Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH DAKWAH BIL HAL MELALUI PENGEMBANGAN DAN

PENERAPAN IPTEKS
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Islam dan Ilmu Pengetahuan

Di susun oleh:

Kelompok 6

M. Naufal Fadhil 19079

Putri Ana Della 19088

Restu Vemberrahayu 19089

Ryan Sagita 19091

Riska 19092

Rosi Rosita 19093

Syarif Nurrahman 19098

STIKES AHMAD DAHLAN CIREBON

JalanWalet 21 Cirebon 45153 – Telp./Fax. (0231) 201942

e-mail : stikes.adc@gmail.com/website : stikes-adc.ac.id

2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Pertama-tama kami panjatkan rasa syukur atas kehadirat Allah Swt, karena dengan rahmat
dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini, dengan judul “Dakwah Bil Hal Melalui
Pengembangan dan Penerapan IPTEKS”

Shalawat serta salam tak lupa senantiasa dihaturkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW yang telah menghantarkan kita umat manusia dari alam kegelapan menuju alam
terang benderang yang penuh dengan cahaya islam, keimanan dan cinta kasih terhadap sesama
umat.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran sangat berguna bagi penyusunan dan penyempurnaan selanjutnya.
Selain itu, ucapan terimakasih kami haturkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat menambah wawasan
dan ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Aamiin ya Rabbal Aalamiin.

Wasalamualaikum Wr. Wb.

Cirebon, April 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................

DAFTAR ISI..............................................................................................................................

BAB I..........................................................................................................................................

PENDAHULUAN......................................................................................................................

1.1 Latar Belakang................................................................................................................


1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................
1.3 Tujuan Pembahasan.........................................................................................................
1.4 Manfaat Pembahasan.......................................................................................................

BAB II..........................................................................................................................................

PEMBAHASAN..........................................................................................................................

2.1 Setiap Muslim Adalah Da’i.........................................................................................

2.2 Bekerja Adalah Dakwah.............................................................................................

2.3 Kewajiban Mengembangkan dan Menyampaikan Ilmu Keperawatan.......................

BAB III.........................................................................................................................................

PENUTUP.....................................................................................................................................

3.1 Kesimpulan.................................................................................................................

3.2 Saran............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara teologis dakwah dianggap proyek berpahala kenyataan ini harus diakui
benar bahwa Nabi Muhammad SAW mengatakan dalam pesannya “Sampaikan apa
yang kamu terima dariku meski satu ayat” karenanya wajar dalam pentas sejarah
pendekatan kerja dakwah terus terlahir baik yang bersifat teknis operasional maupun
yang konseptual tentu saja tidak bisa dilepas dengan konteks sosial, realitas yang
spesifik, dakwah bersifat dinamis seiring dengan perkembangan laju persoalan dan
kebutuhan masyarakat.
Dakwah bil hal bukan lebih ditekankan pada sikap prilaku dan kegiatan-
kegiatan nyata yang secara interaktif mendekatkan masyarakat pada kebutuhannya
yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi peningkatan
keberagamaan.
Setiap muslim dilahirkan sebagai da’i yang memiliki kewajiban untuk
berdakwah.Metode dakwah dapat diterapkan dalam berbagai bidang salah satunya
adalah bidang keperawatan.

B. Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan:
a. Mengetahui bahwa setiap muslim adalah da’i
b. Mengetahui bahwa bekerja adalah dakwah
c. Mengetahui kewajiban menyampaikan dan mengembangkan ilmu keperawatan
d. Mengetahui hadist dan ayat yang relevan
BAB II

TINJAUAN TEORI

Dakwah Bil Hal


a. Pengertian Dakwah
Ditinjau dari segi bahasa, dakwah berasal dari bahasa Arab “da’wah” (‫)عوةالد‬.
Dakwah mempunyai tiga huruf asal, yaitu dal, ‘ain, dan  wawu. Dari ketiga huruf
asal ini, terbentuk beberapa kata dengan ragam makna. Makna-makna tersebut
adalah memanggil, mengundang, minta tolong, meminta, memohon, menamakan,
menyuruh datang, mendorong, menyebabkan, mendatangkan, mendoakan,
menangisi, dan meratapi.
Menurut Syaikh Muhammad al-Ghazali (dalam al-Bayanuni, 1993: 15),
dakwah adalah “ Program sempurna yang menghimpun semua pengetahuan yang
dibutuhkan oleh manusia di semua bidang, agar ia dapat memahami tujuan
hidupnya serta mnyelediki petunjuk jalan yang mengarahkannya menjadi orang-
orang yang mendapat petunjuk”.
Sedangkann menurut HSM Nasaruddin Latif (1971: 11), dakwah adalah
“setiap usaha atau aktivitas dengan lisan, tulisan dan lainnya yang bersifat
menyeru, mengajak, memanggil manusia untuk beriman dan menaati Allahsesuai
dengan garis-garis akidah dan syariat serta akhlak Islamiyah”.
Secara umum, definisi dakwah yang dikemukakan para ahli di atas
menunjukkan pada kegiatan yang menunjuk pada kegiatan yang bertujuan
perubahan positif dalam diri manusia. Perubahan positif ini diwujudkan dengan
peningkatan iman, mengingat sasaran dakwah adalah iman. Berdasarkan pada
rumusan beberapa definisi di atas, maka secara singkat, Dakwah adalah kegiatan
penningkatan iman menurut syariat Islam.

b. Dakwah bil Hal


Ada beberapa pengertian tentang dakwah bil-hal. Secara harfiah dakwah bil-
hal berarti menyampaikan ajaran Islam dengan amaliah nyata1 dan bukan tandingan
dakwah bil-lisan tetapi saling melengkapi antara keduanya.
Dalam pengertian lebih luas dakwah bil-hal, dimaksudkan sebagai keseluruhan
upaya mengajak orang secara sendiri-sendiri maupun berkelompok untuk
mengembangkan diri dan masyarakat dalam rangka mewujudkan tatanan sosial
ekonomi dan kebutuhan yang lebih baik menurut tuntunan Islam, yang berarti
banyak menekankan pada masalah kemasyarakatan seperti kemiskinan, kebodohan,
keterbelakangan dengan wujud amal nyata terhadap sasaran dakwah
Dalam Muyawarah Nasional pada 1985 dan Rakernas 1987, MUI telah
mengambil keputusan tentang program "dakwah bi al-hal". Salah satu rumusannya
disebutkan bahwa tujuan "dakwah bi al-hal", antara lain,"untuk meningkatkan harkat
dan martabat umat, terutama kaum duafa atau kaum berpenghasilan rendah.

A. Setiap Muslim Adalah Da’i

“Kita adalah da’i sebelum menjadi apapun”. Dari kalimat tersebut dapat kita
simpulkan bahwa pada dasarnya, kita adalah seorang da’i sebelum kita menjabat suatu
profesi apapun. Perkataan Hassan Al-Banna tersebut dapat menjadi cerminan, bahwa
pada hakikatnya, seorang muslim adalah pendakwah. Ketika seseorang menuntut ilmu
dan memiliki pengetahuan, saat itu pula ia memiliki kewajiban untuk
menyebarluaskan ilmu yang dimilikinya tersebut. Ketika seseorang sadar bahwa ia
telah memiliki bekal untuk mengamalkan sunnah, saat itu pula ia berkewajiban
menyeru orang lain kepada Islam. Banyak hal yang dapat kita lakukan untuk
mengaktualisasikan amanah dalam kita menjadi seorang da’i, salah satunya adalah
menjadi seorang murobby.

        Murobby merupakan sumber atau penyalur ilmu dari sumber untuk disampaikan
dan dipahamkan kepada mad’u atau sang murobby. Sebab itulah peranan murobby
sangat mempengaruhi keberlangsungan serta output dari kegiatan tarbiyah. Sebagai
simpul dakwah terhadap jama’ah, seorang murobby dituntut memikirkan kegiatan
dakwah dengan segenap perhatiannya. Untuk menjadi seorang murobby idaman, kita
hendaknya memperhatikan beberapa hal, seperti ruhiyah. Ruhiyah adalah dasar
keberhasilan dakwah. Jika ruhiyah terabaikan, sebagus apapun retorika dakwah kita
dan pemahaman kita terhadap kondisi mad’u semuanya akan sia-sia.

      Seorang murobby harus memiliki niat yang ikhlas. Ikhlas karena Allah Ta’ala semata,
membuang jauh-jauh tendensi untuk mencari popularitas atau pujian apalagi niatnya
adalah untuk mencari pengikut yang banyak. Niat yang ikhlas karena Allah Ta’ala
bermakna seorang murobby melakukan tarbiyah untuk mendekatkan diri (taqarrub)
kepada Allah subuhanahu wa ta’ala, memperbaiki hamba-Nya dan mengeluarkan mereka
dari kegelapan kebodohan dan kemaksiatan menuju cahaya ilmu ketaatan. Niat yang
ikhlas juga akan menggiring seorang murobby melahirkan dakwahnya dari dasar
kecintaan kepada Allah dan untuk agama-Nya, serta kecintaan kepada kebaikan untuk
semua manusia.
KATAKANLAH : " Inilah jalan (agama ) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku
mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata ,Maha Suci Allah , dan aku
tiada termasuk orang-orang yang musyrik ( QS. Yusuf:108).

Ayat yang turun di Makkah ini secara tegas menyatakan bahwa dakwah merupakan
sunnah, jalan, dan cara hidup ( way of life ) Rasululah ,Ibnu Katsir dalam tafsirnya
menjelaskan , dengan ayat ini Allah  menyuruh Rasululah  agar mendeglarasikan
kepada jin dan manusia bahwa inilah satu-satu nya jalan beliau.Yakni, menyeru
kepada tauhid .Setiap orang yang mengikuti beliau pun harus menyeru kepada apa
yang diserukan beliau .

Setiap muslim adalah Da'i. Sebab, setiap muslim berkewajiban untuk


melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar. Hal ini senada dengan penegasan Allah
dalam lantunan firman-Nya, 

"Kalian adalah sebaik-baiknya umat yang dilahirkan bagi manusia, kalian


menyuruh (berbuat) kepada kebaikan dan mencegah dari kemunkaran dan kalian
beriman kepada Allah." (QS. Ali Imran [3] : 110).

Maksud utama dari ayat ini adalah menegaskan pentingnya amar ma'ruf nahi
munkar bagi umat ini. Karenanya perintah ini disebutkan lebih dahulu. Jadi syarat
utama agar umat ini menjadi lebih mulia daripada umat lainnya, maka kita harus
melakukan perintah tersebut. Andaikata tidak, maka tidaklah pantas bagi kita
memperoleh kehormatan.

Sayang, pemahaman kewajiban dakwah pada umumnya dipahami hanya untuk


orang tertentu yakni para ustadz atau kiayi. Maka pantas jika ada ungkapan seseorang
yang melihat kemaksiyatan, "Itu bukan urusan saya, tapi urusan ustadz atau kiayi."
Padahal merujuk ayat diatas jelas bahwa dakwah merupakan kewajiban bagi setiap
orang. Hal ini ditegaskan pula dalam hadits. 

Dari Abu Said Al-Khudri ra berkata, aku mendengar Rasulullah bersabda, "Barang


siapa melihat kemunkaran dilakukan dihadapannya
Maka hendaklah ia mencegah dengan tangannya, jika tidak mampu cegahlah
dengan lidahnya, jika tidak mampu maka hendaklah dia merasa benci di dalam
hatinya, dan ini selemah-lemahnya iman." (HR. Muslim).

Selain menegaskan kewajiban dakwah, hadits itu mejelaskan pula tentang proses
pelaksanaan dakwah yaitu sesuai kemampuannya.

Media Dakwah

Pemahaman yang kurang pas tentang kewajiban dakwah kita luruskan disini. Persepsi
yang kurang tepat ini menilai bahwa dakwah adalah ceramahnya seseorang di atas
mimbar atau di depan jemaah banyak. Tabligh akbar misalnya. Dari itu, mereka
berpikir dirinya tidak wajib berdakwah karena tidak bisa seperti yang para ustadz atau
kiayi lakukan. Padahal, itu hanya salah satu bentuk media dakwah saja dan dikaji
sebagai level dakwah ummah.

Selama ini banyak orang memahami bahwa berdakwah adalah berceramah di depan
jemaah merupakan suatu bentuk media dakwah, yakni dakwah secara langsung.
Hanya saja levelnya bertingkat. Kita yang tidak mampu dakwah langsung dihadapan
jemaah banyak, masih tetap menyandang hukum wajib berdakwah. Minimal kita
harus mampu melaksanakan dakwah nafsiyah (diri sendiri) dan dakwah fardiyah
(orang per orang). Bukankah Allah menyuruh kita untuk saling menasehati di antara
kita. Sebagaimana firman-Nya,

"... Dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya
menetapi kesabaran.(QS. Al-'Ashr [103] : 3). ”

Sederhananya, lakukanlah kewajiban dakwah kepada orang-orang terdekat, terutama


keluarga.
Bagi mereka yang tidak mampu dakwah secara langsung di depan jemaah, mereka
masih dapat melakukan dakwah lewat media lain. Media cetak itulah bentuk kedua
media dakwah yang bisa kita lakukan. Mereka yang gemar menulis, lakukanlah
dakwah lewat tulisan. Esensinya sama dengan dakwah langsung yaitu menyampaikan
ajaran-ajaran Islam. Masukan tulisan-tulisan kita ke media cetak dengan harapan ilmu
yang kita tulis diraih banyak orang.

Selain itu media dakwah adalah elektronik. TV, Film dan radio dapat kita jadikan
sebagai media transformasi ajaran Islam. Namun, kemungkinan hanya sedikit mereka
yang mampu melakukan dakwah dengan media elektronik.

B. Bekerja Adalah Dakwah

Di dalam dunia pekerjaan, seorang Muslim adalah bertanggungjawab untuk


berdakwah. Tidak kiralah apa kategori pekerjaan, sama ada bekerja di dalam pejabat yang
berhawa dingin, di tapak pembinaan ladang dan sawah sekalipun, tanggungjawab sebagai
Da’i itu terletak di bahu kita. Kita perlu dakwah di tempat kerja. Ia selaras dengan firman
Allah subhanahu wa ta’ala dalam Surah Ali Imran ayat 110 yang artinya:
‘Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah daripada yang munkar, dan beriman kepada Allah.’
Usaha berdakwah di tempat kerja ini janganlah disalahartikan dengan pengertian yang
sempit.

      Dakwah bukan bermaksud untuk mengajak manusia melupakan tanggungjawab


bekerja dan melaksanakan amal ibadah yang spesifik semata-mata. Bekerja itu sendiri
merupakan satu ama libadah apa lagi jika ianya diniatkan kerana Allah subhanahu wa
ta’ala dan dilaksanakan dengan penuh amanah, fokus dan ikhlas. Usaha dakwah juga
jangan ditafsirkan sebagai ‘hendak tunjuk alim’ atau ‘hendak tunjuk pandai’. Jika begitu,
semua orang akan takut untuk berdakwah kerana seorang Da’i yang member dakwah
tidak mau dipandang sebagai penyibuk manakala yang menerima dakwah pula berasa
tidak selaras dan menganggap konteks dakwah itu sebagai sesuatu yang tidak bermanfaat.
Bekerja adalah bagian dari ibadah dan jihad, jika sang pekerja bersikap konsisten
terhadap peraturan Allah, suci niatnya, dan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan diri,
keluarga bahkan masyarakat dan negara. Dengan bekerja , masyarakat dapat melakukan
tugas kekhalifahan, menjaga diri dari maksiat, dan meraih tujuan yang lebih besar.

