Anda di halaman 1dari 25

MATA KULIAH

DOSEN PENGAJAR

KELAS

: Epidemologi Penyakit Menular


: A. Arsunan Arsin, Prof. Dr. drg, M,Kes,
Nur Nasry Noor, Prof, Dr, MPH,
Dian Sidik Arsyad, SKM., M.KM.,
Jumriani Ansar, S.KM., M.Kes,
Indra Dwinata, SKM, MPH
: A

MAKALAH
Topik : "Vektor water borne disease"
Penyakit : Malaria
Wilayah : Indonesia

Disusun oleh Kelompok 1:


1. Meinarbagindo (k11110123)
2. Wawan Saputra (K11111304)
3. Machur Tunggal (K11113010)
4. Nur Azizah M (K11113014)
5. Nova Mauritha Sandewnan Rombe (K11113024)
6. Raini Urbanus (K11113031)
7. Andi Tenri (K11113041)
8. Charisma Saltan Butungan (K11113042)
9. Sitti Halifah (K111 13 045)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS HASANUDDIN
2015
1

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt, karena atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami
dapat

menyelesaikan tugas mata kuliah Epidemologi Penyakit Menular yang berupa

pembuatan makalah dengan topik vektor borne disease penyakit malaria di wilayah
Indonesia, dapat terselesaikan sebagaimana mestiya. Shalawat dan salam semoga tetap
tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, yang telah mengajarkan

ilmu dan

kebenaran bagi seluruh ummatnya.


Selanjutnya penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak pihak yang
telah membantu dalam

menyelesaikan makalah ini. Karena dengan bantuan yang telah

diberikan, volume keterbatasan wawasan, pengetahuan, pengalaman dan kemampuan yang


penyusun miliki dapat ternetralisirkan. Oleh karena itu, apabila banyak kesalahan dan
kekurangan dalam penyusunan makalah ini, penyusun dengan lapangnya menerima saran dan
kritik dari pembaca. Namun sebelumnya, penulis memohon maaf yang sebesar besarnya
atas semua kesalahan dan kekurangan yang mutlak hadir. Semoga makalah ini bermanfaat
dan berguna bagi pembaca.

Makassar, 28 Maret 2015

Penyusun

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Tujuan...................................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Etiologi.................................................................................................................... 4
B. Diagnosis................................................................................................................. 5
C. Cara Penularan ........................................................................................................ 7
D. Derajat Penyakit ..................................................................................................... 9
E. Pengobatan .............................................................................................................. 9
BAB III Gambaran Epidemologi Penyakit
A. Distribusi Penyakit Malaria di Indonesia
berdasarkan orang, tempat, dan waktu ................................................................... 11
B. Determinan / Faktor Resiko .................................................................................... 16
C. Strategi Penanggulangan......................................................................................... 18
BAB IV Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 21
B. Saran ....................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
3

Vektor Borne Disease merupakan penyakit yang ditularkan melalui vektor penyakit
yang sebagian atau seluruhnya perindukan hidupnya tergantung pada air misalnya Malaria,
Demam berdarah, Filariasis, Yellow fever, dan sebagainya. Indonesia sendiri dengan
adanya anomali cuaca ini penyebaran penyakit menular melalui water related insect vector
mechanism atau sejenis penyakit yang ditularkan oleh gigitan serangga yang berkembang
biak didalam air seperti penyakit DBD,malaria dan kaki gajah
Penyakit malaria merupakan salah satu momok kesehatan masyarakat yang sangat
penting di dunia. Penyakit ini penyebab utama terjadinya kematian dibanyak Negara
berkembang terutama pada anak-anak dan ibu hamil sebagai kelompok utama yang mudah
terinfeksi (Sembel, 2009). Malaria merupakan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk dan
menyerang 100 Negara dan 41% penduduk di dunia dalam kelompok yang beresiko
(Achmadi, 2008). Malaria menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas setiap
tahunnya (Rathnam, 2007).
Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang masih
menjadi perhatian global. Salah satu target pencapaian dari delapan target pencapaian
Millennium Development Goals (MDGs) di tahun 2015 adalah memberantas HIV/AIDS,
Malaria dan penyakit lainnya. Target penurunan beban kasus malaria mencapai 75% di
tahun 2015 menurut The World Health Assembly (WHO, 2014).
Beberapa faktor determinan penyakit malaria adalah host (pejamu) yaitu manusia
sebagai host intermediate dan nyamuk Anopheles sebagai host definitive, agent
(plasmodium) dan lingkungan sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk. Faktor host
agent dan environment memiliki peran yang besar terhadap tingkat kepadatan nyamuk
yang berpengaruh pada kejadian malaria yang terjadi (Depkes, 1999).
Diperkirakan 51% kematian akibat penyakit infeksi di dunia disebabkan oleh tiga
penyakit utama yang dikenal sebagai the big three, yaitu tuberkulosis, HIV/AIDS dan
malaria. Ketiga penyakit tersebut menyebabkan lebih dari 500 juta morbiditas dan lebih
dari 5 juta mortalitas di dunia setiap tahun. Sisanya yaitu masing-masing sebanyak 20%
disebabkan oleh sekelompok penyakit yang disebut neglected tropical diseases (NTD) dan
29% disebabkan oleh infeksi lain. Di antara penyakit infeksi tersebut, ternyata hingga saat
ini penyakit parasitik terkesan kurang mendapat perhatian dari masyarakat. Hal itu
mungkin karena umumnya penyakit parasitik bersifat kronis dan tidak mengancam jiwa,
sehingga masyarakat umum bahkan tenaga kesehatan, termasuk dokter juga cenderung
mengabaikannya.

Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P (K), MARS,
DTM&H, DTCE mengatakan Indonesia merupakan wilayah endemik untuk beberapa
penyakit yang perkembangannya terkait dengan pertumbuhan vektor pada lingkungan,
misalnya Malaria. Kondisi iklim yang mulai berubah sangat berpengaruh terhadap
berkembangnya vektor penyebab penyakit di suatu daerah. Hal ini akan diperkuat dengan
melemahnya daya tahan tubuh manusia. Bukti ilmiah yang diperoleh hingga saat ini
banyak menunjukkan bahwa variabilitas dan perubahan iklim dapat berpengaruh terhadap
epidemiologi penyakit yang ditularkan oleh vektor (vector-borne disease), air (waterborne disease) dan udara (air-borne disease).
Menurut Musito 2010-2011, malaria adalah penyakit infeksi parasit utama di dunia
yang mengenai hampir 170 juta orang tiap tahunnya. Penyakit ini juga berjangkit di
hampir 103 negara, terutama negara-negara di daerah tropik pada ketinggian antara 4003.000 dari permukaan laut (dpl) dengan kelembaban tidak kurang dari 60%.
Pemanasan iklim global terutama di daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia
akan meningkatkan kelembaban udara yang tinggi lebih dari 60% dan merupakan keadaan
dan tempat hidup yang ideal untuk perkembang-biakan nyamuk anopheles sebagai vektor
penyakit malaria.
Kelembaban udara yang tinggi ini menyebabkan terjadi imigrasi tempat perindukan
dan habitat vektor penyakit menularnya nyamuk anopheles dari daerah subtropis ke daerah
tropis sehingga terjadi peningkatan populasi nyamuk vektor penyakit malaria.
Berikut peta distribusi wilayah rentan terkait rinsiden di 21 Kabupaten/Kota di
Indonesia, antara lain Provinsi Sumatera Barat (Kota Padang, Kabupaten Padang,
Kabupaten Agam, Kabupaten Padang Panjang), Provinsi DKI Jakarta (Kota Jakarta Pusat
dan Jakarta Utara), Provinsi Banten (Kota Tanggerang dan Kabupaten Tanggerang),
Provinsi Jawa Timur (Kota Surabaya, Kota Malang, Kabupaten Malang, Kabupaten
Sumenep, Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Banyuwangi), Provinsi Bali (Kota
Denpasar, Kabupaten Badung dan Kabupaten Karang Asem), serta Provinsi Kalimantan
Tengah (Kota Palangkaraya, Kabupaten Muara Teweh, Kabupaten Kotawaringin Barat dan
Kabupaten Kotawaringin Timur).
Oleh karena hal tersebut, perlu di lakukan kajian dan model kerentanan penyakit
malaria, guna meningkatkan kesiap-siagaan terhadap kecenderungan peningkatan kasus
malaria akibat perubahan iklim yang secara langsung
berkembangnya vektor penyebab penyakit.
B. Tujuan

berpengaruh terhadap

Adapun tujuan umum dalam pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui
epidemologi penyakit malaria di Indonesia serta merumuskan suatu teknik kesiap-siagaan
masyarakat terhadap kecenderungan peningkatan kasus malaria.
Kemudian tujuan khusus pembuatan makalah yakni sebagai bahan dan proses
penambahan wawasan dan ilmu pengetahuan mahasiswa mengenai vektor water borne
disease berupa penyakit malaria di Indonesia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Etiologi
a. Vektor Borne Disease
Vektor Borne Disease merupakan penularan penyakit melalui

vektor yang

menggunakan air sebagai tempat berkembangbiaknya. Contoh penyakit


4

yang

ditularkan melalui vektor yang hidupnya bergantung pada air ini seperti malaria oleh
vektor nyamuk Anopheles, demam berdarah oleh vektor nyamuk Aedes Aegypti.
Air dapat berperan sebagai sarang insekta yang menyebarkan penyakit pada
masyarakat. Insekta tersebut disebut juga sebagai vektor penyakit yang dapat
mengandung berbagai jenis penyebab penyakit. Penyebab penyakit di dalam tubuh
vektor, dapat berubah bentuk, berubah fase pertumbuhan ataupun bertambah banyak,
atau tidak mengalami perubahan apapun. Vektor yang bersarang di air dan umumnya
penting di Indonesia adalah nyamuk dari berbagai genus/spesies. Salah satu jenis vektor
penyakit yang tinggal di air seperti malaria (disebabkan protozoa Plasmodium dengan
vektor nyamuk).
b. Malaria
Kata malaria berasal dari bahasa Italia "mal" yang artinya buruk dan "Aria" yang
artinya udara, sehingga malaria berarti udara buruk. Malaria adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh parasit Plasmodium sp yang hidup dan berkembang biak dalam
sel darah merah manusia.
Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari
genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles dengan
gambaran penyakit berupa demam yang sering periodik, anemia, pembesaran limpa dan
berbagai kumpulan gejala oleh karena pengaruhnya pada beberapa organ misalnya otak,
hati dan ginjal. (Prabowo, 2004)
Penyebab penyakit malaria adalah parasit malaria, suatu protozoa dari genus
Plasmodium. Sampai saat ini di Indonesia dikenal 4 jenis spesies plasmodium penyebab
malaria pada manusia, yaitu (Depkes, 2005):
1) Plasmodium falciparum, penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan
malaria yang berat (malaria serebral dengan kematian).
2) Plasmodium vivax, penyebab malaria tertiana.
3) Plasmodium malariae, penyebab malaria quartana
4) Plasmodium ovale, menyebabkan malaria ovale tetapi jenis ini jarang dijumpai.
Penyakit malaria hingga kini masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat dunia yang utama. Malaria menyebar di berbagai negara, terutama di
kawasan Asia, Afrika,dan Amerika Latin. Di berbagai negara, malaria bukan hanya

permasalahan kesehatan semata. Malaria telah menjadi masalah sosial-ekonomi, seperti


