Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI

PENCETAKAN Al QURAN

1. LATAR BELAKANG

2. PIHAK YANG TERLIBAT


- SURYA DHARMA ALI
- ZULKARNAEN DJABBAR
- DENDY PRASETYA
3. PENYEBAB KASUS KORUPSI
4. DAMPAK KASUS KORUPSI
5. PERKEMBANGAN PEMBERANTASAN KASUS KORUPSI
6. TINDAK PIDANA

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat nonaktif, Zulkarnaen Djabbar, dituntut 12


tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider (percobaan kurungan) lima bulan
kurungan. Kasus ini terkait proyek pengadaan laboratorium madrasah tsanawiyah tahun
anggaran 2011, pengadaan Al Quran tahun anggaran 2011, serta pengadaan Al Quran
tahun anggaran 2012 di Kementerian Agama.
Zulkarnaen bersama-sama dengan putranya, Dendy Prasetya, dianggap terbukti
melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima hadiah berupa uang Rp 14,3 miliar
dari swasta dalam proyek tersebut. Dendy dituntut hukuman penjara sembilan tahun
ditambah denda Rp 300 juta subsider empat bulan kurungan. "Menuntut majelis hakim
menyatakan Zulkarnaen dan Dendy terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi
bersama-sama sesuai dengan Pasal 12 huruf junctoPasal 18 Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal
65 Ayat 1 ke-1 KUHP," kata jaksa Kemas Abdul Roni di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi Jakarta, Senin (6/5/2013).
Selain hukuman pidana penjara, tim jaksa KPK menuntut agar Zulkarnaen dan
Dendy membayar uang pengganti kerugian negara sekitar Rp 14,39 miliar dikurangi
uang-uang yang sudah disita KPK. "Apabila tidak dibayarkan dalam waktu satu bulan
setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta bendanya akan disita dan dilelang," kata
jaksa Kemas. Namun, kata Kemas, apabila harta terdakwa tidak mencukupi, pembayaran
uang kerugian negara dapat diganti dengan hukuman penjara masing-masing tiga tahun.
Menurut jaksa, Zulkarnaen selaku anggota DPR 2009-2014, baik secara sendiri
maupun bersama-sama dengan Dendy dan Fahd El Fouz (Fahd A Rafiq), menerima
uang Rp 14,9 miliar dari Abdul Kadir Alaydrus selaku pihak swasta. Uang dari Abdul
Kadir diterima Zulkarnaen melalui Dendy, yang ditransfer ke rekening perusahaan
keluarga. Jaksa mengatakan, uang itu diberikan kepada Zulkarnaen karena selaku anggota
Banggar DPR, dia menyetujui anggaran di Kementerian Agama dan mengupayakan tiga
perusahaan memenangi tender proyek di Kemenag. Ketiga perusahaan itu adalah PT Batu
Karya Mas sebagai pemenang tender proyek pengadaan laboratorium komputer Kemenag
2011, PT Adhi Aksara Abadi sebagai pemenang tender pengadaan Al Quran 2011, dan PT
Sinergi Pustaka Indonesia sebagai pemenang lelang proyek Al Quran tahun anggaran
2012.

Jaksa menguraikan, perbuatan ini berawal saat Zulkarnaen mengadakan


pertemuan dengan Dendy dan Fahd di ruang kerjanya, September 2011. Dalam
pertemuan tersebut, Zulkarnaen menginformasikan pekerjaan terkait pengadaan barang
dan jasa di Kemenag. Zulkarnaen juga meminta Fahd dan Dendy menjadi perantara
dalam mengurus tiga proyek tersebut. Fahd kemudian mengajak rekannya, yakni Vasco
Ruseimy, Syamsul Rahman, dan Rizky Moelyo Putro, untuk menjadi perantara.
Pertemuan itu dilanjutkan dengan pertemuan kedua di ruangan Zulkarnaen untuk
mengatur pembagian fee yang akan diperoleh dari pengadaan barang dan jasa di
Kemenag tersebut. Atas perintah Zulkarnaen ini, Dendy dan Fahd melakukan
penghitungan rencana pembagian fee didasarkan pada nilai pekerjaan di Kemenag tahun
anggaran 2011-2012 tersebut. Pembagian fee itu ditulis Fahd pada lembaran kertas, yang
intinya senilai Rp 31,2 miliar terkait proyek pengadaan laboratorium, Rp 22 miliar untuk
proyek Al Quran 2011, dan Rp 50 miliar untuk pengadan Al Quran 2012. Fee miliaran
rupiah itu, menurut jaksa, dibagi-bagikan ke Senayan, termasuk Zulkarnaen, Vasco,
Syamsu, perusahaan, Fahd, Dendy, dan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso.
Setelah fee disepakati, dimulailah proses pengadaan di Kemenag. Dalam hal ini,
Zulkarnaen bersama Dendy dan Fahd memengaruhi dan mengintervensi pejabat
Kemenag untuk memenangkan perusahaan yang sudah direncanakan. Salah satu
intervensi yang dilakukan Zulkarnaen, misalnya, menelepon Direktur Jenderal Bimas
Islam saat itu, Nasaruddin Umar, untuk meminta pemenangan PT A3I dan menyingkirkan
PT Macanan Jaya Cemerlang. "Saya sudah kontrak Pak Priyo, jangan yang non karena Al
Quran itu keramat. PT Macanan, yang nomor satu, itu sengaja banting harga, janganjangan punya misi-misi. Nomor dua yang bagus, sudah biasa. Kalau nomor satu banting
harga, nanti hasilnya tidak bagus, nanti Al Quran diinjak-injak," kata jaksa Pulung
menirukan perkataan Zulkarnaen saat menelepon Nasaruddin. Atas tuntutan ini,
Zulkarnaen dan Dendy akan mengajukan pleidoi atau nota pembelaan yang dibacakan
dalam persidangan pekan depan.
http://ayuwulandari1234.blogspot.co.id/2013/05/korupsialquran.html

TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta


menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara kepada Ahmad Jauhari, Direktur Urusan
Agama Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama.
Hakim menilai Jauhari terbukti bersalah korupsi proyek penggandaan Al-Quran
tahun anggaran 2011 dan 2012 yang merugikan keuangan negara sekitar Rp 27
miliar.
"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama 8 tahun dan denda Rp 200
juta dengan ketentuan jika denda tak dibayar diganti 6 bulan kurungan," kata ketua
majelis hakim Anas Mustakim saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak

Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 10 April 2014.


Menurut dia, Jauhari terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU
Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Baca: Korupsi Al-Quran,
Jauhari Dituntut 13 Tahun Bui)
Jauhari juga dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp 100 juta dan US$
15 ribu. Karena sudah dikembalikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, maka
uang tersebut dirampas untuk negara.
Hukuman ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum Komisi
Pemberantasan Korupsi. Sebelumnya mereka meminta majelis menghukum mantan
anggota Komisi Pertahanan DPR tersebut dengan pidana penjara 13 tahun dan
denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.
Hakim Hendrayospin mengatakan hal yang memberatkan hukuman Jauhari adalah
perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas
korupsi. Terdakwa sebagai pejabat pembuat komitmen pada Kementerian Agama
justru melakukan tindak pidana korupsi. Selain itu, kata dia, perbuatan terdakwa
telah merenggut hak sosial masyarakat karena anggaran sepenuhnya tidak dinikmati
masyarakat.
Terdakwa, ujar dia, yang bekerja di Kemenag, yang merupakan publik figur, tidak
memberikan teladan yang baik kepada masyarakat. Jauhari juga tidak mengakui
perbuatannya. "Perbuatan terdakwa telah mencederai umat Islam karena kitab AlQuran masih sangat dibutuhkan umat Islam, tentunya dapat menghambat keimanan
dan ketakwaan," kata Hendrayospin.
Sedangkan hal-hal yang meringankan: ia sopan dalam persidangan, memiliki
tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum.
Dalam penjabarannya, Hendra mengatakan, Jauhari selaku pejabat pembuat
komitmen (PPK) bersama-sama dengan Abdul Karim (Sesditjen Bimas Islam),
Mashuri (Ketua Tim ULP), Nasaruddin Umar (Wakil Menteri Agama), Zulkarnaen
Djabar (anggota DPR), Fahd El Fouz, Ali Djufrie, dan Abdul Kadir Alaydrus telah
menetapkan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia (A3I) sebagai pelaksana penggandaan
Al-Quran TA 2011.
Dalam penetapan PT A3I tersebut tidak mengacu pada peraturan pengadaan barang
dan jasa. Dia menjelaskan pemenangan PT A3I tersebut sudah direncanakan
terlebih dahulu. Mengingat anggaran penggandaan Al-Quran tersebut adalah milik
DPR, dalam hal ini Zulkarnaen Djabar.
Bahkan, selaku PPK, Jauhari memerintahkan Mashuri selaku Ketua Tim Unit
Layanan Pengadaan (ULP) untuk menghubungi PT A3I yang dimiliki oleh Ali Djufrie
terkait dengan pengurusan HPS (harga perkiraan sendiri). "Kemudian terdakwa

menyetujui (HPS) dan meminta Mashuri menandatangani HPS sebesar Rp


22.671.983.492," katanya.
Hingga akhirnya, pada 11 Oktober 2011, terdakwa selaku PPK menetapkan PT A3I
sebagai pemenang lelang penggandaan kitab suci Al-Quran tahun 2011. Padahal
terdakwa tahu bahwa saat itu HPS belum ada dan tahu bahwa sejak awal paket
pekerjaan tersebut adalah titipan anggota DPR.
"Terdakwa tidak memiliki kewenangan tetapkan PT A3I sebagai pemenang lelang.
Sebab, anggarannya di bawah Rp 100 miliar yang sesuai kewenangan seharusnya
ditetapkan oleh Ketua ULP," ujar Hendra.
Karena itu jelas bahwa perbuatan Jauhari bertentangan dengan hukum. Apalagi
terdakwa menerima uang sejumlah Rp 100 juta dan US$ 15 ribu dari Ali Djufrie atau
Abdul Kadir.
Demikian juga untuk proyek penggandaan Al-Quran TA 2012 dengan pagu anggaran
Rp 55,075 miliar, Jauhari selaku PPK memenangkan PT Sinergi Pustaka Indonesia.
Padahal diketahui bahwa perusahaan itu titipan Zulkarnaen Djabar. Selain itu, HPS
dan sertifikasi barang disusun oleh PT Sinergi Pustaka Indonesia. Padahal proses
lelang belum berjalan.
"Atas perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Abdul Karim, Mashuri, Nasaruddin
Umar, Zulkarnaen Djabar, Fahd El Fouz, Ali Djufrie, dan Abdul Kadir Alaydrus
memenangkan PT A3I dan PT Sinergi Pustaka Indonesia, telah memperkaya
terdakwa sebesar Rp 100 juta dan US$ 15 ribu, Mashuri sebesar Rp 50 juta dan
US$ 5.000, PT Perkasa Jaya Abadi Nusantara (PJAN) milik keluarga Zulkarnaen
Djabar sebesar Rp 6,750 miliar, PT A3I dengan Dirut Ali Djufrie sebesar Rp
5.823.571.540, dan PT Sinergi Pustaka Indonesia dengan Dirut Abdul Kadir Alaydrus
sebesar Rp 21.233.159.595," katanya.
Menurut Hendra, Jauhari merugikan keuangan negara sebesar Rp 27.056.731.135
dari dua proyek penggandaan Al-Quran. Menanggapi putusan tersebut, Jauhari dan
pengacaranya menyatakan masih pikir-pikir untuk mengajukan banding.
7. PERAN MAHASISWA TERHADAP KASUS-KASUS KORUPSI
-

Di Lingkungan Keluarga
Internalisasi karakter anti korupsi di dalam diri mahasiswa dapat dimulai dari
lingkungan keluarga. Pelajaran yang dapat diambil dari lingkungan keluarga
ini adalah tingkat ketaatan seseorang terhadap aturan/tata tertib yang
berlaku. Substansi dari dilanggarnya aturan/tata tertib adalah dirugikannya
orang lain karena haknya terampas.
Tahapan proses internalisasi karakter anti korupsi di dalam diri mahasiswa
yang diawali dari lingkungan keluarga yang sangat sulit dilakukan. Justru
karena anggota keluarga adalah orang-orang terdekat, yang setiap saat

bertemu dan berkumpul, maka pengamatan terhadap adanya perilaku korupsi


yang dilakukan di dalam keluarga seringkali menjadi bias.
Di Lingkungan Kampus
Keterlibatan mahasiswa dalam gerakan anti korupsi di lingkungan kampus
dapat dibagi ke dalam dua wilayah, yaitu: untuk individu mahasiswanya
sendiri, dan untuk komunitas mahasiswa. Untuk konteks individu, seseorang
mahasiswa diharapkan dapat mencegah agar dirinya sendiri tidak akan
berperilaku koruptif dan tidak korupsi. Sedangkan untuk konteks komunitas
seorang mahasiswa diharapkan dapat mencegah rekan-rekannya sesame
mahasiswa dan organisasi kemahasiswaan kampus untuk tidak berperilaku
koruptif dan tidak korupsi.
Di Masyarakat Sekitar
Hal yang sama dapat dilakukan mahasiswa atau kelompok mahasiswa untuk
mengamati lingkungan di lingkungan masyarakat sekitar.
http://tugaskuliahghofur.blogspot.co.id/2014/11/makalah-peranmahasiswa-dalam-upaya.html

Anda mungkin juga menyukai