Adler
Adler
manusia memiliki
kesadaran yang melebihi ketidak sadaran. Keempat, Adler menekankan pilihan dan tanggung
jawab, arti kehidupan, dan perjuangan untuk sukses, kekomplitan, dan kesempurnaan. Kelima,
perasaan inferioritas dilihatnya sebagai kondisi norma dari semua orang dan sebagai sumber dari
semua perjuangan dan titik tolak kreativitas manusia. Inferioritas memotivasi manusia untuk
berusaha menguasai, sukses, dan kekomplitan. Manusia didorong mengatasi rasa inferioritas dan
berusaha meningkatkan level perkembangan yang lebih tinggi. Keenam, tingkah laku manusia
tidak ditentukan semata-mata oleh keturunan dan lingkungan tetapi manusia mempunyai
kapaasitas untuk menginterpretasi, mempengaruhi, dan mengkreasi kejadian. Adler menyatakan
bahwa keturunan tidak sepenting apa yang kita pilih untuk kita kerjakan sesuai kempuan dan
keterbatasan kita. Individu dapat menjadi apa saja sesuai keinginannya, tetapi lingkungan biologi
dan lingkungan social membatasi kapasitas kita untuk memilih dan bereaksi.
b. Persepsi subjektif tentang realitas
Corey (2009) dan Archer Jr. & McCarthy (2007) mengemukakan teori Adler tentang
fenomonologi yaitu cara memandang dunia menurut kacamata subjektif konseli. Realitas
subjektif ini meliputi persepsi, pikiran, perasaan, nilai, keyakinan, konfiksi dan kesimpulan
konseli. Tingkah laku dipahami dari sudut persepsi sebjektif ini. Menurt Adler realitas objektif
kurang penting dibanding dengan interpretasi kita dan arti yang melekat dari pengalaman kita itu.
Banyak teori kontemporer yang mengikuti pandanga Adler ini antara lain: terapi eksistensial,
terapi person centered, terapi gestat, terapi kognitif behavioural, terapi realitas dan pendekatan
postmodern.
Corey (2009) dan Archer Jr. & McMarthy (2007) mengemukakan pendapat Adler mengenai
psikologi individual yang menekankan pemahaman tentang manusia seutuhnya, yaitu bahwa
semua dimensi orang itu merupakan komponen ini disatukan oleh pergerakan individu menuju
satu tujuan hidup. Konsep holistic ini mengandung arti bahwa kita tidak bisa dipahami secara
bagian-bagian tetapi semua aspek diri kita harus dipahami dalam hubungan. Fokusnya adalah
pada memahami orang secara keseluruhan dalam kontek social mereka yaitu keluarga, budaya,
sekolah, dan pekerjaan. Kita ini makhluk pembuat keputusan social yang kreatif, yang bertindak
dengan tujuan dan tidak bisa dipahami di luar konteks arti dalaam kehidupan kita.
Kepribadian manusia menjadi kesatuan melalui pengembangan tujuan hidup, pikitran, perasaan,
keyakinan, sikap, karakter dan tindakan adalah ekspresi dari keunikannya, dan semuanya
menggambarkan rencana kehidupan yang memungkinkan pergerakan menuju tujuan hidup yang
self-selected. Implikasi dari pandangan holistic kepribadian ini adalah bahwa konseli merupakan
bagian dari system social. Ada penekanan lebih pada hubungan interpersonal ketimbang pada
dinamika psikologis internal individu.
d. Tingkah laku penuh tujuan dan diorientasikan pada tujuan.
Corey (2009) dan Archer Jr. & McCarthy (2007) mengemukakan baahwa psikologi individual
berasumsi bahwa (1) semua tingkah laku manusia mempunyai tujuan. Manusia merencanakan
tujuan untuk dirinya sendiri, dan tingkah laku itu sendiri, dan tingkah laku itu menjadi kesatuan
dalam konteks tujuan ini. (2) kita hanya dapat berpikir, merasa dan berbuat dalam hubungannya
dengan persepsi kita tentang tujuan kita. Karena itu kita hanya bisa dimengerti berdasarkan
pengetahuan tentang tujuan yang kita perjuangkan. (3) adler tertarik pada masa depan tanpa
mengabaikan masa lampau. Karena itu keputusan hendaknya didasarkan pada pengalaman orang
saat ini.
Corey (2009) dan Gladding (2005) mengemukakan pendapat Adler bahwa tingkah laku individu
diarahkan oleh fiksinya atau pandangan tentang bagaimana dunia ini seharusnya. Menurut
Gladdiing, fiksi itu disebabkan oleh evaluasi yang subjektif tentang dirinya sendiri dan
lingkungannya. Selanjutnya Adler menyatakan dengan istilah guiding self-ideal dan goal of
perfection sebagai usaha kita mencapai superioritas atau kesempurnaan. Manusai itu sejak usia
dini mulai membayangkan seperti apa jika kita menjadi orang yang sukses kelak. Dilihat dari
motivasi manusia, guiding self-ideal dapat dinyatakan dengan cara berikut : hanya jika saya
sukses bisa saya aman, atau hanya jiaka jadi orang penting saya bisa diterima. Jadi guiding selfideal menunjukkan imajinasi seseorang terutama tujuan kesempurnaan, yang ia perjuangkan
dalam situasi apapun. Karena tujuan akhir kita yang subjektif maka kita mempunyai kekuatan
yang kreatif untuk memilih apa yang akan kita terima sebagai kebenaran, bagaimana kita akan
bertindak, dan bagaimana kita akan menginterpretasi kejadian-kejadian.
