KASUS :
Seorang wanita berumur 50 tahun menderita penyakit kanker payudara terminal dengan
metastase yang telah resisten terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi. Wanita tersebut
mengalami nyeri tulang yang hebat dimana sudah tidak dapat lagi diatasi dengan
pemberian dosis morphin intravena. Hal itu ditunjukkan dengan adanya rintihan ketika
istirahat dan nyeri bertambah hebat saat wanita itu mengubah posisinya. Walapun klien
tampak bisa tidur namun ia sering meminta diberikan obat analgesik, dan keluarganya
pun meminta untuk dilakukan penambahan dosis pemberian obat analgesik. Saat
dilakukan diskusi perawat disimpulkan bahwa penambahan obat analgesik dapat
mempercepat kematian klien.
Kasus di atas merupakan salah satu contoh masalah dilema etik (ethical dilemma).
Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang
memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak memuaskan
sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk membuat keputusan
yang etis, seseorang harus tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional.
Kerangkan pemecahan dilema etik banyak diutarakan dan pada dasarnya menggunakan
kerangka proses keperawatan / pemecahan masalah secara ilmiah (Thompson &
Thompson, 1985).
Kozier et. al (2004) menjelaskan kerangka pemecahan dilema etik sebagai berikut :
Mengembangkan data dasar
Mengidentifikasi konflik
Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan
mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut
Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat
Mendefinisikan kewajiban perawat
Membuat keputusan
PEMECAHAN KASUS DILEMA ETIK
1. Mengembangkan data dasar :
a. Orang yang terlibat : Klien, keluarga klien, dokter, dan perawat
b.Tindakan yang diusulkan : tidak menuruti keinginan klien untuk memberikan
penambahan dosis morphin.
c.Maksud dari tindakan tersebut : agar tidak membahayakan diri klien
d.Konsekuensi tindakan yang diusulkan, bila tidak diberikan penambahan dosis morphin,
klien dan keluarganya menyalahkan perawat dan apabila keluarga klien kecewa terhadap
pelayanan di bangsal mereka bisa menuntut ke rumah sakit.
2. Mengidentifikasi konflik akibat situasi tersebut :
Penderitaan klien dengan kanker payudara yang sudah mengalami metastase mengeluh
nyeri yang tidak berkurang dengan dosis morphin yang telah ditetapkan. Klien meminta
d.Membantu klien untuk menemukan mekanisme koping yang adaptif terhadap masalah
yang sedang dihadapi
e.Membantu klien untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai
dengan keyakinannya
6. Membuat keputusan
Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan konsekuensi masingmasing terhadap klien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan pendekatan yang
paling menguntungkan / paling tepat untuk klien. Namun upaya alternatif tindakan lain
perlu dilakukan terlebih dahulu misalnya manajemen nyeri (relaksasi, pengalihan
perhatian, atau meditasi) dan kemudian dievaluasi efektifitasnya. Apabila terbukti efektif
diteruskan namun apabila alternatif tindakan tidak efektif maka keputusan yang sudah
ditetapkan antara petugas kesehatan dan klien/ keluarganya akan dilaksanakan.
DISKUSI :
Suatu intervensi medis yang bertujuan untuk mengurangi penderitaan klien namun dapat
mengakibatkan kematian klien atau membantu pasien bunuh diri disebut sebagai
euthanasia aktif. Di Indonesia hal ini tidak dibenarkan menurut undang-undang, karena
tujuan dari euthanasia aktif adalah mempermudah kematian klien. Sedangkan euthanasia
pasif bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan penderitaan klien namun
membiarkannya dapat berdampak pada kondisi klien yang lebih berat bahkan memiliki
konsekuensi untuk mempercepat kematian klien. Walaupun sebagian besar nyeri pada
kanker dapat ditatalaksanakan oleh petugas kesehatan profesional yang telah dilatih
dengan manajemen nyeri, namun hal tersebut tidak dapat membantu sepenuhnya pada
penderitaan klien tertentu. Upaya untuk mengurangi penderitaan nyeri klien mungkin
akan mempercepat kematiannya, namun tujuan utama dari tindakan adalah untuk
mengurangi nyeri dan penderitaan klien.
PRINSIP LEGAL DAN ETIK :
Euthanasia (Yunani : kematian yang baik) dapat diklasifikasikan menjadi aktif atau pasif.
Euthanasia aktif merupakan tindakan yang disengaja untuk menyebabkan kematian
seseorang. Euthanasia pasif merupakan tindakan mengurangi ketetapan dosis pengobatan,
penghilangan pengobatan sama sekali atau tindakan pendukung kehidupan lainnya yang
dapat mempercepat kematian seseorang. Batas kedua tindakan tersebut kabur bahkan
seringkali merupakan yang tidak relevan.
Menurut teori mengenai tindakan yang mengakibatkan dua efek yang berbeda,
diperbolehkan untuk menaikkan derajat/dosis pengobatan untuk mengurangi penderitaan
nyeri klien sekalipun hal tersebut memiliki efek sekunder untuk mempercepat
kematiannya.
Prinsip kemanfaatan (beneficence) dan tidak merugikan orang lain (non maleficence)
dapat dipertimbangkan dalam kasus ini. Mengurangi rasa nyeri klien merupakan tindakan
yang bermanfaat, namun peningkatan dosis yang mempercepat kematian klien dapat
dipandang sebagai tindakan yang berbahaya. Tidak melakukan tindakan adekuat untuk
mengurangi rasa nyeri yang dapat membahayakan klien, dan tidak mempercepat
kematian klien merupakan tindakan yang tepat (doing good).
KEPUSTAKAAN :
Kozier B., Erb G., Berman A., & Snyder S.J, (2004), Fundamentals of Nursing Concepts,
Process and Practice 7th Ed., New Jersey: Pearson Education Line
Taylor C., Lilies C., & Lemone P. (1997), Fundamentals of Nursing, Philadelphia :
Lippincott