Desentralisasi PDF
Desentralisasi PDF
RESISTENSI PENDIDIKAN
Suhari*
ABSTRAK
Tema tentang desentralisasi, otonomi, resistensi pendidikan, yang berupaya membawa
pembaharuan di bidang pendidikan dengan tujuan untuk lebih memajukan dunia
pendidikan di daerah-daerah yang salah satunya dirasakan sangat tidak seimbang
dengan potensi daerah yang dimiliki, sehingga tidak diketahui secara pasti potensi apa
yang lebih unggul untuk dikembangkan yang terikat dengan kebijakan pmerintah pusat.
Kesimpulan akhir dari paper ini adalah sistem pendidikan haruslah disesuaikan dengan
keadaan dan pengembangan potensi daerah, sehingga tujuan pendidikan akan tercapai.
Sistem pendidikan merupakan wujud dari suatu kebijakan serta wewenang terhadap
bidang pendidikan yang akan merubah tatanan pendidikan kearah yang lebih unggul
khususnya di daerah-daerah yang merasa terkekang dalam mengembangkan potensi
daerahnya sendiri.
*Dosen
IAIS Sambas
PENDAHULUAN
Sejak awal kemerdekaan, sistem pemerintahan dan pembangunan dalam
berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan menggunakan paradigma sentralisasi, bahwa pemerintah pusat mendominasi proses perencanaan, implementasi, dan evaluasi kenerja pemerintah
pusat menjadi pemain utama yang lebih
membentuk
orientasi
dan
tujuanberbagai kebijakan pendidikan.
(M. Sirazi, t.th, 229-230).
Mengalami krisis multidimensi yang
sangat serius terhadap paradigma sentralisasi dan pada saat yang sama juga
sangat yakin bahwa, solusi dari berbagai
persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah dengan menerapkan paradigma disentralisasi dalam system pemerintah dan pembangunan. Diyakini bahwa penerapan pola sentralistik telah
membuat roda pemerintahan dan pembangunan berjalan kurang efektif serta
efisien; rawan kebocoran; menimbulkan
ketimpangan dan ketidakadilan regional; memaksan keseragaman; mematikan potensi dan karekteristik daerah;
menyulitkan pengawasan mutu (quality
control) dan jaminan mutu (quality assurance); mematikan kreativitas pemerintahan daerah; dan menghambat partisipasi masyarakat.(M. Sirazi, t.th, 229230).
Menjadi pengetahuan umum bahwa pendidikan humanis itu memberikan
kebebasan yang luas untuk berfikir kritis, dan semakin banyak dilotarkan kritik, maka kelompok yang dominan akan
semakin mempererat penjagaan terhadap keamanan dirinya. Dengan demikian,
setiap
mistifisika
jelas
cenderungmenjadi totaliter, dalam
arti mereka memberangun semua
orang yang ber-sikap kritis. Semuanya
diberangus tanpa kecuali, karena setiap
perkecualian mempunyai kemungkinan
menjadi an-caman bagi kesucian stuktur
sosial yang sudah terbangun rapi.
IAIS Sambas
tradiksi antara bentuk aksi dan pilihan
hidup pilihan hidup kebanyakan orang.
(Paulo Freire, 1990: 199).
Banyak orang membicarakan kepentingan umat manusia, namun hanya
menjadi sebuah ungkapan kosong, karena mereka tiddak mengerti bahwa,
kenyataannya dimensi humanis manusia hanya dijadikan objek penderita.
Banyak orang mengklaim dirinya punya
komitmen
dalam
usaha
pembebasan,tetapi mereka masih
menganut mitos yang menentang
tindakan-tindakan
ya-ng
humanis.
(Paulo Freire, 1990: 199).
Berdasarkan paparan di atas, merupakan satu di antara gambara dari desentralisasi, otonomi dan resistensi pendidikan yang memberikan dampak pada
politik pendidikan baik individu maupun instansi penndidikan yang terbelakang dari untuk mengekspresikan kebebasan.
PEMBAHASAN
Desentralisasi Pendidikan
Penerapan paradigma desentrallisasi dalam penyelenggaraan berbagai
kegiatan pemerintah dan pembangunan,
termasuk bidang pendidikan, secara
resmi dimulai berkenaan dengan berlakunya Undang-undang Nomor. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
dan Undang-undang Nomor. 25 Tahun
1999 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah
pada tanggal 1 Januari tahun 2000. Hanya dalam kurun waktu kurang lima
tahun, dua undang-undang tersebut mengalami revisi dan pada tanggal 15 Oktober 2004, Undang-undang Nomor. 22
Tahun 1999 secara resmi diganti dengan
Undang-undang Nomor. 33 Tahun 2004
dengan nama yang sama.(Paulo Freire,
1990: 230-231).
