Anda di halaman 1dari 14

Laporan Fisiologi Tumbuhan

Proyek Difusi Osmosis Pada Cangkang Telur Ayam Dengan Pewarnaan

Oleh :
Ida Rusminingsih (130210103041)
Anisa Maharani (130210103065)
Kelompok 3/ C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015

I.

JUDUL
Difusi Osmosis Pada Telur Ayam Dengan Pewarnaan & Variasi Suhu

II. TUJUAN
Untuk membuktikan bahwa difusi dan osmosis terjadi dalam sistem
biologi melalui membran dan dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik.
III. TINJAUAN PUSTAKA
Osmosis dan difusi merupakan transpor pasif yang terjadi pada sel yang
sering di salah pahami. Kesalahan terjadi ketika memahami bahwa osmosis
adalah pergerakan atau perpindahan molekul dari konsentrasi rendah
(hipotonis) menuju larutan dengan konsentrasi tinggi (hipertonis) melalui
membrane semipermeabel semata. pada pemahaman seperti ini tidak
memperhatikan molekul mana yang bergerak? jika diperhatikan bahwa yang
mengalami pergerakan adalah molekul pelarut (air) maka tidak akan terjadi
kesalahan dalam memahami konsep sederhana ini. Dengan demikian baik
difusi maupun osmosis sama sama bergerak, berpindah untuk meniadakan
gradient konsentrasi sehingga pada ahir proses akan didapatkan kondisi
larutan yang seimbang (isotonis).
Satu sel dibatasi oleh lapisan tipis yang disebut membran sel
(plasmalema). Membran sel tersusun atas molekul-molekul protein, lapisan
senyawa lemak (fosfolipid), air, karbohidrat, dan sedikit kolesterol. Setiap
lapisan senyawa lemak, tersusun atas gugus lipid dan fosfat. Gugus lipid dari
fosfolipid bersifat tidak suka air (hidrofobik), sedangkan gugus fosfat bersifat
suka air (hidrofilik). Gusus lipid sering disebut ekor dan gugus fosfat disebut
kepala. Setiap fosfolipid akan saling berpasangan sehingga membentuk dua
lapisan (bilayer) fosfolipid yang saling berlawanan.
Menurut Salisbury (1995 : 27) struktur dinding sel dan mebra sel
berbeda, membrane memungkinkan molekul air melintasi lebih cepat dari
pada unsure terlarut, dinding sel primer biasanya sangat permeable terhadap
keduanya memang membrane se tumbuhan memungkinkan berlangsungnya
osmosis tetapi dinding sel yang tegar ituah yang menimbulkan tekanan
dengan meningkatnya jumlah molekul di dalam sel, isi sel mulai menekan
dinding sel, tekanan ini disebut tekanan turgar. Tekanan turgar inlah yang

menyebabkan kekakuan pada bagian tanaman yang tidak berkaya seperti daun
dan bunga.
Molekul-molekul protein dari membran sel terbagi menjadi dua, yaitu
protein integral (intrinsik) dan protein perifer (ekstrinsik). Protein
integral merupakan protein yang terletak menembus lapisan lipid,
sedangkan protein perifer hanya menempel di permukaan fosfolipid
tersebut. Struktur membran sel ini dikemukakan menjadi teori mosaik
cair (fluid mosaic model) oleh dua orang ilmuwan, yaitu Jonathan Singer dan
Garth Nicolson. Dengan struktur yang demikian kompleks, membran sel
memiliki beberapa fungsi di antaranya sebagai berikut:
a. Membentuk suatu batas yang fleksibel (tidak mudah robek) antara
isi sel dan luar sel.
b. Membungkus dan melindungi isi sel.
c. Menyeleksi zat-zat apa saja yang bisa masuk ke dalam sel dan zat-zat apa
yang bisa keluar dari sel. Dengan kata lain, membran sel dapat
dilalui oleh zat-zat tertentu. Sifat membran sel ini dinamakan selektif
permeabel.
1. Transpor Pasif
Transpor pasif merupakan perpindahan zat yang tidak memerlukan
energi. Perpindahan zat ini terjadi karena perbedaan konsentrasi antara zat
atau larutan. Transpor pasif melalui peristiwa difusi, osmosis, dan difusi
terbantu.
a. Difusi
Proses ini merupakan perpindahan molekul larutan berkonsentrasi
tinggi menuju larutan berkonsentrasi rendah tanpa melalui selaput membran.
Di dalam sel terjadi peristiwa perpindahan molekul zat dari tempat yang
berkonsentrasi tinggi ke tempat yang berkonsentrasi lebih rendah untuk
mencapai kesamaan konsentrasi. Di tingkat sel, difusi bermacam bahan,
termasuk air terjadi terus menerus dan di mana-mana. (Salisbury, 1995 : 32).
Proses difusi sering terjadi pada tubuh kita. Tanpa kita sadari, tubuh kita
selalu melakukan proses ini, yaitu pada saat kita menghirup udara. Ketika

menghirup udara, di dalam tubuh akan terjadi pertukaran gas antarsel melalui
proses difusi. Contoh lain proses difusi adalah saat kita membuat minuman
sirup. Sirup yang kita larutkan dengan air akan bergerak dari larutan yang
konsentrasinya tinggi ke larutan yang konsentrasinya rendah. Pada masingmasing zat, kecepatan difusi berbeda-beda. Jika pada senyawa organik
tertentu dalam sitosol masuk ke dalam sel dan dimetabolisme oleh
mitokondria, maka konsentrasi sitosol yang berada di dekat mitokondria
harus dipertahankan lebih rendah daripada konsentrasi sitosol yang berada di
dekat organel lainnya. Hal ini penting diperhatikan terutama jika
membicarakan difusi air. (Campbell, 2008).
b. Osmosis
Selain difusi di dalam sel juga terjadi osmosis. Osmosis merupakan
bentuk perpindahan molekul air dari kosentrasi yang rendah ke kosentrasi
yang tinggi. Dengan masuknya air melalui sel akan tentulah akan terbawa
ion-ion yang terdapat di dalam tanah karena larutan tanah mengandung ion.
Pertumbuhan juga bergantung pada pengambilan air, dan banyak hal dalam
hubungan air tumbuhan bergantung pada interaksi antara sel dengan
lingkungan. Tumbuhan memang merupakan sistem yang dinamis dan sangat
rumit, fungsi yang satu berinteraksi dengan fungsi yang lain.
2. Transpor Aktif
Transpor aktif adalah transpor zat melalui membran yang melawan
gradien konsentrasi (dari konsentrasi rendah ke konsentrasi yang lebih
tinggi), sehingga memerlukan energi berupa ATP (adenosin trifosfat). Sistem
transfor aktif melibatkan pertukaran ion Na+ dan K+ ( pompa natrium
kallium atau pompa ion). Selain itu proses trasnfor aktif juga melibatkan
peranan protein pembawa ( protein kontranspor) yang mengangkut ion Na+
bersama molekul lain, seperti gula atau asam amino dari luar sel ke dalam sel.
Transpor aktif meliputi pompa ion, kotranspor, dan endositosis-eksositosis.
a.

Pompa ion
Pompa ion adalah transpor ion melalui mambran dengan cara

melakukan pertukaran ion dari dalam sel dengan ion di luar sel. Transpor ion

dilakukan oleh protein transpor yang tertanam pada membran plasma


menggunakan umber energi berupa ATP.
b.

Kontransfor
Kontransfor melibatkan dua protein membran. Sebagai contoh, sel-sel

tumbuhan memompakan ion hidrogen untuk mengaktifkan transpor sukrosa


ke dalam sel. Sukrosa dapat masuk ke dalam sel melalui protein membran
melawan gradien konsentrasi jika bersamaan dengan ion hidrogen.
c.

