Study Kasus Interaksi Obat
Study Kasus Interaksi Obat
PENDAHULUAN
1. Mahasiswa dapat memahami ilmu tentang Interaksi Obat khususnya pada Studi
Kasus.
2. Mahasiswa dapat memecahkan masalah apabila dihadapi kejadian Interaksi Obat
yang dicontohkan pada beberapa kasus.
3. Mahasiswa dapat memenuhi tugas dalam mata kuliah Interaksi Obat (2 sks).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Interaksi obat atau lebih dikenal dengan istilah drug interaction, merupakan
interaksi yang terjadi antar obat yang dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi obat
dapat menghasilkan efek baik terhadap pasien, namun tidak jarang menghasilkan efek
buruk, sehingga hal ini merupakan salah satu penyebab terbanyak terjadinya kesalahan
pengobatan. Secara umum, kesalahan pengobatan akibat interaksi obat ini jarang
terungkap akibat kurangnya pengetahuan, baik dokter, apoteker, apalagi pasien tentang
hal itu.
Interaksi obat didefinisikan sebagai modifikasi efek suatu obat akibat obat lain
yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan, sehingga keefektifan atau
toksisitas satu obat atau lebih berubah (Fradgley, 2003).
Interaksi obat didefinisikan oleh Committee for Proprietary Medicine Product
(CPMP) sebagai suatu keadaan bilamana suatu obat dipengaruhi oleh penambahan obat
lain dan menimbulkan pengaruh klinis.
Interaksi obat juga dapat diartikan sebagai fenomena yang terjadi apabila
pengaruh suatu obat diubah oleh pemberian obat sebelumnya atau untuk pemberian
obat yang bersamaan.
Obat yang mempengaruhi disebut dengan precipitant drug, sedangkan obat yang
dipengaruhi disebut sebagai object drug. Pada beberapa kasus, interaksi ini terkadang
dapat menimbulkan perubahan efek pada kedua obat, sehingga obat mana yang
mempengaruhi dan mana yang dipengaruhi, menjadi tidak jelas.
Interaksi obat terdiri dari 3 jenis, yaitu interaksi farmasetik (interaksi antar-obat
karena obat yang tidak dapat bercampur/inkompatibel); interaksi farmakokinetik
(interaksi antarobat yang menyebabkan peningkatan atau penurunan absorpsi,
metabolisme, distribusi, dan ekskresi obat lain); serta interaksi farmakodinamik
(interaksi obat yang berkompetisi pada tempat yang sama untuk bereaksi dalam tubuh).
Obat dapat berinteraksi dengan obat lain maupun dengan makanan atau minuman
yang dikonsumsi oleh pasien. Hal ini dapat terjadi karena dalam kehidupan sehari-hari,
tidak jarang seorang penderita mendapat obat lebih dari satu macam obat,
menggunakan obat ethical, obat bebas tertentu selain yang diresepkan oleh dokter
maupun mengkonsumsi makanan dan minuman tertentu seperti alkohol, kafein.
Perubahan efek obat akibat interaksi obat dapat bersifat membahayakan dengan
meningkatnya toksisitas obat atau berkurangnya khasiat obat. Namun, interaksi dari
beberapa obat juga dapat bersifat menguntungkan seperti efek hipotensif diuretik bila
dikombinasikan dengan beta-bloker dalam pengobatan hipertensi (Fradgley, 2003).
Jankel & Speedie (1990) mengemukakan kejadian interaksi obat pada pasien
rawat inap 2,2 % hingga 30 %, dan berkisar 9,2 % - 70,3 % pada pasien di masyarakat.
3
dan
mengurangi
penyerapan
parasetamol
(asetaminofen),
kulit dan usus, tetapi proporsi terbesar dilakukan oleh enzim yang
ditemukan di membran retikulum endoplasma sel-sel hati. Ada dua jenis
reaksi utama metabolisme obat. Yang pertama, reaksi tahap I (melibatkan
oksidasi, reduksi atau hidrolisis) obat-obatan menjadi senyawa yang lebih
polar. Sedangkan, reaksi tahap II melibatkan terikatnya obat dengan zat lain
(misalnya asam glukuronat, yang dikenal sebagai glukuronidasi) untuk
membuat senyawa yang tidak aktif. Mayoritas reaksi oksidasi fase I
dilakukan oleh enzim sitokrom P450 (Stockley, 2008).
b) Induksi Enzim
Ketika barbiturat secara luas digunakan sebagai hipnotik, perlu terus
dilakukan peningkatan dosis seiring waktu untuk mencapai efek hipnotik
yang sama, alasannya bahwa barbiturat meningkatkan aktivitas enzim
mikrosom sehingga meningkatkan laju metabolisme dan ekskresinya
(Stockley, 2008).
c) Inhibisi enzim
Inhibisi enzim menyebabkan berkurangnya metabolisme obat, sehingga
obat terakumulasi di dalam tubuh. Berbeda dengan induksi enzim, yang
mungkin memerlukan waktu beberapa hari atau bahkan minggu untuk
berkembang sepenuhnya, inhibisi enzim dapat terjadi dalam waktu 2
sampai 3 hari, sehingga terjadi perkembangan toksisitas yang cepat. Jalur
metabolisme yang paling sering dihambat adalah fase I oksidasi oleh
isoenzim sitokrom P450. Signifikansi klinis dari banyak interaksi inhibisi
enzim tergantung pada sejauh mana tingkat kenaikan serum obat. Jika
serum tetap berada dalam kisaran terapeutik interaksi tidak penting secara
klinis (Stockley, 2008).
d) Faktor genetik dalam metabolisme obat
Peningkatan pemahaman genetika telah menunjukkan bahwa beberapa
isoenzim sitokrom P450 memiliki polimorfisme genetik, yang berarti
bahwa beberapa dari populasi memiliki varian isoenzim yang berbeda
aktivitas. Contoh yang paling terkenal adalah CYP2D6, yang sebagian kecil
populasi memiliki varian aktivitas rendah dan dikenal sebagai metabolisme
7
2. Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi antara obat yang
memiliki efek farmakologis, antagonis atau efek samping yang hampir sama.
Interaksi ini dapat terjadi karena kompetisi pada reseptor atau terjadi antara obatobat yang bekerja pada sistem fisiologis yang sama. Interaksi ini biasanya dapat
diprediksi dari pengetahuan tentang farmakologi obat-obat yang berinteraksi (BNF
58, 2009).
a. Interaksi Aditif Atau Sinergis
Jika dua obat yang memiliki efek farmakologis yang sama diberikan
bersamaan efeknya bisa bersifat aditif. Sebagai contoh, alkohol menekan SSP,
jika diberikan dalam jumlah sedang dosis terapi normal sejumlah besar obat
(misalnya ansiolitik, hipnotik, dan lain-lain), dapat menyebabkan mengantuk
berlebihan. Kadang-kadang efek aditif menyebabkan toksik (misalnya aditif
ototoksisitas, nefrotoksisitas, depresi sumsum tulang dan perpanjangan interval
QT) (Stockley, 2008).
b. Interaksi Antagonis Atau Berlawanan
Berbeda dengan interaksi aditif, ada beberapa pasang obat dengan
kegiatan yang bertentangan satu sama lain. Misalnya kumarin dapat
memperpanjang waktu pembekuan darah yang secara kompetitif menghambat
efek vitamin K. Jika asupan vitamin K bertambah, efek dari antikoagulan oral
dihambat
dan
waktu
protrombin
dapat
kembali
normal,
sehingga
10
obatan lebih banyak daripada populasi umum. Risiko juga meningkat bila rejimen
pasien berasal dari beberapa resep. Peresepan dari satu apotek saja mungkin dapat
menurunkan risiko interaksi yang tidak terdeteksi (McCabe, et.al., 2003).
Interaksi obat potensial seringkali terjadi pada pasien rawat inap yang diresepkan
banyak pengobatan. Prevalensi interaksi obat meningkat secara linear seiring dengan
peningkatan jumlah obat yang diresepkan, jumlah kelas obat dalam terapi, jenis
kelamin dan usia pasien (Mara and Carlos, 2006).
2.5 PRECIPITANT DRUG DAN OBJECT DRUG
Secara farmakologis, obat yang bertindak sebagai precipitant drug mempunyai
sifat sebagai berikut:
a. Obat yang terikat banyak oleh protein plasma, akan menggeser obat lain (object
drug) dari ikatan proteinnya. Contoh: Aspirin, Fenilbutazon dan golongan Sulfa.
b. Obat yang menghambat atau merangsang metabolisme obat lain. Contohnya:
Perangsang metabolisme: Fenitoin, Karbamazepam, Rifampisin, Antipirin dan
Griseofulvin.
Penghambat metabolisme: Allopurinol, Simetidin, Siklosporin, Luminal,
Kasus 1
Tn. Andi masuk Rumah Sakit dengan keluhan lemah dan muntah beberapa
kali. Kulitnya nampak kuning dan ada bekas-bakas garukan pada tangan dan kaki.
Dia ternyata memiliki riwayat diabetes mellitus dan sudah rutin menggunakan
glibenklamid 3dd 1 tab untuk mengontrol kadar gula darahnya. Karena stres
dengan pekerjaannya, maag sering kambuh dan mendapatkan pengobatan
simetidin prn. Diketahui juga ternyata dia setiap pusing selalu minum
parasetamol dan kadang-kadang minum alkohol.
Data laboratorium yang ada :
2.7.2
SGPT
: 60 unit/liter
SGOT
: 45 unit/liter
Icterus Indeks
: 8 satuan
Albumin
: jumlah normal
GGT
: 90 IU/L
Kasus 2
Tn X seorang veteran berumur 68 tahun dirawat di RS dengan keluhan
tekanan darah tinggi pengobatan yang diterimanya adalah Propanolol 80 mg, 2x
sehari. Tn X tidak pernah merokok dan mempunyai riwayat penyakit maag.
Untuk mengobati maag tuan doni diberi simetidin prn. Tuan X sering mengalamai
lesu lemah dan napas berbunyi seperti penderita asma atau sulit bernapas.
2.7.3
Kasus 3
Nyonya Santi umur 59 tahun dirawat di rumah sakit karena merasa lemas,
diare lebih dari 5 kali. Mempunyai riwayat imsommia yang sulit diobati dan
hipertensi. Nyonya Santi masih mendapat pengobatan fenobarbital prn dan
atenolol 50 mg 1dd. Nyonya Santi sedang mengalami batuk pilek dan diberi obat
obat flu dan batuk yang mengandung pelega hidung yaitu pseudoefedrin.
12
2.7.4
Kasus 4
Tn. Kogoro Mori 40 tahun mendapat pengobatan karena
menjalani
perawatan TBC pada fase lanjutan (INH, rifampisin, dan vitamin B6) yaitu bulan
keempat. Tanda pemberian obat TBC sebelum makan (ante coenam).
2.7.5
Kasus 5
Ny. Hikaru Utada (29 th) datang ke apotik bersama suami dan bayinya untuk
membeli obat pusing dan obat anti alergi karena tadi tiba-tiba saja muncul ruamruam di kulit. Sering maag sehingga mendapatkan juga simetidin dengan aturan
pakai prn 1 tab. Dia mempunyai riwayat epilepsi sejak kecil dan terkontrol baik
dengan menggunakan resep fenitoin dari dokter 2 dd 1 caps. Dia juga rutin
memakai nifedipin 10 mg 2 dd 1 tab untuk mengontrol tekanan darahnya tetapi
kadang lupa minum.
BAB III
PEMBAHASAN
No.
Obat Objek
Obat
1.
(A)
Glibenklamid
Presipitan (B)
Simetidin
2.
Glibenklamid
Alkohol
Mekanisme Interaksi
Efek
Pemecahan
Simetidin merintangi
Efek glibenklamid
Masalah
Menghentikan
enzim-enzim oksidatif
ditingkatkan oleh
pemakaian simetidin
hati sehingga
simetidin karena
dan menggunakan
perombakan obat-obat
eliminasi
terapi non
diperlambat.
farmakologi untuk
mengakibatkan kerja
kambuh kembali.
Alkohol dapat
Meningkatkan efek
Menghentikan
glibenklamid dan
pemakaian alkohol.
mengubah metabolisme
meningkatkan efek
bermacam-macam obat.
hipoglikemia.
13
3.
Parasetamol
Alkohol
Alkohol dapat
Efek parasetamol
Jangan
mengkonsumsi
mengubah metabolisme
menyebabkan
parasetamol pada
bermacam-macam obat.
4.
Propanolol
Simetidin
Meningkatkan efek
disengaja.
Efek propanolol
Menghentikan
propanolol dengan
ditingkatkan dan
pemakaian simetidin
dan mengganti
eliminasi diperlambat.
brakardia, aritmia,
simetidin dengan
napas berbunyi
antasida lainnya.
seperti penderita
asma atau sulit
5.
6.
7.
Atenolol
Atenolol
Vitamin B6
Fenobarbital
Pseudoefedrin
Isoniazida
Fenobarbital dapat
bernapas.
Tekanan darah yang
Tidak mengkonsumsi
diobati dengan
atenolol dan
beta bloker.
fenobarbital secara
tidak terkendali
bersamaan. Diberi
dengan baik.
Pesudoefedrin dapat
satu jam.
Menghentikan
diobati dengan
pemberian obat
beta bloker.
pseudoefedrin dan
mungkin tidak
menggantikan
terkendali dengan
Kombinasi vitamin B6
baik.
Hilangnya vitamin
farmakologi.
Harus diberikan
B6 dalam tubuh.
Vitamin B6
menghilangkan vitamin
8.
tambahan.
B6 dari tubuh.
Makanan dapat
Pemberian obat
rifampisin,
mengurangi absorbsi
dapat dicapai.
dan vitamin
obat.
INH,
Makanan
B6
keadaan kosong.
14
9.
10.
Nifedipin
Fenetoin dan
Fenitoin
Simetidin
Nifedipin
Fenitoin menurunkan
Menurunkan
Mengganti nifedipin
konsentrasi
dengan obat
eliminasi obat
nifedipine dalam
antihipertensi lain.
dipercepat.
Efek fenetoin dan
plasma.
Meningkatnya
Pemakaian simetidin
nifedipin ditingkatkan
konsentrasi kedua
diganti dengan
antasida.
eliminasi diperlambat.
plasma.
15
kadar ALP biasanya disertai dengan gejala fisik yaitu warna kuning pada kulit, kuku
ataupun bagian putih bola mata.
6. Adanya gangguan fungsi sintesis hati (liver) salah satunya ditunjukkan dengan
menurunnya kadar SGPT dan SGOT pasien seperti pada data hasil laboratorium.
7. Kadar SGOT dan SGPT yang normalnya 41 dan 56 unit/ liter. Pada data lab. pasien
kenaikan kadar SGPT dan SGOT tidak sampai 3 kali lipat dari kadar normal, sehingga
pasien tersebut digolongkan dalam hepatitis akut.
Pemecahan Masalah
Terapi Farmakologi
Menghentikan pengkonsumsian paracetamol, cimetidin, dan glibenklamid secara
oral. Untuk mengatasi hepatitis akutnya dengan pemberian injeksi asetil sistein untuk
mencegah hepatitis akut menjadi kronis, karena sel-sel hati dapat meregenerasi selselnya sendiri.
Untuk mengatasi diabetes melitusnya di gunakan obat-obat yang ekskresinya
melalui ginjal dan injeksi.
Terapi Farmakologi
Menghentikan penggunaan simetidin dan mengganti simetidin dengan pemberian
antasida lainnya agar tidak terjadi interaksi obat.
16
Tuan X dapat mengontrol tekanan darah tinggi dengan mengontrol makanan dengan
mengurangi asupan garam. Untuk pencegahan penyakit maag dapat dengan mengatur
pola makan yang teratur.
KASUS 3 (Tabel No. 5 dan 6)
Analisa Kasus
Nyonya Santi mengalami diare lebih dari 5 kali. Pertolongan pertama adalah pemberian
oralit untuk pengganti cairan tubuh. Nyonya santi juga mengalami hipertensi dan imsommia
yang yg sulit diobati. Diberi obat atenolol dan fenobarbital. Pemberian fenobarbital secara
bersamaan dengan atenolol dapat menyebabkan interaksi obat. Fenobarbital dapat
menurunkan efek dari beta bloker yang mengakibatkan tekanan darah yang diobati dengan
golongan beta bloker mungkin tidak terkendali dengan baik. Obat batuk yang mengandung
pelega hidung pesudoefedrin juga dapat menghambat efek dari beta bloker.
Pemecahan Masalah
Terapi Farmakologi
Pemberian obat atenolol dengan febobarbital jangan bersamaan. Pemberian obat
diberi jarak paling sedikit satu jam.
17
Pemecahan Masalah
o Pemberian obat harus sebelum makan agar absorpsi tidak terganggu dan tidak ada
interaksi antara obat dengan makanan.
o Pemberian Vitamin B6 dengan dosis 10 mg/hari.
Terapi Farmakologi
Penggantian obat dilakukan pada nifedipin sebagai antihipertensi. Selain nifedipin,
penggunaan simetidin juga diganti dengan antasida yang memberi efek lokal seperti
kombinasi Alumunium hidroksida dan magnesium hidroksida.
18
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
1. Interaksi obat atau lebih dikenal dengan istilah drug interaction, merupakan
interaksi yang terjadi antar obat yang dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi obat
dapat menghasilkan efek baik terhadap pasien, namun tidak jarang menghasilkan
efek buruk.
2. Obat yang mempengaruhi disebut dengan precipitant drug, sedangkan obat yang
dipengaruhi disebut sebagai object drug.
3. Dalam makalah ini ada beberapa kasus, diantaranya adalah mengenai diabetes,
hipertensi dan TBC. Ketiga penyakit tersebut merupakan salah satu penyakit
dengan kasus Interaksi Obat yang sering terjadi. Dalam terapi penyakit ini
penggunaan obatnya lebih dari satu secara bersamaan (polifarmasi), yang akan
memudahkan terjadinya Interaksi Obat.
4.2 SARAN
1. Dengan adanya kasus interaksi obat yang sering terjadi, diharapkan tenaga
kesehatan khusnya dokter dan apoteker, lebih hati-hati dalam terapi dan pemberian
obat lebih dari satu secara bersamaaan.
2. Diharapkan adanya penanganan yang paling optimal atas kasus-kasus yang sering
terjadi.
19
3. Dokter dan apoteker diharapkan juga bisa mencegah agar kasus-kasus interaksi
obat dapat diminimalisir dan tidak semakin parah.
20