Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Membahas hubungan antara Al-Quran dan ilmu pengetahuan
bukan dinilai dari banyak atau tidaknya cabang-cabang ilmu
pengetahuan yang dikandungnya, tetapi yang lebih utama adalah
melihat: adakah Al-Quran atau jiwa ayat-ayatnya menghalangi ilmu
pengetahuan

atau

mendorongnya,

karena

kemajuan

ilmu

pengetahuan tidak hanya diukur melalui sumbangan yang di


berikan kepada masyarakat atau kumpulan ide dan metode yang
dikembangkannya, tetapi juga pada sekumpulan syarat-syarat
psikologis dan social yang diwujudkan, sehingga mempunyai
pengaruh

(positif

pengetahuan.

atau

Sejarah

negative)

terhadap

membuktikan

kemajuan

bahwa

Galileo

ilmu
ketika

mengungkapkan penemuan ilmiahnya tidak mendapat tantangan


dari satu lembaga ilmiah, kecuali dari masyarakat dimana ia hidup.
Mereka memberikan tantangan kepadanya atas dasar kepercayaan
agama.

Akibatnya,

Galileo

pada

akhirnya

menjadi

korban

penemuannya sendiri. Dalam Al-Quran ditemukan kata-kata ilmu


dalam berbagai bentuknya yang terulang sebanyak 854 kali.
Disamping itu, banyak pula ayat-ayat Al-Quran yang menganjurkan
untuk menggunakan akal pikiran, penalaran, dan sebagainya.
Kaitannya

dengan

ilmu

pengetahuan,

dunia

telah

membuktikan dengan banyaknya temuan-temuan terkini yang


sejatinya mempunyai referensi berupa Al-Quran. Temuan tentang
alam semesta, nuklir maupun kejadian di masa kini atau jawaban
atas pertanyaan tentang masa lalu, semuanya sudah termaktub
dalam Al-Quran. Penafsiran Al-Quran sendiri seolah tidak pernah
selesai, karena setiap saat bisa muncul sesuatu yang baru, sehingga
Al-Quran terasa selalu segar karena dapat mengikuti perkembangan
zaman1. Pendapat tersebut diperkuat oleh salah satu pemikir Islam
bernama Mohammed Arkoun yang mengatakan bahwa Al-Quran
1 Wisnu Arya Wardhana, Al Quran dan Energi Nuklir, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,
2004), hlm. 55.
1

memberikan kemungkinan arti yang tidak terbatas, ayat-ayatnya


selalu terbuka untuk interpretasi yang baru.
Mengenai fungsi Al-Quran sebagai sumber dari segala sumber
ilmu, seringkali dikatakan bahwa seandainya lautan yang ada di
dunia ini dijadikan tinta untuk menuliskan tafsiran-tafsiran ayat
Quran, maka sampai lautan itu keringpun ayat-ayat Al-Quran belum
selesai ditafsirkan. Pernyataan ini sekedar menggambarkan betapa
luasnya isi kandungan kitab suci umat Islam ini. Betapa banyaknya
ilmu yang bisa diperoleh dari Al-Quran. Pernyataan ini tersurat juga
dalam salah satu ayat Al-Quran yang berbunyi:

Artinya: Katakanlah: kalau sekiranya lautan menjadi tinta


untuk (menulis)kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan
itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun
didatangkan tambahan (lautan) sebanyak itu (pula). (QS. Al-Kahfi:
109)
Oleh karena hal tersebut diatas, maka dalam kesempatan ini
penyusun hendak sedikit mengulas tentang ayat-ayat Al-Quran
yang berisikan tentang ilmu pengetahuan. Semoga apa yang
penyusun sampaikan dalam makalah ini sedikit banyak membantu
pembaca dalam memperoleh khazanah-khazanah keislaman yang
baru.
B. RUMUSAN MASALAH
A. Seberapa pentingkah memiliki ilmu pengetahuan dalam Islam?
B. Bagaimana kedudukan orang berilmu dalam Al-Quran?
C. Bagaimana hubungan antara ilmu pengetahuan dengan
kehidupan manusia?

D. Bagaimana menumbuhkan sikap positif untuk selalu mencari


ilmu?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pentingnya Memiliki Ilmu Pengetahuan Dalam Islam
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi peran akal
dalam mengenal hakikat segala sesuatu. Begitu pentingnya
peran akal, sehingga bahkan dikatakan bahwa tak ada agama
bagi orang yang tak berakal, dengan akal yang telah sempurna
itulah maka Islam diturunkan ke alam semesta. Melalui akal,
manusia dengan proses berfikir berusaha memahami berbagai
realitas yang hadir dalam dirinya, sehinga manusia mampu
menemukan kebenaran sesuatu, membedakan antara haq dan
bathil. Sehingga dapat dikatakan bahwa akal dan kemampuan
berpikir yang dimiliki manusia adalah fitrah manusia yang
membedakannya dari makhluk yang lain.

Artinya: (Apakah kamu hai orang-orang musyrik yang


lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktiu
malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab)
di

akhirat dan

mengharap

rahmat

Tuhannya?

