Kel 12 - Mempersiapkan Konselor Komunitas Yang Kompeten - Lanny & Trias
Kel 12 - Mempersiapkan Konselor Komunitas Yang Kompeten - Lanny & Trias
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi sebagai salah satu
persyaratan Mata Kuliah Bambingan dan Konseling Komunitas
Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Muhammad Nur Wangid, M.Si
Disusun oleh :
Lanny Ilyas Wijayanti 221113254009
Trias Maulin Tarlia 22113251037
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu misi program dalam setting komunitas ?
2. Apa itu infus kurikulum dalam setting komunitas ?
3. Apa itu Pernyataan Posisi Konselor untuk Keadilan Sosial tentang
Infusi Kompetensi Advokasi ke dalam program Pendidikan Konseling
dan Konselor ?
4. Apa itu Pendekatan Konseling Ekspansif dan Kontekstual dalam setting
komunitas ?
5. Apa itu Pembelajaran Eksperiensial dalam setting komunitas ?
6. Apa itu belajar sepanjang hayat dalam setting komunitas ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui misi program dalam setting komunitas
2. Untuk mengetahui infus kurikulum dalam setting komunitas
3. Untuk mengetahui Pernyataan Posisi Konselor untuk Keadilan Sosial
tentang Infusi Kompetensi Advokasi ke dalam program Pendidikan
Konseling dan Konselor
4. Untuk mengetahui Pendekatan Konseling Ekspansif dan Kontekstual
dalam setting komunitas
5. Untuk mengetahui Pembelajaran Eksperiensial dalam setting komunitas
6. Untuk mengetahui belajar sepanjang hayat dalam setting komunitas
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Misi Program
Mempersiapkan individu untuk menjadi seorang konselor tidak
sesederhana mengintegrasikan konten kursus atau membuat tugas yang
dirancang untuk kompetensi advokasi melainkan mengembangkan budaya
advokasi di seluruh program konseling (Lewis et al., 2011). Budaya
advokasi dimulai dengan pmisi program yang didalamnya membentuk
sebuah harapan pada individu dan meletakan dasar untuk belajar dan
mengajar, dalam setiap pernyataan misi memcontohkan komitmen
terhadap multikulturalisme dan keadilan sosial. Conntoh misi program
yaitu sebagai berikut:
B. Kurikulum
Dokumen kompetensi yang dikembangkan oleh ACA banyak
dipergunakan oleh program Pendidikan konselor, dokumen kompetensi
tersebut meliputi kompetensi konseling multicultural, kompetensi
advokasi, selain itu divisi dari ACA telah mengembangkan dan
menyebarluaskan kompetensi untuk konseling pada konseli gay, lesbian,
biseksual dan transgender (LGBT) dan Kompetensi ALGBTIC untuk
konseling pada konseli transgender.
1. Kompetensi Multikultural
Kompetensi Konseling Multikulural (MCC) diperkenalkan dan
telah terbukti melahirkan transformasi dalam profesi konselor. Hampir
semua program konseling mencangkup bahasan multikulturalisme,
dan lebih sedikit yang berhasil menanamkan kompetensi
multikulturalisme pada kulrikulumnya. Terlepas dari kode etik ACA
(2005) yang secara eksplisit Pendidikan konselor aktif menanamkan
kompetensi keragaman multicultural dalam praktik pelatihan dan
pengawasan. Secara aktif mahamahamahasiswa di latih untuk
mendapatkan kesadaranm pengetahuan, keterampilan dalam
kompetensi praktik multicultural.
2. Kompetensi keanekaragaman
Kompetensi multicultural diakui secara luas sebagai inti dari
praktik konseling yang baik, namun beberapa masih mempertanyakan
tingkat inklusivitas yang tersirat dalam definisi multikulturalisme.
Masalah yang memisahkan adalah apakah individu yang lesbi, gay,
biseksual dan transgender (LGBT) harus dimasukan atau tidak di
bawah paying multikulturalisme.
Sebagian orang memiliki pandangan yang sempit tentang
multikulturalisme dan mungkin juga mengabaikan populasi lain,
namun masalah LGBT sangat mencolok karena ternyata masih banyak
profesi yang mengakui ketidaknyamanan. Sebagai pemegang profesi
konseling pendidik konselor berkewajiban untuk memastikan supaya
mahamahamahasiswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan
kesadaran yang diperlukan untuk bekerja secara afirmatif dan etis
dengan individu LGBT.
Kompetensi ALGBTIC untuk konseling pada konseli gay, lesbian,
biseksual dan transgender (LGBT) menggambarkan kompetensi
konseling di seluruh kategori pertumbuhan dan perkembangan
manusia meliputi hubungan sosial dan budaya, kerja kelompok,
pengembangan karir dan gaya hidup, penilaian, penelitian dna
orientasi professional. Kompetensi difokuskan hampir seluruhnya
pada konseling di setiap bidang penekanan yang dibahas dan
memungkinkan konselor menjadi kompeten akan mengikuti jalan
menuju advokasi keadilan sosial.
3. Kompetensi advokasi ACA
Kompetensi advokasi melengkapi dan dibangun diatas kompetensi
multicultural. PKS membuka jalan bagi kompetensi advokasi dalam
du acara, yaitu; (a) Mereka menunjukan bahwa serangkaian
kompetensi yang dipikirkan dengan baik dan mudah dipahami dapat
memainkan peran sebagai kunci dalam pengembangan professional,
(b) mereka memastikan kehadiran populasi konselor yang kompeten
secara multicultural yang dapat menjadi garda depan gerakan keadilan
sosial.
E. Pembelajaran Eksperiensial
Tidak seorang pun akan menganggap mungkin bagi seorang
mahamahamahasiswa untuk mendapatkan gelar dan memasuki profesi
konseling tanpa pernah melihat konseli di bawah pengawasan. Sampai saat
ini, bagaimanapun, sangat sedikit program konseling yang menawarkan
kesempatan kepada mahamahasiswa mereka untuk berpartisipasi dalam
upaya penjangkauan masyarakat atau untuk memiliki pengalaman
advokasi kehidupan nyata. Sekarang konselor diharapkan untuk
menunjukkan kompetensi dalam keadilan sosial dan advokasi, lebih
penting dari sebelumnya bahwa mahamahasiswa terlibat dalam KKN.
Program pendidikan konselor harus memastikan bahwa mahamahasiswa
memiliki pengalaman dalam dua bidang umum: (a) keterlibatan dalam
menjangkau orang- orang yang tertekan atau terpinggirkan dan (b)
partisipasi dalam upaya advokasi di arena publik.