Keterangan
Sensorik, motorik, autonomik, campuran
gejala)?
Bagian manakah dari sistem saraf perifer yang
(polineuropati)
Serabut saraf kecil jika hilang sensasi suhu atau
nyeri seperti terbakar atau ditusuk, serabut saraf
besar jika hilang rasa getar atau rasa posisi
(proprioseptif)
Akut, subakut, kronik, progresif, hilang timbul,
hipotiroidisme.
Neuropati, penyakit Charcot-Marie-Tooth, toksisitas
obat, alergi obat
Pemeriksaan Fisik
Setelah meminta persetujuan atau informed consent dari pasien, lakukan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik dimulai dengan menilai keadaan umum (sakit ringan, sedang, atau berat), tingkat
kesadaran (compos mentis, apatis, somnolen, stupor, delirium, koma), dan tanda-tanda vital (denyut
nadi, pernafasan, tekanan darah, suhu). Kalau pasien terkena infeksi, keadaan umum, tingkat
kesadaran, dan tanda-tanda vital pasien biasanya tidak normal. Setelah itu, lakukan pemeriksaan
sistemik terkait keluhan pasien yaitu pemeriksaan neurologis, yaitu pemeriksaan sensorik (nyeri,
perabaan, suhu, rasa getar, rasa posisi atau proprioseptif, stereognosis). 3
3
Pemeriksaan Penunjang
Tabel 2 menunjukkan pemeriksaan-pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menunjang
diagnosis neuropati perifer serta menyingkirkan penyebab-penyebab neuropati perifer yang lain,
seperti diabetes mellitus, sindroma Guillain-Barr, inflamasi atau infeksi, dan defisiensi vitamin B.
Tabel 2. Pemeriksaan Penunjang untuk Neuropati Perifer.4,5
Tes lini pertama
Hematologi
Pemeriksaan darah
lengkap
Laju endap darah
Biokimia
(LED)
Vitamin B12 dan folat
Ureum, elektrolit,
Assay vitamin E
kalsium, kreatinin
Tes fungsi hati, glukosa
serum, kryoglobulin
Skrining obat dan
darah
Refsum)
protein
Imunologi
Venereal Diseases
urin
Darah samar fekal
Antibodi
Research Laboratory
antigangliosida
(VDRL)
Autoantibodi serum
Antibodi antineuronal
(ANA, ANCA,
dsDNA, faktor
Lain-lain
rheumatoid)
Elektromiografi
(EMG)
Skrining genetik
Biopsi saraf
(neuropati herediter)
Foto Rntgen toraks
Diagnosis Kerja
Diagnosis kerja pada kasus adalah neuropati perifer disebabkan isoniazid (INH). Gejala
neuropati perifer termasuk anestesia atau baal (biasanya ketidakpekaan terhadap nyeri dan/atau suhu),
parestesia atau kesemutan, diestesia atau sangat sensitif apabila diberi rangsangan sentuh, kehilangan
keseimbangan dan koordinasi (sering terjatuh). Pemilihan diagnosis kerja ini adalah berdasarkan
informasi dari kasus yaitu pasien berasal dari ras Kaukasian yang merupakan faktor predisposisi
4
terhadap polimorfisme NAT2 tipe asetilasi lambat yang diketahui dapat mengakibatkan
neurotoksisitas dan hepatotoksisitas dari INH. Pasien juga sedang menjalani terapi INH untuk
tuberkulosis paru yang dideritanya. Oleh karena baru 4 bulan pasien didiagnosis tuberkulosis paru
(yang berarti 4 bulan pasien sudah mengkonsumsi INH), perjalanan penyakit neuropati perifer pada
pasien adalah bersifat subakut, bukan kronik (bertahun-tahun). Neuropati perifer yang subakut
biasanya disebabkan oleh toksin atau obat-obatan.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk neuropati perifer dikarenakan INH adalah neuropati perifer oleh
penyebab lain. Yang dibahas disini adalah yang sering menjadi penyebab utama neuropati perifer,
yaitu neuropati diabetik, neuropati toksik, dan neuropati, dan chronic inflammatory demyelinating
polyradiculoneuropathy (CIPD).
