Jama'Ah Tabligh (Agama Mimpi), Karya TGK Alizar Usman, S.ag, M. Hum
Jama'Ah Tabligh (Agama Mimpi), Karya TGK Alizar Usman, S.ag, M. Hum
(AGAMA MIMPI)
O
L
E
H
Kata Pengantar
Alhamdulillah, kebesaran dan keagungan-Mu membuat kami selalu ingin
berteduh dan berlindung di bawah naungan-MU, hingga tetesan kekuatan yang
Engkau cipratkan membuat kami mampu menyisir huruf-huruf dan kalimat yang
tertuang dalam buku ini. Shalawat dan salam semoga Allah aturkan kepada cahaya
maksum yang ajarannya tetap bisa terjaga hingga hari ini.
Tulisan yang berjudul, Jamaah Tablig (Agama Mimpi) ini merupakan
jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang muncul ditengah masyarakat yang
banyak bertanya-tanya mengenai gerakan keagamaan ini. Mudah-mudahan risalah ini
bermanfaat sebagai bahan informasi berguna untuk ummat.
Terima kasih pada semua pihak, para ulama dan guru-guru kami yang dengan
susah payah menggembleng kami memberikan ilmu pengetahuan agama sehingga apa
yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu.
Wassalam, terima kasih
Tapaktuan,
Pebruari 2011
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I Jamaah Tabligh dan Latar Belakangnya..................................4
A. Kelahiran Maulana Muhammad Ilyas, Pendiri Jamaah tabligh...........4
B. Masa Kecil dan Pendidikan Maulana Muhd. Ilyas..............................4
C. Guru-Guru Maulana Muhammad Ilyas.................................................5
D. Meninggal Dunia...................................................................................6
E. Kelahiran Jamaah Tabligh....................................................................6
F. Jamaah Tanpa Nama.............................................................................7
G. Enan Prinsip Dakwah Jamaah Tabligh................................................7
H. Kitab-Kitab Pegangan Jamaah Tabligh................................................8
I. Tokoh-Tokoh Jamaah Tabligh..............................................................9
BAB II, Kekeliruan-Kekeliruan Jamaah Tabligh...............................11
Masalah 1 (Khuruj Berdasarkan Penafsiran al-Quran Melalui mimpi....11
Masalah 2 (Perbuatan Dosa Besar mengakibatkan Seseorang menjadi Kafir)..........29
Masalah 3, (Anti Kekuasaan Negara)......................................................30
Masalah 4, (Menuduh Para Anbiya Melakukan Dosa Besar)..................32
Masalah 5, (Menyatakan Bersyukur dengan Sikap Berpura-pura)..........34
Masalah 6, (Tidak Boleh membenci Aliran-Aliran Sesat)......................34
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP PENULIS
BAB I.
5 Maulana Manzhur Numani, Mutiara Hikmah Ulama Ahli Dakwah, Pustaka Ramadhan, Bandung,
Hal. 70
6 Ali Nadwi, Riwayat Hidup dan Usaha Dakwah Maulana Muhammad Ilyas, (Terj. oleh Masrokhan
Ahmad) Ash-Shaff. Yogyakarta, Hal 13-14
Seterusnya jamaah tersebut bergerak dari satu rute ke rute lainnya. Inilah awal
berdirinya gerakan Jamaah Tabligh.8
F. Jamaah Tanpa Nama
Sebenarnya Maulana Muhammad Ilyas sewaktu memulai usaha jamaah ini tidak
memberi sebuah nama sebagaimana lazimnya sebuah jamaah. Karena jamaah ini
penekanannya lebih kepada tabligh, maka dunia Internasional menyebut dengan nama
Jamaah Tabligh. Namun di Indonesia nama jamaah tabligh terjadi perbedaan
menurut daerah. Di Nusa Tenggara Barat ada yang menyebut dengan nama Jamaah
Kompor karena sering menjinjing kompor dalam perjalanan khuruj. Di Aceh ada
yang menyebutnya Awak Majeulih Taklem (Kelompok Majelis Taklim) karena sering
mengajak masyarakat mendengar pembacaan taklim Kitab Fadhailul Amal. Ada juga
yang memanggil jamaah ini awak meukupiah puteh atau awak meujanggot.
Penyebutan dengan nama dua terakhir ini karena para jamaah menyenangi memakai
peci putih (di Aceh sering disebut peci haji, karena biasanya orang yang baru pulang
haji kerap memakai peci ini) dan memelihara jenggot sebagai usaha mengikuti
Sunnah Nabi SAW. Untuk kawasan Medan, Jamaah sering dipanggil dengan
Jamaah Jalan Gajah, karena markaz perhimpunan jamaah terletak pada mesjid kecil
di jalan Gajah Medan. Warga Jakarta dan Pulau Jawa menyebut jamaah ini dengan
Jamaah Mesjid Kebun Jeruk. Mesjid yang beralamat di Jalan Hayam Wuruk No. 83
Jakarta Pusat merupakan pusat Jamaah Tabligh di Jakarta dan sekitarnya.9
Dari sekian banyak nama-nama yang menjadi panggilan para jamaah, nampaknya
nama Jamaah Tabligh merupakan nama yang terpopuler dan dianggap resmi baik
oleh para jamaah sendiri maupun orang luar jamaah.
G. Enam Prinsip Yang Harus Digunakan Jamaah Tabligh dalam Dakwahnya
Enam prinsip tersebut adalah :
Pertama
:memasukkan
hakikat
kalimat
thaiyibah
Laa
ilaha
illallah
Muhammadurrasulullah
Kedua
8 Ibid, Hal. 42
9 H. Miswar Sulaiman, Menuju Jalan Sunnah Rasulullah SAW, Pengenalan Awal Jamaah Tabligh,
Yayasan PeNA, Banda Aceh, Hal. 7-10
Ketiga
Keempat
Kelima
Keenam
5. Riwayat Hidup dan Usaha Dakwah Maulana Muhammad Ilyas, karangan Sayyed
Abu Hasan Ali Nadwi, dengan terjemahannya dalam Bahasa Indonesia. Buku ini
menceritakan riwayat hidup Syekh Maulana Muhammmad Ilyas, pendidikan dan
perjalanan hidupnya dalam usaha membentuk dan mengembangkan Jamaah
Tabligh
6. Satu-satunya Cara Memperbaiki Kemerosotan Umat Islam di Zaman ini,
karangan Syekh Maulana Istihyamulhasan (Dicetak Dalam Kitab dengan
Himpunan Fadhailul Amal karangan Syekh Zakariyya al-Kandahlawi)
7. Otobiografi Kisah-Kisah Kehidupan Syaikhul Hadits Maulana Zakariyya alKandhalawi, Karangan Maulana Zakariyya al- Kandhalawi,
8.
hubungan yang sangat dekat dengan Syekh Rasyid Ahmad, seorang pembaharu
pengikut Wahabi, bahkan menganggapnya sebagai mursyidnya. Berkata Maulana
Zakariyya:
.dan teman akrab ayah saya, Syaikh mursyid saya, yaitu Syaikh Rasyid
Ahmad rah.a., yang jika ditulis segala kebaikan dan keutamaannya, tentu
memerlukan sebuah buku yang cukup tebal.11
5. Maulana Manzhur Numani, Seorang tokoh Jamaah Tabligh yang sangat dekat
dengan Maulana Muhammad Ilyas. Beliau ini salah seorang anggota pengurus
Rabithah Alam Islami, sering menyertai Maulana Muhammad Ilyas saat khuruj
fisabilillah. Beliau menyusun buku Malfudhat Hazhrat Maulana Muhammad
Ilyas. Buku sudah diterjemah dalam Bahasa Indonesia dengan judul Mutiara
Hikmah Ulama Ahli Dakwah.
