Anda di halaman 1dari 97

MAKALAH MANAJEMEN PERTANIAN - MANAJEMEN AGRIBISNIS

TUGAS TERSTRUKTUR
MATA KULIAH MANAJEMEN AGRIBISNIS

Oleh:
Catur Anggi M.
Nabilla Ayudipa
Chyntia Andrean
Siti Khofifatul Isriyah
Ahmad Faris Syafii

115040100111035
115040100111127
115040100111152
115040101111204
115040113111012

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Alam telah memperlihatkan bahwa segala sesuatu dalam kehidupan
ini berbentuk sistem, dari sistem yang paling sederhana hingga sistem yang
paling kompleks.Berbagai bentuk sistem ini membentuk suatu jaring, yang
merupakan suatu jaringkehidupan. Suatu sistem yang berada dalam jaring
kehidupan akan saling mempengaruhidan saling tergantung satu sama lain

sehingga kondisi setiap sistem akan selalu salingterkait. Sifat-sifat tersebut


membuat suatu sistem kehidupan akan selalu berusahamembentuk dan
menjaga keseimbangan hubungan antara beragam sistem yang
ada,keseimbangan hubungan yang terjadi dan terbentuk secara otomatis
karena jaringkehidupan telah memiliki caranya sendiri untuk
menyeimbangkan hubungan antara satusistem dengan sistem
lainnya.Manusia dengan didasari oleh perasaan ingin tahu akan selalu
berusaha untuk memahami sistem dengan mempelajari dan mengamati
sistem itu sendiri. Pengamatan tentulah tidak dapat dilakukan secara
serentak pada beragam sistem, tetapi harus memfokuskan pada suatu
sistem yang dipilih dengan cara membatasi sistem tersebut. Dengan
memberikan garis batas maya bagi sistem yang akan diamati agar
terdapat pemisahan sementara antara sistem dengan lingkungan. Setelah
adanya batasan maya ini barulah suatu sistem dapat diamati sehingga
dapat dipahami apa pengaruh lingkungan bagi sistem,
Eriyatno (2003) dalam bukunya Ilmu Sistem menyatakan bahwa teori
sistem merupakan paradigma yang mempelajari sesuatu secara utuh dan
berusaha mencari pengertian secarakeseluruhan melalui pengetahuan atas
bagian-bagiannya. Dapat dikatakan bahwa kajiansistem dan kajian
spesialisasi akan saling melengkapi, memberikan gambaran realita
yangholistik, general, terpadu sekaligus dilengkapi dengan kajian yang
mendalam, detil dan rinci.
Ada beragam fakta yang membuktikan peranan agribisnis dalam
pembangunanIndonesia.
Data
perjalanan
sejarah
Indonesia
memperlihatkan bahwa agribisnis telahdilakukan pada zaman nenek
moyang dan menjadi penggerak ekonomi kerajaan-kerajaandahulu.
Banyak pelabuhan-pelabuhan besar berdiri dan menjadi makmur
berkatkeunggulan hasil bumi Indonesia.Seiring dengan pertumbuhan
populasi penduduk, pangsa pasar produk agribisnis juga tumbuh dengan
berkembangnya kebutuhan manusia akan produk-produk agribisnisyang
alami dan ramah lingkungan. Kebutuhan dan kesadaran manusia akan
bioenergi, biofarmaka, makanan organik, bio produk lainnya akan
membuat permintaan akan produk-produk agribisnis semakin meningkat
tetapi disisi lain volume sumberdaya alam(SDA) tetap bahkan ada
kecenderungan
menurunnya
kualitas
sumberdaya
alam
sehingga produktifitasnya juga menurun. Adanya peningkatan produk
agribisnis tetapi disisi lain produktifitas sumberdaya alam menurun
memerlukan pendekatan agribisnis untuk mengoptimalkan sumberdaya
yang ada untuk memenuhi kebutuhan manusia.Agribisnis melibatkan
multi sektor kehidupan manusia, berbagai hasil pertanian, perkebunan,
kehutanan, peternakan, perikanan, berperan dalam memenuhi
kebutuhanmanusia.
Agribisnis
terkait
dengan
pengelolaan

keanekaragaman hayati dan kekayaan biodiversity Indonesia, berperan


dalam degradasi Sumber Daya Alam dan Lingkungansekaligus berperan
dalam upaya menjaga ketahanan Sumber Daya Alam Indonesia.Agribisnis
terlibat dalam pemenuhan berbagai kebutuhan manusia baik fisik dan
nonfisik, menjadi pembuka lapangan kerja dan penghidupan bagi
masyarakat. Agribisnisterlibat dengan pemanfaatan dan pengembangan
IPTEK dalam rentang yang lebar mulaidari yang sederhana, tepat guna,
madya hingga teknologi tinggi. Agribisnis berperandalam pengembangan
pasar berbagai jenis, tipe dan fungsi untuk memenuhi danmemuaskan
kebutuhan konsumen dan memuaskan produsen. Adanya pasar
agribisnis juga mengembangkan aliran distribusi barang, jasa maupun
uang. Peran lain agribisnisadalah mendorong pengembangan sektor
industri keuangan dan sektor pendukungnya.Agribisnis juga berperan
dalam pengembangan organisasi usaha, organisasi penunjang usaha
termasuk organisasi kemasyarakatan. Singkatnya agribisnis berperan
dalammanajemen SDA, SDM, IPTEK, Pasar, Finansial, Organisasi.
(Anonymous a, 2012)
1.2
1.2.1
1.2.2
1.2.3
1.2.4
1.2.5
1.3
1.3.1
1.3.2
1.3.3
1.3.4
1.3.5

Rumusan masalah
Bagaimana perbedaan pertanian sebagai sebuah sektor dan agribisnis
sebagai sebuah sistem?
Bagaimana bagan sistem agribisnis dan hubungan antara agribisnis
dengan agroindustri?
Bagaimana fungsi dan peranan lembaga penunjang dalam sistem
agribisnis?
Bagaimana peranan agribisnis dalam perekonomian Nasional?
Bagaimana ruang lingkup agribisnis?
Tujuan
Mengetahui pengertian pertanian sebagai sebuah sektor dan agribisnis
sebagai sebuah sistem.
Mengetahui system agribisnis dan hubungaun antara agribisnis
dengan agroindustri.
Mengetahui fungsi dan peranan lembaga penunjang dalam system
agribisnis.
Mengetahui peranan agribbisnis dalam perekonomian Nasional.
Mengetahui ruang lingkup agribisnis.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Perbedaan pertanian sebuah sektor dan agribisnis sebuah sistem
a. Pertanian sebagai Sektor
Menurut Steinhoff (1995)

Kegiatan bisnis sebagai aktivitas yang menyediakan barang dan jasa


yang diperlukan atau diinginkan oleh konsumen,dapat dilakukan oleh
organisasi perusahaan yang memiliki badan hukum,perusahaan yang
memiliki badan usaha maupun perorangan yang tidak memiliki badan
hukum maupun badan usaha seperti pedagang kaki lima serta usaha
informal lainnya.
Menurut Griffin dan Ebert (1996)
Aktivitas bisnis melalui penyedian barang dan jasa bertujuan untuk
menghasilakn profit atau laba.Suatu perusahaan dikatakan menghasilkan
laba apabila total penerimaan pada suatu periode lebih besar dari total
biaya pada periode yang sama.
Agribisnis sebagai bisnis berarti keseluruhan operasi yang mencakup
pertanian, semuanya mengarah pada usaha dan untuk mendapat profit
melalui penyedian barang dan jasa.
b. Agribisnis sebagai Sistem
Agribisnis sebagai Sistem adalah merupakan seperangkat unsur yang
secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas.
Sistem
agribisnis
Secara konsepsional Sistem Agribisnis adalah semua aktivitas mulai dari
pengadaan dan penyaluran sarana produksi sampai kepada pemasaran
produk-produk yang dihasilakan oleh usaha tani dan agroindustriyang
saling
terkait
satu
sama
lain.
Sistem agribisnis merupakan suatu konsep yang menempatkan kegiatan
pertanian sebagai suatu kegiatan yang utuh dan komprehensif sekaligus
sebagai suatu konsep yang dapat menelaah dan menjawab berbagai
masalah dan tantangan. (Anonymousb, 2012)

2.2. Sistem agribisnis dan hubungan antara agribisnis dengan agroindustri


Sistem agribisnis
Karakteristik suatu sistem adalah bila terdapat suatu kumpulan elemen
yangterintegrasi karena adanya interaksi antar elemen tersebut kemudian

juga memiliki tujuan atau sasaran bersama yang harus dicapai. Interaksi
antar elemen akan memiliki aktivitas perencanaan input, pengendalian
proses dan pengukuran output, sebagai evaluasi sistem.
Sistem agribisnis merupakan kesatuan atau kumpulan dari elemen
agribisnis yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan dan sasaran
bersama, menggunakan input dan mengeluarkan output produk agribisnis
melalui pengendalian proses yang telah direncanakan. (Anonymousc, 2012)
Bagan sistem agribisnis
Hubungan antara Agribisnis dan Agroindustri
Agroindustri adalah industri yangmemiliki keterkaitan ekonomi
(baik langsung maupun tidak langsung) yang kuat dengankomoditas
pertanian. Keterkaitan langsung mencakup hubungan komoditas
pertaniansebagai bahan baku (input) bagi kegiatan agroindustri maupun
kegiatan pemasaran dan perdagangan yang memasarkan produk akhir
agroindustri. Sedangkan keterkaitan tidak langsung berupa kegiatan
ekonomi lain yang menyediakan bahan baku (input) lain diluar komoditas
pertanian, seperti bahan kimia, bahan kemasan, dll. Dalam
mengembangkanagroindustri, tidak akan berhasil tanpa didukung oleh
agroindustri penunjang lain sepertiindustri pupuk, industri pestisida,
industri bibit/benih, industri pengadaan alat-alat produksi pertanian dan
pengolahan agroindustri seperti industri mesin perontok danindustri mesin
pengolah lain. (Anonymousd, 2012)
2.3. Fungsi dan peranan lembaga penunjang dalam sistem agribisnis
Keberdaan kelembagaan pendukung pengembangan agribisnis nasional
sangat penting untuk menciptakan agribisnis Indonesia yang tangguh dan
kompetitif. Lembaga-lembaga pendukung tersebut sangat menentukan
dalam upaya menjamin terciptanya integrasi agribisnis dalam
mewujudkan tujuan pengembangan agribisnis.
Peranan lembaga penunjang dalam agribisnis
1.
Pemerintah
Lembaga pemerintah mulai tingkat pusat sampai tingkat daerah, memiliki
wewenang, regulasi dalam menciptakan lingkungan agribinis yang
kompetitif dan adil.
2.
Lembaga
pembiayaan
Lembaga pembiayaan memegang peranan yang sangat penting dalam
penyediaan modal investasi dan modal kerja, mulai dari sektor hulu
sampai hilir. Penataan lembaga ini segera dilakukan, terutama dalam
membuka akses yang seluas-luasnya bagi pelaku agribisnis kecil dan
menengah yang tidak memilki aset yang cukup untuk digunkan guna
memperoleh pembiayaan usaha.
3.
Lembaga
pemasaran
dan
disitribusi
Peranan lembaga ini sebagai ujung tombak keberhasilan pengembangan
agribinis, karena fungsinya sebagai fasilitator yang menghubungkan

antara deficit unit (konsumen pengguna yang membutuhkan produk) dan


surplus unit ( produsen yang menghasilkan produk.
4.
Koperasi
Peranan lembaga ini dapat dilihat dari fungsinya sebagai penyalur inputinput dan hasil pertanian. Namun di Indonesia perkembangan KUD
terhambat karena KUD dibentuk hanya untuk memenuhi keinginan
pemerintah, modal terbatas, pengurus dan pegawai KUD kurang
professional.
5.
Lembaga
pendidikan
formal
dan
informal
Tertinggalnya Indonesia dibandingkan dengan negara lain, misalnya
Malaysia, lemabaga ini sangat berperan sangat besar dalam pengembagan
agribisnis dampaknya Malaysia sebagai raja komoditas sawit. Demikian
juga Universitas Kasetsart di Thailand telah berhasil melahirkan tenagatenaga terdidik di bidang agribisnis, hal ini dibuktikan dengan
berkembangnya agribisnis buah-buhan dan hortikultura yang sangat
pesat. Oleh karena itu, ke depan pemerintah hanyalah sebagai fasilitator
bukan sebagai pengatur dan penentu meknisme sistem pendidikan. Dengan
demikian diharapkan lembaga pendidikan tinggi akan mampu menata diri
dan memiliki ruang gerak yang luas tanpa terbelenggu oleh aturan main
yang berbelit-belit.
6.
Lembaga
penyuluhan
Keberhasilan Indonesia berswasembada beras selama kurun waktu 10
tahun (1983-1992) merupakan hasil dari kerja keras lembaga ini yang
konsisiten memperkenalkan berbagai program, seperti Bimas, Inmas,
Insus, dan Supra Insus. Peranan lembaga ini akhir-akhir ini menurun
sehingga perlu penataan dan upaya pemberdayaan kembali dengan
deskripsi yang terbaik. P peranannanya bukan lagi sebagai penyuluh
penuh, melainkan lebih kepada fasilitator dan konsultan pertanian rakyat.
7.

Lembaga
Riset
Agribinis
Lembaga ini jauh ketinggalan jika dibandingkan dengan negara lain yang
dahulunya berkiblat ke Indonesia. Semua lembaga riset yang terkait
dengan agribinis harus diperdayakan dan menjadikan ujung tombak
untuk mengahasilkan komoditas yang unggul dan daya saing tinggi.
Misalnya Meksiko dapat memproduksi buah avokad yang warna daging
buahnya kuning kehijau-hijauan, kulit buah bersih dan halus, dan bentuk
buah yang besar dengan biji yang kecil.
8.
Lembaga
penjamin
dan
penanggungan
resiko.
Resiko dalam agribisnis tergolong besar, namun hampir semuanya dapat
diatasi dengan teknologi dan manajemen yang handal. Instrumen heading
dalam bursa komoditas juga perlu dikembangkan guna memberikan
sarana penjaminan bebagai resiko dalam agribisnis dan industri
pengolahannya. (Anonymouse, 2012)

2.4. Peranan sistem agribisnis dalam perekonomian nasional


Pembangunan ekonomi yang tepat perlu didasarkan pada keunggulan
komparatif yang dimiliki. Melalui proses pembangunan yang bertahap dan
konsisten, keunggulan komparatif ini dikembangkan menjadi keunggulan
kompetitif. Negara yang berdaya saing adalah Negara yang mampu
mengembangkan keunggulan komparatifnya menjadi keunggulan
kompetitif.
Indonesia
memiliki
keunggulan
komparatif
pada
keanekaragaman sumberdaya hayati. Kegiatan ekonomi yang
memanfaatkan keunggulan sumberdaya hayati di Indonesia adalah
kegiatan pertanian dalam arti luas. Sistem agribisnis tidak sama dengan
sector pertanian. Sistem agribisnis jauh lebih luas daripada sector
pertanian yang dikenal selama ini.
Peranan agribisnis dalam perekonomian Indonesia sangat penting.
Agribisnis tidak di gambarkan suatu sector yang secara jelas tercatat
kontribusinya dalam pembentukan penyerapan tenaga kerja.
1.
Peranan agribisnis dalam pembentukan PDB. Sampai saatini non
migas menyumbang sekitar 90% PDB, dan agribisnis merupakan
penyumbang terbesar dalam PDB non migas.
2.
Peranan agribisnis dalam penyerapan tenaga kerja. Karakteristik
teknologi yang digunakan dalam agribisnis bersifat akomodatif terhadap
keragaman kualitas tenaga kerja, sehingga tidak mengherankan agribisnis
menjadi penyerap tenaga kerja nasional yang terbesar.
3.
Peranan agribisnis dalam perolehan devisa. Selama ini selain eksport
migas, hanya agribisnis yang mampu memberikan non eksport secara
konsisten.
4.
Peranan agribisnis dalam penydiaan bahan pangan. Ketersediaan
berbagai ragam dan kualitas pangan dalam jumlah pada waktu dan
tempat yang terjangkau masyarakat merupakan prasyarat penting bagi
keberhasilan pembangunan di Indonesia.
5.
Peranan agribisnbis dalam mewujudkan pemerataan hasil
pembangunan.
Peranan agribisnis dalam pelestarian lingkungan. Kegiatan agribisnis yang
berlandaskan pada pendayagunaan keanekaragaman ekosistem di seluruh
tanah air memilki potensi melestarikan lingkungan hidup. (Anonymous f,
2012)
2.5. Ruang lingkup manajemen agribisnis
Manajemen agribisnis
Manajemen Agribisnis adalah suatu matakuliah yang mengaplikasikan
ilmu manajemen dalam pelaksanaan kegiatan/ usaha Agribisnis.
Kemajuan pertanian sangat tergantung dari bagaimana mengelola
sumberdaya pertanian yang dimiliki dengan seefektif dan seefisien
mungkin. Pertanian dalam arti modern tidak hanya berkutat pada

d.

kegiatan usahatani saja tetapi juga dalam kegiatan pengelolaan


penyediaan/ pengadaan sarana produksi, penanganan pasca panen,
pengolahan, serta pemasaran.
Ruang lingkup manajemen agribisnis:
a.
Agribisnis sebagai suatu Sistem : Interdependensi antar sub
sistem
b.
Agribisnis sebagai suatu Praktek Bisnis

Pasar adalah Raja

Persaingan adalah Aturan Mainnya

Perubahan adalah Sesuatu Yang Pasti


c.
Agribisnis sebagai suatu Paradigma Pembangunan
Pertanian
Agribisnis sebagai suatu Keilmuan : Ekonomi Agribisnis dan
ManajemenAgribisnis. (Anonymousg, 2012)

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Secara konsepsional Sistem Agribisnis adalah semua aktivitas mulai
dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi sampai kepada
pemasaran produk-produk yang dihasilakan oleh usaha tani dan
agroindustriyang
saling
terkait
satu
sama
lain.
Sistem agribisnis merupakan suatu konsep yang menempatkan kegiatan
pertanian sebagai suatu kegiatan yang utuh dan komprehensif sekaligus
sebagai suatu konsep yang dapat menelaah dan menjawab berbagai
masalah dan tantangan.
Agroindustri adalah industri yangmemiliki keterkaitan ekonomi
(baik langsung maupun tidak langsung) yang kuat dengankomoditas
pertanian. Keterkaitan langsung mencakup hubungan komoditas
pertaniansebagai bahan baku (input) bagi kegiatan agroindustri maupun
kegiatan pemasaran dan perdagangan yang memasarkan produk akhir
agroindustri. Sedangkan keterkaitan tidak langsung berupa kegiatan
ekonomi lain yang menyediakan bahan baku (input) lain diluar komoditas
pertanian, seperti bahan kimia, bahan kemasan, dll.
Keberdaan kelembagaan pendukung pengembangan agribisnis
nasional sangat penting untuk menciptakan agribisnis Indonesia yang

tangguh dan kompetitif. Lembaga-lembaga pendukung tersebut sangat


menentukan dalam upaya menjamin terciptanya integrasi agribisnis dalam
mewujudkan tujuan pengembangan agribisnis.
Pembangunan ekonomi yang tepat perlu didasarkan pada
keunggulan komparatif yang dimiliki. Melalui proses pembangunan yang
bertahap dan konsisten, keunggulan komparatif ini dikembangkan
menjadi keunggulan kompetitif. Negara yang berdaya saing adalah Negara
yang mampu mengembangkan keunggulan komparatifnya menjadi
keunggulan kompetitif.
Manajemen
Agribisnis
adalah
suatu
matakuliah
yang
mengaplikasikan ilmu manajemen dalam pelaksanaan kegiatan/ usaha
Agribisnis. Kemajuan pertanian sangat tergantung dari bagaimana
mengelola sumberdaya pertanian yang dimiliki dengan seefektif dan
seefisien mungkin.

onymous ,

onymousb,

onymousc,

onymousd,

onymouse,

onymousf,

onymousg,

DAFTAR PUSTAKA
2012. www.scribd.com/doc/55460873/Bahan-Makalah-Sistem-Agribisnis2011.Diakses pada 29 Februari 2012.
2012. http://agrimaniax.blogspot.com/2010/05/agribisnis-manajemenagribisnis.html. Diakses pada 29 Februari 2012.
2012. http://taman-agribisnis.blogspot.com/2010/02/bab-v-sistemagribisnis.html. Diakses pada 29 Februari 2012.
2012. www.scribd.com/doc/55460873/Bahan-Makalah-Sistem-Agribisnis2011. Diakses pada 01 Maret 2012.
2012.http://prihatnalameindra.blogspot.com/2011/07/kelembagaanpendukung-agribisnis.html. Diakses pada 01 Maret 2012.
2012. http://www.docstoc.com/docs/54830672/AGRIBISNIS-SEBAGAILANDASAN-PEMBANGUNAN-EKONOMI-INDONESIA-DALAM.
Diakses pada 01 Maret 2012.
2012. http://fdina.lecture.ub.ac.id/2009/06/manajemen-agribisnis/. Diakses
pada 29 Februari 2012.
http://khofifah-sikhya.blogspot.com/2012/06/makalah-manajemen-pertanianmanajemen.html

makalah
MEMBANGUN SISTEM AGRIBISNIS
A. LATAR BELAKANG
Sejak Orde pembangunan dimulai di Indonesia, pemerintah dan rakyat
Indonesia telah menetapkan Trilogi Pembangunan Nasional (pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, pemerataan pembangunan dan hasil pembangunan,
stabilitas nasional yang mantap dan dinamis) sebagai doktrin pelaksanaan
pembangunan nasional. Strategi dan kebijaksanaan, program-program
pembangunan setiap sektor pembangunan nasional dijiwai dan mengacu pada
pencapaian Trilogi Pembangunan Nasional tersebut. Upaya pencapaian Trilogi
Pembangunan diwujudkan melalui pembangunan ekonomi dengan titik berat
pada pertanian primer.
Selama 25 Tahun pembangunan ekonomi dengan titik berat pertanian
berlangsung, pertumbuhan ekonomi mampu mencapai sekitar 7 persen
pertahun, laju inflasi dapat dikendalikan dibawah dua digit, swasembada beras
tercapai pada tahun 1984, pendapatan perkapita meningkat dari sekitar US $ 70
pada tahun 1969 menjadi sekitar US $ 700 pada akhir PJP I.
Dengan perubahan struktur perekonomian nasional yang demikian, pada tahap
selanjutnya prioritas pembangunan ekonomi nasioanl mengalami perubahan.
Pembangunan industri yang didukung oleh pertanian yang tangguh menjadi titik
berat pembangunan ekonomi nasional. Disini muncul pertanyaan besar,
bagaimana wujud pembangunan industri yang didukung pertanian tangguh.
Disini dapat diartikan bahwa industri yang perlu dikembangkan adalah industriindustri yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, yakni
agroindustri. Namun sekali lagi adalah bahwa agroindustri tidak mungkin
berkembang dan bermanfaat bagi rakyat Indonesia, bila tidak didukung oleh
pertanian primer sebagai penghasil bahan baku. Kemudian, pertanian primer
tidak akan mampu berkembang bila tidak didukung oleh pengembangan
industri-industri yang menghasilkan sarana produksi (industri hulu pertanian).
Dan agroindustri, pertanian primer dan industri hulu pertanian tidak dapat
berkembang dengan baik bila tidak didukung oleh sektor atau lembaga yang
menyediakan jasa yang dibutuhkan.
B. AGRIBISNIS SEBAGAI SUATU SISTEM
Agribisnis sebagai suatu sistem adalah agribisnis merupakan seperangkat unsur
yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Disini
dapat diartikan bahwa agribisnis terdiri dari dari berbagai sub sistem yang
tergabung dalam rangkaian interaksi dan interpedensi secara reguler, serta
terorganisir sebagai suatu totalitas.
Adapun kelima mata rantai atau subsistem tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut:
a. Subsistem Penyediaan Sarana Produksi
Sub sistem penyediaan sarana produksi menyangkut kegiatan pengadaan dan

penyaluran. Kegiatan ini mencakup Perencanaan, pengelolaan dari sarana


produksi, teknologi dan sumberdaya agar penyediaan sarana produksi atau input
usahatani memenuhi kriteria tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat mutu
dan tepat produk.
b. Subsistem Usahatani atau proses produksi
Sub sistem ini mencakup kegiatan pembinaan dan pengembangan usahatani
dalam rangka meningkatkan produksi primer pertanian. Termasuk kedalam
kegiatan ini adalah perencanaan pemilihan lokasi, komoditas, teknologi, dan
pola usahatani dalam rangka meningkatkan produksi primer. Disini ditekankan
pada usahatani yang intensif dan sustainable (lestari), artinya meningkatkan
produktivitas lahan semaksimal mungkin dengan cara intensifikasi tanpa
meninggalkan kaidah-kaidah pelestarian sumber daya alam yaitu tanah dan air.
Disamping itu juga ditekankan usahatani yang berbentuk komersial bukan
usahatani yang subsistem, artinya produksi primer yang akan dihasilkan
diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam artian ekonomi terbuka
c. Subsistem Agroindustri/pengolahan hasil
Lingkup kegiatan ini tidak hanya aktivitas pengolahan sederhana di tingkat
petani, tetapi menyangkut keseluruhan kegiatan mulai dari penanganan pasca
panen produk pertanian sampai pada tingkat pengolahan lanjutan dengan
maksud untuk menambah value added (nilai tambah) dari produksi primer
tersebut. Dengan demikian proses pengupasan, pembersihan, pengekstraksian,
penggilingan, pembekuan, pengeringan, dan peningkatan mutu.
d. Subsistem Pemasaran
Sub sistem pemasaran mencakup pemasaran hasil-hasil usahatani dan
agroindustri baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Kegiatan utama
subsistem ini adalah pemantauan dan pengembangan informasi pasar dan
market intelligence pada pasar domestik dan pasar luar negeri.
e. Subsistem Penunjang
Subsistem ini merupakan penunjang kegiatan pra panen dan pasca panen yang
meliputi :
Sarana Tataniaga
Perbankan/perkreditan
Penyuluhan Agribisnis
Kelompok tani
Infrastruktur agribisnis
Koperasi Agribisnis
BUMN
Swasta
Penelitian dan Pengembangan
Pendidikan dan Pelatihan
Transportasi
Kebijakan Pemerintah
C. STRATEGI PENGEMBANGAN SISTEM AGRIBISNIS

1. Pembangunan Agribisnis merupakan pembangunan industri dan pertanian


serta jasa yang dilakukan sekaligus, dilakukan secara simultan dan harmonis.
Hal ini dapat diartikan bahwa perkembangan pertanian, industri dan jasa harus
saling berkesinambungan dan tidak berjalan sendiri-sendiri. Yang sering kita
dapatkan selama ini adalah industri pengolahan (Agroindustri) berkembang di
Indonesia, tapi bahan bakunya dari impor dan tidak (kurang) menggunakan
bahan baku yang dihasilkan pertanian dalam negeri. Dipihak lain, peningkatan
produksi pertanian tidak diikuti oleh perkembangan industri pengolahan
( Membangun industri berbasis sumberdaya domestik/lokal). Sehingga perlu
pengembangan Agribisnis Vertikal.
2. Membangun Agribisnis adalah membangun keunggulan bersaing diatas
keunggulan komparatif yaitu melalui transformasi pembangunan kepada
pembangunan yang digerakkan oleh modal dan selanjutnya digerakkan oleh
inovasi. Sehingga melalui membangun agribisnis akan mampu
mentransformasikan perekonomian Indonesia dari berbasis pertanian dengan
produk utama (Natural resources and unskill labor intensive) kepada
perekonomian berbasis industri dengan produk utama bersifat Capital and skill
Labor Intesif dan kepada perekonomian berbasis inovasi dengan produk utama
bersifat Innovation and skill labor intensive. Dalam arti bahwa membangun
daya saing produk agribisnis melalui transformasi keunggulan komparatif
menjadi keunggulan bersaing, yaitu dengan cara:
Mengembangkan subsistem hulu (pembibitan, agro-otomotif, agro-kimia) dan
pengembangan subsistem hilir yaitu pendalaman industri pengolahan ke lebih
hilir dan membangun jaringan pemasaran secara internasional, sehingga pada
tahap ini produk akhir yang dihasilkan sistem agribisnis didominasi oleh
produk-produk lanjutan atau bersifat capital and skill labor intensive.
Pembangunan sistem agribisnis yang digerakkan oleh kekuatan inovasi. Pada
tahap ini peranan Litbang menjadi sangat penting dan menjadi penggerak utama
sistem agribisnis secara keseluruhan. Dengan demikian produk utama dari
sistem agribisnis pada tahap ini merupakan produk bersifat Technology
intensive and knowledge based.
Perlu orientasi baru dalam pengelolaan sistem agribisnis yang selama ini
hanya pada peningkatan produksi harus diubah pada peningkatan nilai tambah
sesuai dengan permintaan pasar serta harus selalu mampu merespon perubahan
selera konsumen secara efisien..
3. Menggerakkan kelima subsistem agribisnis secara simultan, serentak dan
harmonis. Oleh karena itu untuk menggerakkan Sistem agribisnis perlu
dukungan semua pihak yang berkaitan dengan agribisnis/ pelaku-pelaku
agribisnis mulai dari Petani, Koperasi, BUMN dan swasta serta perlu seorang
Dirigent yang mengkoordinasi keharmonisan Sistem Agribisnis.
4. Menjadikan Agroindustri sebagai A Leading Sector. Agroindustri adalah
industri yang memiliki keterkaitan ekonomi (baik langsung maupun tidak
langsung) yang kuat dengan komoditas pertanian. Keterkaitan langsung

mencakup hubungan komoditas pertanian sebagai bahan baku (input) bagi


kegiatan agroindustri maupun kegiatan pemasaran dan perdagangan yang
memasarkan produk akhir agroindustri. Sedangkan keterkaitan tidak langsung
berupa kegiatan ekonomi lain yang menyediakan bahan baku (input) lain diluar
komoditas pertanian, seperti bahan kimia, bahan kemasan, dll. Dalam
mengembangkan agroindustri, tidak akan berhasil tanpa didukung oleh
agroindustri penunjang lain seperti industri pupuk, industri pestisida, industri
bibit/benih, industri pengadaan alat-alat produksi pertanian dan pengolahan
agroindustri seperti industri mesin perontok dan industri mesin pengolah lain.
Dikatakan Agroindustri sebagai A Leading Sector apabila memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a. Memiliki pangsa yang besar dalam perekonomian secara keseluruhan
sehingga kemajuan yang dicapai dapat menarik pertumbuhan perekonomian
secara total.
b. Memiliki pertumbuhan dan nilai tambah yang relatif tinggi.
c. Memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang yang cukup besar sehingga
mampu menarik pertumbuhan banyak sektor lain.
d. Keragaan dan Performanya berbasis sumberdaya domestik sehingga efektif
dalam membangun daerah serta kuat dan fleksibel terhadap guncangan
eksternal.
e. Tingginya elastisitas harga untuk permintaan dan penawaran.
f. Elastisitas Pendapatan untuk permintaan yang relatif besar
g. Angka pengganda pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif besar
h. Kemampuan menyerap bahan baku domestik
i. Kemampuan memberikan sumbangan input yang besar.
5. Membangun Sistem agribisnis melalui pengembangan Industri Perbenihan
Industri Perbenihan merupakan mata rantai terpenting dalam pembentukan
atribut produk agribisnis secara keseluruhan. Atribut dasar dari produk
agribisnis seperti atribut nutrisi (kandungan zat-zat nutrisi) dan atribut nilai
(ukuran, penampakan, rasa, aroma dan sebagainya) serta atribut keamanan dari
produk bahan pangan seperti kandungan logam berat, residu pestisida,
kandungan racun juga ditentukan pada industri perbenihan. Untuk membangun
industri perbenihan diperlukan suatu rencana strategis pengembangan industri
perbenihan nasional. Oleh karena itu pemda perlu mengembangkan usaha
perbenihan (benih komersial) berdasar komoditas unggulan masing-masing
daerah, yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi industri perbenihan
modern. Pada tahap berikutnya daerah-daerah yang memiliki kesamaan
agroklimat dapat mengembangkan jenjang benih yang lebih tinggi seperti
jenjang benih induk,
6. Dukungan Industri Agro-otomotif dalam pengembangan sistem agribisnis.
Dalam rangka memodernisasi agribisnis daerah, perlu pengembangan banyak
jenis dan ragam produk industri agro-otomotif untuk kepentingan setiap sub
sistem agribisnis. Untuk kondisi di Indonesia yang permasalahannya adalah

skala pengusahaan yang relatif kecil, tidak ekonomis bila seorang petani
memiliki produk agro-otomotif karena harganya terlalu mahal. Oleh karena itu
perlu adanya rental Agro-otomotif yang dilakukan oleh Koperasi Petani atau
perusahaan agro-otomotif itu sendiri.
Dukungan Industri Pupuk dalam pengembangan sistem agribisnis.
Pada waktu yang akan datang industri pupuk perlu mengembangkan sistem
Networking baik vertikal(dari hulu ke hilir) maupun Horisontal (sesama
perusahaan pupuk), yaitu dengan cara penghapusan penggabungan perusahaan
pupuk menjadi satu dimana yang sekarang terjadi adalah perusahaan terpusat
pada satu perusahaan pupuk pemerintah. Oleh karena perusahaan-perusahaan
pupuk harus dibiarkan secara mandiri sesuai dengan bisnis intinya dan bersaing
satu sama lain dalam mengembangkan usahanya. Sehingga terjadi harmonisasi
integrasi dalam sistem agribisnis. Serta perlu dikembangkan pupuk majemuk,
bukan pupuk tunggal yang selama ini dikembangkan.
7. Pengembangan Sistem Agribisnis melalui Reposisi Koperasi Agribisnis.
Perlu adanya perubahan fungsi/paradigma Koperasi Agribisnis, yaitu untuk:
a. Meningkatkan kekuatan debut-tawar (bargaining position) para anggotanya.
b. Meningkatkan daya saing harga melalui pencapaian skala usaha yang lebih
optimal.
c. Menyediakan produk atau jasa, yang jika tanpa koperasi tidak akan tersedia.
d. Meningkatkan peluang pasar
e. Memperbaiki mutu produk dan jasa
f. Meningkatkan pendapatan
g. Menjadi Wahana Pengembangan ekonomi rakyat
h. Menjadikan koperasi sebagai Community based organization, keterkaitan
koperasi dengan anggota dan masyarakat sekitar merupakan hal yang paling
esensial dalam memperjuangkan kepentingan rakyat.
i. Melakukan kegiatan usaha yang sejalan dengan perkembangan kegiatan
ekonomi anggota.
j. Perlu mereformasi diri agar lebih fokus pada kegiatan usahanya terutama
menjadi koperasi pertanian dan mengembangkan kegiatan usahanya sebagai
koperasi agribisnis. Perlu kegiatan-kegiatan usaha yang mendukung distribusi,
pemasaran dan agroindustri berbasis sumberdaya lokal serta perlu melakukan
promosi untuk memperoleh citra positif layaknya sebuah koperasi usaha
misalnya: Koperasi Agribisnis atau Koperasi Agroindustri atau Koperasi
Agroniaga yang menangani kegiatan usaha mulai dari hulu sampai ke hilir.
8. Pengembangan Sistem Agribisnis melalui pengembangan sistem informasi
agribisnis. Dalam membangun sistem informasi agribisnis, ada beberapa aspek
yang perlu diperhatikan adalah informasi produksi, informasi proses, distribusi,
dan informasi pengolahan serta informasi pasar.
9. Tahapan pembangunan cluster Industri Agribisnis.
Tahapan pembangunan sistem agribisnis di Indonesia:
A. Tahap kelimpahan faktor produksi yaitu Sumberdaya Alam dan Tenaga Kerja

tidak terdidik. Serta dari sisi produk akhir, sebagian besar masih menghasilkan
produk primer. Perekonomian berbasis pada pertanian.
B. Akan digerakkan oleh kekuatan Investasi melalui percepatan pembangunan
dan pendalaman industri pengolahan serta industri hulu pada setiap kelompok
agribisnis. Tahap ini akan menghasilkan produk akhir yang didominasi padat
modal dan tenaga kerja terdidik, sehingga selain menambah nilai tambah juga
pangsa pasar internasional. Perekonomian berbasis industri pada agribisnis.
C. Tahap pembangunan sistem agribisnis yang didorong inovasi melalui
kemajuan teknologi serta peningkatan Sumberdaya manusia.Tahap ini dicirikan
kemajuan Litbang pada setiap sub sistem agribisnis sehingga teknologi
mengikuti pasar. Perekonomian akan beralih dari berbasis Modal ke
perekonomian berbasis Teknologi.
10. Membumikan pembangunan sistem Agribisnis dalam otonomi daerah
Pembangunan Ekonomi Desentralistis-Bottom-up, yang mengandalkan industri
berbasis Sumberdaya lokal. Pembangunan ekonomi nasional akan terjadi di
setiap daerah.
12. Dukungan perbankan dalam pengembangan sistem agribisnis di daerah.
Untuk membangun agribisnis di daerah, peranan perbankan sebagai lembaga
pembiayaan memegang peranan penting. Ketersediaan skim pembiayaan dari
perbankan akan sangat menentukan maju mundurnya agribisnis daerah. Selama
ini yang terjadi adalah sangat kecilnya alokasi kredit perbankan pada agribisnis
daerah, khususnya pada on farm agribisnis. Selama 30 tahun terakhir, keluaran
kredit pada on farm agribisnis di daerah hanya kurang dari 20 % dari total kredit
perbankan. Padahal sekitar 60 % dari penduduk Indonesia menggantungkan
kehidupan ekonominya pada on farm agribisnis. Kecilnya alokasi kredit juga
disebabkan dan diperparah oleh sistem perbankan yang bersifat Branch Banking
System. Sistem Perbankan yang demikian selama ini, perencanaan skim
perkreditan (jenis, besaran, syarat-syarat) ditentukan oleh Pusat bank yang
bersangkutan/sifatnya sentralistis, yang biasanya menggunakan standart sektor
non agribisnis, sehingga tabungan yang berhasil dihimpun didaerah, akan
disetorkan ke pusat, yang nantinya tidak akan kembali ke daerah lagi. Oleh
karena itu perlunya reorientasi Perbankan, yaitu dengan merubah sistem
perbankan menjadi sistem Unit Banking system (UBS), yakni perencanaan skim
perkreditan didasarkan pada karakteristik ekonomi lokal. Kebutuhan kredit
antara subsistem agribisnis berbeda serta perbedaan juga terjadi pada setiap
usaha dan komoditas. Prasyarat agunan kredit juga disesuaikan. Disamping
agunan lahan atau barang modal lainnya, juga bisa penggunaan Warehouse
Receipt System (WRS) dapat dijadikan alternatif agunan pada petani. .WRS
adalah suatu sistem penjaminan dan transaksi atas surat tanda bukti (Warehouse
Receipt).
13. Pengembangan strategi pemasaran
Pengembangan strategi pemasaran menjadi sangat penting peranannya terutama

menghadapi masa depan, dimana preferensi konsumen terus mengalami


perubahan, keadaan pasar heterogen. Dari hal tersebut, sekarang sudah mulai
mengubah paradigma pemasaran menjadi menjual apa yang diinginkan oleh
pasar (konsumen). Sehingga dengan berubahnya paradigma tersebut, maka
pengetahuan yang lengkap dan rinci tentang preferensi konsumen pada setiap
wilayah, negara, bahkan etnis dalam suatu negara, menjadi sangat penting untuk
segmentasi pasar dalam upaya memperluas pasar produk-produk agribisnis yang
dihasilkan. Selain itu diperlukan juga pemetaan pasar (market mapping) yang
didasarkan preferensi konsumen, yang selanjutnya digunakan untuk pemetaan
produk (product mapping).. Selain itu juga bisa dikembangkan strategi
pemasaran modern seperti strategi aliansi antar produsen, aliansi produsenkonsumen, yang didasarkan pada kajian mendalam dari segi kekuatan dan
kelemahan.
14. Pengembangan sumberdaya agribisnis.
Dalam pengembangan sektor agribisnis agar dapat menyesuaikan diri terhadap
perubahan pasar, diperlukan pengembangan sumberdaya agribisnis, khususnya
pemanfaatan dan pengembangan teknologi serta pembangunan kemampuan
Sumberdaya Manusia (SDM) Agribisnis sebagai aktor pengembangan
agribisnis. Dalam pengembangan teknologi, yang perlu dikembangkan adalah
pengembangan teknologi aspek: Bioteknologi, teknologi Ekofarming, teknologi
proses, teknologi produk dan teknologi Informasi. Sehingga peran Litbang
sangatlah penting. Untuk mendukung pengembangan jaringan litbang
diperlukan pengembangan sistem teknologi informasi yang berperan
mengkomunikasikan informasi pasar, mengefektifkan arus informasi antar
komponen jaringan, mengkomunikasikan hasil-hasil litbang kepada pengguna
langsung dan mengkomunikasikan konsep dan atribut produk agribisnis kepada
konsumen. Dalam pengembangan SDM Agribisnis perlu menuntut kerjasama
tim (team work) SDM Agribisnis yang harmonis mulai dari SDM Agribisnis
pelaku langsung dan SDM Agribisnis pendukung sektor agribisnis.
15. Penataan dan pengembangan struktur Agribisnis.
Struktur agribisnis yang tersekat-sekat telah menciptakan masalah transisi dan
margin ganda. Oleh karena itu penataan dan pengembangan struktur agribisnis
nasional diarahkan pada dua sasaran pokok yaitu:
a. Mengembangkan struktur agribisnis yang terintegrasi secara vertikal
mengikuti suatu aliran produk (Product Line) sehingga subsektor agribisnis
hulu, subsektor agribisnis pertanian primer dan subsektor agribisnis hilir berada
dalam suatu keputusan manajemen.
b. Mengembangkan organisasi bisnis (ekonomi) petani/koperasi agribisnis yang
menangangani seluruh kegiatan mulai dari subsistem agribisnis hulu sampai
dengan subsistem agribisnis hilir, agar dapat merebut nilai tambah yang ada
pada subsistem agribisnis hulu dan subsistem agribisnis hilir.
Dalam penataan tersebut, ada 3 bentuk :
1. Pengembangan koperasi agribisnis dimana petani tetap pada subsektor

agribisnis usahatani, sementara kegiatan subsektor agribisnis hulu dan hilir


ditangani koperasi agribisnis milik petani.
2. Pengembangan Agribisnis Integrasi Vertikal dengan pola usaha patungan
(Joint Venture). Pada bentuk ini pelaku ekonomi pada subsektor hulu, primer
dan hilir yang selama ini dikerjakan sendiri-sendiri harus dikembangkan dalam
perusahaan agribisnis bersama yang dikelola oleh orang-orang profesional.
3. Pengembangan Agribisnis Integratif Vertikal dengan pola pemilikan
Tunggal/Grup/Publik, yang pembagian keuntungannya didasarkan pada
pemilikan saham
16. Pengembangan Pusat Pertumbuhan Sektor Agribisnis
Perlu perubahan orientasi lokasi agroindustri dari orientasi pusat-pusat
konsumen ke orientasi sentra produksi bahan baku, dalam hal ini untuk
mengurangi biaya transportasi dan resiko kerusakan selama pengangkutan. Oleh
karena itu perlu pengembangan pusat-pusat pertumbuhan sektor agribisnis
komoditas unggulan yang didasarkan pada peta perkembangan komoditas
agribisnis, potensi perkembangan dan kawasan kerjasama ekonomi. Serta
berdasar Keunggulan komparatif wilayah. Perencanaan dan penataan perlu
dilakukan secara nasional sehingga akan terlihat dan terpantau keunggulan
setiap propinsi dalam menerapkan komoditas agribisnis unggulan yang dilihat
secara nasional/kantong-kantong komoditas agribisnis unggulan, yang titik
akhirnya terbentuk suatu pengembangan kawasan agribisnis komoditas tertentu.
17. Pengembangan Infrastruktur Agribisnis.
Dalam pengembangan pusat pertumbuhan Agribisnis, perlu dukungan
pengembangan Infrastruktur seperti jaringan jalan dan transportasi (laut, darat,
sungai dan udara), jaringan listrik, air, pelabuhan domestik dan pelabuhan
ekspor dan lain-lain.
18. Kebijaksanaan terpadu pengembangan agribisnis.
Ada beberapa bentuk kebijaksanaan terpadu dalam pengembangan agribisnis.
a. Kebijaksanaan pengembangan produksi dan produktivitas ditingkat
perusahaan.
b. Kebijaksanaan tingkat sektoral untuk mengembangkan seluruh kegiatan
usaha sejenis.
c. Kebijaksanaan pada tingkat sistem agribisnisyang mengatur keterkaitan
antara beberapa sektor.
d. Kebijaksanaan ekonomi makro yang mengatur seluruh kegiatan
perekonomian yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap
agribisnis.
Beberapa kebijaksanaan operasional untuk mengatasi masalah dan
mengembangkan potensi, antara lain:
1, Mengembangkan forum komunikasi yang dapat mengkoordinasikan pelakupelaku kegiatan agribisnis dengan penentu-penentu kegiatan agribisnis dengan
penentu-penentu kebijaksanaan yang dapat mempengaruhi sistem agribisnis
keseluruhan, atau subsistem didalam agribisnis.

2. Forum tersebut terdiri dari perwakilan departemen terkait.


3. Mengembangkan dan menguatkan asosiasi pengusaha agribisnis.
4. Mengembangkan kegiatan masing-masing subsistem agribisnis untuk
meningkatkan produktivitas melalui litbang teknologi untuk mendorong pasar
domestik dan internasional.
18. Pengembangan agribisnis berskala kecil. Ada 3 kebijaksanaan yang harus
dilakukan adalah:
a. Farming Reorganization
Reorganisasi jenis kegiatan usaha yang produktif dan diversifikasi usaha yang
menyertakan komoditas yang bernilai tinggi serta reorganisasi manajemen
usahatani. Dalam hal ini disebabkan karena keterbatasan lahan yang rata-rata
kepemilikan hanya 0,1 Ha.
b. Small-scale Industrial Modernization
Modernisasi teknologi, modernisasi sistem, organisasi dan manajemen, serta
modernisasi dalam pola hubungan dan orientasi pasar.
c. Services Rasionalization
Pengembangan layanan agribisnis dengan rasionalisasi lembaga penunjang
kegiatan agribisnis untuk menuju pada efisiensi dan daya saing lembaga
tersebut. Terutama adalah lembaga keuangan pedesaan, lembaga litbang
khususnya penyuluhan.
19. Pembinaan Sumberdaya Manusia untuk mendukung pengembangan
agribisnis dan ekonomi pedesaan. Dalam era Agribisnis, aktor utama
pembangunan agribisnis dan aktor pendukung pembangunan agribisnis perlu
ada pembinaan kemampuan aspek bisnis, manajerial dan berorganisasi bisnis
petani serta peningkatan wawasan agribisnis. Dalam hal ini perlu reorientasi
peran penyuluhan pertanian yang merupakan lembaga pembinaan SDM petani.
Oleh karena itu perlu peningkatan pendidikan penyuluh baik melalui pendidikan
formal, kursus singkat, studi banding. Serta perlu perubahan fungsi BPP yang
selama ini sebagai lembaga penyuluhan agro-teknis, menjadi KLINIK
KONSULTASI AGRIBISNIS
20. Pemberdayaan sektor agribisnis sebagai upaya penaggulangan krisis pangan
dan Devisa. Perlu langkah-langkah reformasi dalam memberdayakan sektor
agribisnis nasional, yaitu:
a. Reformasi strategi dan kebijakan industrialisasi dari industri canggih kepada
industri agribisnis domestik.
b. Kebijakan penganekaragaman pola konsumsi berdasar nilai kelangkaan
bahan pangan.
c. Reformasi pengelolaan agribisnis yang integratif, yaitu melalui satu
Departemen yaitu DEPARTEMEN AGRIBISNIS
d. Pengembangan agribisnis yang integrasi vertikal dari hulu sampai hilir
melalui koperasi agribisnis.

POLA AGRIBISNIS DAERAH OTONOMI

Pendahuluan
Konsekuensi suatu daerah otonom tentunya harus memiliki kemampuan untuk
menggerakkan perekonomian masyarakatnya sehingga menjadi makmur yang
berkeadilan. Kalau semula kita membiasakan berfikir pada skala nasional, yang
seolah-olah negara Indonesia yang besar ini harus memiliki satu pola
pembangunan untuk menghadapi era otonomi saat ini, maka kita banting setir
dalam berfikir. Masing-masing daerah otonom merupakan sel-sel pembangunan
yang harus ditata sedemikian rupa, sehingga mozaik itu jangan saling beradu
kepentingan dan bersaing secara tidak wajar. Oleh karena itu masing-masing
daerah otonom harus pandai-pandai menentukan pola pengembangannya
sehingga pada akhirnya dapat secara mandiri menghidupi masyarakatnya.
Sekiranya daerah otonom memungkinkan untuk mengembangkan pola
agribisnis, maka perlu memegang prinsip-prinsip agribisnis sebagai sebuah pola
sistem. Prinsip pertama ialah sebagai sebuah entitas yang ditopang oleh
subsistem diantara satu sama lainnya terjalin hubungan saling ketergantungan
yang agregatif dan berfungsi untuk mencapai seluruh target sistem, bukan
sekedar target masing-masing subsistem. Antar subsistem terjadi "harmonious
orderly interaction" dan agribisnis yang dibangun merupakan bentuk "social
economic organization" yang berorientasi bisnis. Prinsip kedua ialah
pembangunan agribisnis di daerah otonom harus dimulai dari subsistem hilir
atau tengah, masing-masing berupa niaga produk agroindustri dan proses
agroindustrinya. Artinya, skala ekonomi atau skala industri komoditi yang ingin
dikembangkan sebagai agribisnis harus ditetapkan secara mantap terlebih dulu
sebelum mengembangkan subsistem hulu yang berupa kegiatan "on farm" yang
menghasilkan produk bahan untuk industri atau untuk siap diniagakan. Prinsip
ketiga, dalam daerah otonomi itu harus bisa melaksanakan konsolidasi lahan
secara fisik untuk pengelolaan yang lebih efisien untuk dapat mengimbangi
kepentingan proses industri atau niaga yang berhasil dikembangkan. Prinsip
keempat, pola agribisnis di daerah otonom harus dikelola oleh SDM yang
profesional dan berbudaya industrial sehingga dapat berorientasi kearah bisnis
secara rasional.
Bukan mustahil jika salah satu daerah otonom dapat dibangun pola agribisnis
secara utuh, artinya dari subsistem hulu, tengah dan hilir dibangun di satu
daerah otonom. Daerah otonom satu dengan yang lainnya dapat mengadakan
kerjasama untuk satu macam komoditi agribisnis. Kerjasama ini berupa
penampungan bahan industri yang dapat diproses sendiri oleh daerah otonom
yang juga menghasilkan bahan tersebut di subsistem hulunya. Sebaiknya daerah
otonom yang bisa menghasilkan sarana produksi, misalnya benih atau pupuk
organik dapat menopang agribisnis di daerah otonom lainnya. Pada prinsipnya
sebuah sistem agribisnis harus secara holistik ditegakkan, sehingga masingmasing subsistem dapat saling berinteraksi secara teratur dan berkelanjutan.
Pola-pola agribisnis di daerah otonom harus direncanakan secara cermat.
Kelaikannya harus dikaji secara rasional, sehingga agribisnis benar-benar

menjadi satu sistem yang dapat mengangkat harkat pertanian di masa depan.
Institusi perencana tingkat nasional selayaknya turut campur dalam perencanaan
itu, karena sangat dimungkinkannya kemampuan daerah otonomi masih terbatas
dalam merencanakan bidang agribisnis sebagai suatu sistem yang holistik. Dari
keempat prinsip di muka dapat diajukan dua kunci sukses, apabila sistem
agribisnis hendak dikembangkan di daerah otonomi masing-masing maka yang
harus dibangun adalah SDM nya, dan bagaimana sistem agribisnis itu dapat di
bangun pada skala ekonomis yang luas.
Membangun SDM Agribisnis
Menghadapi sistem agribisnis sebagai tulang punggung ekonomi daerah yang
berotonomi luas, pembangunan SDM bukan merupakan pekerjaan ringan. SDM
ini di segala subsistem harus bisa dibangun yang sedikit banyaknya tidak sama
dengan apa yang dilaksanakan sampai sekarang. Baik dikalangan pendidikan
formal maupun non-formal harus bisa diarahkan untuk membangun SDM
agribisnis. Budaya industrial harus bisa ditanamkan dalam-dalam pada segenap
lapisan sub-sistem, dari hulu sampai hilir. Bisnis yang harus dididikan adalah
bisnis pertanian yang berorientasi lebih jauh dari "farm gate", ialah bisnis yang
berorientasi tidak saja pada "raw product" yang langsung masuk pasar, tetapi
bisnis yang berorientasi pada mencari nilai tambah yang lebih besar karena
produk itu masuk pada segmen industri.
SDM agribisnis menyadari bahwa sistem yang diemban membudayakan proses
industri. Oleh karena itu fokusnya pada agroindustri yang ada di dalam sistem
agribisnis sebagai subsistem di bagian tengah. Agroindustri ini menghela
subsistem yang ada di hulu dan mendorong yang hilir. Dalam membangun
agribisnis harus difikirkan lebih dulu agroindustri apa yang bisa dibangun.
Apapun komoditinya, apa itu tebu, tembakau, ternak, ikan, kedelai, jagung,
bahkan padipun harus dimulai membangun agroindustrinya. Budaya industrial
yang akan diisikan dalam semangat SDM agribisnis berintikan pada rasionalnya
SDM. Agribisnis sebagai jabaran baru dari apa yang kita sebut pertanian selama
ini, harus digerakkan secara rasional. SDM yang mengemban rasionalisasi
demikian memang SDM yang selalu berfikir dialektis, artinya tidak berjalan di
tempat, apalagi berhenti di tempat. Agribisnis selalu ingin maju. SDM demikian
memerlukan, moralitas dan disiplin yang tinggi.
SDM agribisnis yang berbudaya industrial demikian sudah barang tentu lain
dari SDM pertanian yang selama ini kita jumpai. Misalnya seorang petani
mengusahakan bawang merah. Dia idak dialektis karena selama ini mereka
hanya tahu produknya sebagai "final product" yang dihadapkan kepada
tengkulak/penebas. Nenek moyangnya begitu, dia juga begitu. Sebaliknya SDM
agribisnis dengan budaya industrialnya akan membangun bangsal agronomi
yang luas untuk membersihkan bawang merahnya dari segala macam kotoran
lapangan, gudang simpan yang "appropriate" untuk biaya menyimpan
bawangnya yang sudah bersih, memilah produk sehingga homogen, dan

