Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

STRATEGI MENCIPTAKAN SEKOLAH BERKARAKTER

Disusun Oleh: Kelompok 6

1. Riski Ayu Lestari 204220023


2. Marisa Eka Alfiza 204220037
3. Sahara Teti 204220082

Mata Kuliah :
Pendidikan Karakter

Dosen Pengampuh :
Candres Abadi M.Pd, Kons

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS PGRI SILAMPARI
KOTA LUBUKLINGGAU
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah kami yang berjudul “ Strategi Menciptakan Sekolah Berkarakter”.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
yang di berikan oleh bapak Candres Abadi, M.Pd, Kons. Selaku dosen
pembimbing mata kuliah Pendidikan Karakter pada Program Studi Pendidikan
Guru Sekolah Dasar Dalam menyelesaikan makalah kami mengalami kesulitan,
terutama di sebabkan oleh kurangnya Ilmu pengetahuan yang menunjang.
Kami menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan dan kekeliruan di
dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan adanya kritik
dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata penulis mengucapka terimakasih
yang sebesar – besarnya.

Lubuklinggau, Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 2
C. Tujuan ........................................................................................... 2
D. Batasan Masalah ........................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Membangun Sekolah Demokratis ................................................. 3
1. Pengertian Sekolah Demokratis ............................................... 3
2. Pembelajaran Demokratis (Democratic Teaching) .................. 4
3. Tujuan Pembelajaran Demokratis ............................................ 5
4. Metode Pembelajaran Demokratis ........................................... 6
5. Keunggulan Sekolah Demoratis ............................................... 8
B. Membangun Sekolah Berdisiplin Moral ....................................... 8
1. Pengertian Sekolah Berdisiplin Moral ..................................... 8
2. Penanaman Nilai Berdisiplin Moral ......................................... 9
3. Indikator Karakter Kedisiplinan ............................................... 10
4. Metode Pembelajaran Berdisiplin Moral ................................. 11
C. Membangun Sekolah Kooperatif .................................................. 12
1. Pengertian Sekolah Kooperatif ................................................ 12
2. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) ................... 12
3. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif ................................. 13
4. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif ..................................... 14
D. Membangun Sekolah Progresif Berbasis Karakter ....................... 15
1. Pengertian Sekolah Progresif Berbasis Karakter ................... 15
2. Tingkatan atau Tahapan Sekolah Progresif Berbasis Karakter 15
3. Karakteristik Pendidikan Progresif .......................................... 16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 18
B. Saran................................................................................................. 18

iii
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 20

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan Karakter adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja
untuk mengembangkan karakter yang baik (good character) berlandaskan
kabajikan – kebajikan inti (core virtues) yang secara objektif baik bagi
individu maupun masyarakat.
Pendidikan Sekolah Demokratis adalah pendidikan yang memberikan
kesempatan yang sama kepada setiap anak untuk mendapatkan pendidikan di
sekolah sesuai dengan kemampuannya. Pengertian Demokratis disini
mencakup arti baik secara harizontal maupun vertikal.
Maksud demokratis secara harizontal adalah bahwa setiap anak tidak
ada kecualinya mendapatkan kesempatan yang sama untuk menikmati
pendidikan. Hal ini tercermin pada UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 yaitu: “Tiap-
tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Sementara itu, demokrasi
secara vertikal ialah bahwa setiap anak mendapat kesempatan yang sama
untuk mencapai tingkat pendidikan sekolah yang setinggi-tingginya sesuai
dengan kemampuannya.
Pendidikan diharapkan mampu meciptakan generasi yang memiliki
kecerdasan intelektual, lifeskill, dan karakter yang baik. Hal ini sesuai dengan
tujuan pendidikan nasional dalam Undang Undang No 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Penguatan pendidikan karakter muncul karena
semakin banyaknya degradasi moral dan karakter generasi muda. Hal ini
dikarenakan pendidikan yang selama ini berlangsung hanya fokus pada aspek
intelektual atau kognitif.
Sekolah Kooperatif yaitu sekolah yang memberikan kebebasan pada
siswa baik mengenai pendidikan maupun biaya yang disesuaikan dengan
kemampuan orang tua tanpa merendahkan derajat sama sekali. Sekolah
Kooperatif menempatkan penekanan yang tinggi pada sekoalah, guru dan
masyarakat bekerjasama untuk menyediakan lingkungan yang baik untuk

1
2

generasi muda. Berkembangan generasi muda menjadi warga negara global


yang aktif dan berkarakter merupakan inti dari filosofi sekolah kooperatif.
Sekolah Progresif berbasis karakter adalah sekolah yang menerapkan
pendidikan progresif dengan berdasar pada implementasi nilai-nilai karakter
supaya menjadi budaya sekolah yang berkarakter.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah makalah ini
adalah:
1. Bagaimana Membangun sekolah demokratis ?
2. Bagaimana Membangun sekolah berdisiplin moral ?
3. Bagaimana Membangun sekolah kooperatif ?
4. Bagaimana Membangun sekolah progresif berbasis karakter?