Sejarah adanya desentralisasi ini
dimulai adanya Undang-undang Tahun
IAIS Sambas
pada pemerintah daerah untuk mengatur sendiri kebijakan di daerah yang ditunjuk langsung oleh pemerinah pusat.
Dilihat dari sasarannya, desentralisasi pendidikan bisa bersifat politik atau
demokratif dan bisa juga bersifat administratif. Desentralisasi pendidikan bersifat politik atau demokrasi manakala
penyerahan kekuasaan untuk membuat
keputusan tentang pendidikan diberikan oleh pemerintah kepada rakyat atau
wakil-wakinya di tingkat pemerintah
yang lebih rendah, di dalam dan di luar
sistem. Desentralisasi administrasi atau
birokrasi merupakan suatu strategi manajemen bahwa kekuasaan politik tetap
berada di tangan pejabat-pejabat pusat
tetapi tanggung jawab dan wewenang
untuk perencanaan, manajemen, keuangan dan kegiatan-kegiatan lain-nya
diserahkan pada pemerintah di ti-ngkattingkat yang lebih rendah atau badanbadan semi otonom yang berada di
dalam system. (M. Sirazi, t.th, 233).
Sasaran dari desentralisasi tergantung dari aspek mana seseorang akan
melihatnya atau mengkajinya, karena
makna desentralisasi ini berhubungan
dengan berbagai aspek kehidupan khususnya tentang pendidikan.
b. Jenis Desentralisasi
Dilihat dari jenis wewenang yang
diberikan, desentralisasi dapat dibedakan menjadi tiga jenis: (M. Sirazi, t.th,
233-234).
Pertama, Dekonsentrasi adalah berbentuk terlemah dari desentralisasi, karena tidak lebih dari sekedar memindahkan tanggung jawab manajemen dari pusat ke propinsi atau tingkat-tingkat
yang lebih lebih rendah sedemikian rupa sehingga pusat tetap mempunyai
kontrol penuh. Menurut UU Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dekonsentrasi adalah pelimpahan
wewengan pemerintahan oleh pemerintahan atau kepada instansi vertical di
wilayah tertentu.
IAIS Sambas
batkan pendelegasian pengambilan keputusan tentang beberapa faktor. Studistudi tentang desntralisasi pendidikan
cenderung terfokus pada isue-isue sebagai berikut; aspek-aspek apa yang
terlibat, apa yang perlu didesentralisasi,
bagaimana melakukan desentralisasi
keuangan, dan apa dampak desentralisasi. Menurut Burki et al ada empat
jenis keputusan yang menyangkut organisasi pembelajaran, manajemen personil, perencanaan dan struktur, serta
sumber daya. Tujuan dan ruang lingkup
desntralisasi tidak terlepas dari usaha
yang dilakukan oleh pihak sekolah maupun insstansi pendidikan untuk mencapai tujuan dan dapat mengaplikasikan
tujuan dengan komitmen. (M. Sirazi, t.th,
234-235).
Aspek Politik Desentralisasi
Pendidikan terkait dengan sebagai
besar masyarakat serta melibatkan tingkatan pemerintah. Berbagai perkembangan yang terjaddi di dunia pendidikan
dapat mempengaruhi dinamika kehidupan masyarakat. Perubahan paradigma
penyelenggaraan
pendidikan
darisentralisasi ke desentralisasi
merupa-kan salah satu perubahan
penting yang sangat besar pengaruhnya
terhadap
stuktur,
format,
dan
pendekatan pendi-dikan masyarakat,
sehingga perlu dicer-mati oleh semua
unsur yang ada dalam masyarakat. (M.
Sirazi, t.th, 243).
Desentralisasi pendidikan tidak terjadi begitu saja, karena terjadi adanya
tekanan (pressure) dari konstituen yang
kuat, seperti orang tua, kelompok komunitas, anggota legislatif, kalangan dunia
usaha, dan guru-guru untuk meningkatkan kontrol dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan serta adanya kemampuan birokrasi untuk secara cepat
merespon berbagai tuntutan mereka.
Para pembuat kebijakan (policy makers)
dapat menggunakan isue pendidikan se-
IAIS Sambas
an tenaga pendidikan; ketiga, pembahasan sistem pendidikan (sekolah dan luar
sekolah) sebagai pusat nilai sikap, kemampuan dan partisipasi masyarakat;
keempat, pembahasan dan pemantapan
system pendidikan nasional berdasarkan
pada
prinsip
desentralisasi,
otonomidan
manajemen;
kelima,
peningkatan kualitas sumber daya
manusia sedini mungkin secara
terarah, terpadu dan menyeluruh.
(Azyumardi Azra, 2002: 4).
Pada tahun 1999 Pemerintah RI
memberlakukan Undang-undang otonomi yang merupakan agenda penting
sesuai dengan aspirasi masyarakat
daerah, yaitu Undang-Undang No. 22.
Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.
Reformasi pemerintahan yang terjadi di
Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penyelenggaraan pemerintah dari
sentralisasi menuju arah desentralisasi
yang ditandai dengan pemberian otonomi yang luas dan nyata kepada daerah
dan memperdayakan masyarakat, sehingga lebih leluasa dalam mengatur dan
melaksanakan kewewengan atau kekuasaan atas prakasa sendiri. (Muh. Muslim,
2007: 130-240).
Berdasarkan penjelasan di atas, latar belakang otonomi daerah yaitu adanya Undang-undang Nomor. 5 Tahun
1973. Otonomi daerah diberikan karena
adanya penyerahan wewenang daerah
untuk mengatur segala bidang.
Prinsip-prinsip Otonomi Daerah
Upaya untuk melakukan Otonomi
Daerah yang telah digulirkan Januari
2001, yaitu tahun 2001 merupakan
tekad bersama bagi aparat pusat maupun daerah. Sehigga, untuk mendukung
penyelenggaraan otonomi daerah di
perlakukan kewenangan yang kuat, nyata dan bertanggungjawab di daerah secara proporsional, karena secara teoritis pelaksanaan dalam Otonomi Daerah
sebenarnya terdapat sendi-sendi pilar
IAIS Sambas
dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil pemerintahan.
h. Pelaksanaan atas tugas pembantuan
dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintahan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintahan Pusat kepada
Daerah, tetapi juga dari pemerintah
pusat dan daerah kepada desa yang
disertai dengan pembiayaan, sarana,
prasarana serta sumber daya manusia
dengan
kewajiban
melaporkanpelaksanaan
dan
mempertanggung jawabkan kepada
yang memungkin-kan. (UU. Otonomi
Daerah 1999).
Dari penjelasan di atas, prinsipprinsip Otonomi Daerah terdapat hubungan dengan kebijakan atas kewengan
yang diberikan kepada pemerintah daerah untuk mengatur daerahnya.
Resistensi Pendidikan
Pada dasarnya manusia hampir sama
dengan makhluk lainnya yaitu tidak sukaa dengan perubahan. Secara alami
manusia membuat pola dalam tindakkan, respon dan berfikir. Kebanyakan
pola atau persepsi ini memang banyak
menghemat energi. Resistensi terhadap
perubahan adalah rasional dan sering
kali juga tindakan pengamanan untuk
survive, meskipun seringkali resistensi juga menghambat kemajuan budaya
manusia. Resistensi tidak selalu terlihat,
karena implemntasi dari resistensi itu
sendiri berbeda-beda. Ada yang hanya
sekedartidak ikut, apatis, sampai pada
aksi perlawanan, tergantung dari kadar perubahan maupun kekuatan individu atau komunitas yang resisten. Sikap resistensi akan terlihat jelas apabila
program transformasi diwujudkan, ada
yang bersikap mencoba mencari titik
lemah dari transformasi tersebut ataupun berusaha menjauhinya. (http://tpg.
com/arielh, diakses, 20 Oktober 2008).
Sumber-sumber resistensi secara
garis besar dapat dibedakan menjadi
IAIS Sambas
lanjutnya perubahan penilaian kenerja
terkait dengan system gaji-fasilitas, sistem promosi dan rotasi. (c) kelembaman group, resistensi ini terjadi karena
adanya solidaritas kelompok. Seringkali
kita temui bahwa seorang individu sebenarnya mau berubah atau bahkan
menjadi agent of change, namun jika,
dalam kelompok tersebut sebagian besar anggota group menentang, energi itu
bias hilang begitu saja. (d) ancaman terhadap keahlian, asset yang sangat utama dan tidak terwujud dalam suatu organisasi adalah pengetahuan dan keahlian yang dimiliki secara kelompok. (e)
ancaman terhadap relationships. Relatiinoship yang sudah mapan juga memerlukan waktu yang lama untuk membangun dan meningkatkannya. Perubahan
yang akan mengancam relationships ini
akan mendapat resistensi. (Muh. Muslim,
2007: 1-2).
Dari paparan di atas dapat dijelaskan bahwa resistensi adalah daya tahan,
ketahan, perlawanan terhadap suatu
wewenang baik dari individu maupun
dari sistem pemerintahan untuk mengambil keputusan yang tidak mengikat
suatu sistem yang telah dibentuk oleh
individu maupun organisasi.
SIMPULAN
Otonomi daerah dan desentralisasi
merupakan salah satu dambaan bagi Pemerintah daerah untuk mengembangkan daerahnya sendiri. Alat pembelaan
pada masa lalu bila pemerintah daerah
ditegur pemerintah pusat. Dianggap
prasyarat paling utama bagi kelancaran
penyelenggaraan Pemerintahan di daerah. Maka, diberlakukannya otonomi daerah yang kemudian pelaksanaannya
mengejawantah sebagai desentralisasi,
bagaikan bendungan ambrol menerpa
pejabat daerah.
Pemandangan kusam penyelenggaraan desentralisasi ibarat menu tahunan yang mau tidak mau kita saksikan.
IAIS Sambas
Namun demikian, kasus penerapan
sistem desentralisasi pendidikan di Indonesia beberapa pengamat justru dilihat sebagai gejala keputusasaan pemerintah dalam menghadapi persoalan keuangan. Padahal, seharusnya sistem otonomi pendidikan lebih diarahkan untuk
menumbuhkan semangat kompetitif di
kalangan civitas akademika di perguruan tinggi dalam mengembangkan riset
dan sisi-sisi keilmuwan lainnya secara
lebih leluasa. Dengan diterapkan sistem
desentralisasi berarti kendala-kendala
operasional yang sering dihadapi system sentralistik menjadi lebih banyak
diatasi. Selain itu, pengelolaan yang dilakukan institusi yang paling dekat dengan daerah lebih memungkinkan untuk
memberikan layanan pendidikan yang
lebih berkualitas kepada masyarakat.
Mengatasi resistensi hanyalah salah
satu aspek dari managing change.
Pemahaman terhadap aspek resistensi
ini, bukan hanya perlu bagi agen of
change, tapi bagi kita semua sebagai
anggota
suatu
organisasi.
Alasannyaadalah pertama, karena
perubahan ituakan terus terjadi di
masa yang akan datang, kedua, adalah
resistensi pada dasarnya natural.
Seringkali, tanpa kita sadari, karena
respon yang natural itu kita menjadi
begitu menolak perubahan. Dengan
pisau analisa kita dapat mere-nung,
mencoba
mencari
tahu.
Dengan
mengetahui penyebabnya, akan menjadi
lebih terbuka terhadap perubahan dan
bukan tidak mungkin untuk setuju terhadap hal itu. Sebagaimana Immanuel
Kant; seseorang disebut merdeka jika
kewarasan akalnya menyetujui keputusan yang akan diambilnya.
Dari kesimpulan di atas, bahwa sistem pendidikan yang ada sekarang saat
ini haruslah disesuaikan dengan keada-
IAIS Sambas
DAFTAR PUSTAKA
Ali Riyadi, 2006, Menggugat Birokrasi Pendidikan Nasional, Yogyakarta: ArRuzz Media.
Azyumardi Azra, 2002, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta:
Kompas.
Darma Setyawan Salam, 2001, Otonomi Daerah dalam Perspektif Lingkungan
Nilai dan Sumberdaya, Jakarta: Djambatan .
Heri Kuswara, 2008, Antonomi resistensi dalam Transformasi Antara
Penolakan
Versusdukungan(http://users.tpg.com.au/arielh/041537152X/samuelhanneman.pdf), senin, 20 Oktober 2008.
M.
Sirazi,
Politik
Pendidikan:
Dinamika
Hubungan
Antara
Kepentingan,KekuasaandanPraktikPenyelenggaraanPendidikan, Jakarta:
PT RajagrafindoPersada.
Kekuasaan