Anda di halaman 1dari 9

JTM Vol. XVI No.

2/2009

ANISOTROPI SUSEPTIBILITAS MAGNETIK BATUAN


ULTRABASA DARI PULAU WAWONI - SULAWESI TENGGARA
L.O. Ngkoimani1, A. Makkawaru2
Sari
Telah dilakukan pengukuran dan analisa anisotropi suseptibilitas magnetik (AMS) batuan ultrabasa dari
Kompleks Ultramafik Pulau Wawoni Sulawesi Tenggara. Conto batuan diambil dari enam site dalam bentuk
sampel setangan (hand sample) dan selanjutnya dibuat menjadi 127 spesimen. Suseptibilitas magnetik diukur
menggunakan MS2B Bartington Suspetibility Meter Nilai suseptibilitas magnetik rata-rata pada masing-masing
site berkisar antara 201,02 x 10-5 s/d 806.74 x 10-5 (SI) dengan derajat anisotropi yang bervariasi antara 6.31 s/d
17.06 %. Batuan ultrabasa yang susetibilitas magnetinya dikontrol oleh mineral feromagnetik memiliki P% ratarata kurang dari 10%, sementara yang dikontrol bersama oleh mineral feromagnetik dan paramagnetik memiliki
P% lebih dari 10%. Pola anisotropi susetibilitas magnetik batuan ultrabasa yang dianalisa memperlihatkan
kesesuaian dengan pola geodinamika Pulau Wawoni yang dipengaruhi oleh sesar geser dominan di sekitar
N135S-N45W dan oleh lipatan lemah dengan kemiringan 30o dan lipatan tertutup dengan kemiringan 50o.
Kata Kunci: anisotropi, suseptibilitas magnetik, ultrabasa, Pulau Wawoni.
Abstract
We have measured and analysis the anisotropy of magnetic susceptibility (AMS) of Ultrabasic from Ultramaphic
Complex of Wawoni Island, Southeast Sulawesi. Rocks oriented samples were taken from six locations in form of
hand samples and totally of 127 specimens were made in form mini core sample with 2.54 cm in diameter and 2.2
to 2.3 cm in length. The magnetic susceptibility was measure by using a Bartington MS2B Susceptibility Meter.
Magnetic susceptibility value varies of each site varies from 201.02 x 10-5 to 806.74 x 10-5 (SI) with percent of
anisotropy degree ranging from 6.31 to 17.06 %. Ultrabasic rocks that magnetic susceptibility controlled by
ferromagnetic mineral have P% less than 10%, while if the magnetic susceptibility controlled together by
paramagnetic and ferromagnetic minerals have P% more than 10%. The anisotropy of magnetic susceptibility
trend of Ultrabasic showing the consistency with Wawoni Island geodynamic models that influencing by
predominantly transform fault with N135S-N45W in direction and also weak folding with 30o in dip as well as
strength folding with 50o in dip.
Keywords: anisotropy, magnetic susceptibility, Ultrabasic, Wawoni Island
1)

2)

Jurusan Fisika, Universitas Haluoleo


Email: ngkoi@sains.fisika.net
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sulawesi Tenggara

I. LATAR BELAKANG
Sifat anisotropi magnetik pada batuan
diakibatkan oleh anisotropi partikel-partikel
magnetik individual dan derajat pengarahan
partikel-partikel tersebut (Bijaksana, 1991).
Dari segi struktur materi penyusun batuan,
terdapat dua jenis penyebab anisotropi
suseptibilitas magnetik yaitu karena bentuk
butir yang tidak bulat (non-spherical)
dinamakan
anisotropi
bentuk
(shape
anisotropy), dan akibat struktur kristal
dinamakan
anisotropi
magnetokristal
(magnetocrystallin anisotropy) (Tarling dan
Hrouda, 1993). Anisotropi bentuk hanya
disebabkan oleh mineral-mineral magnetik
yang memiliki suseptibilitas instrinsik tinggi
seperti magnetite (Fe3O4). Mineral magnetik
yang memiliki nilai suseptibilitas magnetic
rendah seperti hematite, anisotropi diakibatkan
oleh anisotropi magnetokristal (Bijaksana,
1996). Dalam Ngkoimani (2005) juga
ditunjukan bahwa mineral magnetik dalam
batuan yang didominasi oleh magnetite seperti
misalnya batuan beku, anisotropi magnetik

disebabkan oleh bentuk dan orientasi butirbutir magnetite.