6. Abul Hasan Ali Nadwi, sering bersama Maulana Ilyas. Beliau mengarang buku
antara lain Riwayat hidup Maulana Muhammad Ilyas. Menurut Manzhur
Numani, Abul Hasan Ali Nadwi mempunyai hubungan khusus dengan Maulana
Muhammad Ilyas, karena ada hubungan yang erat dalam usaha agama dan
dakwah antara keluarga Maulana Ilyas dengan keluarga Abul Hasan Ali Nadwi.
7. Syekh Muhammad Saad al-Kandhalawi, cucu dari Maulana Muhammad Yusuf.
Beliau telah melakukan penyempurnaan buku Khuruj fi Sabilillah Menurut AlQuran dan Al-Hadits, karangan kakeknya, Maulana Muhamammad Yusuf
10
B AB II
KEKELIRUAN-KEKELIRUAN JAMAAH TABLIGH
Masalah 1
Maulana Muhammad Ilyas dalam menetapkan metode gerakan Jamaah
Tabligh menggunakan dalil al-Quran dengan penafsirannya berdasarkan mimpi. Hal
ini dikeahui sebagaimana pernyataannya dalam kitabnya, Malfudhat :
Ketahuilah ! Aku menemukan jalan bertabligh ini melalui mimpi dan Allah SWT
juga mengajariku dalam mimpi penafsiran ayat :
Artinya : Kamu sekalian merupakan sebaik-baik ummat yang diutuskan untuk
manusia. Engkau menyuruh kepada kebaikan dan melarang segala
kemungkaran dan beriman kepada Allah(Q.S. Ali Imran :110)
Menurut Maulana Muhammad Ilyas firman Allah SWT lafadh ukhrijat
menunjukkan bahwa dakwah ini tidak akan terlaksana dan sempurna apabila cara
penyampaiannya hanya menetap pada suatu tempat saja, tetapi harus dilaksanakan
keluar dari daerah sendiri. Kemudian Muhammad Ilyas menambahkan, bahwa yang
dimaksud dengan sebaik-baik umat pada ayat tersebut adalah bangsa Arab, yaitu dia
sendiri dan yang dimaksud dengan manusia yang menjadi sasaran dakwah adalah
bangsa bukan Arab. Karena mengenai bangsa Arab sudah ada ayat :
dan ayat
yang maksudnya adalah mengenai hidayah orang Arab sudah ada kejelasannya dan
tidak perlu menjadi beban pikiran bagimu. Sedangkan lafazh menunjukan
11
kepada bahwa keimanan itu akan terus bertambah dengan melaksanakan amar maruf
dan nahi mungkar.12
Berdasarkan pernyataan Muhammad Ilyas di atas, dapat dinyatakan di sini
bahwa penafsiran ayat di atas menurut pendiri Jamaah Tabligh ini, kurang lebih
sebagai berikut
Kalian orang-orang Arab (termasuk Muhammad Ilyas sendiri, karena beliau ini
menurut catatan adalah keturunan Abubakar Siddiq) adalah sebaik-baik umat yang
melaksanakan amar maruf dan nahi mungkar kepada bangsa bukan Arab. Dengan
melaksanakan amar maruf dan nahi mungkar tersebut kamu akan mendapatkan
kemajuan keimananmu..
Selanjutnya Muhammad Ilyas dalam mimpinya mendapat bisikan bahwa
dakwah untuk Bangsa Arab tidak perlu dihiraukan berdasar dalil Q.S. Al-Ghasyiah :
22 dan .Al-Anam : 107 di atas. Keterangan bahwa Muhammad Ilyas mendapatkan
penafsiran al-Quran melalui mimpi juga dapat diketahui dari pengakuan salah
seorang pembela Jamaah Tabligh, Mulwi Ahmad Harun Al-Rasyid, yaitu :
Rasulullah SAW sendiri menjelaskan tentang pembagian mimpi yang hanya tiga.
Maka, tidak mungkin mimpi Maulana Muhammad Ilyas yang berisi penjelasan
tentang ayat al-Quran dan metode dakwah ini hanya sekedar bawaan dari apa
yang beliau pikirkan, apalagi berasal dari setan.13
Lebih lanjut pengertian dakwah ala Jamaah Tabligh dapat disimak dari
pernyataan Maulana Muhammad Ilyas pada kali yang lain sebagaimana kutipan Abul
Hasan Ali Nadwy salah seorang yang sangat dekat dan pengikut setia Maulana
Muhammad Ilyas,
Sesungguhnya masyarakat Mewat (kelompok masyarakat yang pertama sekali
masuk dalam Jamaah Tabligh, pen.) tidak mungkin dapat merasakan nikmatnya
agama dan lezatnya iman, kecuali apabila mereka sanggup mengabdikan sepenuh
hati dalam usaha menggalakkan manusia agar meninggalkan kampungnya selama
empat bulan, bergerak dari satu negeri kenegeri lainnya untuk menyampaikan
12 Mansur Numani, Malfudhat, (Terjemahan kedalam Bahasa Melayu oleh Humayun Chowdhury),
Pustaka Timur, Trengganu, Malaysia, Hal. 40-42, dan lihat Syaikh Ahmad Syihabuddin, Kasyf alSyubhah,(terjemahan oleh Syaikh Hasanul Basry HG), Hal.4.
12
agama dan bahkan menjadikan usaha dakwah ini sebagai bagian yang tak
terpisahkan dari kehidupan mereka.14
Dalam upaya membenarkan penafsirannya terhadap ayat Q.S. Ali Imran : 110
dengan berdasarkan mimpi sebagaimana tersebut di atas, Muhammad Ilyas mengutip
hadits Nabi SAW yang berbunyi :
Mimpi adalah satu perempat puluh enam dari pada nubuwah (kenabian) 15
Timbul pertanyaan :
1. Bolehkah berhujjah dengan menggunakan dalil mimpi dalam menafsirkan Alquran dan penetapan hukum?
2. bagaimanakah tafsir Q.S. Ali Imran : 110 menurut ahli tafsir yang muktabar di
kalangan Ahlussunnah wal Jamaah ?
3. Bagaimanakah penafsiran hadits Nabi mimpi adalah satu perempat puluh enam
dari pada nubuwah (kenabian) menurut tafsir yang muktabar ?
Analisis
1. Jawaban pertanyaan pertama
Dalam khazanah sejarah penggalian hukum Islam tidak pernah dikenal
penetapan suatu hukum atau penafsiran ayat Al-Quran berdasarkan mimpi, mulai
dari sahabat Nabi sampai dengan sejarah imam-imam mujtahid. Manusia selain Nabi
adalah tidak mashum. Tidak ada jaminan mimpi seorang manusia selain Nabi tidak
dipengaruhi bisikan-bisikan syaithan. Hanya mimpi para Nabi merupakan kebenaran
sebagaimana mimpi Nabi Ibrahim diperintah Allah SWT menyembelih anaknya,
Ismail. 16
Allah berfirman dalam Al-Quran :
14 Abul Hasan Ali Nadwy, Riwayat Hidup dan Usaha Dakwah Maulana Muhammad Ilyas,
(terjemahan oleh Masrokhan Ahmad) Ash-Shaff, Yogyakarta Hal 54
13
17 Ahmad Shawy, Tafsir Shawy, Darul Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia Juz. IV, Hal 105
18 Ibnu Shalah, Fatawa Ibnu Shalah, Darul Hadits, Kairo, Hal. 135
19 Zarkasyi, Bahrul Muhizh, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. I, Hal. 49
20 Zarkasyi, Bahrul Muhizh, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. I, Hal. 49
14
4. Ketidakhujjahan mimpi juga dapat dipahami dari uraian Ibrahim Bajuri dalam
Hasyiah al-Bajury dalam menjawab isykal masalah penetapan azan dengan mimpi
Zaid bin Abdullah yang tersebut dalam riwayat Abu Daud dan Turmidzi.
Riwayat Abu Daud berbunyi :
.
"
"
.
" " "
Artinya :Abdullah bin Zaid berkata : Ketika Rasulullah SAW memerintah memukul
lonceng untuk mengumpulkan manusia untuk shalat, suatu malam dalam
tidurku aku bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang menenteng
sebuah lonceng. Aku dekati orang itu dan bertanya kepadanya : Hai
hamba Allah apakah kamu hendak menjual lonceng itu. Orang tersebut
malah bertanya," Untuk apa? Aku menjawabnya, "Bahwa dengan
membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil kaum muslim untuk
menunaikan shalat." Orang itu berkata lagi, "Maukah kau kuajari cara
yang lebih baik?" Dan aku menjawab "Ya!" Lalu dia berkata : Engkau
katakan : Allahu Akbar Allahu Akbar, Asyhadu alla ilaha illallah
Asyhadu alla ilaha illallah, Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah
Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, Hayya 'alash shalah Hayya
'alash shalah, Hayya 'alal falah Hayya 'alal falah, Allahu Akbar Allahu
Akbar La ilaha illallah. Ketika esoknya aku bangun, aku menemui
Muhammad SAW menceritakan perihal mimpi itu kepadanya, kemudian
Muhammad berkata, "Itu mimpi yang haq insya Allah. Berdirilah
disamping Bilal dan ajarilah dia bagaimana mengucapkan kalimat itu.
Dia harus mengumandangkan azan seperti itu dan dia memiliki suara
yang amat lantang." Lalu akupun melakukan hal itu bersama Bilal. Umar
bin Khatab r.a. yang lagi berada di rumahnya mendengar azan itu, maka
Umarpun keluar dengan menjulurkan ridanya, kemudian berkata : Demi
15
:
: :
." :
Artinya : Ketika pagi tiba, aku ( Abdullah bin Zaid) mendatangi Rasulullah SAW
dan menceritakan mimpiku. Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya ini
adalah mimpi yang haq. Maka lakukanlah bersama bilal, karena suara
Bilal lebih lantang dan nyaring darimu. Ajarilah dia apa yang dikatakan
kepadamu dan hendaklah Bilal melakukan azan dengannya. Manakala
mendengar azan Bilal untuk shalat, Umar bin Khatab keluar dengan
menjulurkan ridanya, menemui Rasulullah SAW dan berkata : Ya
Rasulullah, demi Tuhan yang mengutuskan engkau dengan kebenaran,
sesungguhnya aku telah melihat dalam mimpiku sama seperti yang
dikatakannya. Bersabda Rasulullah SAW : Bagi Allah pujian. Karena itu,
aku tetapkan demikian. (H.R. Turmidzi) 22
21 Abu Daud, Sunan Abu Daud, Darul Fikri, Beirut, Juz. I, Hal. 189, No. Hadits :
499
22 Turmidzi, Sunan al-Turmidzi, Thaha Putra, Semarang, Juz. I, Hal. 122, No.
Hadits : 189
23 Ibrahim al-Bajury, Hasyiah al-Bajury, al-Haramain, Singapura, Juz I, Hal. 160
16
Hal senada juga dapat dilihat dalam Kitab Ianatuthalibin.24 Pernyataan yang
lebih tegas lagi dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam mengomentari hadits di atas,
yakni :
Hal tersebut bukanlah pengamalan dengan semata-mata mimpi. Ini termasuk
sesuatu yang tidak diragukan dengan tanpa khilaf. 25
5.
17
18
Terjadi perbedaan pendapat ulama mengenai qaul tabiin. Menurut pendapat yang
shahih tidak menjadi hujjah. 30
2. Berkata Ahmad`Shawy :
Sumber tafsir adalah al-Kitab, al-Sunnah, atsar dan ahli fashahah dari orangorang Arab asli.31
3. Zarkasyi menjelaskan kepada kita bahwa ada empat sumber tafsir, yaitu naqal
(kutipan) dari Rasulullah SAW, perkataan sahabat, muthlaq lughat dan
muqtazhaa makna kalam dan muqtazhaa kekuatan syara. Penggunaan perkataan
sahabat adalah karena perkataan sahabat ditempatkan pada posisi marfu.
Sedangkan perkataan tabiin terjadi perbedaan ulama dalam menjadikannya
sebagai sumber tafsir. 32
Memperhatikan keterangan ulama di atas, kita bertanya-tanya, pedoman apa
yang dipergunakan oleh Maulana Muhammad Ilyas, pendiri Jamaah Tabligh ini
sehingga berani mentafsirkan suatu firman Allah berdasarkan mimpinya ?.
Sebagian pengikut Jamaah Tabligh (Mulwi Ahmad Harun Al-Rasyid) 33 dalam
membenarkan penafsiran al-Quran dengan mempedomani mimpi ini ada yang
mengutip pendapat Ibnu Daqiq al-Id yang dikutip oleh Zarkasyi dalam Kitab Bahrul
Muhizh, yaitu
Apabila perintahnya dengan sebuah perintah yang penetapannya pada waktu jaga
adalah sebaliknya, seperti perintah meninggalkan wajib atau perintah
meninggalkan sunat, maka tidak boleh mengamalkannya dan apabila perintah
dengan sesuatu yang tidak ada penetapan sebaliknya pada waktu jaga, maka
dianjurkan mengamalkannya.34
30 Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Dar al-Thaibah, Juz. I, Hal. 7 dan 10
31 Ahmad Shawy, Tafsir al-Shawy, Darul Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia,
Juzu I, Hal. 2
32 Zarkasyi, al_Burhan fi Ulum al-Quran, Darul Marifah, Beirut, Juz. II, Hal.
156-161
33 Mulwi Ahmad Harun Al-Rasyid, Meluruskan Kesalapahaman Terhadap Jaulah
(Jamaah Tabligh), Pustaka Haramain, Hal. 47
34 Zarkasyi, Bahrul Muhizh, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. I, Hal. 49
19
Argumentasi Mulwi Ahmad Harun Al-Rasyid ini kita bantah dengan beberapa
penjelasan, yaitu :
1. Pendapat Ibnu Daqiq al-Id ini adalah pendapat dhaif (wajh dhaif). Jadi tidak
dapat dijadikan hujjah dalam penetapan suatu hukum, apalagi sebagai pedoman
dalam menafsirkan al-Quran. Ini sesuai dengan keterangan pengarang Bahrul
Muhith sebelumnya pada halaman yang sama, yaitu :
Pendapat yang kuat adalah yang pertama, karena hukum tidak dapat
ditetapkan berdasarkan mimpi kecuali pada haq anbiya atau pengakuan
mereka.
2. Kalaupun kita berpedoman kepada pendapat Ibnu Daqiq al-Id di atas, maka
mimpi yang
bertentangan dengan ketetapan hukum yang wujud pada waktu jaga. Berdasarkan
uraian pada jawaban yang kedua setelah ini, jelas nampak bahwa tafsir Q.S. Ali
Imran :110 ala Muhammad Ilyas adalah bertentangan dengan tafsir yang
bersumber dari sahabat Nabi dan ketetapan hukum yang ditetapkan para ulama
muktabar di kalangan Ahlussunnah wal Jamaah. Oleh karena itu, kalaupun kita
membenarkan pendapat Ibnu Daqiq al-Id di atas, toh tetap tidak dapat
membenarkan tafsir mimpi ala Muhammad Ilyas tersebut
2. Jawaban pertanyaan kedua
Berikut penafsiran sahabat Nabi dan ulama-ulama tafsir mutabar dikalangan
Ahlusunnah wal Jamaah dan sering menjadi rujukan umat Islam, antara lain :
1. Nashiruddin Al-Baidhawy menafsirkan perkataan ayat 110, Q.S. Ali
Imran dengan maksudnya dimunculkan bagi manusia.35 Penafisiran
yang sama juga dapat kita lihat dalam Tafsir Jalalain karangan Jalaluddin Sayuthi
dan Jalaluddin Al-Mahalli.36
20
Makna
adalah sebaik-baik manusia untuk
39
manusia.
5. Abu Hurairah dalam menafsirkan makna Q.S. Ali Imran : 110 mengatakan:
Sebaik-baik manusia yang datang untuk manusia dengan merantai leher
manusia itu sehingga mereka masuk Islam.(H.R. Bukhari) 40
Berdasarkan beberapa buah tafsir yang
Dan firman Allah SWT :
yang dijadikan dalil oleh Muhammad Ilyas untuk mendukung penafsiran yang
didapati dari mimpi tentang Q.S. Ali-Imran : 110 di atas, penjelasannya adalah sebagi
berikut :
37 Al-Kazin, Tafsir al-Kazin, Juz I, Hal. 265
38 Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Dar al-Thaibah, Juz. II, Hal. 93
39 Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Dar al-Thaibah, Juz. II, Hal. 93
40 Bukhari, Shahih Bukhari, Dar Thauq al-Najh, Juz. VI, Hal. 37, No. Hadits : 4557
21
1.
,
Artinya : Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang
yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas
mereka. (Q.S. al-Ghasyiah : 21-22)
Dengan memperhatikan rangkaian ayatnya, kita dengan mudah dapat tahu
bahwa ayat ini memerintah kepada kepada Nabi Muhammad untuk memberi
peringatan, tetapi Nabi Muhammad bukanlah orang yang berkuasa memberikan
hidayah kepada mereka. Karena urusan memberi hidayah hanyalah urusan Allah
SWT. Jadi, bukan maksudnya, Nabi Muhammad tidak perlu mengurus atau peduli
urusan agama orang Arab. Apalagi kalau perkataan kamu dalam ayat tersebut
dimaksudkan sebagai Muhammad Ilyas sendiri, maka jelas penafsiran ini sangat
aneh dan sangat jauh dari maksud ayat tersebut, kecuali Muhammad Ilyas
berdasarkan mimpinya itu sudah mengangkat dirinya sebagai rasul, nauzubillah
min dzalik. Penjelasan penafsiran ayat ini sebagaimana penulis sebut di atas
sesuai dengan keterangan Ibnu Katsir, beliau dalam menafsirkan ayat tersebut
mengatakan :
22
(105 )
( 104)
( 106 )
(107)
Artinya : Sesungguhnya telah datang dari Tuhanmu bukti-bukti yang terang,
maka barangsiapa melihat (kebenaran itu), maka (manfaatnya) bagi
dirinya sendiri dan barangsiapa buta (tidak melihat kebenaran itu),
maka kemudharatannya kembali kepadanya dan aku (Muhammad)
sekali-kali bukanlah pemelihara(mu). Demikianlah Kami mengulangulangi ayat-ayat Kami supaya (orang-orang yang beriman mendapat
petunjuk) dan supaya orang-orang musyrik mengatakan: "Kamu telah
mempelajari ayat-ayat itu (dari ahli Kitab)", dan supaya Kami
menjelaskan Al Quran itu kepada orang-orang yang mengetahui.
Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu, tidak ada
Tuhan selain Dia dan berpalinglah dari orang-orang musyrik. Dan
kalau
Allah
menghendaki,
niscaya
mereka
tidak
mempersekutukan(Nya). dan kami tidak menjadikan kamu pemelihara
bagi mereka dan kamu sekali-kali bukanlah pemelihara bagi mereka.
(Q.S. al-Anam : 104-107)
Tidak dapat dipahami dari firman Allah Dan kamu sekali-kali bukanlah
pemelihara bagi mereka, bahwa urusan orang Arab bukan lagi tugas dakwah
Nabi SAW. Justru ayat tersebut memerintah kepada Rasulullah SAW untuk
menyampaikan ayat-ayat Tuhan kepada mereka, tetapi pada akhirnya hanya
Allahlah yang memberikan keimanan dan hidayah kepada setiap manusia. Oleh
karena itu, Rasulullah SAW tidak perlu memaksa mereka untuk beriman. Ayat ini
42Ahmad Shawy, Tafsir Shawy dan Tafsir al-Jalalain, Dar Ihya al-Kutub alArabiyah, Indonesia, Juz. IV, Hal. 313
43 Fath al-Rahman li Thalib ayat al-Quran, Maktabah Dahlan, Indonesia, Hal. 478
23
juga menurut Tafsir Jalalain sudah mansukh dengan turun ayat perintah perang
terhadap orang musyrik.
44
mengatakan :
Kamu bukan yang bertanggungjawab terhadap rezeki dan urusan mereka. Tidak
ada kewajiban atasmu kecuali menyampaikan dakwah.45
Q.S. al-Zumar : 41, berbunyi :
Artinya : Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk
manusia dengan membawa kebenaran; siapa yang mendapat petunjuk,
maka (petunjuk itu) untuk dirinya sendiri, dan siapa yang sesat maka
sesungguhnya dia semata-mata sesat buat (kerugian) dirinya sendiri,
dan kamu sekali-kali bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap
mereka.(Q.S. al-Zumar : 41)
Disebut dalam Tafsir al-Jalalain :
Dan kamu sekali-kali bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap
mereka, sehingga kamu memaksa mereka menerima hidayah. 46
Berkata al-Baidhawy :
Tidak dibebankan tanggungjawab kepadamu sehingga kamu perlu memaksa
mereka untuk menerima hidayah. Kamu hanya diperintahkan untuk
menyampaikan, sedangkan kamu sudah menyampaikan. 47
Dari penjelasan ini dapat dipahami bahwa ayat di atas hanya menjelaskan bahwa
Rasulullah tidak dapat memaksa mereka untuk beriman, tetapi yang dapat
membuat mereka beriman hanya Allah SWT. Ini bukan berarti Rasulullah SAW
tidak perlu melakukan dakwah terhadap mereka.
dan Q.S. Al-Syuraa : 6, berbunyi :
44 Jalalain, Tafsir al-Jalalain, dalam Tafsir al-Shawy, Dar Ihya al-Kutub alArabiyah, Indonesia, Juz. II, Hal. 37-38
45 Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Darul Thaibah, Juz. III, Hal. 314
46 Jalalain, Tafsir al-Jalalain, dalam Tafsir al-Shawy, Dar Ihya al-Kutub alArabiyah, Indonesia, Juz. III, Hal. 374
47 Baidhawy, Tafsir al-Baidhawy, Muassasah Syaban, Beirut, Juz. V, Hal. 29. lihat
juga Thabary, Tafsir al-Thabary, Muassasah Risalah, Juz. XXI, Hal. 297
24
Artinya : Dan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah,
Allah mengawasi (perbuatan) mereka dan kamu (Ya Muhammad)
bukanlah orang yang diserahi mengawasi mereka. (Al-Syuraa : 6)
Al-Jalalain mengatakan :
Kamu bukanlah orang yang menghasilkan sesuatu yang diharapkan dari
mereka. Tidak ada kewajiban atasmu kecuali menyampaikan saja.48
Ayat ini berdasarkan Qurthuby juga telah dimansukhkan dengan ayat perang. 49
3. Jawaban pertanyaan yang ketiga
Hadits yang di maksud pada pertanyaan ketiga ini, lafazhnya adalah
sebagaimana berikut :
.
Artinya : Mimpi orang mukmin adalah satu bagian dari empat puluh enam bagian
kenabian (H.R. Bukhari50 dan Muslim 51)
Hadits yang senada dengan di atas, antara lain :
1.
Hadits Muslim :
Artinya : Mimpi yang baik adalah satu bagian dari empat puluh enam bagian
kenabian(H.R. Muslim)52
2.
Hadits Muslim :
48 Jalalain, Tafsir al-Jalalain, Dalam Tafsir al-Shawy, Dar Ihya al-Kutub alArabiyah, Indonesia, Juz. IV, Hal. 32
49 Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, Dar Ali al-Kutub, Riyadh, Juz. XVI, Hal. 6
50 Bukhari, Shahih al-Bukhari, Dar Thauq an-Najh, Juz. IX, Hal 30, No. Hadits :
6988
51 Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Indonesia, Juz. IV, Hal. 1774,
No. Hadits : 2263
52 Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Indonesia, Juz. IV, Hal. 1774,
No. Hadits : 2263
25
Artinya : Mimpi laki-laki yang shaleh satu bagian dari empat puluh enam bagian
kenabian (H.R. Muslim)53
Untuk memahami hadits di atas secara benar, mari kita perhatikan penafsiran
para ulama mutabar di kalangan ahlusunnah, antara lain :
1. Menurut Zarkasyi empat puluh enam yang tersebut pada hadits di atas, semuanya
merupakan jalan untuk menghasilkan ilmu bagi para anbiya. Manusia lain tidak
sampai kepada ilmu tersebut kecuali melalui khabar (berita). Diantara contoh
jalan ilmu para anbiya itu adalah kalam binatang, kalam benda mati, wahyu dan
lain-lain. Mimpi yang benar termasuk dalam empat puluh enam tadi. 54 Jadi
menurut Zarkasyi, hadits ini membicarakan mimpi para Nabi, bukan mimpi
manusia selain Nabi. Oleh karena itu, mimpi para Nabi dapat dijadikan hujjah
dalam penetapan hukum, karena termasuk salah satu jalan kenabian, sedangkan
mimpi manusia biasa tidak dapat menjadi hujjah. Yang senada dengan pendapat
ini adalah pendapat al-Khuthaby, beliau berkata :
Hadits ini menguatkan urusan mimpi dan mentahqiqkan kedudukannya. Mimpi
itu satu bagian dari bagian-bagian kenabian adalah pada haq para anbiya,
bukan selain mereka. Karena para anbiya disampaikan wahyu kepada mereka
pada waktu bermimpi sebagaimana halnya pada waktu jaga.2155
2. Penafsiran lain dari hadits di atas dan yang senada dengannya, muncul dalam
konteks pemahaman perkataan al-busyraa pada Q.S. Yunus : 63-64, berbunyi :
( 63)
(64)
53Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Indonesia, Juz. IV, Hal. 1774,
No. Hadits : 2263
54 Zarkasyi, Bahrul Muhizh, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. I, Hal. 48
55 Syaikh Ihsan Muhammad Dahlan al-Jafsy al-Kidiry, Siraj al-Thalibin, alHaramain, Surabaya, Juz. I, Hal. 333
26
Artinya : Orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka
ada berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam
kehidupan} di akhirat. tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat
(janji-janji) Allah. yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.
(Q.S. Yunus : 63-64)
Ini dapat dilihat penjelasannya dalam Tafsir Ibnu Katsir,56 Tafsir Qurthuby57,
Tafsir Thabary
58
56 Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Dar al-Thaibah, Juz. IV, Hal. 280
57 Al-Qurthuby, Tafsir al-Qurthuby, Dar Alim al-Kutub, Saudi Arabiya, Juz. VIII,
Hal. 358
58 Thabary, Tafsir al-Thabary, Muassasah Risalah, Juz. XV, Hal. 124-140
59 Syaikh Ihsan Muhammad Dahlan al-Jafsy al-Kidiry, Siraj al-Thalibin, alHaramain, Surabaya, Juz. I, Hal. 332
27
Artinya : Ia adalah mimpi yang baik yang lihat oleh orang mukmin atau
yang perlihatkan kepadanya.(H.R. Turmidzi)60
2.
Artinya : Tidak tersisa dari kenabian kecuali mubsyiraat. Para sahabat
bertanya apa itu mubsyiraat?. Rasulullah mejawab: mimpi yang
baik. (H.R. Bukhari)61
Artinya : Mimpi itu ada tiga katagori, yaitu : ruya shalihah, yaitu kabar
gembira dari Allah, mimpi yang menyedihkan yang datang dari
syaithan dan mimpi karena obsesi seseorang.(H.R. Muslim 62 dan
Turmidzi 63)
Hadits ini juga menjelaskan bahwa mimpi yang dialami oleh seseorang ada
tiga katagori, yaitu :
1.
60 Sunan al-Turmidzi, Thaha Putra, Semarang, Juz. III, Hal. 365, No. 2377
61 Bukhari, Shahih Bukhari, Dar Thauq al-Najh, Juz. IX, Hal. 31, No. Hadits : 6990
62 Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Indonesia, Juz. IV, Hal. 1773,
No. Hadits : 2263
63 Turmidzi, Sunan al-Turmidzi, Thaha Putra, Semarang, Juz. III, Hal. 363, No.
2372
28
2.
3. mimpi karena obsesi seseorang. Artinya mimpi tersebut terjadi karena bawaan
pikiran pada waktu dia jaga.
Sesuai dengan pernyataan Muhammad Ilyas tentang mimpinya di bawah ini,
kita dapat menduga bahwa mimpi Muhammad Ilyas mengenai tafsir al-Quran Surat :
Ali Imran : 110 adalah termasuk dalam katagori mimpi karena bawaan pikiran. Jadi
bukan mimpi yang benar yang datang dari Allah SWT. Pernyataan Muhammad Ilyas
dimaksud adalah :
Kini, dalam mimpi saya, ilmu yang betul dicampakkan (liqa) kepada saya.
Oleh itu cubalah supaya tidur saya bertambah. (maksud, pada masa itu kerana
penyakit, tidur beliau telah berkurangan ; maka menurut mesyuarat dengan hekim
sahib dan doktor sahib saya telah memberi minyak di kepalanya yang mana tidurnya
telah bertambah) .
Ini merupakan kutipan dari Kitab Malfudhat karangan Mansur Numani yang
diterjemahkan dalam Bahasa Melayu (Malaysia).64 Untuk memudahkan memahami
kutipan di atas, berikut ini redaksi pernyataan Muhammad Ilyas tersebut yang dikutip
dari Kitab Malfudhat oleh pengarang Kasyful Syubhah yang diterjemahkan kedalam
Bahasa Indonesia oleh Syaikh H. Hasanoel Bashry HG, yakni :
Karena ini wahai para pengikutku yang setia usahakanlah tidur pemimpinmu
ini nyenyak dan nyaman. Apabila aku kurang tidur karena panas panggil dokter
dan orang pintar, pakailah minyak wangi pada kepalaku bila petunjuknya
demikian supaya lebih banyak tidurku. Ketahuilah ! aku menemukan jalan
64 Mansur Numani, Malfudhat, (Terjemahan kedalam Bahasa Melayu oleh
Humayun Chowdhury), Pustaka Timur, Trengganu, Malaysia, Hal. 40
29
bertabligh ini melalui mimpi dan Allah juga mengajariku dalam mimpi
penafsiran ayat..dst.65
Dari rangkaian pernyataan Muhammad Ilyas di atas, nampak jelas pada kita
bahwa Muhammad Ilyas sedang sangat terbebani oleh pikiran mencari inspirasi yang
dapat menjawab persoalan dakwah, bahkan Muhammad Ilyas sampai-sampai berucap :
Apabila aku kurang tidur karena panas panggil dokter dan orang pintar,
pakailah minyak wangi pada kepalaku bila petunjuknya demikian supaya lebih
banyak tidurku. Ketahuilah ! aku menemukan jalan bertabligh ini melalui
mimpi dst.
30
4.
Masalah 2
Dr. Abdul khaliq Firzada dalam bukunya, Maulana Muhammad Ilyas diantara
pengikut dan penentangnya,
31
syirik kepada Allah. Karena itu orang berbuat dosa besar dapat dianggap sebagai kafir
dan kekal dalam api neraka.69. Khawarij dalam mendefinisikan Iman, memahami
bahwa amalan jawarih (amalan dzahir anggota tubuh) itu sendiri adalah merupakan
iman. Sehingga kalau seseorang meninggalkan amalan dzahir, maka dia dapat
digolongkan kepada kafir. Golongan Muktazilah berprinsip, bahwa amalan dzahir
merupakan bagian dari iman, sehingga dosa besar itu dapat mengeluarkan seseorang
dari keimanan, namun menurut Muktazilah, keluar dari keimanan tidak dapat
menyebabkan seseorang menjadi kafir, tetapi statusnya diantara muslim dan kafir.
Kaum Ahlussunnah wal Jamaah golongan yang diredhai Allah berprinsip bahwa
seorang muslim yang berbuat dosa besar tetap dalam keimanannya dan dia tetap
dapat dianggap sebagai mukmin meskipun mukmin ashii, (orang beriman yang
berbuat maksiat yang dijanjikan Allah kena azab dalam neraka kelak kalau dia
meninggal dunia tidak sempat bertaubat). Pemahaman Ahlussunnah wal Jamaah ini
atas dasar bahwa amalan dzahir tidak termasuk dalam bagian iman.70
Prinsip Ahlussunnah wal Jamaah ini berdasarkan
1. firman Allah SWT,
Artinya : Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain syirik itu, bagi siapa yang
dikehendakinya. (An-Nisa : 48)
2. Sesungguhnya dalam hukum-hukum qishas, Allah telah menyebut bahwa
sipembunuh adalah saudara bagi siterbunuh. Firman Allah SWT :
32
Artinya : Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya,
hendaklah mengikuti dengan cara yang baik. (Al-Baqarah : 178)
Seandainya pembunuh yang terbuat telah berbuat dosa besar itu digolongkan
kepada kafir, tentu Allah tidak menyebutnya sebagai saudara bagi orang mukmin,
karena ukhuwah dan kasih sayang tidak akan terjadi melainkan bagi orang mukmin.
Pertanyaan selanjut adalah paham manakah yang diikuti oleh Muhammad
Ilyas ini ? mengikuti paham Muktazilah atau termasuk Khawarijkah ? wallahu alam
bishshawab. Yang jelas pemahaman tersebut bertentangan dengan paham Golongan
Ahlussunnah wal Jamaah.
Masalah 3
Maulana Muhammad Ilyas menanamkan faham anti politik dan kekuasaan
kepada pengikutnya. Bahkan beliau mengungkapkan bahwa memegang kekuasaan
yang sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW hendaknya tidak menjadi cita-cita
umat Islam. Hal ini dapat kita pahami dari pernyataan Maulana Muhammad Ilyas :
Jika kita dapat memegang kekuasaan dengan mengikuti ajaran Nabi SAW ,
memang kita tidak menolaknya, akan tetapi hal itu hendaknya tidak menjadi citacita kita. 71
Dr. Abdul Khaliq Pirzada menyebutkan empat hal yang tidak boleh disentuh
oleh Jamah Tabligh, salah satunya adalah masalah politik .72
Analisis
Telah terjadi ijma ulama bahwa mengangkat imam (pemimpin negara) adalah
wajib hukumnya.73 Ijma ini didasarkan kepada firman Allah SWT sebagai berikut :
71 Abul Hasan Ali Nadwy, Riwayat Hidup dan Usaha Dakwah Maulana
Muhammad Ilyas, (terjemahan oleh Masrokhan Ahmad) Ash-Shaff, Yogyakarta, Hal
106
72 Dr. Abdul khaliq Firzada, Maulana Muhammad Ilyas diantara pengikut dan penentangnya,
(terjemahan oleh Masrokhan Ahmad) Ash-Shaff, Yoqyakarta Hal.31, lihat juga Sa,ad bin Ibrahim
Syibli, Dalil-Dalil Dakwah dan Tabligh , (terjemahan oleh Drs Musthafa Sayani) Pustaka Ramadhan,
Bandung, Hal. 9
33
Artinya : Allah SWT telah menjanjikan kepada orang-orang mukmin dan orangorang yang beramal shaleh diantara kami bahwa mereka akan menjadi
khalifah di muka bumi sebagaimana orang-orang dahulu telah menjadi
khalifah. Dan Allah akan menetapkan agama mereka (Islam) yang diredhaiNya bagi mereka. Dan Allah akan mengganti ketakutan mereka dengan
perasaan aman. (Q.S. An-Nur : 55)
Bahkan sebagaimana riwayat yang sangat masyhur dan tidak ada yang
membantahnya,
bahwa
para
Sahabat
Nabi
SAW
lebih
mendahulukan
34
berpendapat bahwa susunan agama Islam itu bersifat a-politik, karena itu ia
menentang setiap pergerakan politik, walaupun politik berdasarkan Islam.77.
Disamping itu kita diingatkan oleh ajaran Mirza Ghulam Ahmad, Nabinya orang
Ahmadiyah Qadian, yang menghilangkan ajaran jihad demi pesan sponsornya,
Pemerintah kolonial Inggris. Penulis menduga mungkin pemikiran Maulana
Muhammad Ilyas ini terpengaruh dengan pemikiran-pemikiran Sir Sayyed Ahmad
Khan dan Mirza Ghulam Ahmad yang hidup senegara dengannya, setidaknya
mengenai politik dan pemerintahan dalam Islam.
