Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI 1

HIV
(Human Immunodeficiency Virus)

Disusun oleh :
NISSA NUR ICHSANI
K100120036
B.2

LABORATORIUM FARMAKOLOGI DAN FARMASI KLINIK


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015

HIV
(Human Immunodeficiency Virus)

A. KASUS
Ny.SS, 25 tahun, 40 kg, 5 bulan lalu terdiagnosis HIV dan 2 bulan ini
mendapatkan pengobatan ARV. Ny.SS sekarang masih mendapatkan
regimen pengobatan:
Zidovudine 300 mg dua kali sehari
Lamivudine 150 mg dua kali sehari
Evapirenz 600 mg sekali sehari
Kemarin, Ny.SS melakukan kontrol ke

rumah

sakit

dan

dari

pemeriksaan laboratorium didapatkan data:


Vital Sign:
Sistole (mmHg) : 110
Diastole (mmHg) : 60
Nadi (x/menit)
: 60
RR (x/menit)
: 20
o
Suhu ( C)
: 36,8
Data Laboratorium:
Hb
: 11 g/dL
HCT
: 38%
SrCr
: 0,6 mg/dL
BUN
: 5 mg/dL
GDS
: 100 mg/dL
Leukosit
: 8,0 x 103/mm3
Eritrosit
: 4,7 x 106/mm3
Trombosit : 328 x 103/mm3
SGOT
: 150 mg/dL
SGPT
: 400 mg/dL
CD 4
: 300 cell/mm3
Ketika dilakukan pemeriksaan kehamilan ternyata Ny.SS positif hamil
dan usia kandungannya 1 bulan. Ny.SS juga mengeluh sariawan di
mulut yang semakin hari semakin perih.
B. TUJUAN PENATALAKSAAN TERAPI

Menurunkan morbiditas dan mortalitas, dengan cara menekan


replikasi HIV.

Meningkatkan CD4 limfosit, yang berkaitan dengan resiko dari


perkembangan infeksi oportunistik.

Meningkatkan kualitas hidup pasien

C. ETILOGI DAN PATOFISIOLOGI PENYAKIT


HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, yaitu
suatu

virus

yang

menyerang sistem kekebalan

tubuh

manusia

sehingga membuat tubuh rentan terhadap berbagai penyakit.

Etilogi
Human Immunodeficiency Virus adalah jenis Retrovirus RNA.
Bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat
berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target
virus ini terutama sel limfosit T yang memiliki reseptor untuk virus
HIV

yang

disebut

CD4.

Didalam

sel

limfosit

virus

dapat

berkembang dan tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan


inaktif. Walaupun demikian, virus dalam tubuh pengidap HIV selalu
dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat
ditularkan selama hidup penderita tersebut.
HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan
selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua
untaian RNA. Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis
protein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp41 dan
gp120). Gp120 berhubungan dengan reseptor limfosit (T4) yang
rentan. Bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia,
maka HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan.
Virus HIV hidup dalam darah, saliva, semen, air mata dan mudah
mati diluar tubuh. HIV dapat ditemukan dalam sel monosit,
makrofag, dan jaringan otak.

Patofisiologi
HIV tergolong kedalam kelompok virus yang dikenal sebagai
retrovirus yang menunjukkan bahwa virus tersebut membawa materi
genetiknya dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan dalam
deoksiribonukleat (DNA). Virion HIV (partikel virus yang lengkap
dibungkus oleh selubung pelindung) mengandung RNA dalam inti
berbentuk

peluru

yang

terpancung

dimana

p24

merupakan

komponen struktural yang utama. Tombol (knop) yang menonjol


lewat dinding virus terdiri atas protein gp120 yang terkait pada
protein gp41. Bagian yang selektif berikatan dengan sel-sel CD4
positif adalah gp120 dari HIV.
Sel CD4 positif mencakup monosit, makrofag, dan limfosit T4
helper. Limfosit T4 helper ini merupakan sel yang paling banyak
diantara ketiga sel diatas. Setelah terikat dengan mambran sel T4
helper HIV akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik
kedalam sel T4 helper, dengan menggunakan enzim yang dikenal
sebagai reverse transcriptase HIV akan melakukan pemrograman
ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat
double stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel
T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian infeksi yang permanen.
Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang
terinfeksi diaktifkan. Aktivitas sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan
oleh antigen, mitogen, sitogen (TNF alfa atau interleukin 1) atau
produk gen virus seperti CMV (cytomegalovirus), herpes simpleks,
dan hepatitis. Akibatnya pada sel T4 yang terinfeksi diaktifkan,
replikasi serta pembentukan tunas HIV akan terjadi dan sel T4
dihancurkan. HIV yang baru ini kemudian dilepas kedalam plasma
darah dan menginfeksi CD4 lainnya. Jika fungsi limfosit T4 terganggu
mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan

memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan sakit


yang serius. Infeksi dan malignansi yang timbul sebagai akibat dari
gangguan sistem imun dinamakan infeksi oportunistik. Infeksi
monosit dan makrofag berlangsung secara persisten dan tidak
mengakibatkan kematian sel yang bermakna, tetapi sel-sel ini
menjadi

reservoir

bagi

HIV

sehingga

virus

tersebut

dapat

bersembunyi dari sistem imun dan terangkut ke seluruh tubuh lewat


sistem ini untuk menginfeksi berbagai jaringan tubuh.
D. PHARMACISTS PATIENT DATA BASE
1. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien
: Ny.SS
Jenis Kelamin
: Perempuan
Ruang
:Umur
: 25 tahun
BB/TB
: 40 kg
Tanggal MRS
:Diagnosa
: HIV
Alergi

:-

2. SUBYEKTIF (SAAT MRS)


2.1. Keluhan Utama (Chief Complaint) :
Sariawan di mulut yang semakin hari semakin perih
2.2. Riwayat Penyakit Sekarang (History of Present
Illness) :
HIV
2.3. Riwayat Penyakit Terdahulu (Past Medical History) :
2.4. Riwayat Penyakit Keluarga (Family History) :
2.5. Riwayat Sosial (Social History) :
2.6. Riwayat Pengobatan (Medication History) :
N
o

Nam
a

Rut
e

Nama
Generi

Indikas
i

Dosi
s

Frekue
nsi

Efek/
kesulit

Oba
t
-

k
-

an

3. OBYEKTIF
3.1. Pemeriksaan Fisik (Physical Examination) :
Tgl

10/11/15

TD

110/60
mmHg
36,8 oC
60 x / menit
20 x / menit

Suhu
Nadi
RR

Keteranga
n
normal
normal
normal
normal

Rentang
normal
< 120/80
mmHg
36-37oC
< 100 x / menit
12.20 / menit

3.2.Kondisi Klinis
Kondisi Klinis
Kandidiasis oral (sariawan)

26/12/14

3.3.Data Laboratorium
a. Hematologi
Parameter
Eritrosit (Sel Darah
Merah)
Hemoglobin (Hb)

Hematokrit
Hitung Jenis

Satuan
Juta/L
g/dL

Nilai
Rujukan
4,0 - 5,0 (P)
4,5 5,5 (L)
12,0 14,0
(P)
13,0 16,0
(L)
40 50 (P)
45 55 (L)

Tgl Pemeriksaan
10/11/15
4,7

Ket
normal

11

38

Basofil
Eosinofil
Batang1
Segmen1
Limfosit
Monosit
Retikulosit
Laju Endap Darah
(LED)
Leukosit (Sel
Darah Putih)
MCH/HER
MCHC/KHER
MCV/VER
Trombosit
Prothrombin
time/PT
Activated Partial
Thromboplastin
Time /APTT
Thrombin Time/TT
Fibrinogen
D-Dimer

%
%
%
%
%
%
%
Mm/jam

103/L

0,0 1,0
1,0 3,0
2,0 6,0
50,0 70,0
20,0 40,0
2,0 8,0
0,5 - 2
< 15 (P)
< 10 (L)
5,0 10,0

8,0

normal

Pg/sel
g/dL
f
3
10 / L
Detik

27 31
32 36
80 96
150 400
10 15

328
-

normal
-

21 45

16 24
200 450
Negative
/<0,5
0,8 1,2

Detik

Detik
mg/dL
Mcg/ml

International
Normalized
Ratio/INR
b. Fungsi Hati
Parameter

Satu

ALT (SGPT)

an
U/L

AST (SGOT)

U/L

Alkalin fosfatase
GGT (Gamma GT)
Bilirubin Total
Bilirubin Langsung

U/L
U/L
mg/d
L
mg/d
L

Nilai
Rujukan
< 23 (P)
< 30 (L)
< 21 (P)
< 25 (L)
15 69
5 38
0,25 1,0
0,0 0,25

Tgl Pemeriksaan
10/11/15
40

Ket

15

normal

Protein Total
Albumin

g/L
g/L

61 82
37 - 52

c. Lain-lain
Parameter
Gula Darah Sewaktu
(GDS)
Gula Dasar Puasa
(GDP)
Gula Darah 2 jam PP
Amilase
SrCr
CD4

Satua

Nilai

Tgl Pemeriksaan

n
mg/dL

Rujukan
< 200

mg/dL
mg/dL
U/L
mg/dL
Cell/m
m3

10/11/15
100

Ket
normal

70 100

< 200
30 - 130
0,5 1,0
> 350

0,6
300

normal

4. ASSESMENT
4.1. Terapi Pasien
Nama Obat
Zidovudine
Lamivudine
Evapirenz

Dosis
300 mg
150 mg
600 mg

Rute
Oral
Oral
Oral

Tanggal
10/11/15

Evalusi 4T untuk Obat yang Diberikan Sebagai Terapi

Zidovudine
o Tepat indikasi ()
Zidovudin merupakan ARV golongan NtRTI (Nucleotide Analogue
Reverse Transcriptase Inhibitors) digunakan pada terapi ARV
pasien HIV.
o Tepat pasien ()

Zidovudine memiliki sifat yang tidak bertentangan dengan kondisi


fisiologi

maupun

patologi

pasien.

Pasien

hamil

aman

mengkonsumsi Zidovudine.
o Tepat obat ()
Zidovudine merupakan drug of choice dalam terapi ARV dengan
kombinasi obat lain sesuai dengan panduan lini pertama 2NRTI +
1 NNRTI.
o Tepat dosis ()
Dosis zidovudine yang diberikan sesuai untuk orang dewasa yaitu
sebesar 300 mg dengan frekuensi pemakaian 2 kali sehari.
Lamivudine
o Tepat indikasi ()
Lamivudine merupakan ARV golongan NtRTI (Nucleotide Analogue
Reverse Transcriptase Inhibitors) digunakan pada terapi ARV
pasien HIV.
o Tepat pasien ()
Lamivudine memiliki sifat yang tidak bertentangan dengan kondisi
fisiologi

maupun

patologi

pasien.

Pasien

hamil

aman

mengkonsumsi Lamivudine.
o Tepat obat ()
Lamivudine merupakan drug of choice dalam terapi ARV dengan
kombinasi obat lain sesuai dengan panduan lini pertama 2NRTI +
1 NNRTI.
o Tepat dosis ()
Dosis lamivudine yang diberikan sesuai dengan kondisi pasien
orang dewasa yaitu sebesar 150 mg dengan frekuensi pemakaian

2 kali sehari.
Evapirenz
o Tepat indikasi ()
Evapirnez merupakan

ARV

golongan

NNRTI

(Non-Nucleoside

Reverse Transcriptase Inhibitors) digunakan pada terapi ARV


pasien HIV.
o Tepat pasien (x)
Evapirenz memiliki sifat yang bertentangan dengan kondisi
fisiologi maupun patologi pasien. Pasien hamil tidak dianjurkan
melaksanakan terapi dengan evapirenz pada usia kehamilan

trimester pertama, karena evapirenz bersifat teratogenik dan akan


membahayakan kondisi kandungan pasien.
o Tepat obat ()
Evapirenz merupakan drug of choice dalam terapi ARV dengan
kombinasi obat lain sesuai dengan panduan lini pertama 2NRTI +
1 NNRTI.
o Tepat dosis ()
Dosis evapirenz yang diberikan sesuai untuk orang dewasa yaitu
sebesar 600 mg dengan frekuensi pemakaian 1 kali sehari.
4.2.

Problem Medik dan Drug-Related Problem

Proble

Subyek

Terapi

Analisis

DRP

Rekomend

Monit

tif,

asi

oring

Medik

obyekti

HIV

f
CD4 =

Zidovudi

Pasien terindikasi HIV

Terdapat

Evapirenz

Nilai

300 sel/

ne (AZT)

mengalami kehamilan

obat

600 mg

CD4 (>

mm3

300 mg

dengan usia kehamilan

yang

diganti

500

(2x

1 bulan. Obat terapi

tidak

dengan

sel/mm

sehari)

ARV yang diberikan

sesuai

Nevirapine

Lamivudi

dokter sudah sesuai

dengan

200 mg (2x

kontrol

ne (3TC)

dengan rekomendasi

kondisi

sehari),

kehami

150 mg

pengobatan lini

pasien

karena

lan

(2x

pertama yang sesuai

yang

Evapirenz

sehari)

dengan Depkes RI

sedang

tidak dapat

Evapirenz (2011), yaitu

hamil

digunakan

(EFV) 600

menggunakan

(tidak

pada pasien

mg (1x

kombinasi

tepat

ibu hamil

sehari)

2NtRI+1NNRTI. Namun

pasien)

trimester

dengan kondisi pasien

pertama

yang mengalami

(Depkes RI,

kehamilan, menurut

2011)

Dipiro (2009),

(Dipiro, et

evapirenz tidak dapat

al., 2009).

digunakan pada ibu


hamil trimester
pertama, sehingga
evapirenz diganti
dengan Nevirapine
(NPV) (Depkes RI,
-

2011).
Pasien terindikasi

Terdapat

Penangana

Sariaw

Kandidi

Keluhan

asis

sariawa

infeksi oportunistik

indikasi

n terhadap

an /

oral

n di

dengan keluhan

medis

infeksi

bercak

mulut

sariawan dimulut.

tanpa

oportunistik

putih

yang

Sesuai dengan Depkes

obat

yang

pada

semakin

RI (2011), pasien

diderita

mukos

parah

mengalami infeksi

pasien yang

oportunistik kandidiasis

berupa

rongga

oral, yaitu suatu

kandidiasis

mulut

keadaan adanya bercak

dapat di

putih di selaput mukosa

terapi

rongga mulut.

menggunak
an nistatin
larutan oral
3-5cc
dikumur 3x
sehari
selama 7
hari
(Depkes RI,
2011).

Pengobatan

HIV

dilakukan

dengan

terapi

menggunakan

agen

antiretroviral (ARV). Secara umum terdapat 3 golongan ARV, yaitu golongan


inhibitor reverse transcriptase yang terbagi menjadi 2 yaitu golongan
nucleoside/nucleotide
Lamivudine,

reverse

Zidovudine,

nucleoside/nucleotide

reverse

transcriptase

inhibitors

Stavudine,

serta

transcriptase

inhibitors

(NtRTI)

seperti

golongan

non-

(NNRTI)

seperti

Evapirenz, Nevirapine, Delavirdine. Golongan lain yaitu protease inhibitor


seperti Atazanafir, Indinavir, Darunavir. (Dipiro, et al., 2009)
Pada kasus yang didapatkan, Ny.SS telah terindikasi HIV dan
mendapatkan pengobatan dengan zidovudine, lamivudine, dan evapirenz.
Saat menjalani terapi ternyata Ny.SS mengalami kehamilan, sehingga perlu
dilakukan evaluasi terhadap pengobatan yang telah diberikan.
Terapi ARV untuk ibu hamil dilakukan untuk mencegah penularan dari
ibu ke anak. Sesuai dengan peraturan pemberian ARV pada ibu hamil oleh
Depkes RI (2011), ODHA yang sedang menggunakan terapi ARV kemudian
hamil makan terapi yang dulu diberikan dilanjutkan, namun apabila
mendapatkan evapirenz harus diganti dengan obat lain dari golongan yang
sama yaitu golongan NNRTI. Menurut panduan, evapirenz dapat digantikan
dengan nevirapine. Penggantian evapirenz karena obat ini memiliki sifat
teratogenik pada janin sehingga dapat membahayakan kondisi kehamilan
pasien. Dosis nevirapine yang diberikan sesuai dengan ketentuan pada
Dipiro (2009) yaitu 200 mg dengan frekuensi pengobatan 2 kali sehari.
Selain pasien mengalami kehamilan, pasien juga terserang infeksi
oportunistik yang biasanya menyertai penderita HIV. Infeksi oportunistik
merupakan infeksi yang menyerang ketika pertahanan kekebalan tubuh
melemah akibat HIV (penurunan kekebalan tubuh), sehingga kuman, bakteri,
parasit penyebab infeksi akan dapat dengan mudah menyerang tubuh.
Infeksi oportunistik yang dialami pasien yaitu kandidiasis oral, yaitu suatu
keadaan adanya bercak putih pada selaput mukosa. Keadaan ini ditandai

dengan keluhan sariawan yang dialami pasien dan semakin hari terasa
semakin parah. Kandidiasis dapat diobati menggunakan nistatin larutan oral
dengan cara penggunaan dikumur 3 kali sehari selama 7 hari (Depkes RI,
2011).

KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI (KIE) PASIEN

Konseling mengenai terapi ARV untuk tetap mematuhi komitmen

kepatuhan berobat karena terapi ARV ini berlangsung seumur hidup.


Memulai kehidupan yang positif dan merubah pola hidup sehat dengan

mengkonsumsi makanan yang bergizi dan layak makan.


Menjaga kehamilan dengan sebaik mungkin, menghindari kelelahan

dan yakin bahwa kehamilannya akan baik baik saja.


Taat untuk pengobatan infeksi oportunistik sehingga infeksi tidak
semakin parah.

Memberikan semangat dan kepercayaan diri kepada penderita HIV


dengan selalu menyemangati agar tidak mudah putus asa dan bayi
dalam kandungan akan lahir normal.
E. DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN DALAM SESI DISKUSI
1. Penanya : Sita Sofiana (K100120053)
Dalam terapi menggunakan ARV apakah mungkin ada kejadian
kegagalan terapi? Bagaimana deteksi kegagalan terapi tersebut?
Jawab :
Terdapat kemungkinan kegagalan terapi pada terapi ARV, kriteria
gagal terapi terdapat 3 kriteria yaitu klinis, imunologis, dan
virologis. Deteksinya dapat dilakukan dengan jumlah virus (VL),
apabila VL yang menetap > 5000 copies/ml mengkonfirmasi
gagal terapi, bila pemeriksaan VL tidak tersedia maka dapat
digunakan kriteria imunologis untuk memastikan gagal terapi
secara klinis.
Kegagalan kilinis yaitu munculnya IO (Infeksi Oportunistik)
kelompom stadium 4 setelah minimal 6 bulan dalam terapi
ARV.

Kegagalan

imunologis

maksudnya

adalah

gagal

mempertahankan jumlah CD4 yang adekuat, walaupun telah


terjadi penurunan atau penekanan jumlah virus.

Kegagalan virologis, jika VL tetap >5000 copies/ml atau VL


terdeteksi lagi setelah sebelumnya tidak terdeteksi.

2. Penanya : Nadia (K100120056)


Apakah bayi didalam kandungan pasien pengidap HIV terdapat
kemungkinan tertular HIV? Jika iya maka langkah apa yang
dilakukan untuk dapat memperpanjang harapan hidup si bayi?
Jawab :
Bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita HIV pasti memiliki
potensi untuk tertular. Untuk melindungi bayi dari tertularnya
virus tersubut dapat dilakukan dengan tindakan pencegahan
(profilaksis). Menurut Depkes RI (2011), pencegahan yang dapat
dilakukan pada bayi yang lahir dari ibu penderita HIV dengan
pemberian Trimetoprim 8-10 mg/kg BB dosis tunggal. Pemberian
obat ini dilakukan segera pada bayi berusia 6 minggu dan
dihentikan pada usia 18 bulan dengan test HIV negatif. Apabila
test HIV positif, maka dihentikan pada usia 18 bulan dan
diberikan terapi ARV.
3. Penanya : Mutia Rakhim (K100120026)
Apabila pada pengobatan lini pertama mengalami kegagalan, apa
yang harus dilakukan? Adakah pengobatan lini kedua?
Jawab :
Sesuai dengan Depkes RI (2011), pengobatan lini pertama pada
terapi ARV menggunakan panduan 2NRTI+1NNRTI, maksudnya
adalah menggunakan kombinasi 2 macam obat dari golongan
NRTI dan 1 jenis obat dari golongan NNRTI. Pilihan kombinasi obat
yang digunakan dalam lini pertama ada banyak alternatif, seperti

AZT (zidovudine)+3TC (lamivudine)+NVP (nevirapine) atau AZT


(zidovudine)+3TC (lamivudine)+EFV (efavirenz), atau dapat juga
digunakan TDF (tenofovir)+3TC atau FTC (lamivudine atau
emtricitabine)+NVP (nevirapine). Pilihan kombinasi obat tersebut
dapat dipilih berdasarkan respon pasien. Apabila terdapat pasien
yang tidak dapat menggunakan obat berbasis NNRTI, maka dapat
digunakan kombinasi triple NRTI yaitu AZT+3TC+TDF. Apabila
dengan

beberapa

menunjukkan

jenis

kombinasi

ketidakefektifan

tersebut

pengobatan

pasien
atau

masih
bahkan

kegagalan pengobatan maka dapat digunakan terapi ARV lini


kedua dengan 2NRTI+boosted-PI, yaitu kombinasi 2 jenis obat
golongan NRTI dan golongan protease inhibitor.
F. DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, 2011, Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV
dan Terapi Antiretroviral Pada Orang Dewasa, Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Dipiro, J.T., et, al., 2009, Pharmacoterapy A Pathophysiologic
Approach 7th Edition, McGraw-Hill Companies, New York.

G. LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai