Anda di halaman 1dari 15

Resume; Negara Dan Pendidikan, Sentralisasi Dan Desentralisasi Pendidikan, Manajemen

Berbasis Sekolah.
Nama;khairina Mayarni Nst.S.Ked
22177007

A.Konsep Negara
Negara adalah integrasi dari kekuasaan politik. Namun negara juga merupakan alat dari
masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam
masyarakat menertibkan fenomena kekuasaan dalam masyarakat. Oleh karena itu, negara
merupakan organisasi yang dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah
terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan
kehidupan bersama tersebut.

Secara singkat terdapat dua tugas negara, yakni: (1) mengendalikan dan mengatur gejala-gejala
kekuasaan yang asosial ataupun bertentangan satu sama lain, supaya tidak menjadi antagonisme
yang membahayakan; (2) mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-
golongan kearah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya.

1.Pengertian Warga Negara


Warga Negara merupakan keanggotaan seseorang dalam satuan politik tertentu (secara
khusus: negara) yang dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik.
Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut warga negara. Seorang warga negara
berhak memiliki paspor dari negara yang dianggotainya.
2.Rakyat
Rakyat adalah bagian dari suatu negara atau elemen penting dari suatu pemerintahan. Rakyat
terdiri dari beberapa orang yang mempunyai ideologi sama dan tinggal di daerah/pemerintahan
yang sama dan mempunyai hak dan kewajiban yang sama yaitu untuk membela negaranya bila
diperlukan.
3.Penduduk
Penduduk atau warga suatu negara atau daerah bisa didefinisikan menjadi dua:

a) Orang yang tinggal di daerah tersebut


b) Orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut. Dengan kata lain
orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di situ. Misalkan bukti
kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal di daerah lain.

Dalam sosiologi, penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi
dan ruang tertentu. Masalah-masalah kependudukan dipelajari dalam ilmu Demografi. Berbagai
aspek perilaku menusia dipelajari dalam sosiologi, ekonomi, dan geografi. Demografi banyak
digunakan dalam pemasaran, yang berhubungan erat dengan unit-unit ekonomi, seperti pengecer
hingga pelanggan potensial.
4.Terbentuknya Negara
1. Terbentuknya Negara
Teori tentang asal mula atau teori terbentuknya negara dapat dilihat dari dua segi, yakni :
a) Teori yang Bersifat Spekulatif
Teori yang bersifat spekulatif, meliputi antara lain : teori teokratis, teori perjanjian
masyarakat, dan teori kekuatan atau kekuasaan yaitu:
i. Teori Teokrasi (ketuhanan) menurut teori ketuhanan, segala sesuatu di dunia ini adanya
atas kehendak Allohu Subhanahu Wata’ala, sehingga negara pada hakekatnya ada atas
kehendak Allah. Penganut teori ini adalah Fiedrich Julius Stah, yang menyatakan bahwa
negara tumbuh secara berangsur-angsur melalui proses bertahap mulai dari keluarga
menjadi bangsa dan negara.
ii. Teori perjanjian masyarakat
Dalam teori ini tampi tiga tokoh yang paling terkenal, yaitu Thomas Hobbes, John
Locke dan J.J. Rousseau. Menurut teori ini negara itu timbul karena perjanjian yang
dibuat antara orang-orang yang tadinya hidup bebas merdeka, terlepas satu sama lain
tanpa ikatan kenegaraan. Perjanjian ini diadakan agar kepentingan bersama dapat
terpelihara dan terjamin, supaya ”orang yang satu tidak merupakan binatang buas bagi
orang lain” (homo homini lupus, menurut Hobbes). Perjanjian itu disebut perjanjian
masyarakat (contract social menurut ajaran Rousseau). Dapat pula terjadi suatu
perjanjian antara daerah jajahan, misalnya : Kemerdekaan Filipina pada tahun 1946 dan
India pada tahun 1947.
iii. Teori kekuasaan atau kekuatan
Menurut teori kekuasaan atau kekuatan, terbentuknya negara didasarkan atas
kekuasaan/kekuatan, misalnya melalui pendudukan dan penaklukan.

b) Teori yang Bersifat Evolusi


Teori yang evolusi atau teori historis ini merupakan teori yang menyatakan bahwa lembaga-
lembaga sosial tidak dibuat, tetapi tumbuh secara evolusioner sesuai dengan kebutuhan-
kebutuhan manusia . Menurut teori yang bersifat evolusi ini terjadinya negara adalah secara
historis-sosio (dari keluarga menjadi negara). Termasuk dalam teori ini yang bersifat evolusi ini
antara lain teori hukum alam. Berdasarkan teori hukum alam ini, negara terjadi secara alamiah

B.Pengertian Pendidikan
1.Secara Etimologi
1. Secara Etimologi
Pendidikan berasal dari kata 1) “didik, mendidik” yang berarti memelihara dan memberi
latihan atau ajaran mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. 2) “didikan” yang berarti hasil
mendidik dan yang dididik. 3) “Pendidik” yang berarti orang yang mendidik. Jadi Pendidikan
adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang atau usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.
Sedangkan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia Pendidikan adalah 1) Perbuatan; 2) Ilmu
didik dan ilmu mendidik; 3) Pemeliharaan (latihan-latihan dsb.). Menurut Kamus Bahasa
Indonesia Kontemporer, Pendidikan diartikan sebagai proses pengubahan cara berpikir atau
tingkah laku dengan cara pengajaran, penyuluhan, dan latihan.

2.Secara Terminologi
. Dalam Dictionary of Educaition dinyatakan bahwa pendidikan adalah:
a. Proses seorang mengembangkan kemampuan, sikap dan tingkah laku lainnya di dalam
masyarakat tempat mereka hidup.
b. Proses sosial yang terjadi pada orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungannya
yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang di sekolah), sehingga mereka dapat
memperoleh perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum.
Dengan kata lain, perubahan-perubahan yang sifatnya permanen dalam tingah laku,
pikiran dan sikapnya

C.Sentralisasi dan Desentralisasi Pendidikan

a. Konsep Dasar Sentralisasi Pendidikan


Desentralisasi di Indonesia sudah ada cukup lama, dimulai sejak tahun 1973, yaitu sejak
diterbitkannya UU no. 5 tahun 1973 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah otonomi dan
pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas pusat dan daerah. Dan terdapat
pula pada PP No. 45 tahun 1992 dan dikuatkan lagi melalui PP No. 8 tahun 1995. Menurut UU
No.22, desentralisasi dikonsepsikan sebagai penyerahan wewenang yang disertai tanggung jawab
pemerintah oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom.
Beberapa alasan yang mendasari perlunya desentralisasi:
a) Mendorong terjadinya partisipasi dari bawah secara lebih luas.
b) Mengakomodasi terwujudnya prinsip demokrasi.
c) Mengurangi biaya akibat alur birokrasi yang panjang sehingga dapat meningkatkan
efisiensi.
d) Memberi peluang untuk memanfaatkan potensi daerah secara optimal.
e) Mengakomodasi kepentingan politik.
f) Mendorong peningkatan kualitas produk yang lebih kompetitif.
Desentralisasi Community Based Education mengisyaratkan terjadinya perubahan
kewenangan dalam pemerintah antara lain:
a) Perubahan berkaitan dengan urusan yang tidak diatur oleh pemerintah pusat, secara
otomatis menjadi tangung jawab pemerintah daerah, termasuk dalam pengelolaan
pendidikan.
b) Perubahan berkenaan dengan desentralisasi pengelolaan pendidikan. Dalam hal ini,
pelimpahan wewenang dalam pengelolaan pendidikan dari pemerintah pusat ke daerah
otonom, yang menempatkan kabupaten/kota sebagai sentra desentralisasi.
Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada
orang-orang pada level bawah (daerah).
Oleh karena itu, desentralisasi atau otonomi daerah merupakan salah satu tuntutan era
reformasi. Termasuk di dalam tuntutan otonomi daerah ialah desentralisasi pendidikan nasional.
Ada tiga hal yang berkaitan dengan urgensi desentralisasi pendidikan yaitu pembangunan
masyarakat demokrasi, pengembangan sosial capital, dan pengembangan daya saing bangsa.
1) Masyarakat Demokrasi
Masyarakat demokrasi atau dalam khasanah bahasa kita namakan masyarakat madani (civil
society) adalah suatu masyarakat yang antara lain mengakui hak-hak asasi manusia. Masyarakat
madani adalah suatu masyarakat yang terbuka dimana setiap anggotanya merupakan pribadi
yang bebas dan mempunyai tanggung jawab untuk membangun masyarakatnya sendiri.
Pemerintah dalam masyrakat madani adalah pemerintahan yang dipilih oleh rakyat dan untuk
kepentingan rakyat sendiri. Masyarakat demokrasi memerlukan suatu pemerintah yang bersih
(good and clean governance).
2) Pengembangan “Social Capital”
. Demokrasi sebagai social capital hanya bisa diraih dan dikembangkan melalui proses
pendidikan yang menghormati nilai-nilai demokrasi tersebut. Suatu proses belajar yang tidak
menghargai akan kebebassan berpikir kritis tidak mungkin menghidupkan nilai-nilai demokrasi
sebagai social capital suatu bangsa.
3) Pengembangan Daya saing
desentralisasi pendidikan bukan berkonotasi negatif, yaitu untuk mengurangi wewenang
atau intervensi pejabat atau unit pusat melainkan lebih berwawasan keunggulan. Kebijakan
umum yang ditetapkan oleh pusat sering tidak efektif karena kurang mempertimbangkan
keragaman dan kekhasan daerah. Disamping itu membawa dampak ketergantungan sistem
pengelolaan dan pelaksanaan pendidikan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat
setempat (lokal), menghambat kreativitas, dan menciptakan budaya menunggu petunjuk dari
atas. Dengan demikian desentralisasi pendidikan bertujuan untuk memberdayakan peranan unit
bawah atau masyarakat dalam menangani persoalan pendidikan di lapangan. Banyak persoalan
pendidikan yang sepatutnya bisa diputuskan dan dilaksanakan oleh unit tataran di bawah atau
masyarakat. Hal ini sejalan dengan apa yang terjadi di kebanyakan negara.
Faktor-faktor pendorong penerapan desentralisasi1 terinci sebagai berikut :
a) Tuntutan orangtua, kelompok masyarakat, para legislator, pebisnis, dan perhimpunan
guru untuk turut serta mengontrol sekolah dan menilai kualitas pendidikan.
b) Anggapan bahwa struktur pendidikan yang terpusat tidak dapat bekerja dengan baik
dalam meningkatkan partisipasi siswa bersekolah.
c) Ketidakmampuan birokrasi yang ada untuk merespon secara efektif kebutuhan sekolah
setempat dan masyarakat yang beragam.
d) Penampilan kinerja sekolah dinilai tidak memenuhi tuntutan baru dari masyarakat
e) Tumbuhnya persaingan dalam memperoleh bantuan dan pendanaan.

Desentralisasi pendidikan, mencakup tiga hal, yaitu :


a) Manajemen berbasis lokasi (site based management)
b) Pendelegasian wewenang
c) Inovasi kurikulum.
Inovasi kurikulum menekankan pada pembaharuan kurikulum sebesar-besarnya untuk
meningkatkan kualitas dan persamaan hak bagi semua peserta didik. Kurikulum disesuaikan
benar dengan kebutuhan peserta didik di daerah atau sekolah.
b. Implikasi Desentralisasi Pendidikan
Permasalahan dasar pendidikan di indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada
setiap jenjang dan satuan pendidikan dasar dan menengah. Sedikitnya ada tiga faktor utama yang
menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan yang merata yaitu:
a) Faktor pertama, kebijakan penyelenggara pendidikan nasional menggunakan pendekatan
education production function atau input output analisys yang tidak dilaksanakan secara
konsekuen. Pendekatan ini gagal karena kurang memperhatikan proses pendidikan.
b) Selanjutnya peran bupati dan walikota diharapkan lebih serius dalam melaksanakan
otonomi pendidikan dengan mengacu pada empat argumen pokok dalam membuat
kebijakan pendidikan, yakni : 1) peningkatan mutu; 2) efisiensi keuangan; 3) efisien
administrasi; dan 4) perluasan /pemerataan. Wewenang paling besar untuk sektor
pendidikan sejak dari pra-sekolah sampai pendidikan menengah atas merupakan urusan
pemerintah kabupaten atau kota. Oleh karen itu, daerah diberi kesempatan membuat
grand design yang secara kontekstual sesuai dangan wilayahnya. melalui UU No. 32 dan
33 dan 2004 otonomi daerah.
Sebagai akibatnya desentralisasi pendidikan belum dapat menghasilkan bahwa :
c) Setiap unit dan personil semakin menyadari dan memahami proses kebijakan yang
menjadi urusanya.
d) Pendidik dasar dapat memainkan peranan sentral dalam melaksankan desentralisasi
kehidupan masyarakat.
e) Pentingnya kemitraan, dialog, dan membangun belajar organisasi dalam mencapai tujuan
pendidikan dasar.
f) Pentingnya menyusun panduan dan pengembangan kapasitas unit-unit dan personil di
jajaran pendidikan kabupaten dan kota.
g) Pentingnya mengenali stakeholder pendidikan sedia serat mampu melibatkan mereka
dalam kegiatan dan manejemen pendidikan.
h) Perlunya meningkatkan kesadaran pentingnya membangun masyarakat belajar dengan
kemampuan dialog secara aktif.
Kegagalan kebijakan pendidikan desentralistik dapat diantisipasi dengan pemahaman
terhadap berbagai sumber masalah. Sebagai mana dijelaskan oleh Chapman dan Mahlck bahwa
kegagalan kebijakan pendidikan dari pusat yang gagal masuk dan dilaksanakan disekolah-
sekolah karena berbagai faktor yang menjadi sumber masalahnya, antara lain:
a) Kebijakan pusat tak dikomunikasikan ke sekolah para kepala sekolah dan guru tak
mengerti bahwa mereka harus mengerjakan hal yang berada dengan sebelumnya.
b) Kebijakan yang telah dikomunikasikan ke sekolah tetapi dalam ungkapan-ungkapan yang
tak jelas sehingga tak tahu apa yang harus mereka lakukan.
c) Tak jarang kepala sekolah dan guru beranggapan bahwa kebijakan dan program-program
itu tak cocok dengan realitas sekolah dan kelas.
d) Para guru dan personal taksiap mengerjakan kebijakan dan praktiknya.
e) Cara-cara dan dukungan untuk menerapkan kebijakan tak mencakupi.
f) Informasi sekolah yang tersedia di departemen tak mencantumkan informasi praktik
pedagogis di tingkat kelas.
g) Sering sekali terjadi interaksi praktik yang positif dan negatif.
Dalam kaitanya dengan uraian diatas, bahwa kegagalan kebijakan pendidikan disebabkan
kurang menekankan pada analisis proses.
b. Kelebihan dan Kekurangan Desentralisasi Pendidikan
Dari beberapa pengalaman di negara lain, kegagalan desentralisasi di akibatkan oleh
beberapa hal:
a) Masa transisi dari sistem sentralisasi ke desentralisasi memungkinkan terjadinya
perubahan secara gradual dan tidak memadai serta jadwal pelaksanaan yang tergesa-gesa.
b) Kurang jelasnya pembatasan rinci kewenangan antara pemerintah pusat, propinsi dan
daerah.
c) Kemampuan keuangan daerah yang terbatas.
d) Sumber daya manusia yang belum memadai.
e) Kapasitas manajemen daerah yang belum memadai.
f) Restrukturisasi kelembagaan daerah yang belum matang.
g) Pemerintah pusat secara psikologis kurang siap untuk kehilangan otoritasnya.
Berdasarkan pengalaman, pelaksanaan disentralisasi yang tidak matang juga melahirkan
berbagai persoalan baru, diantaranya:
a) Meningkatnya kesenjangan anggaran pendidikan antar daerah, antar sekolah, antar
individu warga masyarakat.
b) Keterbatasan kemampuan keuangan daerah dan masyarakat (orang tua) menjadikan
jumlah anggaran belanja sekolah akan menurun dari waktu sebelumnya, sehingga akan
menurunkan motivasi dan kreatifitas tenaga kependidikan di sekolah untuk melakukan
pembaruan.
c) Biaya administrasi di sekolah meningkat karena prioritas anggaran dialokasikan untuk
menutup biaya administrasi, dan sisanya baru didistribusikan ke sekolah.
d) Kebijakan pemerintah daerah yang tidak memperioritaskan pendidikan, secara kumulatif
berpotensi akan menurunkan pendidikan.
e) Penggunaan otoritas masyarakat yang belum tentu memahami sepenuhnya permasalahan
dan pengelolaan pendidikan yang pada akhirnya akan menurunkan mutu pendidikan.
f) Kesenjangan sumber daya pendidikan yang tajam dikarenakan perbedaan potensi daerah
yang berbeda-beda. Mengakibatkan kesenjangan mutu pendidikan serta melahirkan
kecemburuan sosial.
g) Terjadinya pemindahan borok-borok pengelolaan pendidikan dari pusat ke daerah.
Untuk mengantisipasi munculnya permasalahan tersebut di atas, disentralisasi pendidikan
dalam pelaksanaannya harus bersikap hati-hati. Ketepatan strategi yang ditempuh sangat
menentukan tingkat efektifitas implementasi disentralisasi. Untuk mengantisipasi berbagai
kemungkinan buruk tersebut ada beberapa hal yang perlu di perhatikan:
a) Adanya jaminan dan keyakinan bahwa pendidikan akan tetap berfungsi sebagai wahana
pemersatu bangsa.
b) Masa transisi benar-benar digunakan untuk menyiapkan berbagai hal yang dilakukan
secara garnual dan dijadwalkan setepat mungkin.
c) Adanya komitmen dari pemerintah daerah terhadap pendidikan, terutama dalam
pendanaan pendidikan.
d) Adanya kesiapan sumber daya manusia dan sistem manajemen yang tepat yang telah
dipersiapkan dengan matang oleh daerah.
e) Pemahaman pemerintah daerah maupun DPRD terhadap keunikan dan keberagaman
sistem pengelolaan pendidikan, dimana sistem pengelolaan pendidikan tidak sama
dengan pengelolaan pendidikan daerah lainnya.
f) Adanya kesadaran dari semua pihak (pemerintah, DPRD, masyarakat) bahwa
pengelolaan tenaga kependidikan di sekolah, terutama guru tidak sama dengan
pengelolaan aparat birokrat lainnya.
g) Adanya kesiapan psikologis dari pemerintah pusat dari propinsi untuk melepas
kewenangannya pada pemerintah kabupaten/kota.
Selain dampak negatif tentu saja disentralisasi pendidikan juga telah membuktikan
keberhasilan antara lain:
a) Mendekatkan proses pendidikan kepada rakyat sebagai pemilik pendidikan itu sendiri.
Rakyat harus berpartisipasi di dalam pembentukan social capital tersebut.
b) Mampu memenuhi tujuan politis, yaitu melaksanakan demokratisasi dalam pengelolaan
pendidikan.
c) Mampu membangun partisipasi masyarakat sehingga melahirkan pendidikan yang
relevan, karena pendidikan benar-benar dari oleh dan untuk masyarakat.
Mampu menyelenggarakan pendidikan dengan cara menfasilitasi proses belajar mengajar yang
kondusif, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas belajar siswa.
C. Manajemen Berbasis Sekolah
Sekolah menerapkan menajemen bebasis sekolah (MBS) sebgai model manajemen yang
memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengembalian keputusan
partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru,siswa,kepala sekolah,
karyawan orang tua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan berdasarkan kebijakan
pendidikan nasional. Dengan kemandiriannya, sekolah lebih berdaya dalam mengembangkan
program-program yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimilikinya.
MBS didefinisikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar
kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambalian keputusan secara
partisipatif untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah
dalam kerangka pendidikan nasional. MBS betujuan mendirikan atau memberdayakan sekolah
memlalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk
melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif.
Munculnya MBS, dikarenakan beberapa alasan antara lain adalah:
a) Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya
sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk
memajukan sekolahnya.
b) Sekolah lebih mengeahui bebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan
dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidkan sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
c) Pengambilan keputusan oleh sekolahnya lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah
karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.
d) Penggunaan sumberdaya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh
masyarakat setempat.
e) Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarkat dalam pengambilan keputusan sekolah
menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.
f) Sekolah cepat merespons aspirasi masyarakat dan lingkungan.
Tujuan MBS
MBS bertujuan untuk meningkatkan kinerja sekolah melalui pemberian kewenangan dan
tanggungjawab yang lebih besar kepada sekolah yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip
tata kelola sekolah yang baik yaitu partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Peningkatan
kinerja sekolah yang dimaksud meliputi peningkatan kualitas, efektivitas, efisiensi,
produktivitas, dan inovasi pendidikan
Karekteristik MBS

MBS berikut memuat secara inklusif elemen-elemen sekolah efektif, yang dikategorikan menjadi
input, proses, dan output.

a) Output yang diharapkan


Sekolah memiliki output yang diharapkan. Output sekolah adalah prestasi sekolah yang
dihasilkan oleh proses pembelajaran dan manajemen di sekolah. Pada umumnya, output dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output berupa prestasi akademik (academic achievement) dan
output berupa prestasi non-akademik (non-academic achievement). Output prestasi akademik
misalnya, NUN/NUS, lomba karya ilmiah remaja, lomba (Bahasa Inggris, Matematika, Fisika),
cara-cara berpikir (kritis, kreatif/ divergen, nalar, rasional, induktif, deduktif, dan ilmiah). Output
non-akademik, misalnya keingintahuan yang tinggi, harga diri, akhlak/budipekerti, perilaku
sosial yang baik seperti misalnya bebas narkoba, kejujuran, kerjasama yang baik, rasa kasih
sayang yang tinggi terhadap sesama, solidaritas yang tinggi, toleransi, kedisiplinan, kerajinan,
prestasi olahraga, kesenian, dan kepramukaan.
b. Proses
Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki sejumlah karakteristik proses sebagai berikut:
1) Proses Belajar Mengajar yang Efektivitasnya Tinggi
2) Kepemimpinan Sekolah yang Kuat
3) Lingkungan Sekolah yang Aman dan Tertib
4) Pengelolaan Tenaga Kependidikan yang Efektif
5) Sekolah Memiliki Budaya Mutu
6) Sekolah Memiliki “Teamwork” yang Kompak, Cerdas, dan Dinamis
7) Sekolah Memiliki Kewenangan
8) Partisipasi yang Tinggi dari Warga Sekolah dan Masyarakat
9) Sekolah Memiliki Keterbukaan (Transparansi) Manajemen
10) Sekolah Memiliki Kemauan untuk Berubah (psikologis dan pisik)
11) Sekolah Melakukan Evaluasi dan Perbaikan Secara Berkelanjutan
12) Sekolah Responsif dan Antisipatif terhadap Kebutuhan
13) Memiliki Komunikasi yang Baik
14) Sekolah Memiliki Akuntabilitas
15) Manajemen Lingkungan Hidup Sekolah Bagus
16) Sekolah memiliki Kemampuan Menjaga Sustainabilitas
b) Input Pendidikan
1) Memiliki Kebijakan, Tujuan, dan Sasaran Mutu yang Jelas
2) Sumberdaya Tersedia dan Siap
3) Staf yang Kompeten dan Berdedikasi Tinggi
4) Memiliki Harapan Prestasi yang Tinggi
5) Fokus pada Pelanggan (Khususnya Siswa)
6) Input Manajemen
Pelaksanaan MBS
Esensi MBS adalah peningkatan otonomi sekolah, peningkatan partisipasi warga sekolah dan
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, dan peningkatan fleksibilitas pengelolaan
sumberdaya sekolah. Konsep ini membawa konsekuensi bahwa pelaksanaan MBS sudah
sepantasnya menerapkan pendekatan “idiograpik” (membolehkan adanya keberbagaian cara
melaksanakan MBS) dan bukan lagi menggunakan pendekatan “nomotetik” (cara melaksanakan
MBS yang cenderung seragam atau konformitas untuk semua sekolah).

Tahap-tahap Pelaksanaan MBS


1. Melakukan Sosialisasi MBS
Secara umum, garis-garis besar kegiatan sosialisasi/pembudayaan MBS dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
a. Baca dan pahamilah sistem, budaya, dan sumberdaya yang ada di sekolah secara cermat
dan refleksikan kecocokannya dengan sistem, budaya, dan sumberdaya baru yang
diharapkan dapat mendukung penyelenggaraan MBS.
b. Identifikasikan sistem, budaya, dan sumberdaya yang perlu diperkuat dan yang perlu
diubah, dan kenalkan sistem, budaya, dan sumberdaya baru yang diperlukan untuk
menyelenggarakan MBS.
c. Buatlah komitmen secara rinci yang diketahui oleh semua unsur yang bertanggungjawab,
jika terjadi perubahan sistem, budaya, dan sumberdaya yang cukup mendasar.
d. Bekerjalah dengan semua unsur sekolah untuk mengklarifikasikan visi, misi, tujuan,
sasaran, rencana, dan program-program penyelenggaraan MBS.
e. Hadapilah “status quo” (resistensi) terhadap perubahan, jangan menghindar dan jangan
menarik darinya serta jelaskan mengapa diperlukan perubahan dari manajemen berbasis
pusat menjadi MBS.
f. Garisbawahi prioritas sistem, budaya, dan sumberdaya yang belum ada sekarang, akan
tetapi sangat diperlukan untuk mendukung visi, misi, tujuan, sasaran, rencana, dan
program-program penyelenggaraan MBS dan doronglah sistem, budaya, dan sumberdaya
manusia yang mendukung penerapan MBS serta hargailah mereka (unsur-unsur) yang
telah memberi contoh dalam penerapan MBS.
g. Pantaulah dan arahkan proses perubahan agar sesuai dengan visi, misi, tujuan, sasaran,
rencana, dan program-program MBS yang telah disepakati.
2. Memperbanyak Mitra Sekolah
3. Merumuskan Kembali Aturan Sekolah, Peran Unsur-unsur Sekolah, Kebiasaan dan
hubungan antar Unsur-unsur Sekolah
4. Menerapkan Prinsip-prinsip Tata Kelola yang Baik
5. Mengklarifikasi Fungsi dan Aspek Manajemen Sekolah
6. Meningkatkan Kapasitas Sekolah
7. Meredistribusi Kewenangan dan Tanggung jawab
8. Menyusun Rencana Pengembangan Sekolah (RPS/RKAS), Melaksanakan, dan Memonitor
serta Mengevaluasinya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Negara adalah integrasi dari kekuasaan politik. Namun negara juga merupakan alat dari
masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam
masyarakat menertibkan fenomena kekuasaan dalam masyarakat. kekuasaan negara yang sangat
bagitu besar mencakup segenap kehidupan masyarakatnya, maka tidak bisa dipungkiri bahwa
negara juga mengatur kehidupan pendidikan. Negara pemilik kepentingan terhadapnya,
sebaliknya dunia pendidikan (khususnya para praktisi) juga menaruh harapan besar atas
perthatian negara terhadapnya. Bila hal ini berjalan normal, maka keterkaitan antara pendidikan
dan negara bisa berlangsung sacara simbiosis-mutualisme. Dalam kenyataannya, keterkaitan atau
persinggungan antara keduanya ternyata berjalan secara bervariasi, dimana pada suatu saat bisa
berlangsung secara mutualis yang masing masing saling memperleh dan mengambil keuntungan
atas hubungan secara eksplitatif-dependensia pihak satu terhadap yang lain. Proses perbaikan
sistem pendidikan di Indonesia ini dapat dilakukan dengan adanya sistem sentralisasi dan
desentralisasi pada pendidikan. Kedua sistem ini sangat menguntungkan bagi pendidikan karena
sama-sama membangun pendidikan Indonesia kearah yang lebih baik. Selain proses tersebut,
MBS juga dapat meningkatkan sistem pendidikan di setiap daerah atau kabupaten.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2015. https://yusrizalfirzal.wordpress.com/2011/10/18/negara-dan-pendidikan-


sentralisasi-dan-desentralisasi-pendidikan-dan-manajemen-berbasis-sekolah/.
Diakses 25 Oktober 2015

Manan, . 1989. Antropologi Pendidikan, Suatu Pengantar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Ditrektorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

. 1989. Dasar-Dasar Sosial Budaya Pendidikan. Jakarta: Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan Ditrektorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Natawidjaja,R. Nana, S,S. Ibrahim, R. As’ari, D. 2007. Rujukan Filsafat, Teori, dan Praktis Ilmu
Pendidikan. Universitas Pendidikan Press.

Anda mungkin juga menyukai