Tujuan
Mempelajari penyediaan zat dalam persen konsentrasi yang meliputi persen berat
(% b/b), persen volume (% v/v), dan persen berat/volume (% b/v).
Teori
Larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat. Zat yang
jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut zat terlarut atau solut, sedangkan zat yang
jumlahnya lebih banyak dari pada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut atau solven.
Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan dinyatakan dalam konsentrasi larutan
Kebanyakan reaksi-reaksi antara cairan dan padat lebih mudah terjadi bila zat-zat
itu dilarutkan dalam pelarut tertentu. Hal ini disebabkan karena, dalam larutan yang
homogen partikel-partikel reaktan dapat tercampur dan saling berdekatan satu sama lain
dibanding keadaan padat, cair atau dalam campuran heterogen.
Konsentrasi larutan menyatakan secara kuantitatif komposisi zat terlarut dan pelarut
di dalam larutan. Konsentrasi umumnya dinyatakan dalam perbandingan jumlah zat
terlarut dengan jumlah total zat dalam larutan, atau dalam perbandingan jumlah zat terlarut
dengan jumlah pelarut.
Persen berat larutan (% b/b)
Konsentrasi persen berat larutan adalah jumlah bagian berat zat terlarut yang
terdapat dalam 100 bagian larutan.
% berat larutan =
Konsentrasi persen berat/volume larutan adalah jumlah bagian berat zat terlarut
yang terdapat dalam 100 bagian volume larutan.
% berat/volume larutan =
x 100%
Bahan:
Alat:
Prosedur Kerja
A. Pembuatan konsentrasi zat dalam % berat (% b/b)
1. Timbang 20 g NaCl dengan timbangan analitis yang dialas kaca arloji.
2. NaCl tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer sampai tidak tertinggal sedikitpun.
3. Akuades ditimbang seberat 80 g yang ditempatkan dalam beker gelas 100 mL.
4. Akuades ditambahkan ke dalam erlenmeyer sampai kira-kira setengah bagian dan
erlenmeyer digoyang sampai NaCl larut semua.
5. Setelah semua larut, akuades ditambahkan seluruhnya sambil diaduk hingga
homogen.
6. Hitung % berat larutan NaCl.
B. Pembuatan konsentrasi zat dalam % volume (% v/v)
1. Ukur 30 mL alkohol dalam labu ukur 100 mL dan dimasukkan ke dalam labu
volumetrik 100 mL.
2. Akuades ditambahkan ke dalam labu volumetrik sampai kira-kira setengah bagian
dan labu digoyang sampai alkohol bercampur sempurna.
3. Selanjutnya, akuades ditambahkan sampai menjelang tanda batas dengan
menggunakan botol semprot, lalu ditambahkan lagi akuades sampai tanda batas
dengan menggunakan pipet tetes.
4. Labu ditutup dan dikocok kuat untuk menghomogenkan larutan
5. Hitung % volume larutan alkohol.
C. Pembuatan konsentrasi zat dalam % berat/volume (% b/v)
1. Timbang 10 g gula pasir dengan timbangan analitis yang dialas kaca arloji
2. Gula pasir tersebut dimasukkan ke dalam labu volumetrik 100 mL sampai tidak
tertinggal sedikitpun.
3. Akuades ditambahkan ke dalam labu volumetrik sampai kira-kira setengah bagian
dan labu digoyang sampai gula larut semua.
4. Setelah semua gula larut, akuades ditambahkan sampai menjelang tanda batas
dengan menggunakan botol semprot, lalu ditambahkan lagi akuades sampai tanda
batas dengan menggunakan pipet tetes.
5. Labu ditutup dan dikocok kuat untuk menghomogenkan larutan
6. Hitung % berat/volume larutan gula.
Pertanyaan
1. Hitung berapa % NaCl dalam suatu larutan yang dibuat dengan cara melarutkan 30
gram NaCl dalam 80 gram air.
2. Hitung berapa % alkohol dalam suatu larutan yang dibuat dengan cara
mencampurkan 25 ml alkohol dengan 80 mL air.
3. Hitung berapa % gula dalam suatu larutan yang dibuat dengan cara melarutkan 35
gram gula dalam 70 gram air.
Untuk larutan yang sangat sangat encer untuk menyatakan konsentrasi digunakan
satuan parts per million atau bagian perjuta (ppm = 10 -6), dan parts per billion atau bagian
per milliar (ppb = 10-9).
ppm =
ppb =
x 10-6
x 10-9
Bila pelarutnya air dan jumlah zat terlarut sangat sedikit sehingga kerapatan larutan
dapat dianggap 1,00 g / ml, maka Parts Per Million (ppm) menyatakan mg zat terlarut
dalam 1 kg atau 1 liter larutan.
ppm =
ppm =
mg zat terlarut
106 x mg larutan
mg zat terlarut
Liter larutan
Untuk lebih mudah memahami ppm dari definisinya yaitu bagian per satu juta
bagian, bisa membayangkan: ppm = mg/Kg (ingat 1 Kg = 1000.000 mg jadi bagian per
sejuta), sedangkan ppb = g/Kg. Kandungan Cr dalam baja adalah 50 ppm artinya terdapat
50 mg Cr dalam 1 Kg baja
Kasus khusus berlaku untuk larutan yang pelarutnya adalah air, ppm bisa diartikan
sebagai mg/L. Hal ini karena densitas air = 1 g/mL maka 1 L air akan bermasa 1 Kg. Maka:
ppm = mg/L dan ppb = g/L. Kandungan yodium dalam air minum adalah 150 ppm
artinya tiap liter air minum memiliki 150 mg yodium. Kandungan Pb dalam air sungai
adalah 75 ppm artinya tiap liter air sungai memiliki kandungan Pb 75 mg.
Bahan:
Alat:
Prosedur kerja
A. Pembuatan konsentrasi zat dalam ppm
1. Timbang vial 10 mL yang telah diberi label dengan timbangan analitis dan catat
berat vial pada label.
2. Vial tersebut ditara pada volume 5 mL dan diberi tanda batas.
3. Timbang 10 mg garam dalam vial tersebut
4. Air ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam vial dan diaduh sampai garam larut
sempurna.
5. Setelah semua garam larut, air ditambahkan sampai tanda batas dengan
menggunakan pipet tetes.
6. Vial ditutup dan dikocok kuat untuk menghomogenkan larutan
7. Hitung konsentrasi larutan dalam ppm.
Molaritas (M): yaitu jumlah mol solut yang terlarut per liter larutan
M =
mol solut
L larutan
Pada molalitas, 1 mol zat terlarut dilarutkan dalam 1 kg pelarutnya. Untuk menyiapkan
konsetrasi larutan dalam molarita maka pelarut ditakar sebanyak 1 kg atau 1 liter (kalau
massa jenis pelarutnya 1 g/mL)
Molalitas (m): yaitu jumlah mol solut yang terlarut dalam 1 kg pelarut
m =
mol solut
1 kg solven
Normalitas (N) merupakan satuan konsentrasi yang sudah memperhitungkan kation atau
anion yang dikandung sebuah larutan. Normalitas didefinisikan banyaknya zat dalam gram
ekivalen dalam satu liter larutan. Secara sederhana gram ekivalen adalah jumlah gram zat
untuk mendapat satu muatan.
Normalitas: yaitu banyaknya gram ekivalen zat yang terlarut dalam 1 L larutan
g ekivalen solut
N
=
Untuk asam, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion H+. Untuk basa, 1 mol
L larutan
ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion OH . Antara Normalitas dan Molaritas terdapat
hubungan : N = M x valensi
Berat ekivalen (BE) dapat ditentukan berdasarkan jenis reaksi, sebagai berikut:
1. Reaksi asam basa (netralisasi)
Dalam reaksi netralisasi, setiap senyawa akan melepaskan atau menerima atom
hidrogen. Jadi berat ekivalen (BE) dapat ditentukan sebagai berikut:
BE =
BE =
Dalam reaksi oksidasi reduksi, berat ekivalen (BE) didasarkan pada banyaknya
elektron yang dilepaskan atau diikat dalam suatu reaksi oksidasi atau reduksi,
yaitu dapat ditentukan sebagai berikut:
BE =
Bahan:
Alat:
Prosedur kerja
A. Pembuatan konsentrasi zat dalam Molaritas (0,300 M NaCl)
1. Timbang NaCl sebanyak 8,78 g dengan timbangan analitis yang dialas dengan kaca
arloji.
2. Masukkan NaCl tersebut ke dalam labu ukur 500 mL sampai tidak tertinggal
sedikitpun.
3. Akuades ditambahkan ke dalam labu ukur sampai kira-kira seperempat bagian dan
labu ukur digoyang sampai NaCl larut semua.
4. Setelah semua NaCl larut, akuades ditambahkan sampai menjelang tanda batas
dengan menggunakan botol semprot, lalu ditambahkan lagi akuades sampai tanda
batas dengan menggunakan pipet tetes.
5. Labu ukur ditutup dan dikocok kuat untuk menghomogenkan larutan.
6. Hitung Molaritas larutan NaCl (diketahui Mr NaCl = 58,5)
IV. PENGENCERAN
Tujuan
Membuat larutan encer pada konsentrasi tertentu dari larutan pekat yang
konsentrasinya diketahui.
Teori
Larutan-larutan yang tersedia di dalam laboratorium umumnya dalam bentuk pekat.
Untuk memperoleh larutan yang konsentrasinya lebih rendah biasanya dilakukan
pengenceran. Pengenceran dilakukan dengan menambahkan pelarut ke dalam larutan yang
pekat.
Pengenceran pada prinsipnya hanya menambahkan pelarut saja, sehingga jumlah
mol zat terlarut sebelum pengenceran sama dengan jumlah mol zat terlarut sesudah
pengenceran. Dengan kata lain jumlah mmol zat terlarut sebelum pengenceran sama
dengan jumlah mmol zat terlarut sesudah penegenceran atau jumlah gr zat terlarut sebelum
pengenceran sama dengan jumlah gr zat terlarut sesudah pengenceran. (Anonim, 2009 : 26)
Rumus untuk perhitungan pengenceran:
V1 M1 = V2 M2
Bahan:
Alat:
Prosedur kerja
A.1. Membuat larutan induk ekstrak aktif 1000 ppm
Larutan induk ekstrak aktif 1000 ppm dibuat dengan cara melarutkan
100 mg ekstrak aktif dengan metanol sebanyak 25 ml hingga larut kemudian
ditambahkan dengan metanol dalam labu takar 100 mL hingga tanda batas
sehingga diperoleh larutan ekstrak aktif 1000 ppm sebanyak 100 ml. Menurut
A.2. Membuat seri pengenceran konsentrasi 500; 250; 125; 62,5; 31,25; dan 15,625
ppm (v/v), masing-masing sebanyak 25 ml.
Pembuatan konsentrasi 500 ppm sebanyak 50 ml dari larutan induk 1000 ppm
1. Lakukan perhitungan pengenceran
V1 M1 = V2 M2
V1 x 1000 ppm = 50 ml x 500 ppm
V1 = 25 ml
2. Masukan larutan pekat 25 ml ke labu takar 50 ml (dengan pemipetan)
3. Tambahkan pelarut sampai leher labu takar dan gojok hingga homogen
4. Tambahkan pelarut sampai batas, tutup dan gojok lagi.
Pembuatan konsentrasi 250 ppm sebanyak 50 ml dari larutan 500 ppm
1. Lakukan perhitungan pengenceran
V1 M1 = V2 M2
V1 x 500 ppm = 50 ml x 250 ppm
V1 = 25 ml
2. Masukan larutan pekat 25 ml ke labu takar 50 ml (dengan pemipetan)
3. Tambahkan pelarut sampai leher labu takar dan gojok hingga homogen
4. Tambahkan pelarut sampai batas, tutup dan gojok lagi.
Tugas: lanjutkan untuk membuat seri konsentrasi berikutnya: 62,5; 31,25; dan 15,625 ppm.
ukur sedikit demi sedikit sambil digoyang hingga NaCl larut semua. Setelah semua NaCl
larut, akuades ditambahkan sampai tanda batas 100 ml. Labu ukur ditutup dan dikocok
kuat untuk menghomogenkan larutan (diketahui Mr NaCl = 58,5).
A.2. Membuat seri pengenceran konsentrasi 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; 2,5; dan 3,0 M, masingmasing sebanyak 20 ml.
Pembuatan konsentrasi 0,5 M sebanyak 20 ml dari larutan induk NaCl 5,0 M
1. Lakukan perhitungan pengenceran
V1 M1 = V2 M2
V1 x 5,0 M = 20 ml x 0,5 M
V1 = 2 ml
2. Masukan larutan pekat 2 ml ke labu takar 20 ml (dengan pemipetan)
3. Tambahkan pelarut sampai leher labu takar dan gojok hingga homogen
4. Tambahkan pelarut sampai batas, tutup dan gojok lagi.
Tugas: Lamjutkan membuat seri konsentrasi berikutnya melalui pengenceran larutan induk
NaCl 5,0 M.
Catatan:
Membuat larutan induk harus dengan memperhitungkan jumlah volume terpakai
yaitu mencukupi untuk dipakai dalam membuat seri pengenceran. Jangan terlalu banyak
berlebih karena akan terjadi pemborosan zat kimia.
Penurunan titik beku ( Tb) secara lansung berbanding lurus dengan molalitas (m)
dari zat terlarut dalam larutan. Perbandingan ini adalah suatu konstanta yang karakteristik
dari suatu pelarut. Nilai konstanta titik beku (Kb) dari beberapa pelarut tercantum pada
Tabel 1. Rumus penurunan titik beku pelarut adalah sebagai berikut:
Tb = Tb pelarut Tb larutan = Kb x m
Tb = penurunan titik beku larutan
Tb = titik beku
Kb = konstanta titik beku molal pelarut
m = molalitas zat terlarut
Tabel 1. Nilai titik beku dan konstanta titik beku molal (Kb) dari beberapa pelarut
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
Titik beku ( oC )
Pelarut
Air
Naftalen
Asam asetat
Benzen
Fenol
Nitrobenzen
Kamfer
t-butanol
0
80
16,5
5,4
39
5,6
180
25,5
Bahan
- Benzena (C6H6)
- Naftalena (C10H8)
- Es batu
- Aquadest
Alat
-
Kb ( oC/m)
1,86
7
3,82
5,1
7,3
6,9
40
9,1
Prosedur Kerja
A. Penentuan titik beku pelarut
1. Masukkan 50 g benzen ke dalam tabung reaksi besar
2. Tempatkan termometer dan batang pengaduk dalam tabung reaksi tersebut
3. Letakkan tabung reaksi ke dalam gelas kimia yang berisi es batu
4. Aduk larutan secara perlahan
5. Baca skala termometer (suhu) setiap 30 detik sampai suhu konstan pada 4-5 kali
pembacaan
6. Keluarkan tabung dari gelas kimia dan biarkan pada suhu kamar
Teori
Henri Louis Le Chatelier (1888) menyatakan: bila terhadap suatu kesetimbangan
dilakukan suatu tindakan (aksi), maka sistem itu akan mengadakan reaksi yang cenderung
mengurangi pengaruh aksi tersebut. Artinya : Bila pada sistem kesetimbangan dinamik
terdapat gangguan dari luar sehingga kesetimbangan dalam keadaan terganggu atau rusak
maka sistem akan berubah sedemikian rupa sehingga gangguan itu berkurang dan bila
mungkin akan kembali ke keadaan setimbang lagi. Cara sistem bereaksi adalah dengan
melakukan pergeseran ke kiri atau ke kanan. Pergeseran kesetimbangan dipengaruhi oleh
konsentrasi, suhu, dan tekanan/volume. Pada praktikum ini akan dilihat pengaruh
perubahan konsentrasi dan suhu pada reaksi kesetimbangan:
Reaksi A:
Fe3+ + SCN-
Fe(NCS)2+
(H negatif)
(merah darah)
Co(H2O)62+ + 4Cl-
Reaksi B:
Pink
biru
Bahan
FeCl3 0,1 M
KSCN 0,I M
NaF 0,1 M
AgNO3 0,1 M
HCl pekat
Etanol
CoCl2.6H2O
Alat:
- Gelas ukur 25 ml
- Gelas kimia 100 ml
- Pengaduk
- Tabung reaksi
- Pipa tetes
- Timbangan
Prosedur kerja
A. Percobaan untuk kesetimbangan reaksi A
Reaksi A:
Fe3+ + SCN-
Fe(NCS)2+
(H negatif)
(merah darah)
1. Ambil 20 mL akuades dan memasukkan ke dalam gelas kimia
2. Teteskan ke dalam akuades tersebut masing-masing 1 ml larutan FeCl3 0,1 M dan
1 ml larutan KSCN 0,1 M, sambil diaduk sampai warna tetap.
b.
c.
Pada tabung 4 : tambahkan 1 ml larutan NaF 0,1 M. Reaksi ini dengan ion
Fe3+ , efektif menghilangkan Fe3+ dari kesetimbangan. Bandingkan dengan
warna pada tabung 1
d.
Tabung tes
1
2
3
4
5
Co(H2O)62+ + 4ClPink
1. Larutkan 5 g CoCl2 in 30 ml air dan dibagi sama banyak ke dalam tiga tabung reaksi
2. Lakukan terhadap ketiga tabung reaksi sebagai berikut:
a. Tambahkan 2 ml HCl pekat dengan hati-hati ke dalam tabung 1 dan kemudian
tambahkan 5 ml air
b. Tambahkan 15 ml etanol ke dalam tabung 2 dan kemudian tambahkan 10 ml air
Perubahan
diamati
1
2
3
VII. EMULSI
Tujuan
Pembuatan emulsi dan menampilkan contoh praktis penggunaan emulsi
Teori
Emulsi merupakan koloid yang mengandung fasa terdispersi cair. Emulsi adalah
sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk
tetesan kecil. Salah satu fase cair dalam suatu emulsi terutama bersifat polar seperti air,
sedangkan lainnya relatif non polar seperti minyak. Jika minyak yang merupakan fase
terdispersi dan larutan air merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air dalam
minyak. Sebaliknya, jika air atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau
bahan seperti minyak merupakan fase pembawa, sistem ini disebut sistem emulsi air dalam
minyak.
Sediaan emulsi selain dikenal sebagai sediaan cair, juga dapat berupa sediaan
setengah padat. Penggunaan sediaan ini pada saat ini makin populer karena dapat
digunakan untuk pemakaian dalam maupun untuk pemakaian luar. Emulsi sangat
bermanfaat dalam bidang farmasi karena memiliki beberapa keuntungan, satu diantaranya
yaitu dapat menutupi rasa dan bau yang tidak enak dari minyak. Selain itu, dapat
digunakan sebagai obat luar misalnya untuk kulit atau bahan kosmetik maupun untuk
penggunaan oral.
Emulsi merupakan suatu sistem dua fase yang terdiri dari dua cairan yang tidak
mau bercampur, dimana cairan yang satu terbagi rata dalam cairan yang lain dalam bentuk
butir-butir halus karena distabilkan oleh komponen yang ketiga yaitu emulgator. Emulsi
dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang mencegah koalesensi, yaitu
penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang
memisah. Bahan pengemulsi (surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati antar
permukaan antara tetesan dan fase eksternal, dan dengan membuat batas fisik disekeliling
partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan antar
fase, sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran. (Anonim, 1995).
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak tercampur, biasanya air dan
minyak, di mana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain.
Petridish
Termometer (-10-110oC)
Parafin cair
asam oleat
lilin lebah
borak
Minyak:rhodamin red
Prosedur
A. Pembuatan emulsi
1. Ukur 20 ml parafin cair ke dalam masing-masing dua silinder ukur.
2. Tambahkan 18 ml air destilat dan 2 ml larutan NaOH ke dalam salah satu silinder
3. Tambahkan 20 ml Ca(OH)2 ke dalam silinder yang lain
Ekstraksi pelarut adalah metode pemisahan komponen dalam suatu campuran yang
didasarkan pada distribusi komponen tersebut dalam 2 pelarut yang tidak saling bercampur
sehingga akan terbentuk kesetimbangan dua fasa
3. Evaporasi (Penguapan)
Evaporasi merupakan suatu proses penguapan sebagian dari pelarut sehingga
didapatkan larutan zat cair pekat yang konsentrasinya lebih tinggi. Tujuan dari evaporasi
itu sendiri yaitu untuk memekatkan larutan yang terdiri dari zat terlarut yang tidak mudat
menguap dan pelarut yang mudah menguap.
4. Kromatografi lapis tipis
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu
sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel
berdasarkan perbedaan kepolaran. Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang
dilapisi dengan adsorben seperti silika gel, aluminium oksida (alumina) maupun selulosa.
Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam.
Fasa gerak yang digunakan dalam KLT sering disebut dengan eluen. Pemilihan
eluen didasarkan pada polaritas senyawa dan biasanya merupakan campuran beberapa
cairan yang berbeda polaritas, sehingga didapatkan perbandingan tertentu. Eluen KLT
dipilih dengan cara trial and error.Kepolaran eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor
retensi) yang diperoleh.
5. Distilasi (penyulingan)
Distilasi atau penyulingan adalah proses pemisahan campuran dengan penguapan
yang diikuti pengembunan. Mula-mula campuran yang akan dipisahkan dipanaskan hingga
di atas titik didih zat yang akan dipisahkan. Oleh karena zat yang akan dipisahkan
memiliki titik didih yang lebih rendah daripada larutan, maka zat tersebut akan menguap
terlebih dahulu. Uap yang terbentuk kemudian didinginkan sehingga menjadi cairan.
Cairan yang dihasilkan selanjutnya ditampung dalam suatu wadah sebagai distilat.
6. Sublimasi
Sublimasi adalah proses pemisahan campuran yang dapat digunakan untuk
memisahkan komponen yang dapat menyublim dari campurannya yang tidak dapat
menyublim. Kapur barus merupakan zat yang dapat menyublim jika dipanaskan. Jika
kapur barus ini bercampur dengan zat pengotor seperti pasir, untuk memisahkan kapur
barus dengan zat pengotor dapat dilakukan dengan proses sublimasi. Ketika campuran
kapur barus dan pasir dipanaskan, kapur barus akan menguap sedangkan pasir tidak. Uap
kapur barus akan segera mengkristal ketika menemui daerah yang cukup dingin. Dengan
demikian kapur barus murni dapat diperoleh kembali.
7. Sentrifugasi
Campuran heterogen terdiri dari senyawa-senyawa dengan berat jenis berdekatan
sulit dipisahkan. Membiarkan senyawa tersebut terendapkan karena adanya grafitasi
berjalan sangat lambat. Beberapa campuran senyawa yang memiliki sifat seperti ini adalah
koloid, seperti emulsi. Salah satu teknik yang dapat dipergunakan untuk memisahkan
campuran ini adalah teknik sentrifugasi, yaitu metode yang digunakan dalam untuk
mempercepat proses pengendapan dengan memberikan gaya sentrifugasi pada partikelpartikelnya.
8. Rekristalisasi
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat dari campuran
padatannya, dimana zat-zat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan
kembali. Prinsipnya proses ini mengacu pada perbedaan kelarutan antara zat yang akan
dimurnikan dengan kelarutan zat pencampurnya. Zat padat yang diinginkan dilarutkan
dalam suatu pelarut yang sesuai dan dipanaskan hingga mendekati titik didihnya, kemudian
dikristalkan kembali dengan cara mendinginkannya.
Bahan:
Alat:
Prosedur kerja
A. Pemisahan dengan penyaringan (filtrasi)
1. Siapkan 100 g sampel tumbuhan, iris tipis, dan ditumbuk dalam cawan porselin
2. Tempatkan tumbukan sampel pada erlenmeyer dan direndam dalam 250 ml methanol.
3. Perendaman dilakukan selama 1 jam dengan sekali-kali diaduk untuk mempercepat
ekstraksi.
4. Pisahkan antara ekstrak dengan serbuk tumbuhan dengan kertas saring yang sudah
dipasangkan pada alat penyaring.
B. Pemisahan dengan ekstraksi pelarut menggunakan corong pisah
1. Ekstrak tumbuhan sebanyak 250 ml ditempatkan dalam corong pisah 1L
2. Tambahkan 250 ml pelarut heksan ke dalam corong pisah dan dikocok perlahan (catatan:
sekali-sekali kran corong pisah dibuka untuk menurunkan tekanan dalam corong akibat
pengocokkan)
3. Jika sudah terjadi perubahan warna pada pelarut heksan ( 30 menit), tempatkan corong
pisang pada ring statif dan tunggu beberapa menit.
4. Jika sudah terbentuk bidang batas yang jelas antara dua fasa cairan, maka kran dibuka
dan alirkan fasa methanol (fraksi polar) perlahan-lahan hingga terpisah semua dari fasa
heksan (fraksi non polar).
C. Pemisahan dengan evaporator
1. Fraksi yang sudah terpisah masing-masing tempatkan dalam labu evaporator
2. Panaskan pemanas air pada suhu dibawah titik didih pelarut yang akan.
3. Pasangkan labu evap pada tempatnya dan sambungkan dengan pompa vakum
4. Lakukan evaporasi dengan kecepatan putar labu yang telah diatur
5. Amati fraksi yang terdapat dalam labu, apabila sudah pekat, hentikan proses penguapan.
6. Amati warna pelarut yang tertampung dalam labu pelarut.
D. Pemisahan dengan kromatografi lapis tipis
1. timbang ekstrak pekat heksan dan ekstrak pekat metanol masing-masing 100 mg dalam
vial 10 ml
2. Tambahkan ke dalam masing-masing vial 1 ml pelarut yang sesuai
3. Potong plat KLT sesuai ukuran. Biasanya, untuk satu spot menggunakan plat selebar 1
cm. Berarti jika menguji 2 sampel (2 spot) berarti menggunakan plat selebar 2 cm.
Tinggi plat 5 cm.
4. Buat garis dasar (base line) di bagian bawah, sekitar 0,5 cm dari ujung bawah plat, dan
0,5 cm garis akhir di bagian atas.
5. Menggunakan pipa kapiler, totolkan sampel cairan yang telah disiapkan sejajar, tepat di
atas base line. Keringkan totolan.
6. Dengan pipet yang berbeda, masukkan masing-masing eluen ke dalam chamber dan
campurkan.
7. Tempatkan plat pada chamber berisi eluen. Base line jangan sampai tercelup oleh ulen.
Tutuplah chamber.
8. Tunggu eluen mengelusi sampel sampai mencapai garis akhir.
9. Setelah mencapai garis akhir, angkat plat dengan pinset, keringkan dan ukur jarak spot.
10. Jika spot tidak kelihatan, amati pada lampu UV. Jika masih tak terlihat, semprot dengan
pewarna tertentu seperti H2SO4 10%.