e. Perjuangan menjadi orang penting dan superioritas
Corey (2009), Archer Jr. & McCarthy (2007), dan Gladding (2005) menyatakan pendapar Adler
bahwa perjuangan untuk mencapai kesempurnaan dan mengatasi inferioritas dengan mencari
penguasaan adalah bawaan sejak lahir, karena itu untuk memahamitingkah laku manusia perlu
mengetahui ide dasar inferioritas dan kompensasi.
1) Sejak lahir kita helpless dalam berbagai hal, yang ditandai oleh perasaan rendah diri.
Perasaan inferioritas ini bukan factor negatif. Menurut Adler saat kita mengalami
inferioritas kita didorong untuk berjuang mencapai superioritas,. Tujuan untuk berhasil
mendorong orang maju untuk menguasai dan memungkinkan mereka mengatasi
hambatan.
2) Superioritas bertujuan untuk menyambung pada perkembangan komunitas manusia.
Tetapi perlu dicatat bahwa superioritas yang digunakan Adler tidak perlu berarti menjadi
superior terhadap orang lain, melainkan berarti bwergerak dari persepsi lebih rendah
(minus) kesuatu persepsi lebih tinggi (plus). Orang mengatasi perasaan tak berdaya
melalui perjuangan untuk kompoten dan menguasai kesempurnaan. Mereka bisa
mengubah kelemahan menjadi kekuatan atau berusaha sukses dalam satu bidang untuk
mengkompensasi kelemahan di bidang lain.
3) Cara yang unik di mana orang mengembangkan suatu gaya untuk berjuang mencapai
kompensasi adalah bersifat perorangan atau merupakan gaya hidup seseorang.
f. Gaya hidup
Corey (2009), Archer Jr. & McCarthy (2007) dan Mosak & Moniacci (2008) mengemukakan
pendapat Adler bahwa gaya hidup adalah pergerakan hidup seseorang, yaitu keyakinan dan
asumsi inti seseorang yang membimbing
mengorganisasi realitasnya, dan memberi arti terhadap kejadian-kejadian hidupnya. Gaya hidup
meliputi tema-tema yang berkaitan dan aturan-aturan interaksi yang menyatukan semua tindakan
kita. Gaya hidup sering mendeskripsikan persepsi kita menguasai diri, orang lain, dan dunia ini.
Gaya hidup meliputi cara khas seseorang dalam berpikir, bertindak, merasa, hidup dan berjuang
terhadap tujuan jangka panjang.
Ansbacher (1974) dan Corey (2009) mengemukakan bahwa dalam usaha mencapai tujuan yang
berarti seperti seperioritas kita mengembangkan gaya hidup kita sendiri. Setiap apa yang kita
kerjakan dipengaruhi oleh gaya hidup kita yang unik. Pengalaman dalam keluarga dan hubungan
dalam keluarga semuanya menyumbang kepada perkembangan konsistensi diri dalam persepsi,
berpikir, merasa dan berperilaku meskipun gaya unik kita berkembang sejak enam tahun pertama
kehidupan, namun rentetan kejadian bisa berpengaaruh pada perkembangan kepribadian kita.
Pengalaman itu sendiri bukan factor penentu, tetapi interpretasi kita mengenai kejadian-kejadian
itu yang membentuk kepribadian. Salah interpretasi bisa membawa kesalahan cara berpikir logis
kita, yang secara signifikan mempengaruhi tingkah laku kita sekarang. Namun, jika kita sadar
tentang pola dan keberlanjutan hidup kita, kita berada dalam posisi memodifikasi asumsi kita
yang salah dan membuat perubahan mendasar. Kita bisa membentuk kembali pengalaman masa
kanak-kanak dan secara sadar menguasai cara hidup baru. Menurut Acher Jr. & McCarthy (2007)
gaya hidup ini merupakan jantung dari konseling dan psikoterapi aliran Adler, dalam upaya
membantu konseli menyadari kesalahan interpretasi terhadap kejadian-kejadian dan dalam
menyadari pola keberlanjutan hidup kita.
g. Minat sosial dan rasa komunitas
Corey (2009. 1991) dan Ansbacher (1992) mengemukakan pendapat Adler mengenai minat
sosial dan perasaan sosial. Istilah itu merupakan kesadaran seseorang tentang menjadi bagian
dari komunitas manusia dan terdapat sikap seseorang dalam berurusan dengan jiwa sosial.
Minat sosial, menurut Milliren & Clemmer (2006) adalah suatu gratis tindakan dari perasaan
komunitas seseorang. Yang meliputi sikap positif seseorang terhadap orang lain di dunia ini.
Minat sosial adalah kapasitas untuk kerja sama dan berkontribusi. Menurut Evans & Newbaur
2007, (Corey, 2009) minat sosial memerlukan hubungan yang cukup dengan sekarang untuk
pergerakan menuju masa depan yang berarti, dimana kita mau memberi dan menerima, dan
mengembangkan kapasitas kita agar dapat berkontribusi untuk kesejahteraan orang lain. Minat
sosial meliputi perjuangan untuk masa depan yang lebiih baik bagi kemanusiaan. Corey (2009)
mengatakan pendapat Adler bahwa minat sosial itu diturunkan sejak lahir, tetapi juga yakin
bahwa minat sosial itu harus diajarkan, dipelajari, dan digunakan. Minat sosial adalah indikator
pokok dari kesehatan mental (Archer Jr. & McCharty 2007). Jadi dengan adanya minat sosial
cenderung mengarahkan perjuangan menuju sisi kehidupan yang berguna secara sosial dan
kesehatan jiwa. Menurut Adler jika minat sosial berkembang maka perasaan inferioritas
tersisihkan dan hilang. Orang menyatakan minat sosial melalui berbagai kegiatan dan saling
meenghormati.
Rasa komunitas (Corey, 2009,1991) diyakini oleh psikologi individual sebagai bagian dari
kebahagiaan dan sukses kita dalam hubungan sosial. Kita termotivasi oleh keinginan menjadi
bagian dari masyarakat. Dengan demikian komunitaas menyatuu denga perasaan terhubungkan
dengan komunitas yang lalu, sekaarang, dan yang akan dataang, dan ikut terlibat dalam membuat
dunia ini tempat yang lebih baik. Mereka yang kurang rasa komunitasnya menjaadi kurang
bersemangat dan akhirnya sisi kehidupannya suram. Kita mencari tempat dalam keluarga dan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar kemauan, penerimaan, dan keberuntungan.
Banyak masalah yang kita alami berhubungan dengan rasa takut di terima oleh kelompok. Bila
rasa belonging kita tidak terpenuhi maka kita menjadi cemas. Sebaliknya jika kita merasa satu
kesatuan dengan orang lain kita mampu bertindak dengan berani menghadapi
dan
konseli memodifikasi gaya hidup mereka sehingga mereka bisa lebih efektif menyelenggarakan
tugas-tugas ini (Carlson & Englar Carlson, 2008).
h. Urutan kelahiran dan hubungan saudara
Corey (2009) Arher Jr & Mc. Carthy (2007) dan Gladding (2005) mengemukakan
pendapat paham Adler tentang hubungan antara saudara dan posisi kelahiran secara psikologis.
Adler mengidentifikasi lima posisi psikologis dimana anak cenderung memandang kehidupan :
anak tertua, kedua, tengah, termuda dan anak tunggal. Urutan kelahiran sebenarnya kurang
penting dibanding dengan hubungan dalam keluarga sebab yang terakhir disebutkan yang paling
menyebabkan masalah.
Corey 1931/1958 (Corey, 2009) menyatakan bahwa walaupun saudara kandung berbagi
aspek-aspek yang lain dalam keluarga, situasi psikologis setiap anak berbeda satu sama lain
disebabkan oleh urutan kelahiran yang berbeda . Berikut didiskripsikan pengaruh urutan itu
menurut Capuzzi & Gross, 2007 (dalam Corey, 2009: 1) Anak Tertua. Anak tertua beberapa
tahun menjadi anak tunggal sebelum lahirnya adiknya, anak tertua sering merasa kehilangan
kejayaan, kemudian timbul perasaan tidak dicintai dan disiasiakan dan kemudia mencoba
melakukan kompensasi. Sering pula ia mencoba memperoleh kembali ke posisi superioritas
melalui kerja dengan baik (bertanggungjawab secara berlebihan, melayani sebagai sang
pelindung adik-adiknya, melakukan tugas berat atau aktivitas ekstra, berprestasi baik dalam
pelajaran). Jika hal itu tidak berhasil, anak tertua berusaha menjadi terbaik dari terjebak. Adler
(Corey, 2009) menyebutkan anak tertua akan cenderung menjadi tak mandiri, atau kerja terlalu
keras dan berusaha agar tetap terdepan. 2) Anak Kedua. Anak lahir kedua beraa dalam posisi
yang kurang enak. Selama tahun-tahun awal, anak kedua selalu dihalang-halangi oleh orang yang
lebih maju. Jika anak pertama laki-laki dan kedua perempuan situasinya tidak terlalu berat.
Namun jika yang tertua sukses,anak kedua akan mudah patah semangat dalam mencapai tempat
dibidang dan kegiatan apapun karena telah dikuasai oleh yang lebih tua. Sebagai hasilnya, anak
lahir kedua biasanya berkembang karakter yang sebaliknya dengan anak pertama. Jika anak
ketiga lahir, maka anak kedua bisa tertekan. 3) Anak Tengah. Seperti kelahiran kedua, anak
tengah mempunyai saudara yang berada di depan, tetapi juga mempunyai saudara yang dekat
dibawah. Tidak hanya ia harus bertahan tetapi ia merasa harus lari secepatnya untuk berada di
depan. Tergantung pada kemampuan saudara yang lain, anak tengah sering merasa kurang yakin
tentang kemampuannya atau dirinya sendiri. Kebolehannya adalah sosialnya bagus, mempunyai
banyak teman, karakteristik yang tidak dipunyai oleh kakak-kakaknya ataupun adik-adiknya.
4) Anak Bungsu. Anak bungsu sering mendapatkan dirinya sendiri dalam suatu posisi yang
cukup baik dalam keluarga karena mungkin dia dimanja, atau sebaliknya diabaikan oleh orang
tua atau saudara-saudaranya. Banyak hal yang harus dikerjakan oleh anak bungsu meliputi
pengambilan keputusan dan bertanggungjawab. Karena posisinya unik, anak bungsu mudah
putus asa dan mengembangkan perasaan rendah diri,mungkin karena terbatasnya harapan untuk
sukses, anak bungsu biasa menjadi paling sukses dalam keluarga. 5) Anak Tunggal. Anak
tunggal itu unik, ia tumbuh dalam lingkungan yang semuanya dewasa. Tidak ada anak lain yang
menyaingi. Jika orang tuanya mampu sekali, anak tunggal kadang kadang menemui kesulitan
dalam berkompetisi, sehingga ia bisa putus asa dan mungkin menutup diri sebagai
kompensasinya. Jika anak tidak bisa menjadi bagus dengan cara-cara yang positif dan konstruktif
mungkin ia menjadi baik dalam perilaku yang salah. Anak seperti itu tidak ada harapan untuk
dapat bertanggungjawab. Sebaliknya beberapa anak tunggal menerima begitu banyak perhatian
dan layanan dari orang dewasa. Anak semacam ini tidak putus asa, ia hanya tak pernah maju.
Seiring pula anak tunggal menjadi egosentris, ia tidak pernah mau berbagi apapun kepada yang
lain. Selain itu, anak tunggal juga senang menjadi pusat perhatian.
2. Proses Terapi
Corey (2009, 1991) mengemukakan proses terapi atau konseling aliran Adler yang
didasarkan kepada kolaborasi antara konseli dan konselor. Pada umumnya proses terapi
mencakup : (1) membentuk hubungaan berdasarkan saling menghormati, (2) investigasi
psikologi secara keseluruhan atau asesmen gaya hidup (3) membuka tujuan yang salah dan
asumsi yang salah yang ada dalam gaya kehidupan konseli, dan (4) reedukaasi terhadap konseli
untuk mencapai kehidupan yang sangat bermanfaat.
Arher Jr. & Mc.Carthy (2007) mengemukakan ada 5 tahap konseling dan terapi menurut
aliran Adler, yaitu :
a) Mewujudkan hubungan yang baik dengan konseli
b) Menganalisis dan membuat hipotesis tentang gaya hidup
c) Ekplorasi gaya hidup. Ini merupakan jantung dari terapi aliran Adler. Tahap ini adalah
pengumpulan informasi dan proses belakang hidupnya. Terapis makin dapat
1) Dalam konseling dan terapi konseli cenderung mempertahankan gaya hidup mereka.
Resisten untuk berubah ini disebabkan karena gagal berubah. Gagal berubah karena
mereka tidak tahu kesalahan dalam pikiran mereka atau tujuan tingkah laku mereka,
tidak tahu apa yang dikerjakan secara berbeda dan takut meninggalkan pola lama ke
pola baru. Karena itu, konseling perlu memusatkan kerjanya pada outcome yang
diinginkan dan memperkuat gaya hidup yang dapat menjadi blueprint bagi tindakan
mereka.
2) Dalam terapi, konseli mengeksplorasi periode logic, yaitu konsep mengenai diri,
orang lain, dan kehidupan yang membentuk dimana gaya hidup seseorang dilandasi.
Private logic mencakup keyakinan kita yang kuat yang memperlancar minat sosial
dan menjadi anggota sosial yang konstruktif. Masalah konseli muncul karena
kesimpulan didasarkan pada private logic mereka yang tidak pas dengan tuntutan
kehidupan sosial. Inti pengalaman terapi terdiri dari penemuan konseli tentang tujuan
tingkah laku atau simtom dan kesalahan dasar berkaitan dengan perjuangan mereka
belajar mengoreksi asumsi dan kesimpulan yang salah adalah sentral terapi.
3) Contoh konkret kasusu pria setengah baya yang depresi yang memulai terap dan
setelah gaya hidupnya selesai diasesmen diperoleh kesalahan dasar berikut :
a. Ia berkeyakinan bahwa tak seorang pun dapat memperhatikan dia
b. Ia menolak orang sebelum mereka memperoleh kesempatan menolak dia
c. Ia tidak puas pada dirinya sendiri, keinginanya mencapai kesempurnaan tak
tercapai
d. Ia berharap bahwa berbagai hal akan jarang berhasil dengan baik
e. Ia membebani dirinya sendiri dengan rasa bersalah karena ia membiarkan orang
lain sensara.
Orang ini cenderung bergantung pada kehidupan lamanya, pesimistis dan
menghindari kontak dengan orang lain. Dalam terapi orang ini akan belajar bagaimana
menghadapi struktur private logicnya.
d. Hubungan antara terapi dan konseli
Corey (2009, 1991) mengemukakan hubungan antara terapis dan konseli yang baik
adalah adanya kesamaan yang didasarkan pada kerja sama, saling mempercayai, menghormati,
menjaga rahasia, kolaboratif, dan menyepakati tujuan. Mereka sangat menghargai contoh
komunikasi dan tindakan konselor yang baik. Sejak awal terapi, hubungan tersebut bersifat
kolaboratif, ditandai oleh dua orang kerjasama mencapai tujuan yang spesifik yang disepakati
bersama. Carisan, dkk (2006) menegaskan bahwa pengembangan hubungan terapi yang kuat
adalah sangat penting untuk mencapai tujuan yang sukses. Karena itu, Dinkmeyer dan Sperry
(2000) menyatakan bahwa sejak awal konseling, konseli perlu merumuskan rencana atau
kontrak, merinci apa yang mereka inginkan, bagaimana rencana mereka untuk mencapai tujuan,
apa yang menghalangi pencapaian tujuan mereka secara sukses, bagaimana mereka dapat
mengubah tingkah laku tak produktif menjadi konstruktif dan bagaimana mereka bisa
menggunakan asset mereka secara penuh untuk mencapai tujuan. Kontrak terapi ini mematok
tujuan proses konseling dan menspesifikasi tanggungjawab terapis dan konseli. Membuat
kontrak bukan keharusan dalam terapi Adler, tetapi kontrak dapat menjadikan focus terapi
menjadi kuat.
3. Aplikasi Prosedur dan Teknik Terapi
Corey (2009) mengemukakan pendapat Dreikurs 1967 tentang struktur proses konseling
aliran Adler yang terdiri dari empat tahap dan tujuan yaitu :
1) Mewujudkan hubungan terapi yang baik
2) Mengeskplorasi dinamika psikologis konseli (asesmen)
3) Mendorong perkembangan pemahaman diri (insight) terhadap tujuan
4) Membantu konseli membuat pilihan baru ( reorientasi dan reedukasi)
5)
Tahap 1 : Mewujudkan hubungan baik
Dalam tahap ini hendaknya dapat diciptakan hubungan baik antara terapis dan konseli,
suatu hubungan kolaboratif, kontak orang per orang. Hal ini dapat dicapai melalui :
a) Hubungan yang didasarkan pada rasa perhatian yang mendalam, keterlibatan, dan
pertemanan
b) Kemajuan terapi dimungkinkan hanya jika ada kesepakatan perumusan tujuan yang jelas
antara terapis atau konseli
c) Konseling akan efektif jika mengurusi isu-isu personal yang dikenal konseli sebagai
signifikan dan mau mengeksplor dan berubah
d) Hubungan orang per orang hendaknya dipisahkan pada orang bukan dimulai dari masalah
e) Cara menciptakan hubungan yang efektif adalah dengan membantu konseli menyadari
asset dan kekuatannya ketimbang kelemahan dan kekurangannya
f) Hubungan positif dapat dikembangkan melalui mendengarkan, merespons, menunjukkan
hormat kepada kapasitas konseli, tujuan, perubahan dan mewujudkan keyakinan, harapan
dan perhatian.
g) Konseli mengikuti terapi karena rasa kesenangannya dan kehormatan dirinya berkurang.
Mereka kurang yakin akan kemampuan mengatasi tugas hidupnya. Untuk itu, terapis
memberi support sebagai upaya mengatasi putus asa dan kurang keberanian.
h) Pada tahap awal ini, teknik utama yang digunakan terapis adalah menerima dan
mendengarkan dengan empati, mengikuti pengalaman subjektif konseli sedekat mungkin,
mengidentifikasi dan mengklarifikasi tujuan dan menyarankan apa yang akan terjadi
dengan tujuan yang berkaitan dengan simtom, tindakan dan interaksi.
i) Konselor aliran Adler dalam tahap awal ini umumnya aktif. Ia memberikan struktur dan
membantu konseli merumuskan tujuan personal, melaksanakan asesmen psikologi dan
mmberikan interpretasi.
Tahap 2 : mengeksplorasi dinamika psikologis individu
Tujuan tahap kedua konseling aliran Adler adalah memperoleh pemahaman yang lebih
mendalam tentang gaya hidup individu. Untuk itu dalam fase ini, dilakukan asesmen yang
fokusnya adalah pada kontek budaya dan sosial konseli. Asesmen gaya hidup ini menurut Archer
Jr. & Mc. Carthy (2007) dapat dilaksanakan dengan kuesioner dan wawancara. Kuesioner
tersebut bisa diterima lewat email dan diisi secara interaktif lewat website. Sebaliknya, Corey
(2009) menyatakan asesmen terhadap gaya hidup dilakukan melalui wawancara. Drekurs 1997
(Corey, 2009) menyatakan bahwa wawancara dalam rangka asesmen gaya hidup itu meliputi
wawancara subjektif dan wawancara objektif.