Masalah 4
. Berkata Maulana Ilyas :
Para anbiya a.s. adalah mashum dan mahfuzh. Mereka menerima ilmu dan
hidayah langsung dari Allah. Tetapi ketika mereka bercampur gaul dengan
masyarakat awam mentalimkan dan mentablighkan usaha hidayah kepada
mereka, maka hati mereka yang mubarok (penuh berkah) dan munawar (penuh
cahaya) terpengaruh juga oleh kotoran masyarakat awam. Akhirnya mereka akan
membersihkan kotoran-kotoran tersebut dengan menyibukkan diri dalam dzikir
dan ibadah78
Jika kita perhatikan perkataan Maulana Ilyas tersebut di atas, dapat dipahami
bahwa Maulana Ilyas menuduh para Nabi a.s. bahwa hati mereka tidak terpelihara
dari dosa-dosa. Artinya para Nabi a.s. dapat saja melakukan dosa-dosa hati karena
pengaruh kesalahan-kesalahan masyarakat awam, sehingga perlu dibersihkan dengan
berzikir dan beribadah. Kita tidak mengerti apa yang dimaksud dengan mashum
menurut Maulana Ilyas, sehingga meskipun pada awalnya beliau menyebut para
anbiya a.s. adalah mashum, tetapi kemudian menyatakan bahwa para anbiya tersebut
dapat saja melakukan dosa-dosa.
Analisis
Tidak diragukan lagi, kita sebagai umat Islam yang beritiqad Ahlussunnah wal
Jamaah berkeyakinan bahwa para Anbiya a.s. adalah mashum dalam arti bahwa para
77 Sirajuddin Abbas, 40 Masalah Agama, Pustaka Tarbiyah, Jakarta, Juzu II, Hal
232
78 Maulana Manzhur Numani, Mutiara Hikmah Ulama Ahli dakwah, (terjemahan oleh A.
Abdurrahman Ahmad As-Sirbuny) Pustaka Nabawi, Hal. 48-49
35
anbiya a.s. tidak mungkin jatuh dalam perbuatan dosa. Berkata Zakaria al-Anshary
as-Syafii seorang ulama besar beritiqad Ahlussunnah wal jamaah bermazhab
Syafii :
Para Anbiya a.s. mashum (terpelihara) dari perbuatan dosa termasuk didalamnya
dosa kecil yang dilakukan karena lupa. Oleh karena itu, tidak terjadi perbuatan
dosa pada mereka, baik dosa besar maupun kecil, baik sengaja maupun dengan
sebab lupa. 79
Berkata Muhammad bin Manshur al-Hud-hudy :
Perbuatan para Anbiya a.s. berkisar antara wajib, sunat dan mubah. Hukum
mubah ini bila ditinjau zat perbuatannya. Adapun bila ditinjau dari awarizhnya
(aspek lain), maka perbuatan para Anbiya itu tidak terlepas dari wajib dan sunat,
karena perbuatan mubah tidak terjadi pada para Anbiya a.s. kecuali untuk qashad
qurbah (ibadah), minimal untuk qashat tasyri (pensyariatan) kepada orang lain
(umat)80
Menurut perkataan dua orang ulama besar Ahlussunnah wal jamaah tersebut di atas,
perbuatan mubah saja tidak terjadi pada para Nabi a.s., lalu bagaimana dengan
perbuatan dosa sebagaimana tuduhan Maulana Muhammad ilyas, nauzubillahi min
zalik
Masalah 5
Ungkapan perasaan rasa syukur kepada Allah boleh dengan sikap berpurapura. Maulana Muhammad Ilyas pernah mengirim surat kepada rekannya saat
anaknya baru lahir :
Sungguh itu kenikmatan yang besar dari Allah dan engkau mesti menerimanya
dengan suka cita. Mesti tidak boleh berlebihan, namun engkau mesti melahir
perasaan suka cita meski berpura-pura sebagai tanda syukur kepada Allah. 81
36
Analisis
Sikap berpura-pura dalam etika Islam atau ilmu akhlak sering disebut sebagai
sikap munafiq. Sikap munafiq merupakan suatu sifat yang sangat tercela dalam Islam.
Firman Allah SWT dalam Al-Quran :
,
Artinya : Sesungguhnya orang-orang munafiq itu hanyalah orang berbuat fasiq,
Allah telah menjanjikan bagi orang-orang munafiq , baik laki-laki maupun
perempuan dan orang-orang kafir itu kekal dalam neraka jahannam.(Q.S.
At-Taubah : 67-68)
Masalah 6
Jamaah Tabligh melarang jamaahnya dalam berdakwah menghilangkan dan
membersihkan kemungkaran. Sementara itu dalam kelompok Jamaah Tabligh ada
berbagai aliran sesuai dengan asal paham anggotanya termasuk didalamnya aliranaliran yang keluar dari Ahlussunnah wal Jamaah. Bahkan Saad bin Ibrahim Syilbi,
salah seorang penyebar ajaran Jamaah Tabligh dalam bukunya Dalil-Dalil Dawah
dan Tabligh setelah mengakui ada segelintir anggota Jamaah yang tidak ada
pendalaman cukup terhadap al-Quran dan as-Sunnah yang membenci dan memusuhi
kaum salaf dan dua tokohnya, Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahab,
berkata :
"Ini demi Allah batil (tidak benar), kezhaliman dan kebohongan besar yang tidak
halal dilakukan oleh seorang muslim, selanjutnya Saad bin Ibrahim Syilbi
mengatakan Kami hanya ingin mengatakan bahwa Jamaah Tabligh tidak
termasuk dalam kelompok orang yang membenci kaum salaf" .82
.Padahal sebagaimana kita maklumi bahwa kedua tokoh salaf, Ibnu Taimiyah dan
Muhammad bin Abdul Wahab sudah difatwa oleh ulama-ulama Ahlusunnnah wal
Jamaah sebagai orang yang sudah keluar dari golongan yang benar dan sudah
menyimpang dari jalan yang lurus
Berkata Dr. Abdul Khaliq Firzada :
Beliau (Muhammad Ilyas, pen.) mengajak setiap orang tanpa membedakan
tingkat keilmuan, kelas sosial, maupun mazhab, baik orang alim maupun bodoh,
82 Saad bin Ibrahim Syilbi, Dalil-Dalil Dawah dan Tabligh, (terjemahan oleh Ust.
Musthafa Sayani), Pustaka Ramadhan, Bandung, Hal 153-154
37
kaya, miskin, pengikut Maliki, Syafii, Hambali atau Hanafi, bahkan Mazhab
Salafi atau mazhab-mazhab kecil lainnya dikalangan umat Islam.83
Dalam hal larangan Jamaah Tabligh menghilangkan kemungkaran dapat disimak dari
pengakuan Saad bin Ibrahim Syilbi dalam bukunya,
Bahwa tidak termasuk dalam metode Jamaah Tabligh pengingkaran terhadap
pemilik atau pelaku kemungkaran. 84
Berdasarkan sumber-sumber di atas, dapat dipahami bahwa Jamaah Tabligh
tidak membolehkan anggotanya menghilangkan kemungkaran termasuk didalamnya
bidah dan bahkan Jama,ah Tabligh melarang anggotanya memusuhi tokoh seperti
Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahab.
