Anda di halaman 1dari 15

PENDAHULUAN

Pelayanan publik di Indonesia masih sangat rendah. Demikian salah


satu kesimpulan Bank Dunia yang dilaporkan dalam World
Development Report 2004 dan hasil penelitian Governance and
Desentralization Survey (GDS) 20021. Buruknya pelayanan publik
memang bukan hal baru, fakta di lapangan masih banyak
menunjukkan hal ini. GDS 2002 menemukan tiga masalah penting
yang banyak terjadi di lapangan dalam penyelenggaraan pelayanan
publik, yaitu :

pertama, besarnya diskriminasi pelayanan. Penyelenggaraan


pelayanan masih amat dipengaruhi oleh hubungan per-konco-an,
kesamaan afiliasi politik, etnis, dan agama. Fenomena semacam ini
tetap marak walaupun telah diberlakukan UU No. 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN yang secara
tegas menyatakan keharusan adanya kesamaan pelayanan, bukannya
diskriminasi.

Kedua, tidak adanya kepastian biaya dan waktu pelayanan.


Ketidakpastian ini sering menjadi penyebab munculnya KKN, sebab
para pengguna jasa cenderung memilih menyogok dengan biaya
tinggi kepada penyelenggara pelayanan untuk mendapatkan kepastian
dan kualitas pelayanan.

Dan ketiga, rendahnya tingkat kepuasan masyarakat terhadap


pelayanan publik. Ini merupakan konsekuensi logis dari adanya
diskriminasi pelayanan dan ketidakpastian tadi2.

Oleh karena itulah, dalam tulisan ini penulis ingin mengulas


tentang teori yang digagas oleh David Osborne dan Ted Gaebler

1 Agus Dwiyanto dan Bevaola Kusumasari "Reformasi Pelayanan Publik: Apa

yang Harus Dilakukan?" dalam Policy Brief, No. II/PB/2003.


dalam bukunya Reinventing Government untuk dijadikan sebagai solusi
alternatif dalam melakukan optimalisasi pelayanan publik birokrasi
melalui 10 prinsip untuk mewirausahakan birokrasi.
RUMUSAN PERMASALAHAN

1. Apakah yang dimaksud dengan Pemerintahan, Kompetitif dan


Pemerintahan yang kompetitif ?
2. Apakah hal hal yang perlu diperhatikan oleh aparatur negara dalam
menjalankan kompetisi pemberian pelayanan kepada masyarakat ?
3. Apakah jenis jenis dari kompetisi ?
4. Bagaimana memanajemenkan kompetisi ?

2 Keterangan lebih jauh tentang hasil GDS 2002 bisa dilihat dalam Agus

Dwiyanto, dkk., Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah,

Yogayakarta: PSKK-UGM, 2003.

Pemerintahan Yang Kompetitif Page 2


1. Pengertian Pemerintahan, Kompetitif dan Pemerintahan
yang kompetitif

Pemerintahan merupakan kegiatan memerintah yang dilakukan oleh


pemerintah yang melakukan kekuasaan memerintah atas nama negara
terhadap orang yang diperintah (masyarakat).3

Menurut Tangkilisan (dalam bukunya Strategi Keunggulan


Pelayanan Publik Manajemen SDM, 2003) bahwa Keunggulan Kompetitif
adalah merujuk pada kemampuan sebuah organisasi untuk
memformulasikan strategi yang menempatkannya pada suatu posisi yang
menguntungkan berkaitan dengan perusahaan lainnya. Keunggulan
Kompetitif muncul bila pelanggan merasa bahwa mereka menerima nilai
lebih dari transaksi yang dilakukan dengan sebuah organisasi pesaingnya.
Kemudian di dalam Kamus Bahasa Indonesia oleh Badudu-Zain (1994),
dinyatakan bahwa keunggulan kompetitif bersifat kompetisi dan bersifat
persaingan. Bertitik tolak dari kedua sumber diatas, kami berpendapat
bahwa keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang dimiliki oleh
organisasi, dimana keunggulannya dipergunakan untuk berkompetisi dan
bersaing dengan organisasi lainnya, untuk mendapatkan sesuatu, Contoh,
perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang Perbankan, masing-
masingnya bagaimana berusaha untuk menarik nasabah sebanyak-
banyaknya dengan cara berkompetisi sesuai dengan keuanggulan yang
dimilikinya4.