Endositosis-eksositosis
Endositosis adalah proses pemasukan zat ke dalam sel. Proses ini

tergolong transpor aktif karena melawan kadar gradien (dari konsentrasi


rendah ke konsentrasi tinggi) dan memerlukan energi sel. Endositosis terbagi
dua, yaitu fagositosis (pemasukan zat padat) dan pinositosis (permasukan zat
cair). Contoh endositosis adalah sel darah putih yang memakan bakteri
penyakit. Sel tersebut membungkus bakteri dan menangkapnya dalam suatu
vakuola makanan yang selanjutnya dicerna oleh lisosom.
Eksositosis adalah proses pengeluaran zat dari dalam sel. Proses ini
juga tergolong transpor aktif karena melawan kadar gradien (dari konsentrasi
rendah ke konsentrasi tinggi) dan memerlukan energi sel. Contoh eksositosis
adalah proses pengeluaran zat dari dalam sel - sel kelenjar pada peristiwa
sekresi. Cairan enzim itu dimasukkan ke dalam vakuola. Vakuola itu menuju
ke tepi sel, kemudian membran plasma akan membuka dan keluarlah enzim
tersebut dari dalam sel.
3.

Cuka
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam

organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan.
Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis
dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni
(disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan
memiliki titik beku 16.7C. Asam asetat merupakan salah satu asam
karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam
air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian

menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan
bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi
polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat,
maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat
digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer
juga sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia
akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun
diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia
maupun dari sumber hayati.
4.

Cangkang Telur
Telur adalah benda bercangkang yang mengandung zat hidup bakal

anak yang dihasilkan oleh hewan dari golongan unggas (ayam, itik, burung,
dll) dan hewan amfibi (ular, biawak, buaya, dll). Telur ini biasanya terdiri dari
sel kuning telur (embrio ; zat hidup bakal anak) dan semen (cairan putih
kental), dan setiap telur memiliki jangka waktu pengeraman yang berbeda
untuk proses penetasan (lahirnya spesies baru).
Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung
zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan mahluk hidup baru. Protein telur
mempunyai mutu yang tinggi, karena memiliki susunan asam amino esensial
yang lengkap, sehingga dijadikan patokan untuk menentukan mutu protein
dari bahan pangan yang lain. Tetapi disamping adanya hal-hal yang
menguntungkan itu, telur memiliki sifat yang mudah rusak. Telur dikelilingi
oleh kulit setebal 0,2 - 0,4 mm yang berkapur dan berporipori.
Kulit telur ayam berwarna putih-kuning sampai coklat, telur bebek
berwarna kehijauan dan warna kulit telur burung puyuh ditandai dengan
adanya bercak-bercak (totol-totol) dengan warna tertentu. Bagian sebelah
dalam kulit telur ditutupi oleh dua lapisan yang menempel satu dengan yang
lain, tetapi keduanya akan terpisah pada ujung telur yang tumpul membentuk
kantung udara. Kantung udara mempunyai diamater sekitar 5 mm pada telur
segar dan bertambah besar ukurannya selama penyimpanan. Kantung udara
dapat digunakan untuk menentukan umur telur.

Sebutir telur terdiri atas kulit telur, lapisan kulit telur (kutikula),
membran kulit telur, putih telur (albumen), kuning telur (yolk), bakal anak
ayam (germ spot) dan kantung udara. Telur terdiri dari tiga komponen utama,
yaitu bagian kulit telur 8 - 11 persen, putih telur (albumen) 57 - 65 persen dan
kuning telur 27 32 persen. Putih telur terdiri atas tiga lapisan yang berbeda,
yaitu lapisan tipis putih telur bagian dalam (30 %), lapisan tebal putih telur
(50 %), dan lapisan tipis putih telur luar (20 %). Pada telur segar, lapisan
putih telur tebal bagian ujungnya akan menempel pada kulit telur. Putih telur
tebal dekat kuning telur membentuk struktur seperti kabel yang disebut
kalaza. Kalaza akan membuat kuning telur tetap ditengahtengah telur. Kalaza
juga dapat memberikan petunjuk tentang kesegaran telur, dimana pada telur
yang bermutu tinggi penampakan kalaza lebih jelas (Koswara, 2009).
Cangkang telur memiliki rumus kimia CaCO3 yang nantinya CaCO3 ini
dapat bereaksi dengan larutan CH3COOH atau asam cuka. CaCO3 + 2
CH3COOH Ca(CH3COO)2 + CO2 +H2O . Itulah mengapa cangkang telur
bisa larut terhadap cuka. Sedangkan jika direaksikan CaCO3 dengan H2O
maka tidak menghasilkan hasil reaksinya.
IV. METODOLOGI
IV.1Alat & Bahan
IV.1.1
Alat
1. Termometer
2. Gelas Capcin (6)
3. Pengaduk
4. Timbangan
5. Wadah / mangkok
6. Botol air mineral 1500 ml
7. Hitter / pemanas
IV.1.2
Bahan
1. Wantex (pewarna tekstil)
2. Air
3. Es batu
4. Asam Cuka
IV.2Cara Kerja

Memilih telur ayam yang akan digunakan untuk praktikum


sebanyak 3 buah telur kemudian merebusnya hingga matang

Setelah itu memberi tanda masing-masing telur sesuai dengan


suhu yang berlaku pada setiap variasi

Kemudian menyiapkan asam cuka yang dilarutkan dalam air


dengan perbandingan 10 ml cuka dilarutkan kedalam 400 ml
air
Menyiapkan botol air mineral ukuran 1500 ml yang sudah
dipotong setengahnya, lalu larutan cuka dimasukkan kedalam
wadah tersebut beserta telur-telur tadi dan direndam selama 3
hari sampai cangkang telur melembek
Menyiapkan 3 gelas capcin dengan label masing-masing suhu
dingin (100C), suhu normal (300C), dan suhu panas (450C)

Sebelum dimasukkan kedalam air bervariasi suhu, telur


ditimbang berat awalnya, kemudian dimasukkan ke masingmasing wadah sesuai tanda dan label.
Melakukan intervel 5 menit sekali untuk melihat pertambahan
atau berkurangnya berat telur ayam

Data diambil dengan 5 kali pengulangan untuk mendapat berat


telur hingga konstan, lalu menerapkannya pada variasi suhu
berikutnya

V. HASIL PENGAMATAN
No.
1
2
3

Jenis telur
(matang)
T1
T2
T3

Suhu
0

10
300
450

Berat

Berat

Berat

Berat

Berat

Berat

0
60 gr
55 gr
50 gr

1
55 gr
60 gr
50 gr

2
55 gr
60 gr
50 gr

3
65 gr
60 gr
50 gr

4
65 gr
60 gr
50 gr

5
65 gr
60 gr
50 gr

NB : Volume air tetap disamakan sesuai dengan volume awal ketika suhu
dinaikkan atau diturunkan dengan cara menambah air atau
mengurangi volume air
VI. PEMBAHASAN
Pada proyek kali ini kita akan menguji faktor yang berpengaruh
terhadap proses difusi osmosis terutama variasi suhu terhadap cangkang telur
yang sudah matang. Dalam kontent ini kita memiliki 3 variasi suhu yang
digunakan untuk menguji zat warna apakah berdifusi atau mengalami osmosis
dalam medium ke cangkang dan membran telur. Suhu yang digunakan yaitu
suhu dingin (100C), suhu normal (300C), dan suhu panas (450C). Disini kita
juga memberikan zat pewarna pada medium air yang digunakan pada setiap
variasi suhu. Hal ini berfungsi untuk mengetahui ada atau tidaknya proses
masuknya zat melalui memberan semipermeabel atau cangkang telur tersebut.
Jika ada maka selaput dalam telur atau bahkan bagian putih telur akan
tercampur warna pewarna yang kita gunakan. Atau dengan indikator lain yaitu
dengan berubahnya berat telur awal sebelum perlakuaan dengan setelah
perlakuan begitu juga dengan volume awal air yang berubah.
Dalam proses Osmosis secara umum dapat diketahui faktor yang
berpengaruh dalam proses tersebut, diantaranya :
1. Zat molekul yang meresap: Molekul yang lebih kecil daripada garis pusat
liang membran akan meresap dengan lebih mudah.
2. Keterlarutan lipid: Molekul yang mempunyai keterlarutan yang tinggi
meresap lebih cepat daripada molekul yang kelarutan yang rendah seperti
lipid. Jika kadar resapan bagi dua bahan yang sama saiz molekul

dibandingkan, bahan yang lebih larut dalam lipid akan meresap lebih cepat
daripada bahan yang mempunyai kelarutan yang rendah.
3. Luas permukaan membran: Kadar resapan menjadi lebih cepat jika luas
permukaan membrsn yang disediakan untuk resapan adalah lebih besar.
4. Ketebalan membran: Kadar resapan sesuatu molekul berkadar songsang
dengan jarak yang harus dilaluinya. Berbanding dengan satu membran
yang tebal, kadar resapan memlaui satu membran yang nipis adalah lebih
cepat.
5. Suhu: Pergerakan rawak molekul dipengaruhi oleh suhu. Kadar resapan
akan menjadi lebih cepat pada suhu yang tinggi dibandingkan dengan suhu
yang rendah.
6. Cas elektrik pada molekul: Pada umumnya, resapan molekul bercas (ion)
adalah lebih perlahan berbanding dengan molekul yang tidak bercas
walaupun saiz molekul yang serupa. Jika semua faktor di atas adalah
malar, maka ini boleh ditunjukkan bahawa kadar resapan berkadar terus
dengan cerun kepekatan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi, yaitu :
1. Ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikel, semakin cepat partikel
itu akan bergerak, sehinggak kecepatan difusi semakin tinggi.
2. Ketebalan membran. Semakin tebal membran, semakin lambat
kecepatan difusi.
3. Luas suatu area. Semakin besar luas area, semakin cepat kecepatan
difusinya.
4. Jarak. Semakin besar jarak antara dua konsentrasi, semakin lambat
kecepatan difusinya.
5. Suhu. Semakin tinggi suhu, partikel mendapatkan energi untuk
bergerak dengan lebih cepat. Maka, semakin cepat pula kecepatan
difusinya.
Menurut Kimball (1983:28) Menyatakan bahwa, osmosis adalah
difusi dari tiap pelarut melalu suatu selaput yang permiabel secara diferensial.
Pada osmosis yang bergerak melalui membrane semipermiabel ialah air dari
larutan hipotonis (konsentrasi air tinggi kekonsentrasi air rendah) ke
hipertonis (konsentasi air rendah ke konsentrasi at terlarut tinggi).