Anisotropi suseptibilitas magnetik dapat
dinyatakan sebagai anisotropy of magnetic
susceptibility (AMS) dan anisotropy of
anhysteretic susceptibility (AAS) (Collinson,
1983; Tarling dan Hrouda, 1993). Anisotropy
of magnetic susceptibility (AMS) dikontrol
oleh mineral feromagnetik, paramagnetik, dan
diamagnetik dalam batuan. Batuan dengan
suseptibilitas lebih besar dari 5x10-3 (SI), efek
paramagnetik dan diamagnetik diabaikan dan
AMS
secara
efektif
dikontrol
oleh
feromagnetik
saja.
Batuan
dengan
suseptibilitas kurang dari 5x10-4 (SI),
kandungan mineral feromagnetiknya rendah,
sehingga AMS secara efektif dikontrol oleh
paramagnetik (efek diamagnetik masih dapat
diabaikan). Batuan dengan suseptibilitas antara
5x10-4 (SI) dan 5x10-3 (SI), AMS secara umum
dikontrol oleh mineral feromagnetik dan
paramagnetik (Rochette, 1992, Dunlop dan
Ozdemir, 1993, Bijaksana, 1991).

79

L.O. Ngkoimani, A. Makkawaru

Metode AMS telah digunakan untuk


menentukan pola aliran lava purba, orientasi
pembentukan mineral magnetik pada intrusi
granit (Tarling dan Hrouda, 1993), menelusuri
aliran hidrotermal (Sizaret, dkk., 2003),
melakukan koreksi inklinasi dalam analisa
paleomagnetik pada sediemen laut (Bijaksana,
1991). Ngkoimani, dkk (2005) juga
menemukan adanya keterkaitan antara pola
AMS dan pola pembentukan batuan beku di
daerah Ponorogo Jawa Timur. Zananiri, dkk.,
(2002) menguraikan keterkaitan antara pola
AMS dengan proses tektonik. Penelitian lain
seperti (Mukherji, dkk., 2004) manenmukan
hubungan antara tegasan purba dengan pola
AMS pada sedimen mengandung besi.
Batuan beku di Pulau Wawoni merupakan
kompleks ultramafik dan mafik yang terdiri
dari dunit, harsburgit, wehrlit, serpentine,
gabro dan rijang. Sebaran kompleks batuan ini
dijumpai di Pegunungan Waworete dan
berumur kapur (Koswara dan Sukarna, 1994).
Secara geografis Pulau Wawoni terletak
diantara koordinat 122o55 123o15 BT dan
3o55 4o15 LS. Di Pulau Wawoni ditemukan
struktur tektonik berupa sesar geser dan sesar
normal, lipatan, dan kekar. Sesar geser yang
dijumpai merupakan sesar utama di daerah ini
dan diduga masih aktif hingga sekarang.
Struktur lipatan berupa lipatan lemah dan
lipatan tertutup. Lipatan lemah mempunyai
kemiringan 30o, sementara lipatan tertutup
mempunyai kemiringan lapisan lebih dari 50o.
Dalam makalah ini akan diuraikan hasil analisa
anisotropi suseptibilitas magnetik batuan
ultrabasa dari Pulau Wawoni.
II. METODE PENELITIAN
2.1. Pengukuran Suseptibiltas Magnetik dan
Anisotropinya
Untuk keperluan pengukuran suseptibilitas,
sampel batuan dibuat specimen berbentuk
silinder (mini-core) berukuran panjang 2.5 cm
dan diameter 2.2 2.3 cm. Ukuran ini
disesuaikan dengan sampel holder pada alat
ukur. Pengukuran suseptibilitas magnetik
menggunakan alat Bartington Magnetic
Susceptibility Meter model MS2 yang
dihubungkan dengan sensor MS2B yang
mempunyai diameter internal 36 mm.
Alat ini menggunakan medan lemah 80 A/m
dan frekuensi 465 Hz (Dearing, 1999). Sampel
diukur pada sembilan arah sesuai dengan
desain yang digunakan dalam Ngkoimani
(2005) dan Bijaksana (1991).
Nilai suseptibilitas diukur menggunakan alat
Bartington Susceptibility Meter. pada 9

80

(sembilan) arah pengukuran. Anisotropi


suseptibilitas magnetik diungkapkan oleh
diperoleh sumbu-sumbu utama elipsoida
suseptibilitas magnetik maksimum (1),
intermediet (2), dan minimum (3), dimana 1
>2>3. Parameter anisotropi berdasarkan
perbandingan antara sumbu-sumbu elipsoida
suseptibilitas tersebut yang meliputi derajat
anisotropi (P = 1 /3), lienasi (L =1/2),
foliasi (F = 2 /3), faktor bentuk (T) (Tarling
dan Hrouda, 1993).
2.2. Geologi dan Sampel
Secara geologis, pulau Wawoni terdiri dari 4
(empat) satuan batuan yakni alluvium (Qa),
batu gamping (Qpl), Formasi Lanselowo
(Tmps), Formasi Meluhu (TRm), dan
Kompleks Ultarmafik (Ubk). Batuan beku
dilokasi penelitian merupakan batuan beku
utrabasa sehingga biasa dikenal dengan
kompleks utrabasa.
Sampel batuan beku ultrabasa dari Kompleks
Ultramafik di sepanjang sungai Mosolo Pulau
Wawoni sebanyak 21 conto dalam bentuk
sampel setangan (hand sample). Sampel
setangan selanjutnya dibuat dalam bentuk
silinder core (diameter 2.54 cm), kemudian
dibagi menjadi 127 specimen berukuran
panjang 2.2 - 2.3 cm.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai suseptibilitas magnetik batuan ultrabasa
dari Pulau Wawoni pada 127 spesimen yang
diukur berkisar antara 100,64 x 10-5 s/d 199,13
x 10-4 (SI). Sedangkan nilai suseptibilitas ratarata pada masing-masing site berkisar antara
201,02 x 10-5 s/d 806.74 x 10-5 (SI).
Berdasarkan nilai suseptibilitas tersebut
sebagaimana pada Tabel 2, maka menurut
Bijaksana (1991), Rochette (1992), dan
Dunlop dan Ozdemir (1993), suseptibilitas
magnetik pada site #MOS1, #MOS2, dan
#MOS# dikontrol oleh mineral feromagnetik
dan paramgentik, sedangkan pada site #MOS4,
#MOS5, dan #MOS6 suseptilitas magnetik
lebih dikontrol oleh mineral feromagnetik.
Rata-rata
persen
derajat
anisotropi
suseptibilitas magnetik berkisar antara 6.31 s/d
17.06 %. Pada Tabel 2 terlihat bahwa, pada
batuan
ultrabasa
yang
suseptibilitas
magnetinya dikontrol bersama oleh mineral
paramagnetik dan feromagnetik rata-rata
anisotropinya lebih dari 10%, sementara
sementara yang hanya dikontrol oleh mineral
feromagnetik anisotropinya kurang dari 10%.
Pada Gambar 3 juga terlihat bahwa pada
sampel yang suseptibilitas magnetinya hanya
dikontrol oleh mineral feromagnetik 82%

Anisotropi Suseptibilitas Magnetik Batuan Ultrabasa dari Pulau Wawoni - Sulawesi Tenggara

memiliki persen derajat anisotropi kurang dari


10%. Sebaliknya sebesar 53% sampel
memiliki
persen
derajat
anisotropi
suseptibilitas magnetik lebih dari 10%.
Berdasarkan variasi nilai faktor bentuk
ansiotropi suseptibilitas magnetik (T), dari 127
spesimen yang dianalisa, 64 sampel (50,4%)
bernilai negatif (terlineasi), sedangkan 63
sampel (49,6%) bernilai positif (terfoliasi).
Walaupun faktor ansiotropi suseptibilitas
cukup bervariasi, namun derajat anisotropi (P)
umumnya kurang dari 1,5.
Pola anisotropi suseptibilitas magnetik adalah
bentuk kecenderungan arah-arah suseptibilitas
prinsipal (maks, int, min ).Gambar 4 terlihat
pola
anisotropi
suseptibilitas
yang
diungkapkan dalam bentuk plot stereonet
sumbu principal elipsoida suseptibilitas
magnetik (maks danmin )pada masing-masing
site. Sementara Gambar 5 merupakan plot
stereonet untuk gabungan semua spesimen
pada semua site.
Plot setereonet sebagaimana terlihat pada
Gambar 4, pada site #MOS1 arah maks
dominan terdistribusi sekitar arah Utara dan
Selatan dengan kemiringan lineasi dan foliasi
dominan antara 0o sampai 30o. Sementara pada
site #MOS2 arah maks dominan terdistribusi
antara Selatan-Barat sampai Barat-Utara
dengan kemiringan lineasi dan foliasi dominan
antara 0o sampai 30o. Pada site pada site
#MOS3 arah maks dominan terdistribusi
sekitar Barat sampai Utara beberapa pada arah
Timur dengan kemiringan lineasi dan foliasi
dominan antara 0o sampai 30o. Pengelompokan
serupa juga terlihat pada site #MOS6 dimana
arah maks dominan terdistribusi antara Barat
sampai Utara dan Timur sampai Selatan
dengan kemiringan lineasi dan foliasi dominan
antara 0o sampai 30o. Disisi lain, pada site
#MOS4 dan #MOS5 tidak terlihat jelas
pengelompokan arah karena arah maks
dominan
terdistribusi
menyebar
pada
beberagai
arah
walaupun
demikian,
kemiringan lineasi dan foliasi relative sama
dengan site lainnya yakni antara 0o sampai 30o.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Nilai suseptibilitas magnetik batuan
ultrabasa di Pulau Wawoni rata-rata pada
masing-masing site berkisar antara 201,02
x 10-5 s/d 806.74 x 10-5 (SI) dengan persen
derajat anisotropi berkisar antara 6.31 s/d
17.06 %.