3 http://massofa.wordpress.com/2008/04/28/pengertian-dan-paradigma-pemerintahan/

4 http://hidayaters.wordpress.com/2008/04/15/perbedaan-keunggulan-kompetitif-
dengan-keunggulan-komparatif/

Pemerintahan Yang Kompetitif Page 3


Pemerintahan yang kompetitif merupakan salah satu prinsip dari
Reinventing Government yang saat ini marak dibicarakan dalam system
pemerintahan kita. Pemerintah berusaha mencerminkan prinsip-prinsip
bisnis yang kompetitif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Hal ini dilakukan pemerintah untuk memberikan semacam stimulus
ataupun rangsangan kepada para pelayan publik untuk dapat
berkompetisi dalam memberikan pelayanan.

Menurut David Osborne (1994) bahwa salah satu implementasi


“Reiventing Goverment” adalah pemerintahan yang kompetitif harus
mengutamakan masyarakat dalam pelayanan. Definisi kualitas layanan
secara tepat dan diterima secara universal tidaklah mudah. Konsep
kualitas sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk
atau jasa yang terdiri atas kualitas desain dan kualitas kesesuaian.
Berry et al dan Gronross dalam Lewis, Barbara R (1986)
mengartikan kualitas layanan sebagai pendapat atau sikap relatif
terhadap layanan dan hasil perbandingan antara harapan dengan
persepsi masyarakat terhadap layanan yang diterimanya.
Lovelock dalam Tjiptono (1996) mengartikan kualitas jasa / layanan
itu sebagai tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas
tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Hal
ini berarti bahwa jika jasa/layanan yang diterima sesuai dengan yang
diharapkan, maka kualitas jasa/layanan dipersepsikan baik dan
memuaskan, sebaliknya jika jasa / layanan yang diterima lebih rendah
dari yang diharapkan, maka kualitas jasa / layanan akan dipersepsikan
buruk.
Dalam perspektif total quality management (TQM), kualitas
dipandang secara lebih luas, yakni meliputi aspek hasil, proses,
lingkungan dan manusia, sebagaimana dirumuskan oleh Goetsh dan
Davis (1994) bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan.

Pemerintahan Yang Kompetitif Page 4


2. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Oleh Aparatur Negara
Dalam Menjalankan Kompetisi Pemberian Pelayanan Kepada
Masyarakat .

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh aparatur negara dalam
menjalankan kompetisi pemberian pelayanan kepada masyarakat :
1. Pemberian jasa/layanan harus bersaing dalam usaha berdasarkan
kinerja dan harga
2. Persaingan adalah kekuatan yang fundamental yang tidak
memberikan pilihan lain yang harus dilakukan oleh organisasi publik
selain perbaikan;
3. Pelayanan publik yang dilaksanakan oleh Pemerintah tidak bersifat
monopoli tetapi harus bersaing
4. Masyarakat dapat memilih pelayanan yang disukainya. Oleh sebab
itu pelayanan sebaiknya mempunyai alternatif. Kompetisi
merupakan satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus
meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan kompetisi, banyak

Pemerintahan Yang Kompetitif Page 5


pelayanan publik yang dapat ditingkatkan kualitasnya tanpa harus
memperbesar biaya.
5. Menumbuhkan persaingan sehat sebagai upaya untuk
meningkatkan pelayanan umum.
6. Meningkatkan profesionalisme aparatur dalam pelayanan kepada
masyarakat dan memberi keteladanan serta memiliki sikap dan
gaya hidup yang mecerminkan kejujuran, kesederhanaan dan
kebersamaan.

1. Jenis-Jenis Kompetisi

jenis jenis dari Kompetisi dalam buku “reiventing government”


mencakup 3 hal yaitu :

• Kompetisi Publik melawan Swasta Contohnya, Sekolah ; Rumah


sakit
• Kompetisi Swasta melawan Swasta Contohnya, Penyedia jasa
Cellphone
Pendekatan yang dapat dilakukan pada kompetisi jenis ini
adalah:
• Load Shedding
• Procurement
• Contracting
• Kompetisi Publik melawan Publik

Penguasaan informasi juga sangat cukup membantu pemerintah


dalam menjalankan kompetisi. Salah satu cara untuk menggunakan
informasi sebagai senjata kompetitif adalah dengan hanya memfokuskan
pada pelanggan dan membangun sistem informasi yang bisa
meningkatkan arus informasi antara lembaga pemerintahan dan elemen
lingkungannya.

Para pemimpin yang berjiwa wirausaha tahu bahwa kompetisi


diantara lembaga-lembaga politik hanya akan lebih mempersukar

Pemerintahan Yang Kompetitif Page 6


pemerintah untuk memainkan peran pengarah. Dalam manajemen politik,
koordinasi diantara berbagai kepentingan yang berbeda sangatlah
penting. Begitu pula, mereka tahu bahwa kompetisi dalam sebagian besar
fungsi pengaturan kurang masuk akal. Tapi mereka pun tahu bahwa bila
pemberi pelayanan harus bersaing, mereka akan berusaha menekan
biaya, cepat-cepat menanggapi permintaan yang berubah, dan berusaha
keras memuaskan pelanggannya. Tak ada lembaga yang menyambut
kompetisi. Tetapi walaupun sebagian besar orang lebih menyukai
monopoli yang menyenangkan, kompetisi mendorong kami untuk
menerapkan inovasi dan berupaya mencapai kesempurnaan.

Kompetisi tidak akan memecahkan semua masalah. Tetapi mungkin


lebih dari konsep lain manapun dalam buku ini, kompetisi memegang
kunci pembuka kisi-kisi birokrasi yang melumpuhkan begitu banyak
lembaga pemerintah. Ini tidak bermaksud mengesahkan persaingan yang
tajam, yang dapat berdampak buruk dan juga baik. Jika kompetisi
menghemat uang hanya dengan jalan mengurangi upah atau tunjangan,
misalnya, pemerintah harus mempersoalkan nilainya. Kami juga tidak
mengesahkan kompetisi antar-individu. Upah pelayanan untuk guru
secara perorangan, umpamanya, hanya akan menimbulkan pertentangan
antarguru, dan meruntuhkan semangat. Tetapi upah pelayanan untuk
sekolah, lain lagi persoalannya. Kompetisi antar tim-antar organisasi
dapat membangun semangat dan mendorong kreativitas.

KEUNTUNGAN DARI KOMPETISI

a. Efisiensi yang lebih besar.


b. Kompetisi memaksa monopoli pemerintah (atau swasta) untuk
merespon segala kebutuhan pelanggannya.
c. Kompetisi menghargai inovasi.
d. Kompetisi membangkitkan rasa harga diri dan semangat juang
pegawai negeri.

Pemerintahan Yang Kompetitif Page 7


BENCHMARKING PADA SEKTOR PUBLIC (STUDI KASUS)5

Menurut Gregory H. Watson, benchmarking adalah upaya yang


terus-menerus untuk mencari dan menerapkan cara kerja yang lebih baik
dalam menghasilkan kinerja yang unggul dan kompetitif. Sedangkan
Roger Miliken memberikan defenisi bahwa benchmarking sebagai
tindakan mencuri tanpa rasa malu. Secara historis, benchmarking
merupakan kebiasaan sektor bisnis untuk meningkatkan kinerja dan daya
saing perusahaan sehingga lebih kompetitif dibandingkan dengan
pesaingnya melalui pengukuran kinerja pesaing, membandingkan kinerja
pesaing dengan kinerja perusahaan kemudian menciptakan keunggulan
kompetitif perusahaan berdasarkan plus-minus perusahaan sendiri dan
pesaing. Sehingga lembaga yang melakukan benchmark akan berada
pada posisi yang berbeda dengan mitranya dalam hal kompetisi dan tidak
meniru begitu saja. Hal inilah yang ditempuh oleh berbagai perusahaan
besar seperti perusahaan pembuat mesin fotocopy ‘Xerox
Corporation’, Ford Motor Companny, General Elecric, General Motors dan
lain-lain.

STUDI KASUS

Pada 1980, Ford Motor Company mencatat kerugian sebesar US$1,5


milyar (kerugian tahunan terbesar kedua dalam sejarah bisnis AS), produk
Ford dianggap membosankan, tidak menonjol dalam desain dan kinerja,
mutu yang rendah. Setelah diadakan benchmarking pada pabrik mobil
Mazda dan Toyota, Ford Motor menghasilkan produk baru yang disebut
Ford Taurus. Produk baru itu telah mengangkat kembali citra Ford Motor
di pasaran, memperoleh banyak penghargaan, kualitas produk yang
handal, pemulihan keuangan perusahaan yang hampir bangkrut,
permintaan yang tinggi terhadap produk Taurus (Gregory H Watson,
1996).