Berdasarkan dasar teori, air mudah berdifusi lewat pori yang banyak
tersebar pada membran sel, tetapi difusi itu juga mempunyai prinsip yang
menggerakkan partikel zat seperti CO2, O2 dan H2O masuk ke dalam jaringan.
Gerak partikel zat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor penting, meliputi beda
suhu. Setiap zat cenderung dalam keadaan bergerak. Tenaga gerak semakin
besar pada suhu yang semakin tinggi, sehingga gerak zat akan semakin cepat.
Suhu berpengaruh dalam meningkatkan energi, sehingga daya dorong
air ke dalam terjadi lebih tinggi. Partikel air akan memiliki energi untuk
bergerak lebih cepat dengan suhu yang lebih tinggi. Berdasarkan tersebut,
suhu yang tinggi menyebabkan warna akan semakin pekat. Semakin tinggi
suhu air perendaman maka pori-pori semakin besar karena protein pada
membran sebagian rusak, sehingga menyebabkan difusi air terjadi lebih cepat
dan mengalami berkurangnya jumlah air perendaman.
Dari data yang kita amati kita mendapatkan perubahan berat tiap telur
pada tiap medium dengan suhu berbeda. Untuk T1 (100C) didapat berat awal
60 gr. Kemudian setelah dilakukan perlakuan perendaman pada zat warna sela
selang waktu 5 menit pertama berat turun menjadi 55 gr, 5 menit kedua berat
sama 55 gr, 5 menit ketiga naik jadi 65 gr, lima menit keempat tetap sama 65
gr sampai 5 menit kelima. Untuk hasil T 2 (300C) didapat berat awal 55 gr.
Kemudian setelah dilakukan perlakuan perendaman pada zat warna sela selang
waktu 5 menit pertama berat turun menjadi 60 gr. Berat tersebut tetap 60 gr
sampai selang 5 menit berikutnya hingga 5 kali pengulangan. Untuk hasil T 3
(450C) didapat berat awal 50 gr. Kemudian setelah dilakukan perlakuan
perendaman pada zat warna sela selang waktu 5 menit pertama berat tetap 50
gr sampai selang 5 menit dengan 5 kali pengulangan.
Menurut kelompok kami variasi suhu saja tidak bisa dibilang sebagai
proses difusi osmosis. Tetapi dalam hal ini juga harus ada kombinasi dari
faktor lain yang juga mempengaruhi hal tersebut. Seperti yang dipaparkan
diatas sebelumnya bahwa terdapat banyak hal yang mempengaruhi proses
difusi osmosis. Sehingga tidak hanya suhu saha yang berperan, tetapi juga
konsentrasi larutan, kerapatan membran, zat yang meresap dan sebagainya.

Percobaan kami belum dikatan berhasil karena belum sesuai dengan teori yang
ada.
Fungsi asam asetat pada kulit telur
Cuka atau asam asetat (CH3COOH) merupakan senyawa asam,
sedangkan cangkang telur kebanyakan tersusun dari protein pengikat yang
lentur (macam kolagen) dan partikel-partikel kecil senyawa basa kalsium
karbonat, CaCO3 (sejenis kapur) yang membuat cangkang menjadi kaku. Saat
cangkang telur direndam cuka, kalsium karbonat bereaksi dengan cuka
membentuk garam kalsium asetat yang larut dalam cairan cuka. Jika
perendaman diteruskan, hampir semua kalsium karbonat larut sehingga yang
tersisa adalah protein pengikat yang elastis, karena kulit telur rentan terhadap
asam cuka, seperti yang kita tau jika asam dapat merusak suatu benda dan
merubah ketebalannya, jadi asam cuka ini merombak kalsium dikulit telur dan
melunakannya, sehingga bagian kulit telur yang cukup lama terkena asam
cuka akan melembek.Karena cuka di kategorikan dalam zat zat asam, berarti
cuka memiliki kemampuan untuk merusak beberapa zat seperti kalsium, yaitu
yang merupakan komponen utama penyusun kulit telur dan gypsum.
VII. KESIMPULAN
Suhu mempengaruhi proses difusi dan osmosis, semakin tinggi suhu maka
proses difusi osmosis semakin cepat hal ini dikarenakan suhu tinggi
mengakibatkan gerakan partikel dan laju reaksi menjadi cepat. Namun pada
percobaan kita kali ini bisa saja terjadi kesalahan sehingga hasil yang
didapatkan tidak sesuai dengan teori yang berlaku. Seharusnya telur pada
medium bersuhu tinggi yang mengalami perubahan berat, tetapi telur pada
medium bersuhu rendah.

DAFTAR PUSTAKA
Campbell, dkk. 2008. Biologi Edisi kelima Jilid I. Jakarta : Erlangga
Dwinjoseputro. 1990. Pengatar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.
Kimball, Jhon W, dkk. 1983. Biologi Jilid I. Jakarta : Erlangga
Koswara. 2009. Teknologi Pembuatan Yogurt. eBook Pangan.com
Salisbury, Frank B, dkk. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid I, Bandung : ITB

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai