Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS BESAR

SEORANG LAKI-LAKI 48 TAHUN


DENGAN EFUSI PLEURA DEXTRA DAN HIPOALBUMINEMIA
Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan senior
Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Oleh:
ENDRIK BASKARA
22010112210015

Pembimbing :
dr. Banteng Hanang W, Sp.PD-KP

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013

HALAMAN PENGESAHAN

Nama Mahasiswa

: Endrik Baskara

NIM

: 22010112210015

Bagian

: Ilmu Penyakit Dalam FK UNDIP

Judul kasus besar

: Seorang Laki-laki 48 tahun dengan Efusi Pleura Dextra


dan Hipoalbuminemia

Pembimbing

: dr. Banteng Hanang W, Sp.PD-KP

Semarang, Oktober 2013


Pembimbing

dr. Banteng Hanang W, Sp.PD-KP

I. IDENTITAS PENDERITA:
Nama

: Tn. Stt

Jenis kelamin : Laki-laki


Umur

: 48 th

Alamat

: Candirejo RT 3 RW 3 Ungaran

Masuk RS tgl : 12 September 2013


No CM

: C439159

Ruang

: C3L2

Status

: Jamkesda

II. DAFTAR MASALAH AKTIF


N
o
1
2

Masalah aktif
Efusi pleura dekstra
Hipoalbuminemia

Tgl

No

Masalah pasif

Tgl

12/9/2013
12/9/2013

III. DATA DASAR


A. Anamnesis
Autoanamnesis dengan penderita dan catatan medic pada tanggal 12
September 2013
Keluhan Utama : sesak napas
Onset dan Kronologis :
+ 1 bulan penderita mengeluh sesak napas. Sesak napas awalnya muncul tibatiba setelah penderita bekerja. Sesak tidak berbunyi mengi, tidak dipengaruhi
cuaca. Sesak dirasakan terus menerus sepanjang hari, hingga penderita lebih
sering berbaring di tempat tidur. Sesak berkurang dengan istirahat, lebih enak
tidur dengan bantal tinggi. Dengan beraktivitas ringan seperti berjalan ke
kamar mandi semakin sesak. Terbangun di malam hari karena sesak (-), mudah
sesak saat beraktivitas (-), kaki bengkak (-), batuk (+) jarang, dahak (-),
demam (-), sering buang air kecil di malam hari (-), mual (+), muntah (-),berat
badan dirasa menurun 3 bulan terakhir ini, tidak jelas berapa kg
penurunannya.

+ 2 minggu SMRS pasien dibawa keluarga ke RS Ambarawa, pasien


melakukan perawata disana. Di RS Ambarawa pasien dilakukan pengambilan
cairan dari paru-paru, didapatkan cairan berwarna kemerahan. Karena tidak
ada perbaikkan pasien dirujuk ke RS dr Karyadi semarang.
Kualitas : Sesak nafas membuat pasien tidak dapat beraktivitas dan bekerja
Kuantitas : Sesak nafas dirasakan terus menerus sepanjang hari.
Faktor memperberat : Aktifitas dan bekerja
Faktor memperingan : Istirahat dengan menggunakan bantal yang tinggi.
Dan miring ke kanan.
Gejala Penyerta : batuk (+) jarang, dahak (-)
Riwayat Penyakit Dahulu

Batuk lama lebih dari 2 minggu (-)


Riwayat sakit paru dengan pengobatan 6 bulan (-)
Riwayat Asma (-)
Riwayat Sakit jantung (-)
Riwayat Sakit Darah Tinggi (-)
Riwayat Sakit ginjal (-)
Riwayat Sakit kencing manis (-)
Riwayat sakit tumor/ keganasan (-)
Riwayat trauma dada (-)
Riwayat merokok (+) selama 25 tahun, mulai berhenti sejak 2 bulan yang

lalu. Setiap harinya 1 bungkus habis.


Riwayat rawat inap di RS Ambarawa, disedot cairan dari paru kanan 2 x,
keluar cairan warna kemerahan.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Keluarga Sakit batuk lebih dari 2 minggu (-)


Sakit paru dengan pengobatan 6 bulan (-)
Riwayat Keluarga Sakit darah tinggi (-)
Riwayat Keluarga Sakit Kencing Manis (-)
Riwayat Keluarga Sakit asma (-)
Riwayat Keluarga Sakit Tumor/ keganasan (-)

Riwayat Sosial Ekonomi


Penderita dulu bekerja sebagai tukang angkut pasir. Saat ini tidak bekerja lagi.
Istri sudah meninggal dunia. Anak 3 orang sudah mandiri. Biaya pengobatan
ditanggung oleh Jamkesda. Kesan : Sosial Ekonomi Kurang.
B. OBYEKTIF

Pemeriksaan Fisik tanggal 12/9/13 jam 14.00 WIB


Keadaan Umum : Tampak lemah dansesak, terpasang O2 3lpm nasal canul
dan WSD
Kesadaran

: Compo smentis, E4M6V5 GCS 15

Tanda Vital

: 120/80

mmHg

: 98 x/menit

RR
t

: 34 x/menit
: 36.5 oC (axiler)

Isi dan tegangan cukup


BB

: 53 kg

TB

: 166

BMI

: 18.5

Kulit

: Sianosis (-), pucat (+)

Kepala : mesosefal, turgor kulit cukup


Mata

: konjungtiva palpebra pucat (-/-), palpebra oedem (+/+) sklera


ikterik (-/-)

Hidung : Discharge (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-)


Telinga : Discharge (-/-), edema (-/-)
Mulut

: Kering (-), bibir sianosis (-), gusi berdarah (-)

Leher

: Deviasi trakhea ke arah kanan, JVP R+0 cm, pembesaran nnll colli

(-/-)
Tenggorok: T 1-1, faring hiperemis (-), nyeri telan (-)
Toraks : retraksi (+) intercostal
Pulmo Depan:
I

: Paru kanan tertinggal saat inspirasi

Pa

: Stem fremitus kanan melemah

Pe

: Kanan
Kiri

Au

: Redup paru kanan dari SIC II kebawah


: Sonor seluruh lapangan paru

:
Kanan : Suara dasar vesikuler kanan vesikuler menurun dari
SIC II ke bawah
Kiri

: Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)

Pulmo Belakang:
I

: Paru kanan tertinggal saat inspirasi

Pa

: Stem fremitus kanan menurun

Pe

:
Kanan : Redup paru kanan setinggi SIC I kebawah
Kiri

Au

: Sonor seluruh lapangan paru.