5 http://mdopost.com/news2009/index.php?
option=com_content&view=article&id=5936:membumikan-benchmarking-pada-sektor-
publik-&catid=36:opini&Itemid=66

Pemerintahan Yang Kompetitif Page 8


Membaca pengalaman Ford Motor di atas, muncul sebuah
pertanyaan bagi kita semua khususnya bagi mereka yang berada di
pemerintahan: Apakah hal itu bisa dilaksanakan khususnya oleh lembaga
pemerintah? Hal itu tidak menjadi masalah dan penulis mengatakan ya,
bisa dilaksanakan. Ide benchmarking awalnya muncul di sektor swasta
tetapi hal itu bisa dilaksanakan di sektor publik tergantung dari kemauan
sektor publik untuk mengadopsi gagasan benchmarking tersebut. Ide
pokok benchmarking sebenarnya sudah berlangsung di sektor publik
melalui studi banding yang telah dilakukan selama ini dengan in-efisiensi
yang tinggi dan ketidakpastian untuk menerapkan hasil studi banding
tersebut seperti kisah di atas, hanya saja studi banding tersebut tidak
sistematis, kurang ilmiah, tidak ada kepastian dan kesesuaian untuk
menerapkan apa yang didapat dengan kondisi di tempat kita, tidak bisa
mengukur secara pasti apa kelebihan dan kekurangan yang ada pada
organisasi lain dengan kondisi pada organisasi kita. Selanjutnya studi
banding selama ini yang kemudian menghasilkan “kantor pelayanan
perizinan satu atap” pada pemerintahan daerah merupakan hasil
perbandingan dan hasil tiruan dari daerah lain tanpa ada perbedaan dan
unsur keunggulan kompetitif.

RG dan NPM di Sektor Publik

Transfer gaya dan kebiasaan di sektor publik merupakan sebuah


keharusan bagi organisasi pemerintah mengingat kinerja pemerintah
selama ini dinilai sebagai sumber in-efisiensi, sumber masalah, pelayanan
yang rendah sehingga apabila hal tersebut terus dipertahankan maka
akan banyak menghabiskan financial pemerintah pada hal-hal yang
sebenarnya tidak perlu, kegagalan pemerintah dalam memberikan yang
terbaik bagi masyarakat, rendahnya kepercayaan publik pada
pemerintah, penjualan aset pemerintah karena dianggap sebagai beban,
peralihan dari pelayanan oleh pemerintah ke pelayanan oleh privat yang
diserahkan pada mekanisme pasar (padahal ada bidang tertentu yang
tidak bisa diserahkan ke sektor publik).

Pemerintahan Yang Kompetitif Page 9


Transfer gaya entrepreneur di sektor swasta bukan lagi hal yang
tabu. Hal ini telah dimulai David Osborne dan Ted Gaebler (1992) di AS
melalui gagasannya tentang Reinventing Government (RG) yang dalam
versi Indonesia diterjemahkan menjadi “mewirausahakan birokrasi” dan
dilanjutkan oleh D Osborne dan Plastrik (1997). Dalam bersamaan muncul
ide New Public Management (NPM) di Inggris. Inti dari kedua gagasan
tersebut adalah bagaimana transfer manajemen gaya bisnis di sektor
publik. Gagasan ini kemudian menginspirasi gubernur Gorontalo untuk
membangun daerahnya. Sehingga keberhasilan di dunia bisnis dapat pula
terjadi pada lembaga pemerintah.

Masalah selanjutnya adalah: apakah transfer manajemen bisnis ke


sektor publik diperbolehkan dan tidak menyalahi aturan? Karena di sektor
publik sangat menekankan kepatuhan pada peraturan perundang-
undangan yang hierarkis. Kita semua menyadari bahwa birokrasi publik
akhir-akhir ini sangat berhati-hati dalam bertindak karena penerapan
aturan yang ketat dan dihantui oleh perasaan takut menyalahi aturan
yang berakhir pada proses pengadilan dan berada di balik jeruji besi.
Benchmarking sebagai bagian dari transfer gaya bisnis di sektor publik
berada di luar aturan tersebut. Benchmarking merupakan bagian dari
tindakan diskresi yang inovatif. Benchmarking merupakan perbaikan dari
metode studi banding yang telah dilakukan selama ini.

Apa yang Perlu Dibenchmark?

Kisah kunjungan ke luar negeri yang telah dijelaskan di atas


merupakan salah satu bagian dari materi yang dibenchmark. Banyak hal
yang perlu di benchmark di antaranya, cara pelayanan pemerintah saat
ini yang tidak berfokus pada pelanggan, prosedur yang panjang, cara
pengelolaan perusahaan publik, strategi pemberdayaan masyarakat, cara
penanganan sampah, model organisasi yang berfokus pada pelanggan,
kualitas produk dan layanan dan lain-lain. Melihat kinerja beberapa
perusahaan publik baik di tingkat negara dan pada tingkatan daerah
sangat memprihatinkan. Perusahaan tingkat nasional boleh dikatakan

Pemerintahan Yang Kompetitif Page 10


tidak mampu bersaing dengan usaha yang bergerak dalam bidang yang
sama, sehingga tidak mampu berkompetisi dalam dunia usaha.
Perusahaan tingkat lokal juga mengalami hal yang tidak kalah parahnya,
perusahaan tersebut tidak mampu memberikan pelayanan yang terbaik
dari sisi kontinuitas aliran dan kualitas air, cenderung membebani
keuangan daerah. Padahal yang harus dibiayai oleh pemerintah daerah.
Buruknya pelayanan publik enterprises menyebabkan masyarakat
berpindah pada pelayanan swasta sehingga kerugian semakin bertambah.
Selanjutnya, agar dapat memberikan hasil yang lebih baik, studi banding
selama ini bisa diperbaiki lagi sehingga memberikan hasil yang terukur.

Proses dan Cara Benchmarking

Benchmarking dapat ditempuh dengan langkah-langkah berikut :


Pertama, tahap perencanaan yaitu merencanakan proyek benchmarking
meliputi identifikasi apa yang akan dibenchmark dan perusahaan atau
lembaga mana yang akan dibenchmark. Kedua, tahap melakukan yaitu
mengumpulkan data yang diperlukan melalui riset primer dan sekunder.
Ketiga, tahap pemeriksaan yaitu menganalisis data tentang kesenjangan
kinerja serta faktor-faktor penentu, guna menyusun temuan studi dan
rekomendasi. Keempat, tahap aksi yaitu
mengembangkan, mengadaptasikan, dan mengimplementasikan faktor-
faktor penentu proses benchmarking yang cocok (Gregory H Watson,
1996).

Proses di atas menjelaskan kepada kita bahwa benchmark itu tidak


seperti studi banding yang dilaksanakan selama ini, yang mana studi
banding hanya menentukan apa yang dilakukan dan dimana akan studi
banding tapi tidak dapat mendetailkan apa yang akan diperbaiki, tidak
menggunakan metode pengumpulan data yang baik sehingga ada
kemungkinan mendapatkan informasi yang kurang. Kekurangan informasi
dan pengetahuan awal tentang sesuatu yang akan diubah, menyebabkan
kita tidak mempunyai gambaran yang jelas arah ke depannya dan apa
yang diinginkan.

Pemerintahan Yang Kompetitif Page 11


Pelaku dan Mitra Benchmark

Benchmarking dilaksanakan oleh tim khusus yang terdiri dari ahli


benchmark, manajemen tingkat atas, dan pemilik kegiatan. Posisi mereka
saling menguatkan. Ahli benchmark memainkan peranan penting bagi
kelancaran studi terutama bagi lembaga yang pertama kali melakukan
benchmark. Ahli benchmarking dari luar diperlukan apabila di internal
lembaga tidak ada yang kompoten dalam hal benchmark. Manajemen
level atas sebagai pendukung agar benchmark dilaksanakan sesuai
perencanaan, juga terkait dengan legitimasi studi itu dan membantu
mengidentifikasi problem dan arah ke depan. Sedangkan pemilik proses
berperan sebagai pihak yang banyak mengetahui hal yang akan
dibenchmark, sebagai pelaksana program dan regenerasi studi.
Regenerasi studi dimaksudkan agar benchmark tidak lagi menggunakan
pihak luar untuk studi selanjutnya. Pada lembaga pemerintah khususnya
pemerintah daerah, keterlibatan anggota DPRD menjadi pertimbangan
khususnya dalam hal identifikasi masalah. Pengalaman dari Ford Motor
bahwa setelah Ford Motor berhasil menciptakan keunggulan kompetitif
maka benchmark menjadi kebutuhan perusahaan sehingga dibentuklah
bagian yang menangani benchmark. Sehingga mereka dapat melakukan
benchmark sendiri dan pada waktu mereka memerlukannya.

Pihak yang akan dijadikan mitra benchmark adalah lembaga yang


mempunyai kinerja yang lebih baik. Lembaga tersebut bisa berasal dari
lembaga yang bergerak dalam bidang usaha yang sama (sepanjang hal
itu diizinkan), seperti halnya benchmarking Ford Motor terhadap pabrik
Mazda dan Toyota. Dalam konteks pemerintahan, benchmarking dapat
dilakukan antar lembaga pemerintah. Selanjutnya, lembaga mitra dapat
berasal dari lembaga yang bergerak dalam bidang yang berbeda tetapi
mempunyai karakteristik atau kesamaan terkait dengan topik yang akan
dibenchmark.

Pemerintahan Yang Kompetitif Page 12


KESIMPULAN

Perjalanan kualitas tersebut bukan hanya berlangsung dalam


organisasi privat, karena saat ini masyarakat telah menuntut kualitas
pelayanan publik dari organisasi publik.

Pemerintahan Yang Kompetitif Page 13


Terbentuknya organisasi publik (pemerintah) pada hakekatnya
adalah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kurangnya
kualitas pelayanan publik akan berdampak buruk pada citra organisasi
publik tersebut, karena masyarakat yang menerima pelayanan paling
tidak akan menyampaikan buruknya pelayanan tersebut kepada pihak
lain dan hal ini tentunya akan membentuk pendapat umum tentang
organisasi publik tersebut.
Dalam hubungan ini Osborn dan Gaebler (1996) mengemukakan
bahwa salah satu prinsip “reiventing government” yang harus
diimplementasikan adalah pemerintahan yang kompetitif harus
menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian pelayanan. Salah satu
keuntungan dari kompetisi adalah dapat membangkitkan rasa harga diri
dan semangat juang pegawai negeri. Mereka tahu bahwa jika memasuki
situasi kompetisi, mereka akan bekerja lebih keras dalam memberikan
pelayanan.
Adapun pelayanan prima yang merupakan terjemahan dari
excellent service secara harfiah berarti pelayanan yang sangat baik atau
pelayanan yang terbaik dan tanpa cacat (Depag, 1999).
Memberikan layanan prima atau layanan yang berkualitas kepada
semua warga negara dengan berbagai peluang dan kesempatan yang adil
untuk memikul beban dan tanggung jawab yang sejalan dengan
semangat reformasi, maka dalam menjalankan tugasnya prinsip yang
harus diperhatikan oleh aparat pemerintah antara lain :
a. Menumbuhkan persaingan sehat sebagai upaya untuk meningkatkan
pelayanan umum.
b. Meningkatkan profesionalisme aparatur dalam pelayanan kepada
masyarakat dan memberi keteladanan serta memiliki sikap dan gaya
hidup yang mecerminkan kejujuran, kesederhanaan dan kebersamaan.

DAFTAR PUSTAKA

Pemerintahan Yang Kompetitif Page 14


__________. Membumikan Benchmarking pada Sektor Publik. Blog

http://mdopost.com/news2009/index.php?
option=com_content&view=article&id=5936:membumikan-
benchmarking-pada-sektor-publik-&catid=36:opini&Itemid=66

Agus Dwiyanto dan Bevaola Kusumasari "Reformasi Pelayanan


Publik: Apa yang Harus Dilakukan?" dalam Policy Brief, No.
II/PB/2003.

Agus Dwiyanto, dkk., Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi


Daerah, Yogayakarta: PSKK-UGM, 2003.

David Osborne, Ted Gaebler. Mewirausahakan Birokrasi, Seri Umum


no.17 (hal.89-125): PT. Pustaka Binaman Perssindo.

Hidayat. Perbedaan Keunggulan Kompetitif dengan Keunggulan


Komparatif. Wordpress.

http://hidayaters.wordpress.com/2008/04/15/perbedaan-keunggulan-
kompetitif-dengan-keunggulan-komparatif/

Massofa. Pengertian dan paradigm pemerintahan. Wordpress.

http://massofa.wordpress.com/2008/04/28/pengertian-dan-paradigma-
pemerintahan/

Pemerintahan Yang Kompetitif Page 15

Anda mungkin juga menyukai