Pembimbing:
Presentan:
dr. Caecilia Titik, Sp. S
Josephine
Randy Gunawan
Identitas Pasien
Nama
: Tn. A. R.
Jenis Kelamin
Umur
: Laki-laki
: 26 tahun
Pekerjaan: Perawat
Pendidikan
: D3
Agama
: Kristen
Alamat
Anamnesis (Alloanamnesis)
6/9/2015
Keluhan Utama
Tidak mampu berdiri sejak 3 hari SMRS
Keluhan Tambahan
Nyeri pada punggung sejak 9 bulan SMRS
TD : 140/90 mmhg
HR : 85 x/min
RR : 22 x/min
S
: 36.4 o C
Mata : CA -/-, SI -/-, Pupil isokor, 3/3 mm, RCL+/+, RCTL +/+
Jantung
Abdomen :
Pemeriksaan Neurologis
Tanda Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : -
Babinski II
Babinski I: -/-
Kernig
: -/-
: -/-
:-
Pandangan Kabur
Papil Edema : :-
Bradikardia : -
: normosmia/normosmia
N. II (kanan/kiri) :
Asies visus
: normal
Lihat warna
: SD
N.III-IV-VI (kanan/kiri) :
Bola mata
: Simetris, di tengah
Eks/enoftalmus
: -/-
: +/+
RCTL : +/+
Refleks akomodasi
: +/+
N. V (kanan/kiri):
Motorik
Membuka mulut
: baik
Menggerakkan rahang
: baik
Menggigit/mengunyah
: baik
: +/+
Maksilaris
: +/+
Mandibularis
: +/+
Refleks kornea
: baik
Refleks maseter
: baik
N.VII (kanan/kiri)
: simetris
: simetris
Memperlihatkan gigi
: simetris
N. VIII (kanan/kiri) :
N. Vestibularis
Nistagmus
Vertigo
:-
:-
Keseimbangan : SD
N. Koklearis
Tinitus
: -/-
: SD
N. IX-X
Suara
:
: Normal
Menelan : baik
Batuk
: baik
Refleks faring
: baik
Arkus faring
Istirahat : Tidak ada deviasi
Fonasi: Tidak ada deviasi
N. XI (kanan/kiri)
Menoleh (M. Sternokleidomastoideus) : baik/baik
Angkat bahu (M. Trapezius)
: baik/baik
N. XII (kanan/kiri)
Posisi lidah
Gerak lidah
:-
Ke kanan : baik
: di tengah
Ke kiri : baik
Motorik
Lengan atas Antefleksi
Abduksi
: 5/5
: 5/5
Retrofleksi
Aduksi
: 5/5
Ekstensi
: 5/5
: 5/5
: 5/5
Tangan
Fleksi
: 5/5
Ekstensi
: 5/5
Jari-jari
Fleksi
: 5/5
Ekstensi
: 5/5
Abduksi
: 5/5
Aduksi
: 5/5
: 2/2
: 2/2
Retrofleksi
Aduksi
: 2/2
: 2/2
Ekstensi
: 2/2
: 2/2
Plantar fleksi
: 2/2
Dorsofleksi
Jari-jari
Fleksi
: 2/2
Ekstensi
Berjalan
Langkah
Di atas tumit
: SD
: 2/2
: 2/2
: SD
Lenggang lengan
Jinjit
: SD
: SD
Refleks fsiologis
Biseps : +/+
Patella : -/-
Triseps
Achiles
: +/+
: -/-
Refleks patologis
Hoffman Tromner : -/-Babinski
Chaddock
Gordon
: -/-Oppenheim
: -/-Schaeffer
Klonus
Lutut : -/Tumit : -/Tonus
Lengan
Istirahat : normotonus / normotonus
Gerakan pasif
: normotonus / normotonus
Tungkai
Istirahat : normotonus / normotonus
Gerakan pasif
Trofk : eutrofk
: normotonus / normotonus
Sensibilitas
Permukaan [raba, suhu, nyeri]:
Lengan
: +/+
Tungkai
: +/+
Tubuh
: +/+
Dalam :
Rasa getar
: SD
Sistem otonom
Miksi
: kateter
Defekasi
:-
Sekresi keringat
:+
Fungsi luhur
Afasia motorik : -+
Afasia sensorik : Daya ingat, menghitung : baik
Apraksia : -
Tanda-tanda regresi
Refleks glabela : Refleks mencucur (snout) : Refleks pegang : -
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (04/09/2015)
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
Hemoglobin
13.2
12.0 - 16.0
g/dL
Hematokrit
41.7
40.0 - 54.0
Leukosit
10.5
4.0 - 10.0
103/uL
Trombosit
342
150 400
103/uL
Eritrosit
5.4
4.00 - 5.50
106/uL
MCV
77.1
80.0 - 100.0
fL
MCH
24.4
27.0 - 34.0
pg
MCHC
31.7
32.0 - 36.0
g/dL
Laboratorium (04/09/2015)
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
SGOT
34
0-37
U/L
SGPT
17
0-42
U/L
Ureum
11.5
10-50
Mg/dL
Kreatinin
0.56
0.5-1.2
Mg/dL
Asam Urat
9.57
3.4-7.0
Mg/dL
Natrium
139.0
135-155
Mg/dL
Kalium
3.5
3.6-5.5
Mg/dL
Kalsium
9.9
8.1-10.4
Mg/dL
Klorida
99.0
94-111
Mg/dL
Kimia Darah
Laboratorium (06/09/2015)
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
LED 1 Jam
40
0-15
Mm
LED 2 Jam
60
0-15
Mm
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Non Reaktif
Waktu
Pembekuan
700
3-15
Menit
Waktu
Pendarahan
200
1-3
Menit
LED
Satuan
Seroimunologi
HBsAg
Serologi
Laporan Pemeriksaan
Rontgen (04/09/2015)
Foto torakolumbal AP/Lateral
Fraktur Kompresi vert Th 11, curiga HNP
Th 11-12
Foto thoraks AP
Tak tampak kelainan pada foto
thorax
Foto Pelvis AP
Tak tampak kelainan
pada foto Pelvis AP
MRI (7/9/2015)
Ringkasan
Pasien laki laki, 26 tahun, nyeri pada punggung 9 bulan SMRS, kedua kaki lemas 2
bulan SMRS, tidak mampu berdiri 3 hari SMRS, tidak dapat BAK dan BAB 3 hari
SMRS. Riwayat trauma disangkal.
5 5
2 motorik
2
PF: TD 140/90 mmHg, punggung terdapat gibbus, kekuatan
Refleks fsiologis : B/T/P/A = +/+/-/Sensorik dalam : diskriminasi 2 titik terganggu mulai dari umbilikus ke bawah.
Diagnosis
Klinis
: Paraparese inferior, nyeri lumbal, gangguan sensoris,
gangguan
otonom
Topis
Etiologi
Patologi
Tatalaksana:
1. Bedah: Dekompresi dan
stabilisasi vertebra
2. Medikamentosa:
Rimstar 1 x 3 tab P.O.
Rifampisin 150 mg
INH 75 mg
Pirazinamid 400 mg
Etambutol 275 mg
Ceftriaxone 2 x 1 gram IV
Sumagesic (Paracetamol) 3 x
600 mg P.O.
Anestesi umum
Tindakan aseptic dan antiseptic
Insisi medial di posterior sepanjang 30 cm lapis demi lapis
Laminektomi Th 10 L1
Drainase abses
Stabilisasi dengan ORIF Th 10 L1
Dijahit lapis demi lapis
Kulit ditutup kasa.
Sampel abses dikirim ke bagian PA
Jenis anestesi
: Anestesi umum
Nilai
Rujukan
Satua
n
12.0 16.0
g/dL
Hematokrit 33,1
40.0 54.0
Leukosit
23.5
4.0 - 10.0
103/u
L
Trombosit
150 400
462
103/u
L
Eritrosit
106/u
L
P: Meropenem 2 x 1 gr IV
MCV
77,0
70,0 100.0
fL
MCH
24.4
27.0 34.0
pg
MCHC
31.7
31.0 36.0
g/dL
O:
Kes: CM, TD: 130/80 mmHg, HR: 134 x/mnt, RR: 23 x/mnt,
S: 36,30C, UO: 1,16 cc/kg/jam
5 5
PF umum: konjungtiva anemis
PF neurologis: Kekuatan motorik: 2 2, Refleks P/A = -/- ,
Sensoris dalam: terganggu,
Otonom
: SD
Status lokalis: SD, Drain: darah 350 cc
Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
Tradosik (Tramadol) 1 x 100 mg IV
Fentanyl 50 mcg IV k/p
Midazolam 2 mg IV k/p
Rimstar 1 x 3 tab P.O.
Episan syr (sukralfat) 3 x 10 ml
Sumagesic (Paracetamol) 3 x 600 mg P.O.
Cernevit 1 x 1 vial IV
Pemeriksa
an
Hasil
Lab (9/9/15):
Hemoglobi 10,5
n
O:
Kes: CM, TD: 120/80 mmHg, HR: 120 x/mnt, RR: 20 x/mnt, S: 35,5 0C, UO: 0,9 cc/kg/jam
PF umum: konjungtiva anemis 5 5
PF neurologis: Kekuatan motorik:2 2
, Refleks P/A = -/- , Sensoris dalam: terganggu,
Otonom: SD
Status lokalis: Luka sulit dinilai, Drain: darah 50 cc
A: Laki laki, 26 tahun, HR-8, POD-2, Post laminektomi, dekompresi dan stabilisasi
vertebra Th 10- 12 a/i paraparese inferior e.c. Susp spondilitis TB.
P: Meropenem 2 x 1 gr IV
Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
Tradosik (Tramadol) 1 x 100 mg IV
Fentanyl 50 mcg IV k/p
Midazolam 2 mg IV k/p
Rimstar 1 x 3 tab P.O.
Episan syr (sukralfat) 3 x 10 ml
Sumagesic (Paracetamol) 3 x 600 mg P.O.
Cernevit 1 x 1 vial IV
Prognosis
Quo ad Vitam
: bonam
: dubia ad bonam
Kajian Teori
Tuberkulosis Spinal
Pendahuluan
Potts disease of the spine atau
tuberculous vertebral osteomyelitis
Kasus Pertama Spinal TB mumi
mesir 5.000 tahun lalu. Dokumentasi
Spinal TB pertama Percival Pott
(1779)
< 1% pasien TB, 50% dari semua
kasus TB Skeletal, paling sering dan
berbahaya.
Paling sering: Thoracolumbar junction
insidensi komplikasi neurologis 10% 43%.
Epidemiologi
Sumber morbiditas dan mortalitas utama negara berkembang,
terutama di Asia
Insidensi dalam negara maju mengalami penurunan secara dramatis
dalam kurun waktu 30 tahun terakhir
Di Amerika Utara, Eropa dan Saudi Arabia mengenai dewasa (4050 tahun)
Asia dan Afrika mengenai anak-anak dan dewasa muda(1-20
tahun)
penyebab tersering paraplegia non traumatik. lebih tinggi pada
orang dewasa dibandingkan dengan anak-anak.
Etiologi
Tersering Mycobacterium
tuberculosis
Mycobacterium africanum
Bovine tubercle baccilus
non-tuberculous
mycobacteria
Berbentuk batang,acid-fast
non-motile
Teknik Ziehl-Nielson
Patofisiologi
Penyebaran hematogen atau limfogen
Sumber infeksi tersering: Sistem pulmoner dan genitourinarius.
Anak-anak
Dewasa
Destruksi progresif
tulang
fokus di paru-paru
fokus ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil).
Hilangnya kekuatan
mekanis tulang untuk
menahan berat
Deformitas berbentuk
kifosis
Diagnosis
Ditentukan berdasarkan Anamnesis, PF, PP
CT SCAN Melihat tulang
MRI
Biopsi
PCR
Kultur
Anamnesis dan PF
Gambaran penyakit sistemik TB : hilang BB, keringat
malam, demam malam, cachexia
Riwayat Batuk >3 minggu berdahak atau berdarah
Nyeri terlokalisir/ menjalar pada regio tulang belakang,
punggung menjadi kaku
Deformitas kifosis (gibbus) scoliosis
Defsit Neurologis paraplegia
Spastisitas alat gerak bawah, hiperaktif refleks tendon
PP
Peningkatan LED >20 mm/jam
Tes tuberculin +
Kultur urin pagi
Sputum dan Bilas lambung
Rontgen dada mencari tb paru
Rontgen tulang belakang AP lateral
CT scan visualisasi region torakal
MRI kompresif atau non kompresif
Klasifikasi
Klasifkasi berdasarkan lokasi infeksi awal :
Peridiskal / paradiskal daerah sebelah diskus
Sentral
sentral korpus vertebra
Anterior
perkontinuitatum dari vertebra atas
bawah
Atipikal
Tersebar terlalu luas
Klasifikasi
Mehta and Bhojraj (2001)
Group A Lesi anterior stabil dan tidak ada deformitas kifosis
anterior debridement dan strut grafting.
Group B lesi global, kifosis and instabilitas instrumentasi
posterior dan anterior strut grafting
Group C lesi anterior atau global dengan risiko tinggi operasi
karena komorbid medis dekompresi posterior
group D lesi posterior terisolasi posterior decompression.
Oguz et al.
Tipe I
1 diskus yang terkena dan infltrasi jaringan tanpa
abses atau defcit neurologis
Type I-A, terbatas pada vertebra
Type I-B, abses melebihi vertebra
Type II > 1 degenerasi diskus, formasi abses dan kifosis
ringan yang dapat dikoreksi dengan operasi anterior. Dapat
terdapat defsit neurologis
Type III 1 degenerasi diskus, formasi abses dan kifosis
berat yang dikoreksi dengan operasi anterior. Terdapat defsit
neurologis
Tatalaksana
Tujuan terapi pada kasus spondilitis tuberkulosa adalah :
Mengeradikasi infeksi atau setidaknya menahan progresiftas
penyakit
Mencegah atau mengkoreksi deformitas atau defsit
neurologis
Jenis Terapi:
Terapi Konservatif
Terapi Bedah
Diklasifkasikan sebagai dua kelompok lesi
Dengan Komplikasi neurologis terapi medis merupakan pilihan
pertama, digabungkan dengan terapi bedah
Tanpa komplikasi neurologis terapi medis
Terapi Medis
Obat-obatan antituberkulosis memiliki peran utama dalam
pemulihan dan respon dari pasien.
Kombinasi RHZE selama dua bulan diikuti oleh kombinasi
rifampicin dan isoniazid untuk jangka waktu total 6, 9, 12 atau 18
bulan
American Thoracic Society 9 bulan terapi RHZE 2 bulan + RH 7
Bulan
Canadian Thoracic Society 9 to 12 months.
Isoniazid (INH)
Bersifat bakterisidal baik di intra ataupun ekstraseluler
Tersedia dalam sediaan oral, intramuskuler dan intravena.
Berpenetrasi baik pada seluruh cairan tubuh termasuk cairan
serebrospinal.
Efek samping : hepatitis pada 1% kasus yang mengenai lebih
banyak
pasien berusia lanjut usia, peripheral neuropathy karena
defsiensi piridoksin secara relatif (bersifat reversibel dengan
pemberian suplemen piridoksin).
Rivampisin
Bersifat bakterisidal, efektif pada fase multiplikasi cepat ataupun
lambat dari basil, baik di intra ataupun ekstraseluler.
tersedia dalam bentuk sediaan oral dan intravena.
Efek samping yang paling sering terjadi : perdarahan pada
traktus gastrointestinal, cholestatic jaundice, trombositopenia
dan dose dependent peripheral neuritis. Hepatotoksisitas
meningkat bila dikombinasi dengan INH.
Relatif aman untuk kehamilan, Dosisnya : 10 mg/kg/hari 600
mg/hari.
Pyrazinamide (PZA)
Bekerja secara aktif melawan basil tuberkulosa dalam lingkungan
yang bersifat asam dan paling efektif di intraseluler (dalam makrofag)
atau dalam lesi perkijuan.
Berpenetrasi baik ke dalam cairan serebrospinalis.
Efek samping :
Hepatotoksisitas dapat timbul akibat dosis tinggi jangka panjang
Asam urat akan meningkat, akan tetapi kondisi gout jarang tampak.
Arthralgia dapat timbul.
Dosis : 15-30mg/kg/hari
Ethambutol (EMB)
Bersifat bakteriostatik intraseluler dan ekstraseluler
Tidak berpenetrasi ke dalam meningen yang normal
Efek samping : toksisitas okular (optic neuritis) dengan timbulnya
kondisi buta warna, berkurangnya ketajaman penglihatan dan adanya
central scotoma.
Relatif aman untuk kehamilan
Dipakai secara berhati-hati untuk pasien dengan insufsiensi ginjal
Dosis : 15-25 mg/kg/hari
Streptomycin (STM)
Bersifat bakterisidal
Efektif dalam lingkungan ekstraseluler yang bersifat basa sehingga
dipergunakan untuk melengkapi pemberian PZA.
Tidak berpenetrasi ke dalam meningen yang normal
Efek samping : ototoksisitas (kerusakan syaraf VIII), nausea dan
vertigo (terutama sering mengenai pasien lanjut usia)
Dipakai secara berhati-hati untuk pasien dengan insufsiensi ginjal
Dosis : 15 mg/kg/hari 1 g/kg/hari
Terapi Bedah
Indikasi untuk operasi dalam kasus Pott:
Prognosis
Menggunakan multidrug therapy, tingkat kekambuhan TB
skeletal adalah sekitar 2%, meskipun angka kekambuhan lebih
tinggi ketika rejimen obat tunggal diresepkan [27]. Jangka
panjang multidrug antituberculosis rejimen kemungkinan akan
mengurangi angka kekambuhan dari tulang belakang TB.
Kajian Teori
Tuberkulosis Spinal
Pendahuluan
Potts disease of the spine atau
tuberculous vertebral osteomyelitis
Kasus Pertama Spinal TB mumi
mesir 5.000 tahun lalu. Dokumentasi
Spinal TB pertama Percival Pott
(1779)
< 1% pasien TB, 50% dari semua
kasus TB Skeletal, paling sering dan
berbahaya.
Paling sering: Thoracolumbar junction
insidensi komplikasi neurologis 10% 43%.
Epidemiologi
Sumber morbiditas dan mortalitas utama negara berkembang,
terutama di Asia
Insidensi dalam negara maju mengalami penurunan secara dramatis
dalam kurun waktu 30 tahun terakhir
Di Amerika Utara, Eropa dan Saudi Arabia mengenai dewasa (4050 tahun)
Asia dan Afrika mengenai anak-anak dan dewasa muda(1-20
tahun)
penyebab tersering paraplegia non traumatik. lebih tinggi pada
orang dewasa dibandingkan dengan anak-anak.
Etiologi
Tersering Mycobacterium
tuberculosis
Mycobacterium africanum
Bovine tubercle baccilus
non-tuberculous
mycobacteria
Berbentuk batang,acid-fast
non-motile
Teknik Ziehl-Nielson
Patofisiologi
Penyebaran hematogen atau limfogen
Sumber infeksi tersering: Sistem pulmoner dan genitourinarius.
Anak-anak
Dewasa
Destruksi progresif
tulang
fokus di paru-paru
fokus ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil).
Hilangnya kekuatan
mekanis tulang untuk
menahan berat
Deformitas berbentuk
kifosis
Diagnosis
Ditentukan berdasarkan Anamnesis, PF, PP
CT SCAN Melihat tulang
MRI
Biopsi
PCR
Kultur
Anamnesis dan PF
Gambaran penyakit sistemik TB : hilang BB, keringat
malam, demam malam, cachexia
Riwayat Batuk >3 minggu berdahak atau berdarah
Nyeri terlokalisir/ menjalar pada regio tulang belakang,
punggung menjadi kaku
Deformitas kifosis (gibbus) scoliosis
Defsit Neurologis paraplegia
Spastisitas alat gerak bawah, hiperaktif refleks tendon
PP
Peningkatan LED >20 mm/jam
Tes tuberculin +
Kultur urin pagi
Sputum dan Bilas lambung
Rontgen dada mencari tb paru
Rontgen tulang belakang AP lateral
CT scan visualisasi region torakal
MRI kompresif atau non kompresif
Klasifikasi
Klasifkasi berdasarkan lokasi infeksi awal :
Peridiskal / paradiskal daerah sebelah diskus
Sentral
sentral korpus vertebra
Anterior
perkontinuitatum dari vertebra atas
bawah
Atipikal
Tersebar terlalu luas
Klasifikasi
Mehta and Bhojraj (2001)
Group A Lesi anterior stabil dan tidak ada deformitas kifosis
anterior debridement dan strut grafting.
Group B lesi global, kifosis and instabilitas instrumentasi
posterior dan anterior strut grafting
Group C lesi anterior atau global dengan risiko tinggi operasi
karena komorbid medis dekompresi posterior
group D lesi posterior terisolasi posterior decompression.
Oguz et al.
Tipe I
1 diskus yang terkena dan infltrasi jaringan tanpa
abses atau defcit neurologis
Type I-A, terbatas pada vertebra
Type I-B, abses melebihi vertebra
Type II > 1 degenerasi diskus, formasi abses dan kifosis
ringan yang dapat dikoreksi dengan operasi anterior. Dapat
terdapat defsit neurologis
Type III 1 degenerasi diskus, formasi abses dan kifosis
berat yang dikoreksi dengan operasi anterior. Terdapat defsit
neurologis
Tatalaksana
Tujuan terapi pada kasus spondilitis tuberkulosa adalah :
Mengeradikasi infeksi atau setidaknya menahan progresiftas
penyakit
Mencegah atau mengkoreksi deformitas atau defsit
neurologis
Jenis Terapi:
Terapi Konservatif
Terapi Bedah
Diklasifkasikan sebagai dua kelompok lesi
Dengan Komplikasi neurologis terapi medis merupakan pilihan
pertama, digabungkan dengan terapi bedah
Tanpa komplikasi neurologis terapi medis
Terapi Medis
Obat-obatan antituberkulosis memiliki peran utama dalam
pemulihan dan respon dari pasien.
Kombinasi RHZE selama dua bulan diikuti oleh kombinasi
rifampicin dan isoniazid untuk jangka waktu total 6, 9, 12 atau 18
bulan
American Thoracic Society 9 bulan terapi RHZE 2 bulan + RH 7
Bulan
Canadian Thoracic Society 9 to 12 months.
Isoniazid (INH)
Bersifat bakterisidal baik di intra ataupun ekstraseluler
Tersedia dalam sediaan oral, intramuskuler dan intravena.
Berpenetrasi baik pada seluruh cairan tubuh termasuk cairan
serebrospinal.
Efek samping : hepatitis pada 1% kasus yang mengenai lebih
banyak
pasien berusia lanjut usia, peripheral neuropathy karena
defsiensi piridoksin secara relatif (bersifat reversibel dengan
pemberian suplemen piridoksin).
Rivampisin
Bersifat bakterisidal, efektif pada fase multiplikasi cepat ataupun
lambat dari basil, baik di intra ataupun ekstraseluler.
tersedia dalam bentuk sediaan oral dan intravena.
Efek samping yang paling sering terjadi : perdarahan pada
traktus gastrointestinal, cholestatic jaundice, trombositopenia
dan dose dependent peripheral neuritis. Hepatotoksisitas
meningkat bila dikombinasi dengan INH.
Relatif aman untuk kehamilan, Dosisnya : 10 mg/kg/hari 600
mg/hari.
Pyrazinamide (PZA)
Bekerja secara aktif melawan basil tuberkulosa dalam lingkungan
yang bersifat asam dan paling efektif di intraseluler (dalam makrofag)
atau dalam lesi perkijuan.
Berpenetrasi baik ke dalam cairan serebrospinalis.
Efek samping :
Hepatotoksisitas dapat timbul akibat dosis tinggi jangka panjang
Asam urat akan meningkat, akan tetapi kondisi gout jarang tampak.
Arthralgia dapat timbul.
Dosis : 15-30mg/kg/hari
Ethambutol (EMB)
Bersifat bakteriostatik intraseluler dan ekstraseluler
Tidak berpenetrasi ke dalam meningen yang normal
Efek samping : toksisitas okular (optic neuritis) dengan timbulnya
kondisi buta warna, berkurangnya ketajaman penglihatan dan adanya
central scotoma.
Relatif aman untuk kehamilan
Dipakai secara berhati-hati untuk pasien dengan insufsiensi ginjal
Dosis : 15-25 mg/kg/hari
Streptomycin (STM)
Bersifat bakterisidal
Efektif dalam lingkungan ekstraseluler yang bersifat basa sehingga
dipergunakan untuk melengkapi pemberian PZA.
Tidak berpenetrasi ke dalam meningen yang normal
Efek samping : ototoksisitas (kerusakan syaraf VIII), nausea dan
vertigo (terutama sering mengenai pasien lanjut usia)
Dipakai secara berhati-hati untuk pasien dengan insufsiensi ginjal
Dosis : 15 mg/kg/hari 1 g/kg/hari
Terapi Bedah
Indikasi untuk operasi dalam kasus Pott:
Prognosis
Menggunakan multidrug therapy, tingkat kekambuhan TB
skeletal adalah sekitar 2%, meskipun angka kekambuhan lebih
tinggi ketika rejimen obat tunggal diresepkan. Regimen multidrug
antituberculosis Jangka panjang kemungkinan akan mengurangi
angka kekambuhan dari tulang belakang TB.