Termasuk kemungkaran yang tidak boleh dihilangkan dalam Jamaah Tabligh
sebagaimama disebut oleh Hamud bin Abdullah bin Hamud al-Tawijiry adalah pernah
satu jamaah dari Jamaah Tabligh dari negeri Hindia berzikir disuatu tempat di kota
Makkah dengan mengulang-ulang kalimat La ilaha sekitar enam ratus kali, kemudian
baru mengucapkan kalimat illallah sekitar dua ratus kali. Zikir model ini dilakukan
dalam waktu yang lama dan dihadiri oleh masyaikh mereka. Kita tidak tahu ajaran
berzikir dari mana ini, dengan menafikan Tuhan sebanyak enam ratus kali kemudian
mengisbatkan-Nya dua ratus kali.85
Analisis
Dalam menjawab masalah di atas, mari kita simak dalil-dalil yang
mengharuskan untuk menghilangkan kemungkaran dibumi ini, antara lain :
1. Firman Allah Q.S. al-Taubah : 71
83 Dr. Abdul Khaliq Firzada, Maulana Muhammad Ilyas diantara pengikut dan
penentangnya, (Terjemahan oleh Ust. Masrokhan Ahmad), Ash-Shaff, Yoqyakarta,
Hal 118
84 Saad bin Ibrahim Syilbi, Dalil-Dalil Dawah dan Tabligh, (terjemahan oleh Ust.
Musthafa Sayani), Pustaka Ramadhan, Bandung, Hal. 155
85 Hamud bin Abdullah bin Hamud al-Tawijiry, Qaul al-Baligh fi al-Tahziri min Jamaah alTabligh, Dar al-Shamii, Saudi Arabiya, Hal. 9
38
Artinya : Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan
shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya.
mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.(Q.S. al-Taubah : 71)
2. Firman Allah Q.S. al-Hajj : 41
Artinya : (yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka
bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat,
menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang
. . .
39
Artinya : Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak
melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang
haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.
(Q.S. al-Maidah : 63)
40
"Memerintah hal-hal yang wajib pada syara dan melarang dari yang haram
adalah wajib kifayah atas setiap mukallaf , baik dia merdeka ataupun hamba
sahaya, laki-laki, perempuan ataupun khuntsa " .90
Lalu siapa kaum salaf dan kedua tokohnya, Ibnu Taimiyah dan Muhammad
Bin Abdul Wahab itu? Penjelasan ini menjadi penting karena Jamaah Tabligh,
sebagaimana penjelasan di atas, begitu marah kalau ada pengikutnya yang membenci
kedua tokoh tersebut. Untuk menjawab ini, penulis cukupi saja pernyataan dua ulama
terpengaruh dikalangan Ahlussunnah wal Jamaah, yaitu :
1. Mufti Syafii Syekh Zaini Dahlan berkata :
Walhasil yang tahqiq menurut kami, bahwa sebagian perkataan dan
perbuatannya (Muhammad bin Abdul Wahab) mewajibkan keluarnya dari
qawaid Islam,karena penghalalannya terhadap harta yang ijmak atas
tahrimnya, yang maklum dari agama dengan dharurah dengan tanpa tawil
yang dibolehkan, serta penempatannya derajat para anbiya, rasul, auliya dan
orang-orang shaleh pada derajat yang kurang. Padahal penempatan mereka
tersebut pada derajat yang kurang dengan sengaja adalah kufur dengan ijmak
imam yang empat. 91
2.
= Selesai =
DAFTAR PUSTAKA
A. Al-Quran dan Tafsir
90 Zainuddin al-Malibary, Irsyadul Ibad, Syirkah al-Maarif, Bandung, Hal. 72
91 Syekh Zaini Dahlan, Durarussaniah fi Raddi ala al-Wahabiyah, Hal. 53
92 Yusuf bin Ismail an-Nabhani, Syawahidul Haq, Darul Fikri, Beirut, Hal. 51
41
Marifah, Beirut,
11.
42
43
14.
Zakariya al-Kandahlawi, Fadhailul Amal, (Terj. A. Abd
Rahman Ahmad dkk), Ash-Shaff, Yogyakarta
15.
Zakariya al-Kandahlawi, Fadhilah Sadaqah, ( Terj. A.
Abd Rahman Ahmad), Pustaka Nabawi, Cirebon
16.
Zakariya al-Kandahlawi, Zakariya al-Kandahlawi,
Otobiografi Kisah-Kisah Kehidupan Syaikhul Hadits
Maulana Zakariya al-Kandahlawi, ( Terj. A. Abd Rahman
Ahmad as-Sirbuny), Pustaka Nabawi Cirebon
17.
Zakariya al-Kandahlawi, Keutamaan Memelihara Jenggot
dan Bersiwak, Pustaka Ramadhan, Bandung
D. Umum
1. Al-Bakri al-Damyathi, Ianah
al-Thalibin,
Thaha Putra,
Semarang,
2. Al-Banany, Hasyiah al-Banany ala Syarah Jamu al-Jawami,
Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah,
3. Bujairumy, Hasyiah al-Bujairumy ala al-Khatib, Dar alKutub al-Ilmiyah, Beirut
4. Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Thaha Putra, Semarang,
5. Al-Razi, Mukhtar al-Shihah, Darul Fikri, Beirut
6. Al-Khuzhari Bek, Itmam al-Wafa, Bangkul Indah, Surabaya
7. Al-Mawardy, Ahkamul Sulthaniyah, Darul Fikri, Beirut
8. An-Nawawi, Majmu Syarah Muhazzab, Maktabah Irsyad,
Jeddah,
9. Ibnu Hajar al-Haitamy dan Syarwani, Tuhfah al-Muhtaj dan
Hasyiahnya, Mathtbaah Mustafa Muhammad, Mesir,
10.
Ibnu Hajar al-Haitamy, Shawa-i al-Muhriqah fi Radd
Ahli al-Bidi wal-Zindiqiyah,
11.
12.
Ibrahim al-Bajury, Hasyiah al-Bajury ala Fath alQarib, al-Haramain, Singapura
44
13.
Ibrahim Bajury, Tahqiqul Maqam ala Kifayatul
Awam fii Ilmil Kalam, Maktabah Ahmad bin Saad bin
Nabhan wa Auladuhu, Surabaya
14.
Idris al-Marbawy, Qamus al-Marbawy, Bangkul Indah,
Surabaya
15.
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Hida Karya
Agung, Jakarta
16.
Muhammad Mahbuh al-Haq Anshari, Hujjah alQathiah ala Munnkiri ad-Dua wal Maulid wal Fatihah
wa Syaiun Minashshalah wassalam,
17.
Muhammad bin Manshur al-Hud-hudy, Syarah Hudhudy, dicetak pada Hamisy Hasyiah al-Syarqawy, Syirkah alMarif, Bandung.
18.
Sirajuddin Abbas, 40 Masalah Agama, Pustaka
Tarbiyah, Jakarta,
19.
Syaikh Ihsan Muhammad Dahlan al-Jafsy al-Kidiry, Siraj
al-Thalibin, al-Haramain, Surabaya
20.
H. Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Sinar Baru, Bandung
21.
Qalyubi, Hasyiah Qalyubi wa Umairah, Darul Ihya alKutub al-Arabiyah,
22.
Yusuf bin Ismail an-Nabhani, Syawahidul Haq, Darul
Fikri, Beirut,
23.
Syekh Zaini Dahlan, Durarussaniah fi Raddi ala alWahabiyah
24.
Zainuddin al-Malibary, Irsyadul
Maarif, Bandung,
25.
Zarkasyi, Bahrul Muhizh, Dar al-Kutub al-Ilmiyah,
Beirut,
26.
Zakariya al-Anshary, Ghayatul Wushul Syarah
Labbul Ushul, Usaha Keluarga, Semarang, Hal 140
45
46
47