Anda di halaman 1dari 15

PORTOFOLIO DOKTER INTERNSIP

Kasus Anak
Observasi Ikterik ec Hepatitis Virus

Pembimbing:
dr. Gunawan Santosa
NIP:

Oleh:
dr. Angga Mintarsa
RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga
2015
LEMBAR PENGESAHAN

PORTOFOLIO

Observasi Ikterik ec Hepatitis Virus

Diajukan untuk memenuhi sebagian tugas Dokter Internsip


RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga

Telah disetujui dan dipresentasikan


pada tanggal:

Oktober 2015

Disusun oleh:
dr. Angga Mintarsa

Purbalingga,

Oktober 2015

Pembimbing,

dr. Gunawan Santosa


NIP:
Borang Portofolio
No. ID dan Nama Peserta :dr. Angga mintarsa
No. ID dan Nama Wahana : RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Topik : Anak: Observasi Ikterik ec Hepatitis Virus
Tanggal (kasus) : 13/03/2015
Nama Pasien : An. R
Tanggal Presentasi :
No.dan Nama Pendamping : dr.

Gunawan Santosa
Tempat Presentasi : RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga
Obyektif Presentasi :
Keilmuan
Diagnostik
Neonatus
Lansia

Keterampilan
Manajemen
Bayi
Bumil

Penyegaran Tinjauan Pustaka


Masalah Istimewa
Anak
Remaja

Dewasa

Deskripsi :
Tujuan :
Mengetahui respon penanganan penanganan hepatitis

Bahan
Tinjauan
Riset
Kasus

Bahasan :
Pustaka
Cara
Diskusi
Presentasi dan E-mail

Membahas :
diskusi
Data Pasien :
Nama : An. R
Nomor Registrasi : 025798
Nama Klinik: IGD

Telp :

Audit
Pos

Terdaftar sejak : 13 Oktober 2014

Data utama untuk bahan diskusi :


1. Subyektif :
An. R, 14 tahun datang ke IGD RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga dengan keluhan mual. Keluhan mual sudah dirasakan pasien
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan demam,
namun karena sudah berobat ke dokter sebelumnya, saat di IGD pasien
sudah tidak demam. Satu hari sebelum masuk rumah sakit pasien juga
merasa lemas, nyeri ulu hati, nafsu makan menurun, BAK pasien bewarna
seperti teh dan mata pasien tampak kuning. Mual dirasakan hampir setiap
hari sehingga nafsu makan menurun. Sebelumnya pasien sudah berobat ke
dokter, namun tidak kunjung sembuh lalu dirujuk ke PKU Sruweng.
Riwayat penyakit dahulu : (-)
2. Obyektif :
Pemeriksaan Fisik:
KU
: sedang/GCS : 15
Vital sign :
Tekanan Darah : 110/80 mmHG
Nadi
: 85 x/menit
Laju Respirasi : 20 x/menit
Suhu
: 36,3 C
Mata
: CA -/-, SI +/+, pupil bulat isokor 2 mm
Hidung : NCH
Mulut
: sianosis Leher
: deviasi trakea (-)
Thorax : simetris , ketertinggalan gerak (-), retraksi (-)
Paru : SD vesikuler +/+, Ronki basah kasar -/-, Ronki basah halus: -/-,

