemerintah terkesan sudah melakukan usaha pencegahan dan
pemberantasan DBD.
Penyelidikan Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah Dengue
Sesuai rekomendasi Depkes RI, setiap kasus DBD harus segera ditindaklanjuti
dengan penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan lainnya untuk
mencegah penyebarluasan atau mencegah terjadinya KLB. Penyelidikan
epidemiologi demam berdarah dengue merupakan kegiatan pencarian
penderita atau tersangka lainnya, serta pemeriksaan jentik nyamuk penular

DBD dirumah penderita atau tersangka dan rumah-rumah sekitarnya dalam


radius sekurangkurangnya 100 meter. Juga pada tempat umum yang
diperkirakan menjadi sumber penularan penyakit. Tujuannya utama kegiatan
ini untuk mengetahui ada tidaknya kasus DBD tambahan serta terjadinya
potensi meluasnya penyebaran penyakit padad wilayah tersebut
Sedangkan pengertian pengamatan penyakit DBD merupakan kegiatan
pencatatan jumlah kasus DBD dan kasus tersangka DBD menurut waktu dan
tempat kejadian, yang dilaksanakan secara teratur dan menyebarkan
informasinya sesuai kebutuhan program pemberantasan penyakit DBD.
Laporan kewaspadaan DBD merupakan laporan secepatnya kasus DBD agar
dapat segera dilakukan tindakan atau langkahlangkah untuk membatasi
penularan penyakit DBD.
Komponen kegiatan diatas antara lain dengan melakukan pengamatan jentik.
Pengamatan ini dilakukan dengan menggunakan indikator ukuran kepadatan
jentik yaitu: angka bebas jentik (ABJ), house index (HI), container index (CI)
dan bruteau index (BI). HI lebih menggambarkan penyebaran nyamuk di
suatu wilayah tertentu (Depkes, 1990). Apabila HI kurang dari 5%
menunjukkan kecepatan penularan DBD cukup, sedangkan bila lebih 5%
berarti potensial terjadi penularan DBD.
Hasil penyelidikan epidemiologi akan menentukan langkah selanjutnya dalam
pemberantasan penyakit DBD. Dinas Kesehatan akan melakukan tindakan
seperti fogging atau tidak fogging, dan pokja DBD serta masyarakat
melakukan PSN-DBD dengan gerakan 3 M. Tindakan penanggulangan KLB
dilakukan bersama kegiatan penyelidikan epidemiologi, penggerakan PSN
DBD dengan abatisasi, fogging focus dan fogging massal.
Refference, antara lain :

Suroso T., Umar, A.I. 2000. Epidemiologi dan Penanggulangan Penyakit


DB

Anda mungkin juga menyukai