a) Wawancara subjektif
-
Wawancara subjektif harus mengikuti rasa heran, terkesimak, dan minat. Apa kata
konseli akan menarik minat konselor dan secara alami menuntun ke pertanyaan
berikutnya tentang konseli dan ceritakan kehidupannya
Pada bagian akhir wawancara ini, terapis bertanya : apakah masih ada yang anda pikir
saya perlu tahu untuk memahami anda dan urusan anda?
b) Wawancara objektif
Wawancara objektif berusaha menemukan informasi tentang :
-
Sejarah sosial
Asesmen gaya hidup untuk menemukan konstelasi keluarga dan sejarah kehidupan awal
anak
c) Konstelasi keluarga
Adler (Corey 2009) menyatakan bahwa keluarga asal mempunyai pengaruh sentral terhadap
kepribadian seseorang. Melalui konstelasi keluarga sikap orang membentuk pandangannya
yang unik mengenai diri sendiri, orang lain dan kehidupan. Asesmen aliran Adler
menekankan pada eksplorasi terhadap konstelasi terhadap konseli, termasuk evaluasi konseli
tentang kondisi yang ada pada keluarga ketika orang masih kanak-kanak, urutan kelahiran,
hubungan orang tua dan nilai-nilai keluarga, keluarga besar dan budaya.
Beberapa pertanyaan yang biasa digunakan adalah :
Siapa anak kesayangan ?
Bagaimana hubungan ayah kamu dengan anak-anak?
Begitu pula dengan ibumu ?
Anak mana yang paling senang ayah kamu? Begitu juga dengan ibumu? Mengapa?
Siapa diantara saudaramu yang paling berbeda dari kamu? Dalam hal apa?
Siapa diantara saudaramu yang paling menyukai kamu, mengapa?
Apa yang kamu sukai sebagai anak?
dengan kosnelor. Dengan cara itu konselor dan konseli memahami motivasi konseli, cara di
mana motivasi ini sekarang menyambung pada pemecahan masalah dan apa yang dapat dikerjaan
konseli untuk mengoreksi situasi. Gladding (2005) menambahkan teknik interpretasi di mana
konselor harus bersikap empati, yaitu ikut merasakan apa yang dirasakan konseli.
Tahap 4 : Reorientasi dan redukasi
Corey (2009), Archer Jr. & McCarthy (2007) dan Gladding (2005) mengemukakan
bahwa tahap empat ini merupakan tahap akhir dari proses terapi yaitu meletakkan insight
kedalam praktek untuk mencapai perubahan tingkah laku. Dalam tahap ini konselor memusatkan
bantuannya pada membantu konseli menemukan perspektif baru yang lebih mendasar. Konseli
diberi dorongan dan tantangan untuk mengembangkan keberanian mengambil risiko dan
membuat perubahan dalam hidup mereka.
Corey (2009) menyatakan bahwa perubahan itu difasilitasi melalui perubahan dalam
kesadaran, yang sering terjadi selama sesi terapi dan kemudian ditransformasi ke dalam tindakan
di luar ruangan terapi.
Corey (2009), mengatakan bahwa aliran Adler tertarik lebih sekedar mengubah tingkah
laku, tetapi juga reorientasi. Reorinetasi ini meliputi pengubahan, anjuran, interaksi, proses dan
motivasi. Dalam beberapa kasus, orang hanya memerlukan reorientasi terhadap sisi manfaat
kehidupan. Sisi manfaat ini meliputi rasa mejadi bagian dan dihargai, mempunyai minat terhadap
orang lain dan kesejahteraannya, keberanian, penerimaan akan kekurangan, ketentraman, rasa
humor, keinginan berkontribusi, dan persahabatan yang akrab. Sisi kehidupan kurang bermanfaat
ditandai oleh minat diri yang berlebihan, menarik diri dari tugas-tugas hidup, memproteksi diri
atau bertindak melawan sesama. Orang semacam ini menjadi kurang fungsional dan lebih mudah
kena sakit jiwa. Terapi aliran Adler gigih melawan rasa rendah diri, isolasi, menarik diri dan
sebaliknya berusaha membantu konseli memperoleh keberanian dan menghubungkan kekuatan
dalam diri mereka sendiri, orang lain dan kekehidupan.
Selain reorintasi, selama terapi tahap akhir ini juga dilakukan reedukasi yaitu mengajari,
membimbing, menyediakan informasi, dan memberikan dorongan kepada konseli yang putus
asa. Corey (2009) menegaskan bahwa dalam tahap ini tidak ada intervensi yang lebih penting
selain memberi dorongan. Namun, sebagaimana yang dikemukakan Carlson, dkk (2006), Archer
Jr & McCarthy (2007), Gladding dan Mosak & Maniacci (2008) bahwa terapi aliran Adler
menggunakan banyak teknik yang berbeda-beda untuk terjadi perubahan, bahkan beberapa
teknik dipinjam dari model terapi lain. Teknik-teknik itu meliputi : memberi dorongan, memberi
tugas, nasihat, humor, diam, maksud yang berlawanan, berakting, as if, catching ones self,
menggunakan push button, avoiding the tar baby, creating emage, spitting in the clients song,
dsb. Milliren, dkk (Corey, 2009) mengingatkan bahwa terapis bebas menggunakan teknik lain
sepanjang teknik itu secara filosofis konsisten dengan psikologi aliran Adler. Dilihat dari sini
maka aliran Adler itu bersifat pragmatis. Tetapi secara umum praktisi aliran Adler memusatkan
pada modifikasi motivasi ketimbang mengubah tingkah laku dan mendorong konseli melakukan
perubahan secara holistik pada sesi kehidupan yang bermanfaat. Semua konseling adalah usaha
kooperatif dan membuat suatu berbeda bergantung pada kemampuan konselor untuk menjadikan
konseli kooperatif.
