PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada tahun 1829 Pierre Louis (Prancis) mengeluarkan istilah typhoid
yang berarti seperti tifus. Baik kata typhoid maupun tyfus berasal dari kata
Yunani tyfos. Terminology ini dipakai pada penderita yang menderita demam
disertai kesadaran yang terganggu. Baru pada tahun 1837 William Word
Gerhard dari Philadelpia dapat membedakan typhoid dan tyfus. Pada tahun
1880 Eberth menemukan Bacillus Typhosus pada sediaan histologi yang
berasal dari kelenjer limfe mesentarial dan limfa. Pada tahun 1884 Gaffky
berhasil membiakkan Salmonella Typhi dan memastikan bahwa penularannya
melalui air dan bukan udara.
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan
karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang
sangat
luas. Data
World
Health Organization
(WHO)
tahun 2003
penduduk/tahun
dan
di
daerah
perkotaan
760/100.000
penduduk/tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur
penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91%
kasus.
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang
disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai
negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis.
Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk,
kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene
industri pengolahan makanan yang masih rendah. Oleh sebab itu, pada bab
berikutnya kami akan membahas lebih lanjut tentang demam tifoid ini.
BAB II
STATUS PASIEN
2.1. Identitas Pasien
Nama
: Ny. S
Umur
: 39 tahun
Alamat
: Ampenan
Agama
: Islam
Status `
: Menikah
No. Registrasi : R00178
Tgl. Registrasi : 15 Januari 2014
No. Sampel
: DL-R00178
Tgl.Pengujian : 15 ajnuari 2014
2.2. Anamnesis (autoanamnesis dan haloanamnesis) 15 Januari 2014
Sejak 2 minggu penderita demam tinggi mendadak terus menerus
terutama pada sore/malam hari. Menggigil tidak ada, kejang tidak ada, sakit
kepala ada, sakit perut kadang - kadang. Keluhan batuk pilek tidak ada, mual
dan muntah tidak ada. BAB padat, 1 kali dalam 3 hari, warna kuning, lendir
(-), darah (-), dan BAK lancar. Nafsu makan berkurang. Kemudian penderita
berobat ke dokter dan diberi obat penurun panas, demam turun tapi
kemudian naik lagi. Sejak 7 hari penderita mengeluh tidak ada perubahan,
demam masih tinggi, dan sering berkeringat dingin.
Riwayat
: ringan
Kesadaran
: CM/E4V5M6
Tanda vital
TD
: 130/80 mmHg
RR
: 36, 7 C
Status General :
Kepala :
o
1.
2.
3.
Rambut : normal
4.
Udema (-)
5.
6.
7.
Hiperpigmentasi (-)
8.
o
1.
Simetris
2.
Alis : normal
4
3.
Exopthalmus (-)
4.
Ptosis (-)
5.
Nystagmus (-)
6.
Strabismus (-)
7.
8.
9.
10.
11.
Kornea : normal
12.
1. Bentuk : normal,
2. Lubang telinga : normal, secret (-)
3. Nyeri tekan (-)
4. Pendengaran : normal
Hidung :
o
1.
2.
3.
4.
Penciuman normal
Mulut :
inspeksi
1.
Simetris
2.
3.
4.
5.
6.
Mukosa : normal
7.
1.
Simetris (-)
2.
3.
Pemb.KGB -
4.
Trakea : ditengah
5.
JVP : normal
6.
7.
Pulmo
Inspeksi : Bentuk simetris
Pergerakan simetris
Permukaan : pathecie (-), spider nevi (-), Vena kolateral -,
ginecomasti (-)
Iga dan sela iga : retraksi (-), penggunaan otot bantu
intercostal (-), Pelebaran sela iga ()
Pernafasan : frekuensi dan dalamnya nafas normal
Palpasi : Pergerakan simetris
Fremitus raba simetris
Provokasi nyeri ()
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Nyeri ketok ()
Auskultasi : Suara nafas vesikuler +++/+++
Suara tambahan rhonki - - -/- - Suara tambahan wheezing - - -/- - Jantung dan kardiovaskular
Peningkatan JVP (-)
Inspeksi : Iktus : tak terlihat
Pulsasi jantung : tak terlihat
Palpasi : Iktus : tak teraba
Pulsasi jantung : denyut prekordial
Thrill : tidak ada
Perkusi : Batas atas : ICS 2
Batas bawah : ICS 5 linea midclavicularis
Batas kanan : linea sternalis dextra
Batas kiri : linea midclavikularis sinistra
Auskultasi punctum maksimum :
S1
S2
tunggal
reguler,
Abdomen :
Inspeksi : Cembung, Hernia : (-)
Auskultasi : Peristaltik usus : normal
Bising aorta : (-)
Bising A. Renalis : (-)
Deformitas : (-)
Sendi : dbn
Edema: (-/-)
Clubbing finger : (-)
Sianosis : (-)
TAHAP PRE-ANALITIK :
Pengambilan sample darah dilakukan melalui vena.
Posisi lengan pasien harus lurus dan dipilih lengan yang banyak
melakukan aktivitas.
Pasien diminta untuk mengepalkan tangan.
Dipasang torniquet 10 cm di atas lipat siku.
Pilih bagian vena median cubital atau chepalic.
Dibersihkan kulit pada bagian yang akan diambil darahnya dengan
alkohol 70% dan biarkan kering untuk mencegah terjadinya hemolisis
dan rasa terbakar. Kulit yang sudah dibersihkan jangan dipegang lagi.
Ditusuk bagian vena tadi dengan lubang jarum menghadap ke atas
dengan kemiringan 150, bila menggunakan tabung vakum tekan tabung
vakum hingga vakumnya bekerja dan darah terhisap ke dalam tabung.
Bila jarum berhasil masuk vena, akan terlihat darah masuk dalam
semprit, bila darah tidak keluar ganti posisi penusukan (bila terlalu
dalam tarik sedikit dan sebaliknya), usahakan darah dapat keluar dalam
Antikoagulan :
Darah yang telah diambil dialirkan kedalam tabung yang telah berisi
EDTA 10%
Serum
Biarkan darah membeku terlebih dahulu pada suhu kamar selama 2-30
menit, lalu di sentrifuge 3000 rpm selama 5-15 menit. Pemisahan serum
dilakukan dalam waktu 2 jam setelah pengambilan darah. Serum yang
memenuhi syarat harus tidak kelihatan merah dan keruh.
TAHAP ANALITIK
Pemeriksaan Darah Lengkap (DL)
Metode
Peralatan
Sampel
: Darah EDTA
Prosedur
1. Sampel dihomogenkan selama 5-10 menit dengan roller mixer.
2. Klik Ikon New Sampel, kemudian klik next sampel, kemudian ketik
nama pasien dan tempat dirawat. Klik OK.
3. Tutup tabung sampel dibuka dan kemudian tabung diletakkan
dibawah jarum sampel (sampling nozzle) sampai ujung jarum
menyentuh dasar tabung.
4. Tombol counting ditekan, sehingga jarum sampel akan menyedot
sampel sampai jarum sampel akan tertarik kedalam instrument dan
sampel secara otomatis akan diproses oleh alat ini.
5. Ditunggu sampai hasil diprint otomatis oleh alat
Metode
Peralatan
Reagen
Sampel
Prosedur
:Westergren
:Tabung Westergren, dan Rak Westergren
:NaCl 0,85%
:Darah yang ditambahkan EDTA
:
10
Spekrtrofotometer
Jarum suntik
Alcohol pads
Mikropipet
Tipp
Bahan :
Serum
Reagen GOT dan GPT
Prosedur :
11
12
Interpretasi Hasil
Hasil pemeriksaan test widal dianggap positif mempunyai arti klinis sebagai
berikut (Kosasih, 1984):
1. Titer antigen O sampai 1/80 pada awal penyakit berarti suspek demam tifoid,
kecuali pasien yang telah mendapat vaksinasi.
2. Titer antigen O diatas 1/160 berarti indikasi kuat terhadap demam tifoid.
3. Titer antigen H sampai 1/40 berarti suspek terhadap demam tifoid kecuali
pada pasien yang divaksinasi jauh lebih tinggi.
4. Titer antigen H diatas 1/80 memberi indikasi adanya demam tifoid.
Pemeriksaan Plasmodium
Prosedur Pemeriksaan
1. Sampling darah
2. Membuat apusan darah tebal atau apusan darah tipis dan dicat menggunakan
giemsa.
Cara Membuat Apusan darah
1. Meneteskan 1 tetes kecil darah ke kaca objek dengan garis tengah tidak lebih
dari 2 mm (Langsung dari jari pasien bila yang di gunakan darah kapiler atau
menggunakan pipet Pasteur bila menggunakan darah yang telah dicampur
antikoagulan).
2. Dengan tangan kanan diletakkan kaca objek lain(penggeser darah) disebelah
kiri tetes darah tadi.
3. Menggerakkan kekanan sampai mengenai tetes darah.
4. Menunggu sampai darah menyebar pada sisi kaca penggeser. Menunggu
sampai darah mencapai titik kira-kira cm dari sudut kaca penggeser.
5. Segera menggeser ke kiri sambil memegang miring dengan sudut 30-45 0
dengan tidak menekan kaca penggeser.
6. Membiarkan kering diudara
7. Menulis nama pasien. Melanjutkan ke pengecatan.
Pengecatan dengan Giemza
13
Hasil
Pemeriksaan malaria* :
Metode
WI-M-B.5/BLKM-PL (Mikroskopik)*
Negatif (-)
Mikroskopis
plasmodium vivax
Negatif (-)
Mikroskopis
plasmodium malariae
Negatif (-)
Mikroskopis
plasmodium ovale
Negatif (-)
Mikroskopis
Negatif (-)
Mikroskopis
*) Terakreditasi
14
: Serum
Parameter
Hasil
Nilai Normal
Widal slide* :
Metode
Slide (WI-M-1.3/BLKM-PL)*
-Salmonella typhy O
Negatif (-)
Negatif
Negatif (-)
Negatif
Negatif (-)
Negatif
Positif (+):1/320
Negatif
Negatif (-)
Negatif
Positif (+):1/180
Negatif
Negatif (-)
Negatif
-Salmonella typhy H
HbsAg*
WI-M-1.5/BLKM-PL (Rapid)*
*) Terakreditasi
: Darah
Parameter
Hasil
Satuan
Nilai Normal
Metode
Hemoglobin*
11,4
g/dl
L : 13,5 - 17 P : 12 -15
WI-M-H.1/BLKM-PL* (Fotometrik)
Leukosit*
8.065
WI-M-H.2/BLKM-PL* (Fotometrik)
60
mm/jam
L : 0 - 15 P : 0 - 20
WI-M-H.5/BLKM-PL* (Fotometrik)
LED (1 jam)*
Diff :
-Bas
-Eos
-Neutrofil
-Limp
-Mono
Impedansi
0,1
0-1
0,0
1-6
78,6
50-70
15
Trombosit
19,2
20-40
1,9
2-8
167.000
150.000 400.000
WI-M-H.4/BLKM-PL* (Impedansi)
*) Terakreditasi
: Darah
Parameter
Hasil
Satuan
Nilai Normal
Metode
SGOT*
115
U/L
L: 35,
P: 31 (370C)
SGPT*
150
U/L
L: 41,
P: 31 (370C)
*) Terakreditasi
2.5. Diagnosis
Suspect Typhoid Fever
16
BAB III
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
Salmonella Typhi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman
yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi
kuman salmonella (Bruner and Sudart, 1994).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman Salmonella Typhi (Arief Maeyer, 1999).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman Salmonella Thypi dan Salmonella Para Thypi A, B, C. Sinonim dari
penyakit ini adalah Typhoid dan Paratyphoid Abdominalis (Syaifullah Noer,
1996).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga
paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis
(Soeparman, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala
sistemik yang disebabkan oleh Salmonella Typhosa, Salmonella Type A, B,
C. Penularan terjadi secara fecal-oral melalui makanan dan minuman yang
kesadaran (FKUI,1985).
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella Typhi. Penyakit ini ditandai dengan penyakit
berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur
17
18
1.
2.
2)
3. Antigen Vi.
Dalam serum penderita terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga
macam antigen tersebut. Ada dua sumber penularan Salmonella Typhi yaitu
pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan karier. Karier adalah orang
yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi Salmonella
Typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
C. PATOGENESIS
Penularan Salmonella Typhi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman
Salmonella Thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat akan hinggap di makanan yang akan di konsumsi
oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan
kebersihan dirinya seperti tidak mencuci tangan dan makanan tercemar kuman
Salmonella Typhi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian
kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh
asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan
mencapai jaringan limfoid. Di dalam jaringan limfoid ini kuman berkembang
biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel
retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah
dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan
kandung empedu.
19
dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Yang
tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama
sampai 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin
ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri
kepala, pusing, dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis yang
biasa ditemukan, yaitu:
1. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat
febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu
tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi
20
hari dan meningkat pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita
terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh
berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecahpecah. Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungki ditemukan keadaan
perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada
perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin juga normal
bahkan dapat terjadi diare.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam,
yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.
Disamping gejala yang biasa ditemukan tersebut, mungkin pula ditemukan
gejala lain. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu
bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit. Biasanya
ditemukan dalam minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan
bradikardi pada anak besar dan mungkin pula ditemukan epistaksis.
E. RELAPS
Yaitu keadaan berulangnya gejala tifus abdominalis, akan tetapi
berlangsung lebih ringan dan lebih singkat. Terjadi dalam minggu kedua
setelah suhu badan normal kembali. Terjadinya sukar diterangkan, seperti
halnya keadaan kekebalan alam, yaitu tidak pernah menjadi sakit walaupun
mendapat infeksi cukup berat.
Menurut teori, relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ
yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti. Mungkin
pula terjadi pada waktu penyembuhan tukak, terjadi invasi basil bersamaan
dengan pembentukan jaringan-jaringan fibroblas.
21
F. KOMPLIKASI
Dapat terjadi pada:
1. Usus Halus
Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal, yaitu:
Perdarahan usus.
Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan
bensidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila beratdapat disertai
perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
Perforasi usus.
Timbul biasanya pada minggu ke-3 atau setelah itu dan terjadi pada
bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat
ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati
menghilang dan terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati
menghilang
22
Komplikasi
ginjal
glomerulonephritis,
pyelonephritis
dan
perinephritis.
Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan
arthritis.
Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,
polineuritis perifer, sindroma Guillain Bare dan sindroma katatonia.
G. PENATALAKSANAAN
Penderita yang dirawat dengan diagnosis observasi tifus abdominalis
harus dianggap dan diperlakukan langsung sebagai penderita tifus abdominalis
dan diberikan pengobatan sebagai berikut:
1. Isolasi penderita dan disinfeksi pakaian dan ekskreta.
2. Perawatan yang baik untuk menghindarkan komplikasi, mengingat sakit
yang lama, lemah dan anoreksia, dll.
3. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali, yaitu
istirahat mutlak, berbaring terus ditempat tidur. Seminggu kemudian boleh
duduk dan selanjutnya boleh berdiri dan berjalan.
4. Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein.
Bahan makanan tidak boleh banyak mengandung serat, tidak merangsang
dan tidak menimbulkan banyak gas. Susu 2 gelas sehari perlu diberikan.
Jenis makanan untuk penderita dengan kesadaran menurun ialah makanan
cair yang diberikan melalui pipa lambung. Bila anak sadar dan nfsu makan
baik, maka dapat diberikan makanan lunak.
5. Obat pilihan adalah klorampenikol , kecuali bila penderita tidak cocok
dapat dberikan obat lain misalnya ampisilin, kotrimoksazol, amoxillin,
tiampenikol. Dianjurkan pemberian klorampenikol dengan dosis yang
tinggi, yaitu 100 mg/kg BB/hari, diberikan 4 hari sekali peroral atau IM
atau IV bila diperlukan. Pemberian klorampenikol dosis tinggi tersebut
memberikan manfaat yaitu waktu perawatan dipersingkat dan relaps tidak
23
terjadi. Akan tetapi mungkin pembentukan zat anti kurang, oleh karena
basil terlalu cepat dimusnahkan. penderita yang dipulangkan perlu
diberikan suntikan vaksin Tipa.
6. Bila terdapat komplikasi harus diberikan terapi yang sesuai. Misalnya
pemberian cairan intravena untuk penderita dengan dehidrasi dsn asidosis.
Bila terdapat bronkopneumonia harus ditambahkan penisilin dll.
Terapi pada demam tifoid adalah untuk mencapai keadaan bebas demam
dan gejala, mencegah komplikasi, dan menghindari kematian. Yang juga tidak
kalah penting adalah eradikasi total bakeri untuk mencegah kekambuhan dan
keadaan carrier.
Pemilihan antibiotik tergantung pada pola sensitivitas isolat Salmonella
typhi setempat. Munculnya galur Salmonella typhi yang resisten terhadap
banyak antibiotik (kelompok MDR) dapat mengurangi pilihan antibiotik yang
akan diberikan. Terdapat 2 kategori resistensi antibiotik yaitu resisten terhadap
antibiotik
kelompok
chloramphenicol,
ampicillin,
dan
24
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
Pemeriksaan leukosit
Didalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang
25
terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh
karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam
typhoid.
Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid.
Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium.
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang
lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang
digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi
yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh
biakan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau.
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga
biakan darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan
mungkin negatif.
Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella Typhi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
26
27
I. PENCEGAHAN
28
29
30
Reaksi samping local berupa demam, nyeri kepala, pusing, nyeri sendi,
nyeri otot, nausea, nyeri perut jarang dijumpai. Sangat jarang bisa terjadi
reaksi alergi berupa pruritus, ruam kulit dan urtikaria.
Indikasi kontra: alergi terhadap bahan-bahan dalam vaksin. Juga pada
saat demam penyakit akut maupun penyakit kronik progresif.
Daya proteksi 60-80% maka yang sudah divaksinasi pun di anjurkan
untuk melakukan seleksi pada makanan dan minuman.
Diberikan pada umur lebih dari 2 tahun. Ulangan dilakukan tiap 3 tahun.
Kemasan dalam prefilled syringe 0,5 ml, pemberian secara IM.
L. PROGNOSIS
Umumnya prognosis tifus abdominalis pada anak baik asal penderita
cepat berobat. Mortalitas pada penderita yang dirawat ialah 60 %. Prognosis
menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang berat seperti :
1. Panas tinggi (hiperpireksia) atau febris kontinua.
2. Kesadaran menurun sekali yaitu stupor, koma, atau delirium.
3. Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi, asidosis, peritonitis,
bronkopneumonia, dan lain-lain.
4. Keadaan gizi penderita buruk (malnutrisi energi protein).
31
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh
Salmonella Typhi A, B, dan C yang dapat menular melalui fecal-oral, makanan
dan minuman yang terkontaminasi. Etiologi typhoid adalah Salmonella Typhi.
Salmonella Paratyphi A, B dan C. Penularan Salmonella Typhi dapat ditularkan
melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers
(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Gejala
klinis : demam, gangguan pencernaan, penurunan kesadaran (pada keadaan
berat).
Komplikasi demam tifoid dapat terjadi pada usus halus, ataupun diluar
usus halus. Penatalaksanaan demam tifoid adalah : Isolasi penderita dan
disinfeksi pakaian dan ekskreta, perawatan yang baik untuk menghindarkan
komplikasi, mengingat sakit yang lama, lemah dan anoreksia, dll, istirahat
selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali, diet, obat pilihan
adalah klorampenikol , kecuali bila penderita tidak cocok dapat dberikan obat
lain misalnya ampisilin, kotrimoksazol, amoxillin, tiampenikol, bila terdapat
komplikasi harus diberikan terapi yang sesuai.
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan pada demam tifoid antara lain :
pemeriksaan leukosit, pemeriksaan fungsi hepar, biakan darah, dan uji widal.
Pencegahan dapat dilakukan dengan selalu menjaga personal hygiene, mencuci
tangan saat menghidangkan makanan, akan makan, dan sesudah makan,
sesudah dari toilet, untuk mencegah masuknya kuman Salmonella Typhi
32
melalui makanan ke tubuh. Selain itu, sekarang juga tersedia vaksin untuk
tifoid, vaksin aktif maupun pasif.
33
DAFTAR PUSTAKA
Jawetz E, Melnick L, dan Adelberg A .,1982, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi 16,
EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta
Juwono R., 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi 3, BalaiPenerbit
FKUI,Jakarta
Kosasih E. N., 1984, Pemeriksaan Laboratorium Klinik, Penerbit Alumni,
Bandung
Mansjoer A., 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Media Aesculapius, FKUI,
Jakarta
Mansjoer A., 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Media Aesculapius,
FKUI, Jakarta
Sjamsuhidajat R., 1997. Buku Ajar Ilmu Penyakit Bedah, Edisi Revisi, EGC
Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta
34