Anda di halaman 1dari 30

PENUNTUN

PRAKTIKUM KIMIA DASAR

DR. ELFITA, M.SI


DR. MUHARNI, M.SI

LABORATORIUM DASAR BERSAMA


UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TATA TERTIB PRAKTIKUM

PETUNJUK KESELAMATAN KERJA


Semua percobaan kimia di laboratorium sangat berbahaya apabila tidak dilakukan
dengan hati-hati.Keselamatan kerja merupakan hal yang sangat penting dan harus selalu
diperhatikan oleh mahasiswa dan asisten.
Petunjuk Umum
1. Laboratorium dipenuhi oleh zat kimia berbahaya sehingga makanan dan minuman
harus dijauhkan dari ruang praktikum.
2. Praktikan harus memakai sepatu dan jas laboratorium, serta rambut diikat untuk
menghindari nyala bunsen atau percikkan zat kimia.
3. percobaan yang sedang berlangsung harus dijaga dan diawasi untuk menghindari
terjadinya kecelakaan kerja.
4. Percobaan yang mengeluarkan gas, harus dilakukan di lemari asam/alat pengisap
pada posisi ON. Hindari menghisap uap/gas beracun.
5. Kenali sifat-sifat zat kimia yang akan digunakan
6. Gunakan zat kimia seefisien mungkin dan jangan berlebih-lebihan.
7. Periksa kondisi dan kelengkapan alat-alat gelas yang dipakai, jika pecah harus
diganti dengan alat gelas kualitas sama.
8. Selesai praktikum, sampah dibuang pada tempatnya, meja dalam keadaan bersih,
peralatan dikembalikan dalam keadaan bersih.
9. Kran air, gas, dan listrik selalu diperiksa sebelum meninggalkan laboratorium.

I. KONSENTRASI ZAT DALAM LARUTAN


(Bagian 1: Persen Konsentrasi)

Tujuan
Mempelajari penyediaan zat dalam persen konsentrasi yang meliputi persen berat
(% b/b), persen volume (% v/v), dan persen berat/volume (% b/v).
Teori
Larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat. Zat yang
jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut zat terlarut atau solut, sedangkan zat yang
jumlahnya lebih banyak dari pada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut atau solven.
Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan dinyatakan dalam konsentrasi larutan
Kebanyakan reaksi-reaksi antara cairan dan padat lebih mudah terjadi bila zat-zat
itu dilarutkan dalam pelarut tertentu. Hal ini disebabkan karena, dalam larutan yang
homogen partikel-partikel reaktan dapat tercampur dan saling berdekatan satu sama lain
dibanding keadaan padat, cair atau dalam campuran heterogen.
Konsentrasi larutan menyatakan secara kuantitatif komposisi zat terlarut dan pelarut
di dalam larutan. Konsentrasi umumnya dinyatakan dalam perbandingan jumlah zat
terlarut dengan jumlah total zat dalam larutan, atau dalam perbandingan jumlah zat terlarut
dengan jumlah pelarut.
Persen berat larutan (% b/b)
Konsentrasi persen berat larutan adalah jumlah bagian berat zat terlarut yang
terdapat dalam 100 bagian larutan.
% berat larutan =

berat zat terlarut


x 100%
berat larutan

Persen volume (% v/v)


Konsentrasi persen volume larutan adalah jumlah bagian volume zat terlarut yang
terdapat dalam 100 bagian volume larutan.
% volume larutan =

Persen berat/volume (% b/v)

volume zat terlarut


x 100%
volume larutan

Konsentrasi persen berat/volume larutan adalah jumlah bagian berat zat terlarut
yang terdapat dalam 100 bagian volume larutan.

% berat/volume larutan =

gram zat terlarut


mL larutan

x 100%

Bahan:
Alat:
Prosedur Kerja
A. Pembuatan konsentrasi zat dalam % berat (% b/b)
1. Timbang 20 g NaCl dengan timbangan analitis yang dialas kaca arloji.
2. NaCl tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer sampai tidak tertinggal sedikitpun.
3. Akuades ditimbang seberat 80 g yang ditempatkan dalam beker gelas 100 mL.
4. Akuades ditambahkan ke dalam erlenmeyer sampai kira-kira setengah bagian dan
erlenmeyer digoyang sampai NaCl larut semua.
5. Setelah semua larut, akuades ditambahkan seluruhnya sambil diaduk hingga
homogen.
6. Hitung % berat larutan NaCl.
B. Pembuatan konsentrasi zat dalam % volume (% v/v)
1. Ukur 30 mL alkohol dalam labu ukur 100 mL dan dimasukkan ke dalam labu
volumetrik 100 mL.
2. Akuades ditambahkan ke dalam labu volumetrik sampai kira-kira setengah bagian
dan labu digoyang sampai alkohol bercampur sempurna.
3. Selanjutnya, akuades ditambahkan sampai menjelang tanda batas dengan
menggunakan botol semprot, lalu ditambahkan lagi akuades sampai tanda batas
dengan menggunakan pipet tetes.
4. Labu ditutup dan dikocok kuat untuk menghomogenkan larutan
5. Hitung % volume larutan alkohol.
C. Pembuatan konsentrasi zat dalam % berat/volume (% b/v)
1. Timbang 10 g gula pasir dengan timbangan analitis yang dialas kaca arloji
2. Gula pasir tersebut dimasukkan ke dalam labu volumetrik 100 mL sampai tidak
tertinggal sedikitpun.
3. Akuades ditambahkan ke dalam labu volumetrik sampai kira-kira setengah bagian
dan labu digoyang sampai gula larut semua.

4. Setelah semua gula larut, akuades ditambahkan sampai menjelang tanda batas
dengan menggunakan botol semprot, lalu ditambahkan lagi akuades sampai tanda
batas dengan menggunakan pipet tetes.
5. Labu ditutup dan dikocok kuat untuk menghomogenkan larutan
6. Hitung % berat/volume larutan gula.

Pertanyaan
1. Hitung berapa % NaCl dalam suatu larutan yang dibuat dengan cara melarutkan 30
gram NaCl dalam 80 gram air.
2. Hitung berapa % alkohol dalam suatu larutan yang dibuat dengan cara
mencampurkan 25 ml alkohol dengan 80 mL air.
3. Hitung berapa % gula dalam suatu larutan yang dibuat dengan cara melarutkan 35
gram gula dalam 70 gram air.

II.KONSENTRASI ZAT DALAM LARUTAN


(Bagian 2: ppm dan ppb)
Tujuan
Mempelajari penyediaan zat dalam Parts Per Million (ppm) dan Parts Per Billion
(ppb)
Teori
Parts Per Million dan Part Per Billion adalah satuan yang mirip dengan persen
massa. Jika persen massa gram zat terlarut per 100 gram larutan, ppm adalah gram zat
terlarut per sejuta gram larutan dan ppb adalah zat terlarut per milliard gram larutan.

Untuk larutan yang sangat sangat encer untuk menyatakan konsentrasi digunakan
satuan parts per million atau bagian perjuta (ppm = 10 -6), dan parts per billion atau bagian
per milliar (ppb = 10-9).

ppm =

ppb =

massa zat terlarut


massa larutan
massa zat terlarut
massa larutan

x 10-6

x 10-9

Bila pelarutnya air dan jumlah zat terlarut sangat sedikit sehingga kerapatan larutan
dapat dianggap 1,00 g / ml, maka Parts Per Million (ppm) menyatakan mg zat terlarut
dalam 1 kg atau 1 liter larutan.

ppm =

ppm =

mg zat terlarut
106 x mg larutan
mg zat terlarut
Liter larutan

Untuk lebih mudah memahami ppm dari definisinya yaitu bagian per satu juta
bagian, bisa membayangkan: ppm = mg/Kg (ingat 1 Kg = 1000.000 mg jadi bagian per
sejuta), sedangkan ppb = g/Kg. Kandungan Cr dalam baja adalah 50 ppm artinya terdapat
50 mg Cr dalam 1 Kg baja
Kasus khusus berlaku untuk larutan yang pelarutnya adalah air, ppm bisa diartikan
sebagai mg/L. Hal ini karena densitas air = 1 g/mL maka 1 L air akan bermasa 1 Kg. Maka:
ppm = mg/L dan ppb = g/L. Kandungan yodium dalam air minum adalah 150 ppm
artinya tiap liter air minum memiliki 150 mg yodium. Kandungan Pb dalam air sungai
adalah 75 ppm artinya tiap liter air sungai memiliki kandungan Pb 75 mg.

Bahan:
Alat:

Prosedur kerja
A. Pembuatan konsentrasi zat dalam ppm
1. Timbang vial 10 mL yang telah diberi label dengan timbangan analitis dan catat
berat vial pada label.
2. Vial tersebut ditara pada volume 5 mL dan diberi tanda batas.
3. Timbang 10 mg garam dalam vial tersebut
4. Air ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam vial dan diaduh sampai garam larut
sempurna.
5. Setelah semua garam larut, air ditambahkan sampai tanda batas dengan
menggunakan pipet tetes.
6. Vial ditutup dan dikocok kuat untuk menghomogenkan larutan
7. Hitung konsentrasi larutan dalam ppm.

A. Pembuatan konsentrasi zat dalam ppb


1. Timbang vial 10 mL yang telah diberi label dengan timbangan analitis dan catat
berat vial pada label.
2. Vial tersebut ditara pada volume 1 mL dan diberi tanda batas.
3. Timbang 10 g ekstrak pekat dalam vial tersebut
4. Air ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam vial dan diaduh sampai ekstrak larut
sempurna.
5. Setelah semua ekstrak larut, air ditambahkan sampai tanda batas dengan
menggunakan pipet tetes.
6. Vial ditutup dan dikocok kuat untuk menghomogenkan larutan
7. Hitung konsentrasi larutan dalam ppb.

III. KONSENTRASI ZAT DALAM LARUTAN


(Bagian 3: molaritas, molalitas dan normalitas)
Tujuan
Mempelajari penyediaan zat dalam konsentrasi molaritas, molalitas dan normalitas
Teori
Konsetrasi yang dinyatakan dakam molaritas dan molalitas memiliki berbedaan dasar
perhitungannya. Molaritas didasarkan pada volume larutan (Liter), sedangkan molalitas
didasarkan pada massa pelarut (kg). Pada molaritas, larutannya diukur dalam satuan
volume (volume zat terlarut + volume pelarut). Ketika membuat larutan dengan satuan
molar maka zat terlarut dimasukkan dalam labu takar kemudian ditambahkan pelarut
hingga volumenya sampai batas takar yaitu batas 1 L.

Molaritas (M): yaitu jumlah mol solut yang terlarut per liter larutan

M =

mol solut
L larutan

Pada molalitas, 1 mol zat terlarut dilarutkan dalam 1 kg pelarutnya. Untuk menyiapkan
konsetrasi larutan dalam molarita maka pelarut ditakar sebanyak 1 kg atau 1 liter (kalau
massa jenis pelarutnya 1 g/mL)
Molalitas (m): yaitu jumlah mol solut yang terlarut dalam 1 kg pelarut

m =

mol solut
1 kg solven

Normalitas (N) merupakan satuan konsentrasi yang sudah memperhitungkan kation atau
anion yang dikandung sebuah larutan. Normalitas didefinisikan banyaknya zat dalam gram
ekivalen dalam satu liter larutan. Secara sederhana gram ekivalen adalah jumlah gram zat
untuk mendapat satu muatan.
Normalitas: yaitu banyaknya gram ekivalen zat yang terlarut dalam 1 L larutan

g ekivalen solut
N
=
Untuk asam, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion H+. Untuk basa, 1 mol
L larutan
ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion OH . Antara Normalitas dan Molaritas terdapat
hubungan : N = M x valensi

Berat ekivalen (BE) dapat ditentukan berdasarkan jenis reaksi, sebagai berikut:
1. Reaksi asam basa (netralisasi)
Dalam reaksi netralisasi, setiap senyawa akan melepaskan atau menerima atom
hidrogen. Jadi berat ekivalen (BE) dapat ditentukan sebagai berikut:

BE =

Massa molekul relatif (Mr)


Banyaknya atom H yang dilepas atau diterima

2. Reaksi pengendapan dan reaksi pembentukan senyawa komplek


Dalam reaksi pengendapan dan reaksi pembentukan senyawa komplek, berat
ekivalen (BE) ditentukan oleh valensi dari senyawa tersebut. Yaitu sebagai
berikut:

BE =

Massa molekul relatif (Mr)


Valensi senyawa tersebut

3. Reaksi oksidasi reduksi

Dalam reaksi oksidasi reduksi, berat ekivalen (BE) didasarkan pada banyaknya
elektron yang dilepaskan atau diikat dalam suatu reaksi oksidasi atau reduksi,
yaitu dapat ditentukan sebagai berikut:

BE =

Massa molekul relatif (Mr)


Banyaknya elektron yang dilepas atau diikat

Bahan:
Alat:

Prosedur kerja
A. Pembuatan konsentrasi zat dalam Molaritas (0,300 M NaCl)
1. Timbang NaCl sebanyak 8,78 g dengan timbangan analitis yang dialas dengan kaca
arloji.
2. Masukkan NaCl tersebut ke dalam labu ukur 500 mL sampai tidak tertinggal
sedikitpun.
3. Akuades ditambahkan ke dalam labu ukur sampai kira-kira seperempat bagian dan
labu ukur digoyang sampai NaCl larut semua.
4. Setelah semua NaCl larut, akuades ditambahkan sampai menjelang tanda batas
dengan menggunakan botol semprot, lalu ditambahkan lagi akuades sampai tanda
batas dengan menggunakan pipet tetes.
5. Labu ukur ditutup dan dikocok kuat untuk menghomogenkan larutan.
6. Hitung Molaritas larutan NaCl (diketahui Mr NaCl = 58,5)

B. Pembuatan konsentrasi zat dalam molalitas (0,2 m NaOH)


1. Timbang NaOH sebanyak 4 g dengan timbangan analitis yang dialas dengan kaca
arloji.
2. Masukkan NaOH tersebut ke dalam erlenmeyer 1 Liter sampai tidak tertinggal
sedikitpun.
3. Akuades ditambahkan ke dalam erlenmeyer sedikit demi sedikit sambil diaduk
hingga NaOH larut semua.
4. Setelah semua NaOH larut, akuades ditambahkan hingga total penambahan akuades
500 g.

5. Larutan dalam erlenmeyer dikocok untuk menghomogenkan larutan.


6. Hitung molalitas larutan NaOH (diketahui Mr NaOH = 40)
C. Pembuatan konsentrasi zat dalam Normalitas (0,2 N H2SO4)
1. Timbang H2SO4 sebanyak 4,9 g dengan timbangan analitis yang dialas dengan kaca
arloji.
2. Masukkan H2SO4 tersebut ke dalam labu ukur 500 mL (yang telah berisi akuades
250 mL) sampai tidak tertinggal sedikitpun.
3. Akuades ditambahkan melalui dinding labu sedikit demi sedikit dan digoyang
perlahan sampai H2SO4 bercampur sempurna.
4. Setelah itu akuades ditambahkan sampai menjelang tanda batas dengan
menggunakan botol semprot, lalu ditambahkan lagi akuades sampai tanda batas
dengan menggunakan pipet tetes.
5. Labu ditutup dan digoyang untuk menghomogenkan larutan.
6. Hitung Normalitas larutan H2SO4 (diketahui Mr H2SO4 = 98)

IV. PENGENCERAN

Tujuan
Membuat larutan encer pada konsentrasi tertentu dari larutan pekat yang
konsentrasinya diketahui.
Teori
Larutan-larutan yang tersedia di dalam laboratorium umumnya dalam bentuk pekat.
Untuk memperoleh larutan yang konsentrasinya lebih rendah biasanya dilakukan
pengenceran. Pengenceran dilakukan dengan menambahkan pelarut ke dalam larutan yang
pekat.
Pengenceran pada prinsipnya hanya menambahkan pelarut saja, sehingga jumlah
mol zat terlarut sebelum pengenceran sama dengan jumlah mol zat terlarut sesudah
pengenceran. Dengan kata lain jumlah mmol zat terlarut sebelum pengenceran sama
dengan jumlah mmol zat terlarut sesudah penegenceran atau jumlah gr zat terlarut sebelum
pengenceran sama dengan jumlah gr zat terlarut sesudah pengenceran. (Anonim, 2009 : 26)
Rumus untuk perhitungan pengenceran:
V1 M1 = V2 M2

V1 = volume sebelum pengenceran


M1 = konsentrasi sebelum pengencera
V2 = volume setelah pengenceran
M2 = konsentrasi setelah pengencera
Misal, jika akan membuat 500 ml HCl 2,5 M menggunakan HCl 5 M maka
penggunaan rumus pengencerannya adalah V1 x 5 M = 500 ml x 2,5 M, maka V1 = 250
ml. Artinya ambil HCl 5 M sebanyak 250 ml lalu ditambahkan dengan air hingga 500 ml.
Sedang pada praktek pengencerannya: masukkan air dulu sebanyak kurang dari 250 ml
baru ditambahkan 250 ml HCl 5 M lalu tinggal ditambahkan dengan air hingga batas labu
takar 500 ml. Praktek perlakuan seperti ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan letupan
untuk pengenceran asam pekat.

Urutan kerja untuk mengencerkan larutan pekat adalah: lakukan perhitungan


pengenceran, masukan larutan pekat ke labu takar (dengan pemipetan), tambahkan pelarut
sampai leher labu takar, gojok hingga homogen, tambahkan pelarut sampai batas, tutup
dan gojok lagi.
Cara pengenceran larutan bisa menggunakan alat pipet atau labu takar. Penggunaan
labu takar akan lebih tepat dalam penaraan volume. Pembacaan miniskus adalah sebagai
berikut: letakkan labu takar pada tempat datar dan posisi mata sejajar dengan tanda batas.
Untuk bentuk cekung, batas bawah cekungan tepat pada garis batas (misal air) dan untuk
cembung, batas atas cembungan tepat pada garis batas (misal Hg).

Bahan:
Alat:

Prosedur kerja
A.1. Membuat larutan induk ekstrak aktif 1000 ppm
Larutan induk ekstrak aktif 1000 ppm dibuat dengan cara melarutkan
100 mg ekstrak aktif dengan metanol sebanyak 25 ml hingga larut kemudian
ditambahkan dengan metanol dalam labu takar 100 mL hingga tanda batas
sehingga diperoleh larutan ekstrak aktif 1000 ppm sebanyak 100 ml. Menurut

perhitungan: jika ingin membuat larutan 1000 ppm dalam 100 mL


dibutuhkan massa sebanyak 100 mg.

A.2. Membuat seri pengenceran konsentrasi 500; 250; 125; 62,5; 31,25; dan 15,625
ppm (v/v), masing-masing sebanyak 25 ml.
Pembuatan konsentrasi 500 ppm sebanyak 50 ml dari larutan induk 1000 ppm
1. Lakukan perhitungan pengenceran
V1 M1 = V2 M2
V1 x 1000 ppm = 50 ml x 500 ppm
V1 = 25 ml
2. Masukan larutan pekat 25 ml ke labu takar 50 ml (dengan pemipetan)
3. Tambahkan pelarut sampai leher labu takar dan gojok hingga homogen
4. Tambahkan pelarut sampai batas, tutup dan gojok lagi.
Pembuatan konsentrasi 250 ppm sebanyak 50 ml dari larutan 500 ppm
1. Lakukan perhitungan pengenceran
V1 M1 = V2 M2
V1 x 500 ppm = 50 ml x 250 ppm
V1 = 25 ml
2. Masukan larutan pekat 25 ml ke labu takar 50 ml (dengan pemipetan)
3. Tambahkan pelarut sampai leher labu takar dan gojok hingga homogen
4. Tambahkan pelarut sampai batas, tutup dan gojok lagi.

Pembuatan konsentrasi 125 ppm sebanyak 50 ml dari larutan 250 ppm


1. Lakukan perhitungan pengenceran
V1 M1 = V2 M2
V1 x 250 ppm = 50 ml x 125 ppm
V1 = 25 ml
2. Masukan larutan pekat 25 ml ke labu takar 50 ml (dengan pemipetan)
3. Tambahkan pelarut sampai leher labu takar dan gojok hingga homogen
4. Tambahkan pelarut sampai batas, tutup dan gojok lagi.

Tugas: lanjutkan untuk membuat seri konsentrasi berikutnya: 62,5; 31,25; dan 15,625 ppm.

B.1. Pembuatan larutan induk 5,0 M NaCl sebanyak 100 mL


Sebanyak 29,25 g NaCl ditimbang dengan dialas kaca arloji dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Akuades ditambahkan ke dalam labu

ukur sedikit demi sedikit sambil digoyang hingga NaCl larut semua. Setelah semua NaCl
larut, akuades ditambahkan sampai tanda batas 100 ml. Labu ukur ditutup dan dikocok
kuat untuk menghomogenkan larutan (diketahui Mr NaCl = 58,5).

A.2. Membuat seri pengenceran konsentrasi 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; 2,5; dan 3,0 M, masingmasing sebanyak 20 ml.
Pembuatan konsentrasi 0,5 M sebanyak 20 ml dari larutan induk NaCl 5,0 M
1. Lakukan perhitungan pengenceran
V1 M1 = V2 M2
V1 x 5,0 M = 20 ml x 0,5 M
V1 = 2 ml
2. Masukan larutan pekat 2 ml ke labu takar 20 ml (dengan pemipetan)
3. Tambahkan pelarut sampai leher labu takar dan gojok hingga homogen
4. Tambahkan pelarut sampai batas, tutup dan gojok lagi.

Pembuatan konsentrasi 1,0 M sebanyak 20 ml dari larutan induk NaCl 5,0 M


1. Lakukan perhitungan pengenceran
V1 M1 = V2 M2
V1 x 5,0 M = 20 ml x 1,0 M
V1 = 4 ml
2. Masukan larutan pekat 4 ml ke labu takar 20 ml (dengan pemipetan)
3. Tambahkan pelarut sampai leher labu takar dan gojok hingga homogen

4. Tambahkan pelarut sampai batas, tutup dan gojok lagi.

Pembuatan konsentrasi 1,5 M sebanyak 20 ml dari larutan induk NaCl 5,0 M


1. Lakukan perhitungan pengenceran
V1 M1 = V2 M2
V1 x 5,0 M = 20 ml x 1,5 M
V1 = 6 ml
2. Masukan larutan pekat 6 ml ke labu takar 20 ml (dengan pemipetan)
3. Tambahkan pelarut sampai leher labu takar dan gojok hingga homogen
4. Tambahkan pelarut sampai batas, tutup dan gojok lagi.

Tugas: Lamjutkan membuat seri konsentrasi berikutnya melalui pengenceran larutan induk
NaCl 5,0 M.
Catatan:
Membuat larutan induk harus dengan memperhitungkan jumlah volume terpakai
yaitu mencukupi untuk dipakai dalam membuat seri pengenceran. Jangan terlalu banyak
berlebih karena akan terjadi pemborosan zat kimia.

V. PENENTUAN MASSA MOLAR ZAT


Tujuan
Menentukan massa molar (Mr) zat non volatil berdasarkan penurunan titik beku
larutannya dalam pelarut murni.
Teori
Penurunan titik beku merupakan salah satu sifat koligatif. Sifat koligatif larutan adalah
sifat larutan yang tidak bergantung pada macamnya zat terlarut tetapi semata-mata hanya
ditentukan oleh konsentrasi zat terlarut. (Anonim, 2010. apabila suatu pelarut ditambah
dengan sedikit zat terlarut, maka akan didapatkan suatu larutan yang mengalami penurunan
tekanan uap jenuh, kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan osmosis. Titik
beku suatu zat adalah temperatur pada mana fase padat dan cair berada dalam
kesetimbangan.
Penambahan zat terlarut ke dalam air akan mempengaruhi tit beku air. Titik beku
air adalah 0oC. Tetapi dengan adanya zat terlarut, titik beku larutan menjadi lebih rendah
dibawah 0oC. Hal ini disebut dengan penurunan titik beku air.

Penurunan titik beku ( Tb) secara lansung berbanding lurus dengan molalitas (m)
dari zat terlarut dalam larutan. Perbandingan ini adalah suatu konstanta yang karakteristik
dari suatu pelarut. Nilai konstanta titik beku (Kb) dari beberapa pelarut tercantum pada
Tabel 1. Rumus penurunan titik beku pelarut adalah sebagai berikut:
Tb = Tb pelarut Tb larutan = Kb x m
Tb = penurunan titik beku larutan
Tb = titik beku
Kb = konstanta titik beku molal pelarut
m = molalitas zat terlarut

Tabel 1. Nilai titik beku dan konstanta titik beku molal (Kb) dari beberapa pelarut
No.
1
2
3
4
5
6
7
8

Titik beku ( oC )

Pelarut
Air
Naftalen
Asam asetat
Benzen
Fenol
Nitrobenzen
Kamfer
t-butanol

0
80
16,5
5,4
39
5,6
180
25,5

Bahan
- Benzena (C6H6)
- Naftalena (C10H8)
- Es batu
- Aquadest
Alat
-

Gelas kimia 1000 mL 1 buah


Gelas kimia 50 mL 1 buah
Gelas ukur 50 mL 1 buah
Tabung reaksi besar 1 buah
Thermometer -10oC 50oC 1 buah
Botol semprot 1 buah

Kb ( oC/m)
1,86
7
3,82
5,1
7,3
6,9
40
9,1

Batang pengaduk 1 buah


Stopwatch 1 buah
Neraca analitik 1 buah

Prosedur Kerja
A. Penentuan titik beku pelarut
1. Masukkan 50 g benzen ke dalam tabung reaksi besar
2. Tempatkan termometer dan batang pengaduk dalam tabung reaksi tersebut
3. Letakkan tabung reaksi ke dalam gelas kimia yang berisi es batu
4. Aduk larutan secara perlahan
5. Baca skala termometer (suhu) setiap 30 detik sampai suhu konstan pada 4-5 kali
pembacaan
6. Keluarkan tabung dari gelas kimia dan biarkan pada suhu kamar

B. Penentuan titik beku larutan


1. Timbang 6,4 gram zat x (1,0 molal naftalen)
2. Masukkan zat hasil penimbangan ke dalam tabung reaksi yang berisi pelarut kemudian
mengaduk sampai larut
3. Masukkan tabung reaksi ke dalam gelas kimia yang berisi es batu
4. Catat suhu larutan setiap 30 detik sampai suhu konstan pada 4-5 kali pembacaan
5. Timbang kembali 9,6 gram zat x (1,5 molal naftalen) dan memasukkan dalam 50 mL
pelarut air
6. Ulangi cara kerja 3-4
7. Tentukan massa molar zat x!

VI. AZAS LE CHATELIER


Tujuan
Mengamati pergeseran kesetimbangan pada suatu sistim setimbang dan
meramalkan arah pergeseran kesetimbangan dengan menggunakan asas Le Chatelier

Teori
Henri Louis Le Chatelier (1888) menyatakan: bila terhadap suatu kesetimbangan
dilakukan suatu tindakan (aksi), maka sistem itu akan mengadakan reaksi yang cenderung
mengurangi pengaruh aksi tersebut. Artinya : Bila pada sistem kesetimbangan dinamik
terdapat gangguan dari luar sehingga kesetimbangan dalam keadaan terganggu atau rusak
maka sistem akan berubah sedemikian rupa sehingga gangguan itu berkurang dan bila
mungkin akan kembali ke keadaan setimbang lagi. Cara sistem bereaksi adalah dengan
melakukan pergeseran ke kiri atau ke kanan. Pergeseran kesetimbangan dipengaruhi oleh

konsentrasi, suhu, dan tekanan/volume. Pada praktikum ini akan dilihat pengaruh
perubahan konsentrasi dan suhu pada reaksi kesetimbangan:
Reaksi A:

Fe3+ + SCN-

Fe(NCS)2+

(H negatif)

(merah darah)
Co(H2O)62+ + 4Cl-

Reaksi B:

CoCl42- + 6H2O (H positif)

Pink

biru

Bahan
FeCl3 0,1 M
KSCN 0,I M
NaF 0,1 M
AgNO3 0,1 M
HCl pekat
Etanol
CoCl2.6H2O
Alat:
- Gelas ukur 25 ml
- Gelas kimia 100 ml
- Pengaduk
- Tabung reaksi
- Pipa tetes
- Timbangan
Prosedur kerja
A. Percobaan untuk kesetimbangan reaksi A
Reaksi A:

Fe3+ + SCN-

Fe(NCS)2+

(H negatif)

(merah darah)
1. Ambil 20 mL akuades dan memasukkan ke dalam gelas kimia
2. Teteskan ke dalam akuades tersebut masing-masing 1 ml larutan FeCl3 0,1 M dan
1 ml larutan KSCN 0,1 M, sambil diaduk sampai warna tetap.

3. Bagi larutan ke dalam 5 tabung reaksi sama banyak.


4. Tabung ke-1 digunakan sebagai pembanding
5. Tambahkan ke dalam empat tabung yang lain berturut-turut:
a.

Pada tabung 2 : tambahkan 1 ml larutan FeCl3 0,1 M dan bandingkan dengan


warna pada tabung 1

b.

Pada tabung 3 : tambahkan 1 ml larutan KSCN 0,1 M dan bandingkan dengan


warna pada tabung 1

c.

Pada tabung 4 : tambahkan 1 ml larutan NaF 0,1 M. Reaksi ini dengan ion
Fe3+ , efektif menghilangkan Fe3+ dari kesetimbangan. Bandingkan dengan
warna pada tabung 1

d.

Pada tabung 5 : tambahkan 1 ml larutan AgNO3 0,1 M. Reaksi ini dengan


SCN- membentuk AgSCN (s). Bandingkan dengan warna pada tabung 1

2. Tuliskan hasil dari percobaan A pada tabel berikut:


3. Prediksi perubahan warna yang akan terjadi jika sistem (tabung 1) dipanaskan

Tabung tes

Prediksi pergeseran arah Perubahan warna Perubahan warna


kesetimbangan
yang diharapkan
yang diamati

1
2
3
4
5

B. Percobaan untuk kesetimbangan reaksi B


Reaksi B:

Co(H2O)62+ + 4ClPink

CoCl42- + 6H2O (H positif)


biru

1. Larutkan 5 g CoCl2 in 30 ml air dan dibagi sama banyak ke dalam tiga tabung reaksi
2. Lakukan terhadap ketiga tabung reaksi sebagai berikut:
a. Tambahkan 2 ml HCl pekat dengan hati-hati ke dalam tabung 1 dan kemudian
tambahkan 5 ml air
b. Tambahkan 15 ml etanol ke dalam tabung 2 dan kemudian tambahkan 10 ml air

c. Panaskan tabung 3 sampai hampir mendidih dan kemudian dinginkan


3. Jelaskan pada tabel berikut mengapa terjadi perubahan warna pada masing-masing
tabung!
Tabung tes

Perubahan
diamati

warna yang pergeseran


arah Alasan perubahan
kesetimbangan

1
2
3

VII. EMULSI
Tujuan
Pembuatan emulsi dan menampilkan contoh praktis penggunaan emulsi
Teori
Emulsi merupakan koloid yang mengandung fasa terdispersi cair. Emulsi adalah
sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk
tetesan kecil. Salah satu fase cair dalam suatu emulsi terutama bersifat polar seperti air,

sedangkan lainnya relatif non polar seperti minyak. Jika minyak yang merupakan fase
terdispersi dan larutan air merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air dalam
minyak. Sebaliknya, jika air atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau
bahan seperti minyak merupakan fase pembawa, sistem ini disebut sistem emulsi air dalam
minyak.

Sediaan emulsi selain dikenal sebagai sediaan cair, juga dapat berupa sediaan
setengah padat. Penggunaan sediaan ini pada saat ini makin populer karena dapat
digunakan untuk pemakaian dalam maupun untuk pemakaian luar. Emulsi sangat

bermanfaat dalam bidang farmasi karena memiliki beberapa keuntungan, satu diantaranya
yaitu dapat menutupi rasa dan bau yang tidak enak dari minyak. Selain itu, dapat
digunakan sebagai obat luar misalnya untuk kulit atau bahan kosmetik maupun untuk
penggunaan oral.
Emulsi merupakan suatu sistem dua fase yang terdiri dari dua cairan yang tidak
mau bercampur, dimana cairan yang satu terbagi rata dalam cairan yang lain dalam bentuk
butir-butir halus karena distabilkan oleh komponen yang ketiga yaitu emulgator. Emulsi
dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang mencegah koalesensi, yaitu
penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang
memisah. Bahan pengemulsi (surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati antar
permukaan antara tetesan dan fase eksternal, dan dengan membuat batas fisik disekeliling
partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan antar
fase, sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran. (Anonim, 1995).
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak tercampur, biasanya air dan
minyak, di mana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain.

Alat dan bahan


-

Dua silinder ukur 50 ml dengan tutupnya

Petridish

Termometer (-10-110oC)

Parafin cair

Larutan calsium hidroksida jenuh

Larutan sodium hidroksida 0,1 M

asam oleat

lilin lebah

borak

Air:metilen blue (1:1)

Minyak:rhodamin red

Prosedur
A. Pembuatan emulsi
1. Ukur 20 ml parafin cair ke dalam masing-masing dua silinder ukur.
2. Tambahkan 18 ml air destilat dan 2 ml larutan NaOH ke dalam salah satu silinder
3. Tambahkan 20 ml Ca(OH)2 ke dalam silinder yang lain

4. Kocok kedua silinder dengan kuat


5. Tambahkan setetes asam oleat ke dalam kedua silinder dan kocok dengan kuat
6. Tuangkan setiap emulsi tersebut ke dalam cawan petri dan taburi sedikit campuran
pewarna di atas masing-masingnya
7. Catat pengamatanmu!
Pertanyaan:
1. Mengapa asam oleat menyebabkan terbentuknya emulsi? (penambahan asam oleat
membentuk natrium oleat dan kalsium oleat dalam dua kasus di atas)
2. Sebutkan emulsi yang umum digunakan.

B. Preparasi krem dingin


1. Panaskan 16 g lilin lebah dan 50 g parafin dalam suatu beker dan dengan hati-hati
naikkan temperatur hingga 75oC.
2. Dalam beker yang lain panaskan 33 ml air dan 1 g boraks dan setelah boraks
larutkan, naikkan temperatur hingga 75oC. Catatan: langkah 1 dan 2 harus
dilakukan pada waktu yang sama
3. Tuangkan isi beker pertama perlahan-lahan ke dalam beker kedua dan aduk terus
menerus sampai temperatur mencapai 35oC.
4. Catat pengamatanmu!
Pertanyaan:
1. Mengapa anda perlu berhati-hati ketika pemanasan campuran lilin lebah-parafin?
2. jika tidak mungkin untuk memanaskan ke dua campuran secara bersamaan,
bagaimana kamu bisa mengatasi permasalahan tersebut?
3. Mengapa krim dingin membuat kulit terasa halus dan dingin?

VIII. METODE PEMISAHAN


Tujuan
Melakukan beberapa metode pemisahan campuran berdasarkan sifat campurannya.
Teori
Metode yang umum dipergunakan untuk memisahkan campuran antara lain filtrasi,
ekstraksi pelarut (corong pisah), evaporasi, kromatografi, distilasi, sublimasi, sentrifugasi,
dan rekristalisasi.
1. Penyaringan (Filtrasi)
Filtrasi atau penyaringan adalah teknik penyaringan yang dapat digunakan untuk
memisahkan campuran yang ukuran partikel zat-zat penyusunnya berbeda. Misalnya, pada
pembuatan santan kelapa. Santan kelapa dibuat dengan cara memisahkan campuran santan,
air, dan ampas kelapa dengan menggunakan saringan.
2. Ekstraksi pelarut (corong pisah)

Ekstraksi pelarut adalah metode pemisahan komponen dalam suatu campuran yang
didasarkan pada distribusi komponen tersebut dalam 2 pelarut yang tidak saling bercampur
sehingga akan terbentuk kesetimbangan dua fasa
3. Evaporasi (Penguapan)
Evaporasi merupakan suatu proses penguapan sebagian dari pelarut sehingga
didapatkan larutan zat cair pekat yang konsentrasinya lebih tinggi. Tujuan dari evaporasi
itu sendiri yaitu untuk memekatkan larutan yang terdiri dari zat terlarut yang tidak mudat
menguap dan pelarut yang mudah menguap.
4. Kromatografi lapis tipis
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu
sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel
berdasarkan perbedaan kepolaran. Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang
dilapisi dengan adsorben seperti silika gel, aluminium oksida (alumina) maupun selulosa.
Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam.
Fasa gerak yang digunakan dalam KLT sering disebut dengan eluen. Pemilihan
eluen didasarkan pada polaritas senyawa dan biasanya merupakan campuran beberapa
cairan yang berbeda polaritas, sehingga didapatkan perbandingan tertentu. Eluen KLT
dipilih dengan cara trial and error.Kepolaran eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor
retensi) yang diperoleh.
5. Distilasi (penyulingan)
Distilasi atau penyulingan adalah proses pemisahan campuran dengan penguapan
yang diikuti pengembunan. Mula-mula campuran yang akan dipisahkan dipanaskan hingga
di atas titik didih zat yang akan dipisahkan. Oleh karena zat yang akan dipisahkan
memiliki titik didih yang lebih rendah daripada larutan, maka zat tersebut akan menguap
terlebih dahulu. Uap yang terbentuk kemudian didinginkan sehingga menjadi cairan.
Cairan yang dihasilkan selanjutnya ditampung dalam suatu wadah sebagai distilat.
6. Sublimasi
Sublimasi adalah proses pemisahan campuran yang dapat digunakan untuk
memisahkan komponen yang dapat menyublim dari campurannya yang tidak dapat

menyublim. Kapur barus merupakan zat yang dapat menyublim jika dipanaskan. Jika
kapur barus ini bercampur dengan zat pengotor seperti pasir, untuk memisahkan kapur
barus dengan zat pengotor dapat dilakukan dengan proses sublimasi. Ketika campuran
kapur barus dan pasir dipanaskan, kapur barus akan menguap sedangkan pasir tidak. Uap
kapur barus akan segera mengkristal ketika menemui daerah yang cukup dingin. Dengan
demikian kapur barus murni dapat diperoleh kembali.
7. Sentrifugasi
Campuran heterogen terdiri dari senyawa-senyawa dengan berat jenis berdekatan
sulit dipisahkan. Membiarkan senyawa tersebut terendapkan karena adanya grafitasi
berjalan sangat lambat. Beberapa campuran senyawa yang memiliki sifat seperti ini adalah
koloid, seperti emulsi. Salah satu teknik yang dapat dipergunakan untuk memisahkan
campuran ini adalah teknik sentrifugasi, yaitu metode yang digunakan dalam untuk
mempercepat proses pengendapan dengan memberikan gaya sentrifugasi pada partikelpartikelnya.
8. Rekristalisasi
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat dari campuran
padatannya, dimana zat-zat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan
kembali. Prinsipnya proses ini mengacu pada perbedaan kelarutan antara zat yang akan
dimurnikan dengan kelarutan zat pencampurnya. Zat padat yang diinginkan dilarutkan
dalam suatu pelarut yang sesuai dan dipanaskan hingga mendekati titik didihnya, kemudian
dikristalkan kembali dengan cara mendinginkannya.
Bahan:
Alat:
Prosedur kerja
A. Pemisahan dengan penyaringan (filtrasi)
1. Siapkan 100 g sampel tumbuhan, iris tipis, dan ditumbuk dalam cawan porselin
2. Tempatkan tumbukan sampel pada erlenmeyer dan direndam dalam 250 ml methanol.
3. Perendaman dilakukan selama 1 jam dengan sekali-kali diaduk untuk mempercepat
ekstraksi.

4. Pisahkan antara ekstrak dengan serbuk tumbuhan dengan kertas saring yang sudah
dipasangkan pada alat penyaring.
B. Pemisahan dengan ekstraksi pelarut menggunakan corong pisah
1. Ekstrak tumbuhan sebanyak 250 ml ditempatkan dalam corong pisah 1L
2. Tambahkan 250 ml pelarut heksan ke dalam corong pisah dan dikocok perlahan (catatan:
sekali-sekali kran corong pisah dibuka untuk menurunkan tekanan dalam corong akibat
pengocokkan)
3. Jika sudah terjadi perubahan warna pada pelarut heksan ( 30 menit), tempatkan corong
pisang pada ring statif dan tunggu beberapa menit.
4. Jika sudah terbentuk bidang batas yang jelas antara dua fasa cairan, maka kran dibuka
dan alirkan fasa methanol (fraksi polar) perlahan-lahan hingga terpisah semua dari fasa
heksan (fraksi non polar).
C. Pemisahan dengan evaporator
1. Fraksi yang sudah terpisah masing-masing tempatkan dalam labu evaporator
2. Panaskan pemanas air pada suhu dibawah titik didih pelarut yang akan.
3. Pasangkan labu evap pada tempatnya dan sambungkan dengan pompa vakum
4. Lakukan evaporasi dengan kecepatan putar labu yang telah diatur
5. Amati fraksi yang terdapat dalam labu, apabila sudah pekat, hentikan proses penguapan.
6. Amati warna pelarut yang tertampung dalam labu pelarut.
D. Pemisahan dengan kromatografi lapis tipis
1. timbang ekstrak pekat heksan dan ekstrak pekat metanol masing-masing 100 mg dalam
vial 10 ml
2. Tambahkan ke dalam masing-masing vial 1 ml pelarut yang sesuai
3. Potong plat KLT sesuai ukuran. Biasanya, untuk satu spot menggunakan plat selebar 1
cm. Berarti jika menguji 2 sampel (2 spot) berarti menggunakan plat selebar 2 cm.
Tinggi plat 5 cm.
4. Buat garis dasar (base line) di bagian bawah, sekitar 0,5 cm dari ujung bawah plat, dan
0,5 cm garis akhir di bagian atas.
5. Menggunakan pipa kapiler, totolkan sampel cairan yang telah disiapkan sejajar, tepat di
atas base line. Keringkan totolan.

6. Dengan pipet yang berbeda, masukkan masing-masing eluen ke dalam chamber dan
campurkan.
7. Tempatkan plat pada chamber berisi eluen. Base line jangan sampai tercelup oleh ulen.
Tutuplah chamber.
8. Tunggu eluen mengelusi sampel sampai mencapai garis akhir.
9. Setelah mencapai garis akhir, angkat plat dengan pinset, keringkan dan ukur jarak spot.
10. Jika spot tidak kelihatan, amati pada lampu UV. Jika masih tak terlihat, semprot dengan
pewarna tertentu seperti H2SO4 10%.

Anda mungkin juga menyukai