2.Batuan
ultrabasa
yang
susetibilitas
magnetiknya hanya dikontrol oleh mineral
feromagnetik memiliki persen ansiotropi
suseptilitas magnetik rata-rata kurang dari
10%, sementara yang dikontrol bersama
oleh
mineral
feromagnetik
dan
paramagnetik memiliki persen anisotropi
suseptibilitas magnetik lebih dari 10%.
3. Pola anisotropi susetibilitas magnetik batuan
ultrabasa yang dianalisa memperlihatkan
kesesuaian dengan pola geodinamika Pulau
Wawoni yang dipengaruhi oleh sesar geser
dominan di sekitar N135S-N45W dan oleh
lipatan lemah dengan kemiringan 30o dan
lipatan tertutp dengan kemiringan 50o.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini memperoleh dukungan pendanaan
dari Direktorat Penelitian dan Pengabdian pada
Masyarakat
Dirjen
Dikti
melalui
Hibah
Fundamental 2009 pada DIPA Universitas
Haluoleo. Kami menyampaikan terimakasih kepada
saudara Geral Tamuntuan atas panduan dalam
pengukuran suseptibilitas magnetik, Hasrifin dan
Leta Abdul Salim atas bantuan keduanya saat
pengambilan, penyiapan, dan pengukuran sampel.

DAFTAR PUSTAKA
1. Bijaksana, S. 1991, Magnetic Anisotropy
of CretaceousDeepSea Sedimentary Rocks
From the Pacific Plate, Thesis,
MemorialUniversity of Newfoundland, 44
55
2. Canon-Tapiaa, E., Castrob, J., 2004,
AMS measurements on obsidian from the
Inyo Domes, CA: a comparison of
magnetic
and
mineral
preferred
orientation
fabrics,
Journal
of
Volcanology and Geothermal Research
134, 169-182
3. Dunlop, D.J, zdemir, ., 1993, Rock
Magnetism, Fundamental and Frontiers,
Cambridge University Press,.
4. Dearing, J., 1999, Enviromental Magnetic
Susceptibility, Using the Bartington MS2
System, British Library Cataloguing in
Publication data, 36 - 41.
5. Koswara, A., Sukarna, D., 1994, Geologi
Lembar Tukangbesi, Sulawesi, , skala
1:250.000,
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan Geologi.
6. Mukherji, A., Chaudhuri, A.K., Mamtani,
M.A., 2004, Regional scale strain
variations in Banded Iron Formations of
Eastern India: results from anisotropy of
magnetic susceptibility studies, Journal of
Structural Geology 26, 21752189
7. Ngkoimani, L., 2005, Magnetisasi pada
Batuan Andesit di Pulau Jawa dan
Implikasinya terhadap Paleomagnetisme

81

L.O. Ngkoimani, A. Makkawaru

dan
Evolusi
Tektonik,
Disertasi,
Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung
8. Ngkoimani, L., 2005, Analisa Pola
Anisotropy Magnetic Suseptibility (AMS)
Batuan Beku dari Daerah Ngrayun
Kabupaten Ponorog Jawa Timur, Jurnal
Aplikasi Fisika (JAF) Vol. 1 No. 1, pp. 14
9. Ngkoimani, L., Bijaksana, S., Budiman,
A., Sandra, 2003, Measurement of
Magentic Susceptibility and Grain Size
Determination in Andesitic Rocks
Proceedings of the 2003 Annual Physics
Seminar, Bandung, Indonesia, Waris, A.,
Khaerulrijal, Novitrian, Srigutomo, W.,
Suud Z., Editors, 106 - 107.
10. Purwanto, H. S., Abdullah, C. I., Noeradi,
D., 1997, Rekonstruksi tegasan purba
berdasarkan data struktur mesoskopik, di
daerah Pacitan dan sekitarnya, Jawa
Timur, Prosiding Pertemuan Ilmiah

Tahunan ke-XXVI Ikatan Ahli Geologi


Indonesia, Jakarta, 443 453.
11. Rochete, P., Jackson, M., Aubourg, C.,
1992, Rock magnetism and the interaction
of anisotropy of magnetic susceptibility,
American Geophysical Union, 30, 209 226.
12. Sizaret, S., Chen, Y., Chauvet, A.,
Marcoux, E., Turay, J. C., 2003,
Hydrothermal flow direction traced by
ansiotropy
of
magnetic
susceptibility,Goephysical
Research
Abstracts, 5, 05250.
13. Zananiri, I., Dimitriadis, S., Kondopoulou,
D., Atzemoglou, A., 2002, A preliminary
AMS study in some Tertiary granitoid
from Northern Greece : integration of
tectonic and paleomagnetic data, Physics
and Chemistry of the Earth, 27, 12891297.

Tabel 1. Koordinat lokasi pengambilan sampel dan jumlah spesimen


No
1
2
3
4
5
6

Site

Jml spesimen

MOS01
MOS02
MOS03
MOS04
MOS05
MOS06

20
10
19
24
26
28

Koordinat
LS
04O1149.9
04O1146.1
04O0131.2
04O1135.0
04O0131.2
04O0132.1

BT
123O0948.4
123O0938.9
124O2815.9
123O0927.1
123O0924.5
123O0925.0

Tabel 2. Nilai suseptibilitas magnetik dan derajat anisotropi rata-rata masing-masing Site
No

Site

Rata-rata Suseptibilitas
Magnetik (x 10-5SI)

1
2
3
4
5
6

#MOS01
#MOS02
#MOS03
#MOS04
#MOS05
#MOS06

264.64
201.02
254.91
761.99
806.74
735.74

Rata-rata
Persen Derajat
Anisotropi (P%)
11.94
17.06
11.08
7.84
6.31
8.22

Referensi Mineral
Magnetik (#a, #b, #c)
Para + Fero
Para + Fero
Para + Fero
Fero
Fero
Fero

Keterangan :#a: Bijaksana (1991), #b: Rochette (1992), #b Dunlop dan Ozdemir (1993)

82

Anisotropi Suseptibilitas Magnetik Batuan Ultrabasa dari Pulau Wawoni - Sulawesi Tenggara

Gambar 1. Peta Geologi P. Wawoni dan Lokasi pengambilan sampel


(modifikasi dari : Koswara dan Sukarna, 1994)

83

L.O. Ngkoimani, A. Makkawaru

(a)

(c)

(b)

(d)

Gambar 2. (a) Panandaan pada hand sampel, (b) Hand sample terorientasi, (c) sampel core
(diameter 2.5 cm), (d) specimen core (panjang 2.2 2.3 cm)

Gambar 3. Histogram persentase spesimen dengan persen derajat anisotropi

84

terorientasi

Anisotropi
nisotropi Suseptibilitas Mag
Magnetik Batuan Ultrabasa dari Pulau Wawoni - Sulawesi Tenggara

Gambar 4. Grafik parameter anisotropi, (a) hubungan antara foliasi (F) dan lineasi (L),
(b) hubungan antara faktor bentuk (T) dan derajat anisotropi (P)
#MOS1

N
#MOS2

85

L.O. Ngkoimani, A. Makkawaru

#MOS3

#MOS4

#MOS5

#MOS6

Gambar 4.. Plot Stereonet maks (kotak) dan min (lingkaran)

86

Anisotropi
nisotropi Suseptibilitas Mag
Magnetik Batuan Ultrabasa dari Pulau Wawoni - Sulawesi Tenggara

Gambar 5.. Plot Stereonet gabungan keseluruhan spesimenmaks (kotak), min (lingkaran)

87

Anda mungkin juga menyukai