kerugian ekonomi, kemiskinan dan keterbelakangan.
B. Diagnosis
Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesis yang tepat dari penderita tentang
asal penderita apakah dari daerah endemic malaria, riwayat berpergian ke daerah malaria,
riwayat pengobatan kuratif maupun preventif. Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik,
pemeriksaan darah tepi untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan pada saat penderita
demam akan meningkatkan ditemukannya parasit. Adapun pemeriksaan darah yang dapat
dilakukan melalui:
1. Preparat Tetes Darah Tebal
Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah
cukup banyak untuk menemukan parasit malaria dibandingkan preparat darah tipis.
2. Preparat Tetes Darah Tipis
Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium jika dengan preparat darah tebal
sulit ditemukan
Diagnosis Laboratorium Malaria
1. Pemeriksaan mikroskopis:
a. Cara pembutan sediaan darah tebal (untuk malaria)
1-2 tetes darah segar yang diambil dari bintang diteteskan pada slide yang
bersih, tetesan darah dilebarkan sampai menggerakan kaca secara berputar, sampai
menjadi sediaan darah dengan diameter 2 cm, tanpa terjadi pembentukan fibrin.
Kemudian kering udara dan bebas dari debu. Sediaan darah tebal tidak boleh
dipanaskan karena akan meninfeksi sel darah merah. Sebelum dipulas sediaan darah
tebal harus dihemolisiskan terlebih dahulu dengan aquades sampai hemoglobin
hilang, kemudian langsung dipulas. (Hadidjaja, 1994).
b. Cara pembuatan sediaan darah apus
Bagian yang akan ditusuk dengan jarum dibersihkan terlebih dahulu dengan
kapas alcohol 70%. Darah yang keluar dari luka tusukan diteteskan pada ujung kaca
yang sudah bersih dan bebas lemak (kaca benda1). Pada tepi tetesan darah tersebut
diletakan tepi kaca benda lainnya ( kaca benda II ) dengan membentuk sudut 30-40
C, sehinnga darah akan menyebar disepanjang tepi kaca benda II. Bila darah telah
menyebar rata, maka kaca benda II didorong sepanjang kaca benda I, sehingga
terbentuk darah tipis dan rata dengan ujungnya berbrntuk lidah. Apusan darah
dikeringkan, kemudian difiksasi dengan metilalkohol 100% selama 1 menit.
c. Cara pembuatan sediaan darah kombinasi apus dan tebal
Untuk surfai di lapangan, ternyata lebih praktis bila dibuat sediaan darah apus
dan tebal pada satu kaca benda. Yang perlu diperhatikan dalam sediaan kombinasi
darah ini adalah :
a) Sediaan darah tebal harus sudah kering sebelum dipulas
6

b) Hanya bgian sediaan darah apus yang difiksasi dengan metilalkohol 100%
sebelum dipulas.
Cara memulas sediaan darah dengan pulasan geimsa :
Sediaan darah apus yang sudah difiksasi dilarutkan dengan larutan buffer pH
7,2 sampai larutan menutupi seluruh permukaan sediaan darah.Lama pemulasan
adalah 25-30 menit. Kemudian darah dicuci dengan air mengalir sehingga larutan
geimsa turut mengalir dengan air. Dengan demikian tidak ada sisa zat warna yang
mengendap pada sediaan darah. Cara mencuci sediaan darah ini penting demi
memperoleh sediaan darah yang bersih tanpa ada kotoran dan endapan geimsa yang
mengganggu pemeriksaan. (Hadidjaja, 1994)
2. Teknik mikroskopis lain
Berbagai jenis upaya telah dilakukan untuk meningkatan sensitivitas teknik
mikroskopis yang konvensional, diantaranya Teknik QBC (Quantitavie Buffy Coat )
dengan pulasan jingga akridin ( acridine orange ) yang berfluoresensi dengan
pemeriksaan mikroskop flouresen merupakan salah satu usaha ini, tetapi masih belum
dapat digunakan secara luas seperti pemeriksaan sediaan darah tebal dengan pulasan
Geimsa menggunakan mikroskop cahya biasa. Teknik Kawamoto, merupakan
modifikasi teknik pulasan jingga akridin dan diperiksa dengan mikroskop cahaya yang
diberi lampu halogen. ( Suhintam, 2003 )
3. Metode lain tanpa mikroskop
Beberapa metode untuk mendeteksi parasit malaria tanpa menggunakan
mikroskop telah dikembangkan dengan maksud untuk mendeteksi parasit lebih baik
daripada dengan mikroskop cahaya. Metode ini mendeteksi protein atau asam nukleat
yang berasal dari parasit. Teknik dip-stick : mendeteksi secara imuno-enzimatik suatu
protein kaya histidine II yang spesifik parasit (immuno enzymmatic detection of the
parasite spesifik histodine rich protein II). Tes spesifik untuk plasmodium falciparum
telah dicoba pada beberapa negara,antara lain diindonesia. Tes ini sederhana dan cepat
karena dapat dilakukan dalam waktu 10 menit dan dapat dilakukan secara massal.
Selain itu, dapat dilakukan oleh petugas yang tidak terampil dan memerlukan sedikit
latihan. Alatmya sederhana, kecil dan tidak memerlukan aliran listrik. (Sandjaja,
2007)
C. Cara Penularan
Penularan malaria kebanyakan berlangsung secara alamiah, yaitu melalui gigitan
nyamuk Anopheles betina. ( Sutisna Putu, 2004 ) Penyebaran malaria dapat dikurangi
dengan menghalang gigitan nyamuk melalui kelambu nyamuk dan penghalang serangga
atau melalui langkah pengawalan nyamuk seperti menyembur racun serangga dalam
7