C. Tujuan
Berdasarkan dari rumusan masalah makalah ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui cara membangun sekolah demokratis
2. Untuk mengetahui cara membangun sekolah berdisiplin moral
3. Untuk mengetahui cara membangun sekolah kooperatif
4. Untuk mengetahui cara membangun sekolah progresif berbasisi karakter

D. Batasan Masalah
Adapun Batasan Masalah dalam makalah ini hanya pada Strategi
Menciptakan Sekolah Berkarakter.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Membangun Sekolah Demokratis


1. Pengertian Sekolah Demokratis
Wuryo, Kasmiran (1980:112) Demokrasi adalah gabungan dari dua
kata yaitu demos dan kratos yang diambil dari bahasa Yunani, demos
berarti rakyat dan kratos berarti pemerintahan. Jadi demokrasi dapat
diartikan sebagai suatu pemerintahan dimana rakyat memegang suatu
peranan yang sangat menentukan.
Beane, Apple (1995:7) sekolah demokratis adalah
mengimplementasikan pola-pola demokratis dalam pengelolaan
sekolah/madrasah yang secara umum mencakup dua aspek yakni struktur
organisasi dan prosedur kerja dalam struktur tersebut, serta merancang
kurikulum yang bisa mengantarkan anak-anak didik memiliki berbagai
pengalaman tentang praktik-praktik demokratik.
Dede, Rosyada (2013:16) sekolah demokratis adalah sekolah yang
dikelola dengan struktur yang memungkinkan praktik-praktik demokratis
itu terlaksana, seterti pelibatan masyarakat (stake holder dan user sekolah )
dalam membahas program-program sekolah / madrasah, dan prosedur
pengambilan keputusan juga memperhatikan berbagai aspirasi publik serta
dapat dipertanggung jawabkan implementasinya kepada publik.
Dede, Rosyada (2013:17) Definisi lain dikemukakan oleh M.
Muchjiddin Dimjati dan Muhammad Roqib, bahwa demokratis pendidikan
adalah pendidikan yang berprinsip dasar rasa cinta dan kasih sayang
terhadap semua. Pendidikan yang membedakan anak menuntut suku, ras,
golongan, aspirasi politik, yang didasarkan pada prinsip sentimen,
kekhawatiran dan dendam.
Beane, Apple (1995 : 7) James A. Beane dan Michael W. Apple
menjelaskan berbagai kondisi yang sangat perlu di kembangkan dalam
upaya membangun sekolah demokratis adalah :

3
4

a. Keterbukaan saluran ide dan gagasan, sehingga semua orang yang


menerima informasi seoptimal mungkin.
b. Memberikan kepercayaan kepada individu – individu dan kelompok
dengan kapasitas yang mereka miliki.
c. Menyampaikan kritik sebagai hasil analis dalam proses penyampaian
evaluasi terhadap ide – ide, problem – problem, dan berbagai kebijakan.
d. Memberikan keperdulian terhadap kesejahteraan orang lain terhadap
persoalan publik.
e. Ada keperdulian terhadap harga diri.
f. Pemahaman bahwa demokrasi yang dikembangkan mencerminkan
demokrasi yang di idealkan.
g. Terdapat sebuah institusi yang dapat terus mempromosikan dan
mengembangkan cara – cara hidup demokrasi.
Lyn, Haas (1994: 21) menjelaskan, bahwa sekolah – sekolah
sekarang harus dapat memenuhi beberapa kualifikasi ideal, yaitu :
a. Pendidikan untuk semua
b. Memberikan skill dan ketrampilan
c. Penekanan pada kerja sama
d. Pengembangan kecerdasan ganda
e. Integrasi program pendidikan dengan kegiatan pengabdian masyarakat.
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwasanya
sekolah demokratis adalah sekolah yang merupakan bagian dari anggota
masyarakat dengan dibiasakan berssikap demokratis di dalam sekolah,
bebas berpendapat yang berprinsip pada rasa cinta dan kasih sayang
terhadap semua, yang dibentuk dengan perencanaan, pengelolaan, dan
evaluasi pendidikan di sekolah.

2. Pembelajaran Demokratis (Democratic Teaching)


Ubaidilah, Abdul Rozak (2012 : 16 - 20) mengatakan bahwa
pendidikan demokrasi adalah model pendidikan yang berorientasi
pembangunan karakter bangsa melalui pembelajaran peserta didik sebagai
subjek pembelajaran melalui cara-cara pembelajaran yang demokratis,
partisipatif, kritis, kreatif, dan menantang aktualisasi diri mereka sendiri.
5

Budimansyah (2002 : 5 – 7) mengatakan bahwa pembelajaran


demokratis (democratic teaching) adalah suatu bentuk upaya menjadikan
sekolah sebagai pusat kehidupan demokratis melalui proses pembelajaran
yang demokratis.
Fahdita (2004 : 142) mengatakan bahwa pembelajaran akan mampu
mengembangkan sikap demokratis apabila guru dalam proses
pembelajaran bersikap demokratis, suasana tidak tegang, menyenangkan,
memberikan kesempatan kepada siswa, memberikam reward, tidak ada
keberpihakan atau menyudutkan kelompok tertentu, sehingga guru
berperan sebagai fasilitator, mediator, motivator, dan evaluator.
Sagala (2011 : 16) berpendapat bahwa pembelajaran demokratis
adalah pembelajaran yang di dalamnya terdapat interaksi dua arah antara
guru dan siswa. Maksudnya bahwa dalam berinteraksi adanya interaksi
antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa yang lain. Guru
memberikan bahan pembelajaran dengan selalu memberi kesempatan
kepada siswa untuk aktif memberikan reaksi, siswa bisa bertanya maupun
memberi tanggapan kritis tanpa ada perasaan takut. Bahkan, kalau perlu
siswa diperbolehkan menyanggah informasi atau pendapat guru jika
memang dia mempunyai informasi atau pendapat yang berbeda.
Sehingga dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
demokratis (democratic teaching) merupakan proses pembelajaran yang
dilandasi oleh nilai – nilai demokratis, yaitu penghargaan terhadap
kemampuan, menjunjung keadilan, menerapka persamaan kesempatan,
dan memperhatikan keragaman peserta didik. Dalam prakterknya, para
pendidik hendaknya memposisikan peserta didik sebagai insan yang harus
dihargai kemampuanya dan diberi kesemmpatan untuk mengembangkan
potensinya.

3. Tujuan Pembelajaran Demokratis


Dede, Rosyada (Prenada Media, 2004) Pembelajaran demokrtis
mempunyai tujuan, yaitu, pembelajaran sebagai proses pembebasan,
pembelajaran pencerdasan anak didik, menujunjung tinggi hak-hak anak,
menghasilkan tindak perdamaian, anak berwawasan integratif,
6

membangun watak persatuan, menghasilkan manusia demokratis,


menghasilkan manusia yang peduli terhadap lingkungan.
Dede, Rosyada (2004 : 16) Pendidikan yang demokratis tidak
bertujuan menciptakan manusia siap kerja, tetapi membentuk manusia
matang dan berwatak yang siap belajar terus, siap menciptakan lapangan
kerja (job creator) dan siap mengadakan transformasi sosial karena sudah
lebih dulu mengalami tranformasi diri lewat pendidikan, karena
pendidikan yang demokratis adalah sebuah karya pembentukan manusia
merdeka yang human, matang, berbudaya, dan bertanggung jawab
sehingga wajib dikelola oleh birokrat pendidikan yang demokratis, human,
matang serta memiliki compassion dan passion pada manusia muda.
Kesimpulan tujuan pembelajaran demokratis adalah pembelajaran
pencerdasan seorang anak, memiliki wawasan integratif, membangun
watak persatuan, dan siap mengadakan transformasi sosial, karena sebuah
karya pembentukan manusia merdeka yang human, matang, berbudaya,
dan bertanggung jawab sehingga wajib dikelola oleh birokrat pendidikan
yang demokratis, human, matang serta memiliki compassion dan passion
pada manusia muda.

4. Metode Pembelajaran Demokratis


Paul, Suparno (2005 : 45-52) Untuk mendorong agar terciptanya
model pendidikan yang demokartis antara lain:
Pertama, Hindari indoktrinasi. Biarkan siswa aktif dalam berbuat,
bertanya, bersikap kritis terhadap apa yang dipelajarinya, dan
mengungkapkan alternatif pandangannya yang berbeda dengan gurunya.
Kedua, Hindari paham bahwa hanya ada satu nilai saja yang benar.
Guru tidak berpandangan bahwa apa yang disampaikannya adalah yang
paling benar. Seharusnya yang dikembangkan adalah memberi peluang
yang cukup lapang akan hadirnya gagasan alternatif dan kreatif terhadap
penyelesaian suatu persoalan.
Ketiga, Beri anak kebebasan untuk berbicara. Siswa mesti dibiasakan
untuk berbicara. Siswa dibiasakan dalam kontek penyampaian gagasan
7

