Anda di halaman 1dari 43

iii

KATA PENGANTAR

PENDIDIKAN ISLAM TRANSFORMATIF


DALAM PERUBAHAN
Matakuliah:
Pengembangan Inovasi Pendidikan
dan Pembelajaran PAI
Oleh:

Muttaqin Khabibullah
NIM: 15790011

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK


IBRAHIM
PROGRAMMALANG
PASCASARJANA
2015
i

iii

DAFTAR ISI
Bismillahirrahmanirrahim
HALAMAN JUDUL .................................................................. i

Alhamdulillah, segala
puji bagi Allah yang selalu
KATA PENGANTAR
................................................................
ii
melimpahkan segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga
pada
kesempatan
ini penulis dapat menyelesaikan makalah ini. iii
DAFTAR
ISI ............................................................................
Sholawat beserta salam semoga tetap terlimpah curahkan
kepada
A.
Pendahuluan
nabi besar Muhammad
.................................................................
SAW, yang telah berhasil merubah1
peradaban jahiliyah menuju jalan islamiyah yakni dinul Islam, dan
Latar
Belakang
Masalah
.........................................
semoga 1.kita
semua
mendapat
syafa
at beliau kelak di hari 1
kiamat
dan hari kebangkitan.
2.Makalah
RumusaniniMasalah
4
sengaja.................................................
ditulis oleh penulis untuk mengkaji
tentang Pendidikan Islam Transformatif dalam perubahan dengan
3. Tujuan
Pembahasan
5. Kelebihan
memfokuskan
pada
konsepnya...............................................
sebagai
subject matter
kajian dari makalah ini terletak pada penjelasan tentang konsep
B.
Pembahasan .................................................................. 5
pendidikan islam transformatif secara utuh dan holistik dalam
pembahasannya.
1. Pengertian Pendidikan Islam Transformatif
............. 5
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih
dengan 2.penghargaan
yang setinggi-tingginya
kepada
yang
Dasar dan Paradigma
Pendidikan Islam
Transformatif1010
terhormat :
1. Bapak
3. Tujuan
Prof. Pendidikan
Dr. H. Muhaimin,
Islam Transformatif
M.A. selaku..................
Direktur 19
Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
4. Hakikat
dalamselaku
Pandangan
Islam
2. Bapak
Dr. H. Manusia
Mujab, M.A.
KepalaPendidikan
Prodi Doktoral
Pendidikan Agama Islam Berbasis Studi Interdisipliner (PAITransformatif .......................................................... 22
BSI) Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
3. Bapak
Dr. Hj. dalam
Sutiah,
M. Ag. selaku
dosen pengampu
mata
5. Pendidik
Pendidikan
Islam Transformatif
..... 29
kuliah Pengembangan Inovasi Pendidikan dan Pembelajaran
PAI.
6. Materi Pendidikan Islam Transformatif ................... 32
4. Segenap sahabat Program Doktoral PAI-BSI B yang penulis
7. Metode Pendidikan Islam Transformatif .................. 34
banggakan.
5. Bapak dan Ibu tercinta, serta segenap keluarga yang telah
C. Penutup
.........................................................................
377
memberikan dukungan
kepada penulis.
Kesimpulan
............................................................ 37
Wallahul1.Muwaffiq
Ila Aqwamittharieq
Wassalamualaikum, Wr., Wb
2. Rekomendasi .......................................................... 38
Oktober
DAFTAR RUJUKAN ................................................................
ii iii Malang,
Muttaqin08
Penulis
Khabibullah
392015

PENDIDIKAN ISLAM TRANSFORMATIF


DALAM PERUBAHAN
A.

Pendahuluan

1.

Latar Belakang Masalah


Ditinjau dari aspek ontologis, hakikat pendidikan adalah

manusia. Sebab ia merupakan produk pemikiran yang dilakukan


oleh dan untuk manusia agar dapat beraktualisasi diri di atas
dunia. Sebagai produk pemikiran manusia, pendidikan bersifat
relatif dan tergantung pada kapasitas dan kualitas pencetusnya.
Di samping itu, pada aspek epistemologis sebaik apapun
produk pemikiran manusia tentang pendidikan, produk tersebut
tetaplah bersifat relatif. Sebab tergantung pada konteks sosial dan
tingkat pengalaman serta pengetahuan manusia. Seda ngkan
manusia sendiri pada dasarnya bersifat terbatas.
Dengan pengertian ini tidak ada alasa n untuk mensucikan
produk pemikiran manusia pada zaman yang lain yang dianggap
baku dan statis. Oleh karena itu, jika realitas berubah, bergerak
dan berbeda, maka respon manusia juga harus berubah jika tidak
ingin mengalami kejumudan.
Membincangkan mengenai persoalan pendidikan sama halnya
membincangkan tentang kehidupan manusia, sebab pendidikan
merupakan proses yang dilakukan oleh setiap individu menuju ke
keadaan yang lebih baik sesuai dengan potensi kemanusiaannya.
Proses ini hanya akan berhenti jika nyawa sudah tidak ada dalam
raga manusia.
manusia
dirinya
Pendidikan
sebagai
dalam meneguhkan
hamba
dalam dan
Islam
khalifah.
eksistensi
dibutuhkan
Eksistensi
1dalam
untuk
mengemban
manusia
menfasilitasi
fungsi

ditentukan oleh sebesar apa ia mampu menjalankan kedua fungsi


tersebut.
Di samping itu, pendidikan pada hakikatnya merupakan
proses memanusiakan manusia
sebab itu, semua

(humanizing human being)


. Oleh

treatment yang ada dalam praktek pendidikan

seharusnya selalu menfokuskan pada hakikat manusia sebagai


makhluk yang unik dan multidimensional, baik sebagai makhluk
tuhan dengan fitrah yang dimiliki, sebagai makhluk individu yang
khas dengan berbagai potensinya, maupun sebagai makhluk sosial
yang hidup dalam realitas sosial ya ng majemuk. Untuk itu,
pemahaman yang utuh tentang karakter manusia harus dilakukan
sebelum proses pendidikan dilaksanakan.
Tetapi dalam realitasnya banyak praktek pendidikan yang
tidak sesuai dengan tujuan tersebut. Dalam prakteknya,
pendidikan tidak lagi berfungsi sebagai proses transformasi pada
diri peserta didik dan masyarakat, malah praktek pendidikan
seringkali menjadi sumber terjadinya problem sosial. Hal ini dapat

dilihat dari adanya kenyataan bahwa proses pendidikan yang


ada
cenderung berjalan monoton, indoktrinatif,
teacher-centered
top-,
down , sentralistis, mekanis, verbalis, kognitif, dan misi pendidikan
telah tidak konsisten. Akibatnya, muncul kesan bahwa praktek
dan proses pendidikan Islam lepas dan steril dari konteks realitas.
Sehingga pendidikan islam tidak bisa memberikan kontribusi yang
jelas dan tegas dalam berbagai problem yang muncul.
Praktek pendidikan Islam yang dianggap tidak konsisten ini
merupakan bukti bahwa belum ada pemahaman yang utuh dan
universal
dalam
reduksi,
era
baik
tentang
kontemporer.
dari aspek
konsep
makna
Pendidikan
dan maupun
implementasi
Islam
prakteknya.
banyak
pendidikan
mengalami
Islam

Tidak berdayanya

(powerlessness) pendidikan Islam tersebut

menjadi keprihatinan bersama, mulai dari pakar dan praktisi


pendidikan di lembaga pendidikan formal, tokoh masyarakat
hingga orang tua. Pendidikan khususnya agama- dianggap tidak
efektif memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah.
Bahkan, pendidikan malah menjadi

part of the problem

Oleh karena itu, pada saat ini banyak gagasan, ide, pemikiran
dan usulan yang muncul tentang perlunya melakukan
reinterpretasi dan reorientasi dalam pendidikan, termasuk
melakukan perubahan paradigma dari praktek pendidikan yang
selama ini berjalan. Perubahan paradigma tersebut haruslah
berkaitan tentang pendidikan yang harus diselenggarakan dengan
pendekatan akademis dan bukan birokratis. Pendidikan harus
berorientasi mencetak peserta didik yang bermental pemburu
ilmu, bukan menun ggu ilmu. Peserta didik harus dididik
menjadi
orang aktif, bukan pasif. Pendidikan harus berorientasi pada
peserta didik

(student oriented)

(teacher and state Oriented)


antroposentris

yang

, bukan pendidik atau negara


. Manusia harus dilihat sebagai

teosentris , bukan hanya

antroposentris.

Pengelolaan pendidikan tidak boleh sentralistis, tapi harus


desentralistis. Pendidikan agama tidak boleh disampaikan secara
dogmatis saja, dan pendidikan harus bersifat inklusif, integralistik
dan holistik.

Untuk itu, pola pendidikan Islam yang berjalan selama ini

sudah saatnya untuk melakukan pergeseran atau perubahan


menjadi pola lain yang lebih membumi terhadap realitas
.-2OO1),(Jakarta:
Oleh
empirik.
existing
sebab
education
itu, pendidikan
ke
the
perlu
other
melakukan
newBerkutat
and
transformasi
better
one
the
Tashfirul
Mastuhu,
77-83.
Afkar
Pendidikan
Jurnal
Refleksi
Islam
Pemikiran
di Indonesia
Keagamaan
Masih
dan
Kebudayaan,
pada Nalar
No.Islami
11dari
Tahun
Klasik
1hlm.

Terminologi transformasi dalam tulisan ini mengimplikasikan


perlunya melakukan pergeseran dari pola pendidikan Islam
konvensional, menjadi pola baru yang mampu menjawab
tantangan zaman.

Hanya saja, perubahan ini tidak akan berjalan

efektif jika dilakukan secara

ad hoc, namun harus diwujudkan

secara integral dan holistik. Hal ini menunjukkan bahwa


peninjauan harus dilakukan secara menyeluruh terhadap aspekaspek dalam pendidikan, bukan secara parsial.
Kajian ini menjadi menarik untuk didiskusikan dan
didialogkan oleh para pembaca sebab pendidikan islam
transformatif merupakan sebuah rumusan pemikiran
pengembangan pendidikan islam untuk mendorong peserta didik
menyadari terhadap substansi diri mereka, sehingga harapan
peserta didik agar memiliki cara pandang humanis-transendental
dapat segera terwujud.
2.

Rumusan Masalah
Dari beberapa ulasan latar belakang di atas, penulis

bermaksud merumuskan konsep pendidikan islam transformatif


sebagai jawaban atas kritik pendidikan islam konvension al yang
selama ini berjalan. Untuk itu, dalam kajian ini penulis
menfokuskan pada beberapa hal, antara lain: bagaimana
pengertian pendidikan islam transformatif?, bagaimana dasar dan
paradigma pendidikan islam transformatif?, bagaimana tujuan
pendidikan islam transformatif?, bagaimana hakikat manusia
dalam pandangan pendidikan islam transformatif?, bagaimana

konsep
bagaimana
pendidik
metode
materi
pendidikan
pendidikan
pendidikan
islam
islam
transformatif?.
islam
transformatif?,
transformatif?,
dan (Yogyakarta: IAIN
M. Amin
Kalijaga
Abdullah
dan
KLS,
dkk.,dalam
2002),
Tafsir
hlm.
345-374.
Baru
Studi HAM
dalam
Era Multikultural,
2Sunan

3.