“…kalau ada seeorang keluar dari rumahnya untuk bekerja guna membiaya anaknya
yang masih kecil, maka ia telah berusaha fisabilillah. Jikalau ia bekerja untuk dirinya
sendiri agar tidak sampai meminta-minta pada orang lain, itupun fisabilillah. Tetapi
apabila ia bekerja untuk pamer atau untuk bermegah-megahan, maka itulah fisabili
syaithan atau karena mengikuti jalan Syaithan.” (HR. Thabrani)

Ketahuilah Sesungguhnya Bekerja Itu Adalah Ibadah. 

“Hai anak Adam, luangkan waktu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku penuhi
dadamu dengan kekayaan dan Aku menghindarkan kamu dari kemelaratan. Kalau
tidak, Aku penuhi tanganmu dengan kesibukan kerja dan Aku tidak menghindarkan
kamu dari kemelaratan.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Dalam pandangan Islam, bekerja merupakan suatu tugas yang mulia, yang akan
membawa diri seseorang pada posisi terhormat, bernilai, baik di mata Allah SWT
maupun di mata kaumnya. Oleh sebab itulah, Islam menegaskan bahwa bekerja
merupakan sebuah kewajiban yang setingkat dengan Ibadah.

Orang yang bekerja akan mendapat pahala sebagaimana orang beribadah. Lantaran
manusia yang mau bekerja dan berusaha keras untuk menghidupi diri sendiri dan
keluarganya, akan dengan sendirinya hidup tentram dan damai dalam masyarakat.
Sedangkan dalam pandangan Allah SWT, seorang pekerja keras di jalan yang diridhai
Allah tentu lebih utama ketimbang orang yang hanya melakukan ibadah (berdo’a saja
misalnya), tanpa mau bekerja dan berusaha, sehingga hidupnya melarat penuh
kemiskinan

Kerja adalah Ibadah, merupakan satu kesatuan yang tidak boleh terpisah Kita tidak
mengartikan bahwa kerja itu adalah untuk dunia sedangkan ibadah adalah soal
akhirat. Pekerjaan yang dilakukan diperusahaan ini juga berupa ibadah. Bukan semata
mencari materi kerja dan ibadah adalah satu hal yang tak boleh terpisah.
Untuk mewujudkan bahwa kerja adalah ibadah dibutuhkan 5 pilar yaitu tauhid,
amanah, ikhlas, adil dan istiqamah.

1. Tauhid

Makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya yang benar dengan
segala kekhususannya. Dari makna ini sesungguhnya dapat dipahami bahwa banyak
hal yang dijadikan sesembahan oleh manusia,

bisa jadi berupa Malaikat, para Nabi, orang-orang shalih atau bahkan makhluk Allah
yang lain, namun seorang yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai satu-
satunya sesembahan saja.

Sebagaimana Allah SWT berfirman yang artinya: 

“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaidah Kami meminta
pertolongan ”(QS. Al Fatihah: 5)

2. Amanah

Dalam Islam, amanah adalah tuntutan iman yang harus di pegang teguh. Seseorang
yang amanah akan berusaha untuk memenuhi dasar, kode etika, undang-undang dan
janji-janji mereka. Sabda Rasulullah Saw. menegaskan tentang amanah yang artinya:
“Tiada iman pada orang yang tidak menunaikan amanah dan tiada agama pada
orang yang tidak menunaikan janji.”(Ahmad dan Ibnu Hibban)

3. Ikhlas

Seseorang yang ikhlas akan menghadap kepada Allah dengan hatinva dan hanya ingin
mendapatkan keridhaan Allah SWT atas setiap perbuatan, langkah, kata-kata, dan
doanya. Jadi, seseorang itu benar-benar yakin kepada Allah dan hanya mencari
kebajikan semata. Allah SWT berfirman tentang keiklasan yang artinya: “
Barangsiapa memberi karena Allah, menolak karena Allah, mencintai karena Allah,
membenci karena Allah, dan menikah karena Allah, maka sempurnalah
imannya.”(HR. Abu Dawud)

4. Adil

Adil bermakna suatu sikap yang bebas dari diskriminasi, ketidakjujuran. Dengan
demikian orang yang adil adalah orang yang sesuai dengan standar hukum baik
hukum agama, hukum positif (hukum negara),maupun hukum sosial (hukum adat)
yang berlaku.

Sebagaimana dalam Al Quran, kata adil dikatakan yang artinya: 

“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka
damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat
aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya
itu,sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah, jika golongan itu telah
kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil
dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. ”
(QS. Al Hujurat: 9).

Dengan demikian, orang yang adil selalu bersikap imparsial, suatu sikap yang tidak
memihak kecuali kepada kebenaran. Bukan berpihak karena pertemanan, persamaan
suku, bangsa maupun agama.

5. Istiqomah

Istiqomah adalah menempuh jalan (agama) yang lurus (benar) dengan tidak berpaling
ke kiri maupun ke kanan. Istiqomah ini mencakup pelaksanaan semua bentuk ketaatan
(kepada Allah) lahir dan batin, dan meninggalkan semua bentuk larangan Allah.
Di antara ayat yang menyebutkan keutamaan istiqomah adalah finnan Allah Ta ‘ala,

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah ” kemudian


mereka istiqomah pada pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka
(dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa
sedih dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan
Allah kepadamu. ”(QS. Fushilat: 30)

Bekerja untuk ibadah, ibadah yang dilakukan dengan ikhlas karena Allah semata akan
membawakan keberkahan dalam ibadahnya. Dan yakinlah bahwa Allah tahu apa yang
kita butuhkan. Jika kita bekerja dengan ikhlas, Insya Allah rejeki akan datang lebih
banyak lagi dari jalan yang tidak di duga-duga.

Allah SWT berfirman yang artinya: 

“Sesungguhnya shalat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan
semesta alam, ”(QS. AlAn’am : 162)

Manusia hidup untuk ibadah dan dakwah. Manusia yang beruntung yaitu yang
beriman, beramal shaleh dan juga saling mengingatkan atau dakwah. Segala aktivitas
berupa training, coaching, teaching adalah bagian dari dakwah juga. Manusia
diciptakan tujuannya untuk beribadah kepada Allah dengan sebagaimana dengan
firman Allah SWT yang artinya:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-
Ku”(QS. Adz Dzarriyat: 56)

Aktivitas hidup akan bernilai ibadah jika dikerjakan sesuai aturan. Islam mengatur
sampai hal yang kecil sampai ke hal yang besar seperti masuk toilet, makan dan
sebagainya. Semua ada aturannya. Hal ini sesuai dengan mengutip firman Allah SWT
yang artinya : 

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu.” (QS. An Nisa : 59) 

Mengimplementasikan kerja merupakan ibadah ini dalam keseharian aktivitas harus


dimulai dari hal yang kecil. Rasanya masih banyak hal yang perlu diperbaiki dalam
aktivitas keseharian kita misalnya tentang tepat waktu.

Tiga kriteria kerja ibadah yaitu diawali dengan niat yang baik, dikerjakan dengan cara
yang baik dan digunakan untuk hal yang baik.

Beliau pun mengutip dua ayat dari Al Qur’an yaitu: “Ya Tuhanku, berilah aku ilham
untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan
kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal shaleh yang Engkau
ridai dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-
Mu yang shaleh ”.(QS. An Naml: 19)

“Barang siapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. ”(QS. An Nahl:
97)

C. Kewajiban Mengembangkan dan Menyampaikan Ilmu Keperawatan

Profesi perawat merupakan pekerjaan yang mulia. Menurut hunderson, tugas unik
perawat ialah membantu individu baik dalam keadaan sehat maupun sakit melalui
berbagai aktivitas guna mendukung kesehatan dan penyembuhan individu atau proses
meninggal dengan damai.

Keperawatan juga merupakan manifestasi dari ibadah yang berbentuk pelayanan


kesehatan yang didasarkan pada keimanan, keilmuan, dan amal serta kiat keperawatan
bernbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural-spiritual yang komprehensif. Di
dalam islam keperawatan tidak dapat di pisahkan dari ajaran islam secara
keseluruhan.

Seiring perkembangan kekhalifahan Islam, klasifikasi perkembangan dunia


keperawatan dalam dunia islam terbagi dalam:

1. Masa penyebaran islam (the islamic period) 570-632 M


Pada masa ini keperawatan sejalan dengan perang kaum muslimin/jihad (hoy
wars), pada masa ini Rufaidah binti Sa’ad memberikan konstribusinya kepada
dunia keperawatan
2. Masa setelah Nabi (post prophetic era) 632-1000 M
Masa ini setelah nabi wafat. Pada masa ini lebih didominasi oleh kedokteran dan
mulai muncul tokoh-tokoh islam dalam dunia kedokteran seperti Ibnu Sina
(Avicenna), dan Abu Bakar Ibnu Zakariya Ar-Razi (Ae-Razi).
3. Masa pertengahan 1000-1500 M
Pada masa ini negara-negara di Jazirah Arab membangun rumah sakit dengan baik
dan memperkenalkan metode perawatan orang sakit. Di masa ini mulai ada
pemisahan antara kamar perawatan laki-laki dan perempuan dan sampai sekarang
banyak diikuti semua rumah sakit di seluruh dunia.

Dalam surat al-Isra' ayat 84 Allah berfirman :


"Katakanlah Tiaptiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing maka
Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya"
Dalam firman tersebut ada kata Syakilatih yang berarti keadaannya masing-
masing. Oleh Hamka kata "Syakilatih" diartikan bakat atau bawaan. Jika dipahami
secara mendalam dan dikaitkan dengan kondisi sekarang, bakat bawaan seseorang
yang didukung dengan situasi lingkungan dan dikembangkan maka akan berubah
menjadi kemampuan profesional. Jika dihubungkan dengan dakwah bil-hal maka
masing-masing muslim hendaknya berdakwah menurut kemampuan dan profesi
mereka. Seperti dikatakan Muhammad Abu Zahroh, sebagai contoh, seorang
dokter berdakwah dengan keahliannya13 dalam masalah pengobatan
medis,seorang perawat berdakwah dengan keahliannya dalam merawat pasien.

Perwujudan Dakwah dalam Keperawatan

1. Mendengarkan kekhawatiran,perasaan pasien


2. Menyediakan lingkungan yang aman dan mendengarkan ekspresi perasaan dan
pengalaman mengenai penyakit dan pengobatannya
3. Merujuk untuk kunjungan rohaniawan untuk binaan rhani seperti zikir,doa,dll.
4. Mengingatkan waktu sholat
5. Membaca kitab suci
6. Perawatan sebelum ajal,dll.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Tanamkanlah dalam diri kita masing-masing bahwa dakwah dapat kita


lakukan. Masalah media dan level dakwah kita kembalikan pada kemampuan diri.
Bagi mereka yang mampu langsung, media cetak atau elektronik lakukanlah
sekemampuannya. Jelas tidak ada kata untuk mengingkari kewajiban dakwah.

Kerja adalah Ibadah, merupakan satu kesatuan yang tidak boleh terpisah Kita
tidak mengartikan bahwa kerja itu adalah untuk dunia sedangkan ibadah adalah soal
akhirat. Pekerjaan yang dilakukan diperusahaan ini juga berupa ibadah. Bukan semata
mencari materi kerja dan ibadah adalah satu hal yang tak boleh terpisah
DAFTAR PUSTAKA

Aplikasia, Jumal Aplikasi llmu-ilmu Agama, Vol. Ill, No. 2 Desember 2002:182-192
Al-Qur’an dan Tafsirnya
Aziz, Moh. Ali. 2009. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana.
Hamka, To/sir Al-Azhar, Juz XV, (Surabaya : Pustaka Islam, 1984), p. 116.
Kumpulan Hadist
Muhammad Abu Zahroh, Al Dakwah Hal Islam, (Libanon: Dar al-Fikr, tt), p. 129

Anda mungkin juga menyukai