membawa produknya ke pasar yang sudah dibentuk sebelumnya. Karena


memiliki wacana yang rasional demikian, tentu dia akan mencari bibit bawang
merah yang disesuaikan dengan kehendak pasar, dan berupaya memahami
bagaimana memproduksi "on farm yang efisien. Dengan demikian keseluruhan
sistem agribisnis berjalan, baik yang di hilir maupun yang di hulu. Agribisnis
sebagai suatu sistem yang berpose agregatif di antara subsistem-subsistem, tentu
tidak mendiskriminasikan nilai tambah untuk salah satu subsistem saja. Semua
subsistem merasakan kebahagiaannya secara adil. Disinilah letak moralitas
bisnis dalam agribisnis sebagai satu sistem.
Bagaimana membangun SDM agribisnis yang berkaliber begitu merupakan
tantangan bagi kita semua yang ingin membangun sistem agribisnis. SDM
agribisnis di berbagai tingkatan (levels) harus memiliki kaliber itu, baik yang
katakan relatif lebih "uneducated" maupun yang "highly educated". Sekiranya
saat ini di tingkat birokrasi pusat belum ada nuansa membangun SDM
agribisnis seperti yang dikemukakan di atas dan baru taraf retorika belaka, apa
salahnya dalam menghadapi realisasi otonomi daerah, kita di daerah
mempunyai ancang-ancang sendiri, apalagi kalau targetnya ingin dihadapkan
pada pasar bebas global.
Membangun SDM agribisnis di tingkat "grass root" kita coba melalui
pambangunan pertanian rakyat di pedesaan. Kita bangun melalui keluarga tani
dengan menanamkan persepsi sistem agribisnis dan mencarikan jalan untuk
mempunyai hubungan yang bersifat interaktif dengan suatu agroindustri.
Menanamkan budaya industrial di kalangan mereka, melebarkan wacana bisnis,
dan menyadarkan mereka bahwa produk usahataninya bukan suatu "final
product" yang dijual murah. Bagaimana "raw product" itu bisa dipoles untuk
menjadi "final industrial product" yang bernilai tambah harus bisa ditanamkan
kedalam pengertian mereka.
SDM agribisnis di tingkat "educated level" harus dicoba untuk ditanamkan
budaya industrial dalam pengertian agribisnis sebagai suatu sistem yang
"totality managed". Di tingkat universitas misalnya bagaimana kita bukakan
mata akan orientasi agribisnis total.
Bila di satu universitas ada Fakultas Teknologi Pertanian, bagaimana
menyatukan keduanya dengan satu persepsi sistem agribisnis total yang berisu
sentral agroindustri. Keduanya tidak mungkin akan menjadi dua kutub yang
saling berhadapan kalau memiliki orientasi agribsinis. Mereka akan saling
bertentangan kalau yang satu hanya berorientasi usahatani "on farm" semata,
dan yang lainnya pada proses pengolahan produk pertanian. Lalu seolah-olah
ada tembok yang menyekat dan kalau begitu tidak akan menjadikan SDM
agribisnis sebagaimana kita cita-citakan.
Membangun Agribisnis dalam Skala Ekonomi Luas
Pakar agribisnis atau ekonomi pertanian menyatakan bahwa tidak mungkin
agribisnis kalau ditunjang oleh pengelolaan lahan yang sempit. Jelasnya,

agribisnis itu hanya "lipservice" saja, kalau hanya dilakukan oleh petani dengan
luas lahan pengelolaannya kurang dari dari 0.3 ha. Sampai-sampai yang
menyatakan dalam dsikusi panel yang diselenggarakan oleh UNISRI tempo
hari, pertanian selama ini hanya membangun "kantong-kantong kemiskinan"
saja.
Kita tentu tidak habis pikir dengan fenomena demikian. Agribisnis yang ingin
kita coba menggantikan pertanian saat ini, memang memerlukan skala usaha
yang tidak kecil. Usahatani gurem tentu tidak dapat dihadapkan pada sistem
agribisnis yang berpusat pada suatu agroindustri yang besar. Sebatas
agroindustri yang sederhana kecil, produk usahatani sempit barangkali masih
dapat relevan, tetapi skala ekonomi agribisnis demikian kurang memadai untuk
meraih nilai tambah yang menghidupi pelaku. Oleh karena itu bagaimanapun
agribisnis harus ditopang oleh usahatani besar.
Dari keadaan penguasaan lahan yang begitu sempit menjadi usahatani besar
dapat ditempuh oleh dua alternatif pendekatan. Pertama, melalui proses
konsolidasi lahan. Secara fisik lahan sempit yang dikelola perlu konsolidasi
melalui suatu perundangan UU Pokok Agraria atau yang secara populer melalui
apa yang disebut "agrarian reform". Reformasi agraria itu tidak saja
menyangkut pembenahan pemilikan lahan atau penguasaan lahan tetapi juga
sampai menyentuh perubahan budaya pertanian secara menyeluruh yang lebih
adil. Dalam reformasi agraria itu dapat dicakup juga perubahan dari budaya tani
yang tradisional ke budaya agribisnis modern seperti yang dikehendaki zaman.
Tanpa adanya reformasi agraria, rasanya musykil pertanian kita menjadi maju.
Kedua, memiliki konsolidasi pengelolaannya. Petani-petani gurem dikonsolidasi
seperti bentuk organisasi kelompok tani yang menangani budidaya komoditi
padi dalam program INSUS. Alternatif kedua ini nampaknya lebih "acceptable",
tetapi rasanya tidak akan mengubah budaya, dan petani tetap saja akan berstatus
sebagai kelompok masyarakat yang hidupnya marjinal. Tidak dapat mengubah
status itu menjadi SDM agribisnis yang hidup mempuni dari usahanya.
Terlepas dari kedua alternatif diatas, yang terpenting adalah bagaimana skala
ekonomi dari komoditi agribsinsis dapat diperbesar. Dorongan utamanya pada
pengadaan agroindustri yang memproses produk usahatani "on farm" itu. Kalau
semua komoditi dapat diproses lebih lanjut dalam agroindustri, dan sistem
agribisnis dapat ditegakkan, maka secara alamiah akan terjadi konsolidasi.
Katakan misalnya, komoditi sayuran. Proses agroindustrinya sederhana berupa
sanitasi produk, pemilahan, dan pengemasan. Dalam agribisnis itu telah
temukan pemasaran "final industrial product" yang memadai modern.
Kemudian dikembangkan sistem transportasi dari industri ke pasar yang
menjamin kesegaran produk. Dengan sistem demikian, subsistem "on farm"
yang mungkin gurem akan mengikuti permintaan hilir dan mengadakan
konsolidasi. Konsolidasi yang semula terjadi pada pengelolaannya (alternatif
kedua), berubah menjadi konsolidasi lahan (alternatif pertama) karena mengejar
efisiensi, dan jaring permodalannya menjadi lebih terbuka. "Efek domino" akan

terjadi di tingkat industri sarana produksi di bagian hulu, karena desakan


permintaan mutu dan efisiensi kerja oleh subsistem hilir. Dalam kondisi
demikian akan terjadi manajemen agribisnis total, yang antara subsistemnya
saling berinteraksi berkelanjutan harmonis. Sementara itu apa yang saya sebut
Bank Konsolidasi Lahan akan bekerja, yang dapat menampung "mantan petani
gurem" menjadi pemilik saham dalam agribisnis akibat melepaskan lahan
kelolaannya.
Kriteria mutu produk agroindustri ditentukan oleh pasar dan diteruskan
kesubsistem penghasil benih sumber yang berada dalam industri benih. Di
dalamnya bekerja sekelompok pemulia tanaman yang merekayasa sumberdaya
genetik menghasilkan varietas baru dan sekelompok teknologi benih yang
membiakkan menjadi Benih Dasar (Foundation Seed) untuk menjadi benih
komersial. Dengan demikian semua komponen dalam agribisnis bisa bergerak
dalam satu sistem.
Sebagai contoh perkembangan jagung hibrida. Semula dibayangkan betapa
sulitnya memasukkan benih jagung hibrida di kalangan petani yang mengelola
lahan sempit. Mereka dibayangkan tidak akan mampu membeli benih jagung
hibrida karena harganya yang terlalu mahal. Agroindustri pakan ternak berdiri
yang memerlukan biji jagung sebagai bahan utamanya. Dengan berdirinya
agroindustri pakan ini petani yang biasa menanam jagung mengkonsolidasi diri
dan sepakat bersama-sama menanam jagung hibrida. Produksi jagung hibrida
ditampung oleh agroindustri pakan. Petani tidak lagi mempersoalkan harga
benih yang tinggi, dan harga sarana produksi yang lain. Semua biaya itu dapat
tertutup oleh harga jual biji jagungnya ke industri. Mekanisme demikian berada
dalam konteks agribisnis sebagai suatu sistem. Selanjutnya mutu produknya
ditingkatkan, bahkan petani dalam sistem agribisnis itu masih mampu lebih
membeli jagung hibrida "single cross" yang mutu genetiknya jauh lebih tinggi,
meski dengan harga benih yang sangat mahal.
Penutup
Uraian dalam makalah ini dapat disimpulkan sebagai berikut. Kalau sistem
agribisnis hendak ditegakkan di daerah yang berotonomi, dua hal yang harus
dipikirkan. Pertama, tentang pembangunan SDM agribisnis, dan kedua, tentang
konsolidasi lahan pengelolaan yang berorientasi pada memperluas skala
ekonominya. Bagi semua komoditi yang diusahakan, agribisnis dalam suatu
sistem memerlukan pembanguanan agroindustrinya. Sebagai komponen di
bagian tengah agroindustri dalam sistem agribisnis menjadi tulang punggung
yang menghela komponen di bagian hulu dan mendorong komponen di bagian
hilir.
Pembangunan SDM agribisnis harus dilaksanakan di semua tingkatan (levels)
dari yang "grass root" yang relatif kurang "educated" sampai yang "highly
educated". Perlu sekali ditanamkan budaya industrialnya yang dialektis, karena
sistem agribisnis dalam kiprahnya dilandasi langkah yang serba rasional.

Agroindustri dalam sistem agribisnis bukan selalu berbentuk pabrik-pabrik


besar yang berproses manufaktural, melainkan bisa juga berbentuk sederhana
seperti yang berproses pembersihan (sanitasi), pemilahan (grading) dan
pengemasan (packaging).
Dalam pengembangan agribisnis ini perlu digaris bawahi pengertian sistem
yang antara subsistem satu dan lainnya harus diwujudkan interaksi yang
"interdependent" sehingga merupakan "harmonious orderly interaction" dan
berkeadilan dalam pembagian nilai tambah yang berhasil diraih oleh seluruh
sistem. Tidak terjadi rumpang besar antara subsistem yang dihilir dan hulu,
semuanya secara transparan dikelola dalam satu sistem yang total utuh.
Konsekuensi suatu daerah berotonomi ialah harus mampu menghidupi sendiri
sehingga pengaturan ekonominya harus dapat lebih produktif. Agribisnis di
daerah ini akan dapat menopang perekonomiannya, asalkan mekanisme dalam
agribisnis itu digerakkan dalam satu sistem dengan menjadikan agroindustri
sebagai pusat kegiatan bisnisnya (business core). Berbagai komoditi ekonomis
dapat digerakkan dalam agribisnis di daerah ini, asalkan diawali oleh pemikiran
agroindustrial yang memiliki "forward and backward linkages" yang berarti
menghela yang di hulu dan mendorong yang di hilir.
http://errwindouble99.blogspot.com/2012/06/makalah.html

MAKALAH MANAJEMEN AGRIBISNIS


SISTEM AGRIBISNIS
Disusun oleh :
Rasyidiansyah Agustiandatama S

Logo Cover

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN AGRIBISNIS
2013/2014

KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan. Segala
puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru semesta alam atas segala berkat,
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah dengan judul SISTEM AGRIBISNIS. Dalam
penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak,
karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Dari
sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan
sedikit langkah yang lebih baik lagi. Meskipun penulis berharap isi dari
makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang
kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap
agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pada awal pemenuhan kebutuhannya, manusia hanya mengambil dari
alam sekitar tanpa kegiatan budidaya (farming), dengan demikian belum
memerlukan sarana produksi pertanian. Seiring dengan meningkatnya
kebutuhan manusia, alam tidak dapat menyediakan semua kebutuhan itu
sehingga manusia mulai membudidayakan (farming) secara ekstensif berbagai
tanaman, hewan dan ikan untuk memenuhi kebutuhannya. Pada tahap ini
kegiatan budidaya mulai menggunakan sarana produksi, dilakukan dalarn
pertanian itu sendiri (on farm) dan hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga
sendiri (home consumption).
Tahap selanjutnya, ditandai dengan adanya spesialisasi dalam kegiatan
budidaya sebagai akibat pengaruh perkembangan diluar sektor pertanian dan
adanya perbedaan potensi sumberdaya alam (natural endowment) antar daerah,
perbedaan ketrampilan (skill) dalam masyarakat serta terbukanya hubungan
lalulintas antar daerah. Pada tahap ini, selain dikonsumsi sendiri, hasil-hasil
pertanian mulai dipasarkan dan diolah secara sederhana sebelum dijual.

Perkembangan sektor pertanian selanjutnya dipacu oleh kemajuan


teknologi yang sangat pesat di sektor industri (kimia dan mekanik) dan
transportasi. Pertanian menjadi semakin maju dan kompleks dengan ciri
produktivitas per hektar yang semakin tinggi berkat penggunaan sarana
produksi pertanian yang dihasilkan oleh industri (pupuk dan pestisida).
Kegiatan pertanian semakin terspesialisasi menurut komoditi dan kegiatannya.
Namun, petani hanya melakukan kegiatan budidaya saja, sementara pengadaan
sarana produksi pertanian didominasi oleh sektor industri.
Dipihak lain karena proses pengolahan hasil-hasil pertanian untuk berbagai
keperluan membutuhkan teknologi yang semakin canggih dan skala yang besar
agar ekonomis, maka kegiatan ini pun didominasi oleh sektor industri
pengolahan. Melalui proses pengolahan, produk-produk pertanian menjadi lebih
beragam penggunaan dan pemasarannyapun menjadi lebih mudah (storable and
transportable) sehingga dapat diekspor. Pada tahap ini pembagian kerja di
dalam kegiatan pertanian menjadi semakin jelas, yaitu: kegiatan
budidaya (farming) sebagai kegiatan pertanian dalam arti sempit, kegiatan
produksi sarana pertanian (farm supplies) sebagai industri hulu dan kegiatan
pengolahan komoditi pertanian sebagai industri hilir. Spesialisasi fungsional
dalam kegiatan pertanian seperti yang telah dikemukakan diatas meliputi
seluruh kegiatan usaha yang berhubungan langsung maupun tidak langsung
dengan pertanian dan keseluruhannya disebut sistem "Agribisnis'.
1.2
1.
ke agribisnis
2.
3.
4.

Tujuan
Mampu memahami dan menerangkan sejarah pertanian menuju
Memahami pengertian dari sistem agribisnis
Memahami kaitan-kaitan dalam sistem agribisnis
Menjelaskan peran agribisnis dalam pembangunan nasional
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Agribisnis


Menurut asal muasalnya kata Agribisnis berangkat dari kata Agribusiness,
dimana Agri=Agriculture artinya pertanian dan Business berarti usaha atau
kegiatan yang berorientasi profit. Jadi secara sederhana Agribisnis
(agribusiness) adalah usaha atau kegiatan pertanian serta apapun yang terkait
dengan pertanian berorientasi profit.

Istilah agribusiness untuk pertama kali dikenal oleh masyarakat Amerika


Serikat pada tahun 1955, ketika John H. Davis menggunakan istilah tersebut
dalam makalahnya yang disampakan pada "Boston Conference on Disiribution".
Kemudian John H. Davis dan Ray Goldberg kembali lebih memasyarakatkan
agribisnis melalui buku mereka yang berjudul "A Conception of
Agribusiness" yang terbit tahun 1957 di Harvard University. Ketika itu kedua
penulis bekerja sebagai guru besar pada Universitas tersebut. Tahun 1957, itulah
dianggap oleh para pakar sebagai tahun kelahiran dari konsep agribisnis. Dalam
buku tersebut, Davis dan Golberg mendefinisikan agribisnis sebagai
berikut: "The sum total of all operation involved in the manufacture and
distribution of farm supplies: Production operation on farm: and the storage,
processing and distribution of farm commodities and items made from
them". Berikut pengertian agribisnis sebagai suatu sistem menurut beberapa ahli
:
Arsyad dan kawan-kawan menyatakan Agribisnis adalah suatu kesatuan
kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai
produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan
pertanian dalam arti luas. Pertanian dalam arti luas adalah kegitan usaha yang
menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatn
pertanian.
E. Paul Roy memandang agribisnis sebagai suatu proses koordinasi
berbagai sub-sistem. Koordinasi merupakan fungsi manajemen untuk
mengintegrasikan berbagai sub-sistem menjadi sebuah sistem.
Wibowo mengartikan agribisnis mengacu kepada semua aktivitas mulai
dari pengadaan, prosesing, penyaluran sampai pada pemasaran produk yang
dihasilkan oleh suatu usaha tani atau agroindustri yang saling terkait satu sama
lain.
Agribisnis adalah kegiatan yang berhubungan dengan penanganan
komoditi pertanian dalam arti luas, yang meliputi salah satu atau keseluruhan
dari mata rantai produksi, pengolahan masukan dan keluaran produksi
(agroindustri), pemasaran masukan-keluaran pertanian dan kelembagaan
penunjang kegiatan. Yang dimaksud dengan berhubungan adalah kegiatan usaha
yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh
kegiatan pertanian. (Downey and Erickson. 1987)
BAB III
PEMBAHASAN
Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi memperoleh
keuntungan dengan mengelola aspek budidaya, penyediaan bahan baku,
pascapanen, proses pengolahan, hingga tahap pemasaran. Dengan definisi ini

dapat diturunkan ruang lingkup agribisnis yang mencakup semua kegiatan


pertanian yang dimulai dengan pengadaan penyaluran sarana produksi (the
manufacture and distribution of farm supplies), produksi usaha tani (Production
on the farm) dan pemasaran (marketing) produk usaha tani ataupun olahannya.
Ketiga kegiatan ini mempunyai hubungan yang erat, sehingga gangguan pada
salah satu kegiatan akan berpengaruh terhadap kelancaran seluruh kegiatan
dalam bisnis. Karenanya agribisnis digambarkan sebagai satu sistem yang
terdiri dari tiga subsistem, serta tambahan satu subsistem lembaga penunjang.

Secara konsepsional sistem agribisnis dapat diartikan sebagai semua


aktifitas, mulai dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi (input) sampai
dengan pemasaran produk-produk yang dihasilkan oleh usaha tani serta
agroindustri, yang saling terkait satu sama lain. Dengan demikian sistem
agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai subsistem yaitu:
A. Subsistem Agribisnis/Agroindustri Hulu
Meliputi pengadaan sarana produksi pertanian antara lain terdiri dari benih,
bibit, makanan ternak, pupuk , obat pemberantas hama dan penyakit, lembaga
kredit, bahan bakar, alat-alat, mesin, dan peralatan produksi pertanian. Pelakupelaku kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi adalah perorangan,
perusahaan swasta, pemerintah, koperasi. Betapa pentingnya subsistem ini
mengingat perlunya keterpaduan dari berbagai unsur itu guna mewujudkan
sukses agribisnis. Industri yang meyediakan sarana produksi pertanian disebut
juga sebagai agroindustri hulu (upstream).
B. Subsistem budidaya / usahatani
Usaha tani menghasilkan produk pertanian berupa bahan pangan, hasil
perkebunan, buah-buahan, bunga dan tanaman hias, hasil ternak, hewan dan

ikan. Pelaku kegiatan dalam subsistem ini adalah produsen yang terdiri dari
petani, peternak, pengusaha tambak, pengusaha tanaman hias dan lain-lain.
C. Subsistem Agribisnis/agroindustri Hilir meliputi Pengolahan dan
Pemasaran (Tata niaga) produk pertanian dan olahannya
Dalam subsistem ini terdapat rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan
produk usaha tani, pengolahan, penyimpanan dan distribusi. Sebagian dari
produk yang dihasilkan dari usaha tani didistribusikan langsung ke konsumen
didalam atau di luar negeri. Sebagian lainnya mengalami proses pengolahan
lebih dahulu kemudian didistribusikan ke konsumen. Pelaku kegiatan dalam
subsistem ini ialah pengumpul produk, pengolah, pedagang, penyalur ke
konsumen, pengalengan dan lain-lain. Industri yang mengolah produk usahatani
disebut agroindustri hilir (downstream). Peranannya amat penting bila
ditempatkan di pedesaan karena dapat menjadi motor penggerak roda
perekonomian di pedesaan, dengan cara menyerap/mencipakan lapangan kerja
sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
pedesaan.
D. Subsistem jasa layanan pendukung agribisnis (kelembagaan)
Subsistem jasa layanan pendukung agribisnis (kelembagaan)
atau supporting institution adalah semua jenis kegiatan yang berfungsi untuk
mendukung dan melayani serta mengembangkan kegiatan sub-sistem hulu, subsistem usaha tani, dan sub-sistem hilir. Lembaga-lembaga yang terkait dalam
kegiatan ini adalah penyuluh, konsultan, keuangan, dan penelitian. Lembaga
penyuluhan dan konsultan memberikan layanan informasi yang dibutuhkan oleh
petani dan pembinaan teknik produksi, budidaya pertanian, dan manajemen
pertanian. Untuk lembaga keuangan seperti perbankan, model ventura, dan
asuransi yang memberikan layanan keuangan berupa pinjaman dan
penanggungan risiko usaha (khusus asuransi). Sedangkan lembaga penelitian
baik yang dilakukan oleh balai-balai penelitian atau perguruan tinggi
memberikan layanan informasi teknologi produksi, budidaya, atau teknik
manajemen mutakhir hasil penelitian dan pengembangan.
Berdasarkan pandangan bahwa agribisnis sebagai suatu sistem dapat
terlihat dengan jelas bahwa subsistem-subsistem tersebut tidak dapat berdiri
sendiri, tetapi saling terkait satu dengan yang lain. Subsistem agribisnis hulu
membutuhkan umpan balik dari subsistem usaha tani agar dapat memproduksi
sarana produksi yang sesuai dengan kebutuhan budidaya pertanian. Sebaliknya,
keberhasilan pelaksanaan operasi subsistem usaha tani bergantung pada sarana
produksi yang dihasilkan oleh subsistem agribisnis hilir. Selanjutnya, proses
produksi agribisnis hilir bergantung pada pasokan komoditas primer yang
dihasilkan oleh subsistem usahatani. Subsistem jasa layanan pendukung, seperti
telah dikemukakan, keberadaannya tergantung pada keberhasilan ketiga

subsistem lainnya. Jika subsistem usahatani atau agribisnis hilir mengalami


kegagalan, sementara sebagian modalnya merupakan pinjaman maka lembaga
keuangan dan asuransi juga akan mengalami kerugian.
Dalam hal pengelolaan sub sistem agribisnis diatas memerlukan
penanganan/manajerial. Maka kekhususan manajemen agribisnis antara lain
dapat dinyatakan sebagaimana berikut :
1.

Keanekaragaman jenis bisnis yang sangat besar pada sektor agribisnis yaitu
dari para produsen dasar sampai para pengirim, perantara, pedagang borongan,
pemproses, pengepak, pembuat barang, usaha pergudangan, pengangkutan,
lembaga keuangan, pengecer, kongsi bahan pangan, restoran dan lainnya.

2.

Besarnya jumlah agribisnis, secara kasar berjuta-juta bisnis yang berbeda telah
lazim menangani aliran dari produsen sampai ke pengecer.

3.

Cara pembentukan agribisnis dasar di sekeliling pengusaha tani. Para


pengusaha tani ini menghasilkan beratus-ratus macam bahan pangan dan
sandang (serat).

4.

Keanekaragaman yang tidak menentu dalam hal ukuran agribisnis, dari


perusahaan raksasa sampai pada organisasi yang di kelola oleh satu orang .

5.

Agribisnis yang berukuran kecil dan harus bersaing di pasar yang relative
bebas dengan penjual yang berjumlah banyak dan pembeli yang lebih sedikit.

6.

Falsafah hidup tradisional yang dianut oleh para pekerja agribisnis cenderung
membuat agribisnis lebih berpandangan konservatif dibanding bisnis lainnya.

7.

Kenyataan bahwa agribisnis cenderung berorientasi pada masyarakat, banyak


di antaranya terdapat dikota kecil dan pedesaan, dimana hubungan antar
perorangan penting dan ikatan bersifat jangka panjang.

8.

Kenyataan bahwa agribisnis yang sudah menjadi industri raksasa sekali pun
sangat bersifat musiman.

9.

Agribisnis bertalian dengan gejala alam.

10. Dampak dari program dan kebijakan pemerintah mengena langsung pada
agribisnis. Misalnya harga gabah sangat dipengaruhi oleh peraturan pemerintah.
Apabila subsistem usahatani dimodernisasi/dikembangkan, maka akan
membentuk sebuah sistem agribisnis. Dimana subsistem usahatani akan
mempunyai keterkaitan erat ke belakang (backward linkage) yang berupa
peningkatan kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi, dan kaitan ke
depan (forward linkage) yang berupa peningkatan kegiatan pasca panen (terdiri
dari pengolahan dan pemasaran produk pertanian dan olahannya). Jika
subsistem usahatani digambarkan sebagai proses menghasilkan produk-produk
pertanian di tingkat primer (biji, buah, daun, telur, susu, produk perikanan, dan
lain-lain), maka kaitannya dengan industri berlangsung ke belakang
(backward linkage) dan ke depan (forward linkage). Kaitan ke belakang
berlangsung karena usahatani memerlukan input seperti bibit dan benih
berkualitas, pupuk, pestisida, pakan ternak, alat dan mesin pertanian, modal,
teknologi, serta manajemen. Sedangkan keterkaitan erat ke depan dapat
diartikan bahwa suatu industri muncul karena mempergunakan hasil produksi
budidaya/usahatani sebagai bahan bakunya, atau bisa juga suatu produk
agroindustri digunakan untuk bahan baku industri lainnya. Kaitan ke depan
berlangsung karena produk pertanian mempunyai berbagai karakteristik yang
berbeda dengan produk industri, antara lain misalnya: musiman, tergantung
pada cuaca, membutuhkan ruangan yang besar untuk menyimpannya (Bulky /
voluminous), tidak tahan lama/mudah rusak (perishable), harga fluktuatif, serta
adanya kebutuhan dan tuntutan konsumen yang tidak hanya membeli produknya
saja, tapi makin menuntut persyaratan kualitas (atribut produk) bila pendapatan
meningkat. Selanjutnya kaitan ke belakang ini disebut juga agroindustri Hulu
(Up stream) dan kaitan ke depan disebut agroindustri hilir (Down stream).
Keterkaitan berikutnya adalah kaitan ke luar (outside linkage), ini terjadi
karena adanya harapan agar system agribisnis dapat berjalan/berlangsung secara
terpadu (integrated) antar subsistem. Kaitan ke luar ini berupa lembaga
penunjang kelancaran antar subsistem. Organisasi pendukung agribisnis
merupakan organisasi sebagai pendukung atau penunjang jalannya kegiatan
agribisnis yakni dalam hal untuk mendukung dan melayani serta
mengembangkan kegiatan sub-sistem hulu, sub-sistem usaha tani, dan subsistem hilir. Organisasi pendukung agribisnis ini biasa disebut juga dengan
organisasi jasa pendukung agribisnis. Seluruh kegiatan yang menyediakan jasa
bagi agribisnis, seperti lembaga keuangan, lembaga penelitian dan
pengembangan, lembaga transportasi, lembaga pendidikan, dan lembaga
pemerintah (kebijakan fiskal dan moneter, perdagangan internasional, kebijakan
tata-ruang, serta kebijakan lainnya).

BAB IV
KESIMPULAN
Maka dapat disimpulkan bahwa Agribisnis sebagai suatu sistem, bukan
sebagai sektor karena jika tidak ada salah satu sub sistemnya maka agribisnis
tidak akan berjalan. Susbsistem agribisnis itu sendiri ialah Hulu, Usahatani,
Hilir dan Kelembagaan. Dan disimpulkan pula bahwa dalam perekonomian
Indonesia, agribisnis berperan penting sehingga mempunyai nilai strategis.
Peran strategis agribisnis itu adalah sebagai berikut.
Sektor agribisnis merupakan penghasil makanan pokok penduduk. Peran ini
tidak dapat disubstitusi secara sempurna oleh sektor ekonomi lainnya, kecuali
apabila impor pangan menjadi pilihan.
Peranan agribisnis dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto).
Sampai saat ini non-migas menyumbang sekitar 90 persen PDB, dan agribisnis
merupakan penyumbang terbesar dalam PDB non-migas. Peranan agribisnis
dalam penyerapan tenaga kerja. Karakteristik teknologi yang digunakan dalam
agribisnis bersifat akomodatif terhadap keragaman kualitas tenaga kerja
sehingga tidak mengherankan agribisnis menjadi penyerap tenaga kerja nasional
yang terbesar.
Peranan agribisnis dalam perolehan devisa.selama ini selain ekspor migas,
hanya agribisnis yang mampu memberikan net-ekspor secara konsisten. Peranan
agribisnis dalam penyediaan bahan pangan. Ketersediaan berbagai ragam dan
kualitas pangan dalam jumlah pada waktu dan tempat yang terjangkau

DAFTAR PUSTAKA
Baharsjah, S. 1991. Rencana Pembangunan Agribisnis dalam
Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua. Makalah sebagai pengantar
Diskusi di Deptan RI (tidak dipubilkasikan).
Krisnamurthi, Y.B. dan-B. Saragih. 1992. Perkembangan Agribisnis Kecil.
Mimbar Sosek No.6 Desember 1992. Sosek Faperta IPB, Bogor.
Firdaus, Muhammad. 2008. Manajemen Agribisnis. Jakarta: Bumi Aksara.
http://rasyidiansyah.blogspot.com/2013/04/contoh-makalah-sistemagribisnis_30.html
D

I
S
U
S
U
N
OLEH:
NAMA: KETUA
ANGGOTA

: ADI RAHMAN
:1. ARI BAGITO
2. DAHLIA

DOSEN PEMBIMBING : NOVEGYA RATIH P, SE


UNIVERSITAS BATURAJA
UNBARA
Jl. Ratu penghulu No 02301 Karang Sari 32115 Telp./fax. (0735)326122
BATURAJA SUMATERA SELATAN

BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Pengertian Agribisnis
Agribisnis
berasal
dari
kata Agribusiness,
di
mana
Agri=Agriculture artinya pertanian dan Business artinya usaha atau kegiatan
yang berorientasi profit. Jadi secara sederhana Agribisnis (agribusiness)
didefinisikan sebagai usaha atau kegiatan pertanian dan terkait dengan pertanian
yang berorientasi profit. Dan beberapa menurut para ahli:
Pengertian Agribisnis menurut Soekartawi (1993):
Agribisnis berasal dari kata agri dan bisnis. Agri berasal dari bahasa
Inggris, agricultural (pertanian). Bisnis berarti usaha komersial dalam dunia
perdagangan.
Pengertian agribisnis menurut Wikipedia adalah :
Agribisnis adalah bisnis berbasis usaha pertanian atau bidang lain yang
mendukungnya, baik di sektor hulu maupun di hilir. Penyebutan "hulu" dan
"hilir" mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada rantai
sektor pangan (food supply chain).
Agribisnis mempelajari strategi memperoleh keuntungan dengan mengelola
aspek budidaya, pascapanen, proses pengolahan, hingga tahap pemasaran.

Pengertian Agribisnis Menurut Sjarkowi dan Sufri (2004):


Agribisnis adalah setiap usaha yang berkaitan dengan kegiatan produksi
pertanian, yang meliputi pengusahaan input pertanian dan atau pengusahaan
produksi itu sendiri atau pun juga pengusahaan pengelolaan hasil pertanian.
Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah cara pandang ekonomi bagi
usaha penyediaan pangan. Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari
strategi memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek budidaya, penyediaan
bahan baku, pascapanen, proses pengolahan, hingga tahap pemasaran.
Pengertian
Agribisnis
Menurut
Downey
and
Erickson
(1987) dalam Saragih (1998):
Agribisnis adalah kegiatan yang berhubungan dengan penanganan
komoditi pertanian dalam arti luas, yang meliputi salah satu atau keseluruhan
dari mata rantai produksi, pengolahan masukan dan keluaran produksi
(agroindustri), pemasaran masukan-keluaran pertanian dan kelembagaan
penunjang kegiatan. Yang dimaksud dengan berhubungan adalah kegiatan usaha
yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh
kegiatan pertanian.
Pengertian Agribisnis menurut Arsyad dkk:
Agribisnis adalah kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau
keseluruhan dari matarantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran produkproduk yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas.
Pengertian Agribisnis Menurut Wibowo dkk, (1994):
Pengertian agribisnis mengacu kepada semua aktivitas mulai dari
pengadaan, prosesing, penyaluran sampai pada pemasaran produk yang
dihasilkan oleh suatu usaha tani atau agroindustri yang saling terkait satu sama
lain.
Pengertian Manajemen
Istilah manajemen, terjemahannya dalam bahasa Indonesia hingga saat ini
belum ada keseragaman. Selanjutnya, bila kita mempelajari literatur
manajemen, maka akan ditemukan bahwa istilah manajemen mengandung tiga
pengertian yaitu:
Manajemen sebagai suatu proses,
1. Manajemen sebagai kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas
manajemen,
2. Manajemen sebagai suatu seni (Art) dan sebagai suatu ilmu pengetahuan
(Science)
Menurut pengertian yang pertama, yakni manajemen sebagai suatu
proses, berbeda-beda definisi yang diberikan oleh para ahli. Untuk
memperlihatkan tata warna definisi manajemen menurut pengertian yang

pertama itu, dikemukakan tiga buah definisi. Dalam Encylopedia of the Social
Sience dikatakan bahwa manajemen adalah suatu proses dengan mana
pelaksanaan suatu tujuan tertentu diselenggarakan dan diawasi.
Selanjutnya,Hilman mengatakan bahwa manajemen adalah fungsi untuk
mencapai sesuatu melalui kegiatan orang lain dan mengawasi usaha-usaha
individu untuk mencapai tujuan yang sama. Menurut pengertian yang kedua,
manajemen adalah kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas
manajemen. Jadi dengan kata lain, segenap orang-orang yang melakukan
aktivitas manajemen dalam suatu badan tertentu disebut manajemen. Menurut
pengertian yang ketiga, manajemen adalah seni (Art) atau suatu ilmu
pnegetahuan. Mengenai inipun sesungguhnya belum ada keseragaman
pendapat, segolongan mengatakan bahwa manajemen adalah seni dan
segolongan yang lain mengatakan bahwa manajemen adalah ilmu.
Sesungguhnya kedua pendapat itu sama mengandung kebenarannya.
Menurut G.R. Terry manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja,
yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang
kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata.
Manajemen juiga adalah suatu ilmu pengetahuan maupun seni. Seni adalah
suatu pengetahuan bagaimana mencapai hasil yang diinginkan atau dalm kata
lain seni adalah kecakapan yang diperoleh dari pengalaman, pengamatan dan
pelajaran serta kemampuan untuk menggunakan pengetahuan manajemen.
Menurut Mary Parker Follet manajemen adalah suatu seni untuk melaksanakan
suatu pekerjaan melalui orang lain. Definisi dari mary ini mengandung
perhatian pada kenyataan bahwa para manajer mencapai suatu tujuan organisasi
dengan cara mengatur orang-orang lain untuk melaksanakan apa saja yang pelu
dalam pekerjaan itu, bukan dengan cara melaksanakan pekerjaan itu oleh
dirinya sendiri. Itulah manajemen, tetapi menurut Stoner bukan hanya itu saja.
Masih banyak lagi sehingga tak ada satu definisi saja yang dapat diterima secara
universal. Menurut James A.F.Stoner, manajemen adalah suatu proses
perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya
anggota organisasi danmenggunakan semua sumber daya organisasi untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Dari gambar di atas menunjukkan bahwa manajemen adalah Suatu


keadaan terdiri dari proses yang ditunjukkan oleh garis (line) mengarah kepada
proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian, yang

mana keempat proses tersebut saling mempunyai fungsi masing-masing untuk


mencapai suatu tujuan organisasi.
4t6
Fungsi-Fungsi Manajemen (Management Functions)
Sampai saat ini, masih belum ada consensus baik di antara praktisi maupun di
antara teoritis mengenai apa yang menjadi fungsi-fungsi manajemen, sering
pula disebut unsur-unsur manajemen. Berbagai pendapat mengenai fungsifungsi manajemen akan tampak jelas dengan dikemukakannyapendapat
beberapa penulis sebagai berikut:
Planning
Berbagai batasan tentang planning dari yang sangat sederhana sampai
dengan yang sangat rumit. Misalnya yang sederhana saja merumuskan bahwa
perencanaan adalah penentuan serangkaian tindakan untuk mencapai suatu hasil
yang diinginkan. Pembatasan yang terakhir merumuskan perencaan merupakan
penetapan jawaban kepada enam pertanyaan berikut :
1.
Tindakan apa yang harus dikerjakan ?
2. Apakah sebabnya tindakan itu harus dikerjakan ?
3. Di manakah tindakan itu harus dikerjakan ?
4. kapankah tindakan itu harus dikerjakan ?
5. Siapakah yang akan mengerjakan tindakan itu ?
6. Bagaimanakah caranya melaksanakan tindakan itu ?
Menurut Stoner Planning adalah proses menetapkan sasaran dan tindakan yang
perlu untuk mencapaisasaran tadi.
Organizing
Organizing (organisasi) adalah dua orang atau lebih yang bekerja sama dalam
cara yang terstrukturuntuk mencapai sasaran spesifik atau sejumlah sasaran.
Leading
Pekerjaan leading meliputi lima kegiatan yaitu :

Mengambil keputusan

Mengadakan komunikasi agar ada saling pengertian antara manajer dan


bawahan.
Memeberi semangat, inspirasi, dan dorongan kepada bawahan supaya mereka
bertindak.Memeilih orang-orang yang menjadi anggota kelompoknya, serta
memperbaiki pengetahuandan sikap-sikap bawahan agar mereka terampil dalam
usaha mencapai tujuan yang ditetapkan.
Directing/Commanding
Directing atau Commanding adalah fungsi manajemen yang berhubungan
dengan usaha memberi bimbingan, saran, perintah-perintah atau instruksi

kepada bawahan dalam melaksanakan tugas masing-masing, agar tugas dapat


dilaksanakan dengan baik dan benar-benar tertuju pada tujuan yang telah
ditetapkan semula.
Motivating
Motivating atau pemotivasian kegiatan merupakan salah satu fungsi manajemen
berupa pemberian inspirasi, semangat dan dorongan kepada bawahan, agar
bawahan melakukan kegiatan secara suka rela sesuai apa yang diinginkan oleh
atasan.
Coordinating
Coordinating atau pengkoordinasian merupakan salah satu fungsi manajemen
untuk melakukan berbagai kegiatan agar tidak terjadi kekacauan, percekcokan,
kekosongan kegiatan, dengan jalan menghubungkan, menyatukan dan
menyelaraskan pekerjaan bawahan sehingga terdapat kerja sama yang
terarahdalam upaya mencapai tujuan organisasi.
Controlling
Controlling atau pengawasan, sering juga disebut pengendalian adalah salah
satu fungsi manajemen yang berupa mengadakan penilaian, bila perlu
mengadakan koreksi sehingga apa yang dilakukan bawahan dapat diarahkan ke
jalan yang benar dengan maksud dengan tujuan yang telah digariskan semula.
Reporting
Adalah salah satu fungsi manajemen berupa penyampaian perkembangan atau
hasil kegiatan ataupemberian keterangan mengenai segala hal yang bertalian
dengan tugas dan fungsi-fungsi kepadapejabat yang lebih tinggi.

Staffing
Staffing merupakan salah satu fungsi manajemen berupa penyusunan personalia
pada suatu organisasi sejak dari merekrut tenaga kerja, pengembangannya
sampai dengan usaha agar setiap tenaga memberi daya guna maksimal kepada
organisasi.
Forecasting

Forecasting adalah meramalkan, memproyrksikan, atau mengadakan taksiran


terhadap berbagai kemungkinan yang akan terjadi sebelum suatu rancana yang
lebih pasti dapat dilakukan.
Tingkatan Manajemen (Manajemen Level).
Tingkatan manajemen dalam organisasi akan membagi tingkatan manajer
menjadi 3 tingkatan :
1.
Manajer lini garis-pertama (first line) adalah tingkatan manajemen paling
rendah dalam suatu organisasi yang memimpin dan mengawasi tenaga-tenaga
operasional. Dan mereka tidak membawahi manajer yang lain.
2.
Manajer menengah (Middle Manager) adalah manajemen menengah
dapat meliputi beberapa tingkatan dalam suatu organisasi. Para manajer
menengah membawahi dan mengarahkan kegiatan-kegiatan para manajer
lainnya kadang-kadang juga karyawan operasional.
3.
Manajer Puncak (Top Manager) terdiri dari kelompok yang relative kecil,
manager puncak bertanggung jawab atas manajemen keseluruhan dari
organisasi.
Manajemen Agribisnis
Manajemen agribisnis bukan hanya menjelaskan apa adanya fenomena
agribisnis (sebagaimana ilmu ekonomi atau ekonomi pertanian), tetapi lebih
menekankan bagaimana seharusnya. Oleh karena itu, manajemen agribisnis
tidak cukup hanya memiliki landasan teori ekonomi saja, tetapi juga teori
pengambilan keputusan. Keunikan dari manajemen agribisnis terletak pada
karakteristik agribnisnis yang berbeda dengan bisnis atau sector ekonomi yang
lain, bukan dari teori ekonomi dan teori pengambilan keputusan yang
digunakan. Seingga lebih tepat jika disebut sebagai menjerial ekonomi.
Manajemen dalam agribisnis mempunyai sifat yang unik karena sifat produk
pertanian yang sangat bergantung pada musim, mudah rusak, dan produksinya
melibatkan banyak petani yang berlahan sempit dan bermodal sangat terbatas.
Sebagian besar waktu yang dimiliki seorang manajer (agribisnis) digunakan
untuk mengambil keputusan. Pengambilan keputusan yang tepat merupakan inti
keberhasilan agribisnis
I.2. Batasan Masalah
1.
Peran manajer di dalam menghadapi perspektif global pada masa
mendatang?
2.
Strategi manajer dalam pembangunan manajemen?

I.3. Rumusan Masalah


1.
Bagaimana peran manajer dalam menghadapi sebuah prospektif secara
global?
2.
Bagaimana strategi manajer di dalam memaksimalkan kerja berorganisasi
dalam manajemen?

BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Pengertian
Dengan terjadinya perubahan lingkup organisasi agrabisnisdi dalam
industri perkebunan mau tidak mau akan menuntut perusahaan-perusahaan
untuk melakukan penyesuaian. Sebagian perlu mengkaji ulang strategi
manajemennya berdasarkan:
kepentingan pokok sumber manajemen tersebut
perubahan bidang kerja manajer dan semua bidang yang terkait
kebutuhan akan peningkatan kemampuan mamnajer agar dapat
menyesuaikan diri dengan kebutuhan akibat perubahan yang terjadi
Pokok kecendrungan berkaitan dengan organisasi agribisnis yaitu bentuk
dasar tugas manajer dan kemampuan yang di butuhkan untuk di tampilkan.
Dalam studi kasus yang ditampilkan mengambarkan proses dari
penciptaan program pengembangan manajemen dalam suatu perusahaan
perkebunan besar dan menitik beratkan pada unsur kunci bagi kesuksesan
prestasi. Pada akhirnya, kecendrungan dalam pengembangan manajemen di
tampilkan untuk menitik beratkan perubahan filosopi dan teknik yang berjalan
dan oleh karenanya perusahaan-perusahaan harus berharap kapan untuk
memperbaiki pengembangan strategi manajemen mereka.
II.2. Sumber Manajemen
Dalam suatu era perubahan yang berkesinambungan dan intensif, kebenaran
seperti di bawah ini akan menjadi bukti nyata:
-

Sistem manajemen adalah bersifat pokok.

Sejak dahulu aset terpenting dari sebuah perusahaan adalah sumber daya
manusia dan sebagai modal pokoknya adalah intelektualitas. Manajemen
merupakan kunci dari sumber daya manusia karena tanpa manajemen yang
efektif, organisasi tidak akan mampu menjawab setiap tantangan yang timbul
akibat dari teknologi, perubahan teknologi dan lingkungan yang sudah
berjalan dalam kegiatan industri.
Tugas manajer dan tugas terkait merupakan subjek dari perubahan radikal.
Dalam menghadapi perubahan tidak mungkin untuk menentukan statistik
penjabaran tugas untuk staf manajemen karena bentuk tugas akan pada akhirnya
berubah untuk mengarah kepada peran lain dan tanggung jawab baru.
Manajer yang mempunyai kemampuan ( seperti: pengetahuan, kecakapan,
dan keahlian) akan di perlikan dan terus berubah.
Secara logika dapat dikatakan bahwa jika bentuk tugaas telah dirubah maka
kemudian kecakapan yang di butuhkan untuk memenuhi tugas tersebut juga
akan berbeda.
Manajer perlu mengadakan perubahan agar tetap efektif.
Dalam dunia yang selalu berubah , manajer tidak akan lagi efektif di
posnya jika mereka tidak pleksibel untuk merubah sikap mereka menghadapi
tantangan dari tugas-tugas baru.
Sekali organisasi mengenai perubahan dalam pengetahuandalam
pengetahuan, sikap dan prilaku dari manajer dan seluruh sisa dari gugusan
tugas, maka pertanyaan berikut harus di ajukan untuk menjamin bahwa
perubahan yang diinginkan terjadi:

Apa tugas manajer dan bagaimana dapat berubah?


Apakah manajer memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan
tugas secara efektif ?
Bagaimana cara organisasi terlibat dalam proses peraliran manajer untuk
menemukan kebutuhan yang diharapkan dan untuk dikembangkan ?
Kita tunda pertanyaan tadi yang berhubungan dengan manajer, tetapi juga
berkaitan dengan seluruh karyawan tingkat lapangan hingga direktur utama.
Untuk menjawabnya kita harus dapat membuat organisasi yang mampu
menyelami sumber manajemennya dan menentukan strategi perubahan guna
menghadapi tantangan dimasa mendatang.

II.3. Kecendrungan Perubahan di Bidang Agribisnis

Dalam konteks ini sangat penting untuk mengenali kecendrungan


perubahan besar yang terjadi di bidang agribisnis ( industri perkebunan ) di
seluruh dunia. Ini dapat di kelompokkan menjadi 3 kategori perubahan:
-

perubahan dalam keorganisasian yang berkaitan dengan industri


Perubahan peran manajer
Perubahan kemampuan yang dibutuhkan dari manajer
Ini merupakan 3 buah kunci yang masing-masing berdiri sendiri dalam
memberikan kontribusi terhadap suatu sikap manajerialyang efektif yang
menunjukan kecendrungan sama di dunia. Perbedaan pokok diantara negaranegara produsen dan diantara perkebunan dalam negara-negara tersebut
condong ketingkat perubahan yang sudah terjadi dan tingkat mana yang sedang
berjalan. Perlu digaris bawahi bahwa daftar di bawah ini mengambarkan
beberapa perubahan yang terjadi dan prosesnya tidak akan berhenti. Itu juga
merefleksikan kecendrungan yang terjadi dalam industri dan tidak perlu terjadi
pada setiap organisasi. Jadi itu semua tidak dapat dijadikan untuk perubahan
gaya manajerial.

II.4. Lingkup Organisasi


Lingkup organisasi agribisnis telah berubah secara dramatis selama 2
dekade lalu dan terus berubah dengan cepat. Perubahan mencolok yang dapat
diidentifikasi adalah sebagai berikut:

Perubahan dari perusahaan asing menjadi perusahaan nasional ditandai


diindonesia dan malaysia, juga di indiadan negara lainnya. Pergerakan ini
condong untuk di barengi dengan penurunan persaingan dalam jumlah
manajemen yang dilakukan oleh orang-orang asing. Penurunan ini juga nampak
pada perusahaan- perusahaan multi nasional yang memiliki kebijakan untuk
menambah orang-orang pribumi untuk menduduki posisi top manajemen.
Dahulu, bidang agribisnis dianggap kegiatan tertutup yang tidak
memiliki hubungan dengan dunia luar. Komunikasi dengan menggunakan
modern dan meningkatkan jumlah penduduk di negara tropis membuat banyak
perkebunan lebih bersifat sebagai industri lokal dengan memperkerjakan
penduduk yang berada di sekitarnya. Ketercualian dan kesenjangan komunikasi
memang masih terasa seperti di daerah-daerah bukan bukaan baru, dimana
perkebunan yang dibuka berada jauh di ibukota. Tetapi dengan menurunya
harga penggunaan telepon satelit kita berharap kesenjangan komunikasi dapat di
jembatani segera.
Perkebunan biasanya menerapkan peraturan tersendiri. Ada
kecendrungan bahwa bibit di anggap sebagai tujuan akhir. Sekali dipanen dan
diproses maka akan berakhir. Pendekatan sudah dilakukan dengan membuat
perkebunan sebagai bisnis dimana tujuan manajemen tidak hanya sekedar
menumbuhkan bibit untuk mendapatkan uang.
Perubahan kultural dari perkebunan menjadi perniagaan juga
mengangkat penyesuaian perangkat manajemen dan organisasiserta filosofi
yang diambildari industri lain. Ini meliputi penciptaan proses perniagaan, total
manajemen kualitas ( TQM / Total Quality Management ) peningkatan prestasi
proyek dan melakukan persaingan.

TQM dilindungi oleh beberapa obat melawan penyakit dalam


manajemen. Untum mensukseskan TQM diperlukan perubahan yang mendasar
dalam kultur organisasi. TQM bukan suatu yang dapat dibeli dan diterapkan
oleh konsultan secara cepat. Ini lebih merupakan filosofi yang menempatkan
konsumen sebagai keutamaan dan menuntut setiap orang dalam organisasi
berupaya secara maksimal dengan sumber-sumber yang ada.
Ini merupakam filosofi yang meminta bahwa tidak ada seorang pun
yang merasa puas dengan apa yang dikerjakan tetapi harus berupaya
meningkatkan kualitas produk, mempromosikannya, sumber daya manusia,
nilainya dan kesenangan untuk menerima konsumen. TQM adalah kultur dari
berubahan yang meminta manajemen untuk meningkatkan daya kerja,
meghilangkan kekhawatiran dan membimbing dengan contoh. Bagaimana juga
dalam beberapa perkebunan yang mencoba untuk menerapkan TQM, masih
terasa sulit bagi para manajernya dan anggota lainnya dalam gugus tugas untuk
mengenali konsep seperti Konsumen, Persaingan, Penambahan nilai dan
pasar.
Kecendrungan yang konkuren untuk manajemen perkebunan adalah
merubah dari pandangan seni menjadi disiplin ilmiah. Pada manajer terus
bertanya kepada diri mereka mengapa kualitas tanaman dapat berbeda, tidak
hanya diantara lahan-lahan yang ada, tetapi juga terjadi pada setiap perkebunan
diantara negara-negara dan benua-benua.
Sebuah pendekatan yang lebih berkesan yang dilakukan oleh
manajemen dalam penerimaan informasi lebih baik, telah memberi makna
kepada pergerakan meninggalkan status sebagai penerima pesana selama
bertahun-tahun sebelumnya dimana prosedur yang sudah ada berjalan dengan
kaku serta telah membudaya, menjadi lebih meningkat dimana para manajer
dituntut untuk memiliki gagasan-gagasan dan sudut pandang serta sanggup
mengambil keputusan berkaitan dengan bidang agribisnis mereka dan disadari
atas pengalaman dan keputusan ( juga untuk kebijaakan perusahaan secara
menyeluruh ).
Aspek ilmiah dari manajemen agribisnis menjadi bertambahpenting
sebagai gerak laju kecendrungan dari intensifikasi buruh kearah kemajuan
mekanisme pertanian. Beberapa jenis tanaman seperti teh telah dapat dilakukan
proses mekanisasi terutama terutama untuk kerja pemanenan, sedangkan untuk
proses panen kelapa sawit atau karet maka proses makanisasi secara penuh
masih memerlukan waktu beberapa tahun kedepan.
II.5. Tuntutan-tuntutan Bidang Kerja

Kita masih ingat pada jaman koliniel tentang adanya para bangsawan
pereusahaan yang menjadi tuan tanah dimana ucapan mereka merupakan
hukum. Disini tidak dimasukkan bahwa mereka sudah tidak ada lagi, tetapi
kalaupun masih ada berarti itu merupaka era lain. Manajer senior pada saat ini
memiliki peran yang lebih mendekati sebagai seorang pelatih team yang secara
terus menerus mencoba untuk meningkatkan kualitas para pemainnya. Ia dapat
memberi saran dengan tegas dan dengan lemah lembut kepada para pemain
kapan sajaia mau tetapi secara pasti ia mengetahuipada setiap penutup hari
semua itu akan menjadi kekuatan mereka dan kemampuan mereka yang akan
menentukan apakah dapat memenangkan permainan atau kalah ketika mereka
memasuki lapangan.
Perubahan sifat pekerjaan manajer

II.6. Kemampuan Individu


Untuk menghadapi tantangan ini para pimpinan manajerr dimasa
mendatang perlu dilengkapi dengan kecakapan dan keahlian baru. Mereka perlu
memainkan peran dan tangguang jawab yang berbeda seolah-olah mereka harus
menjalankan misi dan objektifitas untuk abad selanjutnya. Untuk menata secara
efektif, manajer hari esok harus meningkatkan kemampuannya untuk bidang
tugas dan kegiatan yang lebih luas agar dapat memenuhi tuntutan tugas dan
lingkup organisasi yang kian tumbuh, dimana ia berada.
Perubahan tehadap tingkat kemampuan
Manajerial yang dibutuhkan

II.7. Strategi Pengembangan Manajemen


Untuk meyakinkan bahwa agribisnis dilengkapi dengan jenis manajer
yang tepat dimasa mendatang,pimpinan masa kini perlu mengenali kebutuhan
akan unsur baru ini. Para manajer muda yang terdidik perlu dimotivasi untuk
mengenali jalan karier dan secara aktif mencari tantangan dan menerima
tanggung jawab. Mereka harus percaya bahwa karier dibidang agribisnis bukan
ibarat menyelam kedalam air deras dari ketidak pastian bidang pertanian.
Mereka tidak hanya puas dengan menjadi assistent manajer belajar melalui
pekerjaan
tetapi harus mempunyai keinginan meraih kemajuan pesat untuk mencapai
jenjang profesionalisme.
Strategi pengembangan manajer yang baik, bagaimanapun
membutuhkan lebih dari sekedar penerapan program pelatihan (mad hoc).
Secara jelas dan objektif pengembangan manajemen secara luas membutuhkan
rencana sama seperti rencana pengembangan usaha.
Keterlibatan badan usaha terhadap objektifitas seperti ini harus didukung
oleh manajer terkait untuk mengembangkan karier anak buahnya. Skema
peningkatan dari prestasi dan karier diperlukan untuk mendukung dan
menambah daya guna upaya menuju kearah objektifitas organisasi secra
menyeluruh. Sebagai tambahan, sistem pemberian penghargaan juga diperlukan
khususnya yang berhubungan dengan prestasi, serta perencanaan yang
diperlukan sesuai dengan kebutuhan organisasi dimasa mendatang.
Langah awal dengan menerapkan strategi yang diambil yaitu dengan
memenuhi keperluan akan pelatihan yang kompherebsif. Ini dimulai melalui
temu wicara ini adalah untuk menjelaskan tentang prosedur yang diajukan dan
untuk
meyakinkan
bahwa
manajemen
puncak
akan
melihat
strategi pengembangan manajemen sebagai refleksi dari persepsi mereka

terhadap kebutuhan perusahaan. Setelah itu dilakukan investigasi melalui


wawancara secara perorangan dengan para manajer serta beberapa kali seminar
untuk direktur dan senior manajer lainnya.
Laporan hasil rekomendasikanuntuk melengkapi perusahaan dengan
perbaikan yang cepat dan akurat terhadap prestasi manajemen. Ini dapat
dilakukan melalui beberapa kali program pelatihan manajemen yang intensif
bagi para manajer dari segala tingkatan. Sebelum pelaksanaan penerapan
manajemen, persetujuan maupun komiktmen dari masing-masing direktur dari
setiap perusahaan harus diperoleh.
Program-program demikian diarahkan untuk:
Membekali para manajer dengan kecakapan manajerial baik secara
teknis maupun umum yang diperlukan untuk menangani pekerjaan secara
efektif dan efisien.
Menyapkan mereka untuk bertanggung jawab manajerial yang lebih
besar dimasa mendatang.
Daftar Pustaka
www.manajemen-agrabisnis.co.id
http://aribagito.blogspot.com/2011/10/contoh-makalah-manajemenagribisnis.html
laporan makalah manajemen
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Agribisnis adalah sebuah ilmu terapan yang telah lama muncul di dunia
pertanian, agribisnis dalam sebuah pendidikan yaitu sebuah ilmu yang bergerak
dalam pertanian yang memacu pada bisnis. Agribisnis sebagai sektor andalan
bagi indonesia sangat diharapkan dapat membawa indonesia untuk siap
memasuki kepasar bebas. Hal ini didukung oleh kondisi alam indonesia yang
cukup mendukung dikembangkannya agribisnis. Dan potensi agribisnis masa
depan masih terbuka luas karena komoditas agribisnis disamping untuk
konsumsi dalam negeri. Dan sebuah program studi agribisnis di universitas
bangka belitung berdiri sekitar tahun 2007 yang sebelumnya fakultas ini
bernama STIPER(sekolah tinggi ilmu pertanian). Pada ilmu agribisnis di
universitas bangka belitung terbentuk supaya dapat menerapkan sistem dan ilmu

pertanian kepada masyarakat, selain itu dapat memecahkan berbagai aspekaspek permasalahan pertanian. Salah satu faktor terbentuknya program studi
agribisnis universitas bangka belitung ini yaitu adanya sebuah manajemen yang
baik untuk memanage atau mengatur studi keilmuan agribisnis. Terbentuk
jurusan agribisnis adanya sistem manajemen yang baik, dimana ada
pengorganisasian yang bagus dan sesuai dengan keahlian yang dimiliki. Dan
didukung oleh keanggotaan yang cukup dan ahli dibidang pertanian, disisi
perancanaan sebuah manajem di agribisnis sudah sangat baik untuk meluluskan
mahasiswa yang unggul untuk bersaing didunia bebas.
1.2 rumusan masalah
Bagaimana proses pengorganisasian himagris dalam di jurusan agribisnis di
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG?
Mengetahui bagaimana fungsi manajemen didalam agribisnis?
Bagaimana struktur didalam organisasi didalam HIMAGRIS?
1.3 tujuan masalah
Mengetahui pengorganisasian himagris UNIVERSITAS BANGKA
BELITUNG
Memengetahui fungsi manajemen didalam HIMAGRIS
BAB II. PEMBAHASAN

Pengertian Manajemen
Manajemen adalah proses perancanaan,pengorganisasian,pengarahan,dan
pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya
organisasi lainnya agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan.(Stoner).
Manajemen merupakan ilmu dan seni.
Dalam manajemen ada sumber daya utama yang mendukung manajemen,

1.

yaitu:
Sumber daya material
Sumber daya manusia
Sumber daya keungan
Sumber daya informasi
B. Jenjang manajemen
Dalam manajemen selain terdapat organisasi juga terdapat jenjang-jenjang atau
tingkatan-tingkatan manajemen, dalam manajemen terdapat tiga tingkatan
jenjang manajemen, yaitu:
Manajemen puncak
Manajemen puncak merupakan jenjang manajemen tertinggi, atau sering
disebut dengan senior.jenjang manajeme puncak biasanya terdiri dari dewan
derektur dan derektur utama. Tugas utamanya hanya sebagai wait dalam
organisasinya atau sebagai memutuskan hal-hal yang penting bagi kelangsungan
hidup perusahaan atau organisasi.

2.

Manajemen menengah
Manajemen menengah ini dibawah dari tingkatan manajemen puncak,
manajemen menengaj terdiri dari para pimpinan pabrik atau kepala divisi. Tugas
utama manajemen menengah merupakan mengembangkan rencana-rencana
operasi dan menjalankan keputusan-keputusan atau rencana-rencana yang
ditetapkan oleh manajemen puncak, mereka bertanggung jawab kepada
manajemen puncak.

3.

Manajemen pelaksana
Manajemen pelaksana yaitu manajemen tingkatan paling bawah.manajemen ini
juga juga sebagai pekerja, tugas utama yaitu menjalankan keputusan-keputusan
atau rencana-rencana yang ditetapkan oleh manajemen menengah. Dan harus
bertanggung jawab mengawasi para pekerja melaksanakan pekerjaan seharisehari didalam perusahaan.
C. FUNGSI-FUNGSI MANJEMEN
Proses manajemen adalah aktivitas yang terbentuk dari beberapa fungsi
manajemen, fungsi manajemen yaitu tahap-tahap atau lagkah yang harus
diambil oleh suatu perusahaan untuk melakukan sesuatu kegiatan perusahaan.
Fungsi-fungsi manjemen terdiri dari empat fungsi utama, yaitu:
Perencanaan (planning)
Perencanaan adalah fungsi yang berhubungan dengan pembuat keputusan
mengenai apa yang harus dilakukan, apa tujuan perusahaan, dan apa strategi dan
alternatif tindakan. Agar efektif,perencanaan harus meliputi kegiatan-kegiatan:
Menenukan tujuan jangka pendek atau jangka panjang
Merumuskan kebijakan dan prosedur
Melakukan peninjauan secara periodik untuk mengetahui peubahan-perubahan
yang terjadi, apakah sesuai dengan rencana atau tidak
Mencari alternatif lain untuk mencapai tujuan perusahaan
Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian adalah pembagian tugas yang akan dikerjakan dan
pengembangan struktur organisasi atau struktur perusahaan yang sesuai, agar
pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik. Fungsi pengorganisasian dapat
dikatan proses yang menyangkut bagaimana strategi dan taktik yang telah
dirumuskan dalam perencanaan didesain dalam sebuah struktur organisasi yang
tepat dan tangguh, sistem dan lingkungan organisasi yang kondusif, dan tepat
memastikan bahwa semua pihak dalam organisasi dapat bekerja secara efektif
dan efesien guna mencapai tujuan organisasi, fungsi pengorgaisasian itu dikatan
baik apabila:
Memungkinkan adanya spesialisasi
Mengelompokkan pekerjaan-pekerjaan yang serupa kedalam satu kelompok
Mendelegasikan wewenang
Mengandung mekanisme koordinasi

1.

2.

3.

4.

Kegiatan dalm funsi pengorganisasian yaitu: merumuskan dan menetapkan


tugas, da menetapkan prosedur yang diperlukan, menetapkan struktur organisasi
yang menunjukkan adanys garis kewenangan dan tanggung jawab,kegiatan
perekrutan,penyeleksian,pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia,
kegiatan penempatan sumber daya manusia pada posisi yang paling tepat.
Pengarahan (Directing)
Pengarahan adalah fungsi manajemen yang bertujuan untuk memotivasi dan
membimbing karyawan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan, dan proses
implementasi program agar dapat dijalankan oleh seluruh pihak dalam
organisasi serta proses memotivasi agar semua pihak dalam organisasi serta
memotivasi agar semua pihak tersebut dapat menjalanan tanggung jawabnya
dengan penuh kesadaran dan produktifitas yang tinggi.Kegiatan dalam fungsi
pengarahan, yaitu:
Mengimplementasikan proses kepemimpinan, pembibingan, dan pemberian
motivasi kepada tenaga kerja agar dapat bekerja seefesien mungkin
Memberikan tugas dan penjelasan rutin mengenai pekerjaan
Menjelaskan kebijakan yang ditetapkan
Pengendalian (Controling)
Pengendalian yaitu proses yang dilakukan untuk memastikan seluruh rangkaian
kegiatan yang telah direncanakan, diorganisasikan dan diimplimentsaikan dapat
berjalan dengan target yang diharapkan terjadi dalam lingkungan dunia bisnis
yanh dihadapi, fungsi pengendalian dalam manajemen juga berhubungan
dengan prosedur pengukuran hasil kerja terhadap tujuan perusahaan. Kegiatan
dalam funsi pengawasan, yaitu:
Mengevaluasi keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan target bisnis sesuai
dengan indikator yang telah ditetapkan
Mengambilan langkah klarifikasi dari koreksi atas penyimpangan yang mungkin
ditemukan
Melakukan berbagai alternatif solusi atas berbagai masalah yang terkait dengan
pencapaian tujuan dan target bisnis.
Fungsi manajemen antara lainnya yaitu pengorganisasian, secara garis besar
yaitu pembentukan sruktur organisasi dan didalamnya terdapat mengatur dan
pembagian tugas-tugas yang telah ditentukan.sebuah progaram agribisnis
dibangka belitung ini terbentuk karena adanya salah satu faktor manajemen
yang baik. Dan dihubungkan didalamagribisnis yaitu sangat berkaitan sekali,
didalam agribisnis juga terdapat didalamnya fungsi-fungsi manajemen antara
lainnya yaitu pengorganisasian, didalam pengorganisasianagribisnis yaitu
proses dimana adanya kegiatan-kegiatan yang tersusun sesusai rencana yang
terorganisasi atau terpimpin yang berstruktur. Di agribisnis terdapat pihak-pihak
yang memiliki wewenang penuh atas terbentuknya agribisnis ini, ada pun
stuktur dan kegiatan pengorganisasian didalam agribisnis yaitu ada kepala
jurusan agribisnis yang posisi nya paling atas dimana kepala jurusan ini
memiliki tanggung jawab atas prodi agribisnis, adanya sekataris, dan adanya

staff penunjang dalam program studi agribisnis yaitu adanya dosen penunjang
yang memiliki keahlian dibidang ilmu pertanian berfungsi untuk mengajarkan
mahasiswa-mahasiswa agribisnis, dan disisi lain adanya staf-staf pendukung
supaya dapat membantu atau memperkuat sebuah manajemen didalam prodi
agribisnis. dan prodi agribisnis adanya pembentukan sistem-sistem yang
berkaiatan dan ada nya SDM yang baik.dan disisi lain terbentuk nya prodi
agribisnis yaitu ada nya mahasiswa yang berperan didalamnya yang dapat
memperkuat prodi agribisnis sampai saat ini.

STRUKTUR KEPENGURUSAN HIMPUNAN MAHASISWA JURUSAN


AGRIBINSNIS ( HIMAGRIS ) FPPB, UNIVERSITAS BANGKA
BELITUNG
PERIODE 2013-2014

Funsi struktur kepengurusan himagris:


a)
b)
c)
a)
b)
c)
d)
a)
b)
c)
d)
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
a)

1. Pembina
Memberi Advice terhadap ketua dalam atau sebelum program dijalankan
Pengawas dan Pelindung dari Organisasi
Sebagai Panutan dari Ketua Organisasi
2. Ketua
Penentu dari sebuah program
Pemberi wewenang mutlak dalam Organisasi
Penampung aspirasi anggota
Ujung Tombak sebuah Organisasi
3. Wakil
Membantu Ketua dalam menjaga kelancaran jalannya organisasi baik ke
dalam maupun ke luar
Mewakili ketua apabila ketua berhalangan
Memberi motivasi kepada tiap pengurus dalam melaksanakan program
kerjanya
Melakukan pembinaan pengurus.
4. Sekretaris
Membuat sistem dan prosedur surat
Menyimpan arsip dan dokumen
Menjadi notulen
Menyusun laporan rapat dan evaluasi program kerja
Menyelenggarakan rapat dan menyiapkan bahan rapat
Menyusun daftar keanggotaan
Membuat daftar absensi dari setiap pertemuan
Memelihara setiap perlengkapan administrasi : bolpoint,spidol dll.
5. Bendahara
Membuat laporan keuangan dan dipublikasikan kepada anggota setiap 3
bulan

b)
c)
d)
a)
b)
c)
a)
b)
c)
d)
a)
b)
a)
b)
a)
b)

Mengkoordinir dan menyimpan dana setiap anggota dan donatur


Membuat pembukuan keuangan
Memberi pertanggungjawaban kepada Ketua
6. Olah Raga dan Seni
Mengadakan kegiatan di bidang olahraga dan seni
Mengadakan kegiatan persahabatan dengan organisasi lain
Membentuk tim nasyid atau bentuk kesenian lainnya yang bernafaskan
keislaman
7. Divisi sosial dan kerohanian
Menginformasikan kegiatan dan organisasi HIMAGRIS dengan segala
bentuk informasi
Menginformasikan kegiatan keislaman lainya yang menunjang syiar islam
Menjalin kerjasama dengan organisasi keislaman lainnya
Proaktif terhadap situasi dan kondisi yang terjadi dalam masyarakat dengan
berbagai bentuk kegiatan
8. divisi komunikasi dan informasi
Menyampaikan informasi keseluruh pihak yang bersangkutan di agribisnis
Memberikan pesan komunikasi kepada himagris
9. divisi kemahasiswaan dan alumni
Melaksakan reuniaan mahasiswa agribisnis rutinitas setiap akhir tahun
Melakukan kegiatan kemahasiswaan agribisnis
10. divisi kewirausahaan
Melaksakan kegiatan kewirausahaan dikampus
Membuat usaha seperti koperasi agribisnis

PERTANYAAN DARI TEMAN-TEMAN


Jelaskan apa yang anda ketahui rentang divisi kewirausahaan,dan apakan di
himagris kewirusahaan ini telah berjalan dengan baik?
Apakah ketua dan wakil ketua didalam organisasi itu memiliki peran dan
kewewenangan yang sama?

BAB III. KESIMPULAN


Pada kesimpulan dalam makalah manjemen ini yaitu manajemen adalah
proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, da pengawasan usaha-usaha
para anggota organisasi da penggunaan sumber dayanya agar mencapai tujuan
yang telah ditetapakan. Dan dalam fungsi manajemen hal yang terpenting
adalah fungsi perencanaan karena fungsi ini adalah awal dari semua dalam
memulai usaha perusahaan. Dan dihubungkan di dalam agribisnis dapat

mengetahui fungsi pengorganisasian di HIMAGRIS, dan dapat mengetahui


fungsi manajemen dalam HIMAGRIS.

BAB IV. DAFTAR PUSTAKA


Ormerod,Paul.1999.Matinya Ilmu Ekonomi 2.Jakarta: KPG(Keputusan Populer
Gramedia)
Siamat, dahlan. Manajemen Lembaga Keuangan. Ed.4. Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Uiversitas Indonesia
Sutan pamuncak.1998.Organisai Tehnik Perniagaan.Jakarta:Pradnya Paramita
Prof. DR. A. Sanusi SH. 1997. Ekonomi untuk SMA kelas XII. Jakarta : Phibeta
Aneka Gama
http://rahmatagribisnis2a.blogspot.com/2013/05/laporan-makalahmanajemen.html
makalah Manajemen Agroindustri

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya atas
berkat rahmat dan petunjuk-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah ini . Dengan tersusunnya makalah ini diharapkan dapat membantu


mahasiswa dalam memahami kegiatan pertanian dalam bidang ini.
makalah ini disusun secara sistematis dengan menggunakan kata-kata
yang mudah dipahami sehingga lebih muda dan cepat dipahami, penyusun
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
Penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
para
pembaca
dan
dosen
pembimbing
Mata
Kuliah
demi
kesempurnaan makalah ini.
Demikian makalah ini disusun, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Gorontalo,

Penyusun

februari 2012

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................
1.1 Latar belakang.......................................................................
1.2 Rumusan masalah..................................................................
1.3 Tujuan....................................................................................
BAB II PEMBAHASAN......................................................................
2.1 Perkembangan Agroindustri di Era Globalisasi................
2.2 Kendala yang dihadapi dalam Perkembangan
Agroindustri di Era Globalisasi...........................................
2.3 Komoditi Penunjang Perkembangan Agroindustri di Era
globalisasi
BAB III PENUTUP..............................................................................
3.1 Kesimpulan............................................................................
3.2 Saran......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Proses transformasi dari agraris ke industri suatu negara tampaknya


harus melalui masa peralihan yang gradual. Peralihan yang bersifat
terobosan (loncatan) tanpa melalui urutan yang benar seperti dialami
pada masa orde baru, hasilnya kurang dapat menjamin keberhasilan.
Urutan transformasi yang benar sebelum memasuki industrialisasi telah
terbukti keberhasilannya, seperti yang telah dilakukan oleh negara-negara
yang kini adalah negara kaya, yaitu negara Amerika Serikat, Jepang dan
negara-negara Eropa.
Urutan transformasi yang benar adalah dari mayoritas penduduk yang
mula-mula berkecimpung dalam kegiatan pertanian menghasilkan barang
primer, selanjutnya berkembang ke kegiatan agroindustri untuk mengolah hasil
pertanian yang dapat memperpanjang daya simpan komoditas terutama
untuk keperluan ekspor. Hasil yang dicapai dari kegiatan agroindustri berupa
tabungan masyarakat serta devisa yang cukup besar yang dapat membiayai
langkah selanjutnya yakni menuju masyarakat industri. Urutan itu diikuti
secara konsisten juga oleh negara Malaysia, Thailand, dan yang paling
kelihatan perkembangannya adalah China.
China dengan tahapan rencana pembangunan lima tahunannya telah
memprogram urutan itu tanpa terpengaruh oleh imingan apapun dari luar.
Malaysia yang mula-mula mengandalkan perkebunan karetnya, sebagai
penghasil devisa telah mengembangkan agroindustri dari komoditas karet
sehingga ia mampu mengekspor karetnya dalam bentuk barang jadi karet,
kemudian ia mendiversifikasi karetnya dengan kelapa sawit yang
mempunyai potensi lebih besar untuk dikembangkan dalam kegiatan agro
industri. Thailand telah berhasil mengembangkan berbagai komoditas
pertanian sekaligus pengembangan agroindustrinya melalui jasa penelitian
yang tangguh.
Pengembangan agroindustri memang diperlukan suatu kesabaran yang
tinggi. Apalagi bahwa dunia pertanian dicirikan oleh kondisi petani yang
selalu berada pada tingkatan yang rendah baik dari pendidikannya,
ketrampilannya, luas areal yang dimiliki dan posisinya dalam pemasaran hasil.
Dalam makalah ini akan dijelaskan secara detail mengenai perkembangan
agroindustri di era global.
1.2

Rumusan Masalah

Menjelaskan perkembangan agroindustri di era globalisasi


Menjelaskan kendala yang dihadapi dalam perkembangan agroindustri di era
global

Menjelaskan komoditi yang menjadi faktor pendukung dalam kemajuan


agroindustri
1.3

Tujuan

Untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi dalam perkembangan


agroindustri di era globalisasi
Untuk mengetahui komoditi apa saja yang menjadi pendukung dalam kemajuan
agroindustri

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan Agroindustri Di Era Globalisasi
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang strategis dalam
pelaksanaan pembangunan nasional, karena didukung oleh ketersediaan potensi
sumberdaya alam yang sangat baik dan beragam. Namun demikian,
ketersediaan berbagai sumber-daya hayati yang banyak tidak menjamin kondisi
ekonomi masyarakat akan lebih baik, kecuali bilamana keunggulan tersebut
dapat dikelola secara profesional, berkelanjutan dan amanah, sehingga
keunggulan komparatif (comparative advantage) akan dapat diubah menjadi
keunggulan kompetitif (competitive adventage) yang menghasilkan nilai tambah
(value added) yang lebih besar.
Sektor agroindustri adalah sektor yang mampu memberi nilai tambah bagi
produk hasil pertanian. Hal ini dikarenakan agroindustri memiliki keterkaitan
langsung dengan pertanian primer, di mana industri inilah yang mengolah

produk primer pertanian menjadi barang setengah jadi (intermediate goods)


maupun barang konsumsi (final goods). Karena sektor pertanian primer sangat
dipengaruhi oleh industri, sistem perdagangan dan distribusi input produksi,
maka kinerja pertanian dan industri ini akan sangat mempengaruhi pola
pengembangan agroindustri selanjutnya. Kegiatan agroindustri juga juga
dipengaruhi oleh lembaga dan infrastruktur pendukung, baik lembaga
perbankan, penyuluhan, penelitian dan pengembangan, lingkungan bisnis, dana
kebijakan pemerintah. Oleh karenanya, untuk menggerakkan dan
mengembangkan agroindustri, harus mengacu pada keseluruhan sistem yang
ada.
Era globalisasi yang melanda dunia secara nyata menyebabkan bermunculan
berbagai norma dan aturan baru yang satu sama lain saling tergantung dan
kadang-kadang tidak terpisahkan. Saling ketergantungan antar negara dicirikan
dengan semakin terbukanya pasar dalam negeri terhadap produk-produk negara
lain. Perubahan kondisi perdagangan dunia menyebabkan semakin ketatnya
persaingan antar unit-unit bisnis di masing-masing negara untuk merebut
pangsa pasar global yang semakin terbuka.
Konsekuensi dari perubahan-perubahan kondisi perdagangan tersebut
menuntut dunia agroindustri Indonesia untuk tidak hanya memiliki keunggulan
komparatif, melainkan juga keunggulan kompetitif yang tinggi, yang tercermin
dengan mutu produk yang tinggi dan harga yang dapat bersaing, walaupun mutu
produk tinggi tidak harus disertai dengan teknologi yang canggih, melainkan
dengan disiplin sumberdaya manusia industrial yang tinggi. Elemen mutu dan
harga merupakan dua hal yang saling berkaitan. Mutu produk yang tinggi
akan mengakibatkan harga produk menjadi tinggi dan lebih mampu bersaing di
pasar global.
Pengembangan Agroidustri di Indonesia terbukti mampu membentuk
pertumbuhan ekonomi nasional.
Di
tengah
krisis ekonomi yang
melanda Indonesiapada tahun 1997-1998, agroindustri ternyata menjadi sebuah
aktivitas ekonomi yang mampu berkontribusi secara positif terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional. Selama masa krisis, walaupun sektor lain
mengalami kemunduran atau pertumbuhan negatif, agroindustri mampu
bertahan dalam jumlah unit usaha yang beroperasi. Kelompok agroindustri yang
tetap mengalami pertumbuhan antara lain yang berbasis kelapa sawit,
pengolahan ubi kayu dan industri pengolahan ikan. Kelompok agroindustri ini
dapat berkembang dalam keadaan krisis karena tidak bergantung pada bahan
baku dan bahan tambahan impor serta peluang pasar ekspor yang besar.
Sementara kelompok agroindustri yang tetap dapat bertahan pada masa krisis
adalah industri mie, pengolahan susu dan industri tembakau yang disebabkan
oleh peningkatan permintaan di dalam negeri dan sifat industri yang padat
karya. Kelompok agroindustri yang mengalami penurunan adalah

industri pakan ternak dan minuman ringan. Penurunan industri pakan ternak
disebabkan
ketergantungan impor bahan
baku (bungkil
kedelai,tepung ikan dan obat-obatan).
Sementara
penurunan
pada
industri makanan
ringan lebih
disebabkan
oleh
penurunan
daya
beli masyarakat sebagai
akibatkrisis
ekonomi.
Berdasarkan
data
perkembangan ekspor tiga tahun setelah krisis moneter 1998-2000, terdapat
beberapa kecenderungan komoditas mengalami pertumbuhan yang positif
antara lain, minyak sawit dan turunannya, karet alam, hasil laut, bahan penyegar
seperti kakao, kopi dan teh, hortikultuta serta makanan
ringan/kering.
Berdasarkan potensi yang dimiliki, beberapa komoditas dan produk agroindustri
yang dapat dikembangkan pada masa mendatang antara lain, produk
berbasis pati, hasil hutan non kayu, kelapa dan turunannya, minyak atsiri dan
flavor alami, bahan polimer non karet serta hasil laut non ikan. Dengan
demikian, agroindustri merupakan langkah strategis untuk meningkatkan nilai
tambah hasil pertanian melalui pemanfaatan dan penerapan teknologi,
memperluas lapangan pekerjaan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2.2 Kendala Yang Di Hadapi Dalam Perkembangan Agroindustri Di Era
Globalisasi
Secara garis besar, pengembangan agroindustri atau industri pertanian di
Indonesia dihadapkan pada berbagai tantangan, baik yang berkaitan dengan
susbsistem agribisnis hulu maupun dalam hal sistem perdagangan bebas produk
pertanian olahan. Tantangan di bidang agribisnis hulu meliputi belum
terjaminnya kesinambungan pasokan bahan baku berskala industri, rendahnya
kualitas pasokan bahan baku, dan belum baiknya zonasi pengembangan wilayah
produk primer dengan agroindustri. Sedang tantangan perokonomian global,
agroindustri dihadapkan pada perubahan lingkungan strategis nasional dan
internasional. Perubahan lingkungan strategis internasional ditunjukkan oleh
adanya penurunan dan bahkan penghapusan subsidi dan proteksi usaha
pertanian, perubahan pola permintaan produk pertanian, globalisasi dan
liberalisasi perdagangan serta investasi, kompetisi pasar yang semakin ketat,
dan adanya krisis ekonomi global. Sedangkan perubahan pada lingkungan
strategis domestik ditandai oleh adanya dinamika struktur demografi, perubahan
kondisi dan kebijakan makroekonomi, serta adanya dinamika ekspor non migas.
Untuk tantangan yang bersifat internal, masih didominasi oleh fakta bahwa
usaha pertanian masih diusahakan dalam skala kecil, ekstensif, terpencarpencar, dan berorientasi subsistem. Hal ini tentu saja sangat berpengaruh
terhadap upaya penggerakan dan pengembangan agroindustri.

Berintegrasi dengan pasar global

Kondisi tersebut tentu sangat berpengaruh pada upaya peningkatan


permintaan produk pertanian, baik kuantitas, kualitas maupun keragamannya.
Kata kuncinya adalah efisiensi dan daya saing. Oleh karena itu, perencanaan
pengembangan agroindustri didasarkan pada keunggulan komparasi wilayah,
sehingga tercermin adanya pengembangan industri pertanian wilayah, bahkan
pedesaan yang berbasis pada komoditas unggulan. Hal ini dapat dilihat dari
upaya pengembangan konsep one village one comodity. Itulah sebabnya,
dalam perencanaan pengembangan agroindustri, harus berbasis pada
keterpaduan komoditi, keterpaduan usaha tani, dan keterpaduan wilayah yang
dijalankan, yang diaplikasikan dengan berorientasi pada efisiensi ekonomi dan
pemanfaatan pasar ekspor. Sebagai sektor yang mempunyai kekuatan untuk
menjadi penggerak ekonomi nasional, agroindustri telah memperlihatkan peran
yang sangat besar. Salah satu kendala dalam pengembangan agroindustri
di Indonesiaadalah kemampuan mengolah produk yang masih rendah. Hal ini
ditunjukkan dengan sebagian besar komoditas pertanian yang diekspor
merupakan bahan mentah dengan indeks retensi pengolahan sebesar 71-75%.
Angka tersebut menunjukkan bahwa hanya 25-29% produk pertanian Indonesia
yang diekspor dalam bentuk olahan. Kondisi ini tentu saja memperkecil nilai
tambah yang yang diperoleh dari ekspor produkpertanian, sehingga pengolahan
lebih lanjut menjadi tuntutan bagi perkembangan agroindustri di era global ini.
Adapun kendala yang dihadapi antara lain :

a.

Belum terfokusnya arah dan orientasi perkembangan agroindustri sehingga


sulit untuk menetapkan skala prioritasnya.

b.

Belum efektifnya peran lembaga yang berperan dalam pengadaan stok produk
agroindustri melemahkan sistem cadangan produk pertanian yang secara
tradisional telah dikembangkan masyarakat selama ini.

c.

Sentra-sentra produksi belum dapat diandalkan untuk bekerja secara efektif


dan efisien sehingga mampu menyediakan bahan baku dan menghasilkan
produk secara berkesinambungan dalam jumlah dan kualitas yang memadahi.

d.

Penguasaan, pemilikan dan akses terhadap sarana teknologi dan alatalat


pengolahan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas barang masih kurang.
Faktor inilah yang menyebabkan mutu produk olahan belum dapat memenuhi
standar kualitas yang diharapkan lebih-lebih penyesuaian dengan standarisasi
produk yang diperlukan untuk mengisi pasar internasional.

e.

Pemasaran dan distribusi belum berkembang terutama karena keterbatasan


infrastruktur berupa sarana transportasi, komunikasi dan informasi.

f.

Sumberdaya manusia yang memilki ketrampilan, pengetahuan dan sikap


yang profesional masih terbatas baik dalam jumlah, kualifikasi, maupun
sebarannya.
Belum adanya kebijakan yang mengontrol dan mengendalikan ekspor bahan
mentah untuk melindungi dan merangsang berkembangnya agroindustri di
dalam negeri.

2.3 Komoditi Penunjang Perkembangan Agroindustri Di Era Globalisasi


Kelapa Sawit Sebagai Komoditas Strategis Nasional
Komoditas kelapa sawit tidak terbantahkan merupakan primadona
perdagangan ekspor Indonesia. Ekspor minyak sawit Indonesia dan produk
turunannya terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2005 jumlah ekspor
minyak sawit Indonesia dan produk turunannya mencapai 10,5 juta ton. Tahun
2006 jumlah ekspor minyak sawit dan produk turunannya meningkat menjadi
12.1 juta ton dengan nilai sekitar USD 5,4 miliar (IOPRI, 2007). Kelapa sawit
juga menjadi sumber penerimaan pajak yang besar. Pajak bumi dan bangunan
yang dapat diperoleh adalah sekitar Rp 26.263 miliar dengan asumsi luas areal
perkebunan kelapa sawit sekitar 5.247.171 hektar dan dengan tarif pajak Rp
5.000 perhektar pertahun (Darmosarkoro, 2006).
Sejak bulan Oktober 2007, Indonesia telah berhasil menjadi produsen CPO
terbesar di dunia, bahkan pada bulan Mei 2009, Indonesia telah mampu
memproduksi 19 juta ton CPO dari luasan areal 7,52 juta ha. Pada tahun 2007,
ekspor CPO dan berbagai produk turunannya mencapai 11,9 juta ton, setara
dengan penerimaan USD 7,9 milyar, dan memberikan pekerjaan kepada lebih
dari 3,3 juta pekerja, baik di lahan maupun di pabrik dan berbagai sektor jasa
yang terkait. Bahkan Menteri Perindustrian Republik Indonesia mengharapkan
bahwa Indonesia akan mampu menghasilkan 50 juta ton CPO pada tahun 2020
(Gumbira-Said, 2009).
Perdagangan minyak sawit dunia semakin baik dengan adanya
peningkatan konsumsi minyak sawit dunia. Minyak sawit telah menjadi minyak
makan terbesar yang dikonsumsi dunia mengganti-kan minyak kedelai. Pangsa
pasar dunia minyak sawit adalah 24,4% dan pangsa pasar minyak kedelai adalah
23,9% dari total konsumsi minyak dan lemak dunia sebanyak 143 juta ton.
Peningkatan perminta-an minyak sawit dipicu pula oleh peningkatan kesadaran
dan kebutuhan penggunaan energi alternatif yang terbarukan dan relatif kurang
polutif. Misalnya target negara-negara Eropa (UE) menggunakan biodisel dari
minyak kelapa sawit sebagai pengganti minyak bumi dari 4.873 juta ton pada
tahun 2005 menjadi 14.010 juta ton pada tahun 2010 (Samhadi, 2006; Triyanto,
2007).

Walaupun sudah banyak hasil penelitian dan pengembangan kelapa sawit


di Indonesia yang cukup mutakhir (state-of-the art) dan dirujuk dunia,
diantaranya penggunaan bioteknologi pada per-baikan genetika bibit kelapa
sawit, perbaikan kultur teknis dengan irigasi tetes, penggunaan pupuk organik
dari limbah kelapa sawit, pengendalian hama terpadu dan mengutamakan sistem
pengendali-an hayati, perbaikan pasca panen, peningkatan rendemen hasil CPO,
investasi pada beberapa ragam oleokimia dan biodisesel serta surfaktan, namun,
kelapa sawit sebagai komoditas dalam bentuk curah masih termasuk kategori
produk kurang terdiferen-siasi. Oleh karena itu, karakteristik pasar produk yang
kurang terdiferensiasi biasanya memiliki pembeli yang sedikit dan
terkonsentrasi akan tetapi penjualnya banyak. Jalur pemasarannya biasanya
merupakan kepanjangan tangan dari spot-market, sedangkan informasi antar
mitra perdagangan dalam sistem pemasarannya biasanya juga tidak mengalir
lancar. Walaupun demikian terdapat keuntungan dari karakteristik pasar produk
yang kurang terdiferen-siasi yakni pembelian komoditas dapat dilakukan
dengan cepat, berbiaya rendah dan menggunakan rantai perdagangan yang
relatif sudah mapan, serta memiliki standar universal. Pasar komoditas curah
tersebut dicirikan dengan instabilitas, kelebihan pasok, kompetisi global yang
tajam, kecenderungan penurunan harga dan penurunan term of trade negaranegara produsen (Hermawan et al., 2006).

Persaingan yang utama pada perdagangan internasional kelapa sawit


terjadi antara Indonesia dan Malaysia, dengan posisi unggul masih berada di
pihak Malaysia. Keunggulan Malaysia di atas Indonesia terjadi karena didorong
oleh faktor koordinasi dan konsolidasi kebijakan pemerintah yang lebih baik,
penguasaan teknologi dan pengetahuan yang lebih maju, investasi swasta yang
lebih besar serta kekuatan pemasaran yang lebih baik. Selain itu keunggulan
Malaysia di atas Indonesia dalam hal perolehan devisa juga terjadi karena
Malaysia telah sanggup mengembangkan industri hilir produk kelapa sawit
yang memiliki daya saing internasional yang tinggi (Gumbira-Said, 2006).
Indonesia masih menghadapi berbagai kendala dalam agribisnis kelapa sawit
seperti didaftar di bawah ini.
1.

Konflik sosial seperti ketidakharmonisan hubungan antara pekebun,


masyarakat sekitar, dan instasi terkait. Masalah-masalah sosial tersebut dapat
berlanjut menjadi masalah lainnya seperti okupasi lahan, masalah ketersediaan
lahan dan perizinan, dan tindakan kriminal seperti penjarahan produk.

2.

Lemahnya strategi pengembangan industri dan kemampuan membangun


industri hilir yang masih rendah. Regulasi pemerintah, komitmen lembaga
pembiayaan, pelaku bisnis dan sinkronisasi pengembangan industri hulu dan
hilir belum berjalan dengan baik.

3.

Isu-isu lingkungan.
Perambahan hutan konservasi untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit
telah banyak terjadi. Salah satu kasusnya adalah pembukaan lahan pada hutan
konservasi seluas 49.948 Ha di Sumatera Selatan. Pengembangan lahan tersebut
mengakibatkan kerusakan hutan, erosi, dan rusaknya biodiversity(Khoiri, 2006).
Tekanan LSM, lembaga konsumen dan lembaga pencinta lingkungan
internasional yang gencar menyuara-kan pembangunan perkebunan kelapa
sawit lestari mempengaruhi perbankan dan lembaga keuangan multilateral
untuk membatasi atau menghentikan sama sekali investasi dan pem-biayaan di
sektor sawit Indonesia karena argumen lingkungan dan sosial. Oleh karena itu
kewajiban perusahaan kelapa sawit untuk melaksanakan Corporate Social
Responsibility (CSR) semakin penting bagi keberlanjutan bisnis.

Kakao Sebagai Komoditas Unggulan Strategis Nasional


Dalam sejarah budidaya dan persebarannya di dunia, tanaman kakao
tumbuh terutama di wilayah-wilayah Afrika Barat, Amerika Tengah, Amerika
Selatan, dan Asia. Pada awal tahun 1970-an produksi dan perdagangan
internasional kakao dikuasai oleh Ghana, Nigeria, Pantai Gading dan Brazil.
Namun demikian, setelah itu terjadi perkembangan produksi di wilayah Asia
Pasifik, termasuk Indonesia yang tumbuh cukup cepat, sehingga pada saat ini
negara-negara produsen utama kakao dunia adalah Pantai Gading, Ghana,

Indonesia, Nigeria, Brazil, Kamerun, Ekuador dan Malaysia. Negara-negara di


atas menghasilkan 90 persen dari produk kakao dunia (UNIDO, 2005; FAO,
2006). Di Indonesis sendiri, secara keseluruh-an luas perkebunan kakao saat ini
adalah sekitar 992.000 ha. Sebanyak 70% perkebunan kakao di Indonesia
berada di pulau Sulawesi, dan hampir seluruhnya adalah milik rakyat
(Departemen Pertanian, 2008).
Produksi kakao terbesar berada di pulau Sulawesi, dan didominasi oleh
perkebunan rakyat dengan jumlah produksi lebih 386 ribu ton dan luas areal
sekitar 538 ribu Ha, dengan produktivitas rata-rata sebesar 710 Kg/Ha. Di lain
pihak ekspor kakao Indonesia meningkat secara tajam di tahun 2002 walaupun
kemudian berfluktuasi diantara tahun 2003 dan 2005. Nilai ekspor biji kakao
tertinggi Indonesia dicapai pada tahun 2002, yakni USD 520.67 juta.
Peningkatan produksi dan mutu kakao sedang digalakkan oleh Asosiasi Kakao
Indonesia (Razak, 2006) dengan membina dan mengembang-kan desa kakao
(cacoo village). Dengan pembinaan khusus berbasis penelitian dan
pengembangan tersebut, produktifitas kakao meningkat dari 0,7 ton/ha menjadi
1,8 ton/Ha. Dengan keberhasilan tersebut Askindo mengharapkan bahwa ekspor
kakao Indonesia akan meningkat dari 450.000 ton tahun 2005, meningkat
menjadi 490.000 ton tahun 2006, dan meningkat lagi menjadi 530.000 ton di
tahun 2007. Beberapa hasil kegiatan penelitian dan pengembangan yang dapat
dibanggakan sebagai kegiatan mutakhir (state-of-the-art) dari agroindustri
kakao adalah penyediaan bibit yang lebih baik, pengendalian hayati, proses
pengeringan biji kakao yang lebih baik mutunya, dan penganeka ragaman
produik kakao yang dapat dikerjakan oleh usaha kecil dan menengah (UKM).
Protipe hasil-hasil di atas dapat dilihat di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di
Jember, Jawa Timur (PPKK, 2008).
Namun demikian, walaupun Indonesia merupakan salah satu dari tiga
besar negara pengekspor kakao dunia, Razak (2006) melaporkan bahwa hampir
80% dari volume bij kako untuk ekspor merupakan biji kakao bermutu rendah,
karena kebanyakan biji kakaonya tidak difermentasi.
Gambir Sebagai Komoditas Strategis Nasional
Gambir merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia, karena
memasok kebutuhan dunia hingga mencapai 80%, sementara 90% produk
gambir Indonesia diproduksi oleh para petani di Sumatera Barat. Negara-negara
tujuan ekspor gambir adalah Australia, Bangladesh, Hongkong, India, Malaysia,
Nepal, Pakistan, Taiwan, Jepang, Saudi Arabia, Filipina, Thailand dan
Singapura. Pada tahun 2006 volume ekspor gambir Indonesia tertinggi adalah
ke India, yaitu 6.712.037 kg dan terendah ke Thailand yaitu 1.160 kg
(Departemen Pertanian, 2006).

Pangsa pasar ekspor gambir sangat luas dengan volume ekspor yang
tinggi. India membutuhkan gambir sebanyak 6000 ton pertahun, dengan 68%
gambir tersebut diimpor dari Indonesia. Selain itu, Singapura juga merupakan
pengimpor gambir terbesar dari Indonesia. Volume impor tertinggi Singapura
pernah mencapai 92,1% dari produksi gambir Indonesia. Dengan demikian
prospek ekspor gambir ke luar negeri terbuka luas. Produk gambir yang
diinginkan oleh pembeli luar negeri, seperti India dan negara-negara pengimpor
lainnya, adalah gambir yang benar-benar baik dan tidak tercampur dengan
bahan lainnya yang dapat merusak kesehatan. Kemurnian dan
kadar catechinmerupakan persyaratan yang harus dipenuhi bila akan melakukan
ekspor, karena bila gambir tercampur benda asing akan menurunkan
kandungan catechin, dan aroma yang merupakan persyaratan yang mutlak harus
dipenuhi (Denian, 2004).

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dalam sistem perekonomian yang makin mengglobal seperti yang terjadi


saat ini, pasar komoditas pertanian menjadi terintegrasi dengan pasar dunia,
yang diiringi dengan terjadinya perubahan mendasar pada preferensi konsumen
terhadap produk-produk hasil pertanian. Preferensi konsumen berubah dari yang
sebelumnya hanya sekadar membeli komoditi ke arah membeli produk.
Dengan demikian, di pasar domestik, persaingan produk primer semakin tak
terhindarkan, karena biaya transportasi antar negara menjadi semakin murah,
serta terbukanya investasi asing.
3.2 Saran
Dalam perumusan program pembangunan industri pertanian di Indonesia,
tentu tidak semata-mata mengandalkan logika dan teori semata, namun harus
pula melihat fakta di lapangan, dan juga berpijak pada pengalaman di masa lalu.
Hal ini perlu diperhatikan karena dalam penerapan berbagai teori yang telah
diterapkan di masa lalu, ternyata kini menemui jalan buntu. Misalnya strategi
meraih swasembada pangan dengan mengerahkan seluruh sumber daya yang
ada, ternyata dalam jangka panjang justru menimbulkan ketegantungan yang
tinggi pada komoditi beras, dan menghambat diversifikasi pangan.
http://myla-mya.blogspot.com/2012/04/makalah-manajemen-agroindustri.html
ILMU, TEKNOLOGI DAN TEKNOLOGI PERTANIAN
ILMU, TEKNOLOGI DAN TEKNOLOGI PERTANIAN
Oleh : Dr. Ir. Tri Yanto, M.T.
I.

PENGERTIAN ILMU

Ilmu atausains adalah pengetahuan tentang fakta-fakta, baik


natura atau sosial, yang berlaku umum dan sistematik. Karena ilmu
berlaku umum, maka darinya dapat disimpulkan pernyataan-pernyataan
yang didasarkan pada beberapa kaidah umum pula. Ilmu tidak lain dari
suatu pengetahuan yang sudah terorganisir serta tersusun secara
sistematik menurut kaidah umum (Nazir, 1988).
Menurut The Liang Gie (1997) ilmu mengarah pada berbagai
tujuan. Tujuan-tujuan yang ingin dicapai atau dilaksanakan itu dapat
secara teratur diperinci dalam urutan berikut:
pengetahuan (knowledge)
kebenaran (truth)
pemahaman (understanding, comprehension, insight)
penjelasan (explanation)
peramalan (prediction)

pengendalian (control)
penerapan (application, invention, production)
Ilmu diperkembangkan oleh para ilmuwan untuk mencapai kebenaran
atau memperoleh pengetahuan. Dari kedua hal itu, ilmu diharapkan dapat pula
mendatangkan pemahaman kepada manusia mengenai alam semestanya, dunia
sekelilingnya, atau bahkan juga mengenai masyarakat lingkungannya dan
dirinya sendiri. Berdasarkan pemahaman itu ilmu dapat memberikan penjelasan
tentang gejala alam, peristiwa masyarakat, atau perilaku manusia yang perlu
dijelaskan. Penjelasan dapat menjadi landasan untuk peramalan yang
selanjutnya bisa merupakan pangkal bagi pengendalian terhadap sesuatu hal
(The Liang Gie, 1997).
Menurut Suriasumantri didalam Saefudin (1991), ilmu merupakan suatu
pengetahuan yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah
tersebut tidak lagi merupakan misteri. Penjelasan ini akan memungkinkan kita
untuk meramalkan sesuatu yang akan terjadi, dan dengan demikian
memungkinkan kita untuk mengontrol gejala tersebut. Untuk itu ilmu
membatasi ruang jelajah kegiatanannya pada daerah pengalaman
manusia. Artinya, obyek penelaahan keilmuan meliputi segenap gejala yang
dapat ditangkap oleh pengalaman manusia lewat pancainderanya.
Untuk menjelaskan rahasia alam tersebut, ilmu menafsirkan realitas
obyek penelaahan sebagaimana adanya (das sein), yang terbebas dari segenap
nilai yang bersifat praduga. Secara ontologi keilmuan berlandaskan pada
lingkup penelaahan yang bersifat empiris, dengan penafsiran metafisik yang
bersifat bebas nilai.
Secara epistemologi ilmu memanfaatkan dua kemampuan manusia dalam
mempelajari alam, yaitu pikiran dan indera. Epistemologi keilmuan pada
hakikatnya merupakan gabungan antara berpikir secara rasional dan berpikir
secara empiris. Kedua cara berpikir tersebut digabungkan dalam mempelajari
alam untuk menemukan kebenaran.

II. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP TEKNOLOGI


Kelahiran teknologi seiring dengan kebudayaan manusia prasejarah,
antara lain berupa pembuatan alat untuk berburu (dari batu, kemudian
berkembang dari logam). Selanjutnya, pada peradaban bertani, antara lain
dikenalkan dan dikembangkan alat pengolah tanah, kincir pengangkut air. Di
beberapa masyarakat, seperti Cina dan India, sejak ribuan tahun yang lalu telah
dikenal teknik pembuatan keramik dari tanah liat. Piramida dan kuburan raja di
Mesir, candi penyembahan matahari di Amerika Selatan, candi di India dan

Nusantara, adalah sejumlah contoh teknologi yang diterapkan untuk konstruksi


bangunan dari tanah dan/atau batu.
Senjata dan peralatan perang merupakan salah satu teknologi yang
mewarnai peradaban Eropa sebelum abad pertengahan. Pada perkembangan
Islam di Jazirah Andalusia, Spanyol, sepanjang Reconquista (pendudukan) abad
ke 7-12 merupakan era keemasan kemajuan ilmu dan teknologi. Sistem irigasi
menggunakan parit terbang, penyulingan bahan menguap, alat operasi untuk
kedokteran, serta alkemibanyak ditemukan pada era ini (Hassan,
1983). Peradaban ilmu dan teknologi Islam ini diadopsi dan dikembangkan
oleh bangsa Eropa yang mencapai puncaknya pada masa Renaisance, abad ke17, yang dianggap sebagai titik awal revolusi ilmu, dengan diterapkannya
kaidah atau metode ilmiah untuk mengkaji fenomena-fenomena alam.
Penemuan mesin uap oleh James Watt di Inggris pada abad ke-18 sebagai
awal revolusi industri menandai diawalinya penerapan mesin (mekanisasi)
untuk kegiatan produksi yang menggantikan daya manusia dan hewan. Temuan
Watt merupakan contoh penerapan ilmu fisika dan merupakan tonggal lahirnya
profesi teknik/rekayasa mesin (mechanical engineering).
Bermula dari revolusi industri, sejarah perkembangan manusia dipenuhi
oleh berbagai temuan ilmu dan teknologi, dari kimia (abad ke-19), biologi yang
pada abad ke-20 diwarnai bioteknologi. Informasi cyber, bioteknologi,
nanoteknologi, dan transgenic adalah sederetan contoh teknologi yang
mewarnai kehidupan masyarakat pada abad ke-21. Hampir semua aspek
kehidupan kita sepanjang 24 jam sehari kini tak luput dari penggunaan
teknologi.
A.

Pengertian Terknologi
Teknologi diartikan sebagai barang yang dihasilkan oleh kegiatan
manusia. Pengertian ini adalah definisi paling sempit dari teknologi, yang
sesuai dengan akar katanya berasal dari Bahasa Yunani; teche, seni kerajinan
dan logia, perkataan (Calder, 1982). Barang buatan itu tidak hanya untuk
keperluan mempertahankan hidup sehari-hari, melainkan juga berfungsi sebagai
sarana keagamaan dan pengungkapan rasa seni.
Teknologi dapat dilihat atau diartikan dari proses kegiatan manusia yang
menjelaskan kegiatan pembuatan suatu barang buatan tersebut. Kegiatan
manusia menghasilkan barang itu dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
membuat dan menggunakan. Membuat merupakan kegiatan merancang dan
menciptakan suatu barang buatan, sedangkan menggunakan adalah melakukan
kegiatan sesuai dengan fungsi suatu barang yang telah dibuat
(Gie,1996). Sementara Poppy dan Wilson(1973) mengartikan teknologi sebagai

kegiatan manusia dalam merencanakan dan menciptakan benda-benda yang


bernilai praktis.
Konsep ketiga mengenai teknologi adalah sebagai kumpulan
pengetahuan. Banyak sekali definisi yang dibangun dan dikembangkan untuk
memberi arti teknologi sebagai suatu pengetahuan dan beberapa di antaranya
penting disajikan pada paparan berikut.
Teknologi sebagai bidang yang memanfaatkan penemuan-penemuan
ilmiah
untuk
memecahkan
masalah-masalah
praktis
(Lachman,
1980). Teknologi merupakan pengetahuan teratur tentang proses-proses industri
dan penerapannya (Laedes, 1974). Teknologi sebagai sebuah pengetahuan
teknik.
Secara lebih lengkap , Tiedel (1981) memberi batasan teknologi
sebagai kumpulan berbagai kemungkinan produksi, teknik, metode, dan
proses yang dengannya sumber-sumber daya secara nyata diubah oleh
manusia untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Pengertian teknologi yang lebih komprehensif diberikan oleh
APPCT-Economic and Social Council for Asia and The Pacific/ESCAP
(Anonim, 1989), yaitu merupakan seluruh kemampuan, peralatan, dan tata
kerja seta kelembagaan yang diciptakan untuk bekerja secara lebih efektif
dan lebih efisien.
Dalam pengertian ini teknologi terdiri atas unsur yang terkandung
dalam diri manusia dalam bentuk ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap
dan perilaku, serta etos semangat kerja (humanware), teknologi yang
terkandung dalam mesin dan peralatan produk serta barang buatan
manusia (technoware), teknologi yang terkandung dalam kelembagaan
yang diciptakan manusia, seperti organisasi, manajemen, tata cara, aturan
dan undang-undang (organoware), serta teknologi yang terkandung dalam
dokumen yang memuat informasi gambar, rumus, paten, majalah, disket,
tape, dan lain-lain (infoware).
Arti harfiah teknologi adalah segala daya upaya yang dapat dilaksanakan
oleh manusia untuk mendapatkan taraf hidup yang lebih baik. Dari definisi
tersebut diketahui bahwa tujuan akhir dari penggunaan teknologi adalah
kesejahteraan hidup, tetapi teknologi juga seringkali berdampak negatif bagi
suatu usaha, sistem, atau lingkungan. Sebagai contoh, eksploitasi hutan dengan
menggunakan teknologi mekanis sehingga dapat dilakukan dengan cepat dan
dalam ukuran yang sangat luas dapat merugikan ekosistem hutan itu sendiri,
bahkan dapat merugikan wilayah lain yang bertetangga dengan daerah hutan
tersebut. Padahal, harapan dampak positif dari eksploitasi hutan maupun
pembukaan lahan hutan menjadi wilayah perkebunan adalah meningkatkan taraf
hidup masyarakat di sekitarnya.

Dalam hal ini, penggunaan suatu teknologi dalam agribisnis selalu


memiliki trade off yang harus dipertimbangkan. Pemilihan suatu teknologi
hendaknya berdasarkan trade off yang paling minimal.
Terlepas dari sifat positif dan negatif tersebut diatas, teknologi diperoleh
melalui suatu proses yang dikembangkan oleh manusia (yang memiliki ilmu
pengetahuan dan pengalaman yang cukup). Berkaitan dengan hal
tersebut, Tjakraatmadja (1997) mengemukakan lima sifat pokok teknologi
yang perlu dipahami, seperti diuraikan dibawah ini.
1.
Ilmu pengetahuan dan praktik/percobaan merupakan prasyarat untuk
tumbuh dan berkembangnya teknologi. Teknologi yang dikuasai akan makin
berkembang jika sudah terbagi dan termanfaatkan. Jika ilmu pengetahuan,
seperti biokimia, mikrobiologi, genetika, dan biomolekuler dikuasai dengan
baik, maka hal tersebut merupakan pintu gerbang menuju penguasaan
bioteknologi.
2.
Teknologi dapat berupa kompetensi yang melekat pada diri manusia
(human embedded technology), dapat berwujud fisik yang melekat pada mesin
dan peralatan (object embedded technology), serta informasi yang diwadahi
oleh sistem dan organisasi (document embedded technology). Teknologi
dibutuhkan oleh manusia, baik berupa benda fisik, keahlian dan keterampilan
maupun berupa dokumen informasi (seperti buku, jurnal, dan majalah).
3.
Teknologi tidak memberikan nilai guna jika tidak diterapkan (tidak
terbagi dan terpakai secara tepat guna). Sebagai contoh, pada decade 1980an Indonesia pernah mengimpor traktor yang digunakan untuk mengolah lahan
sawah yang luas. Setelah tiba diIndonesia, alat tersebut ternyata tidak dapat
digunakan karena ukuran lahan sawah di pulau Jawa kecil-kecil, sedangkan
lahan sawah di luar pulau Jawa walaupun luas tetapi sangat sedikit
jumlahnya. Dengan demikian, traktor dalam kapasitas besar tersebut tidak
berdaya guna dan tidak tepat sasaran.
4.
Sebagai salah satu asset perusahaan, teknologi dapat ditemukan,
dikembangkan, dibeli, dijual, dicuri, atau tidak bernilai guna jika teknologi yang
dimiliki sudah kadaluwarsa. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi bersifat
dinamis dan mempunyai siklus hidup yang sama dengan siklus hidup
produk. Oleh karena itu, perlindungan yang diberikan terhadap suatu teknologi
harus memadai, terutama dalam hal perlindungan paten atau hak cipta.
5.
Umumnya teknologi dugunakan untuk kesejahteraan masyarakat atau
meningkatkan kualitas hidup manusia. Dengan demikian teknologi merupakan
faktor penting dalam mengembangkan ekonomi suatu wilayah.

Menurut Sharif (1993), teknologi terdiri atas perangkat keras (hardware),


perangkat manusia (humanware), perangkat informasi (inforware), dan
perangkat organisasi (orgaware). Komponen teknologi di atas diperlukan pada
proses transformasi input menjadi output dalam suatu kegiatan.
Dengan bantuan teknologi, manusia cenderung mempunyai banyak pilihan
dalam mengembangkan bidang-bidang yang diminatinya. Salah satunya,
pilihan yang dapat ditawarkan untuk pengembangan agroindustri (Hubeis,
1993), yakni;
a.
jenis teknologi, prospek, cara penerapan, dan pasar
b.
jumlah modal yang harus ditanamkan (biasanya disesuaikan dengan besar
kecilnya skala usaha yang akan dilaksanakan).
c.
Cara penanaman modal, baik melalui penanaman modal asing (PMA),
penanaman modal dalam negeri (PMDN), atau non PMA-PMDN
d.
Produk dan nilai tambahnya.
Selain itu, Hubeis (1993) juga melakukan pembagian tipologi teknologi
kedalam empat kelompok teknologi, yaitu:
1.
teknologi standar dengan sistem produksi standar, peralatan standar, dan
pekerja kualifikasi sedang (contoh; susu pasteurisasi, sirup, dan selai buahbuahan skala menengah)
2.
teknologi mutakhir dengan sistem produksi kompleks, peralatan
kompleks, dan pekerja berkualifikasi tinggi (contoh; industri makanan dan
minuman kaleng, kultur jaringan, dan industri kertas)
3.
teknologi tradisional dengan sistem produksi standar, peralatan tidak
banyak, dan pekerja kurang berkualifikasi (contoh; home industry gula merah
batok, kerupuk sagu, dan ikan asin)
4.
teknologi transisi dengan sistem produksi standar, peralatan sederhana
sampai modern, dan pekerja kurang berkualifisasi (contoh; industri temped an
tahu skala menengah, industri pakan ternak, dan nata de coco skala menengah).
Pembagian tipologi teknologi tersebut akan semakin jelas bila
digambarkan dalam bentuk hubungan antara teknologi produk dan teknologi
proses. Teknologi standar biasanya disesuaikan dengan permintaan pasar
khusus, sehingga berbagai inovasi yang dilakukan harus cepat bereaksi terhadap
permintaan pasar, baik dari segi inovasi bahan baku, cita rasa, daya tahan
produk, dan sebagainya. Adapun teknologi sederhana dan teknologi mutakhir
merupakan dua kutub teknologi yang saling bertolak belakang. Teknologi
tradisional sangat sedikit terkena sentuhan teknologi, sedangkan teknologi
mutakhir sangat mengikuti perkembangan teknologi yang ada.

B. Ilmu, Ilmu Rekayasa dan Teknologi


Pada masyarakat kuno dan tradisional teknologi dihasilkan semata-mata
atas kreasi manusia tau masyarakat untuk memecahkan masalah yang dihadapi,
tanpa melalui tahapan ilmiah. Sebaliknya, dalam masyarakat modern atau
untuk pemecahan masalah yang kompleks, pengenalan atau penemuan
teknologi tidak dapat lagi semata bergantung atas naluri atau intuisi
manusia. Tahapan atau kegiatan keilmuan atau ilmiah secara sistematis mutlak
diperlukan untuk lahirnya teknologi. Ilmu-ilmu dasar (sains) diperlukan atau
diterapkan untuk pemecahan masalah ala mini.
Beberapa ilmu dasar inilah yang kita kenal dengan ilmu teknik atau
rekayasa (engineering). Rekayasa yang diterapkan untuk masalah praktis itu
selanjutnya sebagaimana diungkapkan pada paparan sebelumnya, kita kenal
dengan teknologi. Sebagai contoh, teknologi pembuatan suatu makanan adalah
didasarkan atas teknik (rekayasa) kimia. Teknik kimia sendiri merupakan ilmu
terapan mengenai suatu perubahan (transformasi) suatu bahan menjadi bahan
lain melalui reaksi kimia.
Perkembangan ilmu-ilmu alam (sains) saat ini dapat dirunut dari era
peradaban Yunani kuno, sekitar 6000 SM, peradaban Mesir dan Babilonia,
serta India. Berlainan dengan peradaban Timur, pada peradaban Yunani
mengenal dan menyebut tokoh-tokoh yang terlibat beserta penjelasan yang
disampaikan. Ilmu, sebagaimana kita kenal seperti sekarang ini bermula dari
kegiatan rasional yang telah dikenal oleh masyarakat Yunani, yaitu penyelidikan
tentang fenomena alam, peri physeos historia (pada perkembangan berikutnya,
kita kenal sebagai fisika, ilmu kealaman, DM), phylosophia, filsafat, theoria,
perekaan dan episteme, serta pengetahuan (Gie, 1998).
Thales (625-545 SM) sebagai ilmuwan pertama Yunani,
memperkenalkan ilmu perbintangan (astronomi) dan filsafat kosmologi serta
fisika. Nama besar Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (382-322 SM) tak dapat
dipisahkan dengan pengembangan filsafat, metafisika, dan logika. Matematika,
sebagai bidang ketiga tergolong rumpun teoritis yang digunakan untuk
pemecahan masalah sehari-hari. Phytagoras (578-510 SM) adalah pelopor ilmu
ukur.
Sampai abad ketujuh, paham ilmu mengenai alam semesta didasarkan
atas kepercayaan bahwa bumi menjadi pusat alam semesta (geosentris)
sebagaimana dikenalkan oleh Aristoteles. Galileo Gelilei (1564-1642)
mengubah kepercayaan itu dengan melontarkan pendapat dan pembuktian
bahwa pusat alam semesta bukanlah bumi, melainkan matahari
(heleosentris). Galileo mengembangkan teleskop dan melakukan percobaan
pada dinamika, menemukan satelit Jupiter, dan menyimpulkan bahwa bumi

berputar mengelilingi matahari. Pendapat itu tentu saja tidak dapat diterima
oleh gereja yang meyakini faham geosentris.
Perkembangan ilmu (alam) abad ke-17 tidak lengkap tanpa menorehkan
nama Issac Newton (1642-1727) dengan karya Phisosophie Naturalis Principie
Mathematica (Mathematical Principles of Natural Phylosophy), dengan
mengembangkan
hukum-hukum
alam; gaya tarik,gaya gerak
(dinamika). Francis Bacon (1561-1626), tokoh lain yang memperkenalkan arti
penting percobaan untuk pembuktian kebenaran (induksi). Cita-cita Bacon
mengenai perlu adanya sekolah (college) untuk para penemu, yang dilengkapi
dengan laboratorium, workshop, dan perpustakaan pada perkembangan
kemudian di kerajaan Inggris, mendorong berdirinya The Royal Society,
sebuah lembaga kerajaan tertinggi yang berwenang dalam pengembangan ilmu.
Ilmuwan Perancis, Rene Descartes (1596-1650) merupakan peletak dasar
pembuktian kebenaran ilmiah dengan cara deduktif. Karyanya dibidang
geometrika koordinat telah menyatukan aljabar dan geometri yang semula
terpisah menjadi satu kesatuan.
Sampai abad ke-20 hampir perkembangan ilmu didominasi oleh fisika
sehingga dapat dikatakan masa itu sebagai era Fisikan, sebagai raja ilmu fisikaseakan tak terkalahkan oleh ilmu lain. Albert Einstein (1879-1955) dengan teori
Relativismenya mewarnai perkembangan fisika baru, kemudian berlanjut
dengan temuan fenomena kuantrum oleh Max Planck (1858-1947).
Ilmu-ilmu alam lain, berkembang dengan latar perkembangan ilmu fisika,
meliputi kimia, yang mengkaji perubahan bahan yang bersifat tetap, dipelopori
oleh Antoine Laurent de Lavoisier (1743-1794) di Perancis, meskipun
cikalbakal kimia sendiri Alkemi telah dikenal pada abad ke-3 di Persia
(sekarang dikenal sebagai kawasan yang meliputi Negara Irak dan Iran,
DM). Kegiatan ilmu obat-obatan yang dikenalkan oleh peradaban Islam di
Andalusia pada rentang abad ke-7-12, meskipun tak sepesat fisika dan kimia,
memberikan sumbangan akan lahirnya ilmu-ilmu mengenai jasad hidup
(biologi) yang selanjutnya mengerucut pada kajian yang lebih khusus; tanaman
(botani), hewan (zoology), uraian tubuh (anatomi), peredaran makanan
(fisiologi) serta berkaitan dengan kelahiran (embriologi). Pada abad ke-18,
nama Louis Paster menjadi tonggak perkembangan biologi dengan temuan
mengenai fenomena fermentasi yang disebabkan oleh jasad renik
(mikroorganisme), sebagai cikal bakal mikrobiologi, ilmu mengenai kehidupan
jasad renik. Teknik yang dikembangkan untuk menghambat atau membunuh
mikroorganisme dengan cara pemanasan diterapkan sampai sekarang dan
dikenal sebagai pasturisasi.

Pada perkembangan hingga abad ke-20, si anak tiri sains kimia, justru
menemukan momen dalam cabang kimia mengenai kehidupan, yaitu biokimia
dengan penemuan molekul kehidupan, DNA (asam deoksiribonukleat) oleh
James D Watson dan Compton Crick di Inggris pada tahun 1954. Temuan DNA
ini menjadi pemicu perkembangan ilmu biologi dan biokimia yang kini
memakai baju baru; bioteknologi. Abad ke-20-21 merupakan abad
bioteknologi. Hampir semua bidang kehidupan kini dirambah dan menerapkan
jasa bioteknologi.
Menurut ABET (Accreditation Board of Engineering and Technology),
badan akreditasi pendidikan tinggi teknik AS, ilmu rekayasa teknik
didefinisikan sebagai penerapan ilmu-ilmu alam (sains) dan matematika dengan
cara melakukan kajian, percobaan untuk mendayagunakan secara ekonomis
material, dan sumberdaya alam untuk kesejahteraan manusia.
Perkembangan ilmu rekayasa dipacu, satu pihak oleh perkembangan ilmu
dasar sebagai basis kegiatannya, dan di lain pihak dituntut oleh kebutuhan atau
masalah masyarakat. Tentu saja, peran lembaga pendidikan tinggi (universitas)
terutama di bidang sains dan teknik, tak dapat diabaikan dalam saling kaitan
perkembangan ilmu dasar, ilmu teknik, dan penerapannya, teknologi.
Engineering, teknik atau rekayasa, diturunkan dari bahasa Latin,
ingeniator, yang berarti orang yang banyak akal, berbakat, yang di bahasa
Perancis menjadi ingenieur, Bahasa lain mengadopsinya menjadi ingeniur
(Jerman), ingenuer (Belanda), serta engineer (Inggris) untuk orang yang
berprofesi dalam bidang kerekayasaan yang kemudian di kosa kata Indonesia
dikenal insinyur. Di Negara Eropa daratan, lulusan pendidikan tinggi teknik
dan pertanian disebut insinyur (Dipl INg, untuk Perancis dan Jerman, Ir untuk
Bilanda), sedangkan pada sistem Anglo Saxon, dikenal Bachelor of Engineering
(B-Eng). Sampai dengan pertengahan tahun 1970-an, pendidikan tinggi teknik
dan pertanian di Indonesia, yang pada awal berdirinya memang banyak meniru
sistem umiversitas Belanda lulusannya diberi gelar insinyur (Ir).
Meskipun universitas pertama dikenal pada awal abad ke-12, di Salerno,
Bologna, Italia dan Paris, serta kemudian di Oxford dan Cambridge, Inggris,
sebagai pusat pembelajaran untuk bidang-bidang teologi, hokum, dan
kedokteran. Pendidikan tinggi yang mempunyai kajian bidang rekayasa/teknik
baru didirikan tahun 1676 di Perancis, sebagai sebuah Sekolah Politeknik
(engineering school), ecole National des Ponts et Chauseees, di Paris yang
khusus mencetak tenaga insinyur untuk pembangunan jalan raya dan
jembatan. Tahun 1794, didirikan Ecole Polytechnique. Periode ini dianggap
sebagai cikal bakal lahirnya ilmu teknik sipil (civil engineering). Istilah sipil
digunakan untuk membedakan pekerjaan-pekerjaan dilakukan seperti
pembangunan jalan dengan penebangan pohon, jembatan untuk keperluan

peperangan, militer. Cakupan ilmu ini dikenal sebagai ilmu teknik militer atau
Zeni (genie, bahasa Perancis).
Seperti telah diungkapkan sebelumnya, penemuan mesin uap oleh James
Watt menjadi peletak dasar perkembangan teknik mesin (mechanical
engineering). Selanjutnya, temuan listrik oleh Faraday serta komunikasi
melalui telegram oleh Bell menjadi tonggak perkembangan teknik kelistrikan
(electricity and electrical engineering).
Perang dunia pertama (1911-1918), yang meluluh-lantakkan daratan
Eropa dan menyengsarakan umat manusia, sebaliknya menjadi pemicu
perkembangan teknik kimia (chemical engineering) di Jerman, yang antara lain
dikembangkan uantuk memproduksi bahan-bahan kimia untuk sarana perang,
juga untuk bangunan dan jalan (Johnston, et al, 2000).

Gambar 1. Hubungan antara ilmu (sains), ilmu teknik/rekayasa dan


teknologi
Kebutuhan industri akan bahan bakar (batubara), kemudian minyak serta
diketahuinya sumber-sumber bahan bakar fosil (geologi dan kelautan), menjadi
pemicu kelahiran teknik untuk pengambilan dan pemanfaatan sumberdaya
bumi, muncullah teknik pertambangan (mining engineering).
Semasa perang dunia kedua, kebutuhan perancangan dan pengaturan
logistik menjadi tumpuan para pengendali pasukan. Parapakar matematika dan
statistika berhasil mengembangkan suatu model untuk menentukan berbagai
rencana militer, bidang ini dikenal sebagai operational research (penelitian
operasional, PO) yang pada perkembangan selanjutnya banyak diterapkan untuk
kegiatan industri dalam rangka melakukan optimasi proses atau perencanaan
produk. POdan teknik optimasi menjadi pemicu lahirnya pendekatan kuantitatif
dalam manajemen industri, yang kita kenal sebagai teknik industri. Penerapan
teknik-teknik komputasi, penelitian operasional, selanjutnya mengembangkan
teknik industri ini dengan pendekatan kesisteman dan menjadi teknik sistem
industri (industrial and systems engineering) pada paruh 1980-an (Turner,1987).
Perkembangan ilmu sistem banyak dipengaruhi oleh berbagai disiplin
antara lain kibernetika (cybernetics) dari disiplin biologi, dipelopori oleh
Bertalannfly (1975) yang menghasilkan teori sistem umum (general system
theory). Perkembangan teori sistem modern merupakan peningkatan besar
dibidang teknik maupun intelektual pada abad ke-20. Pendekatan bersistem

membantu kita untuk berpikir melalui cara terorganisasi dan terstruktur, untuk
semua aspek dari masalah atau penerapannya. Pada beberapa bidang teknik dan
ilmu, konsep sistem digunakan sebagai titik awal untuk analisis setiap masalah.
Memasuki abad ke-20 dan millenium ketiga, beberapa teknologi melesat
sebagai bukti perkembangan ilmu seperti angkasa luar, bioteknologi, dan
biomedis dengan landasan teknik aeronautika (aeronautical engineering)
sekarang menjadi angkasa luar (aerospace), teknik biokimia (biochemical
engineering), dan teknik computer (computer engineering), teknik
telekomunikasi, dan teknik sistem. Bidang baru yang berkembang antara lain
teknik lingkungan (environmental engineering) yang berlandaskan teknik sipil
dengan fokus yang kuat pada aspek lingkungan dan sistem, serta teknik
biomedis (bioengineering).
Teknik pertanian (agricultural engineering), sebagai penerapan ilmu-ilmu
teknik pada kegiatan pertanian, dapat dianggap sebagai hibrida antara ilmu
terapan teknik (sipil, mesin, listrik, kimia, dll) dan ilmu terapan pertanian (dari
botani, zoology, fisiologi, dll) muncul sebagai jawaban atas permasalahan yang
dihadapi oleh manusia berkaitan dengan kebutuhan pangan, sandang dan
papan. Usaha tani skala besar pada areal yang luas tidak lagi mungkin
dilakukan oleh tenaga manusia dan hewan. Mekanisasi pertanian (agricultural
mechanization) berkembang di AS dan Eropa pada abad ke-18 untuk
memecahkan masalah tersebut, dari pengerjaan lahan, pengairan, penanaman,
sampai pemanenan. Kegiatan pascapanen dan penyimpanan, banyak
menerapkan teknik sipil, mesin, dan listrik dalam kegiatan pertanian.
Dengan perkembangan ilmu yang pesat dan beragam, perkembangan
ilmu teknik tidak bersifat monodisiplin atau mengikuti tata istilah biologi,
bersifat sebagai spesies. Banyak ragam bidang ilmu teknik kini merupakan subspesies atau hibrida dari antarbidang ilmu murni maupun terapan. Sebagai
contoh, bioteknologi adalah bidang multidisiplin, dari hibrida beragam ilmu
terapan seperti teknik kimia/biokimia, elektro, fisika, mikrobiologi, dan
kesehatan.
C. Komponen Teknologi
Pemahaman teknologi sering dikonotasikan sebagai peralatan fisik yang
digunakan oleh industri atau perusahaan untuk melakukan kegiatan
operasionalnya. Padahal, fasilitas fisik tersebut tidak bernilai apa-apa tanpa
campur tangan kemampuan manusia (seperti penggunaan tenaga otot, otak, dan
penglihatan) dan kondisi lingkungan kerja (seperti kenyamanan kerja dan
kesehatan). Oleh karena itu pemahaman terhadap teknologi hendaknya

diperbaiki bahwa teknologi bukan hanya berupa sesuatu benda, tetapi juga
berupa elemen-elemen pengetahuan, informasi, dan teknis manajemen.
Sharif (1993) menyatakan bahwa teknologi harus dilihat secara utuh dengan
cara menguraikannya ke dalam empat komponen sebagai berikut;
1. Perangkat keras (fasilitas berwujud fisik); misalnya traktor, computer,
peralatan tangkap ikan, mesin pengolah makanan dan minuman, mesin
pendingin. Komponen tersebut disebut juga technoware yang
memberdayakan fisik manusia dan mengontrol kegiatan operasional
transformasi.
2. Perangkat manusia (berwujud kemampuan manusia); misalnya
keterampilan, pengetahuan, keahlian, dan kreativitas dalam mengelola
ketiga
komponen
teknologi
lainnya
di
bidang
agroindustri/agribisnis. Komponen tersebut disebut juga humanware yang
memberikan ide pemanfaatan sumber daya alam dan teknologi untuk
keperluan produksi.
3. Peringkat informasi (berwujud dokumen fakta); misalnya website di
internet, informasi yang diperoleh melalui telpon dan mesin facsimile,
database konsumen produk agribisnis, informasi mengenai riset pasar
produk agribisnis, spesifikasi mesin pengolah makanan, buku mengenai
pemeliharaan mesin-mesin pertanian, jurnal-jurnal aplikasi teknologi
mutakhir.

Komponen di atas tersebut disebut juga infoware yang


mempercepat proses pembelajaran, mempersingkat waktu operasional,
dan penghematan sumber daya
4. Perangkat organisasi (berwujud kerangka kerja organisasi); misalnya
struktur organisasi, fasilitas kerja, metode pendanaan, teknik negosiasi,
hubungan lini antarmanajer, jaringan kerja (networking). Komponen
tersebut disebut juga orgaware yang mengkoordinasikan semua aktifitas
produksi di suatu perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Masing-masing komponen tersebut mempunyai peranan yang sama
penting dalam suatu teknologi, karena mengabaikan satu komponen saja dapat
melemahkan teknologi yang akan diterapkan oleh suatu lembaga (misalnya
perusahaan agroindustri/agribisnis). Keempat komponen tersebut dapat
digambarkan dalam sebuah lingkaran yang konsentris dengan perangkat
informasi (infoware) di pusat lingkaran.
Pada skema komonen teknologi dalat dilihat bahwa perangkat informasi
(infoware) merupakan pengendali dari penerapan teknologi itu sendiri. Bila
dikaitkan dengan persaingan yang ketat di era globalisasi, maka pernyataan
diatas tidaklah berlebihan. Negara yang menguasai informasi yang lengkat dan
terkini adalah yang akan menguasai teknologi. Dalam bidang informasi
agroindustri/agribisnis, Indonesia pada
dasarnya
tertinggal. Namun
demikian, Indonesia sebenarnya memiliki potensi agroindustri/agribisnis yang
sangat besar dan informasi yang berkaitan dengan penelitian di bidang
agroindustri/agribisnis yang cukup lengkap. Sayangnya pengelolaan informasi

tersebut belum professional. Mungkin, ini juga salah satu penyebab rendahnya
daya saing produk agroindustri/agribisnis Indonesia. Database informasi yang
berkaitan dengan agribisnis tersebut tidak hanya bermanfaat dalam skala makro
saja, melainkan juga sangat dibutuhkan dalam lingkup perusahaan
agroindustri/agribisnis.
Skema tersebut juga memberikan informasi mengenai unsur-unsur yang
mencakup ada masing-masing komonen teknologi. Unsur-unsur penyusun
perangkat keras (technoware) adalah subsistem transformasi material (misalnya
mesin pengolahan makanan dan minuman, mesin pengemasan produk, mesin
pendingin) dan subsistem pengolahan informasi (misalnya computer, kalkulator,
papan informasi di pabrik atau ruangan administrasi produksi, label produksi
dan peralatan).
Unsur-unsur penyusun perangkat manusia (humanware) adalah hal-hal
yang berhubungan langsung dengan tugas dan kewajiban pekerja (misalnya
pengetahuan, keterampilan, dan keahlian mengenai hal-hal yang bersifat teknis
bagi seorang teknisi) dan hal-hal yang dapat mendukung kemampuannya dalam
berkarya atau bekerja (misalnya seorang teknisi memiliki kreativitas yang tinggi
dalam pemecahan masalah/trouble shooting sehingga dapat menghemat
pengeluaran biaya untuk mengganti kerusakan alat atau mesin.
Ada lima unsur yang menyusun perangkat organisasi (orgaware) yaitu
konvensi kerja (misalnya adanya hukum ketenagakerjaan yang dibuat oleh
pemerintah
dan
aturan
kerja
yang
dibuat
oleh
perusahaan
agroindustri/agribisnis, seingga segala permasalahan yang berkaitan dengan
keorganisasian dapat diselesaikan secara hukum), organisasi kerja (misalnya
adanya struktur organisasi dan job description yang jelas sehingga setiap
karyawan di suatu perusahaan agribisnis dapat bekerja dengan teratur dan baik),
fasilitas kerja (misalnya adanya kemudahan dalam mengikuti kegiatan pelatihan
(training, kemudahan dalam pengeluaran biaya kesehatan), evaluasi kerja
(misalnya adanya rapat mingguan/bulanan/tahunan untuk membahas kemajuan
kinerja perusahaan dan pergerakan keuntungan yang dieroleh oleh suatu
perusahaan agroindustr/agribisnis, dan modifikasi kerja (misalnya melakukan
merger atau aliansi dengan perusahaan lain yang mempunyai kinerja yang baik
dan teknologi yang tinggi sehingga kehiduan organisasi dapat lebih dinamis.
Perangkat informasi (infoware) tersusun atas unsur-unsur informasi yang
berkaitan dengan ketiga komponen teknologi lainnya (technoware, humanware,
dan orgaware). Informasi mengenai buku manual peralatan, jadwal operasional
di pabrik, dan diagram alur proses produksi adalah sebagai informasi yang
berkaitan dengan technoware. Informasi mengenai biodata karyawan, penilaian
prestasi kerja karyawan, dan hasil psikotes karyawan adalah sebagian informasi
yang berkaitan dengan humanware. Adapun informasi mengenai buku hokum

ketenagakerjaan dari pemerintah, buku aturan kerja perusahaan, surat kontrak


kerja karyawan, laporan keuangan perusahaan, dan catatan prosedur kerja
adalah sebagian informasi yang berkaitan dengan organisasi.
Keempat komponen teknologi tersebut berinteraksi secara dinamis dan
sumultan dalam rangka menyukseskan kinerja perusahaan. Dalam konteks
bisnis, ada serangkaian pilihan, mulai dari teknologi dengan tingkat
kecanggihan minimal sampai dengan teknologi dengan tingkat kecanggihan
maksimum (state-of-theart), pada setiap komponen teknologi tersebut. Menurut
Sharif (1993), pilihan teknologi yang diambil tergantung pada (1) kinerja
perusahaan untuk memenuhi permintaan pasar; (2) hubungan timbale balik
diantara kecanggihan keempat komponen teknologi yang dimiliki perusahaan;
dan (3) sumberdaya yang tersedia di perusahaan.
Sharif (1993) menyatakan bahwa komponen teknologi sangat berperan
penting dalam menentukan kadar teknologi suatu produk atau
proses. Kompbinasi yang unik dari keempat komponen teknologi dalam suatu
aktivitas produksi akan menambah kadar teknologi suatu input (bahan mentah),
sehingga output(produk akhir) yang dihasilkan akan mempunyai nilai tambah
(value added). Output (produk akhir) yang sama dapat juga dihasilkan dengan
kombinasi keempat komponen teknologi yang berbeda. Dengan demikian,
kepentingan relative dari keempat komponen teknologi tergantung pada jenis
perubahan produksi dan tingkat kerumitan operasional perusahaan. Teknologi
merupakan sala satu faktor yang menentukan daya saing suatu perusahaan.
Dalam bidang agroindustri/agribisnis, proses perubahan input menjadi
output tersebut penting sekali. Ikan lemuru yang ditangkap dari
laut Indonesia bagian timur menjadi bertambah kadar teknologi setelah menjadi
ikan kaleng. Produk akhir ikan lemuru kaleng tersebut menjadi berbeda kadar
teknologinya antara perusahaan satu dan perusaaan yang lainnya, jika
kombinasi komonen teknologi yang digunakan oleh masing-masing perusahaan
berbeda. Perusahaan A misalnya, lebih menekankan pada kesegaran ikannya,
sehingga perusahaan tersebut menggunakan kombinasi komponen teknologi
dengan persentase technoware dan orgaware lebih besar dari kedua komponen
teknologi lainnya. Perusahaan A menggunakan kapal penangkap ikan yang
sekaligus sebagai pabrik pengalengan ikan yang canggih (dengan mengeluarkan
biaya investasi kapal yang cukup besar), sehingga kesegaran ikan lemuru dalam
produk akhirnya benar-benar terjaga. Sementara perusahaan B, misalnya lebih
menekankan pada diversifikasi ukuran dan bentuk kemasan produk ikan
kalengnya, sehingga perusahaan ini menggunakan kombinasi komponen
teknologi dengan persentasi technoware dan infoware yang lebih besar daripada
kedua komponen teknologi lainnya. Perusahaan B menggunakan mesin
pengemasan yang canggih untuk produk ikan lemuru kaleng berukuran 250

fram dan 500 gram dengan bentuk kaleng oval dan silinder, karena berdasarkan
riset pasarnya konsumen sangat menginginkan kemasan berbentuk oval dan
bentuk oval dalap menghemat tempat penyimpanan di gudangnya. Dari
ilustrasi diatas, dapat disimpulkan bahwa produk akhir yang sama dapat
diperoleh dengan menggunakan kombinasi komponen teknologi yang berbeda.
Walaupun kombinasi komponen teknologi yang digunakan oleh masingmasing perusahaan itu berbeda-beda, tetap saja prinsip penambahan kadar
teknologi pada input tergantung pada persediaan sumber daya fisik, kualitas
sumber
daya
manusia,
kegunaan
informasi,
dan
keefektifan
manajemen, Pengembangan tingkat kecanggihan komponen teknologi secara
langsung juga akan meningkatkan penambahan kadar teknologi output-nya.
Menurut Sharif (1993), pengembangan tingkat kecanggihan komponen
teknologi biasanya dilakukan melalui dua cara, yaitu (1) investasi teknologi
baru kedalam sebuah sistem saat ini; dan (2) investasi teknologi baru kedalam
sistem yang ada saat ini. Komponen teknologi technoware dan orgaware
biasanya berubah melalui sebuah proses lompatan nonlinear dari generasi
sekarang ke generasi berikutnya (berbentuk huruf S). Sementara itu, komponen
teknologi humanware dan infoware malakukan perubahan yang incremental
(penambahan ke dalam sistem saat ini).
Technoware berubah melalui sebuah proses substitusi antara yang lama
dengan yang baru. Seorang petani yang mempunyai lahan seluas dua hektar
akan menggantikan alat bajak yang sudah usang dengan traktor yang
modern. Adapun humanware berubah melalui sebuah proses pembelajaran halhal baru. Pengetahuan keahlian, dan keterampilan yang dimiliki oleh manusia
akan semakin bertambah sejalan dengan proses pembelajaran yang
diperoleh. Ilmu yang telah diperoleh tidak mungkin dihapus begitu saja dengan
tambahnya ilmu baru. Selanjutnya, infoware berubah melalui sebuah proses
perkembangan persiapan dan jaringan kerja. Sebuah perusahaan agribisnis
biasanya melalui suatu organisasi yang kecil dulu(misalnya; koperasi, CV,
Firma) sebelum berkembang menjadi perusahaan agribisnis yang besar dan
terintegrasi dari hulu sampai hilir (misalnya PT dan PT Persero).
Dari penjelasan perkembangan komponen teknologi di atas dapat
disimpulkan bahwa secara umum kecanggihan technoware berkaitan dengan
peningkatan kerumitan proses transformasi fisik, kecanggihan himanware
menunjukkan peningkatan kompetensi, kecanggihan infoware mewakili
peningkatan penggunaan informasi yang tersedia; dan kecanggihan orgaware
menghasilkan peningkatan kinerja dan cakupan usaha.
Dalam kondisi tertentu suatu perusahaan dapat melakukan lompatan
teknologi. Namun demikian, lompatan teknologi hanya dapat dilakukan melalui
investasi yang besar dan terencana baik. Lompatan teknologi tersebut biasanya

terjadi pada technoware. Diantara keempat komponen teknologi, humanware


adalah komponen teknologi yang terpenting dan mutlak diperlukan dalam
mengatasi permasalahan yang terjadi pada penerapan technoware baru.
Menurut Sharif (1993), lompatan taknologi dapat dilakukan melalui dua
cara, yakni (1) proses perubahan teknologi berjalan lambat dan tidak ada
terobosan teknologi di dalamnya dan (2) proses perubahan teknologi berjalan
sangat cepat dan melakukan lompatan beberapa tahap dalam lingkungan
tertentu. Lompatan teknologi dalam technoware mungkin saja terjadi secara
langsung; jika humanware, infoware, dan orgaware berkembang dengan
baik. Dengan humanware yang canggih tidaklah sulit untuk membuat rekayasa
teknologi. Lompatan teknologi dalam humanware secara tidak langsung hanya
mungkin terjadi dengan cara memadatkan periode pembelajaran dan
mempunyai kompetensi yang sangat tinggi. Lompatan teknologi dalam
infoware tidak mungkin terjadi karena informasi yang akan menyediakan
perkembangan teknologi yang terbaru tidak akan dipublikasi. Lompatan
teknologi dalam kerangka kerja organisasi relative lebih mudah terjadi, tetapi
adaptasi organisasi yang tinggi sangat diperlukan jika ingin efektif.
Pada gambar di bawah diperlihatkan urutan kecanggihan masing-masing
komponen teknologi. Urutan masing-masing teknologi di atas berbeda-beda
pada setiap bidang. Gambar tersebut memperlihatkan kecanggihan komponen
teknologi yang memungkinkan saja terjadi di semua bidang. Gambar tersebut
dapat dijabarkan dalam bidang agribisnis, misalnya sector perikanan, sebagai
berikut :

Gambar 2. Contoh Kecanggihan Komponen Teknologi

1.

Perkembangan kecanggihan technoware


Pada awalnya, fasilitas keperluan umum yang dimiliki nelayan primitive adalah
alat tangkap ikan dan perahu yang sederhana. Kemudian, mereka beralih
menggunakan alat tangkap khusus misalnya alat tangkap ikan tuna/cakalang, es
batu untuk mengawetkan hasil tangkapannya, dan perahu bermotor. Setelah itu,
peralatan mereka dilengkapi dengan mesin pendingin yang mempunyai

pengatur suhu dan kapal bermotor. Akhirnya mereka memiliki kapal penangkap
ikan tuna/cakalang, yang juga merupakan pabrik pengalengan ikan.
2. Perkembangan kecanggihan infoware
Awalnya nelayan primitive hanya memiliki informasi tentang cara menangkap
ikan dari leluhurnya secara turun-temurun. Kemudian, mereka memperoleh
informasi teknis khusus tentang cara menangkap ikan yang lebih baik dari
penyuluh di desa mereka. Setelah itu, mereka memperoleh informasi mengenai
evaluasi biaya dari buku atau dari bangku akademis. Evaluasi biaya tersebut
digunakan oleh mereka untuk menghitung dan menilai perkembangan usaha
tangkapan ikannya. Akhirnya, informasi tentang penelitian terakhir mengenai
pengolahan ikan mereka peroleh melalui jurnal-jurnal ilmiah, seminar, atau
internet untuk meningkatkan mutu produk olahan ikannya. Dalam hal ini, para
nelayan mulai menggunakan informasi untuk berkreasi atau menciptakan halhal baru yang dapat menunjang perkembangan usahanya.
3. Perkembangan kecanggihan organoware
Nelayang primitive mulai bekerja menangkap ikan hanya berdasarkan
pengalaman nenek moyangnya saja bersama keluarganya. Kemudian dengan
semakin berkembangnya proses pembelajaran mereka mulai dapat bekerja sama
dengan pihak lain dengan mengandalkan diri pada penelitian terhadap gejalagejala alam yang ada. Setelah itu, dengan semakin majunya informasi mereka
mulai menggunakan sistem komputerisasi sebagai atal untuk mengefisienkan
aktifitas. Akhirnya mereka mampu mengandalkan jaringn kerja yang mapan
untuk mengembangkan usaha tangkapan ikannya.
4. Perkembangan kecanggihan humanware
Kemampuan dasar yang dimiliki nelayan pada awalnya pada awalnya hanya
kemampuan penangkap ikan berdasarkan warisan leluhurnya. Seiring dengan
perkembangan zaman, pengetahuan mereka bertambah dan mulai memahami
mengenai daerah mana yang terdapat banyak ikan berdasarkan gejala-gejala
alam. Kemudian kemampuan mereka mulai bertambah lagi karena mereka
sudah dapat menilai mutu ikan tangkapannya. Akhirnya, mereka dapat
berkreasi dengan menciptakan produk olehan ikan tangkapan tersebut sehingga
berdaya jual tinggi.
Kombinasi yang unik dari keempat komponen teknologi sangat
mempengaruhi penguasaan teknologi yang dimiliki oleh suatu perusahaan
dalam mencapai tujuan bisnisnya. Dari keempat komponen teknologi tersebut,
indikator kecanggihan teknologi yang dapat dilihat secara kasat mata
adalah technoware dan orgaware. Kecanggihan technoware dapat diraih jika

perusahaan
tersebut
didukung
kemampuan humanware dan infoware yang tinggi.

oleh

tingkat

III. ARTI DAN RUANG LINGKUP TEKNOLOGI PERTANIAN

Dalam perkembangan kebudayaan manusia, dari masa prasejarah sampai


era manusia modern, mengalami beberapa tahapan peradaban. Pada awal
peradaban kuno, manusia berkelompok dan hidup dengan cara berpindahpindah (nomaden) dari satu tempat ke tempat lain. Kebutuhan makanan
dipenuhi dengan cara mengumpulkan buah-buahan, biji-bijian, atau hasil
pertanian lain yang dapat dimakan, atau menangkap hewan. Pada era
kebudayaan berpindah dan berburu ini, kelompok atau suku manusia telah
mengenal apa yang kita kenal sekarang sebagai teknologi cara membuat senjata
dari batu, masa kebudayaan itu dikenal sebagai zaman batu kuno (paleotikum).
Peralihan dari zaman batu kuno ke zaman batu baru (neolitikum) dimulai
dengan semakin bertambahnya anggota keluarga kelompok tersebut sehingga
kehidupan berpindah sangat merepotkan. Selain itu, daya dukung
lingkungannya semakin tidak mencukupi dan tidak dapat memberikan hasil
alam untuk bahan makanan. Menurut naskah kuno, terungkap bahwa sekitar
10.000-8.000 tahun SM masyarakat di daratan Cina, yang berdiam di lembah
Sungai Kuning, mulai mengenal cara bercocok tanam juwawut dengan
mengolah tanah menggunakan alat pengolah tanah berupa sebilah kayu yang
ditajamkan dan ditempelkan ada suatu tongkat. Kebudayaan itu diduga sebagai
awal dikenalkannya kegiatan pertanian, dalam arti bercocok tanam, sekaligus
enggunaan teknologi pertanian berupa pembuatan alat pengolahan tanah. Pada
era yang lebih muda, sekitar 6.000-4.000 tahun SM masa keemasan terjadi pada
kehidupan masyarakat Babilonia, di lembah sungan Eufrat dan Tigrisdengan
kebudayaan bertani dan beternak. Teknologi pertanian dikenalkan dengan
menciptakan shadoof, jentera terbuat dari kayu untuk menaikkan air (Nasoetion,
2003).
Perkembangan pertanian juga diiringi dengan perkembangan teknologi
awal untuk membantu kegiatan tersebut seperti alat pengolah tanah, jentera
penarik air, dan alat pemanen. Periode ini sejalan dengan zaman Logam,
dimana teknik peleburan tembaga dan emas telah dikenal di Timur Tengah pada
5000 SM. Penemuan perak di kawasan Timur Tengah dan juga di daratan Cina
dan Thailand merupakan tonggak zaman Perak. Demikian pula teknologi
bangunan dilakukan dalam pembuatan rumah dengan bata atau batu, baik untuk

kediaman atau untuk upacara agama seperti piramida dan candi, atau tempat
penimpanan hasil panen pertanian.
A.

Arti dan Lingkup Pertanian


Peradaban pertanian, bercocok tanam dan beternak yang pada awal hanya
untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari atau subsisten-pada perkembangan
berikutnya sejalan dengan perubahan kehidupan masyarakat yang bercorak
perdagangan,
berangsur-angsur
berubah
menjadi
kegiatan
yang
dijualbelikan. Corak kegiatan ini dianggap sebagai cikal-bakal usaha tani, yang
meskipun diusahakan oleh rumah tangga, tetapi hasil panenan dan ternak
ditujukan untuk dijualbelikan.
Pola usaha pertanian yang bercorak sebagai perkebunan dikenalkan oleh
penjajah Belanda, pada abad ke-15. Sarikat perdagangan Belanda yang
bernama VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie, Sarikat Hindia Timur)
yang pada awal kedatangan ke Nusantara adalah untuk berdagang rempahrempah, berubah bentuk menjadi pemerintahan jajahan dan menjadikan
nusantara sebagai pemupuk modal dari tanaman rempah-rempah. Dalam rangka
mendukung program kolonialisme ini untuk menyediakan sumber bahan mentah
bagi perindustrian di negeri Belanda pemerintah Hindia Timur mendirikan
perusahaan erkebunan di wilayah Indonesia terutama Jawa dan Sumatra, untuk
tanaman the dan kina. Selanjutnya, dikembangkan perkebunan kopi, kelapa
sawit, tembakau, dan tebu. Usaha perkebunan itu dapat disebut sebagai cikalbakal agroindustri di Indonesia.
Sepanjang abad ke-19 dan pertengahan abad de-20, produk
perkebunan Indonesia sangat terkenal di pasaran dunia sebagai produk
berkualitas tinggi, van Oost Indie. Beberapa di antaranya malah mempunyai
merek dagang daerah asal, seperti tembakau deli, kina gambung, dan teh
jawa. Dari komoditas perkebunan ini pula, pada era tahun 1960-1970 kemajuan
perekonomian Indonesia ditopang dengan devisa yang dihasilkan dari ekspor
komoditas perkebunan.
Sebelumnya telah diutarakan sejarah perkembangan pertanian, berawal
dari peradaban masyarakat kuno yang menanam bahan untuk penyediaan
kebutuhan makanan bagi keluarga sampai dengan usaha pertanian sebagai
kegiatan bisnis dan industri.
Usaha pertanian pada dasarnya bersandar pada kegiatan penyadap
energi surya agar menjadi energi kimia melalui peristiwa fotosintesis
(Nasoetion, 2003). Hasil fotosintesis ini kemudian menjadi bagian tumbuhan
dan hewan yang dapat dijadikan manusia sebagai bahan pangan, sandang dan
papan, sumber energi, serta bahan bakuindustri. Untuk menghasilkan bahan-

bahan organik itu, tumbuhan dan hewan harus dapat hidup di dalam suatu
lingkungan yang terdiri atas tanah, air, dan udara pada suatu iklim yang sesuai.
Perkembangan usaha pertanian yang bersifat subsisten menjadi kegiatan
yang dikelola secara bisnis terjadi pada awal abad ke-20 di Eropa dan Amerika
dengan penerapan prinsip manajemen seiring dengan berkembangnya ilmu
usaha tani (farm management). Ilmu usaha tani adalah ilmu terapan yang
membahas atau mempelajari mengenai pembuatan atau pendayagunaan
sumberdaya secara efisien pada suatu usaha pertanian. Sesuai dengan
kelahiran ilmu usaha tani, kegiatan yang ditelaah pada umumnya berskala besar
dengan padat teknologi. Kegiatan usaha tani di Asia dipelopori oleh para
ahli Taiwanyang menerapkan pada skala usaha yang lebih kecil. Oleh karena
itu, walaupun usaha petani-petani Asia itu berskala kecil, tetapi prinsip-prinsip
bisnis telah diterapkan. Dalam kegiatan usaha ini ditandai dengan pendekatan
biaya, pendapatan, interaksi antara modal dan tenaga kerja (Prawirokusumo,
1990).
Pada perkembangan lebih lanjut, ilmu usaha tani lebih popular dengan
sebutan agribisnis (Baharsyah, 1993, Soekartawi, 1991). Menurut Arsyad, et
al (1985), agribisnis merupakan kesatuan kegiatan usaha yang meliputi
salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil,
dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti
luas. Berdasarkan batasan tersebut, ranah agribisnis dapat dikelompokkan
menjadi tiga yaitu
1.
kegiatan hulu - kegiatan usaha yang menyediakan/menghasilkan
sarana-prasarana bagi kegiatan pertanian
2.
kegiatan pertanian yang meliputi penyiapan lahan, bibit,
penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan;
3.
kegiatan hilir - kegiatan usaha yang menggunakan hasil pertanian
sebagai masukan/pengolahan hasil pertanian serta pemasaran dan
perdagangan.
Dalam pengertian yang lebih umum, kegiatan usaha pengolahan hasil
pertanian
dikenal
dengan
agroindustri,
yang
dipopulerkan
oleh Austin(1981). Menurut Austin,agroindustri adalah kegiatan usaha
yang memproses bahan nabati (berasal dari tanaman) atau hewani (berasal
atau dihasilkan dari/oleh hewan termasuk ikan) Proses yang
diterapkan mencakup perubahan dan pengawetan melalui perlakuan fisik
atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan, dan distribusi. Produk yang
dihasilkan dari agroindustri dapat merupakan produk akhir siap

dikonsumsi atau digunakan oleh manusia ataupun sebagai produk yang


merupakan bahan baku untuk industri lain.
Dalam kaitan dengan pembangunan suatu Negara agraris,
sepertiIndonesia, pembangunan agroindustri oleh para ahli diyakini sebagai fase
pertumbuhan yang dilalui untuk menuju ke tahapan industri.
B.

Lingkup Teknologi Pertanian


Pada uraian mengenai lingkup teknologi yang telah dijelaskan, selintas
telah disinggung mengenai arti teknologi pertanian, yaitu sebagai penerapan
dari ilmu-ilmu teknik kepada kegiatan Pertanian.
Secara lengkap dari aspek ranah keilmuan, teknologi pertanian
dapat diuraikan sebagai suatu penerapan prinsip-prinsip matematika dan
sains alam dalam rangka pendayagunaan secara ekonomis sumberdaya
pertanian dan sumberdaya alam untuk kepentingan kesejahteraan
manusia.
Soeprodjo (1994) waktu itu Sekretaris Konsorsium Ilmu Pertanian,
Dikti, Depdikbud memberikan definisi dari pendekatan falsafah teknologi
pertanian sebagai ilmu pengetahuan praktik-empirik yang bersifat
pragmatik finalistik, dilandasi pahan mekanistik-vitalistik dengan
penekanan pada obyek formal kerekayasaan dalam pembuatan dan
penerapan peralatan, bangunan lingkungan, sistem produksi serta
pengolahan dan pengamanan hasil produksi.
Pertanian sebagai suatu subsistem dalam kehidupan manusia bertujuan
untuk menghasilkan bahan nabati dan hewani termasuk biota akuatik (perairan)
dengan penggunaan sumberdaya alam dan perairan secara efektif dan efisien
dalam rangka untuk mencapai kesejahteraan hidup manusia dan kelestarian
daya dukung lingkungan. Obyek formal dari ilmu pertanian budidaya
reproduksi dalam focus 1) budidaya; 2) pemeliharaan; 3)pemungutan hasil dari
fauna dan flora; 4) peningkatan mutu hasil panen yang diperoleh; 5)
penanganan, pengolahan, dan pengamanan hasil; serta 6) pemasaran hasil. Oleh
karena itu, secara luas cakupan teknologi pertanian meliputi berbagai penerapan
ilmu teknik pada cakupan obyek formal, dari budidaya sampai
pemasaran. Berdasarkan pada obyek formal pertanian tersebut, dapat disusun
pemilahan teknologi pertanian, baik secara epistemologis ataupun penerapan
(aksiologis).
Berdasarkan pendekatan tersebut maka pemilahan dapat mencakup
teknologi pertanian yang aksiologisnya pada kegiatan penyiapan sumberdaya
(lahan untuk penanaman, kolam), budidaya, pemeliharaan sampai
pemanenan, Pilahan kedua, berfokus pada teknologi untuk penanganan,

pengolahan, dan pengamanan hasil. Kelompok ketiga merupakan teknologi


untuk kegiatan transportasi dan pemasaran hasil pertanian.
1.

Teknik Pertanian (agricultural engineering)


Pada pilihan pertama, masuk teknik pertanian, yang merupakan
pemahaman baru aspek teknik tentang bagaimana dan mengapa cara bekerjanya
berikut penjelasan secara ilmiah tentang manipulasi budidaya reproduksi
pertanian (sumberdaya hayati dan biofisik lingkungan). Terminologi teknik
pertanian
sebagai
padanan
agricultural
engineering
dikenalkan
di Indonesia pada paruh 1990-an, bersamaan dengan pengenalan dan
penggunaan traktor untuk program intensifikasi pertanian. Soeprodjo
(1994) membuat rumusan keilmuan mengenaiteknik pertanian sebagai
berikut; ilmu praktik-empirik yang bersifat pragmatik finalistik yang
dilandasi faham mekanistik vitalistik dalam penerapan produksi dan
pemanfaatan biomassa dengan menekankan pada obyek formal
kerekayasaan dalam pengadaan peralatan, bangunan pengendalian
lingkungan dan sistem produksi.
Bidang cakupan teknik pertanian antara lain sebagai berikut,
Alat dan mesin budidaya pertanian, mempelajari dan bergiat dalam
penggunaan , pemeliharaan, dan pengembangan alat dan mesin budidaya
pertanian.
Teknik tanah dan air, menelaah persoalan yang berhubungan dengan irigasi,
pengawetan dan pelestarian sumber tanah dan sumberdaya air.
Energi dan elektrifikasi pertanian, mencakup prinsip-prinsip teknologi
energi dan daya seta penerapannya untuk kegiatan pertanian.
Lingkungan dan bangunan pertanian, mencakup masalah yang berkaitan
dengan perancangan dan konstruksi bangunan khusus untuk keperluan
pertanian, termasuk unit penyimpanan tanaman dan peralatan, pusat pengolahan
dan sistem pengendalian iklim serta sesuai keadaan lingkungan.
Teknik pengolahan pangan dan hasil pertanian, penggunaan mesin untuk
menyiapkan hasil pertanian, baik untuk disimpan atau digunakan sebagai bahan
pangan atau penggunaan lain.
Perkembangan ilmu sistem pada tahun 1980-an memberikan imbas
pada bidang teknik pertanian, dengan berkemabangnya ranah sistem dan
manajemen mekanisasi pertanian, yang merupakan penerapan manajemen
dan analisis sistem untuk penerapan mekanisasi pertanian.
Penerapan ilmu sistem secara lebih khusus sangat menopang
perkembangan teknologi pertanian sebagai kegiatan industri, dalam
cabang/subspecies atau bahkan hibrida ilmu teknik sistem industri (industrial

system engineering), yang dikemudian hari menjadi landasan teknologi industri


pertanian (Mangunwidjaja, 1998).
Perkembangan berikutnya, pada abad ke-20 menuju abad ke-21 berkaitan
dengan ilmu komputasi, teknologi pembantu otak dan otot lewat sistem control,
sisem pakar, kecerdasan buatan (AI, artificial intelegency) berupa penerapan
robot pada sistem pertanian, menjadikan teknik pertanian berkembang menjadi
sistem teknik pertanian (agricultural systems engineering) dengan beberapa
cabang antara lain precission farming. Obyek formalnya sendiri yang berupa
kegiatan reproduksi flora dan fauna serta biota akuatik, didekati lebih luas
sebagai sistem hayati/biologis (biological systems) dengan orientasi pemecahan
masalah pertanian secara holistik dan kompleks dengan pendekatan
bersistem. Dalam pendekatan ini sumberdaya hayati berupa mikroba
(mikroorganisme) ikut dijadikan obyek formal dalam produksi dan peningkatan
biomassa. Di beberapa perguruan tinggi di Amerika Serikat dan Jepang,
program-program studi atau departemen yang dulu bernama Teknik Pertanian
kini berganti baju dengan nama Teknik Sistem Biologis (Biological System
Engineering).
2. Teknologi Hasil Pertanian
Sebagaimana pilihan pertama, pada kegiatan pascapanen dan
pengolahan hasil pertanian, juga tidak luput dari pengaruh perkembangan
ilmu-ilmu dasar dan ilmu teknik serta manajemen. Teknik kimia, dan pada
perkembangan selanjutnya teknik biokimia, menjadi landasan dari
teknologi pengolahan hasil pertanian atau teknologi proses, yang
mempelajari penerapan prinsip-prinsip kimia/biokimia, fisika dalam
penanganan, pengolahan, dan peningkatan nilai tambah hasil
pertanian. Hasil pertanian (nabati atau hewani) sebagai hasil olahan
sesuai penggunaannya dapat merupakan bahan pangan untuk dikonsumsi
langsung maupun bahan non-pangan yang digunakan untuk
bahan baku industri.
Bahan pangan sebagai salah satu kebutuhan primer manusia, sangat
intensif dijadikan kajian sebagai obyek formal ilmu teknik dan ditopang dengan
tuntunan industri, terutama di Negara maju. Kondisi ini melahirkan subspecies
atau bahkan hibrida dari teknologi proses, yaituteknologi pangan, yang
merupakan penerapan ilmu dasar (kimia, fisika, dan mikrobiologi) serta
prinsip-prinsip teknik (engineering), ekonomi dan manajemen pada
seluruh mata rantai penggarapan bahan pangan dari sejak dipanen sampai
menjadi hidangan (Anonim, 2003). Definisi lebih awal dikemukakan oleh
Livingstone dan Solberg (1978) yang mengemukakan teknologi pangan
merupakan penerapan ilmu dan teknik pada penelitian, produksi,

pengolahan,
distribusi,
penyimpanan
pangan
berikut
pemanfaatannya. Ilmu terapan yang menjadi landasan pengembangan
teknologi pangan, meliputi ilmu pangan, kimia pangan, mikrobiologi pangan,
fisika pangan, dan teknik proses.
Ilmu pangan merupakan penerapan dasar-dasar biologi, kimia, fisika dan
teknik dalam mempelajari sifat-sifat bahan pangan, penyebab kerusakan
pangan, dan prinsip-prinsip yang mendasari pengolahan Powrie (1977)
mendefinisikan ilmu pangan sebagai pengetahuan tentang sifat-sifat kimia,
fisika, structural, nutrisional, toksikologik, mikrobiologis, dan organoleptik dari
bahan pangan serta perubahan-perubahan yang terjadi selama penanganan
bahan mentah, pengolahan, pengawetan, dan penyimpanan.
Kimia pangan mencakup aspek dasar, penerapan, dan pengembangan
dalam penentuan komposisi kimiawi secara kualitatif dan kuantitatif dan
telaahan reaksi kimia/biokimia yang terjadi sejak bahan dipanen sampai siap
dikonsumsi.
Mikrobiologi pangan mencakup penelaahan mikroba yang berperan
dalam kerusakan, penanganan dan pengawetan bahan pangan, sanitasi,
penerapan mikrobiologi di industri serta aspek keamanan pangan (food
safety). Perkembangan bioteknologi yang pesat di tahun 1980-an menjadi
wahana yang sangat tepat bagi penerapannya di pangan dan dikenal sebagai
bioteknologi pangan yang memfokuskan pada penerapan bioproses untuk
produksi, pengawetan, atau peningkatan nilai tambah pangan.
Penelaahan tentang nutrisi pangan dan metabolisme yang terjadi pada
bahan pangan yang dikonsumsi oleh manusia menjadi cakupan gizi
pangan. Bidang ini juga mempelajari dan mengembangkan teknik evaluasi gizi
pangan secara in vivo maupun in vitro, evaluasi toksisitas, zat anti gizi alami,
seta bahan pangan dan upaya penanganannya.
3. Teknologi Industri Pertanian
Kegiatan hilir dari pertanian, berupa penanganan, pengolahan, dan
distribusi serta pemasaran yang semula secara sederhana tercakup dalam
teknologi hasil pertanian, berkembang menjadi lebih luas dengan pendekatan
dari sistem industri. Perkembangan ini sejalan dengan perkembangan disiplin
teknik industri (industrial engineering). Di Indonesia, teknik industri
berkembang pesat di paruh 1980-an, meskipun embrio teknik industri sejak
tahun 1958 telah dirintis sebagai bagian dari teknik mesin di ITB
(Taroepratjeka, 2001). Teknik industri sendiri pada perkembangannya menjadi
teknik sistem industri (industrial system engineering) yang diterapkan untuk
obyek formal kegiatan atau sistem agroindustri melahirkan teknologi industri
pertanian menjadi bidang ketiga pada lingkup teknologi pertanian. Teknologi

industri pertanian secara formal dijadikan kajian ilmiah dengan rintisan


pembukaan jurusan Teknologi Industri Pertanian, di Fakultas Teknoogi
Pertanian, IPB tahun 1981 (Anonim, 1983).
Kegiatan penanganan, pengolahan, distribusi, dan pemasaran hasil
pertanian dengan konsep peningkatan nilai tambah selanjutnya kita kenal
sebagai agroindustri. Dengan demikian, teknologi industri pertanian
didefinisikan sebagai disiplin ilmu terapan yang menitikberatkan kepada
perencanaan , perancangan, pengembangan, evaluasi suatu sistem terpadu
(meliputi manusia, bahan, informasi, peralatan dan energi) pada kegiatatan
agroindustri untuk mencapai kinerja (efisiensi dan efektivitas) yang
optimal. Sebagaimana ayah kandung-nya teknik proses dan teknik
industri, disiplin ini menerapkan matematika, fisika, kimia/biokimia, ilmuilmu social ekonomi, prinsip-prinsip dan metodologi dalam menganalisis
dan merancang agar mampu memperkirakan dan mengevaluasi hasil yang
diperoleh dari sistem terpadu agroindustri (Anonim, 1983, 1998).
Sebagai panduan dari dua disiplin, teknik proses dan teknik industri
dengan obyek formalnya adalah pendayagunaan hasil pertanian. Teknologi
industri pertanian memunyai sub-spesies/bidang kajian meliputi sebagai berikut;
Sistem teknologi proses industri pertanian, kegiatan yang berkaitan dengan
perancangan, instalasi, dan perbaikan suatu sistem terpadu yang terdiri atas
bahan, sumberdaya, peralatan, dan energi pada pabrik agroindustri
Manajemen industri, kajian yang berkaitan dengan perencanaan,
pengoperasian dan perbaikan suatu sistem terpadu (manusia, bahan,
sumberdaya, peralatan, energi) pada pemasalahan sistem usaha agroindustri.
Teknoekonomi agroindustri, kajian yang berkaitan dengan perencanaann
analisis dan perumusan kebijakan suatu sistem terpadu (manusia, bahan,
sumberdaya, peralatan, energi) pada permasalahan sector agroindustri.
Manajemen mutu, penerapan prinsip-prinsip manajemen (perencanaan,
penerapan, dan erbaikan) pada bahan (dasar, buku), sistem pemroses, produk,
dan lingkungan untuk mencapai taraf mutu yang ditetapkan.
Sebagai sub-spesies baru pada teknologi pertanian, teknologi industri
pertanian terus berkembang dengan tanpa lepas dari kemajuan ilmu lain,
terutama ilmu sistem, komputer, serta ilmu dasar, terutama biokimia yang
melandasi transformasi hasil pertanian menfadi produk bernilai tambah
tinggi. Demikian pula tuntutan pengembangan industri yang ramah lingkungan
serta produksi bersih (cleaner production) termasuk dalam kegiatan agroindustri
sebagai obyek formalnya dan meniscayakan perlunya aspek lingkungan
dijadikan gatra pada teknologi industri pertanian.

http://triyanto-agroindustri.blogspot.com/2010/10/ilmu-teknologi-danteknologi-pertanian.html

Anda mungkin juga menyukai