:
Kanan : Suara dasar paru kanan vesikuler menurun setinggi
SIC I ke bawah
Kiri

Ka

: Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)

Ki

Ki Ka
Redup di SIC II kebawah
SD : vesikuler
ST: (-)

Anterior

Redup
di SIC V.C VII
ke bawah
SD: menghilang
ST: (-)

Posterior

Cor :
I

: ictus cordis tampak,

Pa

: ictus cordis teraba di SIC V 2 cm lateral linea midclavicularis

sinistra, kuat angkat (+), melebar (-), sternal lift (-), pulsasi parasternal
(-), pulsasi epigastrial (-).
Pe

Au

: Batas atas

: SIC II linea parasternal sinistra

Batas Ka

: SIC V 2cm lateral linea parasternal dextra

Batas Ki

: Sulit dinilai

: HR: 98 x/menit, reguler, bunyi jantung I-II murni, bising (-),

gallop (-)
Abdomen :
I

: Datar, venektasi (-)

Au

: Bising usus (+) normal, bruit (-)

Pe

: Timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-), area Traube timpani.

Pa

: Supel, hepar teraba 4 cm di bawah arcus costa, tepi tumpul,


permukaan tidak rata, nyeri tekan (-), lien tak teraba.

Extremitas

SUPor

INor

Edema

-/-

-/-

Sianosis

-/-

-/-

Clubbing finger

-/-

-/-

Akral dingin

-/-

-/-

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG 12/9/2013 jam 00.30


Darah rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
MCH
MCV
MCHC
Leukosit
Trombosit

:
:
:
:
:
:
:
:

Jumlah
13.72
40.39
4.287
32
94.21
33.96
9.63
350

Satuan
gr%
%
Juta/mmk
pg
fl
g/dl
ribu/mmk
ribu/mmk

Nilai Normal
13-16
40-54
4,5-6,5
27-32
76-96
29-36
4-11
150-400

Kimia Klinik
GDS
Ureum
Creatinin
Albumin
Globulin
SGOT
SGPT
LDH
Total protein
Natrium
Kalium
Chlorida
Calcium
Magnesium

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

93
21
0.6
2.8
3.1
78
127
512
5.9
136.5
4.04
100.1
1.9
0.72

mg/dl
mg/dl
mg/dl
g/dl
U/L
U/L
U/L
g/dl
mmol/L
mmol/L
mmol/L
mmol/L
mmol/L

74-106
10-50
0,5-1,1
3,4-5,0
2,3-3,5
15-37
30-65
120-246
6,4-8,2
135-145
3,5-5,5
95-108

Urin Rutin 12-9-2013 jam 09.50


Warna
BJ
PH

:
:
:

Orange
1.020
6

1.003-1.025
4.8-7.4

Protein
Reduksi
Urobilinogen
Bilirubin
Aseton
Nitrit
Epitel
Leukosit
Eritrosit
Ca-Oksalat
Asam Urat
Triple fosfat
Silinder
Bakteri

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

Neg
Neg
1
1
Neg
Neg
0.6
2.9
10.0
Neg
Neg
Neg
Neg
28.5

mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
/uL
/uL
/uL

Neg
Neg
Neg
Neg
Neg
Neg
0.0-40.0
0.0-20.0
0.0-25.0

/uL

0.0-100.0

IMNOSEROLOG

HASIL

SATUAN

NILAI NORMAL

I
CEA

10.47

Ng/ml

0.00-5.00

X FOTO TORAKS 12/9/2013

Deviasi trakea dan main bronchus kanan kearah kiri.


Cor : Batas kanan jantung tertutup opasitas, batas kiri jantung bergeser ke
lateral, retrosternal space tidak menyempit, retrocardiac space tertutup

opasitas.
Pulmo : corakan vaskuler lapangan paru kiri normal, tampak opasitas
homogen pada seluruh lapangan paru kanan dan tampak bercak pada perihiler
dan parakardial kanan.

Tampak opasitas homogen pada seluruh hemithoraks kanan.


Hemidiafragma kanan tertutup opasitas, kiri setinggi costa 11-12 posterior.
Sinus costrofrenicus kanan tertutup opasitas, kiri lancip.
Kesan

Cor tampak bergeser ke kiri


Opasitas homogen pada seluruh hemithoraks kanan disertai pergeseran
mediastinum ke kontra lateralCenderung gambaran efusi pleura kanan
massif, kemungkinan disertai adanya massa belum dapat disingkirkan.

USG 17 september 2013


Hepar

ukuran normal, ekogenitas parenkim normal, permukaan

nreguler, liver tip baik, tak tampak nodul, v.porta tak melebar, v.hepatika tak melebar.
Duktus biliaris:

Intra dan ekstrahepatal tak melebar.

Vesica felea

ukuran tak membesar, dinding tak menenbal, tak tampak batu,

tak tampak sludge.


Pankreas

ukuran normal, parenkim homogen, tak tampak massa maupun

kalsifikasi.
Ginjal kanan :

bentuk dan ukuran normal, ekogenitas normal, batas

kortikomeduler jelas, tak tampak penipisan korteks, plelokaliks tak melebar, tak
tampak batu.
Ginjal kiri

bentuk dan ukuran normal, ekogenitas normal, batas

kortikomeduler jelas, tak tampak penipisan korteks, pielokaliks tak melebar, tak
tampak batu.
Lien

ukuran tak membesar, tak tampak massa, v.lienalis tak melebar.

Aorta/paraaorta:

ta tampak nodul para aorta

Vesica urinaria:

dinding tak menebal, permukaan ireguler, tak tampak batu.

Prostat

ukuran normal, tak tampak kalsifikasi.

Tampak cairan bebas pada supradiafragma kanan.


Tak tampak cairan bebas intraabdomen.
KESAN:

Efusi pleura kanan


Tak tampak nodul pada hepar ataupun lien.

MSCT THORAKS DENGAN KONTRAS


KLINIS: EFUSI LEURA, SUSPEK MASSA PARU KANAN. HEPATOMEGALI
Hemithoraks kanan tampak lebih kecil dibandingkan kiri.
Paru kanan : Corakan bronkovaskuler meingkat, tampak bercak perselubungan dan
fibrotik line pada sekitar segmen 1,2,3 dan 5. Tampak perselebungan batas tegas pada
sekitar segmen 4,5,6,7,8,9 dan 10 parun kanan
Paru kiri : Corakan bronkovaskuler normal, Tak tampak infiltrat, nodul maupun
atelektasis
Trachea : tak tampak terdesak
Bronkus : utama dan sekunder kanan kiri tak menyempit.
Oesophagus : tak melebar, dinding tak menebal, tak tampak massa dan pendesakkan
Cor : tak tampak membesar.
Aorta : Tak tampak melebar, tak tampak klasifikasi maupun trombus.
Hepar : Tak tampak nodul pada hepar yang terlihat.
Lien : tampak normal.
Supra ren kanan - kiri : tak tampak massa.
Tampak effusi pleura kanan
Tak tampak cairan pada cavum abdomen

Tak tampak destruksi tulang.


KESAN

BERCAK PERSELUBUNGAN PADA SEKITAR SEGMEN 1,2,3,4 DAN 5


PARU KANAN > CENDERUNG GAMBARAN INFILTRAT DENGAN
FIBROTIK LINE DAN ATELEKTASIS PADA SEKITAR SEGMEN

4,5,6,7,8,9 DAN 10 PARU KANAN.


EDUSI PLEURA KANAN.

EKG 12-9-2013

Frekuensi

: 100x/menit

Irama

: sinus

Axis

: normoaxis, zona transisi V3

Gel P

: 0,08 s

PR interval

: 0,12 s

ORS complex

: 0,06 s

Segmen ST

: isoelektrik

Gel T

: T inverted (-), T tall (-)

R/S di V1 < 1mm, R V1 + S V5 < 35 mm


Kesan : normosinus
HASIL SITOLOGI CAIRAN PUNGSI EFUSI PLEURA DEKSTRA (6/9/2013)
Sampel cairan efusi hemoragik
Kesimpulan: dijumpai sel ganas.
Pendapat: Non small cell carcinoma.
Kesan: Adenocarcinoma

RESUME
Seorang laki-laki 48 tahun datang ke RSDK dengan keluhan sesak nafas sejak
1 bulan yang lalu. Sesak nafas dirasakan tiba-tiba setelah pasien bekerja seperti
ditekan oleh beban berat yang menindih dada. Sesak nafas membuat penderita tidak
dapat berkativitas dan bekerja. Sesak bertambah bila pasien beraktivitas dan bekerja.
Sesak nafas berkurang dengan istirahat, lebih enak berbaring dengan posisi setengah
tidur dengan menggunakan bantal tinggi dan miring kekanan. Sesak nafas disertai
dengan batuk dengan sedikit dahak, mual dan berat badan dirasakan menurun 3 bulan
terkahir. + 2 minggu SMRS pasien sempat dirawat di RS Ambarawa, dan dilakukan
pengambilan cairan dari paru-paru. Dan didapatkan cairan berwarna kemerahan.
Dari riwayat dahulu didapatkan bahwa penderita memiliki riwayat merokok
selama 25 tahun, mulai berhenti sejak 2 bulan yang lalu. Setiap harinya 1 bungkus
habis. Dari riwayat keluarga tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit
seperti ini.
Penderita dulu bekerja sebagai tukang angkut pasir, namun saat ini sudah tidk
bekerja lagi. Istri sudah meninggal dunia. Memiliki 3 orang anak yang sudah mandiri.
Biaya pengobatan ditanggung oleh jamkesmas. Kesan sosial ekonomi kurang.
Pada pemeriksaan fisik tanggal 12 september 2013 didapatkan keadaan umum
tampak lemah dan sesak, terpasang O2 3lpm nasal kanul dan WSD. Dengan tanda vital
: TD 120/80 mmHg (berbaring), N 98x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup. RR

34x/menit, T 36.50C (axiller). Pemeriksaan paru depan di dapatkan, inspeksi tampak


paru kanan tertinggal saat inspirasi, palpasi stem fremitus kanan lebih lemah daripada
kiri, perkusi paru kanan di dapatkan Redup paru kanan dari SIC II kebawah dan kiri di
dapatkan sonor di seluruh lapangan paru. Auskultasi paru kanan di dapatkan Suara
dasar vesikuler kanan vesikuler menurun dari SIC II ke bawah, paru kiri di dapatkan
Suara dasar vesikuler, tidak ada suara tambahan. Pemeriksaan paru belakang di
dapatkan, inspeksi tampak paru kanan tertinggal saat inspirasi, palpasi stem fremitus
kanan lebih lemah daripada kiri, perkusi paru kanan di dapatkan Redup paru kanan
setinggi SIC I kebawah dan kiri di dapatkan sonor diseluruh lapangan paru.
Auskultasi paru kanan di dapatkan Suara dasar paru kanan vesikuler menurun setinggi
SIC I ke bawah, paru kiri di dapatkan Suara dasar vesikuler, tidak ada suara
tambahan. Pemeriksaan jantung di dapatkan batas kanan jantung bergeser ke arah
kanan yaitu di SIC V 2 cm di lateral linea parasternal dextra. Kulit terlihat pucat. Pada
pemeriksaan leher di dapatkan adanya deviasi trakhea ke arah kanan. Pemeriksaan
kepala, mata, telinga, hidung, abdomen, ekstremitas dalam batas normal.
Pemeriksaan laboratorium tanggal 12 September 2013 di dapatkan
hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit, MCH, MCV, dan MCHC dalam batas
normal , sedangkan trombosit 450.3 ribu/mm3 (H) mengalami peningkatan.Pada
pemeriksaan kimia klinik didapatkan peningkatan SGOT 78 U/L, SGPT 127 U/L dan
LDH 512 U/L, albumin 2.8 g/dl dan pemeriksaan urin rutin dalam batas normal.
Pemeriksaan foto thorax di dapatkan gambaran deviasi trakhea ke kiri, batas kanan
jantung tertutup opasitas, batas kiri jantung bergeser ke lateral. Pada pulmo terdapat
corakan vaskuler lapangan paru kiri normal, tampak bercak pada perihiler dan
parakardial kanan, dan tampak opasitas homogen pada hemithorax kanan. Kesan di
dapatkan bahwa cor tampak bergeser ke kiri dan gambaran efusi pleura kanan massif,
kemungkinan disertai adanya massa belum dapat disingkirkan.
DAFTAR ABNORMALITAS
1.
2.
3.
4.

Sesak napas
Batuk sedikit dahak
Riwayat merokok (+)
Paru kanan tertinggal saat inspirasi, stem fremitus melemah, redup, suara

dasar menurun
5. Konfigurasi jantung bergeser ke caudolateral
6. Peningkatan SGOT SGPT
7. Peningkatan LDH

8. Hipoalbuminemia
9. X foto: efusi pleura kanan masif, mungkin dengan massa
10. Sitologi cairan efusi dekstra: kesan adenocarcinoma

IV. DAFTAR MASALAH AKTIF


V. RENCANA PEMECAHAN MASALAH
Problem 1 : Efusi Pleura Dekstra
Assessment : Massa paru dekstra
Ip Dx: - Pungsi terapeutik, Foto Rontgen ulang post pungsi.
Ip Tx: O2 nasal kanul 2 lpm
Pungsi terapeutik
WSD/ pleurodesis
Infus RL 20 tpm
Diet lunak 1700 kkal
Vitamin B komplek 3 x 1 Tab
Ip Mx: KU, TV.
Ip Ex: menjelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan untuk menegakkan
diagnosis.
Menunggu hasil PA untuk menentukan kemoterapi.

Problem 2: Hipoalbuminemia
Assessment : IpDx

:-

IpTx

: Pengaturan diet tinggi protein


Koreksi albumin (3.5-2.8) x 0.8 x 45 = 25.2
Albumin 20 % 100 cc 1 flash.

