Anda di halaman 1dari 19

1

I. REKAM MEDIS
A. Anamnesis
Autoanamnesis
1. Identifikasi
Nama

: Ny. D

Med.Rek/Reg

: 914044/15025112

Umur

: 31 tahun

Suku bangsa

: Sumatera

Pendidikan

: SLTA

Pekerjaan

: IRT

Alamat

: Jl. A yani lr. Saudra Rt 30 Rw 08 13 ulu seberang ulu 2 kota


Palembang

MRS

: 25 September 2015, pukul 03.24 WIB

2. Riwayat Perkawinan
Menikah 1x lamanya 3 tahun
3. Riwayat Reproduksi
Menarche 13 tahun, lama haid 5 hari, siklus haid 28 hari, HPHT 1/02/2015
4.Riwayat Persalinan
1. Hamil ini
5. Riwayat penyakit dahulu
Morbus Hansen (+)
6. Riwayat gizi/sosial ekonomi:
Sedang
7. Anamnesis Khusus
Keluhan utama : Hamil kurang bulan dengan keluar air-air dan bercak kemerahan di
wajah
Riwayat perjalanan penyakit :
Sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit os mengeluh keluar air-air dari kemaluan,
jernih, bau (-), R/ perut mules yang menjalar ke pinggang (-), R/keluar darah lendir (-),
os lalu pergi ke rumah sakit, R/ demam (-), R/ keputihan (+), R/ post coital (+), R/
trauma/perut diurut (-), R/ sakit gigi dan sakit kulit (+), R/ trauma (-).Os mengaku

menderita kusta didiagnosis oleh dokter spesialis kulit di RS Kundur. Os mengaku


timbul bercak putih di wajah dan bentol merah di kedua tungkai sejak + 1 bulan yang
lalu, bercak lebih banyak dari sebelumnya R/ demam (-), R/ nyeri sendi (-),Os telah
makan obat MDT MB bulan ke-11. Adik Os juga menderita kusta sejak 1 tahun yang
lalu dan juga sedang menjalani pengobatan. Dalam 3 pekan ini pasien diberikan obat
prednisone 3 tablet/hari. Pasien rutin control ke RS Kundur. Os mengaku hamil kurang
bulan dan gerakan anak masih dapat dirasakan.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Status Present
a. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : baik
Kesadaran

: composmentis

Tipe badan

: asthenicus

Berat badan

: 55 kg

Tinggi badan

: 153 cm

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 80x/menit

Pernafasan

: 20x/menit

Suhu

: 36,5 0C

b. Keadaan khusus
Kepala

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher

: tekanan vena jugularis (5-2) cm H2O.

Thoraks

: jantung : murmur tidak ada, gallop tidak ada. Paru-paru;


vesikuler normal (+), ronchi (-), wheezing (-)

Abdomen

: hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), tanda cairan bebas (-)

Ekstremitas

: edema pretibial -/-, varises tidak ada, reflek fisiologis +/+,


reflek patologis -/-,

Status dermatologis :
a/r kepala : facies leonine (+), madarosis (+), saddle nose (+), pacth
hipopigmentasi multiple ireguler plakat diskret.

a/r ekstremitas : makula-pacth hiperpigmentasi multiple ireguler nummularplakat diskret, sebagian tampak nodul eritem multiple 3-5 cm diskret, nyeri
tekan, skuama putih kehitaman selapis, lesi hipoastesi (+)
2. Pemeriksaan Obstetri
Pada pemeriksaan obstetri saat masuk rumah sakit tanggal 25 September 2015 pada
pukul 03.24 wib didapatkan :
- Pemeriksaan luar : tinggi fundus uteri pusat- prosessus xyphoideus (24 cm), letak
janin memanjang, punggung di kanan, terbawah kepala, floating (+), his (-), denyut
jantung janin 148 x/menit, taksiran berat badan janin 1158 gram.
- Inspekulo : Portio livide, orificium uteri eksterna tertutup, fluor (+), fluxus (+)
ketuban tak aktif, lakmus tes (+) merah biru, Erosi/Laserasi/Polip (-),
- Pemeriksaan dalam : Portio lunak, posterior, eff. 0%, pembukaan kuncup, terbawah
kepala, ketuban dan penunjuk belum dapat dinilai.
C. Pemeriksaan penunjang
Darah rutin(25-09-2015)
Hemoglobin

: 7,2 g%

Hematokrit

: 23 vol %

Leukosit

: 15.100/mm3

Trombosit

: 286.000/mm3

Hitung jenis

: 0/1/77/17/5

Petanda infeksi
CRP kualitatif

: Positif

CRP kuantitatif

: 81

Urinalisis
Warna

: Kuning muda

Kejernihan

: Jernih

Berat jenis

: 1.005

pH Urine

: 6.0

leukosit

: Negatif

D. Diagnosa kerja
G1P0A0 hamil 30 minggu belum inpartu dengan KPD 2 jam + susp. Morbus Hansen janin
tunggal hidup presentasi kepala
E. Prognosis
Ibu

: dubia

Janin : dubia
F. Terapi
- Konservatif
- Observasi tanda vital ibu, denyut jantung janin
- IVFD RL gtt xx/menit
- Nifedipine 10 mg/ 6 jam per oral
- Inj. Dexametason 6 mg/ 12 jam IV
- Inj. Ampisilin 1g/6 jam IV (Skin test)
- Rencana USG konfirmasi
Tanggal
25.09.2015
07.00 WIB

Follow up
S: Keluhan : Hamil kurang bulan dengan keluar air-air dan bercak bercak wajah
O: Status present :
KU : Sedang TD: 120/70 mmHg RR : 20x/ menit
Sens : CM
N :84x/menit
T : 36,5C
R/ facialis : eritema (+), makula hipopigmentasi (+), hipoastesi (+)
Status Obstetri:
PL : tinggi fundus uteri 1/2pusat - prosessus xyphoideus (24 cm), memanjang,
punggung kanan, terbawah kepala, floating,
his (-), denyut jantung janin 142 x/menit, taksiran berat badan janin 1150
gram.
VT : Portio lunak, posterior, eff. 0%, pembukan kuncup, terbawah kepala,
ketuban dan penunjuk belum dapat dinilai.
A: G1P0A0 hamil 30 minggu belum inpartu dengan KPD 7 jam + susp. Morbus
Hansen janin tunggal hidup presentasi kepala
P: - Konservatif
- Obs TVI, DJJ
- IVFD RL gtt xx/mnt
- Nifedipine 10mg/ 6jam (oral)
- Inj. Ampicilin 1 g/6 jam IV (ST)
- Inj. Dexametason 6 mg/ 12 jam IV
- Rencana USG konfirmasi

- Konsul bagian kulit


25.09.2015
08.00 WIB

Jawaban konsul kulit


Kesan : Morbus Hansen tipe MB
Saran :
- kemungkinan pasien menularkan penyakit secaradroplet infeksi masih belum dapat
disingkirkan.
- Terapi sistemik (MDT MB bulan ke-11) diteruskan.

25.09.2015
09.00 WIB

USG Konfirmasi (Dr. Hj. Putri Mirani, SpOG (K))


- Tampak JTH presentasi kepala
- Biometri janin :
BPD : 7,2 cm
AC : 23,31 cm
EFW : 1158 g
HC : 25,46 cm
FL : 5,25 cm
CD : 4,05 cm
- Plasenta di corpus anterior
- Cairan ketuban minimal, AFI : 2,41 cm
- Panjang serviks 1,52 cm serviks dilatasi
Kesan :
Hamil 28 minggu Janin tunggal hidup presentasi kepala dengan oligohidramnion
DD/ hamil 33 minggu janin tunggal hidup presentasi kepala dengan oligohidramnion
+ susp. PJT.
lapor DPJP Dr. H. Firmansyah Basir, SpOG(K)
konsul dan minta saran bagian fetomaternal

25.09.2015
11.52 WIB
11.59 WIB

13.30 WIB

25.09.2015
16.00 WIB

Dr. Hj. Putri Mirani, SpOG(K)


- Bila inpartu observasi 2-4 jam tanpa di berikan drip oxytocin, bila persalinan
tidak ada kemajuan terminasi perabdominam
- Saran konsul ke Dr. Wim T Pangemanan, SpOG (K)
Dr. Wim T Pangemanan, SpOG (K)
- Selesaikan pematangan paru
- Rencana partus pervaginam dengan pemberian drip oxytosin setelah 24 jam
KPD
S: Keluhan : Hamil kurang bulan dengan keluar air-air dan bercak bercak wajah
O: Status present :
KU : Sedang TD: 120/70 mmHg RR : 20x/ menit
Sens : CM
N :84x/menit
T : 36,5C
R/ facialis : eritema (+), makula hipopigmentasi (+), hipoastesi (+)
Status Obstetri:
PL : tinggi fundus uteri 1/2pusat - prosessus xyphoideus (24 cm), memanjang,
punggung kanan, terbawah kepala, floating,
his (-), denyut jantung janin 142 x/menit, taksiran berat badan janin 1150
gram.
VT : Portio lunak, posterior, eff. 0%, pembukan kuncup, terbawah kepala,
ketuban dan penunjuk belum dapat dinilai.
A: G1P0A0 hamil 28 minggu belum inpartu dengan KPD 16 jam + Morbus Hansen
janin tunggal hidup presentasi kepala + oligohidramnion
P: - Konservatif
- Obs TVI, DJJ
- IVFD RL gtt xx/mnt
- Nifedipine 10mg/ 6jam (oral)
- Inj. Ampicilin 1 g/6 jam IV (ST)
- Inj. Dexametason 6 mg/ 12 jam IV

25.09.2015
18.00 WIB

25.09.2015
19.00 WIB

25.09.2015
19.40 WIB

19.50 WIB
20.00 WIB

S: Keluhan : Mau melahirkan dengan hamil kurang bulan dan keluar air-air dan
bercak bercak wajah
O: Status present :
KU : Sedang TD: 110/80 mmHg RR : 20x/ menit
Sens : CM
N :88x/menit
T : 36,5C
Status Obstetri:
PL : tinggi fundus uteri 1/2pusat - prosessus xyphoideus (24 cm), memanjang,
punggung kanan, terbawah kepala, U 3/5, his (+) 2x 10/25, denyut
jantung janin 158 x/menit, taksiran berat badan janin 1158 gram.
VT : Portio lunak, medial, eff. 50%, pembukan 3 cm, ketuban (+), terbawah
kepala, penunjuk UUK kanan depan.
A: G1P0A0 hamil 28 minggu inpartu kala I fase laten dengan KPD 18 jam + Morbus
Hansen janin tunggal hidup presentasi kepala + oligohidramnion
P: - Obs TVI, DJJ, HIS
- IVFD RL gtt xx/mnt
- Inj. Ampicilin 1 g/6 jam IV
- Inj. Dexametason 1 g/12 jam IV
- R/ partus pervaginam
S: Keluhan : Mau melahirkan dengan hamil kurang bulan dan keluar air-air dan
bercak bercak wajah
O: Status present :
KU : Sedang TD: 110/80 mmHg RR : 20x/ menit
Sens : CM
N :88x/menit
T : 36,5C
Status Obstetri:
PL : tinggi fundus uteri 1/2pusat - prosessus xyphoideus (24 cm), memanjang,
punggung kanan, terbawah kepala, U 2/5, his (+) 3x 10/45, denyut
jantung janin 152 x/menit, taksiran berat badan janin 1158 gram.
VT : Portio lunak, anterior, eff. 100%, pembukan 8 cm, ketuban (+), terbawah
kepala, penunjuk UUK kanan depan.
A: G1P0A0 hamil 28 minggu inpartu kala I fase aktif dengan KPD 19 jam + Morbus
Hansen janin tunggal hidup presentasi kepala + oligohidramnion
P: - Obs TVI, DJJ, HIS
- IVFD RL gtt xx/mnt
- Inj. Ampicilin 1 g/6 jam IV
- Inj. Dexametason 1 g/12 jam IV
R/ partus pervaginam
S: Keluhan : Mau melahirkan dengan hamil kurang bulan dan keluar air-air dan
bercak bercak wajah
O: Status present :
KU : Sedang TD: 110/80 mmHg RR : 20x/ menit
Sens : CM
N :88x/menit
T : 36,5C
Status Obstetri:
PL : tinggi fundus uteri 1/2pusat - prosessus xyphoideus (24 cm), memanjang,
punggung kanan, terbawah kepala, U 1/5, his (+) 4x 10/45, denyut
jantung janin 155 x/menit, taksiran berat badan janin 1158 gram.
VT : Portio tak teraba, pembukan lengkap, ketuban (-) jernih, bau (-), terbawah
kepala, H III +, penunjuk UUK kanan depan.
A: G1P0A0 hamil 28 minggu inpartu kala II dengan KPD 19 jam + Morbus Hansen
janin tunggal hidup presentasi kepala + oligohidramnion
P: - Pimpin persalinan
- episiotomi mediolateral
Lahir neonatus hidup perempuan BB 1400 g, PB 40 cm, AS 8/9 PTAGA
Plasenta lahir lengkap BP 300 gr, 15x16 cm, PTP 42 cm
Laporan persalinan (Dr. Rafiyandi)

Pada tanggal 25 september 2015


Pukul 19.40 WIB parturien tampak ingin mengedan kuat pada pemeriksaan dalam
didapatkan portio tak teraba, pembukaan lengkap, ketuban (-)
jernih bau (-), kepala, H III +, penunjuk UUK kanan depan.
Dx/ G1P0A0 hamil 28 minggu inpartu kala II dengan KPD 19 jam
+ Morbus Hansen janin tunggal hidup presentasi kepala +
oligohidramnion
Th/ Pimpin persalinan
Episiotomi mediolateral
Pukul 19.50 WIB Lahir neonatus hidup perempuan BB 1400 g, PB 40 cm, AS 8/9
PTAGA, dilakukan management aktif kala III
Pukul 20.00 WIB Plasenta lahir lengkap BP 300 gr, 15x16 cm, PTP 42 cm,
dilakukan eksplorasi jalan lahir tidak di dapatkan perluasan luka
episiotomy, luka episiotomy dijahit secara jelujur dengan cat gut
2.0, keadaan umum ibu post partum baik, perdarahan aktif (-)
S: Keluhan : Habis melahirkan
O: Status present :
KU : Sedang TD: 110/80 mmHg RR : 20x/ menit
Sens : CM
N :88x/menit
T : 36,5C
Status Obstetri:
PL : tinggi fundus uteri 2 jari bawah pusat, kontraksi baik, perdarahan aktif (-),
lokia (+) rubra, Vulva tenang
A: P1A0 post partum spontan neonatus hidup perempuan BB 1400 gr, PB 40 cm, AS
8/9 PT AGA + morbus hansen
P: - Obs TVI, Perdarahan
- IVFD Rl + drip oxytosin 20 IU gtt xx/menit s/d 24 jam post partum
- cek laboratorium darah rutin post partum
- Vulva hygiene
- ASI on demand
- Diet biasa
- cefadroxil 500 mg/12 jam PO
- As. Mefenamat 500 mg/8 jam PO
- Neurodex 1 tab/12 jam PO
- MDT teruskan

25.09.2015
22.00 WIB

G. Follow Up
Tanggal
26.09.2015
07.00 WIB

Follow up
S: Keluhan : Habis melahirkan
O: Status present :
KU : Sedang TD: 110/80 mmHg RR : 20x/ menit
Sens : CM
N :88x/menit
T : 36,5C
Status Obstetri:
PL : tinggi fundus uteri 2 jari bawah pusat, kontraksi baik, perdarahan aktif
(-), lokia (+) rubra, Vulva tenang
A: P1A0 post partum spontan hari ke-1 + morbus hansen
P: - Obs TVI, Perdarahan
- Vulva hygiene
- ASI on demand
- Diet biasa
- cefadroxil 500 mg/12 jam PO
- As. Mefenamat 500 mg/8 jam PO
- Neurodex 1 tab/12 jam PO
- MDT teruskan

27.09.2015
07.00 WIB

28.09.2015
07.00 WIB

S: Keluhan : (-)
O: Status present :
KU : Sedang TD: 110/70 mmHg RR : 20x/ menit
Sens : CM
N :84x/menit
T : 36,5C
Status Obstetri:
PL : tinggi fundus uteri 2 jari bawah pusat, kontraksi baik, perdarahan aktif
(-), lokia (+) rubra, Vulva tenang
A: P1A0 post partum spontan hari ke-2 + morbus hansen
P: - Obs TVI, Perdarahan
- Vulva hygiene
- ASI on demand
- Diet biasa
- cefadroxil 500 mg/12 jam PO
- As. Mefenamat 500 mg/8 jam PO
- Neurodex 1 tab/12 jam PO
- MDT teruskan
- Konsul PKBRS
S: Keluhan : (-)
O: Status present :
KU : Sedang TD: 110/80 mmHg RR : 20x/ menit
Sens : CM
N :88x/menit
T : 36,5C
Status Obstetri:
PL : tinggi fundus uteri 2 jari bawah pusat, kontraksi baik, perdarahan aktif
(-), lokia (+) rubra, Vulva tenang
A: P1A0 post partum spontan hari ke-3 + morbus hansen + insersi IUD
P: - Obs TVI, Perdarahan
- Vulva hygiene
- ASI on demand
- Diet biasa
- cefadroxil 500 mg/12 jam PO
- As. Mefenamat 500 mg/8 jam PO
- Neurodex 1 tab/12 jam PO
- MDT teruskan
- R/pulang

II. PERMASALAHAN
1. Bagaimanakah pengaruh kehamilan terhadap perjalanan penyakit morbus Hansen pada
pasien ini?
2. Apakah penyakit morbus Hansen ini berhubungan dengan partus prematurusnya?
3. Bagaimanakah penaganan kasus morbus Hansen pada pasien ini?
4. Apakah yang harus dilakukan bila pasien ingin hamil lagi di kemudian hari?

III. ANALISIS KASUS

1. Bagaimanakah pengaruh kehamilan terhadap perjalanan penyakit morbus Hansen pada


pasien ini?
Kusta atau morbus Hansen merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan
penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer
sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas,
kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat.1
Sebenarnya M.leprae mempunyai patogenitas dan daya invasi yang rendah, sebab
penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu memberikan gejala yang
lebih berat, bahkan dapat sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan
derajat penyakit, tidak lain disebabkan oleh respon imun yang berbeda yang memicu
timbulnya reaksi granuloma setempat atau menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau
progresif. Oleh karena itu penyakit kusta dapat disebut penyakit imunologik.1,2
Kusta bukanlah penyakit yang sangat menular. Sarana utama penularan adalah
dengan penyebaran aerosol dari sekret hidung yang terinfeksi pada mukosa hidung dan
mulut terbuka. Kusta tidak umumnya menyebar melalui kontak langsung melalui kulit
utuh, meskipun kontak dekat adalah yang paling rentan. Masa inkubasi kusta adalah 6
bulan sampai 40 tahun atau lebih. Masa inkubasi rata-rata adalah 4 tahun untuk kusta
tuberkuloid dan 10 tahun untuk kusta lepromatosa.1
Satu penemuan penting adalah bahwa meskipun itu tergantung pada host untuk
metabolisme, mikroorganisme mempertahankan gen untuk pembentukan dinding sel
mikobakteri. Komponen dinding sel merangsang antibodi immunoglobulin M dan
diperantarai sel respon imun, sementara juga moderator kemampuan bakterisidal
makrofag.

10

Gambar 1. Patomekanisme morbus Hansen


Dikutip dari A.Elizabeth 2

Tabel 1. Bagan Diagnosis Klinis Menurut WHO ( 2012 )

PB

MB

1. Lesi kulit (macula datar, papul yang


meninggi, nodus)

2. Kerusakan saraf

- Hanya satu cabang saraf

- > 5 lesi
- Distribusi lebih simetris
- Hilangnya sensasi
kurang jelas
- Banyak cabang saraf

1-5 lesi
Hipopigmentasi/eritema
Distribusi tidak simetris
Hilangnya sensasi jelas

Dikutip dari: WHO.4

Reaksi kusta
Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit yang
sebenarnya sangat kronik.1 Penyakit kusta yang merupakan suatu reaksi kekebalan
(cellular response) atau reaksi antigen antibody (humoral response). Reaksi ini dapat
terjadi sebelum pengobatan, tetapi terutama terjadi selama atau setelah pengobatan. Dari
segi imunologis terdapat perbedaan prinsip antara reaksi tipe 1 dan tipe 2, yaitu pada
reaksi tipe 1 yang memegang peranan adalah imunitas seluler (SIS), sedangkan pada
reaksi tipe 2 yang memegang peranan adalah imunitas humoral. 1,6
a. Reaksi tipe 1
Menurut Jopling, reaksi kusta tipe I merupakan delayed hypersensitivity reaction
yang disebabkan oleh hipersensitivitas selular (reaksi reversal upgrading) seperti halnya
reaksi hipersensitivitas tipe IV. Antigen yang berasal dari kuman yang telah mati

11

(breaking down leprosy bacilli) akan bereaksi dengan limfosit T disertai perubahan
sistem imun selular yang cepat. Jadi pada dasarnya reaksi tipe I terjadi akibat perubahan
keseimbangan antara imunitas dan basil. Dengan demikian, sebagai hasil reaksi tersebut
dapat terjadi upgrading/reversal. Pada kenyataannya reaksi tipe I ini diartikan dengan
reaksi reversal oleh karena paling sering dijumpai terutama pada kasus-kasus yang
mendapatkan pengobatan, sedangkan down grading reaction lebih jarang dijumpai oleh
karena berjalan lebih lambat dan umumnya dijumpai pada kasus-kasus yang tidak
mendapat pengobatan.1,6,7
b. Reaksi tipe II
Reaksi tipe II disebabkan oleh hipersensitivitas humoral , yaitu reaksi hipersnsitivitas
tipe III karena adanya reaksi kompleks antigen-antibodi yang melibatkan komplemen.
Terjadi lebih banyak pada tipe lepromatous juga tampak pada BL. Reaksi tipe II sering
disebut sebagai Erithema Nodosum Leprosum (ENL) dengan gambaran lesi lebih
eritematus, mengkilap, tampak nodul atau plakat, ukuran bernacam-macam, pada
umunnya kecil, terdistribusi bilateral dan simetris, terutama di daerah tungkai bawah,
wajah, lengan, dan paha, serta dapat pula muncul di hampir seluruh bagian tubuh kecuali
daerah kepala yang berambut, aksila, lipatan paha, dan daerah perineum. Selain itu
didapatkan nyeri, pustulasi dan ulserasi, juga disertai gejala sistematik seperti demam
dan malaise. Perlu juga memperhatikan keterlibatan organ lain seperti saraf, mata, ginjal,
sendi, testis, dan limfe.6,7,10
Tabel 2. Perbedaan Reaksi Kusta Tipe 1 dan Tipe 2
No
1
2

Gejala/tanda
Kondisi umum
Peradangan di kulit

Tipe 1 (reversal)
Baik atau demam ringan

Tipe II (ENL)
Buruk, disertai malaise

Bercak kulit lama menjadi

dan febris
Timbul nodul kemerahan,

lebih meradang (merah), lunak, dan nyeri tekan


dapat timbul bercak baru

Biasanya pada lengan dan


tungkai.

Waktu terjadi

Awal pengobatan MDT

Nodul

dapat

pecah (ulserasi)
Setelah pengobatan yang
lama, umumnya lebih dari

Tipe kusta

PB atau MB

6 bulan
MB

12

Saraf

Sering terjadi umumnya Dapat terjadi


berupa nyeri tekan saraf
dan atau gangguan fungsi

6
7

Keterkaitan organ lain


Faktor pencetus

saraf
Hampir tidak ada
- Melahirkan
- Obat-obat
meningkatkan
kekebalan tubuh

Terjadi pada mata, KGB,


sendi, ginjal, testis, dll
- Emosi
yang - Kelelahan dan stress
fisik lainnya
- Kehamilan

Dikutip dari: A.Kosasih1

Seorang wanita G1PoAo hamil 28 minggu mengaku menderita kusta didiagnosis


oleh dokter spesialis kulit di RS Kundur. Os mengaku timbul bercak putih di wajah dan
bentol merah di kedua tungkai sejak + 1 bulan yang lalu, bercak lebih banyak dari
sebelumnya R/ demam (-), R/ nyeri sendi (-),Os telah makan obat MDT MB bulan ke-11.
Dalam 3 pekan ini pasien diberikan obat prednisone 3 tablet/hari. Pasien rutin control ke
RS Kundur. Os mengaku hamil kurang bulan dan gerakan anak masih dapat dirasakan.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan. : facies leonine (+), madarosis (+), saddle nose (+),
pacth hipopigmentasi multiple ireguler plakat diskret. Pada ekstremitas makula-pacth
hiperpigmentasi multiple

ireguler nummular-plakat diskret, sebagian tampak nodul

eritem multiple 3-5 cm diskret, nyeri tekan, skuama putih kehitaman selapis, lesi
hipoastesi (+).
Dalam kehamilan aktivitas sel T cenderung tertekan atau menurun. Wanita hamil
lebih mudah terkena infeksi virus seperti hepatitis dan pathogen intraseluler seperti
toxoplasmosis. Demikian pula wanita hamil beresiko tinggi terhadap infeksi kusta atau
peningkatan perjalanan penyakit kusta. Pada data laporan kasus 60 tahun yang lalu
tercatat bahwa kehamilan dapat mencetuskan eksaserbasi dari kuman kusta ataupun pada
wanita hamil rentan terhadap kuman ini.6,7
Peningkatan aktifitas penyakit ini selama kehamilan dapat disebabkan 2 hal yaitu,
progresifitas penyakit itu sendiri atau komplikasi imunologik. Pada penelitian yang
dilakukan di USA dikemukakan bahwa bertambah beratnya penyakit ini pada saat
kehamilan. Keadaan ini semakin diperparah jika tanpa dilakukan pengobatan.

13

Pada kehamilan mengalami penurunan regulasi respon Th 1 ditandai dengan


penurunan IL-2, terutama pada trimester ketiga. Keadaan ini menjelaskan kondisi
eksaserbasi pada kuman kusta pada wanita hamil yang cenderung pada trimester
tersebut. Penelitian di USA oleh Duncan, 9 pasien dari 25 pasien kusta tipe tuberkuloid
dan borderline mengalami kekambuhan pada trimester ketiga dengan pemberian terapi
tunggal. Penelitian lain juga menunjukkan hal serupa dimana 18 wanita dengan klinis TT
atau BT aktif dengan pemberian terapi tunggal mengalami lesi kulit yang aktif pada
trimester yang sama. Di Meksiko, wanita hamil yang telah tuntas menjalani pengobatan
kusta (MDT), setelah 2 tahun mereka hamil kembali dan mengalami kekambuhan di
trimester ketiga.6,7,10
Masa kehamilan dapat mencetuskan reaksi kusta. Reaksi kusta itu sendiri terdiri
dari 2 macam yaitu, tipe I dan tipe II. Dari penelitian didapatkan dari 116 pasien, 40
kasus mengalami perburukan ke tipe I. Namun hanya 16 kasus yang terjadi selama
kehamilan dan 24 kasus selama post partum. Dan keseluruhan kasus terjadi pada
trimester ketiga. Penelitian tahun 1957-1975 didapatkan 26 kasus yang mengalami
perburukan ke tipe II (ENL). Penelitian lain yang dilakukan Duncan didapatkan 68,7%
wanita dengan bacterial index > +4 pernah mengalami perburukan ke episode ENL saat
kehamilan. Duncan juga melaporkan 76 wanita dengan kusta multibasilar (LL 32 kasus,
BL 44 kasus) saat hamil dan menyusui, 38% diantaranya berkembang ke episode ENL.
Episode inisial ENL pertama kali terjadi pada trimester I kehamilan dan 15 bulan post
partum.7,8
Efek kehamilan pada penderita morbus Hansen dapat berupa:
1. Perburukan penyakit kusta
a) Wanita yang telah terinfeksi M. leprae dan dalam masa inkubasi kusta akan
memperlihatkan tanda-tanda penyakit ini saat kehamilan dan paling cepat saat
puerperium.5,6,7
b) Wanita yang telah terbukti kusta mengalami perburukan saat kehamilan dan
puerperium, dan perburukan ini berhubungan dengan kerusakan fungsi saraf.
Alasan mengapa pada keadaan diatas terjadi disebabkan penurunan CMI selama
kehamilan. Alasan lain yang juga dapat menerangkan yaitu peningkatan sirkulasi tiroksin

14

(T4) selama kehamilan disebabkan eksaserbasi penyakit ini ; terdapat peningkatan yang
cepat dari T4 selama kehamilan sampai dua kali dari keadaan normal pada trimester
ketiga, dengan penurunan sampai satu dan setengah kali seminggu postpartum.
2. Infeksi
Selama kehamilan wanita mengalami penuruan resistensi terhadap infeksi virus
(influenza, poliomyelitis, herpes, rubella, hepatitis), dan juga infeksi pneumococcal dan
malaria.6
3. Peningkatan insidensi reaksi kusta
a) Reaksi tipe I. Pada reaksi upgrading (reversal) biasanya terjadi selama
puerperium ketika CMI tertekan oleh adanya kehamilan. Reaksi downgrading bisa
terjadi karena penurunan CMI, dan sering terjadi pada trimester ketiga.
b) Reaksi tipe II (ENL). Pada reaksi tipe ini sering terjadi saat kehamilan trimester
ketiga dan puerperium, tetapi bisa juga menjadi komplikasi pada awal kehamilan karena
stress mental, dan dalam beberapa tahap kehamilan karena peningkatan insidensi infeksi.
Kedua faktor diatas diketahui dapat meningkatkan resiko terjadinya reaksi kusta
tipe II. Pada puerperium, reaksi ini berhubungan dengan stress fisik dari proses
persalinan dan kembalinya ke keadaan normal peningkatan plasma ACTH dan kortisol
pada trimester kedua dan ketiga.5,6,7,8,10
2. Apakah penyakit morbus Hansen ini berhubungan dengan partus prematurusnya?
Keadaan janin dalam masa kehamilan pada ibu dengan kusta merupakan masalah
yang penting. Beberapa masalah obstetri telah dilaporkan pada wanita hamil dengan kusta
tanpa melihat tipe kusta tersebut. Komplikasi kehamilan dan prematuritas menjadi masalah
utama pada wanita hamil dengan kusta. Penelitian yang dilakukan di Etiopia didapatkan
kelahiran bayi dengan ibu menderita kusta memilki berat badan lahir yang rendah. Pada
penelitian yang sama kemudian dilakukan uji estrogen pada usia kehamilan 32-40 minggu
diperoleh kadar estrogen yang rendah. Hal ini dapat menjelaskan keadaan berat badan lahir
yang rendah disebabkan penurunan perfusi uteroplasenta. Selama kehamilan wanita
mengalami penuruan resistensi terhadap infeksi virus, bakteri maupun parasit. Namun pada
pasien ini tidak diketahui apakah ada infeksi lain yang menyertai.5,6
Pada pasien ini didapatkan waktu kehamilan 28 minggu (preterm) tapi tidak
ditemukan PJT, berat badan lahir bayi 1.400 gram (NKB-SMK).

15

3. Bagaimanakah penaganan kasus morbus Hansen pada pasien ini?


Tujuan utama dari pengobatan yaitu untuk memutuskan mata rantai penularan untuk
menurunkan insiden terjadinya penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita,
mencegah timbulnya penyakit, dan untuk mencapai tujuan tersebut, strategi pokok yang
dilakukan didasarkan atas deteksi dini dan pengobatan penderita.
Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin, dan
DDS dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang
semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan
untuk mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.
MDT untuk pausibasilar ( I, TT, BT ) adalah rifampicin 600 mg setiap bulan dan DDS
100 mg setiap hari. Keduanya diberikan selama 6 bulan sampai 9 bulan. Selama
pengobatam, pemeriksaan secara klinis setiap bulan dan bakterioskopis setelah 6 bulan
pada akhir pengobatan. Pemeriksaan dilakukan minimal setiap tahun selama 2 tahun secara
klinis dan bakterioskopis. Kalau tidak ada keaktifan baru secara klinis dan bakterioskopis
tetap negatif, maka dinyatakn Release From Control (RFC).4
WHO pada tahun 1998 telah memperpendek masa pengobatan untuk kasus
Multibasilar menjadi 12 dosis dalam 12-18 bulan, sedangkan pengobatan untuk kasus
Pausibasilar dengan lesi kulit 2-5 buah tetap 6 dosis dalam 6-9 bulan. Penderita multibasilar
yang resisten dengan rifampisin biasanya akan resisten pula dengan DDS sehingga hanya
bisa mendapat klofazimin. Dalam hal ini rejimen pengobatan menjadi klofazimin 50 mg,
ofloksasin 400 mg dan minosiklin 100 mg setiap hari selama 6 bulan, dilanjutkan
klofazimin 50 mg ditambah ofloksasin 400 mg atau minosiklin 100 mg setiap hari selama 8
bulan.
Regimen terapi yag direkomendasikan oleh WHO 4
- Regimen terapi 6 bulan untuk tiper Pausibasiler(PB)
Pengobatan MDT untuk kusta tipe PB dilakukan dalam 6 dosis minimal yang
diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah minum 6 dosis maka dinyatakan RFT (released
from treatment)
Tabel 3. Regimen MDT untuk tipe PB

16

Dikutip dari: WHO3

- Regimen terapi 12 bulan untuk Multibasiler(MB)


Mengobatan MDT untuk kusta tipe MB dilakukan dalam 24 dosis yang diselesaikan
dalam waktu maksimal 36 bulan. Setelah selesai minum 24 dosis maka dinyatakan RFT
meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri positif.

Tabel 4. Regimen terapi MDT untuk tipe MB

Dikutip dari: WHO3

17

Gambar 2. Regimen MDT


Dikutip dari WHO3
Pengobatan Reaksi Kusta:
Pengobatan E.N.L :
Obat yang paling sering dipakai adalah tablet kortikosteroid antara lain prednison.
Dosisnya tergantung pada berat ringannya reaksi, biasanya prednison 15-30 mg sehari,
kadang-kadang lebih. Makin berat reaksinya makin tinggi dosisnya, tetapi sebaliknya bila
reaksinya terlalu ringan tidak perlu diberikan. Sesuai dengan perbaikan reaksi, dosisnya
diturunkan secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Klofazimin kecuali sebagai obat
antikusta dapat juga dipakai sebagai anti-reaksi E.N.L, tetapi dengan dosis yang lebih
tinggi. Khasiatnya lebih lambat dari kortikosteroid. Keuntungan lain klofazimin dapat
dipakai sebagai usaha untuk lepas dari ketergantungan kortikosteroid. 1,3,6,7,10
Kusta diperburuk selama kehamilan, sehingga sangat penting bahwa terapi multidrug
standar dilanjutkan selama kehamilan. Program WHO untuk Penghapusan Kusta (Jenewa)
telah menyatakan bahwa rejimen MDT standar dianggap aman, baik untuk ibu dan anak,
dan karena itu, harus dilanjutkan selama kehamilan. Sejumlah kecil obat anti-lepra
diekskresikan melalui ASI, tetapi tidak ada laporan efek samping sebagai akibat dari ini
kecuali untuk perubahan warna kulit ringan pada bayi karena klofazimin. Pemberian dosis
tunggal untuk pasien kusta lesi tunggal paucibasiler harus ditunda sampai setelah
melahirkan.1,6,7
Perubahan hormonal dan imunologi dalam kehamilan menyebabkan memburuknya
gejala. Bayi yang lahir dengan berat lahir rendah meningkatkan risiko tertular penyakit ini.
WHO merekomendasikan MDT dilanjutkan selama kehamilan. Namun, obat yang
digunakan dalam pengobatan kusta tidak tanpa risiko dan pengobatan harus di bawah
pengawasan spesialis.6,7
Dosis tinggi dari rifampisin mungkin teratogenik dan tidak dianjurkan untuk digunakan
selama trimester pertama. Dapson dapat menyebabkan hemolisis neonatal dan
methaemoglobinamea. Jika perlu harus diresepkan untuk wanita hamil dalam kombinasi
dengan asam folat. Klofazimin dapat menyebabkan perubahan warna pada kulit bayi yang
disusui.9,10
Kusta bukanlah penyakit yang sangat menular. Sarana utama penularan adalah dengan
penyebaran aerosol dari sekret hidung yang terinfeksi pada mukosa hidung dan mulut
terbuka. Kusta tidak umumnya menyebar melalui kontak langsung melalui kulit utuh,

18

meskipun kontak dekat adalah yang paling rentan. Masa inkubasi kusta adalah 6 bulan
sampai 40 tahun atau lebih. Masa inkubasi rata-rata adalah 4 tahun untuk kusta tuberkuloid
dan 10 tahun untuk kusta lepromatosa. Setelah melahirkan sebaiknya kontak ibu dengan
bayi dibatasi, kontak hanya di saat pemberian asi saja hingga pengobatan ibu selesai.7,8,9,10
4. Apakah yang harus dilakukan bila pasien ingin hamil lagi di kemudian hari?
Penanganan terbaik pada pasien dengan kusta adalah penundaan kehamilan hingga
pengobatan tuntas. Pemberian Rifampisin dapat mengurangi efektivitas kontrasepsi
hormonal, sehingga saran alternatif kontrasepsi harus ditawarkan (IUD). Walaupun
didapatkan kasus di Meksiko, wanita hamil yang telah tuntas menjalani pengobatan kusta
(MDT), setelah 2 tahun mereka hamil kembali dan mengalami kekambuhan di trimester
ketiga, setidaknya efek negatif (teratogenik) dari pemberian terapi MDT dapat
dikurangi.4,7,9,10
KESIMPULAN
1. Kehamilan dapat memperburuk klinis kusta, dimana yang terjadi pada pasien ini
berupa reaksi kusta tipe 2 (ENL)
2. Tingginya resiko persalinan prematur juga didapatkan pada pasien ini namun tidak
dengan PJT.
3. Terapi kusta pada pasien ini berupa MDT untuk tipe MB dengan regimen yang sama
dengan yang diberiksan sebelum hamil.
4. Penularan kusta tidak mudah ditularkan, penularan melalui droplet dan kontak lama.
Kontak dengan bayi sebaiknya hanya saat menyusui saja.
5. Sejumlah kecil obat diekskresikan lewat asi namun tidak ada laporan mengenai
dampak buruknya, hanya pada Klofasimin yang dapat menyebabkan kekuninga pada
kulit bayi.
6. Rifampicin dapat mengurangi efek kontrasepsi hormonal sehingga pada pasien ini
sebaiknya dianjurkan penggunaan IUD. Bila pasien merencanakan untuk hamil lagi
sebaiknya setelah pengobatan selesai.

RUJUKAN

19

1.

A.Kosasih, I Made Wisnu, Emmy Sjamsoe Dili, Sri Linuwih Menaldi. Kusta.Dalam : Djuanda,Adhi
dkk.(ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima.Cetakan Kelima. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.2010;73-88
2. A.Elizabeth, R William, Berrington, et al. Leprosy and the Human Genome. Micobacterium and
Molecular Biology Reviews. American Society for Microbiology.2010. 589-620
3. Krishnamurthy, K. Kar, et al. Editor. Pathogenesis of Leprosy. In: Training Manual for Medical Officer,
National Leprosy Eradication Programme. New Delhi: Directorete General of Health Services Ministry
of Health Services Ministry of Health and Family Welfare, 2009; 12 16 p
4. World
Health
Organization.
Leprosy.
Fact
sheet.
2012.
Available
from:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs101/en/. Diakses tanggal 28 September 2015
5. Krishnamurthy, K. Kar, et al. Editor. Diagnosis of Leprosy & Cliical Examination of Person Affected by
Leprosy. In: Training Manual for Medical Officer, National Leprosy Eradication Programme. New
Delhi: Directorete General of Health Services Ministry of Health Services Ministry of Health and
Family Welfare, 2009; 31 33 p
6. Krishnamurthy, K. Kar, et al. Editor. Reaction in Leprosy (Lepros Reaction). In: Training Manual for
Medical Officer, National Leprosy Eradication Programme. New Delhi: Directorete General of Health
Services Ministry of Health Services Ministry of Health and Family Welfare, 2009; 20-21p
7. N.Diana, J.Lockwood, H.Hemali, Z.Sinha. Pregnancy and Leprosy: A Comprehensive Literature
Review. International Journal of Leprosy.USA.1999:6-12
8. E. Mary, Wikswo, Rishi Desai, et al. Leprosy in Pregnant Woman, United States. In: Emerging
Infectious Diseases Vol. 19. 2013. Available from: www.cdc.gov/eid. Diakses tanggal 28 Semptember
2015
9. Duncan, M. E., Melsom, R., Pearson, J. M. H.and Run.ov, D. S. The association of pregnancyand
leprosy. I. New cases, relapse of cured patients and deterioration of patients on treatment during
pregnancy and lactationresults of aprospective study of 154 pregnancies in 147 Ethiopian women. In:
Cun ingham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CS, Dashe JS, Hoffman BL, et al. Editors. Preterm
labor.In: Williams Obstetric. New york: McGraw Hill. 2014; 24: 829-61
10. Duncan, M. E. And Pt:Arson, J. M. H. The association of pregnancy and leprosy. III. Erythemanodosum
leprosum in pregnancy and lactation. In: Cuningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CS, Dashe JS,
Hoffman BL, et al. Editors. Preterm labor. In: Williams Obstetric. New york: McGraw Hill. 2014. 129142.

Anda mungkin juga menyukai