153569
Latar Belakang
Morbiditas gangguan bipolar membuat kita perlu untuk meningkatkan deteksi dan
pengenalan akan penyakit ini. Tidak ada tanggapan mengenai perlunya deteksi pada
gangguan kepribadian ambang. Pengalaman klinik menunjukkan bahwa gangguan
kepribadian ambang sama jeleknya dengan gangguan bipolar, namun tidak ada studi yang
secara langsung membandingkan antara keduanya.
Tujuan
Untuk membandingkan level morbiditas psikososial dari pasien gangguan bipolar
dengan gangguan kepribadian ambang.
Metode
Pasien diperiksa dengan wawancara semi-struktural. Kami membandingkan 307
pasien yang didiagnosis berdasarkan DSM-IV dengan gangguan kepribadian ambang tanpa
gangguan bipolar dan 236 pasien dengan gangguan bipolar tanpa gangguan kepribadian
ambang.
Hasil
Pasien dengan gangguan kepribadian ambang lebih sedikit yang merupakan lulusan
universitas, didiagnosa dengan lebih banyak gangguan komorbid, lebih sering mempunyai
riwayat penggunaan zat, dilaporkan memiliki keinginan untuk bunuh diri pada waktu
evaluasi, lebih sering memiliki percobaan bunuh diri, dilaporkan memiliki fungsi sosial yang
lebih rendah dan dinilai memiliki skor Global Assessment of Functioning (GAF) lebih
rendah. Tidak ada perbedaan antara kedua grup pasien pada riwayat masuk rumah sakit
psikiatri atau waktu yang hilang untuk pekerjaan selama 5 tahun terakhir.
Kesimpulan
Tingkat morbiditas psikososial pada gangguan kepribadian ambang dinilai sama
besarnya dengan (atau lebih besar daripada) yang dialami pasien dengan gangguan bipolar.
Dari sudut pandang kesehatan masyarakat, keinginan untuk meningkatkan deteksi dan
penanganan dari gangguan kepribadian ambang mungkin sama pentingnya dengan
peningkatan pemahaman dan penanganan gangguan bipolar.
Peminatan
Tidak ada
Hak cipta
The Royal College of Psychiatrists 2015
perbedaan yang ditemukan antara pasien dengan depresi bipolar dan depresi dengan
gangguan kepribadian ambang. Pada laporan kedua dari proyek MIDAS, sekali lagi
difokuskan pada pasien yang sedang dalam episode depresi mayor pada waktu pemeriksaan,
pasien dengan gangguan bipolar tipe 2 lebih jarang memiliki keinginan bunuh diri, dinilai
lebih tinggi pada penilaian Global Assessment of Functioning (GAF) dan memiliki fungsi
sosial yang lebih baik dibandingkan dengan pasien depresi dengan gangguan kepribadian
ambang.19 Karenanya, kedua studi menyimpulkan bahwa morbiditas psikososial pada pasien
depresi dengan gangguan kepribadian ambang dinilai sama besarnya dengan atau lebih besar
daripada morbiditas psikososial pasien depresi bipolar.
Studi ini terbatas pada fraksi fraksi pasien yang didiagnosa dengan gangguan ini, dan
hanya terbatas pada beberapa variabel. Pada laporan dari proyek MIDAS, kami mempelajari
semua pasien dengan diagnosa gangguan bipolar atau gangguan kepribadian ambang (tidak
hanya mereka yang berada pada episode depresi) dengan indikator multipel dari morbiditas
psikososial, termasuk di dalamnya keinginan bunuh diri, riwayat masuk rumah sakit, fungsi
sosial dan global, pengenyaman pendidikan, morbiditas diagnostik dan tidak bekerjanya
mereka karena kelainan psikis. Kami memprediksi bahwa tingkatan morbiditas psikososial
pasien dengan gangguan kepribadian ambang akan sama besarnya dengan pasien dengan
gangguan bipolar.
Metode
Proyek MIDAS Pulau Rhode merepresentasikan integrasi dari metodologi penelitian
ke pelayanan rawat jalan berbasis-komunitas yang dikaitkan dengan pusat pendidikan
kedokteran. Suatu evaluasi diagnostik yang komprehensif dilakukan untuk penanganan.