Tujuan Pembahasan
Kajian ini menjadi menarik untuk didiskusikan lebih

mendalam karena kajian ini bertujuan untuk mendeskripsikan


konsep pendidikan islam transformatif mulai yang bersifat
substansif hingga praktis meski tidak terlalu rinci. Untuk itu ada
beberapa konsep yang akan dikaji dalam tulisan ini yang meliputi:
pengertian pendidikan islam transformatif, dasar dan paradigma
pendidikan islam transformatif, tujuan pendidikan islam
transformatif, hakikat manusia dalam pendidikan islam
transformatif, pendidik dalam pendidikan islam transformatif,
materi pendidikan islam transformatif, dan metode pendidikan
islam transformatif.
B.

Pembahasan

1.

Pengertian Pendidikan Islam Transformatif


Terminologi pendidikan islam transformatif merupakan

integrasi dari dua konsep pendidikan menjadi satu, yaitu


pendidikan islam dan pendidikan transformatif yang berkembang
di barat yang kembangkan oleh Freire, Collins, Ivan Illich,
Smith,
dan beberapa pakar lainnya.

Konsep pertama mengandung pengertian sebagai sistem


pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk
memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam, karena
nilai-nilai Islam telah menjiwai dan mewarnai corak
kepribadiannya.

Sedangkan menurut Marimba, Pendidikan Islam

merupakan bimbingan jasmani-rohani berdasarkan hukum-

(Yogyakarta:
Paulo
H.
M. Arifin,
Freire,
1994),Pustaka
hlm.
dkk.
Ilmu
10.
Pelajar,
Pendidikan
Menggugat
2001).
Islam Pendidikan;
Suatu Tinjauan
Fundamentalis,
Teoritis dan Praktis
Konservatif,
, (cet.Liberal,
3, Jakarta:
Anarkis,
Bumi
43Aksara,

hukum Agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian


utama menurut ukuran-ukuran Islam.

Konsep pendidikan islam inilah yang dapat mendorong


seorang individu untuk memiliki kemampuan dalam memimpin
dan mengatur agenda kehidupannya sesuai dengan kaidah dan
norma-norma Islam melalui sistem pendidikan. Sehingga seorang
individu dapat memiliki kepribadian dan karakter yang luhur
sebagai identitasnya yang sesuai dengan cita-cita islam. Dengan
kepemilikan kepribadian dan karakter yang luhur tersebut,
seorang individu dapat melakukan agenda kehidupannya sebagai
subyek atas dunia untuk mengarahkan pada perubahan yang
lebih baik sesuai dengan cita-cita Islam.
Sedangkan konsep yang kedua mengandung pengertian
sebagai pendidikan yang mengakses perubahan dengan tetap
berpijak pada nilai-nilai dasar yang terkandung dalam pandangan
kemanusiaan

(humanistik)

.6 Artinya konsep pendidikan

transformatif ini berusaha menempatkan penghormatan yang


sebesar-besarnya kepada hak asasi manusia dengan mengakui
kewajiban asasi manusia untuk saling menghormati manusia dan
masyarakat yang berbeda.
Untuk itu, konsep pendidikan ini bersifat kooperatif terhadap
segenap kemampuan manusia yang mengarah pada proses
berpikir yang lebih bebas dan kreatif. Maksudnya pendidikan ini
berusaha mendorong manusia agar dapat menghargai potensi
yang ada pada setiap individu. Oleh karenanya pendidikan

transformatif, tidak mengenal terminologi penindasan,


ketimpangan,
dominasi,
saling
memahami,
atau
eksploitasi.
memiliki
Tetapi
kepekaan
yang
danialah
Ahmadkesetaraan,
Achmadi,
D. Marimba,
Ideologi
Pendidikan
Pengantar
Islam:
Filsafat
Paradigma
Pendidikan
Humanisme
, (Bandung
Teosentris
PT Alada
Maarif,
1989),
, hlm. hlm
158.23
65term

pembebasan.

sehingga pendidikan transformatif mengarah pada

pendidikan humanistik dan anti kekerasan.

8
Pendidikan
ini hanya

dapat dilakukan melalui proses pembebasan dan sekaligus proses


dalam mengakui keterbatasan manusia.
Pendidikan yang membebaskan bukan berarti proses
pendidikan yang mengasingkan ilmu pengetahuan, namun
merupakan proses murni

(pure proces) untuk mencari ilmu

pengetahuan dalam memenuhi hasrat keinginan peserta didik dan


pendidik dengan kesadaran untuk menciptakan ilmu pengetahuan
baru.

Dari kedua konsep di atas, jika disandingkan kedua konsep


tersebut sesungguhnya terdapat kesamaan dalam agendanya,

yaitu menjadikan individu sebagai subyek atas dunia dan


realitas
untuk diarahkan pada perubahan sosial
(social change)
yang ideal.
Dari pemaduan inilah kemudian pendidikan islam transformatif
dapat dimengerti sebagai pendidikan islam yang mengakses
perubahan dengan pertimbangan prinsip-prinsip liberalisasi,
humanisasi dan transendensi yang bersifat profetik.

10

Dilihat dari akar paradigmanya, ketiga prinsip tersebut


liberalisasi, humanisasi dan transendensi- merupakan
perwujudan paradigma humanisme-teosentris karena:

pertama,

liberasi bukan sepenuhnya berkiblat pada liberasi pendidikan


sebagai mana teori progresifisme dan ekperimen yang dibangun
oleh John Dewey, tetapi bertolak dari prinsip kebebasan yang
bertanggung jawab sebagaimana yang tersirat dalam al-Quran
bahwa manusia memiliki potensi kebebasan berkehendak untuk

hlm.
Indonesia
Syamsul
H.
Syamsul
A.R
150-151.
Freire,
Tilaar,
Maarif,
Maarif,
dkk,
, (Jakarta:
(Yogykarta:
Perubahan
The
Gramedia,
Pendidikan
Polotoca
Pustaka
Sosial
2002),
Pluralisme
Of
Pelajar,
dan
Education:
hlm.
Pendidikan;
2002),
152.
di
diIndonesia,
Indonesia
hlm.
Culture,
Pengantar
192.Power,
, (Yogyakarta:
Pedagogik
hlm.
And147-148.
Liberation
Logung
Transformatif
Pustaka,
, Terj.untuk
Agung
2005),
1987Prihantoro.
0Poulo

menentukan pilihan. Manusia akan memilih yang baik atau yang


buruk jika memiliki kehendak untuk berusaha mengubah
nasibnya atau tidak sebagaimana yang tertuang dalam Q.S. alRadu [13]: 11 yang berbunyi:

?
?

?
?

bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu


mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya,
mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya
Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan
terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi
mereka selain Dia.

(Q.S. al-Radu [13]: 11)

Bahkan termasuk pilihan untuk beriman atau kufur yang


sebagaimana termaktub dalam Q.S al Kahfi [18]: 29 yang
berbunyi:

?
?

Dan Katakanlah:
Tuhanmu;
Maka Barangsiapa
"Kebenaran yang
itu datangnya
ingin ?(beriman)
dari

hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir)


Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi
orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung
mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka
akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih
yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling
buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.

(Q.S al Kahfi

[18]: 29)
Dengan kebebasan inilah, maka adil jika manusia harus
mempertangung jawabkan segala perbuatannya atas dirinya
sendiri.
Kedua,

prinsip humanisasi di sini bukan merujuk pada

humanisme sekuler barat yang munculnya sebagai protes


terhadap agama yang dianggap tidak bisa mengadvokasi masalah
kemanusiaan, dan malah agama dianggap sering menimbulkan
masalah kemanusiaan. Tetapi humanisasi di sini merupakan
konsep fitrah dalam Islam yang memberikan penghargaan kepada
manusia sebagia makhluk yang paling mulia dengan segenap
potensi-potensi kemanusiaan. Dari potensi inilah kemudian dapat
dikembangkan agar mampu berperan sebagai khalifah Allah di
bumi dalam mendekatkan diri dan merepresentasikan Allah
sebagai rahmat bagi seluruh alam. Dari penjelasan ini, humanisasi
dalam Islam dapat dideskripsikan sebagai penghargaan yang tinggi
terhadap harkat dan martabat manusia dalam rangka
pengembangan potensi yang dimilikinya. dan k

etiga,
transendensi

yang bersifat profetik yang berarti pemberian makna ubudiyah


dalam
mengakses
Jadi
proses
pendidikan
liberasi
pada
dan
Islam
kemandirian
humanisasi
manusia.
siswa
dalam
adalah
memecahkan
pendidikan
Islam
Ideologi
Pendidikan
Islam:transformatif
Paradigma
Humanisme
Teosentris
, hlm. 159.
11
1yang
1 Achmadi,

10

persoalan-persoalan yang dihadapinya dalam hidup yang sesuai


dengan ajaran atau tujuan dalam al Qur an.
Oleh karena itu, Munir Mulkhan berpendapat bahwa
pendidikan islam transformatif merupakan keharusan sejarah.
Sebab pendidikan Islam harus memiliki sistem budaya yang
mampu menggerakkan roda perubahan dan transformasi
ketuhanan dan sosial. Kuncinya adalah bila manusia bisa
menangkap pesan perubahan zaman dan memberikan
kepercayaan kepada manusia yang kritis dan kreatif untuk
mencari takdir dirinya sendiri yang baik.
2.

Dasar dan Paradigma

13

12

Pendidikan Islam Transformatif

Sebuah konsep pendidikan tertentu tentu saja memiliki dasar


epistemologis. Dasar ini dimaksudkan agar sistem atau konsep
pendidikan yang dikembangkan memiliki pondasi filosofis yang
kuat dalam menopang proses pendidikan tersebut. Begitu pula
halnya dengan pendidikan islam transformatif memiliki dasar
epistemologis yang digunakan untuk menopang konsepnya untuk
dikembangkan.

Abdul Munir Mulkhan,


Paradigma Intelektual Muslim; Pengantar Pendidikan Islam dan
Dakwah , (Yogyakarta: Sipress, 1993), hlm. 293.
1 3 Paradigma adalah suatu cara pendekatan investigasi suatu objek atau titik awal yang
mengungkapkan
point of view , formulasi suatu teori, mendesign pertanyaan atau refleksi
yang sederhana. Paradigma dapat diformulasikan sebagai keseluruhan sistem kepercayaan,
nilai dan teknik yang digunakan bersama oleh kelompok komunitas ilmiah. Paradigma
identik sebagai sebuah bentuk atau model untuk menjelaskan suatu proses ide secara jelas.
Paradigma sebagai seperangkat asumsi-asumsi teoritis umum dan hukum-hukum serta
teknik-teknik aplikasi yang dianut secara bersama oleh para anggota suatu komunitas
ilmiah. Terdapat dua karakteristik ciri khas substansi dari paradigma adalah yaitu:
pertama,
menawarkan
unsur
baru
tertentu
yang
pengikut
keluar
dari
persaingan
metode
kerja
persoalan
Structure
11-12;
Jakarta:
China:
Dialog
Teraju,
dalam
Morton
2003),
George
Filsafat,
Rajawali
ofbaru
Scientific
kegiatan
hlm.
Word
Ritzer,
yang
Sains,
Press,
28.
Processing
masih
Revolutions
ilmiah
dan
2004),
Sosiologi
terbuka
Kehidupan
sebelumnya;
Ltd.,
hlm,
2002),
dan
Pengetahuan
5;
, menarik
(Ed.
Menurut
Longman,
belum
hlm.
2, Chicago:
577;
terselesaikan.
Shadra
Berparadigma
kedua
Husain
, University
dan
(serentak)
Heriyanto,
Dictionary
Lihat
Whitehead
Ganda
of
Thomas
menawarkan
Chicago
, Of
terj.American
Kuhn,
Paradigma
Alimandan,
Press,
, (Jakarta
pula1970),
persoalanEnglish
, Holistik
Selatan:
(cet.
hlm.
The
5,
3,
12

11

Konsep pendidikan islam transformatif mendasarkan pada


epistemologi islam yang bersumber dari 3 sumber, yaitu al Quran,
assunnah dan ijtihad.

Pertama,

al-Quran merupakan kitab

undang-undang, hujjah, dan petunjuk yang layak karena di


dalamnya mengandung banyak hal menyangkut segenap
kehidupan manusia termasuk di dalamnya pendidikan
sebagaimana surat Q.S. An Nahl: [16]: 89 yang berbunyi:

?
?

(dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada


tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka
sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi
saksi atas seluruh umat manusia. dan Kami turunkan
kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala
sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira
bagi orang-orang yang berserah diri.

(Q.S. An Nahl: [16]:

89)
Kedua, As Sunah ialah segala sesuatu yang disandarkan pada
nabi baik sebelum maupun sesudah ia diutus sebagai nabi. Atau
dapat juga di artikan semua sabda atau perbuatan Rasulullah
SAW atau persetujuan beliau terhadap perkataan atau perbuatan
sahabatnya karena dinilainya baik. As Sunah dijadikan sebagai
dasar epistemologi
Rasulullah
beliau
telahSAW
mengajarkan
berhasil
pendidikan
cara
meletakkan
membaca
Islam yang
pendidikan
dan
kedua
menghafalkan
islam.
Karenamisalnya
kitab

12

suci al-Quran beserta pengalamannya. Mendidik wudlu, solat,


dzikir dan berdoa dan sebagainya.
Ketiga,

14

Ijtihad adalah usaha-usaha pemahaman yang serius

dari kaum muslimin terhadap al-Quran dan assunnah sehingga


memunculkan kreativitas yang cemerlang di bidang pendidikan
Islam. Atau bahkan karena adanya tantangan zaman dan desakan
kebutuhan sehingga melahirkan ide-ide fungsional yang
gemilang.

15

Sedangkan menurut Said Ismail Ali lebih luas berpendapat

sebagaimana dikutib Langgulung terdiri dari 6 sumber yaitu:


al17
Quran, assunnah,
qaul as-shahabat
,16 maslahatul mursalah
,
urf, 18 dan pemikiran hasil ijtihad intelektual muslim.

Dari19sinilah

pendidikan islam menitiktolakkan pendidikan pada karakter


pendidikan teosentrisme.
Untuk itu, pendidikan islam transformatif merupakan satusatunya sistem pendidikan yang harus diwujudkan untuk

Ismail S. M, (eds),
Paradigma Pendidikan Islam , (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo, 2001), hlm. 37.
1 5 Ismail S.M, (eds),
Paradigma Pendidikan Islam
, hlm. 38.
16
Qaul Ashabi adalah pemberi fatwa dan pembentuk hukum-hukum Islam untuk
kepentingan umat Islam dari para sahabat yang benar-benar sudah lekat dengan fiqh dan
ilmu agama serta lantaran akrabnya mereka dengan Rasulullah dalam pergaulan sehingga
mampu memahami al-Quran dan hukum-hukumnya. Lihat Abdul Wahab al-Khalaf,
Ilmu
Ushul al-Fiqh , terj. Masdar Helmy, (Bandung: Gema Risalah Press, 1996), hlm. 158.
1 7 Maslahah Mursalah
adalah segala kemaslahatan yang sejalan dengan tujuan-tujuan syari
(dalam mensyariatkan hukum Islam) dan kepadanya tidak ada dalil khusus yang
menunjukkan tentang diakuinya atau tidaknya. Lihat Muhammad Abu Zahrah,
Ushul al-Fiqh,
terj Saefullah Mashum, et al (Cet 9, Jakarta Pustaka Firdaus, 2005), hlm 424
1 8 Kata
urf secara etimologi berarti sesuatu yang dipandang baik dan diterima oleh akal
sehat Urf adalah bentuk-bentuk mu'amalah (berhubungan kepentingan) yang telah
menjadi adat kebiasaan dan telah berlangsung konsisten di tengah masyarakat.
Urf
juga
disebut
dengan
apa
yang
sudah
terkenal
dikalangan
umat
manusia
dan
selalu
diikuti,
baik
urf
sesuatu
berupa
Tasryi
Firdaus,
1995),
perkataan
hlm.
perkataan
yang
,2011),
Pustaka
(Jakarta:
Langgulung,
77;
bisa
maupun
Masykur
hlm.
Al
perbuatan
dimengerti
Amzah,
khusna,
416;Anhari,
Sulaiman
dan
2009),
1989),
oleh
Manusia
urf
pantangan-pantangan.
manusia
perbuatan.
hlm.
hlm.
Abdullah,
dan
167;
35.
Ushul
(sekelompok
Pendidikan;
Abu
Sedangkan
FiqhZahro,
, (Surabaya:
Lihat
manusia)
Suatu
menurut
Sumber
Rasyad
Analisa
dan
Diantama,
Hukum
ulama
Ushul
Hasan
mereka
Psikologi
ushuliyyin
Islam
, Fiqh
(cet.
,2008),
Khalil,
(Jakarta:
jalankan
14, hlm.
dan
Jakarta:
Sinar
Pendidikan
110. Grafika,
Pustaka
Tarikh
alialah
urf
1(Jakarta:
9 Hasan
14

13

melakukan proses penyelesaian jangka panjang atas berbagai


masalah yang dialami masyarakat-masyarakat Islam saat ini.
Masalah tersebut berupa dikotomi mental dan kehidupan pribadi
maupun sosial yang terpecah belah yang berakibat kekacauan
dalam segala usaha dan frustasi serta krisis yang melumpuhkan
kehidupan masyarakat islam.
Meski demikian, pendidikan islam transformatif tidak dapat
tercapai dalam waktu semalam saja. Pendidikan adalah suatu
proses yang paling sedikit, memakan waktu dua generasi. Oleh
karena itu Rahman menawarkan program pembaharuan
pendidikan dalam jangka pendek.

Pertama
, menciptakan orientasi

politis Islam yang sesungguhnya pemurnian islam


dan

(pure islam);

Kedua , menciptakan iklim intelektualisme, sebagai langkah

awal pengislaman seluruh segi kehidupan.

20

Dari berbagai deskripsi di atas menunjukkan adanya


perbedaan yang jelas

(clear) dan tegas

(disting)
pendidikan islam

transformatif dengan pendidikan barat sekuler yang dikotomistik


dan positivistik. Pendidikan Islam transformatif tidak hanya
bermuara hasil pemikiran manusia dalam menuju kemaslahatan
manusia atau humanisme universal, tetapi juga Islam bermuara
pada pembentukan manusia sesuai dengan kodrat dan fitrahnya
yang mencakup dimensi imanensi
transendensi

(horizontal)
dan dimensi

(vertical) .21

Oleh karena itu, proses pendidikan seharusnya diorientasikan


pada pembentukan kepribadian muslim yang mempunyai
prophetic consciousness

, di mana ia mempunyai kesadaran

eksistensialis
yang
teistik
harus
mempunyai
kesadaran
Wacana,
SyarifYogya,
2000),
Hidayatullah,
Usa, 1991),
hlm.
Pendidikan
37.
hlm. 31.
Intelektualisme
Islam didimana
Indonesia;
dalamiaAntara
Perspektif
CitaNeo-Modernisme
dan Fakta, (Yogyakarta:
, (Yogyakarta;
PT. Tiara
2Wacana
10 Muslih

14

vertikal

(vertical consciousness)

(horizontal consciousness)

sekaligus kesadaran horisontal

Kesadaran pertama mempunyai makna bahwa setiap individu


harus sadar tentang relasi antara dirinya sebagaima makhluk dan
khaliqnya sehingga ia menyadari kewajiban yang harus dipenuhi
sebagai 'abid. Sedangkan kesadaran kedua mempunyai pengertian
bahwa individu harus sadar terhadap konteks realitas sosial yang
ada di sekitarnya yang selalu berubah dan penuh tantangan.
Dengan kesadaran ini ia hendaknya aktif memberikan kontribusi
terhadap penyelesaian problem sosial, bukan lari dari masalah.
Kedua kesadaran tersebut bukan berdiri sendiri-sendiri, namun
terkait secara padu.
Adapun pendidikan islam transformatif pada dasarnya
menggunakan 4 paradigma, yaitu paradigma sistemik-organik,
paradigma holistik-integralistik, paradigma humanistik, dan
paradigma idealistik-transformatif.

22

Pertama . Paradigma sistemik-organik merupakan paradigma


pendidikan yang menekankan pada proses pendidikan yang: a)
lebih menekankan pada proses pembelajaran dari pada mengajar;
b) pendidikan diorganisir dalam suatu struktur yang fleksibel; c)
pendidikan memperlakukan peserta didik sebagai individu yang
memiliki karakteristik khusus dan mandiri; dan d) pendidikan
merupakan proses yang berkesinambungan dan senantiasa
berinteraksi dengan lingkungannya.
Kedua,

Paradigma holistik-integralistik. Paradigma ini

menekankan pada proses pendidikan sebagai: a) pendidikan yang

mengintrodusir
seutuhnya;
b)Visimateri
terbentuknya
pendidikan
dan
mengandung
masyarakat
kesatuan
Modern:
Maksum-Luluk
Mencari
Yunan
Baru Ruhendi,
atas
Realitasmanusia
Paradigma
Baruharus
Pendidikan
Pendidikan
KitaUniversal
, (Yogyakarta:
di Era Modern
Ircisod,
dan2004),
Post
2hlm.
2 Ali184.

15

pendidikan jasmani-ruhani, mengasah kecerdasan intelektualspiritual-ketrampilan, kesatuan materi pendidikan yang teoritispraktis, kesatuan materi pendidikan pribadi-sosial-ketuhanan,
dan kesatuan materi pendidikan keagamaan-filsafat-etika-estetika;
c) proses pendidikan yang mengutamakan kesatuan kepentingan
politik-anak didik-masyarakat; dan d) evaluasi pendidikan yang
mementingkan tercapainya perkembangan anak didik dalam
bidang pengusaan ilmu-sikap-tingkah laku-ketrampilan.
Ketiga, Paradigma humanistik merupakan paradigma yang
memandang manusia sebagai manusia yang seutuhnya, yakni
makhluk ciptaan tuhan dengan fitrah-fitrahnya. Sebagai makhluk
hidup manusia harus melangsungkan, mempertahankan, dan
mengembangkan hidup. Sebagai makhluk yang terbatas ia
memiliki sifat-sifat kehewanan dan sifat-sifat kemalaikatan,
sebagai makhluk dialektik manusia selalu dihadapkan pada
pilihan-pilihan dalam hidupnya, sebagai makhluk moral, ia
bergulat dengan nilai-nilai, sebagai makhluk pribadi ia memiliki
kekuatan konstruktif dan destruktif, sebagai makhluk sosial ia
memiliki hak-hak sosial dan harus menunaikan kewajibankewajiban sosial, dan sebagai hamba tuhan ia harus menunaikan
kewajiban-kewajiban keagamaannya.
Keempat,

Paradigma idealistik-transformatif merupakan

paradigma yang memandang manusia sebagai makhluk yang


paling mulia. Yakni makhluk ciptaan tuhan yang mempunyai misi
suci untuk merepresentasikan tuhan dalam hidup dengan tugas
menata seluruh kehidupan di alam semesta ini dengan baik.
Sebagaisedangkan
sebagai
tuhan,
hamba
wakil tuhan,
yang
secara
harus
manusia
horisontal
beribadah
secara
manusia
vertikal
dan mengabdi
sebagai
berkedudukan
pemimpin
kepada

16

(kholifah) yang harus menjadi teladan kepada sesama pengatur


dan pelindung atas alam dan kehidupan di sekelilingnya.
Menurut Agus Nuryatno pendidikan islam transformatif
mendasarkan konsep pendidikannya pada paradigma teologi
inklusif dan teologi kritis.

23

Pertama,teologi inklusif merupakan

sebuah teologi yang menempatkan manusia secara umum pada


posisi setara tanpa memandang perbedaan agama, etnis, ras,
bahasa, dan suku. Sebagaimana yang tertuang dalam Q.S. al
Imron: [3]: 64 yang berbunyi :

?
?

Katakanlah: "Hai ahli Kitab, Marilah (berpegang) kepada


suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan
antara Kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali
Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun
dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang
lain sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling
Maka Katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa
Kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada
Allah)". 24 (Q.S. al Imron: [3]: 64)

Pemikir dan intelektual yang mengusung gagasan pemikiran teologi Islam inklusif dan
kritis
antara
Harun
Nasution
(Islam
Rasional),
Nurcholish
(Islam
Modern),
Abdurrahman
(Islam
kitab
Ayat
menegakkan
ini
(Yahudi,
Sosial
Emansipatoris),
kalimat
tidaklain:
Profetik),
Wahid
Nasrani
yang
memberikan
kalimatun
la
dapat
(Islam
dan
Muslim
dan
ilaha
Ulil
ditarik
sawa
Sabiin)
Pembebasan),
indikasi
illallah
Abshar
Abdurrahman
dari
untuk
.bahwa
Abdalla
ayat
Menurut
yaitu
Mansour
sama
ini
(Islam
hanya
(Islam
adalah
-sama
M.Fakih
Transformatif),
mengabdi
Galib,
Liberal).
berpegang
bahwa
ahlul
(Ilmu
bahwa
kitab
Islam
Sosial
kepada
teguh
hMadjid
arus
Masdar
yaberseru
Kritis),
ng
pada
Allah
masuk
dimaksudkalimatun
Farid
Kuntowijoyo
kepada
dan
agama
Masudi
membersihkan
kalimatun
Islam sawa
untuk
ahlul.
2adalah
4 Pemahaman
23

17

Pada tingkat ini, semua manusia diharapkan mampu menjadi


khalifah Allah di muka bumi

(khalifatullah fi al-ardh)untuk

melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dan menjaga


keharmonisan semesta alam. Oleh sebab itu, peperangan, konflik
agama, dan/ atau pertengkaran harus ditinggalkan dan dijauhi
sebagai bentuk tanggung jawab bersama atas kelangsungan hidup
ini. 25 Sebab pada hakikatnya, Islam mengajarkan kerukunan
beragama bukan malah sebaliknya. Misalnya dalam menyebarkan
agama, Nabi Muhammad tidak pernah memaksakan seseorang
untuk memeluk agama Islam atas agama yang lain, sebagaimana
firman Allah dalam Q.S. al Hujurat: [49]:13 yang berbunyi:

?
(

? ?
?

Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari


seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang
paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal.

26

(Q.S. AL Hujurat:

[49]:13)

aqidah mereka dari hal-hal yang berbau syirik. Lihat Muhammad Galib,
Ahl Al-Kitab: Makna
dan Cakupannya,
(Cet. I, Jakarta: Paramadina, 1998), hlm. 142.
22Ayat-Ayat
56 Dalam
Hatim
Gazali,
Agama
dalam
Cetakan
Baru
, http://islamlib.com/id/index.php?page=article,
hlm.
bilal
pantas
membenci
sebagai
paling
naik
2. budak
bertaqwa.
Diakses
penegasan
suatu
ke
Al-Quran
orang
atas
hitam
riwayat
pada
ini,
kabah
Lihat
bahwa
ini
pasti
tanggal
adzan
di
,Q.
untuk
(Ed.
jelaskan
dalam
Dia
Shaleh,
06
di
II,
akan
mengumandangkan
Oktober
atas
Islam
Bandung:
bahwa,
menggantinya.
dkk,
kabah?
tidak
2015.
ketika
Diponegoro,
ada
Asbabbun
diskriminasi,
adzan.
2000),
maka
Nuzul;
Beberapa
Ayat
yang
fathu
berkatalah
hlm.
Latar
ini
paling
makkah
orang
518.
Q.S.
Belakang
(penaklukan
yang
mulia
berkata
al-Hujurat
lainnya
adalah
Historis
sekiranya
kota
yang
[49]:13makkkah),
Turunnya
apakah
turun
llah

18

Dalam mengajarkan puasa misalnya, pendidikan islam


transformatif tidak melulu mengajarkannya dalam bentuk
normatif, tetapi juga bersifat sosiologis. Puasa tidak hanya berarti
menahan makan dan minum mulai dari terbit fajar hingga
terbenam matahari, tetapi puasa juga merupakan latihan untuk
bisa merasakan penderitaan orang lain, dan inilah esensinya yaitu
puasa sebagai agenda kemanusiaan. Dengan bisa merasakan
penderitaan orang lain, akan timbul rasa empati dan
keberpihakan terhadap mereka yang miskin dan tertindas.
Kedua,

27

teologi kritis berarti pendidikan islam transformatif

bersaha memfungsikan potensi manusia sebagai homo-rasional


(hayawanun nathiq)

yang membedakan manusia dengan makhluk

lainnya. Karena dalam al-Quran memerintahkan manusia untuk


berfikir sebagaimana yang disebutkan dalam Q.S. al-Baqarah
[2]:
242 yang berbunyi:

Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayatNya (hukum-hukum-Nya) supaya kamu memahaminya.


(Q.S. al-Baqarah [2]: 242)
Di samping itu, dalam Q.S. al-Ankabut [29]: 43 juga berbunyi:

?
Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk
manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orangorang yang berilmu.

(Q.S. al-Ankabut [29]: 43)

sudah
tidak
Dalam
semua
dibekali
ayat-ayat
alat
untuk
mampu
di
berfikir
atas
dan
sebenarnya
akan
mau
menggunakan
manusia
kenyataannya
dalam
akalnyaIslam
Nuryatno,
(Cet. orang
I;
Yogyakarta:
Mazhab
Resist
Pendidikan
Book,
2008),
Kritis:tetapi
hlm.
Menyingkap
2. dalam
Relasi
Pengetahuan,
Politik dan
2Kekuasaan,
7 M. Agus

19

tersebut untuk berfikir. Teologi kritis menjadikan manusia mampu


mensikapi hidup ini dengan ikhtiar, bersungguh-sungguh dan
bukan fatalistik.

28

Sedikit berbeda dengan paradigma di atas, Achmadi

29
justeru

memandang bahwa agar pendidikan islam dapat mendorong pada


perubahan yang diharapkan, maka pendidikan islam seyogyanya
mengunakan paradigma humanis-teosentris. Sebab secara
normatif ajaran islam tidak perlu diperdebatkan karena diyakini
Islam memuat nilai-nilai transendental yang memiliki kebenaran
mutlak.
Namun, dalam rangka menyusun strategi praktis yang
relevan dengan perubahan perlu dilakukan interpretasi nilai-nilai
yang terkandung dalam paradigma tersebut dan reinterprestasi
terhadap pemahaman masa lalu, sehingga menghasilkan formulasi
strategi pendidikan Islam yang transformatif. Pendidikan Islam
dengan paradigma humanisme-teosentris tersebut akan
menghasilkan refleksi dan rekonstruksi dari sejarah Islam yang
ada, khususnya pada masa lima abad pertama, serta dari nilainilai normatif Islam, dan dari
3.

trend humanisme

30

universal.

31

Tujuan Pendidikan Islam Transformatif


Tujuan pendidikan islam transformatif tidak hanya

berorientasi vertikal dengan ritual individual dan kesalihan dalam


bentuk ketaqwaan, tetapi juga berorientasi horizontal yang

Abd. Rachman Assegaf,


Mambangun pendidikan Islam dengan Teologi Kritis, (Jurnal
Edukasi; Pendidikan Islam Kritis, II, 1, Januari, 2004), hlm. 83.
23Islam
910 Abdurrahman
Achmadi,
Ideologi
Pendidikan
Islam:
Paradigma
Humanisme
Teosentris
, Pendidikan
hlm.Pelajar,
158.
Islam.
humanisme
minanas
Humanisme
2001),
Humanisme
Liberal,
hlm.
Dengan
139.
religius.
Religius
Lihat,
1,
dalam
demikian,
Masud,
X, Abdurrahman
Desember,
Islam
Bahwa
Sebagai
pembahasan
tidak
humanisme
2002),
Paradigma
Diskursus
mengenal
Masud,
hlm.
humanisme
dalam
19.
sekulerisme
Pendidikan
Pendidikan
Islam
dalam
Menggas
karena
Islam
tidak
Islam
Islam
bisa
tidak
Liberal,
Format
dengan
lepas
ada
, (Yogyakarta;
(Jurnal
sekulerisme
Pendidikan
dari
sendirinya
konsep
Edukasi;
dalam
Pustaka
non
adalah
dikotomik;
hablu
28

20

mempunyai makna kesalihan horizontal. Artinya bagaimana


keberimanan dan ketakwaan peserta didik mempunyai imbas
kepada perilaku sosial mereka di masyarakat. Hubungan
manusia-Tuhan yang akan melahirkan kesalehan pribadi yang
selanjutnya melahirkan hubungan sosial antar manusia yang
berlandaskan pada nilai-nilai ketuhanan. Dengan kata lain,
kesalehan individu harus mempunyai imbas kepada kesalehan
sosial.

32

Oleh karena itu, pendidikan Islam transformatif tidak


melepaskan diri dari ketiga domain pendidikan kebebasan dalam
Islam yang diukur menurut kriteria agama, akhlak, tanggung
jawab dan kebenaran. Keempat inilah yang menjadi pembatas agar
kebebasan dan transformasi pendidikan tidak mengarah kepada
anarkisme.

33

Untuk melakukan transformasi pendidikan islam, pendidikan


islam perlu melakukan elaborasi tujuan dan fungsi pendidikan
islam serta alternatif pendekatan Islam yang relevan dengan
perubahan dan berdasarkan prinsip liberasi, humanisasi dan
transendensi.

Pertama , pendidikan agama Islam yang dapat

memberikan kemampuan individual dalam menetapkan pilihan


nilai-nilai positif yang diyakini sebagai kebenaran dari sudut
pandang Islam karena akhirnya dirinya sendiri yang akan
memikul tanggung jawab atas sikap dan perbuatan yang
dipilihnya.
Kedua , pendidikan agama Islam yang dapat memberikan
kearifan dalam memanifestasikan keimanan dan keislaman

peserta
didik
kehidupan
individu
dan dan
sosial
yang
semakin
Kekuasaan,
M. Agus
1991),
Usa,
Nuryatno,
hlm.
hlm.
Pendidikan
1dalam
39. Mazhab
Islam
Pendidikan
di Indonesia;
Kritis:
Antara
Menyingkap
Cita
Relasi
Fakta,Pengetahuan,
(Yogyakarta:
Politik
PT. dan
Tiara
3Wacana,
32 Musih

21

plural, sehingga Islam yang sejatinya humanis terekspresikan oleh


pemeluknya secara humanis pula.
Ketiga , menyadarkan potensi-potensi insaniyah anugerah
Tuhan untuk dikembangkan seoptimal mungkin sehingga mampu
berkompetisi secara sehat

(fastabig al-khairat) dengan orang lain.

Keempat , menyadarkan peserta didik bahwa nilai-nilai


illahiyah memang dibutuhkan manusia agar hidupnya lebih
bermakna di hadapan manusia dan Tuhan. Pada akhirnya
pendidikan islam juga harus mampu mengantisipasi masa depan
umat islam yang akan berhadapan dengan berbagai idiologi besar
dan tantangan-tantangan lain seperti disintegrasi sosial, makin
melajunya proses sekulerisasi dan spesialisasi yang memiliki
kecenderungan materialisme.
Oleh karena itu, secara praktis tujuan pendidikan Islam
transformatif akan dapat diwujudkan apabila: a) pendidikan
mampu membangun keilmuan dan kemajuan kehidupan yang
integratif antara nilai sepiritual, moral dan material bagi
kehidupan manusia; b) pendidikan mampu membangun kompetisi
manusia dan mempersiapkan kehidupa n yang lebih baik berupa
manusia demokratis, kompetitif, inovatif bedasarkan nilai-nilai
Islam; c) pendidikan disusun atas dasar kondisi lingkungan
masyarakat, baik kondisi masa kini maupun kondisi pada masa
akan datang, karena perubahan kondisi lingkungan merupakan
tantangan dan peluang yang harus diproses secara cepat dan
tepat; d) pembaharuan pendidikan harus diupayakan untuk
memberdayakan potensi umat yang disesuaikan dengan
kebutuhan kehidupan
diorientasikan
pembebasan,
menjunjung
tinggi
pendidikan
pada hak-hak
upaya
masyarakat;
sebagai
pendidikan
anak, proses
pendidikan
dan sebagai
e)pencerdasan,
pendidikan
menghasilkan
proses harus
pendidikan
lebih

22

tindakan perdamaian, pendidikan sebagai proses pemberdayaan


potensi manusia, pendidikan menjadikan anak berwawasan
integratif, pendidikan sebagai wahana membangun watak
persatuan, pendidikan menghasilkan manusia demokratik, dan
pendidikan menghasilkan manusia peduli terhadap lingkungan.
4.

34

Hakikat Manusia dalam Pandangan Pendidikan Islam


Transformatif
Berbicara mengenai hakikat manusia, al-Qur'an

menunjukkan tiga kata kunci


manusia, yaitu

(key word) tentang arti hakikat

al-insan , basyar dan

.35 al-insan
Kata

Bani Adam

dalam al-Qur'an disebutkan sebanyak 65 kali yang dipakai untuk


menunjukkan manusia yang tunggal, sama seperti
untuk jamaknya dipakai kata

. Seda
insngkan

an-naas , unasi , insiya , anasi .

Hampir semua ayat yang menyebut manusia dengan


menggunakan kata

al insan

. Konteksnya selalu menampilkan

manusia sebagai makhluk yang istimewa, secara moral maupun


spiritual yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Keunggulan
manusia terletak pada wujud kejadiannya sebagai makhluk yang
diciptakan dengan kualitas

ahsani taqwim

(sebaik-baik

penciptaan).
Kata al-insan ini dipakai untuk menyebut manusia dalam
konteks kedudukan manusia sebagai makhluk yang mempunyai
kelebihan-kelebihan. Kelebihan-kelebihan tersebut antara lain:
pertama, manusia sebagai makhluk berfikir;

kedua,
makhluk

(Yogyakarta:
Anaasiyyu
kali
Hujair
dan AH.
an-Naas
Basyar
1PT
Safiria
kali
Sanaky,
Kuala
dan
Insania
37
dalam
Musi
kaliInsiyyan
Paradigma
al-Quran
Press,
Raharja,
Burlinan
2003),
12000),
241
Abdullah,
Pendidikan
kali,
hlm.
kali,
kata
hlm.
123-124.
15.
Islam;
Ragam
Banial-Insan
Membagun
Adam
Perilak
terulang
65uMasyrakat
kali,
Manusia
dalam Al
Ins
Madani
Menurut
Quran
18 kali,
Indonesia
sebanyak
Al-Quran
Unasun
5 kali,
7,
3(Palembang;
54 Kata

23

pembawa amanat; dan

ketiga, manusia sebagai makhluk yang

bertanggung jawab pada semua yang diperbuat.

al-uns,

Oleh karena itu, kata insan yang berasal dari kata


anisa , nasiya dan

anasa , maka dapatlah dikatakan bahwa kata

insan menunjuk suatu pengertian adanya kaitan dengan sikap,


yang lahir dari adanya kesadaran penalaran.

36
Kata
insan juga

digunakan al-Qur'an untuk menunjukkan kepada manusia


dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Artinya, manusia itu
berbeda antara seseorang dengan yang lain adalah akibat
perbedaan fisik, mental, dan kecerdasan.
Di sisi lain, khusus kata

37

al-Nasmengacu kepada hakikat

manusia sebagai makhluk sosial. Manusia dalam arti

al-nas
ini

paling banyak disebut dalam al-Quran yaitu 240 kali. Bisa


dilihat
dalam seluruh ayat yang menggunakan kata,
Ya ayyuha an-nas.
Penjelasan konsep ini dapat ditunjukkan dalam dua hal.
Pertama , banyak ayat yang menunjukkan kelompok-kelompok
sosial dengan karakteristiknya masing-masing yang satu dengan

yang lainnya yang belum tentu sama. Ayat ini menggunakan


kata
wa mina an-nas (dan diantara manusia).
Kedua
, pengelompokkan
manusia berdasarkan mayoritas, yang umumnya menggunakan
ungkapan

aktsara an-nas

Sedangkan kata

(sebagian besar manusia).

38

basyar dipakai untuk menyebut semua

makhluk baik laki-laki ataupun perempuan, baik satu ataupun


banyak. Kata ini memberikan referensi kepada manusia sebagai
makhluk biologis yang mempunyai bentuk tubuh yang mengalami
pertumbuhan dan perkembangan jasmani.

Filsafat
Musya
M.
Qurasih,
hlm.
Islam,
Asyarie,
131-132.
1992),
Shihab,
Tholchah
hlm.
1996.
Manusia
Hasan,
22.
Pembentuk
Wawasan
Dinamika
al-Quran
Kebudayaan
Kehidupan
, (Bandung;
dalam
Religius
Al-Quran
,Mizan,
(Jakarta;
1996),
, (t.t;
Listafariska
Lembaga
hlm. 280. Putra,
Studi
32004),
876 Muhammad

24

Kata basyar adalah jamak dari kata


kulit. Manusia dinamai

basyarah
yang berarti

basyar karena kulitnya tampak jelas, dan

berbeda dengan kulit binatang yang lain. Al-Qur'an menggunakan


kata ini sebanyak 35 kali dalam bentuk tunggal dan sekali
dalam
bentuk tasniyah (dua). Hal ini untuk menunjukkan manusia dari
sudut lahiriyahnya serta persamaannya dengan manusia
seluruhnya.
Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk
menyampaikan bahwa Aku adalah basyar (manusia) seperti kamu
yang diberi wahyu sebagaimana yang termaktub dalam, Q.S.
alKahf [18]: 110 yang berbunyi:

? ?

Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti


kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa
Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa".
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya,
Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan
janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam
beribadat kepada Tuhannya".

(Q.S. al-Kahf [18]: 110)

Di sisi lain, banyak ayat al-Qur'an yang menggunakan kata


basyar yang mengisyaratkan bahwa proses kejadian manusia
melalui tahapan-tahapan hingga mencapai tahapan kedewasaan.
Firman Allah dalam Q.S. al-Rum [3]: 20 menunjukkan:
?
Dan di antara
menciptakan
kamu
tanda-tanda
dari tanah,
kekuasaan-Nya
kemudian
tiba-tiba
ialah Dia
kamu

25

(menjadi) manusia yang bertebaran (berkembang biak).


(Q.S. al-Rum [3]: 20)
Kata

di sini bisa diartikan berkembang biak akibat

hubungan seks atau bertebaran mencari rezki.

39

insan dan
basyar,

Dari penggunaan kedua kata tersebut


Musa Asy'arie

40

mengatakan bahwa manusia dalam pengertian

basyar mengandung arti manusia yang tergantung sepenuhnya


pada alam. Pertumbuhan dan perkembangan fisiknya tergantung
pada apa yang dikonsumsi. Sedangkan manusia dalam pengertian
insan mempunyai pertumbuhan dan perkembangan yang
sepenuhnya tergantung pada kebudayaan, pendidikan, penalaran,
kesadaran, dan sikap hidupnya.
Untuk itu, pemakaian kedua kata

insan dan
basyar

digunakan untuk menyebut manusia yang mempunyai pengertian


yang berbeda.

Insan dipakai untuk menunjuk pada kualitas

pemikiran dan kesadaran, sedangkan

basyardipakai untuk

menunjukkan pada dimensi alamiahnya, yang menjadi ciri pokok


manusia pada aspek biologis, makan, minum dan mati. Artinya,
manusia dalam hal ini memiliki dua dimensi, yaitu badan dan ruh.
Oleh karena itu, Islam secara tegas menyatakan bahwa badan
dan ruh adalah substansi alam. Sedangkan alam adalah makhluk
dan keduanya diciptakan oleh Allah. Sehingga proses
perkembangan dan pertumbuhan manusia mengikuti hukum alam
yang bersifat material.

41

Jadi, manusia itu terdiri dari 2 substansi, yaitu materi yang

berupa
badan
yang
berasal
dari
bumi
ruh
yang dan
berasal
dari
M. Qurasih
Musya
Media
Asyarie,
Pratama,
dan
Shihab,
Abdullah
1997),
Manusia
Wawasan
Idi,hlm.
Pembentuk
108.
al-Quran
Filsafat
Kebudayaan
Pendidikan
, hlm.dan
279.
dalam
Manusia,
Al-Quran
Filsafat
Pendidikan,(Jakarta:
, hlm.
21.
43Gaya
109 Jalaluddin

26

Tuhan. Oleh sebab itu, hakikat manusia adalah ruh, sedangkan


jasadnya hanyalah alat yang digunakan oleh ruh untuk menjalani
kehidupan material yang bersifat sekunder, sedangkan ruh
merupakan alam metafisik yang bersifat primer, karena ruh saja
tanpa jasad yang material tidak dapat dinamakan manusia.

42

Di sisi lain, dalam arti yang lebih luas, Manusia adalah


makhluk yang memiliki banyak dimensi.
antara lain:

dimensi pertama

43
Dimensi
tersebut

, secara fisik manusia hampir sama

dengan hewan yang membutuhkan makan, minum, istirahat dan


menikah supaya ia dapat tumbuh dan berkembang;

dimensi

kedua , manusia memiliki sejumlah emosi yang bersifat etis, yaitu


ingin memperoleh keuntungan dan menghindari kerugian;

dimensi

ketiga , manusia punya perhatian terhadap keindahan;

dimensi

keempat , manusia memiliki dorongan untuk menyembah tuhan;


dimensi kelima

, manusia memiliki kemampuan dan kekuatan yang

berlipat ganda, karena ia dikarunia akal, pikiran dan kehendak


bebas, sehingga ia mampu menahan hawa nafsu dan menciptakan
keseimbangan dalam hidupnya; dan
mampu mengenal dirinya.
Menurut Ali Syariati,

dimensi keenam
, manusia

44
45

manusia adalah: a) makhluk asli

dimana ia mempunyai substansi yang mandiri di antara makluk


lainnya, dan memiliki esensi general yang mulia; b) makhluk yang
memilik kehendak bebas, dan hal inilah kekuatan paling besar
yang luar biasa dan tidak bisa ditafsirkan; c) makhluk yang sadar
berfikir, dan hal inilah karakteristik menonjolnya sehingga
manusia mampu memahami realitas alam luar dengan kekuatan

hlm.
Zuhairini,
Murtadha
Abd.
125.
Syariati,
hlm.
Rachman
47-49.
dkk,
Muthahhari,
Assegaf,
Humanisme
Filsafat Pendidikan
Studi
Antara
Perspetif
Islam
Islam
Islam
Tentang
Kontekstual
dan .Manusia
Madzhab
(Jakarta:
, (Yogyakarta;
dan
Barat
BumiAgama
Aksara,
, (Bandung:
Gama
, (Bandung;
1995),
Media,
Pustaka
hlm.
2005),
Mizan,
75-77.
Hidayah,
hlm.
1992),
57.
41996),
5432 Ali

27

berfikir; d) makhluk yang sadar akan dirinya sendiri, artinya ia


merupakan makhluk hidup satu-satunya yang memiliki
pengetahuan budaya dalam kaitannya dengan dirinya; e) makhluk
kreatif, dan kreativitas inilah yang kemudian menyatu dengan
perbuatannya yang pada akhirnya dapat menyebabkan manusia
mampu menjadikan dirinya sebagai makhluk yang sempurna di
hadapan alam semesta dan tuhan; f) makhluk yang memiliki citacita dan merindukan sesuatu yang ideal; dan g) makhluk moral,
dimana pada bagan ini merupakan bagian penting terhadap nilainilai (values) .
Sedangkan menurut Langgulung, hakikat manusia adalah
hamba Allah dan khalifah Allah. Hakikat manusia sebagai hamba
Allah adalah mengembangkan sifat-sifat tuhan yang terkandung
dalam al asma al husna

yang ada pada diri manusia. Sebab

hakikat manusia sebagai hamba Allah adalah selaras dengan


tujuan diciptakannya manusia sebagaimana firman Allah dalam
Q.S. Adz Dzariyaat [51]: 56 yang berbunyi:

tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar


supaya mereka menyembah kepadaku

(Q.S. Adz

Dzariyaat [51]: 56)


Selain itu, manusia diciptakan oleh Allah tidak dalam kondisi
yang sempurna, sehingga memberikan pemahaman terhadap
dirinya bahwa ada dzat yang lebih sempurna dari pada dirinya dan
dalam proses itulah dia dapat menemukan tuhannya.
penghambaan,
kemampuan
Oleh karena
yang
Allah
berkenaan
itu,memberikan
agar manusia
dengan
beberapa
sifat-sifat
dapat potensi
melakukan
allahatau
yang
proses

28

tercantum dalam

al asma al husna . Hal ini sebagaimana firman

Allah dalam Q.S. Al Hijr [15]: 29 yang berbunyi:

? ?
aku telah membentuknya dan menghambuskan
kepadanya roh-ku

(Q.S. Al Hijr [15]: 29)

Jadi, peran manusia sebagai hamba Allah memberi arti yang


sangat luas, yaitu mengembangkan sifat-sifat Allah yang
terkandung dalam

al asma al husna

yang ada pada diri manusia.46

Selain hakikat manusia sebagai hamba Allah, hakikat


manusia juga adalah khalifah Allah. Manusia sebagai khalifah
Allah mengandung arti bahwa manusia yang dapat
mengaktualisasikan segala potensi yang dikaruniakan Tuhan
kepadanya.

47

Hal ini menunjukkan bahwa Allah telah melimpahkan


amanah bagi manusia. Amanah di sini memiliki 2 arti, yaitu:
kesanggupan manusia mengembangkan sifat-sifat Allah pada
dirinya dan kesanggupan untuk melakukan pengurusan sumbersumber yang ada di bumi.

48

Untuk menjadi khalifah Allah manusia tidak dapat memegang


tanggung jawab sebagai khalifah kecuali jika ia diperlengkapi
dengan potensi-potensi yang membolehkannya berbuat sesuatu.
Al-Qur'an menyatakan bahwa ada beberapa ciri-ciri yang
membedakan manusia sebagai khalifah dengan makhluk yang
lain: pertama,
,
41991)
876 Hasan

hlm.
Langgulung,
Langgulung,
21-22.

dari segi fithrahnya manusia adalah baik semenjak

Kreativitas
Kreativitasdan
dan
Pendidikan
Pendidikan
Islam,
Islam, (Cet.hlm.
1, 22.
363.
Jakarta; Pustaka Al-Husna,

29

dari awal. Ia tidak mewarisi dosa Adam a.s. karena


meninggalkan
surga; 49
Kedua,

Al-Qur'an mengakui kebutuhan-kebutuhan biologis

yang menuntut pemuasan. Ini memerlukan penjelasan tentang


syarat-syarat yang menyebabkan kebutuhan-kebutuhan biologis
ini berdampingan dengan fithrah tanpa menimbulkan masalah.
Perlu ditegaskan di sini bahwa badan di mana kebutuhankebutuhan ini melekat tidaklah dengan sendirinya membentuk
manusia. Badan hanyalah satu unsur di mana ditambahkan
sesuatu yang lain, yaitu ruh. Interaksi antara badan dan roh
menghasilkan khalifah. Inilah ciri-ciri kedua yang membedakan
khalifah itu dengan makhluk-makhluk lain;
ketiga,

50

Khalifah itu menerima dengan kemauan sendiri,

amanah yang tidak dapat dipikul oleh makluk-makhluk lain; dan


keempat,

Akal yang membolehkan manusia membuat pilihan

antara yang salah dan yang benar.

51

Maka dalam hal ini, menurut Langgulung manusia yang


mencapai derajat yang paling tinggi sebagai wali allah adalah
manusia yang dapat mengaktualisasikan segala potensi yang
dikaruniakan allah kepadanya.

5.

52

Pendidik dalam Pendidikan Islam Transformatif


Pendidik bukan sekedar hanya mengajar, tetapi pendidik

adalah model yang merangsang perkembangan potensi-potensi

(Jakarta
57-58.
58.
Hasan
asan:
54363.
2109 H

Pustaka
Langgulung,
Al-Husna,Manusia
1989),
Manusia
hlm.
dandan
57.
Pendidikan
Pendidikan
Suatu
Suatu
Analisa
Analisa
Analisa
Psikologi
Psikologi
Psikologi
dan
dan
danPendidikan,
Pendidikan,
Pendidikan
dan Pendidikan
, hlm.,

30

yang terpendam pada anak didik yang dalam pendidikan islam,


tiada lain dari pada sifat-sifat tuhan (

devine attributes

).53

Maka untuk bisa menjadi model perangsang perkembangan


potensi terpendam pada anak didik, maka seorang pendidik harus
mengerti tentang hakikat dasar manusia. Dalam diri manusia
terdapat berbagai macam potensi, karena itulah pendidik harus
mengerti tentang berbagai jenis macam potensi dan kemampuan
anak didik sehingga tidak terjadi pemaksaan terhadap potensinya.
Dalam arti kata seluas-luasnya pendidik adalah pengajar.
Pengajar adalah segala tingkah laku pendidik yang menyebabkan
murid bisa belajar sesuatu. Dengan tingkah laku kita maksudkan
bukan hanya yang bersifat pertuturan
bersifat bukan pertuturan

(verbal)
tetapi juga yang

(non-verbal)seperti senyum, berjalan,

memberi salam, dan lain-lain.


Cara-cara terakhir ini

(non-verbal)kadang-kadang lebih efektif

dari pada pengajaran secara verbal, terutama yang bersangkut


paut dengan nilai (

values ) dan sikap (

attitudes
). Misalnya sifat

menepati janji dan waktu. Kalau pendidik mengajar peserta


didik
untuk menepati janji dan waktu, tetapi ia sendiri selalu menyalahi
janji dan selalu datang tidak tepat waktu, maka yang selalu diikuti
peserta didik ialah menyalahi janji dan tidak tepat waktu.
Bagi Langgulung sebenarnya semua manusia adalah
pendidik, dalam pengertian positif ataupun negatif. Sebab
manusia pada umumnya suka meniru antara satu dengan
lainnya. Begitu pula dalam hal-hal tertentu pendidik perlu dan
seyogyanya belajar dari murid-muridnya sendiri. Sehingga proses

belajar
Oleh
adalah
saling
hanyabelajar
itu
dapat
konsep
dan
dimengerti
saling
hubungan
mengajar.
dalam
pendidik
konteks
danPsikologi
belajar-mengajar.
peserta
Langgulung,
Manusia
dan Pendidikan
Suatu
Analisa
dandidik
Pendidikan, hlm.
5315.
3 Hasan karena

31

Dalam hal mengajar seorang pendidik harus selalu bersifat


fleksibel. Pendidik yang fleksibel adalah pendidik yang
mengajarkan suatu fakta berdasarkan pada kesanggupan peserta
didiknya. Apabila kelompok peserta didik yang diajarnya itu
pintar-pintar semuanya maka pendidik seyogyanya memberi
keterangan lebih mendalam dan luas. Sedangkan jika pendidik
mengajar kelompok peserta didik yang lemah, maka pendidik
seyogyanya menerangkan materi lebih pelan dan jelas dan
diulang-ulang dan mungkin juga perlu diperbanyak latihan atau
ulangan.

54

Agar potensi kreativitas peserta didik dapat diaktualisasikan


dengan baik, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh
seorang pendidik, yaitu:

pertama,

mengakui dan memahami

potensi-potensi kreatif peserta didik;

kedua,
menghormati

pertanyaan dan ide-ide mereka; dan

ketiga,
memberikan kepada

mereka dengan permasalahan-permasalahan yang bersifat proaktif


untuk menimbulkan rasa ingin tahu (
(imagination

curiousity
) dan berimajinasi

).55

Oleh karena itu, fungsi pendidik bukanlah hanya sekedar


hanya mengajar, tetapi pendidikan ialah model yang merangsang
perkembangan potensi-potensi yang terpendam pada peserta didik
yang pada pendidikan islam tiada lain dari pada sifat-sifat tuhan
(devine attributes

308-309.
249.
5315
654 Hasan

Langgulung,

).56

Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, hlm.

32

6.

Materi Pendidikan Islam Transformatif


Pengetahuan dalam sistem pendidikan menempati tempat

yang penting untuk memberi jawaban terhadap apa yang


dikerjakan untuk menciptakan manusia yang diciptakan oleh
pembuat sistem itu.
bentuk:

pertama,

57

Menurut Langgulung, pengetahuan ada 2

pengetahuan bentuk pertama (

parennial
), yaitu

pengetahuan yang diterima melalui wahyu yang terdapat dalam al


Quran dan Hadits; dan

kedua,

pengetahuan bentuk kedua

(acquired ), yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui imajinasi dan


pengalaman indera.
Pengetahuan bentuk kedua inilah yang dipelajari melalui
falsafah dan model barat. Sedangkan wahyu hanya diajarkan di
sekolah-sekolah agama, atau sekolah-sekolah non formal, ataupun
ditempelkan dalam kurikulum sekolah umum sebagai mata
pelajaran tambahan, bukan dasar.

58

Untuk memperoleh kedua pengetahuan tersebut, ada 2 jalan


yang terbuka bagi manusia untuk memperoleh pengetahuan
tersebut, yaitu:

pertama,

melalui kebenaran yang diwahyukan

yang dipindah dari generasi ke generasi berikutnya dalam


bentuk
ilmu yang disebut
ilmu-ilmu pindahan al Ulum
(
al Naqliyah
);
kedua,

pengetahuan yang diperoleh melalui kecerdasan atau akal

yang diberi oleh tuhan kepada manusia melalui rasio yang disebut
ilmu intelektual

(al Ulum al Aqliyah

);59 dan

hikmah, yaitu pengetahuan yang berasal dari visi (


betul-betul merasakan

(dhawq ) kebenaran.

ketiga,
melalui

)kashf
dan

60

Pustaka
305-306.
husuli
Yang )pertama
Al
Langgulung,
Langgulung,
Husna,dan
1985),
kedua
hlm.152
Pendidikan
disebut
Pendidikan
Langgulung
Dan
danPeradaban
Dan
Peradaban
Peradaban
sebagaiIslam
sebagai
Islam
Islam
Suatu
Suatu
ilmu
Suatu
Analisa
perolehan
Analisa
Analisa
Sosio-Psikolog,
Sosio-Psikolog,
(Sosio-Psikolog,
al
(Jakarta
ilmu
hlm.
al:
56102.
0987 Hasan

33

Adapun prinsip dalam penyusunan materi pendidikan yang


harus direalisasikan ialah:

pertama, memadukan antar berbagai

mata pelajaran yang membentuk sebuah kurikulum. Tidak ada


mata pelajaran yang boleh dipandang sebagai mata pelajaran
agama atau sekuler. Semua mata pelajaran, termasuk mata
pelajaran sains
Islam; dan

(tabii) haruslah diajarkan dari segi pandangan


kedua,

materi pendidikan harus didasarkan pada

prinsip-prinsip kesatuan

dan berjenjang (

hirarki
) dimana ilmu-

ilmu atau bentuk-bentuk pengetahuan pada akhirnya adalah satu,


dan pada waktu yang sama tergolong dalam suatu struktur yang
berjenjang (

hierarchic ).61

Dari penjelasan di atas, menunjukkan bahwa materi


pendidikan harus memuat jenis-jenis pelajaran:
pelajaran

subjects,

62

pertama,
mata

yaitu mata pelajaran yang harus ada dalam

kurikulum pendidikan. Mata pelajaran ini berkaitan dengan AlQuran dan hadits di samping bahasa Arab. Ini yang disebut
oleh
para pakar pendidikan islam dengan ilmu yang diwahyukan
(revealed knowledge

); kedua, Ilmu-ilmu atau bidang-bidang yang

meliputi kajian-kajian tentang manusia sebagai individu dan


sebagai anggota masyarakat, atau yang disebut
Insaniyah

al Ulum al

. Ilmu psikologi, sosiologi, sejarah dan lain-lainnya

termasuk dalam kategori ini; dan

ketiga,
bidang-bidang

pengetahuan yang mengkaji alam

(tabii)
, atau yang disebut

dengan

al-Ulum al-Kauniyah

( natural science) yang meliputi

astronomi, biologi, botani dan lain sebagainya.


102.
640-41.
21 Hasan

Langgulung,

Manusia
Pendidikan
dan Dan
Pendidikan
Peradaban
SuatuIslam
Analisa
Suatu
Psikologi
Analisa
danSosio-Psikolog,
Pendidikan, hlm.

34

7.

Metode Pendidikan Islam Transformatif


Metode pendidikan adalah cara atau jalan yang dilalui untuk

mencapai tujuan pendidikan. Menurut Langgulung tujuan


pendidikan transformatif adalah pendidikan yang berorientasi
pada pembinaan manusia mukmin sebagai makhluk Allah SWT.

63

Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut, metode yang


dapat dipakai dalam pendidikan Islam transformatif adalah
metode dialogis. Dialog diperlukan agar ilmu agama yang
diajarkan mengalami proses refleksi bersama antara pendidik dan
peserta didik, dosen dan mahasiswa. Proses inilah yang akan
menjadikan peserta didik menjadi kreatif dan kritis, sekaligus ada
pendalaman dan komprehensi terhadap materi agama yang
diajarkan.
Proses pembelajaran dalam konteks pendidikan Islam
tranformatif mengandaikan dua gerakan ganda

(double movement):

dari realitas nyata ke arena pembelajaran, lalu kembali ke realitas


nyata dengan praksis baru.
Artinya gerakan ganda ini terjadi dalam 2 tahap.
pertama , adalah tahap kodifikasi

Tahap

(codification)
, yakni penelaahan

terhadap beberapa aspek penting yang terjadi dalam realitas nyata


peserta didik. Fakta-fakta obyektif itu lalu dibawa ke arena
pembelajaran untuk dianalisis, dihadapkan pada teks normatif
agama. Inilah merupakan tahap dekodifikasi

(decodification)
, yaitu

proses deskripsi dan interpretasi.


Tahap kedua

adalah tahap praksis, yaitu tahap

pengejawantahan ke realitas kongkret. Tahap praksis ini

dihasilkan
dari proses
kodifikasi
dan Suatu
dekodifikasi.
Diharapkan
Manusia
dan Pendidikan
Analisa Psikologi
dan Pendidikan, hlm.
635.
3 Hasan Langgulung,

35

peserta didik sekeluarnya dari arena pembelajaran mempunyai


praksis baru di masyarakat.

64

Lebih parktis, Langgulung mengusulkan beberapa metode


yang dapat digunakan dalam pendidikan islam transformatif,
yaitu:

pertama,

knowledge

pengajaran, yaitu pemindahan pengetahuan atau

. Pengajaran adalah pendidikan seseorang yang

mempunyai pengetahuan kepada orang lain yang belum


mengetahui. Dalam proses pengajaran ini terkandung kemestian
bahwa prinsip-prinsip yang terdapat dalam pengetahuan itu
dimengerti dan diketahui apa sebab-akibatnya. Karena itulah
pengajaran lebih bersifat pikiran dan intelektual.
Kedua,

latihan, yaitu seseorang membiasakan diri dalam

melakukan pekerjaan tertentu untuk memperoleh kemahiran


dalam pekerjaan tersebut. Dalam latihan ini seseorang tidak
diharuskan mengetahui sebab-akibat. Karena latihan lebih bersifat
motoris seperti seorang dididik (dilatih) bermain bola.
Dan

ketiga,

indoktrinasi, yaitu proses yang melibatkan

sesorang meniru atau mengikuti apa yang diperintahkan oleh


orang lain. Biasanya perintah itu tidak perlu dipersoalkan lagi,
cukup hanya diikuti dan dilaksanakan saja.

65
Oleh
karenanya

indoktrinasi lebih bersifat perasaan atau

affectif
seperti anak

dididik berbuat baik.


Dalam konteks mengajar secara formal dalam kelas, seorang
pendidik harus selalu bersifat fleksibel. Pendidik yang fleksibel
adalah pendidik yang mengajarkan suatu fakta berdasarkan pada
kesanggupan peserta didiknya. Jika kelompok peserta didik yang

diajarnya
keterangan
itulebih
mendalam
semuanya,
dan
luas,Menyingkap
maka
sedang
ia Relasi
kalau
akan
memberi
ia
mengajar
M. Agus
Langgulung,
Nuryatno,
hlm.
3pintar-pintar
Mazhab
Pendidikan
Pendidikan
Dan
Peradaban
Kritis:
Islam
Suatu
Analisa
Pengetahuan,
Sosio-Psikolog,
Politik hlm.
dan 3.
6Kekuasaan,
54 Hasan

36

kelompok peserta didik yang lemah, maka ia menerangkannya


lebih pelan dan jelas dan diulang-ulang dan mungkin juga
diperbanyak latihan atau ulangan.
Selain itu, metode pendidikan yang dilakukan oleh pendidik
perlu dilengkapi dengan

teaching-aids (audio visual, charts dan

lain-lain). Pengajaran perlu memanfaatkan kemajuan teknologi


yang ada sekarang untuk memantapkan pengajaran itu. Jadi
bukan hanya sekedar kuliah (
visual yang dapat digunakan, seperti
skenner , TV, radio,

tape-recorder

Dalam latihan mengajar dan


menggunakan TV

lecture
) tetapi segala macam audio-

slides , transparency
sharts,
, dan lain-lain lagi.

micro-teaching
kita dapat

sircuit yang sekaligus dapat merekam gambar-

gambar seorang pendidik yang sedang mengajar kemudian diputar


kembali untuk diteliti aspek-aspek yang baik dan kurang baik
dalam pengajaran itu.

66

Langgulung melanjutkan, hasil penemuan teknologi


pendidikan yang menggunakan berbagai macam elektronik, audiovisual dan lain-lainnya itu, hanyalah benda-benda yang tidak
bernyawa. Adapun yang akan mengisinya adalah manusia yang
mempunyai konsep yang jelas tentang apa sebenarnya pendidikan
itu.
Pendidikan islam boleh menggunakan teknologi pendidikan
ini sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan-tujuannya. Tetapi
elektronik tidak dapat menggantikan posisi manusia sebagai
pendidik. Fungsi pendidik bukan sekedar hanya mengajar, tetapi
pendidik adalah model yang merangsang perkembangan potensi-

6309-310.
6 Hasan Langgulung,

Pendidikan Dan Peradaban Islam Suatu Analisa Sosio-Psikolog, hlm.

37

potensi yang terpendam pada peserta didik yang dalam pendidikan


islam tiada lain dari pada sifat-sifat tuhan (
C.

Penutup

1.

Kesimpulan

devine attributes 67
).

Dari berbagai deskripsi kajian di atas, maka konsep


pendidikan islam transformatif dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pertama, pendidikan islam transformatif mengandung pengertian
sebagai pendidikan Islam yang memberikan akses pada
kemandirian siswa dalam memecahkan persoalan-persoalan yang
dihadapinya dalam hidup yang sesuai dengan ajaran atau tujuan
dalam al Qur an;

kedua, konsep pendidikan islam transformatif di

dasarkan pada sumber ajaran Islam yaitu: Al Quran, As


Sunnah
dan Ijtihad. Sedangkan lebih luas menurut Said Ismail Ali
konsep
pendidikan ini didasarkan pada 6 sumber yaitu: al-Quran, sunah,
qaul as-shahabat, maslahatul mursalah, urf dan pemikiran hasil
ijtihad intelektual muslim;

ketiga,

tujuan pendidikan islam

transformatif berorientasi vertikal dengan ritual individual dan


kesalihan dalam bentuk ketaqwaan, tetapi juga berorientasi

keempat,

horizontal yang mempunyai makna kesalihan horizontal;

pendidik adalah model yang merangsang perkembangan potensipotensi yang terpendam pada anak-anak yang tiada lain adalah
representasi sifat-sifat tuhan (

devine attributes

); kelima,
materi

pendidikan islam transformatif memuat beberapa jenis mata

pelajaran, antara lain: a)


mata pelajaran
s ubjects
(ilmu yang
dan
hadits di samping
bahasa
Arab; b)yang
Ilmu-ilmu
yang
diwahyukan)
, yaitu mata
pelajaran
harus ada
dari kurikulum
pendidikan,
tentang
mengkaji
manusia
yakni
sebagai
mata
individu
pelajaran
dan
ini
sebagai
berkaitan
anggota
dengan
masyarakat
Al-Quran
315.
Hasan
Langgulung,
Pendidikan
Dan
Peradaban
Islam
Suatu
Analisa
Sosio-Psikolog, hlm.
67

38

(al Ulum al Insaniyah

); dan c) Ilmu-ilmu yang mengkaji ala mtabii

(al-Ulum al-Kauniyah)

; dan ketujuh,metode yang dapat digunakan

dalam pendidikan islam trasnformatif antara lain: metode dialog,


pengajaran, latihan, dan indoktrinasi. Di samping itu, metode
pendidikan yang digunakan perlu dilengkapi dengan

teaching-aids

(audio visual, charts dan lain-lain).

2.

Rekomendasi
Pendidikan islam transformatif merupakan konsep

pendidikan islam yang penting untuk dikembangkan. Agar islam


sebagai agama tidak dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk
melakukan legitimasi dan dominasi dalam melanggengkan
penindasan atas nama agama.
Untuk itu pendidikan islam transformatif merupakan agenda
penting untuk melakukan pembebasan dan penyadaran kritis atas
realitas agar peserta didik dapat menjadi manusia yang
seutuhnya, yaitu manusia sebagai subyek atas dunia.

39

DAFTAR RUJUKAN

Abdullah, Burlinan.
Ragam Perilaku Manusia Menurut Al-Quran,
Palembang; PT Kuala Musi Raharja, 2000.
Abdullah, M. Amin dkk.,
Tafsir Baru Studi HAM dalam Era
Multikultural, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga dan KLS, 2002.
Achmadi,
Ideologi Pendidikan Islam: Paradigma Humanisme
Teosentris , Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Anhari, Masykur.
Ushul Fiqh , Surabaya: Diantama, 2008.
Arifin, H. M.
Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan
Praktis , (cet. 3, Jakarta: Bumi Aksara, 1994.
Assegaf, Abd. Rachman.
Mambangun pendidikan Islam dengan
Teologi Kritis, Jurnal Edukasi; Pendidikan Islam Kritis, II, 1,
Januari, 2004.
Assegaf, Abd. Rachman
Studi Islam Kontekstual , Yogyakarta; Gama
Media, 2005.
Asyarie, Musya.
Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam AlQuran , t.t; Lembaga Studi Filsafat Islam, 1992.
Freire, Paulo. dkk.
Menggugat Pendidikan; Fundamentalis,
Konservatif, Liberal, Anarkis,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2001.
Freire, Paulo.
The Polotoca Of Education: Culture, Power, And
Liberation , Terj. Agung Prihantoro. dkk, Yogykarta: Pustaka
Pelajar, 2002.
Galib, Muhammad.
Ahl Al-Kitab: Makna dan Cakupannya,Cet. I,
Jakarta: Paramadina, 1998.
Gazali, Hatim.
Agama dalam Cetakan Baru
,
http://islamlib.com/id/index.php?page=article. Diakses pada
tanggal 06 Oktober 2015.1
Hasan, Muhammad Tholchah
Dinamika Kehidupan Religius,
Jakarta; Listafariska Putra, 2004.
Heriyanto, Husain.
Paradigma Holistik Dialog Filsafat, Sains, dan
Kehidupan Menurut Shadra dan Whitehead
, Jakarta Selatan:
Teraju, 2003.
Hidayatullah, Syarif.
Intelektualisme dalam Perspektif NeoModernisme , Yogyakarta; Tiara Wacana, 2000.
Ismail S. M, (eds),
Paradigma Pendidikan Islam , Semarang:
Fakultas
Tarbiyah
IAIN
Walisongo,
2001.
al-Khalaf,
Khalil,
Kuhn,
Bandung:
Chicago:
Thomas.
Rasyad
Abdul
Hasan.
University
Gema
Wahab.
The
Risalah
of
Structure
Tarikh
Chicago
Press,
Ilmu
Tasryi
1996.
of
Press,
Ushul
Scientific
1970.
,al-Fiqh
Jakarta:
,Revolutions
terj.
Amzah,
Masdar
2009.
, Helmy,
Ed. 2,

40

Jalaluddin & Abdullah Idi,


Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat
dan Pendidikan,
Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997.
Langgulung, Hasan.
Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa
Psikologi dan Pendidikan,
Jakarta: Pustaka Al Khusna, 1989.
Langgulung, Hasan.
Kreativitas dan Pendidikan Islam, Cet. 1,
Jakarta; Pustaka Al-Husna, 1991.
Langgulung, Hasan.
Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa
Psikologi dan Pendidikan
, Jakarta: Pusta ka Al-Husna, 1989.
Langgulung, Hasan.
Pendidikan Dan Peradaban Islam Suatu
Analisa Sosio-Psikolog,
Jakarta : Pustaka Al Husna, 1985.
Longman, Dictionary Of American English , cet. 3, China: Morton
Word Processing Ltd., 2002.
Maarif, Syamsul.
Pendidikan Pluralisme di Indonesia, Yogyakarta:
Logung Pustaka, 2005.
Maksum, Ali-Luluk Yunan Ruhendi,
Paradigma Pendidikan
Universal di Era Modern dan Post Modern: Mencari Visi Baru
atas Realitas Baru Pendidikan Kita
, Yogyakarta: Ircisod, 2004.
Marimba, Ahmad D.
Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: PT.
Al Maarif, 1989.
Mastuhu,
Pendidikan Islam di Indonesia Masih Berkutat pada
Nalar Islami Klasik, Jakarta: Tashfirul Afkar Jurnal Refleksi
Pemikiran Keagamaan dan Kebudayaan, No. 11 Tahun 2OO1.
Masud, Abdurrahman .
Menggas Format Pendidikan non dikotomik;
,
Humanisme Religius Sebagai Paradigma Pendidikan Islam
Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2001.
Masud, Abdurrahman.
Diskursus Pendidikan Islam Liberal, Jurnal
Edukasi; Pendidikan Islam Liberal, 1, X, Desember, 2002.
Mulkhan, Abdul Munir.
Paradigma Intelektual Muslim; Pengantar
Pendidikan Islam dan Dakwah
, Yogyakarta: Sipress, 1993.
Muthahhari, Murtadha
Perspetif Tentang Manusia dan Agama ,
Bandung; Mizan, 1992.
Nuryatno, M. Agus
Mazhab Pendidikan Kritis: Menyingkap Relasi
Pengetahuan, Politik dan Kekuasaan,
Cet. I; Yogyakarta:
Resist Book, 2008.
Ritzer, George
Sosiologi Pengetahuan Berparadigma Ganda , terj.
Alimandan, cet. 5, Jakarta: Rajawali Press, 2004.
Sanaky, Hujair AH.
Paradigma Pendidikan Islam; Membagun
Masyrakat Madani Indonesia
, Yogyakarta: Safiria Insania
2003.
Shaleh,Press,
Shihab,
Sulaiman,
Ayat-Ayat
1996.
1995.
Q.
M.Abdullah,
dkk,
Qurasih,
Al-Quran
Asbabbun
1996.Sumber
, Nuzul;
Ed. Hukum
II,
Wawasan
Latar
Bandung:
Islam
Belakang
al-Quran
Diponegoro,
, Jakarta:
Historis
, Bandung;
Sinar
2000.
Turunnya
Grafika,
Mizan,

41

Syariati, Ali.
Humanisme Antara Islam dan Madzhab Barat
,
Bandung: Pustaka Hidayah, 1996.
Tilaar, H. A.R
Perubahan Sosial dan Pendidikan; Pengantar
Pedagogik Transformatif untuk Indonesia , Jakarta: Gramedia,
2002.
Usa, Muslih
Pendidikan Islam di Indonesia; Antara Cita dan Fakta,
Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1991.
Zahrah, Muhammad Abu.
Ushul al-Fiqh
, terj. Saefullah Mashum,
et, al. Cet. 9, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005.
Zahro, Abu Ushul Fiqh , cet. 14, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011.
Zuhairini, dkk,
Filsafat Pendidikan Islam , Jakarta: Bumi Aksara,
1995.

Anda mungkin juga menyukai