Katakanlah

adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orangorang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang
berakallah yang dapat menerima pelajaran. (Q.S. al-Zumar:9).
Pada ayat tersebut terlihat adanya hubungan orang yang
mengetahui (berilmu) dengan melakukan ibadah di waktu
malam,

takut

terhadap

siksaan

Allah

di

akhirat

serta

mengaharapkan ridha dari Allah; dan juga menerangkan bahwa


sikap yang demikian itu merupakan sala satu ciri dari ulul al-bab,
yaitu orang yang menggunakan hati untuk menggunakan dan
mengarahkan

ilmu

pengetahuan

tersebut

pada

tujuan

peningkatan akidah, ketekunan beribadah dan ketinggian akhlak


yang mulia.

Apakah kamu, hai orang musyrik, lebih baik keadaan dan


nasibmu daripada orang yang senantiasa menunaikan ketaatan
dan selalu melaksanakan tugas-tugas ibadah pada saat-saat
malam, ketika ibadah lebih berat bagi jiwa dan lebih jauh dari
riya, sehingga ibadah di waktu itu lebih dekat untuk diterima,
sedang orang itu dalam keadaan takut dan berharap ketika
beribadah. Tidak diragukan, bahwa jawabannya tidak perlu
diterangkan.

Kesimpulannya adalah apakah orang yang taat itu seperti


halnya orang yang bermaksiat. Kedua-duanya tentu tidak sama.
Kemudian Allah SWT menegaskan tentang tidak ada
kesamaan di antara keduanya dan memperingatkan tentang
keutamaan ilmu dan betapa mulianya beramal berdasarkan
ilmu. Firman-Nya:

)
Katakanlah hai rasul kepada kaummu: Apakah sama orang
yang mengetahui pahala yang akan mereka peroleh bila
melakukan ketaatan kepada Tuhan mereka dan mengetahui
hukuman yang akan mereka terima bila mereka bermaksiat
kepada-Nya, dengan orang-orang yang tidak mengetahui hal itu.
yaitu, orang-orang yang merusak amal perbuatan mereka secara
membabi buta, sedang terhadap amal-amal mereka yang baik
tidak mengeharapkan kebaikan, dan terhadap amal-amal yang
buruk mereka tidak takut kepada keburukan.
Perkataan

tersebut

dinyatakan

dengan

susunan

pertanyaan (istifham) untuk menunjukkan bahwa orang-orang


yang pertama mencapai derajat kebaikan tertinggi, sedang yang
lain jatuh ke dalam jurang keburukan. Dan hal itu tidaklah sulit
dimengerti

oleh

orang-orang

yang

sabar

dan

tidak

suka

membantah. Kemudian, Allah SWT menerangkan bahwa hal


tersebut hanyalah dapat dipahami oleh setiap orang yang
mempunyai akal. Karena, orang-orang yang tidak tahu, seperti
telah disebutkan, dalam hati mereka terdapat tutup sehingga
tidak dapat memahami suatu nasehat, dan tidak berguna bagi
mereka suatu peringatan. Firman-Nya:

Sesungguhnya yang dapat mengambil pelajaran dari


hujjah-hujjah Allah dan dapat menuruti nasehat-Nya dan dapat
memikirkannya, hanyalah orang-orang yang mempunyai akal
5

dan pikiran yang sehat, bukan orang-orang yang bodoh dan


lalai.
Kesimpulannya,

sesungguhnya

yang

mengetahui

perbedaan anatara orang yang tahu dan orang yang tidak tahu
hanyalah orang yang mempunyai akal pikiran sehat, yang dia
pergunakan untuk berpikir.2
Sehubungan

dengan

ayat

al-Maraghi mengatakan: Katakanlah

hai rasul kepada kaummu: adakah sama, orang-orang yang


menengetahui bahwa ia akan mendapatkan pahala karena
ketaatan kepada tuhannya dan akan mendapatkan siksaan
disebabkan

karena

kedurhakaannya

dengan

orang

yang

mengetahui hal-hal yang demikian itu? Ungkapan pertanyaan


dalam ayat ini menunjukan bahwa yang pertama (orang-orang
yang mengetahui) akan dapat mencapai derajat kebaikan,
sedangkan yang kedua (orang-orang yang tidak mengetahui)
akan mendapatkan kehinaan dan keburukan.3
Imam

Al

Qurtubi

berkata:

"Menurut

Az-Zujaj

Radhiyallahuanhu, maksud ayat tersebut yaitu orang yang tahu


berbeda dengan orang yang tidak tahu, demikian juga orang
taat tidaklah sama dengan orang bermaksiat. Orang yang
mengetahui adalah orang yang dapat mengambil manfaat dari
ilmu serta mengamalkannya. Dan orang yang tidak mengambil
manfaat dari ilmu serta tidak mengamalkannya, maka ia berada
dalam barisan orang yang tidak mengetahui" (Tafsir Al-Qurthubi
hal. 5684)4
B. Kedudukan Orang Berilmu dalam Al-Quran
2 Ahmad Musyafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Karya toha
Putra, 1993), hlm. 278-279.
3 H.Abudin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009),
hlm.166.
6



Artinya: Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan
kepadamu:

"Berlapang-lapanglah

dalam

majlis",

Maka

lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.


dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (Q. S. Al Mujadalah:11)
Dari ayat diatas Allah memerintahkan kepada mereka
sebab kecintaan dan kerukunan diantara orang-orang mumin.
Diantara

sebab

kecintaan

dan

kerukunan

itu

adalah

melapangkan tempat di majlis (pertemuan) ketika ada orang


yang datang dan bubar ketika disuruh bubar. Apabila kalian
melakukan hal yang demikin itu, maka Allah akan meninggikan
tempat-tempat kalian disurganya dan menjadikan kalian di
dalam

surga

termasuk

orang-orang

yang

berbakti

tanpa

kekhwatiran dan kesedihan.5

4 Ahmad Musyafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Karya toha


Putra, 1993), hlm. 280.
5 H.Abudin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009),
hlm.155
7

)
Wahai orang-orang yang beriman kepada
membenarkan

rasul-Nya,

apabila

dikatakan

Allah dan
kepadamu,

Berikanlah kelapangan di dalam majlis Rasulullah saw. Atau di


dalam

majlis

pertemuan,

berikanlah

olehmu

kelapangan,

niscaya Allah akan melapangkan rahmat dan rezki-Nya bagimu


di tempat-tempatmu di dalam surga.
Para

Sahabat

Berlomba

Berdekatan

dengan

Tempat

Duduk Rasulullah saw.


Telah dikeluarkan oleh Ibnu Abi Hatim, dari Muqatil dia
berkata, adalah Rasulullah saw. Pada hari jumat pada suffah,
sedangkan tempat itu pun sempit. Beliau menghormati orangorang yang ikut perang Badar, baik mereka itu Muhajirin maupun
Ansar. Maka datanglah beberapa orang di antara mereka itu, di
antara Sabit Ibnu Qais. Mereka telah didahului orang dalam hal
tempat duduk. Lalu mereka pun berdiri di hadapan Rasulullah
saw, kemudian mereka mengucapkan, As-Salamu Alaikum
wahai nabi wa rahmatullahi wa barakatuh. Beliau menjawab
salam mereka. Kemudian mereka menyalami orang-orang dan
orang-orang pun menjawab salam mereka. Mereka berdiri
menunggu untuk diberi kelapangan bagi mereka, tetapi mereka
tidak diberi kelapangan. Hal itu terasa berat bagi Rosulullah saw,
lalu beliau mengatakan kepada orang-orang yang ada disekitar
beliau, Berdirilah engkau wahai fulan, berdirilah engkau wahai
fulan. Beliau menyuruh beberapa orang untuk berdiri sesuai
dengan jumlah mereka yang datang. Hal itu pun tampak berat
oleh mereka, dan ketidakenakan beliau tampak oleh mereka.
Orang-orang

munafik

mengecam
8

yang

demikian

itu

dan

mengatakan, Demi Allah, dia tidaklah adil kepada mereka.


Orang-orang itu telah mengambil tempat duduk mereka dan
ingin berdekatan dengannya. Tetapi dia menyuruh mereka
berdiri

dan

menyuruh

duduk

orang-orang

yang

datang

terlambat. Maka turunlah ayat itu.


Berkata Al-Hasan, adalah para sahabat berdesak-desak
dalam majlis
berperang,

peperangan, apabila

sehingga

sebagian

mereka berbaris untuk

mereka

tidak

memberikan

kelapangan kepala sebagian yang lain karena keinginannya


untuk mati syahid. Dari ayat ini kita mengetahui:
1. Para sahabat berlomba-lomba untuk berdekatan dengan
tempat

duduk

Rasulullah

saw.

Untuk

mendengarkan

pembicaraan beliau, karena pembicaraan beliau mengandung


banyak kebaikan dan keutamaan yang besar. Oleh karena itu
maka beliau mengatakan, Hendaklah duduk berdekatan
denganku orang-orang yang dewasa dan berakal di antara
kamu.
2. Perintah untuk memberi kelonggaran dalam majlis dan tidak
merapatkannya apabila hal itu mungkin, sebab yang demikian
ini

akan

menimbulkan

rasa

cinta

di

dalam

hati

dan

kebersamaan dalam mendengar hukum-hukum agama.


3. Orang yang melapangkan kepada hamba-hamba Allah pintupintu kebaikan dan kesenangan, akan dilapangkan baginya
kebaikan-kebaikan di dunia dan di akhirat.
Ringkasnya, ayat ini mencakup pemberian kelapangan
dalam menyampaikan segala macam kepada kaum muslimin
dan dalam menyenangkannya. Oleh karena itu, maka Rasulullah
SAW, mengatakan:







Allah akan selalu menolong hamba-Nya selama hamba itu
menolong saudaranya.

Apabila kamu diminta berdiri dari majlis Rasulullah saw,


maka berdirilah kamu, sebab Rasulullah SAW itu terkadang ingin
sendiri

guna

merencanakan

urusan-urusan

agama,

atau

menunaikan beberapa tugas khusus yang tidak dapat ditunaikan


atau disempurnakan penunaiannya kecuali dalam keadaan
sendiri.
Mereka telah menjadikan hukum ini umum sehingga
mereka mengatakan, apabila pemilik majlis mengatakan kepada
siapa yang ada di majlisnya, Berdirilah kamu, maka sebaiknya
kata-kata itu diikuti.
Tidak selayaknya orang yang baru datang menyuruh
berdiri kepada seseorang, lalu dia duduk di tempat duduknya,
sebab telah dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim dan At-Tirmizi
dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW mengatakan:
















,

Janganlah seseorang menyuruh berdiri kepada orang lain dari
tempat

duduknya.

Akan

tetapi

lapangkanlah

dan

longgarkanlah.

)

(
Allah meninggikan orang-orang mukmin dengan mengikuti
perintah-perintah-Nya dan perintah-perintah rasul, khususnya
orang-orang yang berilmu di antara mereka derajat-derajat yang
banyak dalam hal pahala dan tingkat-tingkat keridaan.
Ringkasnya, sesungguhnya wahai orang mukmin, apabila
salah seorang di antara kamu memberikan kelapangan bagi
saudaranya ketika saudaranya itu datang, atau jika ia disuruh
keluar lalu ia keluar, maka hendaklah ia tidak menyangka sama
sekali bahwa hal itu mengurangi haknya. Bahwa yang demikian
10

merupakan peningkatan dan penambahan bagi kedekatannya di


sisi Tuhannya. Allah Taala tidak akan menyia-nyiakan yang
demikian itu, tetapi Dia akan membalasnya di dunia dan di
akhirat. Sebab, barang siapa yang tawadu kepada perintah
Allah, maka Allah akan mengangkat derajat dan menyiarkan
namanya.

)
(

Allah mengetahui segala perbuatanmu. Tidak ada yang


samar bagi-Nya, siapa yang taat dan siapa yang durhaka di
antara kamu. Dia akan membalas kamu semua dengan amal
perbuatanmu.

Orang

yang

berbuat

baik

dibalas

dengan

kebaikan, dan orang yang berbuat buruk dibalas-Nya dengan


apa yang pantas baginya, atau diampuni-Nya.6
Dari ayat tersebut dapat kita ketahui bahwa para sahabat
berlomba-lomba

untuk

berdekatan

dengan

tempat

duduk

Rasulallah SAW untuk mendengarkan pembicaraan beliau yang


mengandung banyak kebaikan dan keutamaan yang besar.
Diperintahkan pula untuk memberi kelonggaran dalam majlis
dan tidak merapatkannya, dan apabila yang demikian ini
menimbulkan rasa cinta didalam hati dan kebersamaan dalam
mendengarkan hukum-hukum agama, maka akan dilapangkan
baginya kebaikan-kebaikan di dunia dan akhirat.
Isi kandungan pada ayat diatas berbicara tentang etika
atau akhlak ketika berada dalam majelis ilmu. Etika dan akhlak
tersebut antara lain ditunjukan untuk mendukung terciptanya
ketertiban, kenyamanan dan ketenangan suasana dalam majelis,
sehingga

dapat

mendukung

kelancaran

kegiatan

ilmu

pengetahuan.Ayat diatas juga sering digunakan para ahli untuk


mendorong diadakannya kegiatan di bidang ilmu pengetahuan,
dengan cara mengunjungi atau mengadakan dan menghadiri
6 Ahmad Musyafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Karya toha
Putra, 1993), hlm. 225-1
11

majeis ilmu. Dan orang yang mendapatkan ilmu itu selanjutnya


akan mencapai derajat yang tinggi dari Allah.
Menurut Imam Al Qurthubi "Maksud ayat di atas yaitu,
dalam hal pahala di akhirat dan kemuliaan di dunia, Allah
Subhanahu wa Taala akan meninggikan orang beriman dan
berilmu di atas orang yang tidak berilmu. Kata Ibnu Mas`ud,
dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Taala memuji para ulama.
Dan makna bahwa Allah Subhanahu wa Ta ala akan meninggikan
orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat, adalah derajat
dalam hal agama, apabila mereka melakukan perintah- perintah
Allah" (Tafsir Al-Qurtubi hal. 5070).7

C. Hubungan

Ilmu

Pengetahuan

dengan

Kesejahteraan

Hidup Manusia
Ilmu

pengetahuan (science) diberikan

Allah

kepada

manusia melalui kegiatan manusia itu sendiri dalam usaha


memahami alam semesta. Dengan demikian, alam semesta ini
merupakan objek pemahaman sekaligus sumber pengetahuan
bagi manusia yang mau menggunakan akalnya. 8 Yusuf Ali, salah
seorang ahli tafsir Al Quran yang paling terkemuka di zaman
modern ini, dalam The Holy Quran, yang selanjutnya dikutip
oleh Nurcholish Madjid menulis sebagai berikut:
Semua yang ada di alam semesta untuk manfaat manusia,
melalui kemampuan berfikirnya dan kemampuan-kemampuan
yang diberikan oleh-Nya (Tuhan) kepada manusia itu. Manusia
harus tidak pernah lupa bahwa itu semua berasal dari Dia. Yakni

7 Ahmad Musyafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Karya toha


Putra, 1993), hlm.221.
8 Mohammad Nor Ichwan, Tafsir Ilmy, (Jogjakarta: Menara Kudus Jogja, 2004) hlm.
258.
12

dari Tuhan, sebab bukankah manusia itu khalifah Tuhan di


bumi.9
Allah berfiran dalam surat al Jasiyah ayat 13:


Artinya: Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang
di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat)
daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benarbenar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
berfikir. (Q. S. Al Jaatsiyah: 13)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa kekayaan yang ada di
dunia ini baik yang ada di langit maupun di bumi semuanya
diperuntukan bagi manusia untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya
guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan pemanfaatan
kekayaan

tersebut

memerlukan

ilmu

pengetahuan

untuk

memprosesnya agar dapat dinikmati manusia. Tanpa ilmu


pengetahuan manusia tidak akan mengetahui bagaiamana cara
mengolah semua sumber alam tersebut, sehingga manusia tidak
akan mendapatkan apa-apa.
Ayat lain yang berhubungan dengan anjuran mencari ilmu
pengetahuan adalah surat al Isra ayat 36 yang berbunyi:

9 Mohammad Nor Ichwan, Tafsir Ilmy, (Jogjakarta: Menara Kudus Jogja, 2004), hlm.
254.
13

Artinya: Dan janganlah engkau mengikuti apa-apa yang


tiada

bagimu

pengetahuan

tentangnya.

Sesungguhnya

pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu tentangnya


ditanyai. (Q. S. Al Isra: 36)
Ayat ini memerintahkan: Lakukan apa yang telah Allah
perintahkan dan janganlah engkau mengikuti apa-apa yang
tiada bagimu pengetahuan tentangnya. Jangan berucap apa
yang engkau tidak ketahui, jangan mengaku tahu apa yang
engkau tidak tahu atau mengaku dengar apa yang engkau tidak
dengar. Sesungguhnya
hati, yang

merupakan

tentangnya

ditanyai,

pendengaran,
alat-alat
tentang

penglihatan

dan

pengetahuan, semuanya
bagaimana

itu

pemiliknya

menggunakannya dan dituntut pertanggungjawabannya.10

Kata-kata ini merupakan undang-undang yang mencakup


banyak persoalan kehidupan. Dan oleh karenanya, mengenai
kata-kata ini para penafsir mengeluarkan beberapa pendapat:
a. Ibnu Abbas mengatakan: Janganlah kamu menjadi saksi
kecuali atas sesuatu yang diketahui oleh kedua matamu,
didengar oleh kedua telingamu dan dipahami oleh hatimu.
b. Qatadah mengatakan pula: Janganlah kamu mengatakan
Saya telah mendengar, padahal kamu belum pernah
mendengar, atau Saya telah melihat, padahal kamu tak
pernah melihat, atau Saya telah mengetahui, padahal kamu
belum tahu.
c. Dan ada pula yang mengatakan bahwa yang dimaksud ialah
melarang berkata-kata tanpa ilmu, tapi hanya persangkaan
dan waham belaka, seperti yang Allah firmankan:

10 M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al


Quran, (Jakarta: Lentera Hati, 2002) hlm. 464.
14


Jauhilah

kebanyakan

dari

prasangka,

sesungguhnya

sebagian prasangka itu adalah dosa. (Q.S. Al-Hujurat: 12)


Dan menurut sebuah hadits:

Hindarilah oleh kalian prasangka, karena prasangka itu


sebenarnya bisikan hati yang paling dusta.
Sedang dalam sunan Dawud:

Kendaraan seseorang yang paling buruk ialah prasangka.


Kecuali ada dalil yang membolehkan pengamalannya,
yakni manakal tidak ada satu dalil dalam Al-Quran maupun
Al-Hadits,

sebagaimana

Nabi

SAW

pernah

memberi

keringanan dalam kasus seperti itu kepada Muaz, ketika


beliau mengirimkannya sebagai hakim di Yaman. Waktu itu,
Nabi bersabda, Dengan apakah kamu memuuskan? Jawab
Muaz, Dengan Kitab Allah. Nabi bersabda, Kalau tidak
kamu dapati?. Muaz menjawab, Maka dengan sunnah
Rasulullah SAW. Kata Nabi, Bila tidak kamu dapati pula?.
Jawab Muaz, Saya berijtihad dengan pendapatku.
d. Tapi, ada pula yang mengatakan bahwa yang dimaksud
adalah melarang orang-orang musyrik dari kepercayaankepercayaan mereka yang didasarkan pada taqlid kepada
nenek moyng dan hanya mengikuti hawa nafsu belaka,
sebagaimana Allah firmankan:


Artinya: Itu tidak lain hanyalah Nama-nama yang kamu dan
bapak-bapak kamu mengadakannya; Allah tidak menurunkan
suatu keteranganpun untuk (menyembah) nya. mereka tidak
15

lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang


diingini oleh hawa nafsu mereka dan Sesungguhnya telah
datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka. (AnNajm: 23)

Kemudian, Allah SWT menyebutkan pula, apa alasan dari


larangan tersebut, seraya firman-Nya:

)
Sesungguhnya
penglihatan

dan

Allah

hati

pasti

tentang

menanyakan
apa

yang

pendengaran,

dilakukan

oleh

pemiliknya, sebagaimana Allah Taala firmankan:


Artinya: Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka
menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka
kerjakan. (An-Nur: 24)
Dan menurut sebuah kabar dari Syakal bin Humaid,
katanya pernah saya datang kepada Nabi SAW lalu saya
katakan, Ya Nabiyallah. Ajarkanlah kepadaku sebuah taawuz
untuk

saya

gunakan

sebagai

pelindung.

Maka

diambillah

tanganku oleh beliau, kemudian sabdanya:


Aku berlindung kepada-Mu ya Allah, dari keburukan
pendengaranku, kebukuran penglihatanku, keburukan hatiku,
dan keburukan maniku (maksudnya berzina).11
Ayat ini di satu sisi menegaskan manusia dalam konteks
tanggung jawab untuk setiap pendengaran, pandangan dan
11 Ahmad Musyafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Karya toha
Putra, 1993), hlm. 84-86.
16

prasangka. Sedangkan di sisi lain memerintahkan manusia untuk


mencari ilmu agar tidak melakukan hal-hal yang tercela seperti
memfitnah, menuduh dan berbohong. Dalam kaitannya dengan
kesejahteraan manusia, ayat ini menunjukan bahwa dengan
mencari ilmu manusia dapat mencegah terjadinya hal-hal buruk,
sehingga akan tercipta kedamaian dan kesejahteraan.
Ilmu

pengetahuan

sangat

penting

bagi

kehidupan

manusia, karena tanpa ilmu pengetahuan manusia tidak akan


bisa

melakukan

pengetahuan

apa-apa.

adalah

hal

Dapat

dikatan

yang

paling

bahwa
pokok

ilmu
dalam

keberlangsungan hidup manusia. Dengan ilmu pengetahuan


manusia dapat menciptakan benda-benda yang dapat digunakan
untuk mempermudah aktifitas manusia.Ilmu pengetahuan juga
bisa dikatakan sebagai alat untuk memperoleh sesuatu karena
dalam semua proses yang dilakukan manusia memerlukan
pengetahuan.
Suatu

negara

dapat

dilihat

kesejahteraannya

dari

penguasaan ilmu pengetahuan warganya. Apabila suatu negara


dapat memanfaatkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya, maka
negara tersebut pandai memanfaatkan sumber daya alam yang
dimiliki. Dan akan berkembang menjadi negara maju. Semua
kebutuhan rakyatnya dapat terpenuhi tanpa memasok dari
negara lain.
D. Menumbuhkan Sikap Positif Selalu Mencari Ilmu
Perkataan

ilmu

disini

bermakna

semua

cabang

pengetahuan tanpa mengecualikan salah satu diantaranya. Ia


mencangkup studi yang berhubungan dengan alam semesta
serta subjek yang berhubungan dengannya, termasuk ilmu-ilmu
pengetahuan modern seperti biologi, kimia, fisika, geologi dan
sebagainya. Kitab suci Al-Quran, mengangkat harkat ilmu-ilmu

17

tersebut dan mendorong manusia agar mempelajarinya untuk


kepentingan bersama.12
Rujukan yang paling menakjubkan dan fakta yang paling
penting mengenai dorongan mencari ilmu ialah ayat-ayat yang
turun paling awal. Pada hakikatnya, bagian permulaan dari
Wahyu menjadi pertanda bagi fajar ilmu pengetahuan dan
pelopor pemberi kedudukan terhormat kepadanya. Ayat yang
pertama kali turun itu berbunyi demikian,

Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang


Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah, Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang
mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar
kepada manusia apa yang (manusia) tidak ketahui. (Q. S. Al
Alaq: 1-5)

)
Jadilah

engkau

orang

yang

bisa

membaca

berkat

kekuasaan dan kehendak Allah yang telah menciptakanmu.


Sebelum

itu

beliau

tidak

pandai

membaca

dan

menulis.

Kemudian datang perintah Illahi agar beliau membaca, sekalipun


tidak

bisa

menulis.

Dan Allah menurunkan sebuah

kitab

kepadanya untuk dibaca, sekalipun ia tidak bisa menulisnya.


Kesimpulannya

adalah

bahwa

sesungguhnya

zat

yang

12 Muhammad Jamaluddin El Fandy, Al Quran Tentang Alam Semesta, (Jakarta:


AMZAH, 2008,) hlm. 1.
18

menciptakan makhluk mampu membuatmu bisa membaca,


sekalipun ia tidak bisa menulisnya. Kemudian Allah menjelaskan
proses kejadian makhluk melalui firman-Nya :

) )
Sesungguhnya zat yang menciptakan manusia, sehingga
menjadi makhlukNya yang paling mulia ia menciptakannya dari
segumpal

darah

(alaq).

kemampuan

menguasai

kepentingan

umat

Kemudian
apa

manusia.

membekalinya

yang
Oleh

ada

padanya

sebab

itu

zat

dengan
untuk
yang

menciptakan manusia, mampu menjadikan manusia yang paling


sempurna

yaitu

Nabi

Muhammad

SAW

bisa

membaca,

sekalipun beliau belum pernah belajar membaca. Kesimpulannya


adalah sesungguhnya zat yang menciptakan manusia dari
segumpal darah, kemudian membekalinya dengan kemampuan
berpikir, sehingga bisa menguasai seluruh makhluk bumi
mampu pula menjadikan Muhammad SAW bisa membaca,
sekalipun beliau tidak pernah belajar membaca dan menulis.

) (
Kerjakan apa yang Aku perintahkan, yaitu membaca.
Perintah ini diulang-ulang, sebab membaca tidak akan bisa
meresap ke dalam jiwa, melainkan setelah berulang-ulang dan
dibiasakan. Berulang-ulangnya perintah Illahi berpengertian
sama dengan berulang-ulangnya membaca. Dengan demikian
maka membaca itu merupakan bakat nabi saw. Perhatikan
firman Allah berikut ini.


Artinya: Kami akan membacakan (Al-Quran) kepadamu
(Muhammad) maka kamu tidak akan lupa. (Al-Ala: 6).
Kemudian

Allah

menyingkirkan

halangan

yang

dikemukakan oleh Muhammad SAW kepada malaikat jibril, yaitu


19

tatkala

malaikat berkata

kepadanya,

Bacalah!

Kemudian

Muhammad menjawab, Saya tidak bisa membaca. Artinya,


saya ini buta huruf tidak bisa membaca dan menulis. Untuk itu
Allah berfirman :
)

Tuhanmu Maha Pemurah kepada orang yang memohon


pemberianNya.
kepandaian

bagiNya

membaca

amat

mudah

kepadamu,

menganugerahkan

berkat

kemurahanNya.

Kemudian Allah menambahkan ketentraman hati nabi saw atas


berkat yang baru ia miliki melalui firmanNya :

) )
Yang menjadikan pena sebagai sarana berkomunikasi antar
sesama manusia, sekalipun letaknya saling berjauhan. Dan ia
tak ubahnya lisan yanng bicara. Qalam atau pena, adalah benda
mati yang tidak bisa memberikan pengertian. Oleh sebab itu Zat
Yang Menciptakan benda mati bisa menjadi alat komunikasi
sesungguhnya tidak ada kesulitan bagiNya menjadikan dirimmu
(Muhammad) bisa membaca dan memberi penjelasan serta
pengajaran. Apalagi engkau adalah manusia yang sempurna.
Di sini Allah menyatakan bahwa diriNyalah yang telah
menciptakan manusia dari alaq, kemudian mengajari manusia
dengan perantaraan qalam. Dengan itu agar manusia menyadari
bahwa dirinya diciptakan dari sesuatu yang hina, hingga ia
mencapai

kesempurnaan

kemanusiaannya

dengan

pengetahuannya tentang hakekat segala sesuatu. Seolah-olah


ayat ini mengatakan, Renungkanlah wahai manusia! Kelak
engkau akan menjumpai dirimu telah berpindah dari tingkatan
yang paling rendah dan hina, kepada tingkatan yang paling
mulia. Demikian itu tentu ada kekuatan yang mengaturnya dan
kekuasaan yanng menciptakan kesemuanya dengan baik.
Kemudian

Allah

menambahkan

20

penjelasanNya

dengan

mennyebutkan

nikmat-nikmatNya

kepada

manusia

melalui

firmanNya :

Sesungguhnya

Zat

Yang

Memerintahkan

rasul-Nya

membaca, Dia-lah yang mengajarkan berbagai ilmu yang


dinikmati oleh umat manusia, sehingga manusia berbeda dari
makhluk lainnya. Pada mulanya manusia itu bodoh, ia tidak
mengetahui

apa-apa.

mengajarimu

Lalu

apakah

(Muhammad)

mengherankan

membaca

dan

jika

Ia

mengajarimu

berbagai ilmu selain membaca, sedangkan engkau memiliki


bakat untuk menerimanya ?
Ayat ini merupakan dalil yang menunjukkan tentang
keutamaan membaca, menulis, dan ilmu pengetahuan. Sungguh
jika tidak ada qalam, maka anda tidak akan bisa memahami
berbagai ilmu pengetahuan, tidak akan bisa menghitung jumlah
pasukan tentara, semua agama akan hilang, manusia tidak akan
mengetahui kadar pengetahuan manusia terdahulu, penemuanpenemuan dan kebudayaan mereka. Dan jika tidak ada qalam,
maka sejarah orang-orang terdahulu tidak akan tercatat baik
yang mencoreng wajah sejarah maupun yang menghiasinya.
Dan ilmu pengetahuan mereka tidak akan bisa dijadikan
penyuluh

bagi

generasi

berikutnya.

Dan

dengan

qalam

bersandar kemajuan umat dan kreatifitasnya.


Dalam ayat ini terkandung pula bukti yang menunjukan
bahwa Allah yang menciptakan manusia dalam keadaan hidup
dan

berbicara

dari

sesuatu

yang

tidak

ada

tanda-tanda

kehidupan padanya, tidak berbicara serta tidak ada rupa dan


bentuknya secara jelas. Kemudian Allah mengajari manusia ilmu
yang paling utama, yaitu menulis dan menganugerahkannya

21

ilmu pengetahuan, sebelum itu ia belum mengetahui apapun


juga. Sungguh mengherankan kelalaianmu, wahai manusia.13
Dalam ayat Al-Alaq ini dapat diketahui perintah Allah SWT
kepada manusia untuk menuntut ilmu, dan dijelaskan pula
sarana yang digunakan untuk menuntut ilmu yaitu kalam.
Mencari ilmu adalah sebuah kewajiban bagi umat manusia
dan mengamalkannya juga merupakan ibadah. Semakin tinggi
ilmu yang dikuasai, semakin takut pula kepada Allah SWT
sehingga dengan sendirinya akan mendekatkan diri kepada-Nya.
Adapun dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Musa Al-Asyari radhiyallahu 'anhu, Rasulullah SAW bersabda:
"Perumpamaan apa yang aku bawa dari petunjuk dan ilmu
adalah seperti air hujan yang banyak yang menyirami bumi,
maka di antara bumi tersebut terdapat tanah yang subur,
menyerap air lalu menumbuhkan rumput dan ilalang yang
banyak. Dan di antaranya terdapat tanah yang kering yang
dapat menahan air maka Allah memberikan manfaat kepada
manusia dengannya sehingga mereka bisa minum darinya,
mengairi tanaman dengannya dan bercocok tanam dengan
airnya. Dan air hujan itu pun ada juga yang turun kepada
tanah/lembah yang tandus, tidak bisa menahan air dan tidak
pula menumbuhkan rumput-rumputan. Itulah perumpamaan
orang yang memahami agama Allah dan orang yang mengambil
manfaat dengan apa yang aku bawa, maka ia mengetahui dan
mengajarkan ilmunya kepada yang lainnya, dan perumpamaan
orang yang tidak perhatian sama sekali dengan ilmu tersebut
dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku diutus dengannya."
(HR. Al-Bukhariy)
Di

dalam

Nabi SAW agar

hadits

ini

bersemangat

beliau SAW memberikan

terdapat
untuk

perumpamaan

pengarahan

mencari
terhadap

ilmu,
apa

dari
yaitu
yang

13 Ahmad Musyafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Karya toha


Putra, 1993), hlm. 346-349
22

beliau bawa, yaitu hujan yang menyeluruh di mana manusia


mengambil

dan

memenuhi

memanfaatkan
kebutuhan

air

hujan

tersebut

mereka.

untuk

Kemudian

beliau SAWmenyerupakan orang yang mendengar ilmu dengan


bumi/tanah yang bermacam-macam dimana air hujan (ilmu)
turun padanya:
1. Di antara mereka ada orang yang berilmu, beramal dan
mengajarkan ilmunya kepada yang lainnya, maka orang ini
seperti tanah yang baik, yang menyerap air lalu memberikan
manfaat pada dirinya dan menumbuhkan tanaman dan
rumput-rumputan sehingga memberikan manfaat bagi yang
lainnya.
2. Di antara mereka ada yang mengumpulkan ilmu yang dia
sibuk dengannya, di mana ilmu tersebut dimanfaatkan pada
masanya dan masa setelahnya dalam keadaan dia belum bisa
mengamalkan sebagian darinya atau belum bisa memahami
apa yang dia kumpulkan, akan tetapi dia sampaikan kepada
yang lainnya, maka orang ini seperti tanah yang menahan air
sehingga manusia dapat mengambil manfaat darinya.
3. Dan di antara mereka ada orang yang mendengar ilmu tetapi
tidak menghafalnya, tidak beramal dengannya dan tidak pula
menyampaikannya kepada yang lainnya, maka orang ini
seperti tanah lumpur atau tanah tandus yang tidak dapat
menerima/menampung air.
Kelompok
tersebut

kelak

pertama
akan

dan

kedua

dikumpulkan

dalam
menjadi

perumpamaan
satu

karena

kebersamaan mereka dalam memanfaatkan ilmu yang mereka


miliki walaupun derajat kemanfaatannya bertingkat-tingkat. Dan
kelompok ketiga yang tercela akan dipisahkan dari kelompok
satu dan dua karena tidak adanya kemanfaatan darinya. (Fathul
Baarii 1/177)14

14 http://fdawj.atspace.org/awwb/th3/20.htm, diaksespadatanggal 4 Juni 2015 pukul


16.41 WIB
23

Dan tidak diragukan lagi bahwasanya terdapat perbedaan


yang besar antara orang yang mencari ilmu lalu memberikan
manfaat pada dirinya dan orang lain dengan orang yang rela
dengan kebodohan dan hidup dalam kegelapannya sehingga dia
tidak mendapat bagian sedikit pun dari warisannya para Nabi.
Adapun hal ini diperkuat oleh firman Allah SWT yang berbunyi:


Artinya: Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin
itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi
dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
(Q.S. At Taubah: 122)
Orang-orang yang beriman tidak wajib pergi semua untuk
berjihad atau menuntut ilmu, dan meninggalkan negeri mereka
dalam keadaan kosong. Tapi harus tetap ada yang tinggal disana
dan satu kelompok lagi yang keluar menuntut ilmu yang
bermanfaat. Apabila mereka kembali ke kampung halaman,
mereka wajib mengajarkan ilmu yang diperoleh kepada kaumnya
yang tidak ikut menuntut ilmu. Mereka harus memberikan
pemahaman kepada kaumnya tentang agama Allah SWT,
memperingatkan mereka akan bahaya maksiat dan melanggar
perintah-Nya. Menyerukan supaya mereka bertakwa kepada

24

Tuhan mereka dengan mengamalkan kitab-Nya dan sunnah Nabi


SAW.15

BAB III
PENUTUP
15 Aidh Al Qorni, Tafsir Muyassar Jilid 2, (Jakarta: Qisthi Press, 2007), hlm. 165
25

A.

KESIMPULAN
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi peran akal dalam
mengenal hakikat segala sesuatu. Begitu pentingnya peran akal,
sehingga bahkan dikatakan bahwa tak ada agama bagi orang yang
tak berakal, dengan akal yang telah sempurna itulah maka Islam
diturunkan ke alam semesta.
Allah akan meninggikan tempat bagiorang-orang yang
berilmu disurganya dan menjadikan mereka di dalam surga
termasuk

orang-orangyang

berbakti

tanpa

kekhwatiran

dan

kesedihan.
Ilmu pengetahuan sangat penting bagi kehidupan manusia,
karena tanpa ilmu pengetahuan manusia tidak akan bisa melakukan
apa-apa.
Mencari ilmu adalah sebuah kewajiban bagi umat manusia
dan mengamalkannya juga merupakan ibadah. Semakin tinggi ilmu
yang dikuasai, semakin takut pula kepada Allah SWT sehingga
dengan sendirinya akan mendekatkan diri kepada-Nya.
B. PENUTUP
Demikian makalah ini penyusun buat, penyusun mohon maaf apabila dalam
pembuatan makalah ini terdapat kekurangan. Penyusun meminta kritik dan saran dari
pembaca demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

26

Anda mungkin juga menyukai