IpMx

: Albumin post koreksi

IpEx

:
Memperbanyak makanan yang banyak protein

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi
Pleura adalah membran tipis yang terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis
yang menutup permukaan paru dan pleura parietalis yang menutup dada bagian dalam
dan diafragma. Secara histologis, kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial,
jaringan ikat, dan dalam keadaan normal hanya berisikan cairan yang sangat tipis.
Rongga pleura terletak antara paru dan dinding thorax. Rongga pleura dengan lapisan
cairan yang tipis ini berfungsi sebagai pelumas antara kedua pleura. Kedua lapisan
pleura ini bersatu di hillus paru. Dalam hal ini terdapat perbedaan antara pleura
visceralis dan parietalis, yaitu :
Pleura visceralis
Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis <
30mm. Di antara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit. Di bawah selsel mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit,
di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan
serat-serat elastik. Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial
subpleura yang banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari a.
pulmonalis dan a. brachialis serta pembuluh limfe. Menempel kuat

pada jaringan paru. Fungsinya adalah untuk mengabsorpsi cairan

pleura.
Pleura parietalis
Merupakan jaringan yang lebih tebal, terdiri dari sel-sel mesothelial
dan jaringan ikat. Di dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung
kapiler dari a. intercostalis dan a. mamaria interna, pembuluh limfe,
dan banyak reseptof saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan
perbedaan temperatur. Mudah menempel dan lepas dari dinding dada
di atasnya. Fungsinya untuk memproduksi cairan pleura.

2. Fisiologi
Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura parietalis
dan visceralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan thorax dan
paru. Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura
parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui pleura visceralis.
Masing-masing dari kedua pleura merupakan membran serosa mesenkim yang
berpori-pori, di mana sejumlah kecil transudat cairan interstitial dapat terus-menerus
melaluinya untuk masuk ke dalam ruang pleura2.
Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura visceralis lebih besar
daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis sehingga dalam
keadaan normal hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga pleura. Jumlah
total cairan dalam setiap rongga pleura sangat sedikit hanya 1-5 ml. Kapanpun bila
jumlah ini menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua lapisan pleura, maka
kelebihan tersebut akan di pompa keluar oleh pembuluh limfatik dari rongga pleura ke
dalam mediastinum, permukaan superior dari diafragma, dan permukaan lateral pleura
parietalis.
II. Definisi

Efusi pleura adalah suatu keadaan di mana terjadi penumpukan cairan di


dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal hanya di temukan selapis cairan tipis
yang terdapat di dalam rongga pleura yang memisahkan kedua lapisan pleura. Efusi
pleura merupakan akumulasi cairan abnormal dalam jumlah yang berlebih di dalam
rongga pleura, yang di sebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan
pengeluaran cairan pleura6.
Akibat adanya cairan yang cukup banyak di dalam rongga pleura, maka
kapasitas paru akan berkurang dan menyebabkan pendorongan organ-organ
mediastinum, termasuk jantung.
Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan
pleura mempunyai kadar protein yang lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl. Ada beberapa
jenis cairan yang bisa berkumpul di dalam rongga pleura antara lain darah, cairan
seperti susu, dan cairan yang mengandung kolesterol yang tinggi.
a. Hidrotoraks
Pada keadaan hipoalbuminemia berat, bisa timbul transudat. Dalam hal
ini penyakitnya disebut hidrotorak dan biasanya ditemukan bilateral.
Sebab-sebab lain yang mungkin adalah kegagalan jantung kanan,
sirosis hati dengan asites, serta sebagai salah satu trias dari sindroma
meig (fibroma ovarii, asites, dan hidrothorak).
b. Hemothoraks
Hemothoraks adalah adanya darah di dalam rongga pleura. Biasanya
terjadi karena trauma thorax. Trauma ini bisa karena ledakan dahsyat di
dekat penderita atau trauma tajam maupun trauma tumpul. Kadar Hb
pada hemothoraks selalu lebih besar 25% daripada kadar Hb dalam
darah. Penyebab lainnya dari hemothoraks adalah :
Pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan

darahnya ke dalam rongga pleura.


Kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam
aorta) yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga

pleura.
Gangguan pembekuan darah, akibatnya darah di dalam rongga
pleura tidak membeku secara sempurna, sehingga biasanya

mudah dikeluarkan melalui sebuah jarum atau selang.


c. Empiema
Bila karena suatu infeksi primer maupun sekunder, cairan pleura
patologis ini akan berubah menjadi pus, maka keadaan ini disebut

empiema. Pada setiap kasus pneumonia perlu diingat kemungkinan


terjadinya empiema sebagai salah satu komplikasinya. Empiema bisa
juga merupakan komplikasi dari infeksi pada cedera di dada dan
pembedahan di daerah dada.
d. Chylotoraks
Merupakan suatu keadaan di mana terjadi penumpukan getah bening
pada rongga pleura. Adapun penyebab chylotoraks antara lain :
Kongenital
Sejak lahir tidak terbentuk duktus thorasikus, tetapi terdapat

fistula antara duktus thorasikus dan rongga pleura.


Trauma yang berasal dari luar seperti penetrasi pada leher dan
dada, atau pukulan pada dada (dengan / tanpa fraktur). Yang
berasal dari efek operasi daerah thorakolumbal, reseksi
esofagus

1/3 tengah

dan

atas,

operasi

leher, operasi

kardiovaskular.
Obstruksi karena limfoma maligna, metastasis karsinoma ke
mediastinum, tuberkulosis, histoplasmosis.

III. Etiologi
Ruang pleura normal mengandung sekitar 1 ml cairan, hal ini memperlihatkan
adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik dalam
pembuluh darah pleura visceralis dan parietalis dan drainase limfatik luas. Efusi
pleura merupakan hasil dari ketidakseimbangan tekanan hidrostatik dan tekanan
osmotik. Efusi pleura merupakan indikator dari suatu penyakit paru atau yang bukan
dari paru yang bersifat akut atau kronis. Meskipun spektrum etiologi efusi pleura
sangat luas, efusi pleura sebagian di sebabkan oleh gagal jantung kongestif,
pneumonia, keganasan, atau emboli paru. Mekanisme sebagai berikut berperan dalam
pembentukan efusi pleura 5:

Perubahan permeabilitas membran pleura misalnya pada radang, keganasan,

dan emboli paru.


Pengurangan tekanan onkotik intravaskular misalnya pada hipoalbuminemia

dan sirosis.
Peningkatan tekanan hidostatik kapiler dalam sirkulasi sistemik dan atau paru-

paru misalnya pada gagal jantung kongestif, sindrom vena cava superior.
Pengurangan tekanan dalam ruang pleura, mencegah ekspansi paru penuh
misalnya pada atelektasis yang luas.

Penurunan drainase limfatik atau penyumbatan, obstruksi duktus thorasikus

atau pecah misalnya pada keganasan dan trauma.


Peningkatan cairan peritoneal, dengan migrasi di diafragma melalui sistem

limfatik atau cacat struktural misalnya pada sirosis dan dialisis peritoneal.
Perpindahan cairan dari edema paru ke pleura visceral.
Peningkatan tekanan onkotik di cairan pleura yang persisten menyebabkan
adanya akumulasi cairan di pleura.

IV. Klasifikasi
Efusi pleura umumnya diklasifikasikan berdasarkan mekanisme pembentukan
cairan dan kimiawi cairan menjadi 2 yaitu transudat atau eksudat. Transudat hasil dari
ketidak seimbangan antara tekanan onkotik dengan tekanan hidrostatik, sedangkan
eksudat adalah hasil dari peradangan pleura atau drainase limfatik yang menurun.
Dalam beberapa kasus mungkin terjadi kombinasi antara karakteristik cairan transudat
dan eksudat2.
a. Transudat
Dalam keadaan normal, cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu
adalah transudat. Transudat terjadi apabila ada ketidakseimbangan
antara tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotik, sehingga
terbentuknya cairan pada satu sisi pleura melebihi reabsorpsinya oleh
pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada meningkatnya tekanan
kapiler sistemik, meningkatnya tekanan kapiler pulmoner, menurunnya
tekanan koloid osmotik dalam pleura, dan menurunnya tekanan intra
pleura. Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah gagal
jantung terbanyak pada kiri, sindrom nefrotik, obstruksi vena cava
superior, asites pada sirosis hati. Kriteria transudat menurut Light.
Rasio kadar protein cairan efusi pleura/kadar protein serum <0,5, rasio
kadar LDH cairan efusi/kadar LDH serum <0,6 dan kadar LDH cairan
Efusi pleura <2/3 batas atas nilai normal kadar LDH serum8.
b. Eksudat
Merupakan cairan yang terbentuk melalui membran kapiler yang
permeabelnya abnormal dan berisi protein dengan konsentrasi tinggi
dibandingkan dengan protein transudat. Bila terjadi peradangan maka
permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel
mesothelial berubah menjadi bulat atau kuboid dan terjadi pengeluaran

cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang


paling sering adalah Mycobacterium tuberculosa dan dikenal sebagai
pleuritis eksudativa tuberkulosa. Protein yang terdapat dalam cairan
pleura paling banyak berasal dari saluran limfe. Kegagalan aliran
protein getah bening ini menyebabkan peningkatan konsentrasi cairan
pleura, sehingga menimbulkan eksudat. Penyakit yang menyertai
eksudat antara lain infeksi (tuberkulosis, pneumonia), tumor pada
pleura, infark paru, karsinoma bronkogenik, radiasi, dan SLE. Kriteria
transudat menurut Light. Rasio kadar protein cairan efusi pleura/kadar
protein serum >0,5, rasio kadar LDH cairan efusi/kadar LDH serum
>0,6 dan kadar LDH cairan Efusi pleura >2/3 batas atas nilai normal
kadar LDH serum8.
Etiologi Efusi Pleura Ganas (EPG)
Tumor dari berbagai organ dapat bermetastase ke pleura. Dari gabungan
beberapa hasil penelitian melaporkan sepertiga dari keseluruhan kasus EPG berasal
dari tumor paru (tabel 1)1.
Tumor
Paru
Payudara
Limfoma
Ovarium
Perut
Primer tidak diketahui
Kanker lainnya

Jumlah
641
449
187
88
42
129
257

Presentase
36
25
10
5
2
7
14

Obstruksi limfatik merupakan penyebab terbanyak terjadinya efusi pleura


paramalignan

dan

merupakan

mekanisme

paling

sering

menyebabkan

terakumulasinya sejumlah cairan dalam volume yang besar. Efek lokal lainnya dari
suatu tumor juga menyebabkan terbentuknya efusi pleura paramalignan, yaitu
obstruksi bronkus yang mengakibatkan pneumonia ataupun atelektasis. Selanjutnya,
sangat penting untuk mengenali efusi yang berasal dari efek sistemik tumor dan efek
samping terapi (tabel 2).
V. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura
melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini akan segera direabsorpsi oleh
saluran limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi.

Kemampuan untuk reabsorpsinya dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila antara


produksi dan reabsorpsinya tidak seimbang, misalnya produksinya meningkat atau
reabsorpsinya menurun, maka akan timbul efusi pleura. Patofisiologi terjadinya efusi
pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura.
Dalam keadaan normal, cairan pleura di bentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui
pembuluh darah kapiler. Filtrasi terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan
jaringan interstitial. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar
pleura. Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi
karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan
sebagian besar diabsorpsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang
diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal1.
VI. Manifestasi Klinis
Biasanya manifestasi klinis yang terjadi yang disebabkan oleh penyakit yang
mendasari. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis. Sementara efusi maligna akan menyebabkan dispneu dan batuk. Ukuran
efusi akan menentukan keparahan gejala. Pada kebanyakan penderita umumnya
asimptomatis atau memberikan gejala demam ringan dan berat badan yang menurun
seperti pada efusi yang lain5.
Dan dari anamnesis biasanya di dapatkan :

Sesak nafas bila lokasi efusi luas. Sesak nafas terjadi pada saat
permulaan pleuritis yang disebabkan oleh nyeri dadanya dan apabila

jumlah cairan efusinya meningkat, terutama apabila penuh.


Rasa berat pada dada
BB menurun pada neoplasma
Batuk yang pada umunya non produktif dan ringan, batuk berdarah

pada karsinoma bronkus atau metastatis


Demam subfebris pada TB paru dan demam menggigil pada empiema.

Dari pemeriksaan fisik di dapatkan pada sisi yang sakit akan terlihat 6:

Dinding dada terlihat lebih cembung dan gerakan nafas tertinggal


Vokal fremitus yang melemah atau menurun
Perkusi dull sampai flat
Bunyi pernafasan yang menurun sampai menghilang
Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat, dapat dilihat atau diraba

pada trakhea.
Nyeri dada pada pleuritis

VII.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang biasanya dilakukan untuk memperkuat diagnosa efusi
pleura antara lain 4:

Rongten Thorax
Biasanya merupakan

langkah

pertama

yang

dilakukan

untuk

mendiagnosis efusi pleura yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.


Foto dada dapat juga menerangkan asal mula terjadinya efusi pleura
bila terdapat jantung yang membesar, adanya massa tumor, adanya lesi
tulang destruktif pada keganasan, dan adanya densitas parenkim yang

lebih keras pada pneumonia dan abses paru.


USG Thorax
Dapat membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan.
Pemeriksaan ini sangat membantu sebagai penuntun waktu melakukan

aspirasi cairan rongga pleura.


CT scan Thorax
Dapat menunjukkan adanya perbedaan densitas cairan dengan jaringan
di sekitarnya sehingga sangat memudahkan dalam menentukan adanya
efusi pleura. Selain itu juga bisa menunjukkan adanya pneumonia,

abses paru, atau tumor. Hanya saja biayanya masih mahal.


Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosintesis. Torakosintesis adalah pengambilan cairan melalui
sebuah jarum yang dimasukkan di antara SIC ke dalam rongga dada
dan berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun terapeutik.
Pelaksanaan torakosintesis sebaiknya dilakukan pada penderita dengan
posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru di SIC V
pada linea axillaris media dengan memakai jarum Abbocath nomor 14
atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500
cc setiap kali aspirasi karena dapat menimbulkan pleural shick atau
hipotensi atau edema paru. Edema paru dapat terjadi karena paru-paru

mengembang terlalu cepat.


Biopsi pleura

Jika dengan torakosintesis tidak dapat dintetukan penyebabnya maka


dilakukan biopsi di mana contoh lapisan pleura sebelah luar yang di

analisa.
Analisa cairan pleura
Untuk diagnostik cairan pleura dilakukan pemeriksaan :
- Warna cairan
Biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-kuningan,
bila agak kemerahan ini dapat terjadi pada trauma, infark
paru, keganasan, dan kebocorab aneurisma aorta. Bila
kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan
adanya empiema. Bila merah tengguli ini, menunjukkan
-

adanya abses karena amoeba.


Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan
eksudat yang perbedaannya dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Perbedaan
Kadar protein dalam

Transudat
<3gr/100ml

Eksudat
>3gr/100ml

efusi
Rasio kadar protein

<0,5

>0,5

protein dalam serum


Kadar LDH dalam

<200

>200

efusi
Rasio kadar LDH

<0,6

>0,6

<1,016
-

>1,016
+

dalam efusi kadar

dalam efusi kadar


LDH dalam serum
Berat jenis cairan efusi
Rivalta

Di samping pemeriksaan tersebut di atas, secara biokimia


juga diperiksa :
- Kadar pH dan glukosa. Biasanya akan merendah pada
penyakit-penyakit infeksi, artritis rheumatoid, dan
-

neoplasma
Kadar amilase. Biasanya meningkat pada pankreatitis

dan metastatis adenokarsinoma.


Sitologi

Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting


untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan
sel-sel patologis atau dominasi sel-sel tertentu.
- Sel neutrofil : menunjukkan adanya infeksi akut
- Sel limfosit : menunjukkan adanya infeksi kronik

(pleuritis tuberkulosa atau limfoma maligna)


Sel mesotel : bila jumlahnya meningkat menunjukkan

adanya infark paru


Sel mesotel maligna : pada mesotelioma
Sel besar dengan banya inti : pada artritis rheumatoid
Sel LE : pada lupus eritematosus sistemik

Bakteriologi
Biasanya cairan pleura bersifat steril, namun kadang-kadang
bisa mengandung mikroorganisme apalagi bila cairannya
purulen. Efusi yang purulen dapat mengandung kuman
aerob dan anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan
pada

efusi

pleura

adalah

Klebsiella,

Pseudomonas,

Enterobacter, E. Coli

VIII.Diagnosis
Pendekatan diagnosis pada efusi pleura dapat dilihat dari anamnesa,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang yang dilakukan. Pada anamnesa dan
gejala klinis yang timbul di dapatkan keluhan utama penderita adalah sesak dan nyeri
dada sehingga biasanya penderita membatasi pergerakan rongga dada dengan bernafas
pendek dan tidur miring ke sisi yang sakit. Selain ini biasanya sesak nafas terutama
bila berbaring ke sisi yang sehat disertai dengan batuk dengan atau tanpa dahak. Berat
ringannya sesak nafas ditentukan oleh jumlah cairan efusi. Keluhan yang lain sesuai
dengan penyakit yang mendasarinya4.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan dada yang terlihat cembung dan tertinggal
saat bernafas. Stem fremitus yang melemah pada sisi yang sakit, serta suara nafas
yang melemah atau menghilang. Jantung dan mediastinum terdorong ke sisi yang
sehat. Bila tidak ada pendorongan mungkin disebabkan karena keganasan.

Pada pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologis memiliki nilai


yang tinggi dalam mendiagnosis efusi pleura, tetapi tidak memiliki nilai apapun dalam
menentukan penyebabnya. Secara radiologis, jumlah cairan <100 ml tidak akan
tampak dan baru akan jelas bila jumlah cairan >300 ml. Foto thorax dengan posisi
posterior anterior akan memperjelas kemungkinan adanya efusi pleura yang masif
dengan pendorongan jantung dan mediastinum ke sisi yang sehat.
Pada pemeriksaan torakosentesis yaitu pengambilan cairan pleura bertujuan
untuk diagnostik dan terapeutik. Pada pemeriksaan torakosentesis dapat digunakan
untuk mengetahui cairan efusi tersebut termasuk transudat atau eksudat sehingga
etiologinya dapat diketahui. Selain itu juga bisa dilihat lewat parameter biokimiawi
seperti protein, LDH, albumin, pH yang diukur lewat analisa gas darah, serta
pemeriksaan darah rutin dan hitung jenis.

IX.Penatalaksanaan
Pada efusi pleura harus segera mendapatkan tindakan pengobatan karena
cairan pleura itu dapat menekan organ-organ vital di dalam rongga dada. Berbagai
macam pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan pada efusi pleura masif adalah
sebagai berikut2 :

a. Mengobati penyakit yang mendasari terjadinya efusi pleura


Misalnya pada hemothoraks, darah yang ada di dalam rongga pleura di
keluarkan melalui sebuah selang dan dapat juga dimasukkan obat-obat
yang membantu memecahkan bekuan darah seperti streptokinase. Jika
perdarahan terus berlanjut atau jika darah tersebut tidak dapat
dikeluarkan

melalui

selang

maka

perlu

dilakukan

tindakan

pembedahan. Pada pengobatan untuk chylothoraks dilakukan untuk


memperbaiki kerusakan saluran limfe. Bisa dilakukan pembedahan
atau pemberian obat antikanker untuk tumor yang menyumbat sistem
limfe. Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran
nanah. Jika nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam
bagian fibrosa, maka pengaliran nanah lebih sulit dilakukan dan
sebagian dari tulang rusuk harus diangkat sehingga bisa dipasang

selang yang lebih besar. Kadang perlu juga dilakukan pembedahan


untuk memotong lapisan luar dari pleura. Pada pleuritis TB diberikan
obat-obatan antituberkulosis seperti rimfamicin, INH, pirazinamid,
etambutol, streptomisin dan memakan waktu 6-12 bulan. Dosis dan
pemberian obatnya seperti pada pengobatan tuberkulosis paru.
Pengobatan ini menyebabkan cairan efusi dapat diserap kembali, tetapi
untuk menghilangkan eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan
torakosintesis. Umumnya cairan di resolusi dengan sempurna, tetapi
kadang-kadang dapat diberikan kortikosteroid secara sistematik yaitu
diberikan prednison 1mg/kgBB selama 2 minggu, kemudian dosisnya
diturunkan.
b. Torakosentesis
Mengeluarkan cairan seperlunya hingga sesaknya berkurang. Jangan
lebih dari 1-1,5 liter pada setiap kali aspirasi. Torakosentesis ulang
dapat dilakukan pada hari berikutnya. Torakosentesis untuk tujuan
diagnosis setiap waktu dapat dikerjakan sedangkan untuk tujuan
terapeutik pada efusi pleura dilakukan atas beberapa indikasi yaitu
adanya keluhan yang berat seperti nyeri dada atau perasaan tertekan
pada dada, cairan sudah mencapai SIC II atau lebih, sehingga akan
mendorong dan menekan jantung serta mediastinum yang dapat
menyebabkan kematian secara tiba-tiba, suhu badan dan keluhan yang
masih ada walaupun sudah melewati masa 3 minggu, penyerapan
cairan yang terlambat dan waktu sudah mendekati 6 minggu namun
cairan masih tetap banyak.
c. Chest tube
Jika efusi yang dikeluarkan jumlahnya banyak, lebih baik dipasang
chest tube sehingga cairan dapat dialirkan dengan lambat tapi
sempurna. Drainase yang terlalu cepat akan menyebabkan distres pada
penderita dan bisa menimbulkan edema paru.
d. Pleurodesis
Dimaksudkan untuk menutup rongga pleura sehingga akan mencegah
penumpukan cairan pleura kembali. Hal ini dipertimbangkan untuk
efusi pleura yang rekuren seperti pada efusi karena keganasan.
Sebelum dilakukan pleurodesis, cairan dikeluarkan terlebih dahulu

melalui selang pada dada dan paru dalam keadaan mengembang.


Pleurodesis dilakukan dengan memakai bahan sklerosis yang
dimasukkan ke dalam rongga pleura. Efektifitas dari bahan ini
tergantung pada kemampuan untuk menimbulkan fibrosis dan
obliterasi kapiler pleura. Bahan-bahan yang diperlukan untuk
keperluan pleurodesis yaitu bleomisin, adriamisin, siklofosfamid,
ustard, thiotepa, 5 florourasil, perak nitrat, talk, Corynebacterium
parvum, dan tetrasiklin. Setelah tidak ada lagi cairan yang keluar,
masukkanlah tetrasiklin 500mg yang sudah dilarutkan dalam 20-30ml
larutan garam fisiologis ke dalam rongga pleura, selanjutnya diberikan
10ml larutan garam fisiologis untuk pencucian selang dada dan 10ml
lidokain 2% untuk mengurangi rasa sakit atau dengan memberikan
golongan narkotik 1 jam sebelum dilakukan pleurodesis. Kemudian
kateter di klem selama 6 jam, ada juga yang melakukan selama 30
menit dan selama itu posisi penderita diubah-ubah agar tetrasiklin
terdistribusi di seluruh rongga pleura. Bila dalam 1-2 hari cairan tidak
keluar lagi selang dada di cabut.
e. Pengobatan pembedahan mungkin diperlukan untuk :
-Hemothoraks terutama setelah trauma
-Empiema
-Pleurektomi yaitu pengangkatan pleura parietalis, tindakan ini jarang
dilakukan kecuali pada efusi pleura yang telah mengalami kegagalan
setelah mendapatkan tindakan WSD, pleurodesis kimiawi, radiasi,
kemoterapi sistemik, dan penderita dengan prognosis yang buruk
-Ligasi duktus thorasikus yang menghubungkan rongga pleura dengan
peritoneum sehingga cairan pleura mengalir ke peritoneum. Hal ini
dilakukan terutama bila tindakan torakosentesis maupun pleurodesis
tidak memberikan hasil yang memuaskan misalnya pada tumor atau
trauma pada kelenjar getah bening.
X. Komplikasi
Komplikasi efusi pleura yaitu2:
-

Infeksi

Pengumpulan cairan dalam rongga pleura dapat mengakibatkan infeksi


(empiema primer) dan efusi pleura dapat menjadi terinfeksi setelah
dilakukan tindakan torakosentesis (empiema sekunder). Empiema
primer dan sekunder harus di drainase dan di terapi dengan antibiotika
untuk mencegah reaksi fibrotik.
-

Fibrosis
Fibrosis pada sebagian paru dapat mengurangi ventilasi dengan
membatasi pengembangan paru. Pleura yang fibrotik dapat menjadi
sumber infeksi kronis, menyebabkan sedikit demam. Dekortikasi dan
reseksi pleura lewat pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi
infeksi dan mengembalikan fungi paru. Dekortikasi paling baik
dilakukan dalam 6 minggu setelah diagnosis empiema ditegakkan,
karena dalam jangka waktu itu lapisan pleura masih belum
terorganisasi dengan baik sehingga pengangkatannya menjadi lebih
mudah.

XI.Prognosis
Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang mendasari
kondisi itu. Namun pasien yang memperoleh diagnosis dan pengobatan lebih dini
akan lebih jauh terhindar dari komplikasi. Efusi yang ganas prognosisnya sangat
buruk, dengan kelangsungan hidup kira-kira 4 bulan. Efusi dari kanker lebih responsif
terhadap kemoterapi. Efusi parapneumonik ketika diketahui dan diobat segera
biasanya dapat disembuhkan tanpa gejala sisa yang signifikan. Namun efusi para
pneumonik yang tidak diobati dan tidak tepat dalam pengobatannya dapat
menyebabkan terjadinya fibrosis konstriktif2.

BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini dilaporkan seorang pria usia 48 tahun dengan efusi pleura dextra dan
hipoalbuminemia. Pasien mengeluhkan dengan keluhan sesak nafas sejak 1 bulan
yang lalu. Sesak nafas dirasakan tiba-tiba setelah pasien bekerja seperti ditekan oleh
beban berat yang menindih dada. Sesak nafas membuat penderita tidak dapat
berkativitas dan bekerja. Sesak bertambah bila pasien beraktivitas dan bekerja. Sesak
nafas berkurang dengan istirahat, lebih enak berbaring dengan posisi setengah tidur
dengan menggunakan bantal tinggi dan miring kekanan. Sesak nafas disertai dengan
batuk dengan sedikit dahak, mual dan berat badan dirasakan menurun 3 bulan
terkahir. + 2 minggu SMRS pasien sempat dirawat di RS Ambarawa, dan dilakukan
pengambilan cairan dari paru-paru. Dan didapatkan cairan berwarna kemerahan.
Dari riwayat dahulu didapatkan bahwa penderita memiliki riwayat merokok
selama 25 tahun, mulai berhenti sejak 2 bulan yang lalu. Setiap harinya 1 bungkus
habis. Dari riwayat keluarga tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit
seperti ini.
Penderita dulu bekerja sebagai tukang angkut pasir, namun saat ini sudah tidk
bekerja lagi. Istri sudah meninggal dunia. Memiliki 3 orang anak yang sudah mandiri.
Biaya pengobatan ditanggung oleh jamkesmas. Kesan sosial ekonomi kurang.
Pada pemeriksaan fisik tanggal 12 september 2013 didapatkan keadaan umum
tampak lemah dan sesak, terpasang O2 3lpm nasal kanul dan WSD. Dengan tanda vital
: TD 120/80 mmHg (berbaring), N 98x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup. RR
34x/menit, T 36.50C (axiller). Pemeriksaan paru depan di dapatkan, inspeksi tampak
paru kanan tertinggal saat inspirasi, palpasi stem fremitus kanan lebih lemah daripada
kiri, perkusi paru kanan di dapatkan Redup paru kanan dari SIC II kebawah dan kiri di
dapatkan sonor di seluruh lapangan paru. Auskultasi paru kanan di dapatkan Suara
dasar vesikuler kanan vesikuler menurun dari SIC II ke bawah, paru kiri di dapatkan

Suara dasar vesikuler, tidak ada suara tambahan. Pemeriksaan paru belakang di
dapatkan, inspeksi tampak paru kanan tertinggal saat inspirasi, palpasi stem fremitus
kanan lebih lemah daripada kiri, perkusi paru kanan di dapatkan Redup paru kanan
setinggi SIC I kebawah dan kiri di dapatkan sonor diseluruh lapangan paru.
Auskultasi paru kanan di dapatkan Suara dasar paru kanan vesikuler menurun setinggi
SIC I ke bawah, paru kiri di dapatkan Suara dasar vesikuler, tidak ada suara
tambahan. Pemeriksaan jantung di dapatkan batas kanan jantung bergeser ke arah
kanan yaitu di SIC V 2 cm di lateral linea parasternal dextra. Kulit terlihat pucat. Pada
pemeriksaan leher di dapatkan adanya deviasi trakhea ke arah kanan. Pemeriksaan
kepala, mata, telinga, hidung, abdomen, ekstremitas dalam batas normal.
Pemeriksaan laboratorium tanggal 12 September 2013 di dapatkan
hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit, MCH, MCV, dan MCHC dalam batas
normal , sedangkan trombosit 450.3 ribu/mm3 (H) mengalami peningkatan.Pada
pemeriksaan kimia klinik didapatkan peningkatan SGOT 78 U/L, SGPT 127 U/L dan
LDH 512 U/L, albumin 2.8 g/dl dan pemeriksaan urin rutin dalam batas normal.
Pemeriksaan foto thorax di dapatkan gambaran deviasi trakhea ke kiri, batas kanan
jantung tertutup opasitas, batas kiri jantung bergeser ke lateral. Pada pulmo terdapat
corakan vaskuler lapangan paru kiri normal, tampak bercak pada perihiler dan
parakardial kanan, dan tampak opasitas homogen pada hemithorax kanan. Kesan di
dapatkan bahwa cor tampak bergeser ke kiri dan gambaran efusi pleura kanan massif,
kemungkinan disertai adanya massa belum dapat disingkirkan.
Pada pasien ini kemungkinan diagnosa efusi pleura dextra dibuat berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan. Dari
anamnesis di dapatkan adanya keluhan sesak nafas yang dirasakan seperti menindih
dada, terus-menerus sepanjang hari yang diperberat dengan bekerja dan aktivitas serta
berkurang saat tidur setengah duduk dan miring ke sisi kanan.. Dari pemeriksaan fisik
juga di dapatkan pada paru kanan dari inspeksi terlihat paru kanan tertinggal saat
bernafas, stem fremitus yang melemah, pada perkusi ditemukan redup pada SIC II ke
bawah, dan auskultasi ditemukan suara dasar vesikuler yang kemudian menghilang
pada SIC II ke bawah. Selain itu dari pemeriksaan penunjang foto thorax
menunjukkan adanya gambaran deviasi trakhea ke kiri dan suatu cairan yang
mendorong trakhea dan jantung ke arah kiri. Selain itu juga terdapat gambaran
perselubungan homogen massif pada hemithorax kanan. Pada pasien ini juga didapati
adanya hipoalbuminemia, yaitu sebesar 2,8 g/dl

Untuk mendiagnosis efusi pleura lebih lanjut dilakukan pungsi cairan pleura,
di mana dapat diketahui jenis cairan pleura yang ada apakah eksudat atau transudat
sehingga etiologi dari efusi pleura dapat diketahui. Pemeriksaan pada cairan pleura
meliputi pemeriksaan sitologi, tes rivalta, pengecatan BTA, gram, jamur. Selain itu
juga dilakukan pemeriksaan darah rutin, LED, hitung jenis, dan biopsi cairan pleura.
Untuk penatalaksanaan efusi pleura pada pasien ini, dilakukan pengawasan
keadaan umum dan tanda vital, dilakukan pengambilan cairan pleura sehingga
sesaknya berkurang, diberikan O2 sebanyak 2 liter/menit, serta diposisikan tidur
setengah duduk atau miring ke kanan sehingga pasien merasa lebih nyaman dan tidak
terlalu sesak. Dilakukan pemeriksaan pada cairan pungsi untuk mengetahui jenis
cairannya dan etiologi dari efusi pleura tersebut sehingga bisa diberikan penanganan
lebih lanjut.
Untuk

penatalaksanaan

hipoalbuminemia,

diberikan

koreksi

albumin

kemudian di cek kembali hemoglobin post transfusi. Koreksi albumin diberikan


sampai albumin mencapai 3,4 g/dl

DAFTAR PUSTAKA
1. Price, Sylvia A. dan Loraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta: EGC.
2. Halim H. Penyakit-penyakit pleura. Buku Ajar Penyakit Dalam, Jilid II, edisi ke3, Gaya Baru. Jakarta. 2001; 927-383.
3. HANLEY, M. E. & WELSH, C. H. 2003. Current Diagnosis and Treatment in
4.

Pulmonary Medicine. [New York]: McGraw-Hill Companies.


Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta: Balai

Penerbit FK UI.
5. Hoof A. dan Abdul M. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press.
6. Husodo, Dr. H. O. Setiono. 2002. Pemeriksaan Fisik Paru. Jakarta: Pustaka dian.
7. Richard W. Light. Pleural Diseases Fifth Edition

Anda mungkin juga menyukai