Chapter II
Chapter II
TINJAUAN PUSTAKA
sekumpulan
dari
gangguan
metabolik,
yang
dapat
dari 7% (Perancis)
Dislipidemia
WHO
AHA
Dalam
pengobatan
antihipertensi
atau TD 130/85
mmHg
Dalam
pengobatan
antihipertensi atau
TD 140/90
mmHg
Dalam
pengobatan
antihipertensi
atau TD 130/85
mmHg
Dalam pengobatan
antihipertensi atau
TD 130/85 mmHg
Plasma TG 150
mg/dL, HDL-C
Plasma TG 150
mg/dL dan atau
HDL-C
Plasma TG 150
mg/dL, HDL-C
Plasma TG150
mg/dL HDL-C
L < 40 mg/dL
L < 40 mg/dL
P< 50 mg/dL
Lingkar pinggang
L >102 cm,
P>88cm
Obesitas sentral
(lingkar perut)
L < 40 mg/dL
P< 50 mg/dL
L < 35 mg/dL
P< 40 mg/dL
Obesitas
Lingkar pinggang
L >102 cm,
P>88cm
IDF
Asia:L>90 cm
P>80 cm
Gangguan
metabolisme
Glukosa
GD puasa 110
mg/dL
GD puasa 100
mg/dL
Mikroalbuminuri
20 g/menit
(rasio albumin:
kreatinin 30)
Lain-lain
Kriteria Diagnosa
DM tipe 2 atau
TGT
Minimal 3 kriteria
DM tipe 2 atau
TGT dan 2 kriteria
di atas. Jika
toleransi glukosa
normal, diperlukan
3 kriteria.
Minimal 3 kriteria
(nilai tergantung
etnis)
GD puasa 100
mg/dL atau diagnosis
DM tipe 2
Obesitas sentral + 2
kriteria di atas
II.1.3. Patofisiologi
Insulin merupakan hormon anabolik tubuh yang prinsipil, yang mengatur
perkembangan dan pertumbuhan yang sesuai dan juga sebagai maintenance
dari sistem homeostasis glukosa di seluruh tubuh. Hormon insulin disekresi
oleh sel pulau Langerhan dari organ pankreas. Insulin berperan dalam
menurunkan kadar gula darah melalui beberapa cara; 1). supressi hepatic
glucose output (melalui penurunan gluconeogenesis dan glycogenolysis), 2).
merangsang penyimpanan terutama ke otot dan jaringan lemak melalui
glucose transporter yaitu Glucose Transporter -4 (GLUT-4) (Mittal, 2008).
Reseptor insulin terdistribusi secara luas di sistem sarap pusat, terutama
di daerah hipotalamus dan pituitary. Pada eksperimen hewan percobaan,
gangguan gen reseptor insulin di sistem sarap pusat memperlihatkan suatu
keadaan kebutuhan asupan makanan yang meningkat pada hewan tersebut
sehingga menginduksi keadaan obesitas dan resisten insulin. Aksi Insulin di
sistem sarap pusat memberikan negatif feedback bagi inhibisi postprandial
dari asupan makanan dan berperan sebagai pusat pengaturan berat badan
(Martini, 2004).
Insulin juga mempunyai efek antiapoptosis, hal ini didukung oleh studi
eksperimen pada binatang percobaan dimana dengan penambahan insulin
pada cairan reperfusi berhubungan dengan pengurangan ukuran miokard
infark sekitar 50%. Sedangkan studi pada manusia, pemberian infus insulin
dosis rendah dengan heparin dan agen trombolitik menunjukkan efek
kardioprotektif (Dandona, 2005).
Efek anti inflamasi juga terdapat pada insulin hal ini didukung oleh
eksperimen pada binatang percobaan bahwa pemberian insulin menunjukkan
pengurangan mediator-mediator inflamasi (IL-, IL-6, macrophage migration
inhibitor factor [MIF], TNF-), dan expression of proinflammatory transcription
factors CEBP (C enhancer binding protein) dan cytokines. Kemampuan
insulin
Dan resistensi insulin dijumpai pada sebagian besar pasien dengan Sindrom
Metabolik (Reaven, 1988).
Resistensi Insulin dan hipertensi sistolik merupakan faktor yang
menentukan terjadinya disfungsi endotel. Resistensi Insulin menyebabkan
menurunnya produksi Nitric Oxide (NO) yang dihasilkan oleh sel-sel endotel,
sedangkan hipertensi menyebabkan disfungsi endotel melalui beberapa cara
seperti; secara kerusakan mekanis, peningkatan sel-sel endotel dalam
bentuk radikal bebas, pengurangan bioavailabilitas NO atau melalui efek
proinflamasi pada sel-sel otot polos vaskuler. Disfungsi endotel ini
berhubungan
dengan
stres
oksidatif
dan
menyebabkan
penyakit
banyak yang
II.2.2. Epidemiologi
Pada penelitian Canadian Study of Health and Aging, didapati angka
prevalensi dari MCI sekitar 17%. Angka prevalensi untuk gangguan memori
yang berhubungan dengan usia didapati berkisar antara 17% sampai 34%
(Graham dkk, 1997).
Seseorang dengan MCI mempunyai resiko untuk menjadi AD dengan
kecepatan setiap tahunnya 10-12%, dan semakin cepat progresifitasnya bila
MCI ini disertai dengan kelainan pada APOE4 dan hasil MRI hipokampus
(Sjahrir, 1999).
Pada tahun 2000 diperkirakan lebih kurang 4,5 juta individu dengan
penyakit Alzheimers di Amerika Serikat, dan angka ini akan meningkat
sampai 14 juta di tahun 2050 hal ini berkenaan dengan meningkatnya
populasi manusia lanjut usia (Fink, 2004).
Fink, (2004) menyatakan bahwa lebih kurang 12-15% individu dengan
MCI akan berkembang menjadi AD atau demensia lainnya pertahun
dibanding dengan populasi tua normal yang hanya sekitar 1-2% saja.
Pengobatan
dini
pada
MCI
dapat
mencegah
atau
memperlambat
II.2.3. Patogenese
Jack, dkk (1999) melakukan studi Cross-sectional dan longitudinal dengan
memakai modalitas CT Scan, MRI dan PET terhadap 80 penderita MCI
selama 36 bulan didapati 27 orang berkembang menjadi demensia, dan juga
didapati gambaran atrofi pada daerah hipokampus pada amnestic MCI
dibanding kontrol. Atrofi daerah hipokampus tersebut dapat sebagai prediktor
kejadian konversi dari MCI ke AD, dan juga mempunyai korelasi dengan bukti
autopsi didapati atrofi dan neuronal loss.
Price, dkk (1999) melakukan studi longitudinal dengan mengamati seri
patologi terhadap 62 pasien (39 tanpa demensia, 15 dengan nilai CDR 0,5
dan 8 dengan AD), didapati hasil dari semua 15 pasien dengan nilai CDR 0,5
memperlihatkan gambaran neuropatologi sebagai AD. Hasil ini membuktikan
bahwa plak senile dapat terlihat pada subjek yang tidak terdeteksi adanya
penurunan kognitif dan ini menegaskan bahwa kemungkinan gambaran
neuropatologi pada AD sudah ada pada keadaan MCI.
Menurut Attix (2006) bahwa penderita MCI sudah mengalami atrofi
hipokampus derajat sedang dibanding kontrol dan penderita AD. Penderita
MCI ini juga telah mengalami perubahan pada daerah metabolik serebralnya
serta terjadi peningkatan frekuensi Apolipoprotein Alel E4 yang hampir sama
dengan penderita AD.
II.2.4. Diagnosis
Pada umumnya, diagnosis Mild cognitive Impairment dibuat apabila pada
seseorang ditemukan beberapa kriteria: ada gangguan memori, fungsi
memori abnormal untuk usia dan pendidikan, aktivitas sehari-hari normal,
fungsi kognisi umum normal dan tidak dijumpai demensia (Kusumoputro,
2001; Fink, 2004).
Menurut Petersen (2004) pada MCI terdapat gangguan fungsi kognitif
sebesar 0.5 -1 SD dibandingkan orang normal setelah dilakukan matching
terhadap faktor usia dan pendidikan. Diagnosis MCI dapat dibagi atas 4
subtipe klinis;
lebih area fungsi kognitif tanpa adanya gangguan dari area fungsi memori.
Ke empat subtipe klinis tersebut berbeda dalam hal etiologi dan outcome
nya. Amnestic MCI (single domain lebih baik dari yang multiple domain)
mempunyai kemungkinan yang lebih besar mengalami progresifitas menjadi
penyakit demensia Alzheimer. Sedangkan subtipe non-Amnestic mempunyai
kemungkinan mengalami progresifitas menjadi penyakit demensia nonAlzheimer (Petersen, 2004).
Untuk evaluasi diagnosis dari MCI diperlukan wawancara klinis terhadap
pasien dan informan yang dapat dipercaya seperti pengasuh, pasangan
hidup ataupun rekan kerja. Selain itu dilakukan pemeriksaan neurologi,
pemeriksaan
status
mental,
test
neuropsikologi,
tes
laboratorium,
seperti
pemeriksaan
status
mental
atau
pemeriksaan
gangguan kognitif. Sensitifitas untuk mendeteksi MCI semakin bagus jika nilai
cut-off untuk demensia yang digunakan lebih tinggi yaitu 26-28 dan jika
judgement
dan
pemecahan
masalah,
kegiatan
komunitas,
pekerjaan rumah dan hobi serta perawatan diri. Clinical Dementia Rating
menggunakan 5 skala keparahan yaitu 0=normal, 0,5=MCI/questionable
dementia, 1=mild dementia, 2=moderate dementia, 3=severe dementia (Fink,
2004).
Resistensi Insulin
Gregg,
dkk
(2000)
diabetes
mempunyai
hubungan
yang
signifikan dengan fungsi kognitif pada
level yang rendah
Hiperinsulinemi
Hipertensi
Sindrom Metabolik
Dislipidemi
MCI