wheezing -/Jantung: S1>S2 reguler, suara tambahan


Abdomen :
Inspeksi
: Datar
Auskultasi
: BU (+) N
Perkusi
: Timpani
Palpasi
: Nyeri tekan epigastrik
Hepar/lien
: teraba 3 jari BACD, permukaan rata, tepi tumpul, kenyal
Extremitas
:
Sianosis : (-)
Ikterik : (+)
3. Assessment :
An. R, 14 tahun datang ke IGD RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata
dengan keluhan mual. Keluhan mual sudah dirasakan pasien sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan demam, namun
karena sudah berobat ke dokter sebelumnya, saat di IGD pasien sudah tidak
demam. Satu hari sebelum masuk rumah sakit pasien juga merasa lemas,
nyeri ulu hati, nafsu makan menurun, BAK pasien bewarna seperti teh dan
mata pasien tampak kuning. Mual dirasakan hampir setiap hari sehingga
nafsu makan menurun. Sebelumnya pasien sudah berobat ke dokter, namun
tidak kunjung sembuh lalu dirujuk ke RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga.
Data selanjutnya yang diperlukan adalah pemeriksaan fisik yang menunjang
yaitu :
KU
: sedang/GCS : 15
Vital sign :
Tekanan Darah : 110/80 mmHG
Nadi
: 85 x/menit
Laju Respirasi : 20 x/menit
Suhu
: 36,3 C
Mata
: CA -/-, SI +/+, pupil bulat isokor 2 mm
Hidung : NCH
Mulut
: sianosis Leher
: deviasi trakea (-)
Thorax : simetris , ketertinggalan gerak (-), retraksi (-)
Paru : SD vesikuler +/+, Ronki basah kasar -/-, Ronki basah halus: -/-,
wheezing -/Jantung: S1>S2 reguler, suara tambahan
Abdomen :
Inspeksi
: Datar
Auskultasi
: BU (+) N
Perkusi
: Timpani
Palpasi
: Nyeri tekan epigastrik
Hepar/lien
: teraba 3 jari BACD, permukaan rata, tepi tumpul, kenyal
Extremitas
:

Sianosis : (-)
Ikterik : (+)
Pemeriksaan lokalis pada abdomen menunjukkan adanya tanda terjadinya
pembesaran hepar yang menyebabkan timbulnya keluhan0keluhan pasien
tersebut. Tahap selanjutnya yang disarankan pada pasien ini adalah dengan
melakukan pemeriksaan penunjang berupa pemerikaan darah lengkap.
Darah lengkap

Keterangan

1. Hb

: 15,9 gr/dl

2. Leukosit

: 5520 /ul

3. Hematokrit

: 46 %

4. Eritrosit

: 5,7 juta /ul

5. Trombosit

: 224.000 /ul

Kimia Klinik

Keterangan

SGOT

: 1878 U/L

meningkat

SGPT

: 1278 U/L

meningkat

Glukosa sewaktu

: 113 mg/dl

Sero Immunologi
HBsAg

nilai normal
Non reaktif

4. Plan :
Diagnosis : Hepatitis Virus
Terapi:
IVFD NaCl 16 tpm
Inj. Gentamicin 2x1 Amp
Inj Ranitidin 2x1 Amp
Inj. Ondancentron 2x1 Amp
(pasien alergi Ceftriaxone)

Non reaktif

Visit dr. Sp.A di Ruangan


S : mual
O : ikterik (+), hepatomegali
A : hepatitis virus
P : terapi oral: hepamax 3x1 tab
Curcuma 3x1 tab
Pamol 3x1 tab k/p
Terapi injeksi dilanjutkan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Virus hepatitis A adalah suatu penyakit dengan distribusi global.
Prevalensi infeksi yang ditandai dengantingkat antibody anti HAV telah

diketahui secara universal dan erat hubungannya dengan standarsanitasi atau


kesehatan daerah yang bersangkutan. (Sanityoso, 2007)
B. Epidemiologi
Epidemiologi dan transmisi VHA mencakup beberapa faktor sebagai
berikut. Karakteristik epidemiologi infeksi terbagi atas :
a. Variasi musim dan geografi
Didaerah dengan 4 musim, infeksi VHA terjadi secara epidemic musiman
yang puncaknya biasanya terjadi pada akhir musim semi dan awal musim
dingin. Di daerah tropis, puncak insiden yang pernah dilaporkan
cenderung untuk terjadi selama musim hujan dan pola epidemik siklik
berulang setiap 5-10 tahun sekali.
b. Usia insiden
Semua kelompok umur secara umum rawan terhadap infeksi VHA tetapi
di banyak Negara Eropa Utara dan Amerika Utara ternyata sebagian kasus
terjadi pada orang dewasa. Disini, higienitas lingkungan juga sangat
berpengaruh terhadap terpaparnya seseorang dengan VHA, sehingga lebih
dari 75 % anak dari berbagai Negara di benua Asia, Afrika, India, beberapa
Negara mediterania dan Afrika Selatan menunjukan sudah memiliki
antibody anti-HAV pada usia 5tahun.
c. Kelompok resiko tinggi
Kelompok resiko tinggi disini mengarah kepada pekerja kesehatan,
pedagang makanan, pekerjasanitasi, penyalahgunaan obat, kelompok
homoseksual, mereka yang bepergian ke tempat dengan endemisitas
rendah ke tinggi, tempat penitipan bayi, institusi kejiwaan dan beberapa
rumah tahanan. (Dwiastuti, 2009)
Tabel.1. Pola Epidemiologi Penyakit Hepatitis.
Penyakit
Hepatitis
A

Gejala
- Mendadak.
- Demam.
- Tidak
enak
badan.
- Nafsu
makan
turun.

Populasi
Beresiko
Semua
orang

Cara
Penularan
Dari orang ke
orang, makanan
dan minuman
yang
terkontaminasi.

Masa
inkubasi
15-50 hari
(28-30 hari)

Mual.
Nyeri Perut.
Kulit kuning.
Urine
warna
gelap.
Faeces berubah
warna.
Fungsi hati ada
perubahan.
Anoreksia.
Demam ringan. Semua
Nyeri Perut.
golongan
Mual & Muntah. umur
Nyeri sendi.
Kulit kuning.
Bisa Spichinosis

Mual & Muntah.


Nyeri sendi.
Kulit kuning.
Anoreksia
Sakit perut.
Mendadak.
Demam.
Nyeri sendi.
Mual.
Nyeri Perut.
Anoreksia

Hepatitis
B

Hepatitis
C

Hepatitis
D

Hepatitis
E

C. Etiologi

Semua
golongan
umur
Semua
golongan
umur

- Mendadak.
Semua
- Demam.
golongan
- Tidak
enak umur
badan.
simpanse
- Nafsu
makan
hilang.
- Mual.
- Nyeri Perut.
- Kulit kuning.
- Urine
warna
gelap.
- Fungsi hati ada
perubahan

- Parenteral
melalui
skarifiksi.
- Peralatan
toilet.
- Jarum suntik.
- Tranfusi
darah.
- Produk
darah
yang
terkontamin
asi.
Darah
dan
plasma yang
syringe.

45-160 hari
(2-3 bulan)

- Darah
dan
cairan beku
yang
terkontamin
asi.
- Jarum suntik.
- Hubungan
seks.
- Air
yang
terkontamin
asi.
- Dari
orang
ke
orang
dengan fecal
oral.

2 - 10 minggu
pada
simpanse.

2 Minggu s/d
6 bulan. (6-9
minggu)

64 hari
Rata-rata 2642 hari.

Etiologi dari hepatitis A adalah virus hepatitis A, dengan ukuran 27


manometer dimana virus ini tergolong virus hepatitis terkecil dan masuk
kedalam golongan pikornavirus. Dengan mikroskop electron, terlihat virus
tidak memiliki mantel, hanya memiliki suatu nukleokapsid yang merupakan
cirri khas dari antigen virus hepatitis A. Seuntai molekul RNA terdapat dalam
kapsid, satu ujung RNA ini disebut viral protein genomic (VPg) yang
berfungsi menyerang ribosom sitoplasma sel hati. Virus hepatitis A bisa
dibiak dalam kultur jaringan. Replikasi dalam tubuh dapat terjadi dalam sel
epitelusus dan epitel hati. Virus hepatitis A yang ditemukan di tinja berasal
dari empedu yang diekskresikan dari sel-sel hati setelah replikasinya, melalui
sel saluran empedu dan dari sel epitel usus. Virus hepatitis A sangat stabil dan
tidak rusak dengan perebusan singkat. Stabil pada suhu udara dan pH yang
rendah. Tahan terhadap pH asam dan asam empedu memungkinkan VHA
melalui lambung dan dikeluarkan dari tubuh melalui saluran empedu.
(Cahyono, 2009)
D. Patogenesis
Antigen hepatitis A dapat ditemukan di dalam sitoplasma sel hati
segera sebelum hepatitis akut timbul. Kemudian jumlah virus akan menurun
setelah timbul manifestasi klinis, baru kemudian muncul IgM antiHAV
spesifik. Kerusakan sel-sel hati terutama karena viremia yang terjadi dlaama
waktu yang sangat pendek dan terjadi pada masa inkubasi. Sedangkan antigen
virus hepatitis A dapat ditemukan dalam tinja satu minggu setelah ikterus
timbul. Kerusakan sel hati disebabkan oleh aktivitas sel T limfosit sitolitik
terhadat targetnya, yaitu antigen virus hepatitis A. Pada keadaan ini
ditemukan HLA-restricted virus specific cytotoxic CD8+T cell di dalam hati
pada hepatitis virus A yang akut.
Gambaran histologi dari sel parenkim hati yaitu terdapatnya nekrosis
sel hati berkelompok, dimulai darisenter lobules yang diikuti dengan inflitrasi
sel limfosit, makrofag, sel plasma, eosinofil, dan neutrofil. Ikterus terjadi
sebagai akibat hambatan aliran empedu karena kerusakan sel parenkim hati,
terdapat peningkatan bilirubin direk dan indirek dalam serum. Ada 3

kelompok kerusakan yaitu di daerah portal, dalam lobules dan dalam sel hati
sendiri. Daerah lobules yang mengalami nekrosis terutama yang terletak di
daerah sentral. Kadang-kadang hambatan aliran empedu ini mengakibatkan
tinja berwarna pucat seperti dempul dan terjadi peningkatan enzim alkali
fosfatase, 5 nukleotidase dan gamma glutamiltransferase (GGT), kerusakan
sel hati akan menyebabkan pelepasan enzim transaminase ke dalam darah.
Peningkatan SGPT member petunjuk adanya kerusakan sel parenkim hati
lebih spesifik dari peningkatan SGOT. LDH juga akan meningkat pada
kerusakan sel hati. (Kumar, Cotran, Robbins. 2007)
E. Patofisiologi
Diawali dengan masuk nya virus kedalam saluran pencernaan,
kemudian masuk kealiran darah menuju hati (vena porta), lalu menginvasi ke
sel parenkim hati. Di sel parenkim hati virus mengalami replikasi yang
menyebabkan sel parenkim hati menjadi rusak. Setelah ituvirus akan keluar
dan menginvasi sel parenkim yang lain atau masuk ke dalam ductus biliaris
yang akan dieksresikan bersama feses. Sel parenkim yang telah rusak akan
merangsang reaksi inflamasi yang ditandai dengan adanya agregasi makrofag,
pembesaran sel kupfer yang akan menekan ductus biliaris sehingga aliran
bilirubin direk terhambat, kemudian terjadi penurunan eksresi bilirubin ke
usus. Keadaan ini menimbulkan ketidak seimbangan antara uptake dan
ekskresi bilirubin dari sel hati sehingga bilirubin yang telah mengalami proses
konjugasi (direk) akan terus menumpuk dalam sel hati yang akan
menyebabkan reflux (aliran kembali keatas) ke pembuluh darah sehingga
akan bermanifestasi kuning pada jaringan kulit terutama pada sklera kadang
disertai rasa gatal dan air kencing seperti teh pekat akibat partikel bilirubin
direk berukuran

kecil

sehingga

dapat

masuk

ke

ginjal

dan di

eksresikan melalui urin.


Akibat bilirubin direk yang kurang dalam usus mengakibatkan
gangguan dalam produksi asam empedu (produksi sedikit) sehingga proses
pencernaan lemak terganggu (lemak bertahan dalam lambung dengan waktu
yang cukup lama) yang menyebabkan regangan pada lambung sehingga

merangsang saraf simpatis dan saraf parasimpatis mengakibatkan teraktifasi


nya pusat muntah yang berada di medula oblongata yang menyebabkan
timbulnya gejala mual, muntah dan menurunnya nafsu makan. (Kumar,
Cotran, Robbins. 2007)
F. Gejala klinis
Hepatitis A merupakan penyakit yang terutama menyerang anak dan
dewasa muda. Pada fase akut, hepatitis A umumnya asimtomatik atau bentuk
yang ringan dan hanya sekitar 1 % yang timbul ikterus. Pada manifestasinya
sering kali asimtomatik dan anikterik. Gejala dan perjalanan klinis hepatitis
virus akut secara umum dapat dibedakan dalam 4 stadium :
1. Fase inkubasi
Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau
ikterus. Panjang fase ini tergantung pada dosis inokolum yang ditularkan
dan jalur penularan, makin besar dosis inokolum, makin pendek fase
inkubasi ini. Lamanya pada hepatitis A 2-4 minggu.
2. Fase prodromal (praikterik)
Fase diantara keluarnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala
ikterus. Ditandai dengan malaise umum, anoreksia, mialgia, atralgia,
mudah lelah, gejala saluran napas atas. Diare dan konstipasi dapat terjadi,
demam derajat rendah, nyeri abdomen biasanya menetap dan ringan di
kuadran kana atas atau epigastrium dan kadang diperberat dengan
aktivitas. Fase ini dapat berlangsung 2-7 hari.
3. Fase ikkterus
Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan
dengan munculnya gejala. Pada banyak kasus, fase ini tidak terdeteksi.
Setelah timbul ikterik jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi
justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata.
4. Fase konvalesen (penyembuhan)
Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi
hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan
sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan. Keadaan akut biasanya
akan membaik dalam 2-3 minggu. Pada hepatitis A perbaikan klinis dan
laboratorium lengkap terjadi dalam 9 minggu dan 16 minggu untuk

hepatitis B. Pada 5-10 % kasus perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit


ditangani, hanya 1% yang menjadi fulminan. (Sulaiman & Julitasari, 1995)

G. Diagnosis
Diagnosis hepatitis dibuat dengan penilaian biokimia fungsi hati
(evaluasi laboratorium: bilirubin urin dan urobilinogen, bilirubin total serum
dan langsung, ALT dan / atau AST, fosfatase alkali, waktu protrombin, protein
total, albumin, IgG, IgA, IgM, hitung darah lengkap). Diagnosis spesifik
hepatitis akut A dibuat dengan menemukan anti-HAV IgM dalam serum
pasien.
Sebuah pilihan kedua adalah deteksi virus dan / atau antigen dalam
faeces. Virus dan antibodi dapat dideteksi oleh RIA tersedia secara komersial,
AMDAL atau ELISA kit. Tes ini secara komersial tersedia untuk anti-HAV
IgM dan anti-HAV total (IgM dan IgG) untuk penilaian kekebalan terhadap
HAV tidak dipengaruhi oleh administrasi pasif IG, karena dosis profilaksis
berada di bawah deteksi level. Pada awal penyakit, keberadaan IgG anti-HAV
selalu disertai dengan adanya IgM anti-HAV. Sebagai anti-HAV IgG tetap
seumur hidup setelah infeksi akut, deteksi IgG anti-HAV saja menunjukkan
infeksi masa lalu (WHO, 2010)
H. Penatalaksanaan
Pada dasarnya penatalaksanaan infeksi virus hepatitis A dan hepatitis
yang lainnya adalah terapi yang diberikan bersifat suportif, tidak ada yang
spesifik, yaitu :
1. Tirah baring, terutama pada fase awal penyakitnya dan dalam keadaan
penderita merasa lemah.
2. Diet: makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat dan rendah lemak untuk
pasien dengan anoreksia dan nausea.
3. Pemberian obat-obatan simtomatik seperti: tablet antipiretik paracetamol
untuk demam, sekit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, pemberian anti mual
muntah dapat membantu menhilangkan keluhan mual.
4. Hindari alcohol dan pemakaian obat dibatasi.