serta proses membangun dan meneguhkan sebuah pengertian harus diberi


ruang yang seluas-luasnya.
Keempat, Berilah “Peluang” bahwa siswa boleh berbuat salah.
Kesalahan merupakan bagian penting dalam pemahaman. Guru dan siswa
menelusuri bersama di mana terjadi kesalahan dan membantu
meletakannya dalam kerangka yang benar.
Kelima, kembangkan cara berfikir ilmiah dan berfikir kritis. Dengan
ini siswa diarahkan untuk tidak selalu mengiyakan apa yang telah dia
terima, melainkan dapat memahami sebuah pengertian dan memahami
mengapa harus demikian.
Keenam, berilah kesempatan yang luas kepada siswa untuk bermimpi
dan berfantasi. Kesempatan bermimpi dan berfantasi bagi siswa
menjadikan dirinya memiliki waktu untuk berandai-andai tentang sesuatu
yang menjadi keinginannya. Sehingga siswa dapat mencari inspirasi untuk
mewujudkan rasa ingin tahunya.
Dari keenam gagasan di atas, setidaknya ada beberapa metode yang
akan mendukung terlaksananya pembalajaran demokratis supaya peserta
didik tidak terbelenggu dan lebih aktif dalam proses belajar mengajar di
kelas. Di antara metode-metode tersebut adalah :
a. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah suatu cara yang dapat dipakai oleh seorang
guru di kelas dengan tujuan dapat memecahkan suatu masalah
berdasarkan pendapat para siswa.
b. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk
pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada murid atau
dapat juga dari murid kepada guru.
c. Metode Kerja Kelompok
Metode kerja kelompok adalah suatu cara menyajikan materi
pelajaran dimana guru mengelompokan siswa ke dalam beberapa
kelompok atau grup tertentu untuk menyelasaikan tugas yang telah
ditetapkan dengan cara bersama-sama dan bergotong royong.
8

d. Metode Pemberian Tugas


Metode pemberian tugas adalah cara menyajikan bahan pelajaran di
mana guru memberikan sejumlah tugas terhadap murid muridnya untuk
mempelajari sesuatu.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat enam poin
penting agar terciptanya model pendidikan yang demokartis yaitu,
hindari indoktrinasi, hindari paham bahwa hanya ada satu nilai yang
benar, beri hak untuk berbicara, beri peluang bahwa siswa boleh
berbuat salah, maksudnya adalah Kesalahan merupakan bagian penting
dalam pemahaman. Guru dan siswa menelusuri bersama di mana terjadi
kesalahan dan membantu meletakannya dalam kerangka yang benar,
dan kembangkan cara berfikit ilmiah dan juga berpikir kritis. Serta
terdapat berbagai penerapan metode pembelajaran seperti metode
diskusi, tanya jawab, kerja kelompok, dan pemberian tugas.

5. Keunggulan Sekolah Demokratis


Allen (1992 : 86) berbagai keunggulan model sekolah demokratis ini,
sebagaimana dikemukakan oleh Dwight W. Allen ketika menjelaskan
sekolah untuk abad 21 mendatang antara lain sebagai berikut :
1. Akuntabilitas, yakni bahwa kabijakan-kabijkan sekolah dalam semua
aspeknya dapat dipertanggungjawabkan pada publik.
2. Pelaksanaan tugas guru senantiasa berorientasi pada siswa, guru akan
memberikan pelayanan pada siswa secara individual.
3. Keterlibatan masyarakat dalam sekolah, yakni dalam sekolah
demokratis, sistem pendidikan merupakan refleksi dari keinginan
masyarakat.

B. Membangun Sekolah Berdisiplin Moral


1. Pengertian Sekolah Berdisiplin Moral
Dedy, Susanto (2020 : 40) Pendidikan diharapkan mampu meciptakan
generasi yang memiliki kecerdasan intelektual, lifeskill, dan karakter yang
baik. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dalam Undang
Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
9

Penguatan pendidikan karakter muncul karena semakin banyaknya


degradasi moral dan karakter generasi muda. Hal ini dikarenakan
pendidikan yang selama ini berlangsung hanya fokus pada aspek
intelektual atau kognitif.
Asyari, (2021:175) Degradasi moral yang terjadi dapat dibenahi
dengan adanya pendidikan karakter. Pendidikan diartikan sebagai proses
memberi pengetahuan, sedangkan karakter adalah watak, kebiasaan, dan
sikap yang membedakan antar individu lainnya.
Dole, (2021:30) Pendidikan karakter merupakan pendidikan moral
yang ditanamkan dalam diri peserta didik (sekolah dasar) berupa nilai -
nilai yang tidak terlepas dari keseharian dalam proses pembelajaran. Hal
tersebut sejalan dengan pendapat Wanabi wulandari (2018) tanpa
pendidikan karakter, seseorang dapat berbuat apa saja walaupun
merugikan orang lain. karakter anak sangat berpengaruh terhadap nasib
suatu bangsa.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan
berdisiplin moral adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh manusia
(orang dewasa) yang terencana untuk memberikan kesempatan kepada
peserta didik, dalam menanamkan nilai – nilai ke – Tuhanan, nilai – nilai
estetik dan etik, nilai baik dan buruk, benar, dan salah, mengenai
perbuatan sikap, kewajiban, dan nilai karakter seperti sikap hormat, serta
tanggung jawab.

2. Penanaman Nilai Berdisiplin Moral


Thomas, Lickona, (2013:5) Terdapat nilai karakter yang dianggap
penting dalam menunjang kegiatan pembelajaran yaitu disiplin dan
tanggung jawab. Disiplin harus memperkuat karakter siswa, sematamata
bukan mengontrol perilaku mereka.
Yasin (2018:51) disiplin adalah tindakan yang menunjukkan
kepatuhan dan ketaatan karena adanya kesadaran dorongan dari diri sendiri
terhadap peraturan dan tidak melanggarnya. Disiplin menurutnya sebagai
tindakan yang patuh karena keinginan dalam diri sendiri tanpa ada paksaan
dari luar serta kegiatan yang dilakukan tidak melanggar peraturan.
10

Ningrum (2020:91) menyebutkan bahwa disiplin merupakan perilaku


kepatuhan seseorang terhadap suatu aturan yang berlaku. Disiplin berperan
penting dalam menentukan kesuksesan belajar peserta didik dan banyak
manfaat lain apabila peserta didik menerapkan sikap kedisiplinan.
Kesimpulan nilai berdisiplin moral adalah nilai karakter yang
dianggap penting dalam menunjang kegiatan pembelajaran, disiplin
berperan penting dalam menetukan kesuksesan. Disiplin merupakan
sebuah sikap atau perilaku yang dimiliki oleh seorang individu yang
menunjukkan adanya kepatuhan, ketaatan, dan ketertibatan terhadap aturan
dan norma kehidupan yang berlaku. Disiplin dalam diri seseorang
merupakan bentuk kesadaran dalam diri individu untuk melakukan sesuatu
sesuai nilai, norma dan aturan yang berlaku di masyarakat.

3. Indikator Karakter Kedisiplinan


Nurul, Zuriah (2011 : 22-23) Memandang bahwa kedisiplinan
termasuk pendidikan moral dan sebagai bagian dari pendidikan anak.
Lebih lanjut dikatakan bahwa masalah moral semakin memprihatinkan dan
meningkat dari tahun ketahun. Karena itulah, sekolah mulai
mengedepankan pendidikan karakter bagi siswa melalui contoh-contoh
kedisiplinan.
Patmawati (2018:29) Indikator karakter disiplin adalah :
1. Datang tepat waktu
2. Patuh pada tata tertip atau aturan bersama/sekolah,
3. Mengerjakan/mengumpulkan tugas sesuai dengan waktu yang
ditentukan, dan
4. Mengikuti kaiadah berbahsa yang baik dan benar.
Indikator menurut Prastika (2018) adalah:
1. Datang ke sekolah dan pulang dari sekolah tepat waktu,
2. Patuh pada tata tertip atau aturan sekolah,
3. Mengerjakan setiap tugas yang diberikan,
4. Mengumpulkan tugas tepat waktu, mengikuti kaidah berbahasa yang
baik dan benar,
5. Memakai seragam sesuai ketentuan yang berlaku, dan
11

6. Membawa perlengkapan belajar sesuai dengan mata pelajaran.


Uddiin (2016) adalah menyatakan bahwa indikator disiplin adalah:
1. Selalu datang tepat waktu dapat memperkirakan waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan sesuatu
2. menggunakan benda sesuai dengan fungsinya
3. mengambil dan mengembalikan benda pada tempatnya
4. berusaha menaati aturan yang disepakati
5. tertib menunggu giliran
6. dan menyadari akibat bila tidak disiplin
Kesimpulan dari indikator kedisiplinan adalah kesediaan siswa untuk
menempati atau mematuhi aturan selama proses belajar sehingga terjadi
perubahan tingkah laku yang beerupa kecakapan, sikap, kebiasaa,
kepandaian, atau suatu pengertian.

4. Metode Pembelajaran Berdisiplin Moral


Nurul, zuriah (2011 : 24-25) disiplin moral memiliki tujuan jangka
panjang untuk membantu anak-anak dan remaja berperilaku sesuai
tanggung jawab dalam setiap situasi, bukan hanya ketika ada orang dewasa
yang mengawasi. Disiplin moral berusaha membangun sikap hormat siswa
pada peraturan, hak-hak orang lain, dan kewenangan sah guru, tanggung
jawab siswa atas perilaku mereka sendiri dan tanggung jawab mereka
terhadap komunitas moral kelas. Ada empat hal yang dilakukan oleh guru-
guru yang mempraktikkan disiplin moral, di antaranya:
1. Guru-guru memproyeksikan pengertian kewenangan moral secara jelas
dan tegas, hak dan kewajiban mereka untuk mengajarkan nilai - nilai
moral seperti hormat dan tanggung jawab dan membuat para siswa
bertanggung jawab terhadap standar perilaku tersebut.
2. Guru-guru memandang kedisiplinan, termasuk persoalan pembuatan
peraturan, sebagai bagian yang lebih besar dari pengembangan
komunitas moral yang baik di dalam kelas.
3. Guru-guru membangun dan menegakkan konsekuensi dengan cara
mendidik, cara yang membuat siswa menghargai tujuan peraturan,
12

bersedia mengubah perilaku yang salah, dan merasa bertanggung jawab


memperbaiki perilaku.
4. Guru-guru menunjukkan sikap peduli dan hormat pada siswa dengan
mencoba menemukan penyebab timbulnya persoalan kedisiplinan dan
solusi yang dapat membantu keberhasilan siswa bersangkutan dan
menjadi anggota komunitas kelas yang bertanggung jawab.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa upaya metode
pembelajaran disiplin moral dalam membina disiplin siswa di sekolah,
bertujuan untuk mengidentifikasikan, upaya guru membina disiplin siswa
terhadap peraturan tata tertib sekolah, nilai – nilai yang ditanamkan oleh
guru melalui pendidikan nilai dan moral.

C. Membangun Sekolah Kooperatif


1. Pengertian Sekolah Kooperatif
Thomas, Lickona (2013 : 239) Sekolah Kooperatif yaitu sekolah yang
memberikan kebebasan kepada siswa baik mengenai pendidikan maupun
biaya yang disesuaikan dengan kemampuan orang tua tanpa merendahkan
derajat sama sekali.
Thomas, Lickona (2013 : 239) Sekolah Kooperatif menempatkan
penekanan yang tinggi pada sekolah , guru dan masyarakat bekerja sama
untuk menyediakan lingkungan yang terbaik yang mereka bisa untuk
generasi muda. Perkembangan generasi muda menjadi warga negara
global yang aktif dan berkarakter merupakan inti dari filosofi Sekolah
Kooperatif.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sekolah kooperatif
adalah pembelajaran secara tim, atau suatu pembelajaran yang dirancang
untuk mendidik kerjasama kelompok.

2. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)


Thomas, Lickona (2013 : 244) Pembelajaran Kooperatif (Cooperative
Learning) merupakan salah satu strategi pembelajaran yang
membelajarkan siswa secara berkelompok dan saling bekerja sama atau
13

membantu untuk memecahkan suatu permasalahan. Menurut para ahli


pengertian kooperatif yaitu:
a. Lie (2004: 29) Model pembelajaran kooperatif tidak sekedar belajar
dalam kelompok, namun harus memenuhi unsur-unsur dasar
pembelajaran kooperatif supaya pengelolaan kelas lebih efektif.
b. Roestiyah (1998: 15) Metode ini bukan sekedar diskusi yang dikuasai
atau didominasi oleh beberapa orang saja. Kebanyakan yang lain hanya
suka menjadi penonton yang pasif namun di sini guru harus mendorong
untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses pembelajaran. Menurut
Cilstrap dan Martin bekerja secara kelompok memberikan pengertian
sebagai kegiatan sekelompok siswa yang biasanya berjumlah kecil,
yang diorganisir untuk kepentingan belajar.
Dari beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif merupakan pembelajaran dengan memberikan tugas kepada
siswa yang lebih pandai dalam sebuah kelompok kecil yang hasilnya akan
dipresentasikan kepada kelompok lain di dalam kelas.

3. Prinsip – prinsip Pembelajaran Kooperatif


Thomas, Lickona (2013 : 243) Ada lima prinsip mendasari
pembelajaran kooperatif, yaitu:
a. Positive Interdependence, anggota kelompok perlu bekerjasama untuk
mencapai tujuan,
b. Face To Face Interaction, semua anggota berinteraksi dengan saling
berhadapan,
c. Individual Accountability, setiap anggota harus belajar dan
menyumbang demi pekerjaan dan keberhasilan kelompok
d. Use Of Collaborative/Social Skills, keterampilan bekerjasama dan
bersosialisasi diperlukan, untuk ini diperlukan bimbingan guru agar
siswa dapat berkolaborasi,
e. Group Processing, siswa perlu menilai bagimana mereka bekerja secara
efektif.
14

Kesimpulan dari poin prinsip – prinsip pembelajaran kooperatif yaitu


siswa membentuk kelompok kecil dan saling mengajar sesamanya untuk
mencapai tujuan bersama dalam kelompok.

4. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif


Thomas, Lickonan (2013 : 243) Pembelajaran kooperatif memiliki
banyak bentuk pelaksanaan, baik yang sesuai dengan definisi yang
dimaksud di atas atau yang bersifat parsial saja. Keterlaksanaan
pembelajaran kooperatif baru dapat diangap berjalan dengan baik apabila
telah dipenuhinya unsur-unsur sebagai berikut:
a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka harus merasa
tenggelam dan berenang bersama-sama”. Artinya para siswa harus
berusaha untuk memahami materi, memperluas materi, mendalami
materi dan menyimpulkan hasil belajar secara bersama-sama. Nilai
kebersamaan menjadi ukuran penentu untuk keberhasilan belajar
diantara mereka semuanya.
b. Para siswa harus sekatan dan mempunyai tujuan yang sama.
Maksudnya mengawali belajar dengan tujuan belajar yang sama dan
pendapatnya merupakan kesimpulan dari hasil-hasil belajar masing-
masing anggota kelompok.
c. Para siswa harus memiliki tanggung jawab yang maksimal terhadap diri
sendiri dan terhadap setiap siswa lain dalam kelompoknya dalam
mempelajari materi yang dihadapinya. Apabila ada siswa lain yang
kurang mampu maka siswa anggota kelompok yang lain harus
menggantikannya untuk menyelesaikan beban tugas dari siswa yang
tidak mampu tersebut. Selain itu ia juga harus dapat menyelesaikan
tugas-tugas pribadinya dengan baik dan benar.
b. Para siswa harus mampu membagi tugas dan tanggung jawab yang
sama besarnya diantara para anggota kelompok. Sama besar disini
dimaksudkan semuanya mendapat beban tugas dan tanggung jawab
secara adil dan merata untuk setiap anggota kelompok melalui jalur
musyawarah dengan mengedepankan tujuan pembelajaran yang
disiapkan pada awal belajar. Diharapkan tidak terjadi adanya siswa
15

yang menyelesaikan beban tugas dan tanggung jawabnya secara


keseluruhan sehingga diharapkan terjadi pencarian materi belajar secara
bersama-sama.
c. Adanya pembagian kepemimpinan sementara untuk memperoleh
ketrampilan dan bekerja sama dengan baik selama belajar. Jadi sebelum
kegiatan belajar dimulai masing-masing kelompok diadakan pembagian
tugas yang berfungsi untuk mengatur jalannya proses pembelajaran
dimaksud.
Kesimpulan unsur – unsur pembelajaran kooperatif menciptakan
kebersamaan dalam kelompok, tanggung jawab serta memiliki tujuan
keberhasilan bersama, serta evalusi terhadap kelompok maupun
individu.

D. Membangun Sekolah Progresif Berbasis Karakter


1. Pengertian Sekolah Progresif Berbasisi Karakter
Deweey (2020 : 30 – 31 ) Sekolah Progresif Berbasis Karakter adalah
sekolah yang menerapkan pendidikan progresif dengan berdasar pada
implementasi nilai-nilai karakter supaya menjadi budaya sekolah yang
berkarakter. Pembelajaran di sekolah ini menyediakan pengalaman-
pengalaman belajar siswa agar potensi siswa dapat berkembang secara
optimal dalam segala aspek terutama aspek afektifnya sehingga tercipta
budaya sekolah berkarakter.
Kesimpulan sekolah progresif berbasisi karakter adalah pembelajaran
yang didasarkan pada kepentingan siswa dengan mengimplementasikan
nilai–nilai karakter. Pembelajaran yang dilaksanakan berbasis pengalaman
dan menekankan pada pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat.

2. Tingkatan atau Tahapan Sekolah Progresif Berbasisi Karakter


Deweey (2020:32) mengungkapkan terdapat tiga tingkatan kegiatan
yang bisa dipergunakan di sekolah yaitu:
Tingkatan pertama untuk anak pada pendidikan prasekolah, pada anak
tingkatan ini diperlukan latihan berkenaan dengan pengembangn
kemampuan panca indra dan pengembanan koordinasi fisik.
16

Tingkatan kedua pembelajaran haruslah menggunakan bahan – bahan


belajar yang bersumber pada lingkungan. Diperlukan berbagai variasi
bahan belajar yang dapat menumbuhkan minat dan kreatifitas siswa dalam
belajar. Tingkatan ketiga yaitu tingkatan dimana anak akan menemukan
ide – ide atau gagasan, mengujinya, dan menggunakan ide – ide atau
gagasan tersebut untuk memecahkan persoalan atau masalah - masalah
yang sejenis.
Sumantri, Syaodin (2013: 1-15 ) yang mengkategorikan
perkembangan belajar anak dalam 4 tingkatan, yaitu:
a. Tahap sensori motor ( 0;0 - 2;0 tahun )
b. Tahap praoprasional ( 2;0 – 7;0 tahun )
c. Tahap oprasional kongkrit ( 7;0 – 11;0 )
d. Tahap oprasional formal ( 11;0 – 15;0 )
Sumantri , Permana J (2014 : 24) guru mengembangkan belajar anak
dengan cara menyediakan situasi nyata bagi terjadinya eksplorasi yang
aktif di pihak anak; dimolai dari format atau bentuk bentuk yang berada
disekitar kehidupan si anak, peran dan kegiatan– kegiatan lalu yang telah
biasa dilakukan si anak itu, untuk kemudian menggunakan bahasa yang
lebih kompleks.

3. Karakteristik Pendidikan Progresif


Karakteristik pemikiran pendidikan yang dikemukakan progresivisme
sebagaimana dijelaskan Baenadib (1987 : 34-35), sebagai berikut:
1. Progresivisme mempunyai konsep yang berdasar pada pengetahuan dan
kepercayaan bahwa setiap orang mempunyai potensi atau kemampuan
yang wajar dan dapat enghadapi serta mengatasi masalah – masalah
yang timbul.
2. Progresivisme memandang bahwa model pendidikan otoriter tidak
seharusnya dikembangkan, oleh karena kurang menghargai dan
memberikan tempat semestinya pada potensi dan kemampuan siswa.
3. Karena kemajuan atau progres menjadi inti perhatian progresivisme,
maka beberapa ilmu pengetahuan yang berkembang meski mendukung
kebudayaan yang berjalan menapaki kemajuan.
17

4. Ontologi dari progresivisme mendukung teori evolusi, di mana


pengalaman diartikan sebagai ciri dan dinamika kehidupan seseorang.
5. Progresivisme membedakan antara pengetahuan dan kebenaran.
Pengetahuan adalah sekumpulan kesan – kesan dan penerangan –
penerangan yang berhimpun dari pengalaman serta siap untuk
digunakan. Sementara kebenaran adalah hasil tertentu dari sebuah usaha
untuk mengetahui, memiliki, dan mengarahkan beberapa segmentasi
pengetahuan.
Berdasarkan pemaparan terssebut dapat disimpulkan bahwa
progresivisme sebagai sebuah aliran yang menekankan bahwa
hakikatnya pendidikan bukanlah sekedar pemberian sekumpulan
pengetahuan pada siswa, melainkan juga serangkaian aktifitas yang
mengarah pada pelatihan kemampuan berpikir siswa sedekemikian rupa
sehingga sistematis melalui cara – cara ilmiah.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Strategi dalam menciptakan sekolah berkatakter terdiri dari membangun
sekolah demokratis, membangun sekolah berdisiplin moral, membangun
sekolah kooperatif, membangun sekolah progresif berbasis karakter.
Sekolah demokratis adalah sekolah yang merupakan bagian dari
anggota masyarakat dengan dibiasakan bersikap demokratis di dalam sekolah,
bebas berpendapat yang berprinsip pada rasa cinta dan kasih sayang terhadap
semua, yang dibentuk dengan perencanaan, pengelolaan, dan evaluasi
pendidikan di sekolah.
Sekolah berdisiplin moral adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh
manusia (orang dewasa) yang terencana untuk memberikan kesempatan
kepada peserta didik, dalam menanamkan nilai – nilai ke – Tuhanan, nilai –
nilai estetik dan etik, nilai baik dan buruk, benar, dan salah, mengenai
perbuatan sikap, kewajiban, dan nilai karakter seperti sikap hormat, serta
tanggung jawab.
Sekolah Kooperatif adalah sekolah yang memberikan kejelasan maupun
biaya yang disesuaikan dengan kemampuan orang tua tanpa merendahkan
derajat sama sekali.
Sekolah Progresif Berbasis Karakter adalah sekolah yang menerapkan
pendidikan progresif dengan berdasar pada implementasi nilai-nilai karakter
supaya menjadi budaya sekolah yang berkarakter. Pembelajaran di sekolah ini
menyediakan pengalaman-pengalaman belajar siswa agar potensi siswa dapat
berkembang secara optimal dalam segala aspek terutama aspek efektifnya
sehingga tercipta budaya sekolah berkarakter.

B. Saran
Pengetahuan mengenai Strategi menciptakan sekolah berkarakter
Berbasis Karakter penting untuk dipahami setiap insan akademika terutama
calon pendidik. Dengan memahami pengetahuan tersebut calon pendidik

18
19

dapat mengimplementasikan dengan baik proses pembelajaran berbasis,


demokratis, berbasisi moral, karakter dan kooperatif sehingga
terselenggaranya pendidikan manusia seutuhnya dapat tercapai dan melalui
pendidikan dapat tercipta generasi bangsa masa depan yang gemilang dan
utuh.
Pengetahuan mengenai membangun sekolah kooperatif dan progresif
berbasis karakter penting untuk dipahami setiap insan akademika terutama
calon pendidik.
Dengan memahami pengetahuan tersebut calon pendidik dapat
mengimplementasikan dengan baik proses pembelajaran berbasis karakter
sehingga terselanggaranya pendidikan manusia seutuhnya dapat tercapai dan
melalui pendidikan dapat tercipta generasi bangsa masa depan yang gemilang
utuh.
DAFTAR PUSTAKA

Anita, Lie. 2000. Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning


Diruang – Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.

Imam, Muis. 2004. Pendidikan Partisipasif. Yogyakarta: Safitria Insania Press.

Rosyada, Dede. 2011. Pradigma Pendidikan Demokratis (Sebuah Model


Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan). Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.

Tafsir, Ahmad. 2008. Metode Pengajaran Agama Islam. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.

Ubaidilah. 2007. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani.


Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai