Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN MENINGITIS TB
DI RUANG CEMPAKA RSU BANYUMAS
Profesi Stase Keperawatan Medikal Bedah

DISUSUN OLEH :
ERWI ROCHMA PANGESTUTI
AYU KHUZAIMAH KURNIAWATI
ARIKH RATNA PURWADI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UGM
YOGYAKARTA
2004

TINJAUAN TEORI
MENINGITIS TB
I.

TUBERKULOSIS PARU
A. DEFINISI
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis (Brunner & Suddart, 2002). Tuberkulosis adalah
penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru, dapat ditularkan
ke bagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe
(Soeparman, 1998).
B. ETIOLOGI
Agen infeksius utama adalah mycobacterium tuberculose, sejenis kuman
berbentuk batang. Spesies lain kuman ini yang dapat memberikan infeksi
pada manusia adalah Mycobacterium bovis, Mycobacterium kansasii,
Mycobacterium intracellulare.
Sifat kuman :
1. Tahan hidup pada udara kering maupun dingin (dapat tahan bertahuntahun dalam lemari es), kuman ini bersifat dormant.
2. Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak, sehingga kuman tahan
terhadap asam dan gangguan kimia serta fisik.
3. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler (dalam
sitoplasma makrofag, karena makrofag mengandung banyak lipid).
4. Bersifat aerob, yaitu menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya (Oksigen apikal paru lebih tinggi daripada bagian lain,
sehingga bagian apikal merupakan tempat prediksi penyakit TBC).
C. FAKTOR RESIKO
Cara penularannya yiautu dari orang ke orang melalui udara. saat
individu yang terinfeksi bicara, batuk, bersin, tertawa, atau bernyanyi, maka ia
melepaskan droplet.
Individu yang beresiko tinggi untuk tertular TBC :
1. Kontak dekat dengan penderita TB aktif.
2. Individu imunosupresif (lansia, penderita kanker, individu dalam terapi
kortikosteroid, penderita HIV).
3. Pengguna obat-obatan intravena dan alkoholik.
4. Individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma, tahanan,
etnik ras minoritas)
5. Individu dengan masalah kesehatan tertentu (misalnya : DM, CRF,
silikosis, pentimpangan gizi, bypass gastrektomi/yeyunoileal).
6. Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia Tenggara,
Afrika, Amerika Latin, Karibia).
7. Penghuni perumahan kumuh.
8. Petugas kesehatan.

D. KLASIFIKASI
Klasifikasi menurut American Thoracic Society, 1981 :
1. Kelas O : tidak ada jangkitan TBC, tidak terinfeksi (tidak ada riwayat
terpapar, reaksi terhadap tes kulit tuberkulin tidak bermakna).
2. Kelas 1 : terpapar TBC, tidak ada bukti infeksi (riwayat pemaparan, reaksi
tes kulit tuberkulin tidak bermakna).
3. Kelas 2 : ada infeksi TBC, tidak timbul penyakit (reaksi tes kulit
tuberkulin bermakna, pemeriksaan bakteri negatif, tidak ada bukti klinik
maupun radiografik)
4. Kelas 3 : terinfeksi TBC dan sakit. Lokasi penyakit : paru-paru, pleura,
limfatik, tulang dan atau sendi, kemih kelamin, diseminata (millier)
meningeal, peritoneal.
5. Kelas 4 : terinfeksi TBC, saat ini tidak sedang menderita penyakit (ada
riwayat mendapat pengobatan pencegahan TBC atau ada temuan
radiologik yang stabil pada orang yang reaksi tes kulit tuberkulinnya
bermakna, pemeriksaan bakteriologik jika dilakukan negatif, tidak ada
bukti klinik dan radiografik tentang adanya penyakit pada saat ini).
6. Kelas 5 : orang dicurigai mendapatkan TBC (diagnosa ditunda).
Klasifikasi yang banyak dipakai di Indonesia :
1. TB paru
2. Bekas TB paru
3. TB paru tersangka, yang terbagi menjadi :
a. TB paru tersangka yang diobati
Sputum BTA negatif, tapi tanda-tanda lain positif
b. TB paru tersangka yang tidak diobati
Sputum BTA negatif dan tanda-tanda lain juga meragukan
Dalam klasifikasi ini perlu dicantumkan :
1. Status bakteriologis
a. Mikroskopik sputum BTA (langsung)
b. Biakan sputum BTA
2. Status neurologik, kelainan yang relevan untuk TB paru
3. Status klinik, gejala-gejala yang relevan untuk TB paru
4. Status kemoterapi, riwayat pengobatan dengan obat anti TB
Klasifikasi sistem lama :
1. TB primer (childhood TB)
2. Tb post-primer (adult TB)
3. TB paru (Koch Pulmonum) aktif, non aktif dan quiescent
4. TB minimal : terdapat sebagian kecil infiltrat non kavitas pada 1 paru
maupun kedua paru

Moderately advanced TB : ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4


cm. Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari 1 bagian paru bila
bayangan kasar tidak lebih dari 1/3 bagian satu paru.
Far advanced TB : terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan
pada moderately advanced TB
E. PATOFISIOLOGIS
kuman M. TB
individu rentan/dengan faktor resiko
kuman masuk melalui saluran nafas, saluran pe
ncernaan dan luka terbuka pada kulit
bakteri/basil tuberkel sampai ke permukaan alveoli
sistem imun bereaksi (terjadi peradangan)
limfosit spesifik-tuberkel melisis basil dan jaringan normal
akumulasi eksudat di alveoli meningkat
terbentuk granulomas
(gumpalan basil yg masih hidup dan mati
dikelilingi makrofag yg untuk dinding
protektif

bronkhopnemoni
(terjadi 2-10 mg stl
paparan)

berkembang menjadi jaringn fibrosa


(bagian sentral disebut tuberkel ghon)
masa granulomas mengalami nekrotik
membentuk masa keju
kalsifikasi membentuk skar kolagenasi
bakteri menjadi dormant
respon imun adekuat

respon imun non adekuat

penyakit non aktif

penyakit aktif
tuberkel ghon pecah
melepaskan bahan seperti keju dalam
bronkhi

bakteri tersebar ke udara

penyembuhan tuberkel

penyebaran ke lingkungan

membentuk jaringan perut


paru membengkak
pembentukan tuberkel

F. GEJALA KLINIS
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influensa
Kadang-kadang suhu badan mencapai 40-410C
2. Batuk
Terjadi karena ada iritasi bronkhus
Fungsi batuk : membuang produk-produk radang keluar
Sifat batuk : non produktif-produktif (setelah terjadi peradangan)
hemoptue (pembuluh darah pecah)
3. Sesak nafas
Ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltratnya sudah
bagian paru
4. Nyeri dada
Jarang ditemukan
Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis
5. Malaise
Gejala malaise yang sering ditemukan berupa anoreksia, BB menurun,
sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosa TBC ditegakkan dengan mengumpulkan riwayat kesehatan,
pemeriksaan fisik, rontgent dada, usap basil tahan asam (BTA), kultur sputum
dan tes kulit tuberkulin.
1. Pemeriksaan fisik
a. Sering tidak menunjukkan kelainan, karena hantaran getaran/suara
yang lebih dari 4 cm ke dalam paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi,
dan auskultasi.
b. Tempat yang dicurigai apeks paru, jika ada : perkusi redup, auskultasi
(bronkhial) ronchi basah kasar dan nyaring
2. Pemeriksaan Radiologi
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah
Kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang meragukan
Pada awal sakit : Al meningkat, LED meningkat, limfosit menurun
Jika sudah sembuh : AL normal, limfosit meningkat, LED normal
Pemeriksaan serologis : Takahashi (TB masih aktif/tidak)
b. Sputum
Fungsi pemeriksaan :
Menentukan kuman penyebab
Memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan
c. Tes tuberkulin

H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
a. TB paru diobati terutama dengan agen kemoterapi (agen anti TB)
selama periode 6-12 bulan
b. Jenis obat yang dipakai :
Obat primer : isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin,
etambutol.
Obat sekunder : etionamid, protionamid, sikloserin, kanamisin,
P.A.S (Para Amino Salicyclic Acid), tiasetazon, Viomisin,
Kapneomisin.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim pada klien TB adalah :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi trakheobronkhial yang
sangat banyak
b. Manajemen regimen terapeutik tidak efektif b.d pola perawatan
kesehatan keluarga, defisit pengetahuan, ketidakberdayaan, kesulitan
ekonomi
c. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan, perubahan status nutrisi, demam
d. Kurang pengetahuan b.d kurang paparan, tidak mengenal/familiar
dengan sumkber informasi
e. Defisit perawatan diri b.d ketidakmampuan melakukan aktivitas untuk
pemenuhan kebutuhan ADL
f. Cemas b.d perubahan status kesehatan, perubahan fungsi peran, biaya
perawatan
Masalah kolaborasi ;
1. Malnutrisi
2. Efek samping, misal : obat-obatan : hepatitis, perubahan neurologis
(ketulian atau neuritis), ruam kulit, gangguan gastrointestinal
3. Resistensi banyak obat
4. Penyebaran infeksi TB (TB milliaris)
I. EVALUASI PENGOBATAN
1. Klinis
Kontrol setiap minggu selama 2 minggu, selanjutnya setiap 2 minggu
selama sebulan dan seterusbya 1 kali per bulan
Keluhan menurun sampai hilang
2. Bakteriologis
2-3 minggu pengobatan sputum BTA mulai : jadi negatif
Waktu periksa : 1 kali per bulan
Setelah negatif tetap diperiksa minimal 3 kali berturut-turut
3. Radiologis
Dilaksanakan setiap 3 bulan sekali

Pencegahan transmisi TB dalam lingkungan perawatan kesehatan :


1. Identifikasi dan pengobatan dini individu dengan TB aktif
Pertahankan indeks kecurigaan TB yang tinggi untuk mengidentifikasi
kasus dengan cepat
Lakukan terapi efektif dengan obat anti TB dengan cepat
2. Pencegahan penyebaran nuklei duplet infeksius
Isolasi basil BTA dengan segera bagi semua pasien yang diduga
mempunyai TB aktif
Individu yang memasuki ruangan isolasi BTA harus menggunakan
respirator pertikulat dispossible
Lakukan tindakan isolasi sampai terdapat bukti klinis penurunan
infeksius
Gunakan tindakan pencegahan khusus selama prosedur yang
merangsang batuk
3. Surveillans untuk transmisi TB

II.

MENINGITIS
A. DEFINISI
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi
otak dan medula spinalis) yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur
(Brunner & Suddart, 2002)
B. KLASIFIKASI
1. Meningitis aseptik
Mengacu pada salah satu meningitis virus atau menyebabkan iritasi
meningen yang disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limfoma,
leukemia/darah di ruang subarakhnoid
2. Meningitis sepsis
Meningitis yang disebabkan oleh organisme bakteri seperti
Meningococcus, Stafilococcus atau Bacillus influenza
3. Meningitis tuberkulosa
Meningitis yang disebabkan oleh Bacillus tuberkel
C. ETIOLOGI
1. Infeksi melalui salah satu aliran darah sebagai konsekuensi dari infeksi
bagian-bagian yang lain, seperti selulitis atau penekanan langsung seperti
setelah cedera traumatik tulang wajah
2. Iatrogenik atau hasil sekunder prosedur invasif (seperti pungsi lumbal)
atau alat-alat invasif (seperti alat pemantau TIK)
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Sakit kepala dan demam
2. Perubahan tingkat kesadaran
Disorientasi, gangguan memori : terjadi pada awal penyakit
Keadaan lanjut : letargik, responsif, koma

3. Iritasi meningen, tanda-tandanya :


Rigiditas nukal (kaku leher)
Fleksi kepala mengalami kesulitan karena adanya spasme otot-otot
leher. Fleksi yang dipaksakan menyebabkan nyeri berat.
Tanda Kernig (Kernigs sign) positif
Ketika klien dibaringkan, dengan paha dalam keadaan fleksi ke arah
abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna.
Tanda Brudzinki (Brudzinky sign) positif
Bila leher klien difleksikan, maka lutut dan pinggul fleksi, bila
dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi,
maka gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang
berlawanan.
4. Fotophobia
5. Kejang dan PTIK (Peningkatan Tekanan Intra Kranial)
Kejang terjadi akibat area fokal kortikal yang peka
TIK meningkat karena akumulasi eksudat purulent dan edema
serebral, tanda-tandanya antara lain : bradikardi, nafas tidak teratur,
nyeri kepala, muntah, penurunan kesadaran.
6. Ruam kulit
7. Infeksi Fulminating
Terjadi pada 10% klien dengan meningitis meningococcus
Tanda-tanda : demam tinggi yang tiba-tiba muncul, lesi purpura yang
menyebar (sekitar wajah dan ekstremitas), shock, dan tanda-tanda DIC
(Disseminata Intravascular Coagulation)
E. PATOFISIOLOGI
Faktor-faktor predisposisi :
1. Infeksi saluran nafas
2. Otitis media
3. Mastoiditis
4. Anemia sel sabit
5. Hemoglobinopatis lain
6. Prosedur bedah saraf baru
7. Trauma kepala
8. Pengaruh imunologis
terjadi infeksi
berkembang menjadi septikemia
organisme masuk dalam aliran darah
timbul reaksi radang di meningen dan di bawah daerah korteks
terjadi trombus dan penurunan aliran darah serebral
gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi
eksudat purulent menyebar sampai dasar dan medula spinalis
dan dinding membran ventrikel serebral
peningkatan permebilitas

barrier otak

edema serebral

PTIK

pada darah

F. PENATALAKSANAAN
1. Medik
Pemberian antibiotik
LCS (Liquor Cerebro Spinalis) dan darah dikultur dan antimikroba
dimulai segera
Pemberian diazepan atau kenitoin untuk mengontrol kejang
Diuretik osmotik (manitol) untuk mengobati edema serebral
2. Keperawatan
Observasi tanda-tanda vital
Pantau tekanan arteri untuk mengkaji shock
Monitor pemberian cairan IV
Monitor BB, elektrolit serum, volume dan BJ urine, serta osmolalitas
urine
Monitor kebersihan kulit dan mulut, peningkatan kenyamanan dan
perlindungan selama kejang dan saat koma
Isolasi pernafasan dianjurkan : 2 jam setelah dimulainya terapi
antibiotik

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8,
Penerbit RGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, edisi 2,
Penerbit EGC, Jakarta.
Johnson, M.,et all, 2000, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 1996, Nursing Interventions Classification (NIC) econd
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2002, Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications.
NANDA, 2002, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi, PSIK FK
UGM, Yogyakarta.
Price, S.A., et all, 1995, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku
1, Edisi 4, Penerbit EGC, Jakarta.
Soeparman, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Penerbit Gaya Baru, Jakarta.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN


DENGAN MENINGITIS TB
I.
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Status perkawinan
Agama
Suku
Pendidikan
Pekerjaan
Lama bekerja
Tgl masuk RS
Tgl pengkajian
Sumber informasi
II.

Identitas Diri Klien


: Tn K
: 67 tahun
: Laki-laki
: Karangbenda 2/02 Adipala Cilacap
: Kawin
: Islam
: Jawa
: Tidak sekolah
: Petani
: 60 tahun
: 29 September 2004 jam 00.00 WIB
: 04 Oktober 2004
: status, klien, keluarga, perawat ruangan
Riwayat Penyakit

1. Keluhan utama saat masuk RS


kejang
2. Riwayat penyakit sekarang
3 hari SMRS os batuk, demam, dan sulit bicara.
1 hari SMRS os jatuh di sawah, saat kejadian tidak sadar, pingsan kira-kira 1
jam, setelah sadar os mengeluh sesak nafas, dan mengalami kejang.
HMRS os demam, tidak bisa diajak bicara, lemes.
3. Riwayat penyakit dahulu
Klien mulai sering kejang sejak kira-kira 5 tahun yang lalu, ada riwayat
mondok, riwayat PPOM (+), terakhir mondok tanggal 17 Oktober 2003
dengan diagnosa PPOM dan hipoglikemi.
4. Diagnosa medik pada saat masuk RS
Bronkhopnemonia, PPOK, suspect meningitis.
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah lengkap
Laboratorium urine
Rencana LP (Lumbal Pungsi)
Rontgent thoraks : KP duplek
Tahun 2003 klien pernah periksa CT Scan : Ventrikulo megalo
6. Tindakan yang telah dilakukan
Terapi pemasangan NGT
Pemasangan infus RL 20 tetes/menit
Diit TKTP rendah karbohidrat
Injeksi Silamox 3x1 gr
Paracetamol 3x500 mg
Lesifit 1x1 gr
Aminophilin 3x1/2 gr
Dexamethason 2x1 gr

III.
1.

2.

3.

4.

Pengkajian Saat Ini


Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Keluarga mengatakan tidak tahu secara jelas penyakit apa yang diderita klien.
Klien menangis, sambil berkata, Hidupnya nelangsa/menderita karena
kondisi penyakitnya.
Pola nutrisi/metabolik
Program diit RS : TKTP rendah karbohidrat
Intake makanan : klien mau makan makanan yang disediakan RS 1/3-1/2
porsi saja.
Intake minuman : minum air putih 2-3 gelas/hari. Infus RL 20 tts/mnt
Pola eliminasi
a. Buang air besar
Klien mengatakan sejak MRS BAB terus-menerus di TT, frekuensi lebih
dari 3 kali/hari, konsistensi cair-lunak, warna coklat kehijauan, bau khas.
b. Buang air kecil
Sejak MRS klien dipasang DC, produksi urin (+), warna kuning
kemerahan (karena pengaruh obat Rifamphisin)
Pola aktivitas dan latihan
Kemampuan Perawatan Diri
Makan/minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Mobilitas di TT
Berpindah
Ambulasi/ROM

5.

6.

7.

8.

9.

4
x
x
x
x
x
x
x

0 : mandiri, 1: alat bantu, 2 : dibantu orang lain, 3 : dibantu orang lain dan
alat, 4 : tergantung total
Oksigenasi : ventilasi spontan, sesak nafas (-), klien mengeluh lemas.
Pola tidur dan istirahat
Keluarga mengatakan klien tidur hanya sekitar 3-4 jam dalam sehari, mulai
pukul 22.00-05.00 WIB. Siang hari klien biasanya tidur sekitar 1-2 jam
Pola perceptual
Klien masih dapat melihat dengan jelas, masih dapat mendengar dengan jelas,
masih dapat membedakan rasa manis, asin, pahit dan asam, klien juga dapat
membedakan rasa panas, dingin, tajam dan tumpul.
Pola persepsi diri
Klien terkadang tiba-tiba menangis, dan mengatakan bahwa dirinya
menderita/nelangsa karena sakitnya yang tidak sembuh-sembuh
Pola seksualitas dan reproduksi
Klien mempunyai 13 anak dari 2 istri. Istri pertama mempunyai 1 anak,
kemudian meninggal, dan istri kedua mempunyai 12 anak. Klien tidak
menggunakan alat kontrasepsi.
Pola peran dan hubungan
Komunikasi secara langsung, klien merasa mampu berbicara meskipun
suaranya sangat lemah, klien mampu menjawab pertanyaan meskipun kadang
jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan. Hubungan dengan keluarga sangat

dekat, nampak dengan anak-anak yang bergiliran menunggui dan merawat


klien di RS.

10.

Pola manajemen koping stress


Stress terbesar yang dirasakan klien adalah kondisi sakitnya yang belum
sembuh-sembuh.
11. Sistem nilai dan keyakinan
Klien dan keluarga mengatakan bahwa klien tidak memeluk agam tertentu,
tetapi klien dan keluarga menganut kepercayaan, dan mereka tetap melakukan
ritual doa kepada Tuhan untuk meminta kesembuhan bagi klien.
IV.

Pemeriksaan Fisik
(Cephalokaudal)
1. Keluhan utama yang dirasakan saat ini :
lemas, badan terasa sakit, kulit pantat lecet, batuk berdahak, sub febris.
2. Vital sign
BP : 160/90 mmHg
Pulse : 98 x/mnt
RR : 24 x/mnt
T : 37,7 C
3. BB/TB : 4. Kepala
Rambut (+), distribusi merata, bersih, tidak ada ketombe/kutu
Mata : Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-)
Pendengaran : masih dapat mendengar suara dengan jelas
Mulut : kotor, bibir : mukosa kering
5. Leher : Peningkatan JVP (-), kaku kuduk (+)
6. Thorak :
Jantung : Cardiomegali (-), S1-2 murni, gallop
Paru : sonor, vesikuler, RBK +/+
7. Abdomen : supel, nyeri tekan (-), peristaltik (+), H/L tidak teraba, klien
mengeluh kadang mules
8. Inguinal : tidak ada benjolan
9. Ekstremitas :
Kulit : warna sawo matang, kering, luka ekskoriasi/dikubitus di pantat
Edema (-)
Kekuatan otot : ektremitas atas : , ektremitas bawah :

V.

Program Terapi
Injeksi ceftriaxon 2x1 gr
Injeksi Dexamethason 2x1 ampul
Diamox 2x1
Paracetamol k/p
RHEZ 1x3 tablet (pagi)

VI.

Hasil
Laboratorium
Laboratorium (30 September 2004)
Urine :
Warna
: kuning jernih
PH
: asam
BJ
: 1,025
Protein
: (+)
Keton
: (-)
Leukosit
: 2-4/LPB
Eritrosit
: 1-2/LPB
Silinder
: (-)
Epitel
: 0-1
Kristal
: (-)
Darah :
WBC
RBC
HGB
HCT
PLT
LED
GD S
SGOT
SGPT
Ureum
Creatinin
Gol darah

: 16,7. 103/mm3
: 5,33. 106/mm3
: 15,3 g/dL
: 48,2 %
: 335. 103/mm3
: 14
: 76 mg/dL
: 40
: 19
: 40
: 1/4
:0

Rontgent thorak AP (30 September 2004)


Bercak infiltrat tersebar di kedua paru
Sinus dan diafragma baik
Besar cor normal
Kesan : KP Duplek

Pemeriksaan

Penunjang

dan

A N A L I S A
NO
1

DATA
DS :
Keluarga
mengatakan klien mulai batuk
sejak 2 bulan ini
DO :
Klien batukbatuk berdahak
Klien tampak
lemas (mobilisasi harus dibantu)
Dahak kadang
dikeluarkan klien, kadang
ditelan kembali
Pemeriksaan
fisik : auskultasi paru : suara
ronkhi basah
Rontgent
thoraks : kesan KP Duplek
DS :
Keluarga
mengatakan selama masuk RS
klien hanya tidur terlentang,
klien jarang dimiringkan karena
klien selalu mengeluh lemas jika
bergerak
DO :
Kulit pantat
lecet, ukuran 3x2 cm, dan 2x1
cm
Jaringan luka
tampak merah
DS :
Klien mengeluh
lemas
Klien
menyatakan seluruh tubuhnya
terasa sakit
Klien
mengatakan tidak mampu untuk
beraktivitas
Klien
mengatakan tidak mampu
mengangkat kakinya
DO :
Klien tampak
lemah
Ekatrimitas
bawah lemah
Klien tidak
mampu mengangkat kakinya
secara mandiri
Klien tidak
mempu alih posisi secara
mandiri

D ATA

PROBLEM
Bersihan jalan nafas
tidak efektif
definisi :
Ketidakmampuan
unutk membersihkan
sekresi atau obstruksi
dari saluran pernafasan
untuk
mempertahankan
kebersihan jalan nafas

Kerusakan integritas
kulit

ETIOLOGI
Banyaknya mukus,
Sekresi yang
tertahan,
Sekresi bronkhus

Imobilitas fisik,
kemahan

definisi :
Perubahan pada dermis
dan epidermis

Intoleransi aktivitas
definisi :
Ketidakcukupan energi
secara fisiologis
maupun psikologis
untuk meneruskan atau
menyelesaikan
aktivitas yang diminta
atau aktivitas seharihari

Kelemahan, tirah
baring/imobilisasi

Vital sign : TD :
160/90 mmHg, N : 96 x/mnt, RR
: 24 x/mnt
DS :
Keluarga
mengatakan semua kebutuhan
sehari-hari klien (makan/minum,
toileting, berpakaian, dll)
dipenuhi oleh keluarga
DO :
Klien tirah
baring
Klien
BAK
dibantu dengan alat (DC)
Klien BAB di
atas TT, dilayani oleh keluarga
Klien
makan/minum disuapi
Klien
tidak
mampu merawat dirinya sendiri
DS :
Klien
mengatakan merasa sangat
menderita karena kondisi
sakitnya
DO :
Klien kadangkadang tiba-tiba menangis
Klien tampak
sedih
Klien lebih
banyak diam dan tidur
DS :
Keluarga
mengatakan belum tahu secara
jelas tentang penyakit yang
diderita klien
Keluarga
menyatakan belum mendapatkan
informasi tentang penyakit klien
Keluarga
bertanya tentang prosedur
pengobatan yang harus
ditempuh
DO :
-

Defisit perawatan diri

Kelemahan

definisi :
Gangguan kemampuan
melakukan aktivitas
perawatan diri seharihari

Hopeless
definisi :
Pernyataan subjektif
dimana seseorang
memiliki keterbatasan
atau tidak mempunyai
alternatif atau tidak
memiliki pilihan
sendiri dan tidak
mampu untuk
menggerakkan tenaga
atas kemauan sendiri
Defisit Pengetahuan
tentang TB Paru
danMeningitis
definisi :
Tidak adanya atau
kurangnya informasi
kognitif

Kegagalan atau
penurunan kondisi
fisik yang
berkepanjangan

Kurang paparan,
tidak
mengenal/familiar
terhadap informasi

IMPLEMENTASI DAN CATATAN PERKEMBANGAN


Hr/Tgl
Selasa
5 Okt
2004

No
Dx

Jam

Implementasi
Merawat
luka dikubitus
Mengam
bil sputum untuk
pemeriksaan BTA
sewaktu
Mengajar
i klien dan keluarga cara
batuk efektif
Mengajar
i klien dan keluarga cara
melatih gerak pasif-aktif
pada ekstremitas
Memotiv
asi klien dan keluarga
agar melakukan latihan
gerak sesuai kemampuan
Memotiv
asi keluarga untuk
membantu klien
meningkatkan intake
cairan dan nutrisi
Menjelas
kan pada keluarga
tentang pentingnya cairan
untuk pengeluaran
sputum
Memerik
sa tanda-tanda vital,
tanda-tanda menigitis,
dan suara pernafasan
Mengkaji
pengetahuan keluarga

Evaluasi

tentang penyakit yang


diderita klien
Rabu

Merawat
luka dikubitus
Mengam
bil sputum untuk
pemeriksaan BTA pagi
Memotiv
asi keluarga untuk
mengambil sputum untuk
pemeriksaan BTA
sewaktu (siang)
Memotiv
asi keluarga dan klien
untuk memenuhi intake
nutrisi dan cairan yang
adekuat
Melatih
gerak pada ekstremitas
yang lemah
Memonit
or vital sign dan
meningeal sign
Memotiv
asi klien agar mempunyai
semangat untuk hidup
dan sembuh
Mendisk
usikan bersama klien dan
keluarga tentang sumbersumber pendukung yang
dimiliki
Menjelas
kan pada klien dan
keluarga tentang
pengobatan yang harus
dijalani dan kemungkinan
bperkembangan
penyakitnya
Merawat
luka dikubitus
Memonit
or istirahat tidur, intake
nutrisi dan cairan,
eliminasi BAB dan BAK,
kemampuan klien dalam
beraktivitas
Melakuk
an fisioterapi dada untuk
pengeluaran sputum
Mengajar
i klien dan keluarga cara
melakukan fisioterapi
dada
Memotiv
asi klien agar selalu
optimis

Menjelas
kan kepada keluarga
tentang : pengertian TB
dan Meningistis, tanda
dan gejala, faktor resiko,
cara penularan,
perawatan dan
pengobatan.
Melakuk
an discharge planning :
Menjelaskan perawatan luka
dikubitus di rumah
Menjelaskan tentang alih
posisi : cara dan waktu
Menjelaskan tentang
pentingnya pemenuhan intake
adekuat
Memotivasi keluarga untuk
melanjutkan pengobatan
secara rutin sampai klien
sembuh
Memotivasi keluarga untuk
melakukan latihan fisik aktif
pasif secara rutin
Memotivasi keluarga untuk
menjaga kebersihan
lingkungan yang mendukung
kesembuhan klien
Memotivasi

Anda mungkin juga menyukai