Anda di halaman 1dari 11

MANAJEMEN STRES

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Psikologi Konseling
Dosen Pengampu: Dra.Maryatul Kibtiyah, M.Pd

Disusun oleh :

1. Nur Azizah
2. Nafatya Nazmi
3. Nurul Isnaeni

(121111073)
(121111071)
(121111077)

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014

I.

PENDAHULUAN
Stress merupakan

fenomena

psikofisis

yang

manusiawi.

Artinya stress itu bersifat inheren pada diri setiap orang dalam
mnejalani kehidupan sehari-hari. Stress dialami setiap orang dengan
tidak mengenal jenis kelamin, usia, kedudukan, jabatan atau status
sosial-ekonomi. Stress bisa dialami oleh bayi, anak-anak, remaja
atau dewasa, pejabat atau warga masyarakat biasa; pengusaha
atau karyawan; serta pria maupun wanita.
Stress dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif
terhadap individu. Pengaruh positif dari stress adalah mendorong
individu untuk melakukan sesuatu, embangkitkan kesadaran dan
meenghasilkan pengalaman baru. sedangkan pengaruh negatifnya
adalah menimbulkan perasaan-perasaan tidak percaya diri, dan
penolakan,

marah,

atau

depresi,

yang

kemudian

meemicu

munculnya penyakit seperti sakit kepala, sakit perut, insomnia,


tekanan darah tinggi atau stroke.1
II.

III.

RUMUSAN MASALAH
1. Apa sajakah teori dasar dari stres?
2. Bagaimanakah pengelolaan (manajemen) stres?
3. Apa sajakah macam dari coping?
PEMBAHASAN
1. Terori Dasar Stres
Stress menurut A. Baum diartikan sebagai pengalaman
emosional

yang

negatif

yang

disertai

perubahan-perubahan

biokimia, fisik, kognitif dan tingkah laku yang diarahkan untuk


mengubah peristiwa stres tersebut atau mengakomodasi dampakdampaknya.
Kemampuan

individu

dalam

bertahan

terhadap

stress

sehingga tidak membuat kepribadiannya berantakan disebut


dengan tingkat toleransi terhadap stress. Tiap individu memiliki
tingkat toleransi yang berbeda, individu dengan kepribadian yang
lemah bila dihadapkan stress kecil maka akan bersikap abnormal.

1Farid Mashudi,Psikologi Konseling,2013,Yogyakarta: IRCiSoD,hlm.184


2

Sebaliknya bila individu dengan

kepribadian kuat akan mampu

mengatasinya.2
Teori dasar tentang stress dapat disimpuulkan kedalam tiga
variabel pokok (Ray Wolfe dan Windy Dryden, 1990: 530-532; James
W. Greenwood III & James W. Greedwood Jr., 1979:30. Berikut
penjelasan ketiga variabel tersebut.
A. Variabel Stimulus
Variabel ini dikenal pula

dengan

engineering

approach

(pendekatan rekayasa), yang mengkonsepsikan stress sebagai


suatu stimulus atau tuntutan yang mengancam (berbahaya), yaitu
tekanan dari luar terhadap individu yang dapat menyebabkan sakit
(mengganggu kesehatan). Dalam model ini stress dapat juga
disebabkan oleh stimulasi eksternal, baik seddikit maupun banyak.3
Stres sebagai stimulus dapat dicontohkan : lingkungan sekitar
yang penuh persaingan, misalnya di terminal dan stasiun kereta api
menjelang lebaran. Mereka yang ada di lingkungan tersebut, bik itu
calon penumpang awak bus atau kereta api, para petugas dst, sulit
untuk

menghindar

dari

situasi

yang

menegangkan

(stressor)

tersebut. Hal serupa juga dapat diamai pada lingkungan dimana


terjadi bencana alam atau musibah lainnya, misalnya banjir, gunung
meletus, ledakan bom di tengah keramaian dst.4
B. Variabel Respon
Variabel ini disebut pula dengan physiological approach
(pendekaatn fisiologis) yang didasarkan pada model triphase dari
Han Seyle. Ia mengembangkan konsep yang lebih spesifik tentang
reaksi manusia terhadap stressor, yang ia namakan GAS (General

2V. Mark Durranddkk,Psikologi Abnormal,2006,Yogyakarta:Penerbit


PustakaPelajar,hlm.208

3Ibid,Farid Mashudi,Psikologi Konseling, hlm.186


4WeningWihartati,Psikologi Abnormal,2011, Semarang:FakultasDakwah IAIN
Walisongo,hlm.54
3

Adaption Syndrome), yaitu mekanisme respons tipikal tubuh dalam


merespon rasa sakit, ancaman, atau stressor lainnya.
GAS terdiri atas tiga tahap, Pertama, reaksi alarm, yang
terjadi

ketika

organisme

merasakan

adanya

ancaman

yang

kemudian meresponnya dengan fight atau flight. kedua,, resistance,


yang

terjadi

apabila

stress

itu

berkelanjutan.

Disini,

terjadi

perubahan fisiologis yang melakukan keseimbangan sebagai upaya


mengatasi ancaman. Ketiga, exhaustion, yang terjadi apabila stess
terus berkelanjutan di atas periode waktu tertentu, sehingga
organisme mengalami sakit (menurut Seyl, organisme memiliki
keterbatasan untuk melawan stres).
Respon individu terhadap stressor memiliki dua komponen,
yaitu komponen psikologis, misalnya terkejut, cemas, malu, panik,
nervous dst. Dan komponen fisiologis, misalnya denyut nadi menjadi
lebih cepat, perut mual, mulut kering, banyak keluar keringat dst.
Respon-respon psikologis dan fisiologis terhadap stressor disebut
strain atau ketegangan.
C. Variabel Interaktif
Variabel ini meliputi dua teori, yaitu interaksional dan
transaksional. Berikut penjelasan masing-masing.
a. Teori Interaksional
Teori interaksional memfokuskan pembahasannya kepada
aspek-aspek. Keterkaitan antara individu dengan lingkungannya,
dan hakikat hubungan antara tuntutan pekerjaan dengan kebebasan
mengambil keputusan.
b. Teori Transaksional
Teori transaksional memfokuskan pembahasannya kepada
aspek-aspek kognitif dan afektif individu dalam berinteraksi dengan
lingkungannya, serta gaya-gaya coping yang dilakukannya. Salah
satu teori yang terkenal dari teori transaksional ini adalah teori dari
Lazarrus dan Folkman (1984). Mereka mendefinisikan stress sebagai
4

hasil

(akibat)

kemampuan.

dari

ketidakseimbangan

Pengertian

ini

antara

mengaplikasikan

tuntutan
bahwa

dan

apabila

tuntutan itu lebih besar daripada kemampuan yang dimiliki individu,


maka

ia

akan

mengalami

stress.

Ettapi,

sebaliknya, apabila

kemampuan indiviidu lebih besar daripada tuntutan, atau ia


memiliki kesanggupan untuk mengatasi ancaman yang dihadapi,
maka ia menilai tuntutan atau ancaman itu sebagai tantangan,
sehingga tuntutan itu tidak menyebabkan stress.
Terkait dengan variabel respons terhadap stress, Walter
Cannon mengemukakan pendapat sekitar tahun 1932 bahwa
manusia merespons peristiwa stres dengan fisik maupun psikis
untuk

mempersiapkan

dirinya,

baik

melawan/mengatasi

atau

meghindari/melarikan diri dari stress (fihgt or flight response).


Selanjutnya, ia mengatakan bahwa ketika individu mempersepsi
adanya ancaman, maka tubuhnya secara cepat mereaksinya
melalui sistem syaraf sympathetic dan sistem endoktrin.5
2. Pengelolaan (Manajemen) Stress
Pengelolaan stess disebut juga dengan istilah coping. Menurut
R. S. Lazarus dan Folkman (Taylor, 2003: 219), copingadalah proses
mengelola tuntutan yang ditaksir sebagai beban karena diluar
kemampuan diri individu. Faktor yang mempengaruhi copingsebagai
upaya mereduksi atau mengatasi stress ada 2 macam yakni:
a. Dukungan Sosial
Dukungn sosial dapat diartikan sebagai pemberian bantuan
atau pertolongan terhadap seseorang yang mengalami stres dari
orang lain yang memiliki hubungan dekat (saudara atau teman).
House mengemukakan bahwa dukungan sosial memiliki empat
fungsi, antara lain:
1) Emotional Support, yang meliputi pemberian curahan kasih
sayang, perhatian, kepedulian.
2) Appraisal Support, yang meliputi bantuan orang lain untuk
menilai dan mengembangkan kesadaran akan masalah yang
dihadapi, termasuk usaha-usaha untuk mengklarifikasi hakikat
5Ibid,Farid Mashudi,Psikologi Konseling,hlm.187-188
5

masalah tersebut, dan memberikan umpan balik tentang hikmah


dibalik masalah tersebut.
3) Informational Support, yang

meliputi

nasehat

dan

diskusi

tentang bagaimana mengatasi dan memecahkan masalah.


4) Instrumental Support, yang meliputi bantuan material, seperti
memberikan tempat tinggal, meminjamkan uang dan menyertai
berkunjung ke biro layanan sosial.6
b. Keribadian
Tipe atau karakteristik kepribadian mempunyai pengaruh
terhadap coping atau usaha mengatasi stress yang di hadapi,
diantara tipe atau karakteristik kepribadian itu adalah:
a) Hardines (Ketabahan atau daya tahan)
Hardiness dapat diartikan sebagai tipe kepribadian yang
ditandai dengan sikap komitmen, internal locus control, dan
kesadaran terhadap tantangan (challenge). Suzanne Kobasa (1979),
sebagai pencetus istilah hardines, menjelaskan ketiga karakteristik
tersebut. Commitment, yaitu keyakinan seseorang tentang sesuatu
yang seharusnya ia lakukan, misalnya keterlibatannya dalam
kehidupan
sebagainya.

lingkungan

kerja,

Eksternal/Internal

lembaga-lembaga
locus

control,

sosial

yaitu

dan

dimensi

kepribadian tentang keyakinan atau persepsi bahwa keberhasilan


atau

kegagalan

internal/eksternal.
seseorang
mengancam

yang

dialami

Challenge,

terhadap
sebagai

yaitu

situasi
suatu

disebabkan

atau

kecenderungan
tuntutan

tantangan,

dihadapi.
b) Optimis (Optimism)
Optimis
merupakan

faktor

yang

(peluang)

kecenderungan

faktor
persepsi

sulit
yang

umum

atau
harus

untuk

mengharapkan hasil-hasil yang baik. Sikap optimis memungkinkan


seseorang dapat meng-cope stress secara lebih efektif, dan dapat
mereduksi dampaknya yaitu jatuh sakit.
c) Humoris

6Ibid,Farid Mashudi,Psikologi Konseling,hlm.226


6

Orang yang senang terhadap humor cenderung lebih toleran


dalam menghadapi situasi stress daripada orang yang tidak senang
humor (seperti orang yang bersikap kaku, dinhin, pemurung, atau
pemarah).7
3. Macam-Macam Coping
A. Prinsip Homeostatis
Stress merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan dan
cenderung bersifat merugikan. Oleh karena itu, setiap individu yang
mengalaminya pasti berusaha mengatasi masalah ini.Hal demikian
sesuai dengan prinsip yang berlaku pada organisme, khususnya
manusia yakni prinsip homeostatis. Menurut prinsip ini organisme
selalu berusaha mempertahankan keadaan seimbang pada dirinya.
Sehingga bila suatu saat terjadi keadaan tidak seimbang maka akan
ada usaha untuk mengembalikannya pada keadaan seimbang.
Seperti: jalan-jalan, berenang, refreshing, atau mengasingkan diri
dan sebagainya.8
B. Coping Negatif
Coping negatif meliputi beberapa hal. Pertama, giving up
(withdraw), melarikan diri dari kenyataan atau situasi stress yang
bentuknya seperti sikap apatis, kehilangan semangat atau perasaan
tak berdaya, minuman keras atau mengkonsumsi obat terlarang.
Kedua, agresif, yaitu berbagai perilaku menyerang atau menyakiti
orang lain baik verbal maupun non verbal.9
Stress sering berpuncak pada kemarahan

atau

agresi,

sebenarnya agresi jarang terjadi, namun apabila terjadi itu hanya


berupa respon penyesuaian diri. Contoh: mencari kambing hitam,
menyalahkan pihak lain dan kemudian melampiaskan agresi pada
sasaran.10 Ketiga, memanjakan diri sendiri dengan berperilaku
konsumerisme yang berlebihan seperti makan yang enak, merokok,
7Ibid,Farid Mashudi,Psikologi Konseling,hlm.224-227
8WeningWihartati,Psikologi Abnormal,2011, Semarang:FakultasDakwah IAIN
Walisongo,hlm.58
9Ibid,Farid Mashudi,Psikologi Konseling,hlm. 227
10TristiadiArdiArdanidkk,Psikologi Klinis,2007,Yogyakarta:Graha Ilmu,hlm.44
7

menenggak

minuman

keras,

dn

menghabiskan

uang

untuk

berbelanja. Keempat, mencela diri sendiri, yaitu mencela atau


menilai negatif terhadap diri sendiri sebagai respons terhadap
frustasi

atau

kegagalan

dalam

memperoleh

sesuatu

yang

diinginkan. Kelima, mekanisme pertahanan diri yang bentuknya


seperti menolak kenyataan dengan cara melindungi diri dari suatu
kenyataan yang tidak menyenangkan seperti seorang erokok
mengatakan bahwa rokok merusak kesehatan hanya teori belaka,
berfantasi dan sebagainya.
C. Coping Positif
Coping yang konsumtif diartikan sebagai upaya-upaya untuk
mebghadapi situasi stress dengan cara sehat. Coping positif ini
memiliki beberapa ciri. Pertama, menghadapi masalah secara
langsung, mengevaluasi alternatif secara rasional dalam upaya
memecahkan masalah tersebut. Kedua, menilai atau mempersepsi
situasi stress didasarkan kepada pertimbangan yang rasional.
Ketiga, mengendalikan diri dalam menghadapi masalah yang
dihadapi.
Coping

yang

positif

dapat

dilakukan

melalui

beberapa

pendekata, diantaranya:
a) Rational emotive therapy
Merupakan pendekatan therapy yang memfokuskan pada upaya
untuk mengubah pola berpikir klien yang irrasional sehingga
dapat

mengurangi

gangguan

emosi

atau

perilaku

yang

maladaptif.
b) Meditasi
Merupakan latihan mental untuk memfokuskan kesadaran atau
perhatian dengan cara nonanalisis. Pendekatan meditasi ini
banyak bentuknya yakni Yoga, Zein, dan Transcendental.
c) Relaksasi
Relaksasi dapat mengatasi kekalutan meosional dan mereduksi
masalah fisiologis (gangguan atau penyakit fisik).
d) Mengamalkan ajaran agama sebagai wujud keimanan kepada
tuhan
Kualitas

keimanan

seseorang

dapat

diukur

dari

tingkat

ibadahnya kepada Tuhan, baik yang bersifat ibadah vertical


8

maupun

horizontal.

Seseorang

yang

taat

beribadah

dan

memahami substansi ibadah itu sendiri pasti mempunyai pribadi


yang

positif

sehingga

kehidupannya

ia

(personal

mampu
maupun

mengelola
sosial)

hidup

secara

dan

sehat,

bermanfaat atau bermakna.11


IV.

KESIMPULAN
Stres merupakan perasaan tidak enak, tidak nyaman atau
tertekan baik fisik maupun psikis sebagai respon terhaap stressor
yang mengancam, membebani atau membahayakan keselamatan,
kepentingan atau kesejahteraan hidup.
Manajemen stres dapat dilakukan dengan dukungan sosial,
yakni

bantuan

atau

pertolongan

terhadap

seseorang

yang

mengalami stres dari orang lain yang memiliki hubungan dekat


(saudara atau teman). Dan kepribadian, seperti Hardines, optimis,
dan humoris.
Sedangkan macam dari coping yaitu:
1. Prinsip Homeostatis
Menurutprinsipiniorganismeselaluberusahamempertahankan
keadaanseimbangpadadirinya.Sehinggabilasuatusaatterjadikeadaan
tidakseimbangmakaakanadausahauntukmengembalikannyapadakea
daanseimbang.
2. Coping Negatif
Dalam hal ini dilakukan dengan: giving up (withdraw),
agresif,memanjakan

diri

sendiri,

mencela

diri

sendiri ,

dan

mekanisme pertahanan diri yang bentuknya seperti menolak


kenyataan dengan cara melindungi diri dari suatu kenyataan yang
tidak menyenangkan.
3. Coping Positif
Coping yang konsumtif diartikan sebagai upaya-upaya untuk
mebghadapi situasi stress dengan cara sehat.

11Ibid,Farid Mashudi,Psikologi Konseling,hlm.228-232


9

V.

PENUTUP
Demikianlah uraian yang dapat penulis sampaikan dalam
makalah ini. Sebagai manusia biasa, tentunya makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran konstruktif
dari pembaca sangat diharapkan untuk mewujudkan hasil yang
lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
para pembaca umumnya.

10

DAFTAR PUSTAKA
-

Ardani,TristiadiArdidkk,PsikologiKlinis,2007,Yogyakarta:GrahaIl

mu.
Durrand, V. Mark dkk,Psikologi

Abnormal,2006,Yogyakarta:PenerbitPustakaPelajar.
Mashudi, Farid, Psikologi Konseling, 2013, Yogyakarta:

IRCiSoD.
Wihartati, Wening,Psikologi Abnormal,2011,
Semarang:FakultasDakwah IAIN Walisongo.

11

Anda mungkin juga menyukai