rumah dan mengeringkan kawasan air berakung dimana nyamuk bertelur. (Celestinus
Eigya Munthe,2001)
Siklus hidup semua spesies parasit malaria pada manusia adalah sama, yaitu
mengalami stadium-stadium yang berpindah dari vektor nyamuk ke manusia dan kembali
ke nyamuk lagi. Siklus hidup tersebut terdiri dari siklus seksual (sporogoni) yang
berlangsung pada nyamuk Anopheles spp. betina, dan siklus aseksual yang berlangsung
pada manusia yang terdiri dari fase eritrosit (erythrocytic schizogony) dan fase yang
berlangsung di dalam parenkim sel hepar (exo- erythrocytic schizogony).
1. Siklus pada manusia
Pada saat nyamuk Anopheles spp. betina yang infektif menghisap darah manusia,
sporozoit yang berada di dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran
darah selama lebih kurang 30 menit. Setelah itu, sporozoit akan masuk ke dalam sel
hepar dan menjadi trophozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang
terdiri dari 10,000 30,000 merozoit hati (tergantung spesiesnya). Siklus ini disebut
sebagai siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih dua minggu. Pada
P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi
skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dormant yang disebut hipnozoit. Hipnozoit
tersebut dapat tinggal di dalam sel heti selama berbulan-bulan samapi bertahun-tahun.
Pada suatu saat, bila imunutas tubuh menurun, hipnozoit ini akan kembali aktif dan
menimbulkan kekambuhan (relaps).
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam
peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit
tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8 30 merozoit, tergantung
spesisnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit
yang terinfeksi oleh skizon akan pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel
darah

merah

lainnya.

Siklus

ini

dikenal

sebagai

silkus

eritrositer.

Setelah 2 3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah
merah akan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina).
2. Siklus pada nyamuk Anopheles spp. betina.
Apabila nyamuk Anopheles spp betina menghisap darah yang mengandung
gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina akan melakukan
pembuahan menjadi zigot. Zigot kemudian akan berkembang menjadi ookinet
kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk,
ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat
infektif dan siap ditularkan ke manusia.
Gambar siklus Hidup Plasmodium Spp :
8

Sumber : Tropical Medicine and http//www.dpd.cdc.gov/dpdx

D. Derajat Penyakit
Masa inkubasi malaria atau waktu antara gigitan nyamuk dan munculnya gejala
klinis sekitar 7-14 hari untuk P. falciparum, 8-14 hari untukP. vivax dan P. ovale, dan 7-30
hari untuk P. malariae. Masa inkubasi ini dapat memanjang antara 8-10 bulan terutama
pada beberapa strain P. vivax di daerah tropis. Pada infeksi melalui transfusi darah, masa
inkubasi tergantung pada jumlah parasit yang masuk dan biasanya singkat tetapi mungkin
sampai 2 bulan. Dosis pengobatan yang tidak adekuat seperti pemberian profilaksis yang
tidak tepat dapat menyebabkan memanjangnya masa inkubasi.6 P. falciparum, salah satu
organisme penyebab malaria, merupakan jenis yang paling berbahaya dibandingkan
dengan jenis plasmodium lain yang menginfeksi manusia, yaitu P. vivax, P. malariae, dan
P. ovale. Saat ini, P. falciparum merupakan salah satu spesies penyebab malaria yang
paling banyak diteliti. Hal tersebut karena spesies ini banyak menyebabkan angka
kesakitan dan kematian pada manusia.
9

E. Pengobatan
Secara global WHO telah menetapkan dipakainya obat ACT (Artemisinin base
Combination Therapy). Golongan artemisinin (ART) telah dipilih sebagai obat utama
karena efektif dalam mengatasi plasmodium yang resisten dengan pengobatan. Selain itu
juga bekerja membunuh plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosit. Juga
efektif juga terhadap semua spesies P. falciparum, P. vivax maupun lainnya.
Golongan Artemisinin
Berasal dari tanaman Artemisia annua. L yang disebut dalam bahasa Cina sebagai
Qinghaosu. Obat ini termasuk dalam kelompok seskuiterpen lakton mempunyai beberapa
formula seperti : artemisin, artemeter, asam artelinik, dan dihidroartemisin. Beberapa obat
golongan Artemisin ialah:
1) Artesunat
Hari ke-I: 2 mg/KgBB, 2x sehari, hari ke-II-V: dosis tunggal.
2) Artemeter
4 mg/kg dibagi 2 dosis hari ke-I, 2 mg/kg/hari untuk 6 hari
3) Artemisinin
20 mg/kgBB dibagi 2 dosis pada hari ke-I, 10 mg/kg untuk 6 hari.
Pengobatan ACT (Artemisin base Combination Therapy)
Pengobatan artemisin secara monoterapi akan mengakibatkan terjadinya rekrudesensi.
Karenanya

WHO

memberikan

petunjuk

penggunaan

artemisninin

dengan

mengkombinasikan dengan obat antimalaria yang lain, dan hal ini disebut ACT (Artemisin
base Combination Therapy). Kombinasi ini berupa kombinasi dosis tetap (fixed dose) dan
kombinasi dosis tidak tetap (non-fixed dose).
Dari kombinasi yang tersedia di Indonesia saat ini ialah kombinasi dan artesunat +
amodiakuin dengan nama dagang Artesdiaquine atau Artesumoon. Dosis orang dewasa
yaitu artesunate (50mg/tablet) 200mg pada hari I-III (4 tablet). Untuk Amodiaquine (200
mg/tablet) yaitu 3 tablet hari I dan II dan 1 tablet hari ke-III.
Sedangkan ACT kombinasi tidak tetap, misalnya:
Artesunate + mefloquine
Artesunate + amodiaquine
Artesunate + kloroquine
Artesunate + pyronaridine
Artecom + Primaquine
Obat Non-ACT
Walaupun resistensi terhadap obat-obat standar golongan non ACT telah dilaporkan
dari seluruh propinsi di Indonesia, beberapa daerah masih cukup efektif baik terhadap
klorokuin maupun sulfadoksin pirimetamin (kegagalan masih kurang 25%). Di beberapa
daerah menggunakan obat standar seperti klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin masih
dapat digunakan dengan pengawasan terhadap respon pengobatan. Obat non-ACT antara
lain:
1) Kloroquin difosfat/Sulfat
10

Dosis 25mg basa/kgBB untuk 3 hari, terbagi 10 mg/kgBB hari I dan hari II, 5 mg
/kgBB pada hari III.
2) Kina Sulfat
1 tablet 220 mg, dosis 3 x 10 mg/kg BB selama 7 hari, dapat dipakai untuk P.
Falciparum maupun P. Vivax.
3) Primakuin
1 tablet 15 mg, dipakai untuk pengobatan pelengkap atau radikal terhadap P. Falciparum
dan P. Vivax. Pada P. Falciparum dosisnya 45 mg (3 tablet) dosis tunggal untuk
membunuh gamet, sedangkan untuk P. Vivax dosisnya 15 mg/hari selama 14 hari yaitu
membunuh gamet dan hipnozoit.
4) Sulfadoksin-Pirimetamin
1 tablet mengandung 500 mg sulfadoksin dan 25 pirimetamin, dosis orang dewasa ialah
3 tablet dosis tunggal.
BAB III
Gambaran Epidemologi Penyakit
A. Distribusi Penyakit Malaria di Indonesia berdasarkan orang, tempat, dan waktu
Malaria merupakan salah satu indikator dari target Pembangunan Milenium
(MDGs), dimana ditargetkan untuk menghentikan penyebaran dan mengurangi kejadian
insiden malaria pada tahun 2015 yang dilihat dari indikator menurunnya angka kesakitan
dan angka kematian akibat malaria. Global Malaria Programme (GMP) menyatakan
bahwa malaria merupakan penyakit yang harus terus menerus dilakukan pengamatan,
monitoring dan evaluasi, serta diperlukan formulasi kebijakan dan strategi yang tepat.
Di Indonesia malaria ditemukan tersebar luas pada semua pulau dengan derajar dan
berat infeksi yang bervariasi. Menurut data yang berkembang hampir separuh dari
populasi Indonesia bertempat tinggal di daerah endemik malaria dan diperkirakan ada 30
juta kasus malaria setiap tahunnya. Kejadian tersebut disebabkan adanya permasalahanpermasalahan tekhnis seperti pembangunan yang tidak berwawasan kesehatan lingkungan,
mobilitas penduduk dari daerah endemis malaria, adanya resistensi nyamuk vektor
terhadap insektisida yang digunakan dan juga resistensi obat malaria makin meluas.
Keadaan malaria di daerah endemik tidak sama. Derajat endemisitas dapat diukur
dengan berbagai cara seperti angka limpa, angka parasit, dan angka sporozoit, yang
disebut angka malariometri. Sifat malaria juga dapat dari satu daerah ke daerah lain, yang
tergantung pada beberapa faktor, yaitu : parasit yang terdapat pada pengandung parasit,
manusia yang rentan, nyamuk yang dapat menjadi vektor, dan lingkungan yang dapat
menunjang kelangsungan hidup masing-masing. Plasmodium vivax mempunyai wilayah
11

penyebaran paling luas, dari wilayah beriklim dingin, subtropik, sampai wilayah beriklim
tropis. Plasmodium falcifarum jarang ditemukan di wilayah beriklim dingin, tetapi paling
sering ditemukan pada wilayah beriklim tropis. Wilayah penyebaran Plasmodium malariae
mirip dengan penyebaran Plasmodium falcifarum, tetapi Plasmodiummalariae jauh lebih
jarang ditemukan, dengan distribusi yang sporadik. Dari semua spesies Plasmodium
manusia, Plasmodium ovale paling jarang ditemukan di wilayahwilayah Afrika beriklim
tropis, dan sekali-sekali ditemukan di kawasan Pasifik Barat.
Di Indonesia, secara umum spesies yang paling sering ditemukan adalah
Plasmodium falcifarum dan Plasmodium vivax, Plasmodium malariae jarang ditemukan di
Indonesia bagian timur, sedangkan Plasmodium ovale lebih jarang lagi. Penemuannya
pernah dilaporkan dari Flores, Timor dan Irian Jaya.
STRATIFIKASI MALARIA
Upaya penanggulangan penyakit malaria di Indonesia sejak tahun 2007 dapat
dipantau dengan menggunakan indikator Annual Parasite Incidence (API). Hal ini
sehubungan dengan kebijakan Kementerian Kesehatan mengenai penggunaan satu
indikator untuk mengukur angka kejadian malaria, yaitu dengan API. Pada tahun 2007
kebijakan ini mensyaratkan bahwa setiap kasus malaria harus dibuktikan dengan hasil
pemeriksaan sediaan darah dan semua kasus positif harus diobati dengan pengobatan
kombinasi berbasis artemisinin atau ACT (Artemisinin-based Combination Therapies)

Sumber: Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009 dalam Kemenkes RI, 2011
Gambar 3.2. Stratifikasi Malaria Tahun 2009

12

Gambar di atas (3.2) Penyakit malaria masih ditemukan di seluruh provinsi di


Indonesia. Berdasarkan API, dilakukan stratifikasi wilayah dimana Indonesia bagian
Timur masuk dalam stratifikasi malaria tinggi, stratifikasi sedang di beberapa wilayah di
Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera sedangkan di Jawa-Bali masuk dalam stratifikasi
rendah, meskipun masih terdapat desa/fokus malaria tinggi.