5. Obat-obatan yang dimetabolisir di hepar harus dihindari tetapi jika sangat


diperlukan dapat diberikan dengan penyesuaian dosis. (Sanityoso, 2007)
I. Pencegahan
1. Imunisasi
Imunisasi sangat efektif mencegah infeksi suatu penyakit. Setelah
imunisasi tubuh akan menghasilkan antibodi yang merupakan zat
kekebalan tubuh terhadap penyakit tersebut. Imunisasi hepatitis A
diberikan pada anak-anak usia antara 2 hingga 18 tahun sebanyak satu kali.
Orang dewasa membutuhkan imunisasi ulang (booster) setelah 6 hingga 12
bulan imunisasi pertama. Kekebalan yang didapat dari imunisasi ini dapat
bertahan selama 15 hingga 20 tahun. Namun seseorang yang telah
diimunisasi dapat terkena hepatitis A jika ia terinfeksi virus hepatitis A
antara waktu 2 hingga 4 minggu setelah imunisasi, karena pada saat itu
tubuh belum menghasilkan antibodi dalam jumlah cukup.
Mereka yang sebaiknya mendapatkan imunisasi ini adalah:
a. Pekerja restoran atau yang biasa menangani makanan
b. Remaja yang tinggal di asrama pelajar yang mengalami kontak erat
dengan teman-temannya.
c. Pekerja dan anak-anak pada tempat penitipan anak
d. Pekerja laboratorium
2. Imunitas sementara
Mereka yang sering bepergian ke daerah lain sebaiknya
mendapatkan kekebalan sementara untuk mencegah infeksi virus hepatitis
A terutama jika daerah tujuannya adalah daerah endemik hepatitis atau
daerah yang sanitasinya buruk. Imunitas sementara dapat diperoleh dengan
pemberian immunoglobulin (Ig). Ig untuk pencegahan hepatitis A berisi
antivirus hepatitis A yang sangat efektif setelah 2 minggu pemberian.
Untuk mereka yang harus menetap di daerah endemik, Ig anti virus
hepatitis A sebaiknya diulang setiap 3 hingga 5 bulan.
3. Menjaga kebersihan

Mencuci tangan dengan menggunakan sabun setiap kali selesai


buang air besar dan kecil sangat dianjurkan untuk menghambat penularan
virus hepatitis A. Hal yang sama perlu dilakukan pula pada saat sebelum
makan, mengolah dan menyiapkan makanan. Awasi dan berikan
pengertian pada anak-anak agar tidak memasukkan benda-benda ke dalam
mulutnya. (Yulvitrawasih, 2011)
J. Prognosis
Prognosis penyakit ini baik dan sembuh sempurna. Angka kematian
akibat hepatitis fulminan berkisarantara 0,1%-0,2%. Laporan lainnya
menunjukan bahwa gagal hati fulminan, hanya terjadi pada 0,13%-0,35%
kasus-kasus hospitalisasi.

Kematian

dikaitkan dengan

umur

penderita

atau bila ada penyakit hepatitis kronik lainnya, terutama hepatitis kronik C.
(Wilson, Walter R. And Merle A. Sande. 2001)

DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, J.B. Suharjo B. 2009. Hepatitis A Cegah Penularannya. Kanisius:


2009. Gajah Mada University Press.
Dwiastuti, Setijani. 2009. Hubungan Antara Faktor Lingkungan dan Perilaku
dengan Kejadian Hepatitis A pada Taruna Akademi Kepolisian Tahun
2008. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Kumar, Cotran, Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC.
Sanityoso, Andri. 2007. Hepatitis Virus Akut. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV
FKUI.
Sulaiman H, Ali dan Julitasari. 1995. Virus Hepatitis A sampai E di Indonesia.
Ikatan Dokter Indonesia.
WHO. 2010. Hepatitis A, B, and C. Available at: http://www.who.org.
Wilson, Walter R. And Merle A. Sande. 2001. Current Diagnosis & Tratment
in Infectious Disease. The mcGrawhill Companies, United States
of America.
Yulvitrawasih, 2011. pencegahan hepatitis A. Rumahsakit islam jakarta cempaka
putih.
Available
at:
http://www.rsi.co.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=379:pencegahan-hepatitisa&catid=7:tips-kesehatan&Itemid=10

Anda mungkin juga menyukai