Kelompok praktek privat ini kebanyakan memberlakukan pembayaran biaya medis bagi
individu dengan asuransi medis (termasuk Medicare namun bukan Medicaid) suatu
pembayaran berbasis servis, dan hal ini berbeda dengan klinik pelayanan rawat jalan
pelatihan residen yang lebih banyak melayani orang-orang dengan ekonomi rendah, tidak
memiliki asuransi dan pasien lainnya. Data pada sumber rujukan tercatat sebanyak 2000
pasien pada studi ini. Pasien-pasien ini kebanyakan dirujuk dari dokter layanan primer
(29.7%), psikoterapi (17.4%) dan anggota keluarga atau teman (17.7%). Institusi dewan
komite peninjau Rumah Sakit Pulau Rhode telah menyetujui protokol penelitian ini dan
semua pasien diberikan informed consent tertulis.
3
Sampel yang diperiksa pada penelitian ini diambil dari 3800 pasien rawat jalan
psikiatri dan dievaluasi dengan wawancara diagnostik semi-struktural. Pasien diwawancarai
dengan pemberi diagnosa yang menggunakan versi yang dimodifikasi dari Structural
Clinical Interview for DSM-IV (SCID) dan gangguan kepribadian ambang dari Structured
Intervied for DSM-IV Personality (SIDP-IV).20,21 Kami mengekslusikan 83 pasien yang
didiagnosa dengan kedua diagnosa tersebut yaitu gangguan kepribadian ambang dan
gangguan bipolar. Gangguan kepribadian ambang tidak diperiksa pada awal proyek MIDAS,
dan hal ini menyebabkan eksklusi dari 12 pasien yang tadinya didiagnosa dengan gangguan
bipolar karena mereka mungkin memiliki gangguan kepribadian ambang. Hal ini
menyebabkan jumlah sampel yang tersisa sebanyak 307 pasien gangguan kepribadian
ambang dan 236 pasien dengan gangguan bipolar (tipe 1, n = 92; tipe 2, n = 113; tidak
tergolongkan, n = 31). 532 pasien terdiri atas 192 orang (35.4%) adalah pria dan 351 orang
(64.6%) adalah wanita, umur berkisar 18-75 tahun (rata-rata 34.8 tahun, s.d. = 12.1). Sekitar
sepertiga partisipan telah menikah (30.4%, n = 165); sisanya bujangan (41.9%, n = 228),
cerai hidup (14.5%, n = 79), berpisah (5.2%, n = 28), janda/duda (0.4%, n = 2) atau telah
hidup bersama seperti telah menikah (7.6%, n = 41). Sekitar dua pertiga pasien mengenyam
pendidikan lebih tinggi daripada sekolah menengah atas (SMA) (69.6%, n = 378), meskipun
hanya seperempat yang lulus dari bangku kuliah empat tahun (24.5%, n = 133). Sampe terdiri
dari 87.3% (n = 474) ras kulit putih, 5.5% (n = 30) kulit hitam, 2.8% (n = 15) Hispanik, 1.1%
(n = 6) Asia dan 3.3% (n = 18) berasal dari ras lainnya atau memiliki latar belakang etnis
campuran.
Dalam wawancara ini dimasukkan beberapa item dari Schedule for Affective
Disorders and Schizophrenia (SADS),22 di mana salah satunya memeriksa banyaknya waktu
yang tersita dari pekerjaan karena alasan psikiatri dalam 5 tahun belakangan. Item ini diberi
rating sebagai berikut: 0, tidak bekerja sama sekali karena diharapkan tidak datang bekerja
sama sekali (pensiun, mahasiswa, pekerja rumah tangga, sakit secara fisik atau karena sebab
lain yang tidak berkaitan dengan psikopatologi); 1, hampir tidak memiliki waktu sama sekali
atau tidak dapat bekerja namun tidak berkaitan dengan psikopatologi; 2, hanya beberapa hari
hingga 1 bulan; 3, hingga 6 bulan; 4, hingga 1 bulan; 5, hingga 2 tahun; 6, hingga 3 tahun; 7,
hingga 4 tahun; 8, hingga 5 tahun; 9, tidak bekerja sama sekali karena alasan yang berkaitan
dengan psikopatologi. Sekitar pertengahan jalan pada proyek ini kami mulai menanyakan
pasien apabila mereka telah menerima pembayaran kecacatan karena penyakit psikiatri
mereka selama 5 tahun sebelum evaluasi. Informasi ini didapatkan dari 294 dari 543 pasien
4
yang termasuk dalam analisis kami (gangguan kepribadian ambang n = 160, gangguan
bipolar n = 134). Pertanyaan-pertanyaan mengenai waktu yang hilang untuk pekerjaan dan
disabilitas dimasukkan sejak awal wawancara, sebelum menanyakan hal-hal yang berkaitan
dengan gangguan terkait. Dari SADS kami juga memasukkan pertanyaan mengenai pikiran
ingin bunuh diri (nilai 0 hingga 6) dan fungsi sosial saat ini (nilai 0 sampai 7). Pada
wawancara SCID/SADS dimasukkan pertanyaan berupa riwayat percobaan bunuh diri dan
riwayat masuk rumah sakit psikiatri. Untuk percobaan bunuh diri, pasien dikelompokkan
kepada belum pernah mencoba, pernah mencoba satu kali dan pernah mencoba banyak kali.
Pembuat diagnosa merupakan ahli yang terlatih dan diawasi selama proyek untuk
meminimalisasi penyimpangan diagnosa. Termasuk didalamnya psikolog dengan PhD dan
asisten penelitian dengan lulusan universitas dalam bidang ilmu sosial atau ilmu biologi.
Asisten penelitian telah menerima pelatihan 3 hingga 4 bulan dan pada 20 wawancara
pertama mereka diawasi dan pada lebih dari 20 evaluasi mereka disupervisi. Para psikolog
hanya diobservasi 5 wawancara dan dilakukan supervisi serta observasi pada 15-20 evaluasi.
Selama pelatihan, penulis senior (M.Z) menemui masing-masing pembuat diagnosa untuk
melihat interpretasi masing-masing pertanyaan pada SCID. Selain itu juga selama pelatihan,
setiap wawancara ditinjau kembali setiap pertanyaan oleh pembuat diagnosa senior, dan oleh
M.Z. yang meninjau kasus dengan pewawancara. Pada akhir periode pelatihan, para pembuat
diagnosa diharapkan dapat memenuhi semua, atau hampir semua yang diharapkan oleh
pembuat diagnosa senior pada lima evaluasi berturut-turut. Selama proyek MIDAS
berlangsung, supervisi dilakukan terus menerus setiap minggu dengan diadakan pertemuan
yang melibatkan semua anggota tim. Sebagai tambahan, setiap kasus ditinjau kembali oleh
M.Z. Reliabilitasnya diperiksa dari 65 pasien. Sekumpulan desain wawancara digunakan di
mana satu pembuat diagnosa mengobservasi pembuat diagnosa lainnya yang sedang
melakukan wawancara, dan keduanya membuat rating mereka sendiri secara independen.
Reliabilitas untuk mendiagnosa gangguan bipolar (k = 0.75) dan gangguan kepribadian
ambang (k = 1.0) tergolong baik.
Analisa Statistik
Kelompok-kelompok tersebut dibandingkan dengan rata-rata uji t pada variabel yang
terdistribusi secara kontinyu. Untuk masing masing variabel dengan skala ordinal dan respons
yang condong ke satu pihak, digunakan regresi ordinal (model odds proportional). Untuk
5
Hasil
Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa kelompok pasien dengan gangguan
kepribadian ambang memiliki jumlah yang cukup signifikan untuk wanita dibandingkan
dengan kelompok gangguan bipolar. Pasien dengan gangguan kepribadian ambang secara
signifikan lebih muda, mempunyai tingkat pendidikan yang lebih rendah dan cenderung tidak
menikah dibandingkan gangguan bipolar. Setelah dilakukan pengontrolan umur dan jenis
kelamin, pasien dengan gangguan kepribadian ambang ternyata secara signifikan tidak lulus
kuliah (OR = 0.37, Wald X2 = 21.1, P < 0.001) dan tidak menikah (OR = 0.65, Wald X 2 = 4.3,
P < 0.05).
dari dua per tiga pasien dinilai 50 atau lebih rendah pada GAF, dibandingkan dengan kurang
dari setengah pasien gangguan bipolar.
Pasien dengan gangguan kepribadian ambang dilaporkan memiliki keinginan bunuh diri yang
lebih tinggi pada waktu evaluasi dan memiliki frekuensi percobaan bunuh diri yang lebih
banyak. (Tabel 2). Pasien dengan gangguan kepribadian ambang juga memiliki banyak
percobaan bunuh diri (24.1% v. 15.3%, X2 = 6.5, P < 0.01). Namun pasien dengan gangguan
kepribadian ambang lebih jarang masuk ke rumah sakit karena alasan psikiatri. Tidak ada
perbedaan pada kedua kelompok mengenai masalah waktu yang hilang untuk pekerjaan
selama 5 tahun terakhir (Tabel 2) dan kecenderungan tidak ada pekerjaan selama 5 tahun
sebelumnya berbeda namun tidak signifikan (8.1% untuk gangguan kepribadian ambang v.
11.5% untuk kelompok gangguan bipolar; X2 = 1.7, P = 0.24). Pasien dengan gangguan
bipolar lebih cenderung menerima santunan dana kesehatan psikis permanen selama 5 tahun
terakhir (20.9% v. 10.1%, X2 = 5.7, P < 0.05), di mana pasien dengan gangguan kepribadian
ambang dilaporkan menerima santunan dana temporer selama periode ini (19.0% v. 9.6%, X 2
= 4.4, P < 0.05). Pasien dengan gangguan kepribadian ambang secara signifikan dilaporkan
cenderung terganggu fungsi sosialnya (Tabel 2).
Setelah melakukan pengaturan terhadap umur dan jenis kelamin, individu dengan
gangguan kepribadian ambang tetap memiliki skor GAF yang lebih rendah ( = -5.3, t = 6.7,
P < 0.001), fungsi sosial yang lebih rendah ( = 0.64, t = 5.9, P < 0.001) dan jumlah
gangguan aksis I yang lebih banyak ( = 1.5, t = 9.0, P < 0.001) dibandingkan dengan mereka
yang memiliki gangguan bipolar. Pasien dengan gangguan kepribadian ambang tetap
memiliki kecenderungan untuk memiliki riwayat penyalahgunaan alkohol (OR = 2.32, Wald
X^2 = 19.4, P < 0.001) dan penyalahgunaan zat (OR = 1.49, Wald X2 = 4.7, P = 0.03). Tidak
7
ada perbedaan signifikan antara kedua kelompok mengenai kecenderungan masuk rumah
sakit psikiatri (OR = 0.78, P = 0.17), tidak bekerja dalam waktu yang lama (OR = 0.87, P =
0.66) atau jumlah waktu pekerjaan yang hilang selama 5 tahun terakhir ( = -0.06, t = 0.28, P
= 0.78). Individu dengan gangguan bipolar lebih sering menerima santunan dana kesehatan
permanen pada 5 tahun terakhir sebelum penilaian (OR = 0.50, P = 0.07), dimana mereka
dengan gangguan kepribadian ambang tetap secara signifikan menerima santunan kesehatan
temporer (OR = 2.4, P = 0.03). Mereka dengan gangguan bipolar juga tetap memiliki jumlah
kumulatif keinginan bunuh diri yang lebih besar (OR = 3.23, P < 0.001) dan percobaan bunuh
diri yang juga lebih besar (OR = 2.49, P = 0.002). Karenanya perbedaan demografik antara
kedua kelompok tidak membedakan hasil dari perbandingan morbiditas psikososial antara
kelompok gangguan kepribadian ambang dan kelompok gangguan bipolar.
Diskusi
Penelitian ini merupakan studi perbandingan pasien dengan gangguan kepribadian
ambang dengan gangguan bipolar. Kami menemukan tingkat keterbatasan pada pasien
dengan gangguan kepribadian ambang sama besarnya atau lebih besar dari yang dialami oleh
pasien dengan gangguan bipolar. Pasien-pasien dengan gangguan kepribadian ambang,
didiagnosa dengan lebih banyak gangguan komorbid, lebih banyak memiliki riwayat
gangguan penggunaan zat, dilaporkan lebih sering memiliki keinginan bunuh diri, lebih
sering memiliki riwayat percobaan bunuh diri, dilaporkan mempunyai fungsi sosial yang
lebih jelek dan memiliki GAF yang lebih rendah. Kelompok-kelompok tersebut tidak berbeda
dalam hal jumlah waktu tidak memiliki pekerjaan atau jumlah waktu tidak bekerja karena
alasan psikiatri; namun, pasien dengan gangguan bipolar lebih sering mendapatkan santunan
permanen dan pasien dengan gangguan kepribadian ambang lebih sering mendapatkan
santunan kesehatan temporer. Kemungkinan para pasien dengan gangguan kepribadian
ambang lebih sering mendapatkan konflik interpersonal yang berkaitan dengan pekerjaan,
atau mengalami perasaan yang meluap-luap dalam periode singkat karena sebab konflik lain
dari pekerjaan dan stres dalam kehidupan, yang menyebabkan mereka harus meninggalkan
pekerjaan sementara dan menghasilkan disabilitas temporer yang lebih tinggi. Meskipun
tingkat kecacatan kerja persisten dan kroniknya sama, pasien dengan gangguan bipolar lebih
berhasil mendapatkan santunan dana kesehatan dibandingkan pasien dengan gangguan
kepribadian ambang. Konsisten dengan hipotesis yang menyatakan bahwa gangguan bipolar
lebih sering terfasilitasi dan mendapatkan santunan kesehatan, kami melaporkan bahwa
8
lewat ada beberapa usaha yang dilakukan untuk mengenali gangguan bipolar pada pasien
depresi seperti yang telah ditunjukkan pada artikel-artikel sebelumnya.27,31,44-47 Kita dapat
bertanya apakah hal ini meningkatkan pengenalan akan gangguan bipolar, sebanyak yang
telah didanai oleh industry farmasi, yang berupaya meningkatkan diagnosis yang lebih akurat
dan pengenalan akan signifikansi kesehatan masyarakat mengenai gangguan kepribadian
ambang. Selain itu, konsekuensi potensi dari kampanye untuk meningkatkan pengenalan akan
gangguan bipolar telah menjadi penyebab overdiagnosisnya (dan overtreatment) pada pasien
dengan gangguan kepribadian ambang. Overdiagnosis gangguan bipolar hingga kelalaian
pada pasien gangguan kepribadian ambang mungkin menjadi masalah yang bahkan lebih
besar lagi di masa yang akan datang bila usaha untuk memperlebar batasan gangguan bipolar
dilakukan.48-50 Usaha ini dapat menyebabkan gangguan kepribadian ambang diletakkan di
bawah spektrum bipolar.10,51
sendiri dengan catatan pekerjaan pasien telah ditemukan korelasi dengan derajat yang tinggi
dibandingkan pemeriksaannya,52 tidak ada studi yang memeriksa keakuratan dari laporan
pasien pribadi selama periode lebih dari 5 tahun. Suatu studi prospektif dari morbiditas
okupasional dan layanan kesehatan telah dijamin. Lebih dari itu, kami memeriksa ketidak
hadiran kerja, dan tidak mengevaluasi gangguan performa pada pekerjaan.
Akhirnya, beberapa orang mungkin tidak setuju untuk menyatukan pasien dengan
gangguan bipolar yang berbeda subtipenya ke dalam satu kelompok yang sama dan
membandingkannya dengan gangguan kepribadian ambang. Subtipe gangguan bipolar sangat
tergantung atas keparahan gangguan fungsinya; karena itu, sangat tidak layak untuk
membandingkan masing-masing subtipe gangguan bipolar dengan gangguan kepribadian
ambang dan kemudian mencoba menarik kesimpulan mengenai morbiditas psikososial yang
berkaitan dengan masing-masing gangguan. Selain itu, studi seperti studi Global Burden of
Disease mendeskripsikan morbiditas berkaitan dengan gangguan bipolar secara menyeluruh,
bukannya dipisah-pisah tiap subtipe.
Mark Zimmerman, MD, William Ellison, PhD, Theresa A. Morgan, PhD, Diane Young, PhD,
Iwona Chelminski, PhD, Kristy Dalrymple, PhD, Departemen Psikiatri dan Perilaku
Manusia, Fakultas Kedokteran Universitas Brown, Providence, Rhode Island, USA
Correspondence: Dr Mark Zimmerman, 146 West River Street, Providence, RI 02904, USA.
Email: mzimmerman@lifespan.org
Diterima tanggal 10 Juli 2014, Revisi akhir 7 Oktober 2014, diterima tanggal 2 November
2014
Daftar Pustaka
1 Bryant-Comstock L, Stender M, Devercelli G. Health care utilization and costs among privately insured
patients with bipolar I disorder. Bipolar Disord 2002; 4: 398405.
2 Kent S, Fogarty M, Yellowlees P. A review of studies of heavy users of psychiatric services. Psychiatr Serv
1995; 46: 124753.
3 Isometsa ET, Henriksson MM, Aro HM, Lonnqvist JK. Suicide in bipolar disorder in Finland. Am J Psychiatry
1994; 151: 10204.
4 Angst F, Stassen HH, Clayton PJ, Angst J. Mortality of patients with mood disorders: follow-up over 3438
years. J Affect Disord 2002; 68: 16781.
11
5 Ruggero CJ, Chelminski I, Young D, Zimmerman M. Psychosocial impairment associated with bipolar II
disorder. J Affect Disord 2007; 104: 5360.
6 Kessler RC, Akiskal HS, Ames M, Birnbaum H, Greenberg P, Hirschfeld RM, et al. Prevalence and effects of
mood disorders on work performance in a nationally representative sample of U.S. workers. Am J Psychiatry
2006; 163: 15618.
7 Morgan VA, Mitchell PB, Jablensky AV. The epidemiology of bipolar disorder: sociodemographic, disability
and service utilization data from the Australian National Study of Low Prevalence (Psychotic) Disorders.
Bipolar Disord 2005; 7: 32637.
8 Pompili M, Girardi P, Ruberto A, Tatarelli R. Suicide in borderline personality disorder: a meta-analysis. Nord
J Psychiatry 2005; 59: 31924.
9 Zanarini MC, Jacoby RJ, Frankenburg FR, Reich DB, Fitzmaurice G. The 10-year course of social security
disability income reported by patients with borderline personality disorder and axis II comparison subjects. J
Pers Disord 2009; 23: 34656.
10 Smith DJ, Muir WJ, Blackwood DH. Is borderline personality disorder part of the bipolar spectrum? Harv
Rev Psychiatry 2004; 12: 1339.
11 Antoniadis D, Samakouri M, Livaditis M. The association of bipolar spectrum disorders and borderline
personality disorder. Psychiatr Q 2012; 83: 44965.
12 Coulston CM, Tanious M, Mulder RT, Porter RJ, Malhi GS. Bordering on bipolar: the overlap between
borderline personality and bipolarity. Aust NZ J Psychiatry 2012; 46: 50621.
13 Paris J. Borderline or bipolar? Distinguishing borderline personality disorder from bipolar spectrum
disorders. Harv Rev Psychiatry 2004; 12: 1405.
14 Sripada CS, Silk KR. The role of functional neuroimaging in exploring the overlap between borderline
personality disorder and bipolar disorder. Curr Psychiatry Rep 2007; 9: 405.
15 Ghaemi SN, Dalley S, Catania C, Barroilhet S. Bipolar or borderline: a clinical overview. Acta Psychiatr
Scand 2014; 130: 99108.
16 Bayes A, Parker G, Fletcher K. Clinical differentiation of bipolar II disorder from borderline personality
disorder. Curr Opin Psychiatry 2014; 27: 1420.
17 Zimmerman M, Morgan TA. The relationship between borderline personality disorder and bipolar disorder.
Dialogues Clin Neurosci 2013; 15: 15569.
18 Zimmerman M, Galione JN, Chelminski I, Young D, Dalrymple K, Ruggero CJ. Sustained unemployment in
psychiatric outpatients with bipolar disorder: frequency and association with demographic variables and
comorbid disorders. Bipolar Disord 2010; 12: 7206.
19 Zimmerman M, Martinez JH, Morgan TA, Young D, Chelminski I, Dalrymple K. Distinguishing bipolar II
depression from major depressive disorder with comorbid borderline personality disorder: demographic,
clinical, and family history differences. J Clin Psychiatry 2013; 74: 8806.
20 First MB, Spitzer RL, Gibbon M, Williams JBW. Structured Clinical Interview for DSM-IV Axis I Disorders
Patient Edition (SCID-I/P, version 2.0). Biometrics Research Department, New York State Psychiatric
Institute, 1995.
21 Pfohl B, Blum N, Zimmerman M. Structured Interview for DSM-IV Personality. American Psychiatric Press,
1997.
12
22 Endicott J, Spitzer RL. A diagnostic interview: the Schedule for Affective Disorders and Schizophrenia. Arch
Gen Psychiatry 1978; 35: 83744.
23 Zimmerman M, Ruggero CJ, Chelminski I, Young D. Psychiatric diagnoses in patients previously
overdiagnosed with bipolar disorder. J Clin Psychiatry 2010; 71: 2631.
24 Zimmerman M, Galione JN, Ruggero CJ, Chelminski I, Dalrymple K, Young D. Overdiagnosis of bipolar
disorder and disability payments. J Nerv Ment Dis 2010; 198: 4524.
25 Angst J. Do many patients with depression suffer from bipolar disorder? Can J Psychiatry 2006; 51: 35.
26 Angst J, Azorin JM, Bowden CL, Perugi G, Vieta E, Gamma A, et al. Prevalence and characteristics of
undiagnosed bipolar disorders in patients with a major depressive episode: the BRIDGE Study. Arch Gen
Psychiatry 2011; 68: 7918.
27 Bowden CL. Strategies to reduce misdiagnosis of bipolar depression. Psychiatr Serv 2001; 52: 515.
28 Ghaemi SN, Ko JY, Goodwin FK. Cades disease and beyond: misdiagnosis, antidepressant use, and a
proposed definition for bipolar spectrum disorder. Can J Psychiatry 2002; 47: 12534.
29 Ghaemi S, Sachs G, Chiou A, Pandurangi A, Goodwin F. Is bipolar disorder still underdiagnosed? Are
antidepressants overutilized? J Affect Disord 1999;
52: 13544.
30 Hantouche EG, Akiskal HS, Lancrenon S, Allilaire JF, Sechter D, Azorin JM, et al. Systematic clinical
methodology for validating bipolar-II disorder: data in mid-stream from a French national multi-site study
(EPIDEP). J Affect Disord 1998; 50: 16373.
31 Hirschfeld RM. Bipolar spectrum disorder: improving its recognition and diagnosis. J Clin Psychiatry 2001;
62 (suppl 14): 59.
32 Hirschfeld RM, Lewis L, Vornik LA. Perceptions and impact of bipolar disorder: how far have we really
come? Results of the national depressive and manic-depressive association 2000 survey of individuals with
bipolar disorder. J Clin Psychiatry 2003; 64: 16174.
33 Angst J, Adolfsson R, Benazzi F, Gamma A, Hantouche E, Meyer TD, et al. The HCL-32: towards a selfassessment tool for hypomanic symptoms in outpatients. J Affect Disord 2005; 88: 21733.
34 Ghaemi SN, Miller CJ, Berv DA, Klugman J, Rosenquist KJ, Pies RW. Sensitivity and specificity of a new
bipolar spectrum diagnostic scale. J Affect Disord 2005; 84: 2737.
35 Hirschfeld R, Williams J, Spitzer R, Calabrese J, Flynn L, Keck P, et al. Development and validation of a
screening instrument for bipolar spectrum disorder: the Mood Disorder Questionnaire. Am J Psychiatry
2000; 157: 18735.
36 Parker G, Fletcher K, Barrett M, Synnott H, Breakspear M, Hyett M, et al. Screening for bipolar disorder: the
utility and comparative properties of the MSS and MDQ measures. J Affect Disord 2008; 109: 839.
37 Zimmerman M, Galione J. Screening for bipolar disorder with the Mood Disorders Questionnaire: a review.
Harv Rev Psychiatry 2012; 19: 21928.
38 Zanarini MC, Vujanovic AA, Parachini EA, Boulanger JL, Frankenburg FR, Hennen J. A screening measure
for BPD: the McLean Screening Instrument for Borderline Personality Disorder (MSI-BPD). J Pers Disord
2003; 17: 56873.
39 Murray C, Lopez A. The Global Burden of Disease. Harvard University Press, 1996.
13
14