Sumber: Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009 dalam Kemenkes RI, 2011
Grafik 3.1. API per 100.000 Penduduk per Provinsi, 2008

API dari tahun 20082009 menurun dari 2,47 per 1000 penduduk menjadi 1,85 per
1000 penduduk. Bila dilihat per provinsi dari tahun 2008 2009 provinsi dengan API yang
tertinggi adalah Papua Barat, NTT dan Papua terdapat 12 provinsi yang diatas angka API
nasional.
Dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 pengendalian
malaria merupakan salah satu penyakit yang ditargetkan untuk menurunkan angka
kesakitannya dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk. Dari gambar diatas angka kesakitan
malaria (API) tahun 2009 adalah 1,85 per 1000 penduduk, sehingga masih harus dilakukan
13

upaya efektif untuk menurunkan angka kesakitan 0,85 per 1000 penduduk dalam waktu 4
tahun, agar target Rencana Strategis Kesehatan Tahun 2014 tercapai.
Dari tahun 2006 sampai 2009 kejadian luar biasa (KLB) selalu terjadi di pulau
Kalimantan walaupun kabupaten/ kota yang terjangkit berbeda-beda tiap tahun. Pada
tahun 2009, KLB dilaporkan terjadi di pulau Jawa (Jawa Tengah, Jawa Timur dan Banten),
Kalimantan (Kalimantan Selatan), Sulaswesi (Sulawesi Barat), Nangroe Aceh Darussalam
(NAD) dan Sumatera (Sumatera Barat dan Lampung) dengan jumlah total penderita
sebanyak 1.869 orang dengan jumlah kematian sebanyak 11 orang.
Menurut data statistik rumah sakit, angka kematian (CFR) penderita yang
disebabkan malaria untuk semua kelompok umur menurun drastis dari tahun 2004 ke
tahun 2006 (dari 10,61% menjadi 1,34%). Namun dari tahun 2006 sampai tahun 2009
CFR cenderung meningkat hingga lebih dua kali lipat. Hal ini perlu menjadi perhatian dan
dilakukan evaluasi agar dapat diketahui penyebab meningkatnya angka kematian dan
dilakukan upaya pencegahannya.

Sumber: Ditjen Bina Pelayanan Medik Depkes, RI, 2009 dalam Kemenkes, 2011
Di tahun 2009, ada sekitar 900-an orang Indonesia yang meninggal karena malaria,
dengan penggunaan ACT angkanya turun menjadi sekitar 400 di 2010 atau turun sebesar
50 persen, kemudian jumlah yang meninggal menjadi hanya sekitar 100 di tahun
2011."Ada peningkatan penggunaan obat yang baik sehingga angka kematian dapat
diturunkan secara tajam," katanya.
Prevalensi malaria berdasarkan Riskesdas 2010 diperoleh dalam bentuk point
prevalence. Point prevalence menunjukan proporsi orang di populasi yang terkena
penyakit pada waktu tertentu. Data malaria dikumpulkan dengan dua cara yaitu
14

wawancara terstruktur menggunakan kuesioner dan pemeriksaan darah menggunakan


dipstick (Rapid Diagnostic Test/RDT). Besarnya sampel untuk pemeriksaan RDT yang
merupakan subsampel dari sampel Kesehatan masyarakat adalah sejumlah 75.192 dan
yang dapat dianalisis adalah 72.105 (95,9%).
Dari hasil Riskesdas diperoleh Point prevalence malaria adalah 0,6%, namun hal
ini tidak menggambarkan kondisi malaria secara keseluruhan dalam satu tahun karena
setiap wilayah dapat mempunyai masa-masa puncak (pola 67 epidemiologi) kasus yang
berbeda-beda. Spesies parasit malaria yang paling banyak ditemukan adalah Plasmodium
falciparum (86,4%) sedangkan sisanya adalah Plasmodium vivax dan campuran antara P.
falciparum dan P. Vivax. Namun data sebaran parasit perwilayah tidak diperoleh, sehingga
tidak dapat diketahui jenis parasit yang dominan per suatu wilayah.
Sumber: Riskesdas, 2010
Diagram 3.2. Penyebaran Plasmodium

Menurut karakteristik umur, point prevalence paling tinggi adalah pada umur
5-9 tahun (0,9%), kemudian pada kelompok umur 1-4 tahun (0,8%) dan paling rendah
pada umur <1 tahun (0,3%). Sedangkan menurut period prevalence, prevalens paling
tinggi adalah pada kelompok umur >15 tahun (10,8%), nomor dua paling tinggi pada
kelompok umur 1-4 tahun (10,7%) dan paling rendah tetap pada umur <1 tahun
(8,2%). Dari data diatas tampak kecenderungan kelompok yang berisiko tinggi
terkena malaria bergeser dari usia >15 tahun ke usia 1-4 tahun. Oleh karena itu perlu
intervensi pencegahan malaria pada usia 1-4 tahun, memperkuat promosi anak
dibawah lima tahun tidur dibawah kelambu berinsektisida serta menyediakan obat
malaria yang sesuai dengan umur balita.
Untuk karakteristik jenis kelamin, tempat tinggal, pendidikan dan pekerjaan,
point prevalensi dan period prevalensi hampir sama. Pada point prevalensi, prevalensi
pada laki-laki sama dengan perempuan (0,6%), di perdesaan (0,8%) dua kali
prevalensi di perkotaan (0,4%). Kelompok pendidikan tidak tamat SD (0,7%) dan
tidak pernah sekolah (0,8%) merupakan dua kelompok yang paling tinggi
prevalensinya dan kelompok tamat PT merupakan kelompok yang paling rendah
15

prevalensinya (0,2%). Kelompok sekolah dan petani/nelayan/ buruh merupakan


kelompok pekerjaan yang tertinggi prevalensinya (masing-masing 0,7%) sedangkan
yang paling rendah adalah Pegawai/TNI/POLRI (0,3%).

16

B. Determinan / Faktor Resiko


Dalam determinan / faktor resiko penyakit malaria, terdapat tiga pihak yang
memegang peran utama, yaitu nyamuk Anopheles sp, parasit malaria (plasmodium), dan
manusia. Dari ketiga pihak yang telah disebutkan, manusia adalah pihak yang paling
dirugikan. Karena manusia tidak memiliki kesiap-siagaan terhadap serangan nyamuk
anopheles yang membawa plasmodium.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penularan penyakit
malaria mulai terdesak atau mengalami penurunan, akan tetapi masih terdapat daerahdaerah yang endemis malaria yang perlu dituntaskan. Sehingga masyarakat perlu tahu dan
paham mengenai penyakit malaria khususnya mengenai tiga determinan yang
bertanggung jawab terhadap penularan malaria.
Berikut penjelasan ketiga determinan / faktor resiko penyakit malaria:
1. Nyamuk Anopheles
Kehadiran nyamuk Anopheles sebagai vektor yang membawa plasmodium
menyebabkan manusia terkena malaria. Penularan penyakit malaria terjadi pada
manusia dikarenakan gigitan nyamuk Anopheles betina pada manusia untuk
mendapatkan nutrisi darah untuk perkembangan tlur-telurnya agar keturunannya dapat
berlanjut.
Pada dasarnya, tanpa kehadiran plasmodium didalam tubuh nyamuk, nyamuk
Anopheles hanya menimbulkan kebisingan di telinga dan sedikit rasa gatal akibat
gigitannya dan akan tetap bertahan hidup meskipun tanpa atau dengan ditumpangi leh
plasmodium.
2. Parasit Malaria (Plasmodium)
Parasit malaria (plasmodium) yang menjadi penyebab timbulnya penyakit malaria
hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Terdapat empat spesies
plasmodium, yakni Plasmodium falciparum, vivax, malariae dan ovale yang
menimbulkan penyakit malaria dengan karakteristik yang berbeda.
Plasmodium sangat membutuhkan nyamuk dan manusia untuk melanjutkan siklus
hidupnya. Keunikan Plasmodium adalah separuh siklus hidupnya ada di dalam tubuh
nyamuk (invertebrate host), yang kita kenal dengan fase sporogonik atau ekstrinsik
mulai dari tahap gametocyte sampai sporozoit. Kemudian separuh siklusnya lagi
berada dalam tubuh manusia (vertebrate host) mulai dari sporozoit yang melalui dua
tahapan yaitu di luar sel darah merah (liver) yang dikenal dengan nama siklus
eksoeritrositer dan di dalam sel darah merah (siklus eritrostrer) untuk menjadi
gametocyte yang siap masuk dalam tubuh nyamuk guna menyelesaikan siklus
hidupnya.
17

Masa paling rawan dalam siklus hidup Plasmodium sebenarnya saat berada di
dalam tubuh nyamuk Anopheles karena amat dipengaruhi suhu ambien udara dan
kelembaban. Makin panas perkembangan makin cepat. Demikian pula umur nyamuk
amat berpengaruh. Plasmodium butuh waktu 10-18 hari untuk menyelesaikan siklus
dalam tubuh nyamuk. Jika nyamuknya mati lebih dulu, maka siklus pun terhenti.
Berikut siklus hidup plasmodium di dalam tubuh manusia dan nyamuk :

Siklus Hidup Plasmodium, CDC Atlanta


3. Manusia
Telah disebutkan bahwa dari ketiga pihak utama determinan penyakit malaria,
manusia adalah pihak yang paling dirugikan. Karena dengan digigitnya manusia oleh
nyamuk Anopheles yang membawa plasmodium didalam tubuhnya, manusia tidak
hanya menuai rasa gatal saja, akan tetapi biaya dan nyawa manusia bisa menjadi
taruhannya. Oleh sebab itu manusia harus berupaya keras untuk membunuh nyamuk
dan berobat bila terkena malaria.
Untuk mencegah gigitan sekaligus membunuh nyamuk, manusia bisa
menggunakan kelambu (berinsektisida). Tempat perindukan nyamuk bisa dibasmi
dengan bergotong-royong. Dibandingkan HIV/AIDS dan TB Paru maka Malaria
sebenarnya dapat disembuhkan dalam 3 hari. Di daerah endemis sudah disiapkan Pos

18

Malaria Desa. Puskesmas sudah siap dengan obat kombinasi Artemisinin yang cespleng.
C. Strategi Penanggulangan
a) Pencegahan Malaria
Pencegahan Primer
Tindakan terhadap manusia
a. Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang harus diberikan
kepada setiap pelancong atau petugas yang akan bekerja di daerah endemis.
Materi utama edukasi adalah mengajarkan tentang cara penularan malaria,
risiko terkena malaria, dan yang terpenting pengenalan tentang gejala dan
tanda malaria, pengobatan malaria, pengetahuan tentang upaya menghilangkan
tempat perindukan.
b. Melakukan kegiatan

sistem

kewaspadaan

dini,

dengan

memberikan

penyuluhan pada masyarakat tentang cara pencegahan malaria.


c. Proteksi pribadi, seseorang seharusnya menghindari dari gigtan nyamuk
dengan menggunakan pakaian lengkap, tidur menggunakan kelambu,
memakai obat penolak nyamuk, dan menghindari untuk mengunjungi lokasi
yang rawan malaria.
d. Modifikasi perilaku berupa mengurangi aktivitas di luar rumah mulai senja
sampai subuh di saat nyamuk anopheles umumnya mengigit.

Pencegahan Sekunder
a. Pencarian penderita malaria
Pencarian secara aktif melalui skrining yaitu dengan penemuan dini penderita
malaria dengan dilakukan pengambilan slide darah dan konfirmasi diagnosis
(mikroskopis dan /atau RDT (Rapid Diagnosis Test)) dan secara pasif dengan
cara malakukan pencatatan dan pelaporan kunjungan kasus malaria.
b. Diagnosa dini
Gejala Klinis Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesis yang tepat dari
penderita tentang keluhan utama (demam, menggigil, berkeringat dan dapat
disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal),
riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemis
malaria, riwayat tinggal di daerah endemis malaria, riwayat sakit malaria,
riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir, riwayat mendapat transfusi
darah. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan fisik berupa :
c. Pemeriksaan Laboratorium
19

Pencegahan Tertier
a.