Neuropati Diabetik
Neuropati perifer diabetik dapat didefinisikan sebagai adanya gejala dan/atau tanda disfungsi
saraf perifer pada penderita diabetes mellitus setelah penyebab lain disingkirkan. Diabetes mellitus
merupakan penyebab tersering neuropati perifer, kemudian baru diikuti oleh neuropati herediter.
Gambaran bagian tubuh yang terkena gejalanya sangat mirip dengan neuropati perifer disebabkan
INH, yaitu stocking-and-glove distribution. Kadang-kadang melibatkan saraf sensorimotor distal,
tetapi selalu simetris. Sekitar 60 sampai 70 persen pasien diabetes memiliki neuropati. Risiko
neuropati diabetik meningkat dengan usia dan durasi yang lebih lama terkena diabetes. Neuropati
diabetik juga tampak lebih umum pada orang yang memiliki masalah pengendalian glukosa darah,
lemak darah tinggi, tekanan darah tinggi, dan kelebihan berat badan. Maka, riwayat diabetes mellitus
dan pemeriksaan glukosa darah sangat berguna untuk membedakannya dengan neuropati perifer yang
disebabkan oleh INH.3-5
Neuropati Toksik
Neuropati
toksik
merujuk
kepada
neuropati
yang
disebabkan
oleh
pengobatan,
penyalahgunaan obat, atau pajanan toksik industri. Gejalanya mirip dengan neuropati diabetik, yaitu
gangguan sensorik atau sensorimotor yang memiliki stocking-and-glove distribution. Selain isoniazid
(INH), banyak obat-obat lain yang dapat menyebabkan neuropati perifer. Contohnya adalah
amiodaron, antibiotik (dapson, metronidazol, etambutol), antiretroviral, kemoterapi (cisplatin,
vinkristin, talidomid), dan fenitoin. Contoh toksin yang dapat menyebabkan neuropati perifer adalah
alkohol, timah, arsenik, merkuri, dan organofosfat. Kelebihan vitamin A (hipervitaminosis A) juga
dapat menyebabkan neuropati perifer.3,4
Chronic Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (CIPD)
5
dosis sebesar 6
mg/kg/hari menderita neuropati perifer. Kecepatan asetilasi INH di hepar tergantung pada ras. 60%
orang Afrika-Amerika dan Kaukasian merupakan asetilator lambat, dibanding 10-20% orang Asia.
Daripada 14.000 orang yang menjalani terapi dengan INH menderita neuropati perifer, 52% adalah
Kaukasian.6
Etiologi
Penyebab neuropati perifer dapat dibagi kepada genetik, diabetes mellitus tipe 2, inflamasi,
infeksi, toksin (termasuk obat-obatan), nutrisi, dan paraneoplastik. Contohnya dapat dilihat pada Tabel
3.
Tabel 3. Penyebab-penyebab Neuropati Perifer.3-5
Penyebab
Genetik
Contoh
Sindrom Charcot Marie Tooth (neuropati sensorimotor herediter), hereditary
Diabetes mellitus
Inflamasi
Infeksi
Toksin
klorokuin,
metronidazol,
nitrofurantoin, podofilin
Antiretroviral
Lamivudin, zidovudin
Obat kardiovaskular
Statin, amiodaron
Kemoterapi
Vinkristin, cisplatin
Imunomodulator
Vitamin
Talidomid
hipervitaminosis
Penyalahgunaan zat
(piridoksin)
Opioid, sedatif, amfetamin, nitrous oxide,
Lingkungan
heksakarbon
Logam berat
B6
Racun hewan
Racun tumbuh-
tumbuhan
Lain-lain
(kolkisin)
Arsenik, akrilamid,
organofosfat,
trikloroetilen, etilen
oksida, dioksin, alkohol
Nutrisi (defisiensi)
Tiamin (vitamin B1), kobalamin (vitamin B12), piridoksin (vitamin B6), niasin
(vitamin B3), alfatokoferol (vitamin E)
Paraneoplastik
Small cell lung cancer (SCLC), kanker ovarium, kanker prostat, limfoma
Patofisiologi
Isoniazid atau INH (isonicotinic acid hydrazide) merupakan agen kemoterapeutik esensial
yang digunakan untuk semua regimen pengobatan tuberkulosis (TB). INH dimetabolisme oleh enzim
arilamin N-asetiltransferase tipe 2 (NAT2) di hepar menjadi asetilisoniazid dalam reaksi yang
menggunakan asetil-koA (asetil-koenzim A), yang kemudiannya dihidrolisis menjadi asetilhidrazin.
Asetilhidrazin dapat diasetilasi lagi oleh NAT2 menjadi diasetilhidrazin yang tidak toksik, atau
dioksidasi menjadi metabolit hepatotoksik oleh sitokrom P-4502E1 (CYP2E1). Asetilhidrazin sendiri
dapat berikatan dengan piridoksal-5-fosfat yang kemudiannya mengganggu sintesis GABA. Aktivitas
NAT2 yang rendah pada pasien tipe asetilator lambat meningkatkan risiko kerusakan hepar
dikarenakan sebagian besar asetilhidrazin dioksidasi menjadi metabolit hepatotoksik (Gambar 2).
Gen NAT2 dipengaruhi oleh polimorfisme genetik. Perbedaan fenotip gen NAT2 yaitu
kemampuan asetilasi dari masing-masing individu dalam populasi manusia adalah hasil polimorfisme
gen NAT2. Polimorfisme genetik NAT2 mempengaruhi aktivitas enzimatik NAT2 yang membedakan
manusia kepada tiga kelompok asetilator: cepat, intermediat, lambat. Pasien-pasien asetilator lambat
memiliki rata-rata waktu paruh eliminasi INH selama 3,14 jam dibanding 1,59 jam pada asetilator
cepat (Tabel 4). Polimorfisme NAT2 membagikan fenotip asetilator cepat, intermediat, dan lambat
dengan variasi interetnik (ras) yang sangat luas. Asetilasi cepat terdapat pada orang Inuit dan Jepang.
Asetilasi lambat merupakan fenotip predominan untuk kebanyakan orang Skandinavia, Yahudi,
Kaukasian, dan orang berkulit putih di Afrika Utara. 7,8
Tabel 4. Parameter Farmakokinetik Isoniazid (INH) dalam plasma antara asetilator cepat, intermediat,
lambat.7
Asetilator
C6
Ke
T0,5
Cmaks
9
Cepat
0,27
0,51
1,59
3,39
Intermediat
0,7
0,41
1,85
5,80
Lambat
2,20
0,27
3,14
7,09
Nota: C6 = konsentrasi INH dalam serum 6 jam setelah diberikan, K e = laju eliminasi INH (1/jam), T0,5
= waktu paruh eliminasi INH, Cmaks = konsentrasi maksimum INH dalam serum.
Penatalaksanaan
Mengingat bahwa neuropati perifer merupakan sejenis polineuropati yang mempunyai banyak
penyebab, pengobatan neuropati perifer adalah spesifik untuk penyebabnya. Khusus neuropati yang
disebabkan oleh INH, tidak ada pengobatan spesifik terhadapnya. Namun, neuropati perifer
disebabkan INH dapat diobati gejalanya dengan piridoksin 100-200 mg/hari, sehingga keluhannya
hilang.
Pencegahan
Pemberian piridoksin (vitamin B6) sebagai profilaksis dapat mencegah terjadinya neuropati
perifer serta gejala neurologis yang lain walaupun terapi INH berlanjut sehingga 2 tahun. Dosis
profilaksis piridoksin adalah 10 mg/hari. Edukasikan kepada pasien untuk berolahraga, makan
makanan rendah lemak dan kaya dengan vitamin B 12 (daging, ikan, telur, sereal terfortifikasi),
berhenti merokok, berhenti minum alkohol, dan kontrol glukosa darah jika menderita diabetes
mellitus.4,5
Komplikasi
Asetilator lambat dapat menyebabkan obat lebih banyak terakumulasi dan lebih jelas
memperlihatkan efek toksisitas dari molekul obat yang tidak dimetabolisme berbanding dengan
asetilator cepat dalam dosis yang sama. Dibanding dengan asetilator lambat, asetilator cepat
memerlukan dosis yang lebih tinggi dan pemberian yang lebih sering untuk mempertahankan efek
terapeutik yang efektif dan adekuat. Untuk pengobatan dengan INH, asetilator lambat lebih mudah
menderita efek samping INH berupa neuropati perifer karena defisiensi vitamin B 6 dan akan
menghambat pemakaian vitamin B6 jaringan dan akan memperbesar eksresi vitamin B6.4,5
Kesimpulan
Kesimpulannya, diagnosis neuropati perifer karena INH pada pasien perempuan berusia 30
tahun dengan keluhan gatal-gatal di lengan dan kaki adalah disebabkan pasien berasal dari ras
Kaukasian. Hal ini berdasarkan tinjauan pustaka bahwa ras Kaukasian merupakan faktor predisposisi
terhadap polimorfisme NAT2 tipe asetilasi lambat yang diketahui dapat mengakibatkan
neurotoksisitas dan hepatotoksisitas dari INH. Pasien juga sedang menjalani terapi INH untuk
tuberkulosis paru yang dideritanya. Oleh karena baru 4 bulan pasien didiagnosis tuberkulosis paru
10
(yang berarti 4 bulan pasien mungkin sudah mengkonsumsi INH), perjalanan penyakit neuropati
perifer pada pasien adalah bersifat subakut, yang biasanya disebabkan oleh toksin atau obat-obatan,
termasuklah INH.
11
Daftar Pustaka
1. Relling MV & Giacomini KM. Pharmacogenetics. In LL Brunton, BA Chabner & BC
Knollmann editor. Goodman & Gilman's the pharmacological basis of therapeutics. New
York: The McGraw-Hill Companies; 2011. pp.156-61.
2. Tauser RG, Pharmacogenetics: Matching the right foundation at personalized medicine in the
right genomic era. In D Sanoudou editor. Clinical applications of pharmacogenetics. Rijeka:
InTech; 2012. pp.3-30.
3. Bromberg MB, An approach to the evaluation of peripheral neuropathies. Semin Neurol 2005;
25(2):153-9.
4. Amato AA & Barohn RJ. Peripheral neuropathy. In DL Longo, AS Fauci, DL Kasper, SL
Hauser, JL Jameson, J Loscalzo editors. Harrison's principles of internal medicine. New York:
The McGraw-Hill Companies; 2013. pp.3448-63.
5. Leach JP & Davenport RJ. Neurological disease. In BR Walker, NR Colledge, SH Ralston &
ID Penman editors. Davidson's principles & practice of medicine. London: Elsevier Limited;
2014. pp.1224-5.
6. Bharucha NE & Ward CD. Peripheral neuropathy. In VL Feigin, DA Bennett editors.
Handbook of clinical neuroepidemiology. New York: Nova Publishers; 2007. pp.233-80.
7. Zabost A, Brzezinska S, Kozinska M, Blachnio M, Jagodzinski J, Zwolska Z, et al.
Correlation of N-acetyltransferase 2 genotype with isoniazid acetylation in Polish tuberculosis
patients. Biomed Res Int 2013; 12(5):1-5.
8. Gumbo T. Chemotherapy of tuberculosis, Mycobacterium avium complex disease, and
leprosy. In LL Brunton, BA Chabner & BC Knollmann editor. Goodman & Gilman's the
pharmacological basis of therapeutics. New York: The McGraw-Hill Companies; 2011.
pp.1555-8.
12