Teknik-teknik yang digunakan dalam tahap empati ini akan didiskusikan secara singkat,
berikut ini (Archer Jr. & McCarthy, 2007; Gladding, 2005) :
a) Memberi dorongan
Teknik ini digunakan dalam semua usaha terapi. Semula konseli kurang bersemangat, sering
merasa putus asa. Setelah mengikuti konseling di mana konselornya memberi harapan,
empati dan memahami maka dapat membantu konseli mengembangkan harapan yang positif
tentang konseling. Dorongan juga penting dalam tahap reorientasi, yaitu ketika konseli harus
menentukan mengambil resiko dan mencoba cara berpikir dan bertindak yang baru. Kadangkadang dorongan mengambil bentuk memahami gaya hidup yang salah. Namun keyakinan
ini tetap salah dan menimbulkan masalah dalam kehidupan konseli saat ini, mereka masih
bermanfaat dan melindungi pertama kali ditemukan.
Ambil contoh kasus Nanik yang nyaris diperkosa oleh teman kakaknya waktu kecil.
Nanik
: Saya tahu saya harus belajar mempercayai orang .... saya baru saja
mempererat hubungan. Mengapa saya mengusir orang?
Konselor
: Saya kira anda tahu mengapa, bukan?
Nanik
: Anda betul. Saya tahu hal itu karena sesuatu terjadi pada saya ketika saya
masih kanak-kanak.
Konselor
: kamu tahu, walaupun dilindungi menyebabkan kamu bermasalah sekarang
kedengarannya menurut saya seperti cara yang cukup bagus berurusan
perkosaan yang kamu derita semasa kecil. Saya takut pada kamu yang
masih kelihatan sangat kuat dengan menemukan cara mengatasinya itu
Nunik
: saya rasa itu benar, tetapi saya tak ingin merahasikan seperti ini.
b) Menyiapkan tugas
Penyiapan tugas dilakukan untuk membantu konseli mengambil langkah kecil dalam berpikir
dan berprilaku dalam cara yang baru dan berbeda. Terapis membantu konseli menyiapkan
rencana untuk mencoba tugas yang mungkin dapat dikerjakan dengan sukses. Jika ini terjadi
dalam cara yang langsung, maka ini sama dengan cara terapi tingkah laku dalam mengajar
perilaku baru. Ini umumnya terjadi selama tahap reorientasi sebagai cara meyakinkan konseli
bahwa perubahan memang diperlukan. Ini pula sebagai cara membantu konseli mengubah
pola tingkah laku lama yang selalu mejadi kebiasaan.
c) Menggunakan konfrontasi
Dalam teknik ini konseli diminta untuk meningkatkan simtom atau perilaku bermasalah.
Sebagai contoh, orang yang merasa tidak nyaman jika ia berada di sekeliling orang tak
dikenal, ia bersama orang yang tidak dikenal. Ide dibalik pendekatan ini adalah bahwa
konseli akan memperoleh kesadaran baru mengenai simptom, belajar mengontrol simptom
dan menetukan bahwa hal itu adalah sesuatu yang ingin diubah.
Halaman 107-110
5. Terapi Adler dilihat dari Aspek Multikultural
a. Kekuatan
Dilihat dari perspektif multicultural, terapi aliran Adler ini menurut pendapat beberapa
ahli sebagaimana dikemukakan oleh Corey (2009) adalah
1) Teori Adler diarahkan pada isu persamaan sosial dan kesesuaian sosial dari kehidupan
manusia (Watts & Pietrzak 2000 dalam Corey, 2009)
2) Adler memperkenalkan pandangan yang mempunyai implikasi terhadap multicultural
yang sangat relevan saat ini sebagaimana dilakukan zaman Adler. Beberapa pandangan
itu meliputi: (a) pentingnya kontak budaya, (b) penekanan pada kesehatan sebagai lawan
dari patologi, (c) perspektif kehidupan holistic, (d) nilai pemahaman individu dalam hal
tujuan inti mereka, (e) kemampuan melakukan kebebasan dalam konteks hambatan yang
bersifat sosial, dan (f) melakukan pendekatan proaktif dalam mengalami masalah dengan
mengutamakan pencegahan dan pengembangan (Pedrson dalam Corey, 2009). Konsep
Adler mengenai holistic oleh Pedrson diartikulasikan sebagai pusat budaya atau
pendekatan multicultural dalam konseling Hal senada dikemukakan oleh Carlson dan
Englar Carlson (2008) bahwa teori Adler sangat cocok untuk konseling terhadap
populasi yang beragam dan mengerjakan pekerjaan pengabdian sosial.
3) Walaupun pendekatan Adler dinamakan psikologi individual tetapi pendekatan itu
dipusatkan pada orang dalam konteks sosial. Pendekatan ini mengarah pada isu-isu
budaya baik dalam proses pengukuran maupun treatmen. Dalam pengukuran konseli
diminta mendeskripsikan dirinya sendiri di dalam lingkungan sosial mereka. Dalam
terapi dipertimbangkan hal hal yang berkaitan dengan umur, etnik, gaya hidup dan
perbedaan gender. Teknik yang digunakan sangat fleksibel dapat diambil dari berbagai
teori yang dapat diterapkan untuk populasi konseli yang bervariasi. Proses terapi
didasarkan pada budaya dan pandangan dunia konseli ketimbang upaya menyesuaikan
konseli ke dalam model-model yang sudah ada.
4) Dalam pendekatan konseling, Arciniega & Newlon (Corey, 2009) mengatakan bahwa
teori Adler sangat menjanjikan bagi isu-isu keberagaman seperti nilai berbagai
rasa,budaya dan kelompok etnik yang meliputi pemahaman individu dalam kontak
keluarga dan sosiokultural ; peran minat sosial dan sumbangannya pada orang lain ; dan
pemusatan pada semangat kebersamaan.
5) Terapis aliran Adler cenderung memusatkan pada kerjasama dan berorientasi pada nilainilai sosial sebagai lawan terhadap nilai nilai individualistic dan kompositf.
6) Aliran Adler menekankan pada cara subjektif dimana orang memandang dan menafsirkan
dunia mereka yang mengarah pada penghargaan terhadap nilai dan persepsi untuk
konseli. Konselor aliran Adler menggunakan interpretasi sebagai kesempatan bagi konseli
untuk memandang berbagi hal dari pandangan yang berbeda dan tergantung pada konseli
untuk menentukan pilihannya. Aliran Adler tidak menentukan bagi konseli untuk apa
mereka perlu berubah atau apa tujuan mereka, tetapi mereka kerjasama secara kolaboratif
dengan konseli dengan cara cara yang memungkinkan mereka mencapai tujuan mereka
sendiri.
7) Teori Adler bukan saja cocok dengan nilai-nilai orang dari kelompok budaya yang
beragam, tetapi pendekatan ini memberikan fleksibilitas dalam menerapkan teknik mulai
rentang kognitif dan yang berorientasi tindakan dalam membantu konseli mengeksplorasi
masalah praktikal mereka dalam konteks budaya. Praktisi aliran Adler tidak berpihak
pada prosedur tertentu, tetapi mereka memiliki teknik yang pas dengan setiap situasi
konseli. Begitu juga dalam asesmen, mereka menggunakan asesmen gaya hidup yang
dipusatkan pada struktur dan dinamika dalam keluarga konseli.
8) Konselor aliran Adler sangat sensitive terhadap isu gender dan budaya. Ia ahli jiwa
pertama yang membela persamaan kaum wanita. Ia memahami bahwa laki-laki dan
wanita itu berbeda dalam berbagai hal tetapi ia menyadari bahwa dua gender itu memiliki
nilai dan respek yang sama. Respek dan apresiasi terhadap budaya gender yang berbeda.
Aliran Adler menekankan dalam budaya yang berbeda kesempatan untuk melihat diri
sendiri, orang lain dan dunia dalam cara multidimensional.
b. Kekurangan
Corey (2009) mengemukakan beberapa kelemahan pendekatan aliran Adler yang meliputi
:
1) Cenderung melakukan pada self sebagai pusat kendali perubahan dan tanggungjawab
karena budaya lain mempunyai konsepsi yang berbeda maka penekanan utama pada
perubahan otonomi self bisa menjadi masalah bagi konseli yang berbeda budaya.
2) Asumsi mengenai konsep nuclear family yang meliputi urutan kelahiran dan konstelasi
keluarga jika digunakan pada konteks extended family maka konsep ini bisa kurang
relevan atau setidaknya memerlukan penyesuaian kembali
3) Teori Adler lemah untuk konseli dari budaya yang tidak tertarik dalam eksplorasi
pengalaman masa kanak-kanak, ingatan awal, pengalaman keluarga, dan mimpi.
Pendekatan ini juga lemah bagi konseli yang tidak mengerti tujuan mengeksplorasi
secara rinci gaya hidup jika menghadapi masalah kehidupan saat ini.
4) Terapis aliran Adler akan mengalami kesulitan jika menghadapi konseli yang
menganggap konselor sebagai ahli dan meminta konselor sebagai pemecahan terhadap
masalahnya. Sebab konselor tidak ahli memecahkan masalah konseli, tetapi ia akan
mengajari konseli alternative cara mengatasi masalah kehidupan
5) Banyak konseli yang enggan mendiskusikan bidang kehidupannya yang mungkin ia tidak
melihat ada kaitannya dengan masalah yang ia hadapi. Konseli menganggap tidak layak
mengungkap rahasia keluarga. Terapis harus memahami budaya konseli agar ia mampu
membuat konseli self-disclose