akibat lanjut dari komplikasi malaria


Kematian pada malaria pada umumnya disebabkan oleh malaria berat
karena infeksi P. falciparum. Manifestasi malaria berat dapat bervariasi dari
kelainan kesadaran sampai gangguan fungsi organ tertentu dan gangguan
metabolisme. Prinsip penanganan malaria berat:
-Pemberian obat malaria yang efektif sedini mungkin
-Penanganan kegagalan organ seperti tindakan dialisis terhadap gangguan
fungsi ginjal, pemasangan ventilator pada gagal napas.
-Tindakan suportif berupa pemberian cairan serta pemantauan tanda vital
untuk mencegah memburuknya fungsi organ vital.

b. Rehabilitasi mental/ psikologis


Pemulihan kondisi penderita malaria,memberikan dukungan moril
kepada penderita dan keluarga di dalam pemulihan dari penyakit malaria,
melaksanakan rujukan pada penderita yang memerlukan pelayanan tingkat
lanjut.
b) Pengobatan Malaria
Berbeda

dengan

penyakit-penyakit

yang

lain,

malaria

tidak

dapat

disembuhkan meskipun apat diobati untuk menghilangkan gejala-gejala penyakit.


Malaria menjadi penyakit yang sangat berbahaya karena parasit dapat tinggal dalam
tubuh manusia seumur hidup. Sejak 1638, malaria diobati dengan ekstrak kulit
tanaman cinchona. bahan ini sangat beracun tetapi dapat menekan pertumbuhan
protozoa dalam darah. Saat ini ada tiga jenis obat anti malaria, yaitu Chloroquine,
Doxycyline, dan Melfoquine. Tanpa pengobatan yang tepat akan dapat mengakibatkan
kematian penderita. Pengobatan harus dilakukan 24 jam sesudah terlihat adanya
gejala.
Pengobatan spesifik untuk semua tipe malaria:

Pengobatan untuk mereka yang terinfeksi malaria adalah dengan menggunakan


chloroquine terhadap P. falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale yang
masih sensitif terhadap obat tersebut.

Untuk pengobatan darurat bagi orang dewasa yang terinfeksi malaria dengan
komplikasi berat atau untuk orang yang tidak memungkinkan diberikan obat
peroral dapat diberikan obat Quinine dihydrochloride.
20

Untuk infeksi malaria P. falciparum yang didapat di daerah dimana ditemukan


strain yang resisten terhadap chloroquine, pengobatan dilakukan dengan
memberikan quinine.

Untuk pengobatan infeksi malaria P. vivax yang terjadi di Papua New Guinea
atau Irian Jaya (Indonesia) digunakan mefloquine.

Untuk mencegah adanya infeksi ulang karena digigit nyamuk yang


mengandung malaria P. vivax dan P. ovale berikan pengobatan dengan
primaquine. Primaquine tidak dianjurkan pemberiannya bagi orang yang
terkena infeksi malaria bukan oleh gigitan nyamuk (sebagai contoh karena
transfusi darah) oleh karena dengan cara penularan infeksi malaria seperti ini
tidak ada fase hati.

BAB IV
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Di Indonesia sampai saat ini penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat. Angka kesakitan penyakit ini masih cukup tinggi, terutama di daerah
Indonesia bagian timur. Di daerah trasmigrasi dimana terdapat campuran penduduk yang
berasal dari daerah yang endemis dan tidak endemis malaria, di daerah endemis malaria
21

masih sering terjadi letusan kejadian luar biasa (KLB) malaria Oleh karena kejadian luar
biasa ini menyebabkan insiden rate penyakit malaria masih tinggi di daerah tersebut. 3
Indonesia merupakan salah satu negara yang masih tergolong berisiko malaria serta sering
mengalami kejadian luar biasa (KLB).
Dewasa ini upaya pemberantasan penyakit malaria dilakukan melalui, pemberantasan
vektor penyebab malaria (nyamuk Anopheles) dan dilanjutkan dengan melakukan
pengobatan kepada mereka yang diduga menderita malaria atau pengobatan juga sangat
perlu diberikan pada penderita malaria yang terbukti positif secara laboratorium.
B. Saran
Masyarakat dan pihak terkait sebaiknya aktif dalam kegiatan gebrak malaria sebagai upaya
pencegahan dan pemberantasan penyakit malaria, memelihara tempa-tempat yang mudah
bagi nyamuk malaria untuk mengurangi populasi larva dan nyamuk Anopheles, melakukan
pemetaan tempat perindukan nyamuk untuk perencanaan pengendalian vektor malaria
serta peluasan area penelitian pada kondisi geografis yang berbeda. Pemberantasan
malaria perlu disesuaikan dengan kondisi setempat, termasuk mengetahui jenis nyamuk
Anopheles, melalui survei vektor. Pembukaan daerah-daerah baru untuk pemukiman perlu
mempertimbang-kan aspek-aspek terjangkit penyakit.

DAFTAR PUSTAKA
Hakim,

Lukman.

2011.

Malaria

Epidemiologi

dan

Diagnosis.

http://lukman@litbang.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 27 Maret 2015


Hasyim, Hamzah, dkk. 2014. Determinan Kejadian Malaria di Wilayah Endemis.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 8

22

Hiswani.

2004.

Gambaran

Penyakit

dan

Vektor

Malaria

Di

Indonesia.

http://repository.usu.ac.id. Diakses pada tanggal 28 Maret 2015


http://ejournal.litbang.depkes.go.id
NN.2012. Tentang Malaria http://repository.usu.ac.id. Diakses pada tanggal 27 Maret
21015
Prof Andi Arsunan Arsin. 2012. Malaria di Indonesia. http://repository.unhas.ac.id.
Diakses pada tanggal 27 Maret 2015
Wahju, Teguh Sardjino. Strategi Penanggulangan dan Pencegahan Penyakit Parasitik di
Masyarakat. http://kgm.bappenas.go.id. Diakses pada tanggal 27 Maret 2015

23

Anda mungkin juga menyukai