Anda di halaman 1dari 83

MAKALAH

KESEHATAN MENTAL

“DSM 5-2”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Kesehatan Mental

Dosen Pengampu : Sri Adi N, S.Psi, MM

Disusun oleh :

1. Puji Rachmawati (1119500025)


2. Vivi Triyani (1119500044)
3. Elang Aulia Febrian S (1119500049)
4. Pristi Aidy Sundari (1120600002)

BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Kesehatan Mental “DSM 5-2”

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas
mata kuliah Kesehatan Mental yang diampu oleh Ibu Sri Adi N, S.Psi, MM.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
Kesehatan Mental “DSM 5-2” bagi para pembaca dan juga penulis. Kami
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sri Adi N, S. Psi, MM selaku dosen
pengampu mata kuliah Kesehatan Mental yang telah memberikan tugas ini,
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami.

Kami menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi makalah yang lebih
baik di waktu yang selanjutnya.

Tegal, 4 November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................

DAFTAR ISI...................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................
C. Tujuan Pembahasan..............................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Sleep-Wake Disorders............................................................................
B. Sexual Dysfunctions..............................................................................
C. Gender Dysphoria..................................................................................
D. Disruptive, Impulse-Control, and Conduct Disorders...........................
E. Substance-Related and Addictive Disorders..........................................
F. Neurocognitive Disorders......................................................................
G. Personality Disorders.............................................................................
H. Paraphilic Disorders...............................................................................
I. Other Mental Disorders..........................................................................
J. Medication-Induced Movement Disorders and Other Adverse Effects of
Medication.............................................................................................
K. Other Conditions That May Be a Focus of Clinical Attention..............
L. Assessment Measures............................................................................
M. Cultural Formulation..............................................................................
N. Alternative DSM-5 Model For Personality Disorders...........................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...........................................................................................
B. Saran.....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan Sleep-Wake Disorders ?
2. Bagaimana penjelasan Sexual Dysfunctions ?
3. Bagaimana penjelasann Gender Dysphoria ?
4. Bagaimana penjelasan Disruptive, Impulse-Control, and Conduct
Disorders ?
5. Bagaimana penjelasan Substance-Related and Addictive Disorders ?
6. Bagaimana penjelesan Neurocognitive Disorders ?
7. Bagaimana penjelasan Personality Disorders ?
8. Bagaimana penjelasan Paraphilic Disorders ?
9. Bagaimana penjelasan Other Mental Disorders ?
10. Bagaimana penjelasan Medication-Induced Movement Disorders and
Other Adverse Effects of Medication ?
11. Bagaimana penjelasan Other Conditions That May Be a Focus of
Clinical Attention ?
12. Bagaimana penjelasan Assessment Measures ?
13. Bagaimana penjelasanCultural Formulation ?
14. Bagaimana penjelasan Alternative DSM-5 Model For Personality
Disorders ?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui Sleep-Wake Disorders
2. Untuk mengetahui Sexual Dysfunctions
3. Untuk mengetahui Gender Dysphoria
4. Untuk mengetahui Disruptive, Impulse-Control, and Conduct
Disorders
5. Untuk mengetahui Substance-Related and Addictive Disorders
6. Untuk mengetahui Neurocognitive Disorders
7. Untuk mengetahui Personality Disorders
8. Untuk mengetahui Paraphilic Disorders
9. Untuk mengetahuiOther Mental Disorders
10. Untuk mengetahui Medication-Induced Movement Disorders and
Other Adverse Effects of Medication
11. Untuk mengetahui Other Conditions That May Be a Focus of Clinical
Attention
12. Untuk mengetahui Assessment Measures
13. Untuk mengetahui Cultural Formulation
14. Untuk mengetahui Alternative DSM-5 Model For Personality
Disorders
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Sleep-Wake Disorders (Gangguan Tidur)


Klasifikasi DSM-5 dari gangguan tidur (sleep-wake disordes) dibuat
untukdigunakan oleh klinisi kesehatan jiwa dan klinisi medis secara umum
(seperti perawatan pasien dewasa, geriatri, dan pediatrik). Gangguan
tidurmencakup 10gangguan: gangguan insomnia, gangguan hipersomnolen,
narkolepsi, gangguantidur yang berhubungan dengan pernapasan, gangguan
tidur ritme sirkadian,gangguan tidur non-rapid eye movement (NREM),
restless leg syndrome, dangangguan tidur yang diakibatkan oleh senyawa atau
obat-obatan. Individu yangmemiliki ganggan-gangguan tersebut biasanya
datang dengan keluhanketidakpuasan saat tidur, mencakup kualitas, waktu,
dan jumlah waktu tidur, yangkemudian dapat menyebabkan distress saat siang
hari dan gangguan dalam beraktivitas.
Bab ini dibuat untuk memfasilitasi diagnosis banding dari keluhan
gangguan tidur dan untuk mengklarifikasi kapan dapat dirujuk ke spesialis
gangguan tiduruntuk mendapatkanassessment dan rencana terapi yang sesuai.
Nosologi DSM-5 menggunakan pendekatan yang sederhana dan bermakna
secara klinis, sembari melihat perkembangan riset pada aspek epidemiologi,
genetik, patofisiologi,assessment, dan intervensi sejak DSM-IV. Pada
beberapa kasus (seperti gangguanindomnia), digunakan pendekatan
“lumping”, sedangkan di lain kasus (seperti narkolepsi), digunakan
pendekatan “splitting”, menilai ketersediaan validator yang diambil dari
penelitian-penelitian epidemiologis, neurobiologis, dan intervensi.
Gangguan tidur sering disertai oleh depresi, ansietas, dan perubahan
kognitif yang juga harus ikut disertakan dalam perencanaan pengobatan.
Selain itu, gangguan tidur yang persisten (insomnia dan rasa mengantuk yang
berlebihan) merupakan faktor risiko dari perkembangan gangguan mental dan
gangguan penggunaan obat. Gangguan-gangguan tersebut juga menunjukkan
ekspresi gangguan mental dalam bentuk prodromal sehingga diharapkan dapat
dilakukan intervensi dini untuk mencegah episode yang meledak-ledak.
Diagnosis banding dari keluhan gangguan tidur membutuhkan pendekatan
multidimensional, dengan pertimbangan akan adanya kondisi medis dan
neurologis yang menyertai. Gangguan tidur bisa jadi merupakan indikator
yang penting dari kondisi medis dan neurologiss yang sering muncul
bersamaan dengandepresi dan gangguan mental umum lainnya. Salah satu
bentuk komorbid yang menonjol adalah gangguan tidur yang berhubungan
dengan pernapasan, kelainan pada paru dan jantung (seperti CHF, COPD),
kelainan neurodegeneratif (seperti Alzheimer), dan kelainan sistem
muskuloskeletal (seperti osteoartritis). Kelainan-kelainan tersebut tidak hanya
dapat mengganggu tidur, namun juga bertambah berat saat pasien sedang tidur
(misalnya apnea prolong atau aritmia pada EKD selama fase REM tidur; fase
bangun dengan konfusi pada pasien dengandemensia; kejang pada orang
dengan kejang parsial kompleks). Gangguan tidur REM sering menjadi
indikator diri dari kelanan neurodegeneratif (alfasynucleinopati) seperti pada
penyakit Parkinson. Karena itu, diagnosis banding, komorbid klinis, dan
fasilitasi perencanaan pengobatan dari gangguan tidur akan dibahas dalam
DSM-5.
Pendekatan yang digunakan dalam klasifikasi gangguan tidur pada DSM-
5dapat dipahami sebagai konteks “lumping versus splitting”. DSM-IV
menjelaskan bagaimana cara menyederhanakan klasifikasi gangguan tidur
sehingga kemudianmengelompokkan diagnosis ke dalam label-label yang
lebih luas dengan lebihsedikit perbedaan. Di sisi lain, edisi ke-2 dari
International Classification of Sleep Disorders (ICSD-2) menjelaskan berbagai
subtipe diagnostik. DSM-IV dibuatuntuk digunakan oleh klinisi kesehatan
jiwa dan klinisi medis secara umum yang bukan merupakan ahli dalam
gangguan tidur. ICSD-2 memuat berbagai ilmu danopini dari komunias
spesialis gangguan tidur, dan dibuat untuk digunakan oleh spesialis.
Berbagai bukti mendukung karakteristik yang dinilai lebih superior dari
pendekatan diagnosis gangguan tidur secara lebih sederhana. Penjelasan yang
adadalam masing-masing kriteria diagnosis menyediakan tautan pada
gangguan yangsama pada ICSD-2. Klasifikasi gangguan tidur oleh DSM-5
jugamenspesifikasikan daftar keadaan psikiatri (seperti kode neurologi) dari
International Classification of Disease (ICD).
Gangguan tidur dalam bidang kedokteran telah berkembang
sejakditerbitkannya DSM-IV. Penggunaan validator biologis kini digunakan
juga dalam klasifikasi gangguan tidur DSM-5, terutama pada gangguan
mengantukyang berlebihan seperti narkolepsi; gangguan tidur yang
berhubungan dengan pernapasan; dan restless leg syndrome yang dapat
muncul bersamaan dengangerakan tungkai periodik selama tidur yang dapat
dideteksi via polysomnography.

GANGGUAN INSOMNIA

a. Kriteria Diagnosis
1. Keluhan utama berupa ketidakpuasan dengan kuantitas maupun
kualitastidur, yang berhubungan dengan satu (atau lebih) gejala
berikut.
2. Kesulitan dalam memulai tidur. (Pada anak-anak gejala ini dapat
bermanifestasi sebagai kesulitan memulai tidur tanpa intervensi
pengasuh).
3. Kesulitan dalam mempertahankan tidur, ditandai dengan
episodeterbangun yang berulang atau kesulitan untuk kembali tidur
setelahterbangun. (Pada anak-anak, gejala ini dapat bermanifestasi
sebagaikesulitan untuk kembali tidur ranpa intervensi pengasuh)
4. Episode terbangun pada dini hari dan ketidakmampuan untuk kembali
tidur.
b. Gangguan tidur menyebabkan distress yang signifikan secara klinis atau
gangguan dalam kehidupan sosial, bekerja, bersekolah, akademik,
perilaku,atau gangguan fungsional penting lainnya.
c. Kesulitan tidur terjadi paling tidak 3 malam dalam 1 minggu.
d. Kesulitan tidur muncul palng tidak selama 3 bulan.
e. Kesulitan tidur terjadi walaupun ada kesempatan tidur yang ada kuat.
f. Insomnia tidak dapat dijelaskan dengan dan tidak muncul khas
sepertigangguan tidur lain (misalnya narkolepsi, gangguan tidur yang
berhubungandengan pernapasan, gangguan tidur ritme sirkadian, dan
parasomnia).
g. Insomnia bukan merupakan edek fisiologis dari substansi tertentu
(misalnya penyalahgunaakn obat, obat terapi).
h. Gangguan mental dan medis yang ada tidak dapat menjelaskan secara kuat
mengenai keluhan utama insomnia yang muncul.

Perlu dirincikan apabila:

 Disertai dengan komorbid mental yang bukan gangguan tidur, termasuk


gangguan penyalahgunaan substansi.
 Disertai dengan komorbid medis lainnya.
 Disertai dengan gangguan tidur lainnya.
Perlu dirincikan juga:
 Episodik : Gejala berlangsung paling tidak selama 1 bulan namun kurang
dari3 bulan
 Persisten : Gejala berlangsung selama 3 bulan atau lebih
 Rekuren: Terjadi dua atau lebih episode dalam rentang waktu 1 tahun.
Catatan:
1. Insomnia akut dan short-term (yaitu gejala berlangsung kurang dari 3
bulannamun selain itu memenuhi semua kriteria lainnya seperti
frekuensi,intensitas, distress, dan/atau gangguan sosial) maka disebut
dengan gangguaninsomnia lainnya (other specified insomnia disorder
2. Diagnosis gangguan insomnia diberikan baik jika kondisinya muncul
secaradependen maupun dengan kondisi komorbid dengan gangguan
mental lain(seperti gangguan depresi mayor), kondisi medis lain (seperti
rasa nyeri), ataugangguan tidur lain (seperti gangguan tidur yang
berhubungan dengan pernapasan). Sebagai contoh, insomnia dapat
berkembang dengan sendirinyadisertai gejala-gejala ansietas dan depresi,
namun tanpa ditemukan gejala yangcukup memenuhi kriteria gangguan
mental apapun. Insomnia persisten bahkandapat menjadi faktor risiko
depresi dan seding menjadi gejala residual setelah pengobatan untuk
kondisi ini. Pada insomnia dengan komorbid gangguanmental, pengobatan
yang dilakukan harus ditargetkan pada kedua kondisitersebut. Pada
kondisi komorbid tersebut, tidak perlu menentukan aspeksebab-akibat di
antara keduanya, dan diagnosis insomnia dapat ditegakkandengan
spesifikasi bersamaan dengan kondisi klinis komorbidnya.
Diagnosisinsomnia yang dilakukan berasmaan hanya dapat
dipertimbangkan apabilainsomnianya cukup berat sehingga membutuhkan
perhatian klinis tersendiri.

1. Penegakkan Diagnosis
Keluhan utama pada gangguan insomnia adalah ketidakpuasan
dengankuantitas dan kualitas tidur dengan keluhan kesulitan dalam
memulai danmempertahankan tidur. Keluhan tidur tersebut disertai dengan
distress signifikansecara klinis atau gangguan pada kehidupan sosial,
pekerjaan, atau gangguanfungsional penting lainnya. Gangguan tidur dapat
terjadi bersamaan dengankondisi mental atau kondisi medis lainnya, dapat
juga muncul sendiri secara independen.
Manifestasi insomnia yang berbeda dapat muncul pada beberapa
waktu saat periode tidur. Sleep-onset insomnia (atauinitial insomnia)
mencakup kesulitanmemulai tidur saat waktunya tidur.Sleep maintenance
insomnia(atau middleinsomnia) mencakup episode terbangun yang
berulang sepanjang malam. Lateinsomnia mencakup episode terbangun
saat dini hari dengan ketidakmampuanuntuk kembali tidur. Kesulitan
untuk mempertahankan tidur merupakan gejalayang paling banyak muncul
pada insomnia, diikuti dengan kesulitan untukmemulai tidur, dengan
kombinasi kedua gejala ini merupakan manifestasi yang paling banyak
muncul secara umum. Tipe spesifik dari keluhan gangguan tidur bisa
berubah seiring berjalannya waktu. Individu dengan keluhan
kesulitanmemulai tidur dapat mengeluhkan keluhan kesulitan
mempertahankan tidur dikemudian hari, begitu pula sebaliknya. Gejala
kesulitan memulai danmempertahakn tidur dapat dikuantifikasi
berdasarkan laporan dari individutersebut, diari tidur, atau dengan metode
lain seperto aktigrafi dan polisomnografi,namun diagnosis gangguan
insomnia didasarkan pada persepdi subjektif individuterhadap tidurnya,
atau dari laporan pengasuh pribadinya.
Nonrestorative sleep atau keluhan kualitas tidur yang buruk yang
membuatseorang individu sekulitan untuk berisitirahat dikarenakan terus
menerusterbangun merupakan keluhan gangguan tidur yang umum dan
biasanya terjadi bersamaan dengan kesulitan memulai atau
mempertahankan tidur, namun dapat juga muncul sendiri tanpa gejala lain.
Keluhan ini juga dapat terjadi bersamaandengan gangguan tidur lainnya
(seperti gangguan tidur yang berhubungan dengan pernapasan). Ketika
keluhan nonrestorative sleep terjadi sendiri (tanpa gejala lain) namun
seluruh kriteria diagnosis lainnya terpenuhi, dapat ditegakkan
diagnosisgangguan insomnia lainnya (other specified insomnia disorder
atau unspecifiedinsomnia disorder ).
Selain dari kriteria frekuensi dan durasi yang dibutuhkan untuk
menegakkandiagnosis, terdapat kriteria tambahan yang berguna untuk
mengkuantifikasikeparahan insomnia. Kriteria kuantitatif ini digunakan
hanya untuk tujuan ilustratif. Sebagai contoh, kesulitan memulai tidur
didefinisikan sebagai fase latentidur subjektif lebih dari 20-30 menit,
sedangkan kesulitan mempertahankan tidurdidefinisikan sebagai fase
terbangun subjektif lebih dari 20-30 menit. Walaupun belum ada definisi
standar mengenai episode terbangun dini hari, gejala ini biasanya
digambarkan dengan episode terbangun estidaknya 30 menit
sebelumwaktu yang ditentukan dan sebelum durasi tidur total mencapai
6½ jam. Pentinguntuk mempertimbangkan waktu mulai tidur saat malam
sebelumnya. Terbangunsaat pukul 4 dini hari tidak memiliki signifikansi
klinis yang sama pada individuyang mulai tidur pukul 9 malam dengan
yang mulai tidur sejak pukul 11 malamharinya. Gejala tersebut juga dapat
dikarenakan penurunan kemampuan untukmempertahankan tidur yang
berhubungan dengan usia, atau karena pergeseranwaktu tidur yang
diakibatkan oleh usia.
Gangguan insomnia mencakup gangguan saat siang hari yang
diakibatkanoleh gangguan tidur saat malam harinya. Gejala ini mencakup
rasa lelah, rasamengantuk saat siang hari yang lebih sering muncul pada
individu dengan usialebih tua dan saat insomnia muncul komorbid dengan
kondiri medis lain (sepertinyeri kronis) atau gangguan tidur lain (seperti
apnea saat tidur). Gangguankognitif dapat berupa kesulitan dalam
memusatkan perhatian, konsentrasi, danmemori, bahkan untuk melakukan
keterampilan manual sederhana sekalipun.Gangguan mood yang
berhubungan biasanya muncul dalam bentuk iritabilitasatau labilitas mood,
dan dalam bentuk gejala depresif atau ansietas walaupunlebiih jarang
muncul. Tidak semua individu dengan gangguan tidur mengalamidistress
atau memiliki gangguan fungsional. Sebagai contoh, kontinuitas
tidursering terganggu pada orang dewasa sehat namun tetap merasa
memilikikebiasaan tidur yang baik. Diagnosis gangguan insomnia
seharusnya ditegakkan untuk individu yang mengalami distress atau
gangguan fungsional yang signifikansaat siang hari yang diakibatkan oleh
kesulitan tidur saat malam harinya.
2. Keluhan yang Berhubungan untuk Mendukung Diagnosis
Insomnia sering dihubungkan dengan kemampuan fisiologis dan
kognitif,serta faktor-faktor yang mungkin mengganggu tidur seseorang.
Distress yangdiakibatkan karena ketidakmampuan untuk tidur dapat
menjadi sebuah siklus tak berujung: semakin ingin seorang individu untuk
tidur, makan semakin bertambahrasa frustasinya sehingga dapat
mengganggu tidurnya kembali. Individu denganinsomnia persisten dapat
mengalami kebiasaan tidur maladaptif (sepertimenghabiskan waktu
berlebihan di atas tempat tidur; memiliki waktu tidur yang berantakan),
dan kognisi (seperi ketakutan akan tidak mendapat cukup
tidur;kekhawatiran tidak dapat beraktivitas dengan baik saat siang hari;
berulang kalimengecek jam). Aktivitas tersebut dapat menambah kesulitan
untuk dapat tertidur.Sebaliknya, seseorang dapat tidur dengan lebih mudah
dengan tidak melakukanhal-hal demikian. Beberapa individu juga
melaporkan tidur yang lebih baik ketikatidak melakukan rutinitas seperti
itu di tempat tidurnya.Insomnia dapat disertai dengan berbagai gejala saat
siang harinya, sepertirasa lelah, penurunan energi, dan gangguan mood.
Gejala ansietas atau depresiyang tidak memenuhi kriteria diagnosis
gangguan mental yang spesifik dapat jugamuncul, dengan fokus pada efek
dari kehilangan tidur terhadap aktivitasfungsionalnya di siang
hari.Individu dengan insomnia dapat memiliki kecenderungan
mengalamidepresi ringan dan ansietas, gaya kognitif yang serba khawatir,
dan fokus somatik.Pola gangguan neurokognitif pada pasien dengan
gangguan insomnia biasanyainkonsisten. Individu dengan insomnia sering
membutuhkan usaha yang lebih besar untuk mempertahankan performa
kognitifnya.
3. Prevalensi
Perkiraan populasi mengindikasikan bahwa sekitar satu pertiga
orangdewasa melaporkan gejala insomnia, 10-15% mengalami gangguan
fungsional pada siang hari, dan 6-10% mengalami gejala yang memenuhi
kriteria gangguan insomnia. Gangguan insomnia memiliki prevalensi
tertinggi di antara gangguantidur lainnya. Pada fasilitas kesehatan primer,
sekitar 10-20% individumengeluhkan gejala insomnia yang signifikan.
Insomnia lebih besar prevalensinya pada wanita dibandingkan pria dengan
rasio 1,44:1. Walaupun insomnia dapatmenjadi sebuah gejala ataupun
sebagai gangguan independen tersendiri, insomniasering ditemukan
komorbid dengan kondisi medis ataupun gangguan mentallainnya. Sebagai
contoh, 40-50% individu dengan insomnia juga memilikikomorbid
gangguan mental.
4. Perkembangan
Onset dari gejala insomnia dapat muncul kapanpun, namun episode
pertama biasanya muncul saat usia dewasa muda. Walaupun lebih jarang,
insomnia dapat juga muncul sejak usia anak hingga remaja. Pada wanita,
insomnia onset barudapat muncul saat menopause dan menetap bahkan
setelah gejala lain (seperti hot flashes) sudah menghilang. Insomnia dapat
muncul lambat, yang biasanya berhubungan dengan munculnya kondisi
lain yang berhubungan dengan kesehatan.
Insomnia dapat terjadi situasional, persisten, maupun rekuren.
Insomniasituasional atau insomnia akut biasanya berlangsung beberapa
hari hingga beberapa minggu dan sering berhubungan dengan kejadian
dalam hidup atauadanya perubahan jadwal tidur atau perubahan
lingkungan. Insomnia jenis ini biasanya membaik ketika pencetusnya
hilang. Pada beberapa individu, insomniadapat menetap lama walaupun
kejadian pencetusnya sudah hilang. Sebagaicontoh, seseorang dengan rasa
nyeri akibat cedera memiliki kesulitan untuk tiduryang kemudian dapat
berkembang menjadi hubungan negatif dengan tidur. Halyang serupa
dapat terjadi karena stress psikologi akut atau gangguan mental.Sebagai
contoh, insomnia yang muncul saat episode depresi mayor dapat menetap
bahkan setelah resolusi dari episode depresi tersebut. Pada beberapa
kasus,insomnia juga dapat memiliki onset yang kurang jelas, tanpa adanya
faktor presipitasi yang teridentifikasi.Dalam perjalanannya, insomnia
dapat terjadi episodik, dengan episoderekuren dari kesulitan untuk tidur
yang berhubungan dengan kejadian yang memicu stress. Rentang
kronissitasnya antara 45-75% dengan follow up selama 1-7 tahun.
Walaupun perjalanan dari insomnia sudah menjadi kronis, dapat
terjadivariabilitas pola tidur dengan adanya malam dengan tidur yang baik
yang bergantian dengan beberapa malam dengan pola tidur yang buruk.
Karakteristikdari insomnia juga dapat berubah seiring berjalannya waktu.
Beberapa individudengan insomnia memeiliki gangguan tidur ringan yang
kemudian diikuti dengangangguan tidur yang lebih persisten.Keluhan
insomnia lebih tinggi prevalenesinya pada usia dewasa menengahdan usia
dewasa akhir. Tipe gejala insomnia dapat berubah sesuai usia,
dengankesulitan memulai tidur lebih banyak terjadi pada dewasa muda,
sedangkankesulitan untuk mempertahankan tidur lebih sering ditemukan
pada dewasamenengah dan dewasa akhir.Kesulitan untuk memulai dan
mempertahankan tidur juga dapat terjadi padaanak dan remaja, namun
hanya sedikit data yang ditemukan mengenai prevalnesi,faktr risiko, dan
komorbiditas dalam fase berkembang ini. Kesulitan tidur padaanak dapat
dikarenakan oelh faktor pengasuhan (misalnya anak tidak biasa
belajartidur tanpa ditemani orang tuanya) atau karena jadwal tidur yang
tidak konsisten.Insomnia pada remaja sering dipicu oleh jadwal tidur yang
ireguler. Pada anakdan remaja, faktor psikologis dan faktor medis dapat
berkontribusi terhadapinsomnia.Prevalensi insomnia yang cenderung
meningkat pada usia dewasa akhirdapat sedikit dijelaskan karena adanya
masalah kesehatan yang juga meningkatseiring dengan bertambahnya usia.
Perubahan pada pola tidur yang berhubungandengan proses perkembangan
nomral harus dapat dibedakan dengan perubahanyang berlebihan yang
berhubungan dengan usia. Walaupun polisomnografi jarangdigunakan
rutin untuk evaluasi insomnia, hal tersebut dapat menjadi lebih bermanfaat
untuk diagnosis banding insomnia pada usia dewasa akhir, karenaetiologi
insomnia (misalnya karena sleep apnea) lebih sering teridentifikasi
padaindividu dengan usia tua.
5. Resiko dan Faktor Prognostik
Sembari laman ini mendiskusikan faktor risiko dan prognostik
yangmeningkatkan kerentanan penderita insomnia, gangguan tidur lebih
mungkinterjadi pada individu yang memiliki kecenderungan terpapar
kejadian yangmenjadi pencetus, seperti kejadian pada kehidupan (contoh,
penyakit, perpisahan)atau tidak lebih parah tetapi stress kronis pada
keseharian. Sebagian besarindividu akan kembali pada pola tidur
normalnya setelah kejadian pencetusinisialnya telah menghilang, tetapi
sebagian lainnya- mungkin lebih rentanterhadap insomnia-sehingga tetap
mengalami gangguan tidur yang persisten.Faktor yang dapat mengekalkan
seperti kebiasaan tidur yang buru, jadwal tiduryang ireguler, dan ketakuan
untuk tidak tidur dapat menambah masalah insomniadan berkontribusi
kepada siklus buruk yang dapat menjadi insomnia persisten.

 Temperamen. Kepribadian cemas atau mudah-khawatir atau gaya kognitif,


peningkatan gairah, dan kecenderungan untuk menekan emosi
dapatmeningkatkan kerentanan terhadap insomnia
 Lingkungan. Bising, cahaya, suhu tinggi atau rendah yang tidak nyaman,
danketinggian dapat meningkatkan kerentanan terhadap insomnia
 Genetik dan Fisiologik. Jenis kelamin wanita dan usia lanjut
berhubungandengan peningkatan kerentanan terhadap insomnia. Tidur
yang kacau daninsomnia juga berhubungan dengan hubungan keluarga.
Prevalensi insomnialebih tinggi relatif pada kembar monozigotik
dibandingkan pada kembardizigotik; juga lebih tinggi pada anggota
keluarga derajat pertamadibandingkan populasi umum. Luasnya hubungan
ini diturunkan melaluikecenderungan genetik, yang dipelajari dari model
observasi orang tua, ataudicanangkan oleh psikopatologi lainnya belum
dapat ditentukan.
 Modifikasi kebiasaan. Menghilangkan kebiasaan termasuk
kebiasaankebersihan tidur yang buruk (contoh, penggunaankafein yang
berebihan, jadwal tidur yang ireguler).

6. Isu Diagnostik yang berhubungan dengan Jenis Kelamin


Insomnia lebih lazim menjadi keluhan diantara perempuan
dibanding laki-laki, dengan onset pertama kali berhubungan dengan
kondisi bayi baru lahir atau menopause.Meskipun prevalensi tertinggi ada
pada wanita, studi polisomnografikmengatakan pemeliharaan kelanjutan
tidur dan tidur gelombang pelan lebih baik pada wanita yang lebih tua
dibanding laki-laki yang lebih tua.
7. Penanda Diagnostik
Polisomnografi biasanya menunjukkan gangguan pada kontinuitas
tidur(contoh, peningkatan latensi tidur dan onset waktu bangun setelah
tidur, dan penurunan efisiensi tidur [persentasi waktu tidur di tempat tidur]
dan dapatmenunjukan peningkatan tidur tahap 1 dan penurunan tidur tahap
3 dan 4.Keparahan pada gangguan tidur tidak selalu sesuai dengan
presentasi klinis setiapindividu atau keluhan subjektif tidur yang buruk,
individu dengan insomnia seringmeremehkan durasi tidur dan berlebihan
dalam relatif tidur pada polisomnografi.Analisis kuantitatif
elektroensefalografi mungki mengindikasikan, individudengan insomnia
memiliki frekuensi lebih tinggi pada kekuuatan relative eeg dariindividu
yang memiliki tidur baik, tentang periode onset tidur dan saat tidur
padagerakan mata non-rapid, sebuah sifat menandakan peningkatan
aktifitas kortikal.Individu dengan gangguan insomnia mungkin memiliki
kecenderungan tidurlebih rendah dan secara tipikal tidak menunjukkan
rasa kantuk pada siang haru pada pemeriksaan objektif di laboratorium
tidur dan dibandingkan denganindividu tanpa gangguan tidur. Pengukuran
laboratorium lainnya menunjukkan bukti, walaupun tidaksecara konsisten,
adanya peningkatan aktifitas dan aktifaasi umum aksishipotalamik-
pituitary-adrenal (contoh, peningkatan level kortisol, variabilitasdenyut
jantung, reaktifitas terhadap stress, dan laju metabolik).Secara umum,
penemuannya konsisten dengan hipotesis dimana peningkatan aktifitas
fisiologisdan kognitif memegang peranan penting pada gangguan
insomnia.Individu dengan ganggaun insomnia mungkin dapat terlihat
lelah, lesu,gairah berlebih dan “aneh”.Walaupun demikian, tidak ada
konsistensi ataukarakteristik abnormal pada pemeriksaan fisik. Bisa ada
peningkatan insidensigejala psikofisiologi yang berhubungan dengan
stress (contoh, nyeri kepalategang, tegang otot atau nyeri otot, gejala
gastrointestinal).
8. Konsekuensi fungsional dari gangguan insomnia
Masalah interpersonal, social, pekerjaan dapat terjadi sebagai
akibat dariinsomnia atau kekhawatiran berlebih terhadap tidur,
peningkatan iritabilitas waktusiang, dan kurang konsentrasi.Penurunan
perhatian dan konsentrasi adalah umumdan dapat berhubungan dengan
tingginya angka kecelakaan yang di observasi pada insomnia.Insomnia
persisten juga berhubungan dengan konsekuensi jangka panjang, termasuk
peningkatan resiko gangguan depresi berat, hipertensi, daninfark
miokardia; peningkatan ketidak hadiran dan penurunan produktifitas
saatkerja; penurunan kualitas hidup; dan peningkatan beban ekonomi.
9. Diagnosis diferensial
Variasi tidur normal. Durasi tidur normal bervariasi memandang
paraindividu. Sebagian individu yang memerlukan tidur yang sebentar (“
short sleeper”) mungkin khawatir tentang durasi tidur mereka. Short sleeper
berbedadengan individu dengan gangguan insomnia, bedanya dari kesulitan
untuk jatuhtidur atau tetap dalam kondisi tertidur, dan tidak adanya
karakteristik gejala sianghari (contoh, kelelahan, masalah konsentrasi,
iritabilitas).Meski demikian,sebagian short sleeper mungkin menginginkan
atau mencoba untuk tidur dengan periode waktu yang lebih lama, dengan
memperpanjang waktu di tempat tidur,dan dapat menciptakan pola tidur
seperti insomnia. Insomnia klinis harusdibedakan dari perubahan tidur yang
berhubungan dengan usia. Insomnia harusdibedakan dari kehilangan tidur
akibat tidak adekuatnya kesempatan atau kondisi,contohnya, dari kondisi
kewajiban pekerjaan di bagian gawat darurat, atau kondisikeluarga yang
memaksa individu untuk tetap terbangun.
Situasional/insomnia akut. Situasional atau insomnia akut adalah kondisi
yang berlangsung beberapa hari hingga beberapa minggu, sering
berhubungan dengankejadian hiup atau perubahan jadwal tidur.Gejala
insomnia akut atau insomniadalam waktu pendek dapat menimbulkan
distress yang signifikan dan gangguandengan social, personal, dan fungsi
pekerjaan.Ketika gejala tersebut terjadi cukupdan memenuhi seluruh
kriteria kecuali durasi 3-bulan, diagnosisnya dibuatmenjadi gangguan
insomnia lainnya atau gangguan insomnia belum terspesifikasi.
Gangguan tidur-bangun fase tidur tertunda dan tipe waktu kerja
bergeser ‘shift”dari ritme sirkardian. Individu dengan gangguan ini
melaporkaninsomnia onset-tidur hanya ketika mereka mencoba tidur pada
waktu normalsecara social, tetapi mereka tidak melaporkan kesulitan untuk
memulai tidur atautetap tertidur ketika waktu bangun mereka tertunda dan
bertepatan dengan ritmesirkardian endogen mereka. Tipe kerja shift harus
dibedakan dengan gangguaninsomnia dengan riwayat pekerjaan dengan
tipe shift
Sindrom tungkai lelah. Sindorm tungkai lelah sering menyebabkan
kesulitaninisiasi dan mempertahankan tidur. Meski demikian, dorongan
untukmenggerakkan tungkai dan berbagai sensasi tidak nyaman pada
tungkai adalahciri yang membedakan gangguan ini dengan gangguan
insomnia.
Gangguan tidur berhubungan dengan pernafasan. Sebagian besar
individudengan gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan
memiliki riawayatdengan suara dengkur yang keras, nafas terhenti sesaat
saat tidur, dan kantuk yang berat saat siang hari. Namun, sebanyak 50%
individu dengan apnu saat tidurmungkin dapat melaporkan gejala insomnia,
sebuah ciri yang lebih umum diantarawanita dan usia lanjut.
Narkolepsy. Narkolepsi dapat menyebabkan keluhan insomnia tetapi
dibedakandengan gangguan insomnia dengan adanya gejala predominan
seperti kantuk yang berlebih pada siang haru, katalepsi, tidur paralisis, dan
tidur yang berhubungandengan halusinasi.
Parasomnia. Parasomnia di karakteristikkan dengan keluhan adanya
kebiasaanatau kejadian tidak biasa saat tidur yang dapat menyebabkan
bangun berulang dankesulitan untuk melanjutkan tidur.Meski begitu,
kejadian kebiasan ini, bukaninsomnia semata, yang mendominasi gambaran
klinis.
Gangguan tidur tipe induksi substansi/medikasi, insomnia. Gangguan
inidibedakan dari gangguan insomnia dengan adanya substansi (contoh,
penyalahgunaan obat, medikasi, atau paparan toksin) yang dinilai sebagai
penyebab insomnia (lihat “Gangguan tidur dengan induksi
substansi/medikasi). Sebagai contoh, insomnia hanya terjadi dalam
kontekskonsumsi kopi yang berat dan didiagnosis sebagai gangguan tidur
akibat induksikafein, tipe insomnia, dengan onset saat intoksikasi.
10. Komorbiditas.
Insomnia adalah komorbiditas yang umum pada banyak kondisi
medis,termasuk diabetes, penyakit jantung coroner, penyakit paru
obstruktif, artritis,fibromyalgia, dan kondisi penyakit kronis lainnya.
Hubungan risiko munculsebagai bidireksional: insomnia meningkatkan
risiko kondisi medis, dan masalahmedis meningkatan risiko insomnia.
Arah hubungannya tidak selalu jelas dandapat berbuah setiap waktu;
karena alas an ini, komorbid insomnia adalahterminology yang lebih
disukai untuk adanya insomnia dengan kondisi medislainnya (atau
gangguan mental).Individu dengan gangguan insomnia sering memiliki
gangguan mentalkomorbid, beberapa bipolar, depresi, dan gangguan
cemas.Insomnia persistenmenunjukkan faktor risiko atau gejala awal
bipolar subsekuen, depresi, cemas,dan gangguan penggunaan
obat.Individu dengan insomnia dapat menyalah gunaanmedikasi atau
alcohol untuk membantu tidur pada malm hari, anxiolotik unrukmelawan
ketegangan atau kecemasan, dan kafein atau stimulant lainnya
untukmelawan kelelahan yang berat.Selain memperburuk insomnia,
penggunaansubstansi jenis ini dalam beberapa kasus dapat berkembang
menjadi gangguan penggunaan substansi.
11. Hubungan dengan Gangguan tidur klasifikasi internasional
Ada beberapa fenotip insomnia yang berbeda yang berhubungan
dengan sumber insomnia yang dikenali oleh klasifikasi internasional
gangguan tidur, edisike 2. Hal ini termasuk insomnia psikofisiologik,
insomnia idiopatik, kesalahan persepsi kondisi tidur, dan kebersihan tidur
inadekuat.Meskipun penampilan klinis dan nilai heurisik tidak ada bukti
yang mendukun fenotip ini.

GANGGUAN HIPERSOMNOLEN

1. Kriteria diagnostik 780.54 (G47.10)


A. Laporan-mandiri tidur berlebihan (hipersomnolen) meskipun periode
tidurutama mencapai paling tidak 7 jam, dengan salah satu gejala berikut:
1. Periode tidur yang berulang atau tidur dalam hari yang sama
2. Episode tidur yang lebih lama atau lebih dari 9 jam per hari yang
tidakmembuat segar
3. Kesulitan untuk tetap terjaga setelah bangun yang mendadak
B. Hipersomnolen terjadi paling tidak 3 kali dalam 1 minggu, dalam waktu 3
bulan
C. Hipersomnolen diikuti dengan distress yang signifikan atau kegagalan
padakognitif, social, pekerjaan, atau area fungsi penting lainnya
D. Hipersomnolen tidak dijelaskan lebih lanjut dan tidak terjadi secara
eksklusifsaat adanya gangguan tidur lainnya (contoh, narkolepsi,
gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan, gangguan bangun-
tidur ritme sirkardian,atau parasomnia)
E. Hipersomnolen tidak disebabkan akibat efek fisiologi dari substansi
tertenu(contoh, penyalahgunaan obat, medikasi
F. Gangguan mental atau medis yang sudah ada tidak dijelaskan secara
adekuatkeluhan hypersomnia.
Di spesifikasi jika:

 Dengan ganguan mental, termasuk penyalahgunaan substansI


 Dengan kondisi medis
 Dengan gangguan tidur lainnya
 Catatan koding :
Kode 780.54 (G47.10) diberikan pada ketiga spesifikasi.Kode tersebut
juga berhubungan secara relefan dengan gangguan mental,kondisi medis,
atau gangguan tidur lainnya segera setelah kode ganguanhipersomnolen
untuk mengindikasikan hubungan.
Di spesifikasi jika:

 Akut : durasi kurang dari 1 bulan


 Subakut : durasi antara 1-3 bulan
 Persisten : durasi lebih dari 3 bulan
Di spesifikasi keparahan terkini:

Spesifikasi keparahan berdasarkan derajat dari kesulitan


mempertahankankewaspadaan pada siang hari yang dimanifestassikan dengan
serangan berulangkantuk yang tidak tertahankan di setiap waktu, contoh, ketika
istirahat, menyetir,mengunjungi teman, atau bekerja

 Ringan: kesulitan mempertahankan kewaspadaan 1-2 hari/minggu


 Sedang : kesulitan mempertahankan kewaspadaan 3-4 hari/minggu
 Berat : kesulitan mempertahankan kewaspadaan 5-7 hari/minggu

2. Karakteristik diagnostic
Hipersomnolen adalah terminologi diagnosis yang umum dan
termasukgejala dari kuanitas yang berlebihan untuk tidur (contoh, tidur
malam yang lebih panjang atau tidur yang tidak disadari pada siang hari),
kualitas sadar yang buruk(contoh, kecenderungan untuk tidur saat terjaga
ditunjukkan dengan kesulitanuntuk tetap terjaga atau tidak dapat tetap
bangun jika diperlukan), dan tidur inersia(contoh, periode gangguan
performa dan penurunan kewaspadaan yang dikuti dariepisode tidur
regular atau dari tidur siang)(Kriteria A). Individu dengan gangguanini
tidur dengan sangat cepat dan efisiensi tidur baik (>90%). Mereka
mungkinkesulitan untuk bangun di pagi hari, terkadangan terlihat bingung,
agresif, atauataksik.Kegagalan yang lebih lama untuk tetap waspada saat
transisi bangun-tidursering direferensikan sebagai tidur inersia (yakni tidur
mabuk).Hal itu juga dapatketika bangun dari tidur siang.Dalam periode
tersebut, individu terlihat bangun,tetapi terdapat penolakan dalam
ketangkasan motoric, tingkah laku mungkin tidaksesuai, deficit memori,
disorientasi tempat dan situasi, dan perasaan pening dapatterjadi.Periode
ini dapat bertahan dalam menit hingga jam.Kebutuhan yang menetap
untuk tidur dapat menimbulkan tingkah lakuotomatis (biasanya tipenya
sangat rutin, tidak kompleks) dimana individu tersebutmembawa sedikit
atau tidak sama sekali ingatan. Contohnya, individu tersebutdapat
menemukan dirinya menyetir beberapa mil dari dimana mereka
pikirmereka berasa, dan tidak menyadari mereka menyetir dalam beberapa
menitkarena hal tersebut otomatis. Untuk beberapa individu dengan
gangguanhipersomnolen, episode tidur mayor (untuk sebagian besar
individu, tidur nocturnal) menghabiskan durasi 9 jam atau lebih. Tetapi,
tidur tersebut tidakmembuat mereka nyaman ketika bangun dan akan
diikuti dengan kesulitan bangun ketika pagi. Sebagian individu dengan
gangguan hipersomnolen, episodetidur mayor adalah tidur nocturnal yang
normal dengan durasi 6-9 jam.Pada kasusini, tidur yang berlebih di
karakteristikan dengan beberapa tidur siang yang tidakdirencanakan.Tidur
siang ini menjadi lebih panjang (sering berlangsung lebih dari1 jam atau
lebih), dan terasa tidak menyegarkan saat bangun, dan tidakmeningkatkan
kewaspadaan.Individu dengan hipersomnolen memiliki waktu tidursiang
hampir setiap hari diluar dari tidur malamnya.Kualitas tidur secara
subjektifdapat atau tidak dapat di laporkan sebagai baik.Individunya secara
tipikal merasangantuk dalam beberapa waktu, dibanding mengalami
serangan tidur yang tiba-tiba. Tidur yang tidak disengaja tipikalnya terjadi
pada stimulasi rendah dansituasi dengan aktifitas ringan (contoh,
mengikuti kuliah, membaca, menonton tv,atau menyetir jarak jauh), tetapi
pada kasus yang lebih parah dapat bermanifestasidi situasi dengan aktifitas
tinggi seperti bekerja, rapat, atau kumpul social.
3. Karakteristik yang berhubungan untuk mendukung diagnosis
Tidur yang tidak membuat segar, tingkah laku otomatis, kesulitan bangun
pagi, dan tidur inersia, walaupun umum pada gangguan hipersomnolen,
juga dapatdilihat pada berbagai kondisi, termasuk narkolepsi. Sekitar 80%
individu denganhipersomnolen melaporkan bahwa tidur mereka tidak baik,
dan sulit untuk bangun pagi.Tidur inersia, lebih tidak umum (hasil
observasi sekitar 36-50% individudengan gangguan tidur), tetapi
spesifikasinya tinggi untuk hipersomnolen.Tidursiang yang pendek (durasi
kurang dari 30 menit) dan seringkali tidakmenyegarkan. Individu dengan
hiperosomnolen juga memiliki gejala disfungsisistem nervus otonom,
termasuk nyeri kepala tipe vascular berulang, reaktifitassistem pembuluh
darah perifer (fenomena Raynaud’s), dan pingsan.

4. Prevalensi
Sekitar 5-10% individu yang berkonsultasi dengan klinis gangguan
tidurdengan keluhan kantuk pada siang hari di diagnosis sebagai
gangguanhypersomnia. Diperkirakan sekitar 1% di eropa dan united stase,
populasi umum memiliki episode tidur ineria. Hipersomnolen terjadi
secara relative sama jumlahnya pada laki-laki dan perempuan.
5. Perkembangan dan tujuan
Gangguan hipersomnolen memiliki tujuan yang persisten, dengan
evolusiyang progresif pada gejala yang parah.Pada kasus yang ekstrim,
episode tidurdapat mencapai 20 jam.Tetapi rata-rata durasi tidur malm hari
adalah 91/2 jam.Dimana individu lainnya dengan hipersomnolen dapat
menurunkan waktutidurnya selama hari kerja, akhir minggu, dan saat
liburan secara hebat mencapai3 jam.Tetap terjaga sangat sulit dan ditemani
dengan episode tidur inersia adasebanyak 40% diantara seluruh kasus.
Hipersomnolen secara penuh bermanifestasi di kasus pada remaja akhir
atau dewasa awal, dengan usia rata-rataonset 17-24 tahun. Individu dengan
hipersomnolen terdiagnosa, rata-rata, 10-15tahun setelah gejala yang
pertama kali muncul. Kasus ini jarang terjadi pada anak.Hipersomnolen
memiliki onset progresif, dengan gejala yang mulai muncul pada usia 15-
25 tahun, dengan progresi yang gradual dari minggu hingga
bulan.Sebagian besar individu, kejadiannya persisten dan stabil, kecuali
diberikan pengobatan.Perkembangan gangguan tidur lainnya (missal
gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan) dapat memperburuk
derajat kantuk. Walaupaunhiperaktifitas mungkin dapat menjadi tanda
yang muncul sari kantuk siang hari pada anak, tidur siang yang disengaja
meningkat dengan usia. Fenomena normalini harus dipisahkan dari
hipersomnolen.
6. Faktor risiko dan prognostic
Lingkungan. Hipersomnolen dapat meningkat seiring bertambahnya
waktudengan adanya stress psikologis dan penggunaan alcohol, tetapi
mereka belum pernah tercara sebagai faktor lingkungan yang
mencenderungi. Infeksi viral pernah dilaporkan menemani hipersomnolen
pada kurang lebih 10% kasus.Infeksivirus tersebut seperti pneumonia
dengan HIV, infeksi mononucleosis, dansiindrom Guillain-Barre, yang
dapat berevousi menjadi hipersomnolen setelah beberapa bulan setelah
infeksi. Hipersomnolen juga dapat muncul dalam kurunwaktu 6-18 bulan
yang diakibatkan trauma kepala.
Genetik dan Psikologi. Hipersomnolen mungkin dapat diturunkan dari
keluarga,dengan model autosomal-dominan yang diwariskan.
Kurang tidur dan tidur nocturnal yang tidak efisien. Kurang tidur dan
tidurtidak efisien adalah hal yang umum pada remaja dan pekerja dengan
giliran.Padaremaja, kesulitan untuk jatuh tidur pada saat malam adalah
umum, danmemnyebabkan sulit tidur.Hasil MSLT dapat positif jika
dilakukan ketikaindividu tersebut kurang tidur atau tidurnya terganggu.
Sindrom tidur apnu. Apnu saat tidur biasanya muncul pada individu
denganobesitas. Karena apnu saat tidur akibat obstruksi lebih banyak
kejadiannyadaripada narkolepsi, katapleksi mungkin di abaikan (atau tidak
ada), dan individutersebut di asumsikan mengalami apnu saat tidur akibat
obstruktif yang tidakrespon terhadap terapi biasanya.
Sindrom depresi berat. Narkolepsi atau hypersomnia mungkin
berhubungan ataudicampur adukkan dengan depresi.Katapleksi tidak
muncul pada depresi. HasilMSLT lebih sering normal, tidak ada disosiasi
antara kantuk secara subjektif danobjektif, seperti yang diukur tentang
rata-rata latensi tidur selama tes MSLT.
Gangguan konversi (gangguan gejala neurologis fungsional).Ciri
atipik,seperti katapleksi yang bertahan lama atau adanya pencetus tidak
biasa, mungkindapat muncul pada gangguan konversi (gangguan gejala
neurologisfungsional).Individu mungin melaporkan tidur dan mimpi,
tetapi tes MSLT tidakmenunjukkan karakteristik periode tidur REM.
Pseudokatapleksi yang terjadi penuh dan berlangsung lama dapat terjadi
saat konsultasi, membuat dokter dapatmenilai dengan cukup waktu untuk
memverifikasi reflex yang intak.
Gangguan deficit-perhatian/hiperaktifitas atau masalah tingkah
lakulainnya. Pada anak-anak dan remaja, kantuk dapat menyebabkan
masalah tingkahlaku, termasuk tingkah agresif dan tidak perhatian,
mengarah kepada mis-diagnosis gangguan deficit-perhatian/hiperaktifitas.
Kejang. Pada anak-anak muda, katapleksi dapat mis-diagnosis
sebagaikejang.Kejang tidak mudah dicetuskan akibat emosi, dan jika iya,
pencetusnya biasanya tidak tertawa atau bercanda.Selama kejang, individu
cenderung untukmenyakiti dirinya sendiri. Kejangnya dikarakteristikan
dengan atonia jarangterlihat pada kejang lain yang terisolir, dan juga ada
tanda di elektroensefalogram.
Gangguan gerakan dan gerakan. Pada anak-anak muda, katapleksi dapat
dimis-diagnosis sebagai korea atau gangguan neuropsikiatrik autoimun
pediatricyang berhubungan dengan infeksi streptococcal, terutama dalam
konteks infeksitenggorokan strep dan level antibody antistreptolisin O
yang tinggi. Beberapaanak mungkin ada gangguan gerakan lain yang
tumpang tindih dan memilikionset yang dekat dengan katapleksi.
Schizophrenia. Adanya halusinasi hipnagogik yang cerah dan jelas,
individumungkin mengalami pengalaman yang nyata sebuah ciri yang
mengarahskizofrenia. Hampir sama dengan pengobatan stimulant, delusi
tentang penganiayaan mungkin terjadi. Jika katapleksi muncul, klinisi
harusmengamsumsi pertama jika gejala tersebut adalah narkolepsi
sekunder, sebelummepertimbangan diagnosis skzioprenia yang terjadi
bersamaan.
7. Komorbiditas.
Narkolepsi dapat muncul bersamaan dengan bipolar, depresi, dan
gangguankecemasan, pada kasus yang jarang dengan
skizoprenia.Narkolepsi jugadihubungan dengan indeks msa tubuh atau
obesitas, terutama jika narkolepsi tidakdiobati.Peningakatan berat badan
berlebih yang cepat adalah umum pada anak-anak muda dengan onset
penyakit yang tiba-tiba.Komorbid tidur dengan apnuharus dipertimbangan
jika ada gangguan yang tibatiba dari preeksis narkolepsi.
8. Hubungan dengan Gangguan Tidur Klasifikasi internasional.
Klasifikasi internasioinal tentang gangguan tidur, edisi ke 2 (ICSD-2),
membedakan narkolepsi menjadi lima subtype.
9. Penanda Diagnostik
Nocturnal Polysomnography menunjukkan gambaran durasi tidur
normaldan memanjang, latensi tidur pendek, dan kelangsungan tidur baik
normak ataumemanjang. Pendistribusian dari tidur dengan gerakan mata
cepat (REM) jugamenunjukkan tanda normal. Efisiensi tidur sebagian
besar menujukkan angkalebih dari 90%. Beberapa individu dengan
gangguan hipersomnolen menujukkan peningkatan jumlah gelombang
tidur lambat. Berbagai uji latensi tidur mencatattendensi tidur, secara
tipikal terindikasi dengan rata rata latensi tidur menujukkannilai kurang
dari 8 menit. Dalam gangguan hipersomnolen, rata rata nilai latensitidur
menujukkan angka kurang dari 10 menit dan seringnya kurang dari 8
menit.Periode waktu tidur dengan REM (SOREMPs; kejadian REM dalam
20 menit pertama saat tidur) bisa muncul namun terjadi kurang dari 2 kali
dalam empatsampai lima kali kesempatan tidur siang.
10. Konsekuensi Fungsional Dari Gangguan Hipersomnolen
Rendahnya level kewaspadaan muncul ketika seseorang
berkeinginanmelawan kebutuhan tidur dapat menyebabkan pengurangan
efisiensi, hilangnyakonsentrasi, dan rendahnya ingatan saat aktivitas siang
hari. Hipersomnolen dapatmenyebabkan distress yang signifikan dan
disfungsi saat bekerja dan hubungansosial. Pemanjangan waktu tidur
malam hari dan kesulitan dalam bangun tidurdapat menghasilkan kesulitan
dalam melakukan kebutuhan pagi hari, sepertidatang ke tempat kerja tepat
waktu. Episode tertidur secara tidak sengaja dapatmenyebabkan rasa malu
dan bahkan berbahaya, jika seseorang tersebutmengedarai kendaraan atau
mengoperasikan peralatan berat saat episode tersebutmuncul.

11. Diagnosis Banding


Variasi tidur normatif.“Normal” durasi tidur seseorang berbeda beda.
“Tidurlama” (Individu yang membutuhkan lebih banyak tidur dari
normalnya durasitidur seseorang) tidak mempunyai rasa kantuk
berlebihan, inertia tidur, ataukebiasaan yang secara otomatis saat mereka
memperoleh tidur yang cukup saatmalam hari. Tidur dilaporkan sebagai
kegiatan yang menyegarkan. Jika kebutuhan secara sosial atau pekerjaan
menuntut untuk tidur lebih sedikit saat malam hari,gejala pagi hari dapat
muncul. Dalam gangguan hipersomnolen, secara terbalik,gejala dari rasa
kantuk berlebih terjadi terlepas dari durasi tidur saat malam hari.Jumlah
tidur yang cukup, atau sindrom mengurangi tidur akibat kebiasaan,
dapatmenghasilkan gejala kantuk pada pagi hari yang sangat mirip dengan
gangguanhipersomnolen. Rata rata durasi tidur kurang dari 7 jam tiap
malam menunjukkansecara kuat kurangnya waktu tidur, dan rata rata
jumlah tidur lebih dari 9-10 jam per hari menunjukkan hipersomnolen.
Individu dengan tidur malam yang kurang secara tipikal akan “mengejar”
dengan menningkatkan durasi tidur pada siang hari saat mereka bebas dari
kebutuhan sosial atau pekerjaan atau saat berlibur. Tidakseperti
hipersomnolen, kekurangan waktu tidur tidak selamanya akan
menetapselama bertahun tahun. Diagnosis gangguan hipersomnolen
sebaiknya tidakdibuat jika terdapat pertanyaan yang merujuk pada
keadekuatan dari tidur saatmalam hari. Diagnostik dan percobaan terapi
pemanjangan waktu tidur selama 10-14 jam per hari dapat memperjelas
diagnosis.
Kualitas tidur rendah dan kelelahan. Gangguan hipersomnolen harus
dikesampingkan bila berhubungan dengan rasa kantuk berlebihan yang
berhubungan dengan kekurangan kualitas dan kuantitas tidur dan
kelelahan(kelelahan tidak sepenuhnya terselesaikan dengan menambah
tidur dan tidak berhubungan dengan kualitas dan kuantitas tidur). Rasa
kantuk berlebihan dankelelahan sangat sulit dibedakan dan dapat saling
bertumpang tindih.
Gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan. Seseorang
denganhipersomnolen dan gangguan tidur yang berhubungan dengan
pernafasan dapatmenujukkan pola yang sama dari rasa kantuk yang
berlebih. Gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan
ditunjukkan dengan riwayat mendengkur keras, jeda nafas saat tidur,
trauma pada otak, atau penyakit kardiovaskular dan denganobesitas,
kelainan anatomi orofaring, hipertensi, atau gagal jantung pada
pemeriksaan fisik. Studi polysomnografi dapat memastikkan adanya
kejadianhenti nafas pada gangguan tidur yang berhubungan dengan
pernafasan (dan tidakadanya gangguan hipersomnolen).
Gangguan irama sirkadian pada tidur-bangun. Gangguan irama
sirkadian pada tidur-bangun sering dikarakteristikan dengan mengantuk
saat siang hari.Riwayat dari kelainan jadwal tidur-bangun (perubahan
jadwal tidur) muncul padaseseorang dengan gangguan irama sirkadian
pada tidur-bangun.
Parasomnia. Parasomnia jarang menunjukkan pemanjangan waktu tidur,
tidakadanya gangguan saat tidur malam hari atau rasa kantuk pada siang
hari padakarakteristik gangguan hipersomnolen.
Kelainan mental lainnya. Gangguan hipersomnolen harus disingkirkan
darigangguan mental yang termasuk di dalamnya hipersomnolen sebagai
keluhanutama atau keluhan tambahan. Pada beberapa kondisi, keluhan
rasa kantuk saatsiang hari dapat terjadi pada episode depresif berat.
Penilaian untuk gangguanmental lainnya adalah penting sebelum
mempertimbangkan diagnosa gangguanhipersomnolen. Diagnosa
gangguan hipersomnolen dapat dibuat pada gangguanmental saat ini atau
adanya riwayat gangguan mental sebelumnya.
Komorbiditas. Gangguan hipersomnolen dapat dihubungnkan dengan
gangguan depresi,gangguan bipolar (saat episode depresi), dan gangguan
mental berat dengan polamusiman. Banyak seseorang dengan gangguan
hipersomnolen mempunya gejaladari depersi yang memenuhi kriteria
untuk gangguan depresi. Hal inimenunjukkan kemungkinan hubungan
pada konsekuensi psikososial darimeningkatnya kebutuhan tidur.
Seseorang dengan gangguan hipersomnolen juga beresiko untuk memiliki
gangguan akibat penggunaan obat-obatan, terutama padaseseorang yang
dalam pengobatan obat obatan stimulan. Kurangnya spesifitasdapat
berkontribusi pada berbagai keunikan pada profil antar individu
yanggejalanya memenuhi kriteria diagnosa untuk gangguan
hipersomnolen. Kondisineurodegeneratif, seperti penyakit Alzheimer,
penyakit Parkinson, dan atrofisistem multipel, juga dapat berhubungan
dengan hipersomnolen.
Hubungan Dengan International Classification Of Sleep Disorder
International Classification of Sleep Disorder , edisi Kedua (ICSD-2),
membedakan 9 subtipe dari “pusat hipersomnia”, termasuk didalamnya
hipersomnia berulang (Sindrom Kleine-Levin).

NARCOLEPSY

1. Kriteria Diagnostik

A. Episode berulang dari kebutuhan tidur yang tidak dapat ditahan, tertidur,
atautidur siang pada hari yang sama. Setidaknya terjadi 3 kali per minggu
dalam 3 bulan terakhir.
B. Ada setidaknya satu dari gejala dibawah :
1. Episode katalepsi, didefinisikan sebagai (a) atau (b) yang
terjadisetidaknya beberapa kali dalam satu bulan;
a) Pada seseorang dengan penyakit kronis, episode singkat (detik
ataumenit) pada munculnya kelemahan tonus otot bilateral dengan
tetapmempertahankan kesadaran pada kondisi tertawa atau
dalamcandaan.
b) Pada anak anak atau seseorang dengan onset 6 bulan,
menyinyirspontan atau adanya mulut menganga dengan lidah
terdorong atauglobal hipotoni, tanpa adanya dorongan emosional
yang jelas.
2. Defisensi hypocretin, yang diukur menggunakan nilai reaksi
imunhypocretin-1 pada cairan serebrospinal (CSS) (kurang atau sama
dengansatu per tiga dari nilai normal pada seseorang yang normal diuji
denganmetode yang sama, atau kurang dari sama dengan 110
pg/ml).Rendahnya level hypocretin-1 pada cairan CSS tidak boleh
diamati padaseseorang dengan trauma otak akut, peradangan, atau
infeksi.
3. Polysomnografi malam hari menunjukkan gerakan mata cepat
kurangdari atau sama dengan 15 menit, atau tes multipel latensi
tidurmenunjukkan rata rata latensi tidur kurang dari atau sama dengan
8 menitdan dua atau lebih waktu tidur dengan REM.
Tentukan apakah;

347.00 (G47.419) Narcolepsy tanpa katapleksi tapi dengan penurunan


hypocretin: memenuhi kriteria B tapi tidak adanya tanda katapleksi
(Kriteria B1tidak terpenuhi).

347.01 (G47.411) Narcolepsy dengan katapleksi tapi tanpa penurunan


hypocretin: Pada subtipe jarang ini (kurang dari 5% kasus narcolepsy),
kriteria Byang menujukkan katapleksi dan polysomnografi positif atau test
latensi tidurtelah terpenuhi namun level hypocretin-1 pada CSS normal
(kriteria B2 tidakterpenuhi).

347.00 (G47.019): subtipe ini disebabkan oleh mutasi DNA exon 21


(cytosin-5)-methyltransferase-1 dan dikarakteristikkan dengan onset yang
lambat (usia 30-40tahun) narcolepsy (dengan nilai tengah hypocretin-1
pada CSS rendah),ketidakmampuan mendengar, ataksia cerebri, dan
akhirnya demensia.
347.00 (G47.019) Narcolepsy autosomal dominan, obesitas, dan
diabetesmelitus tipe 2: narcolepsy, diabetes, dan diabetes melitus tipe 2
dan rendahnyanilai hypocretin-1 telah dijabarkan pada kasus yang jarang
yang berhubungandengan mutasi pada gen myelin oligodendrosit
glikoprotein.

347.00 (G47.429) Narcolepsy sekunder hingga kondisi medis lain:


subtipenarcolepsy ini adalah untuk narcolepsy sekunder akibat kondisi
medis yangmenyebabkan infeksi (contoh penyakit Whipple, sarcoidosis),
trauma, ataudestruksi akibat tumor pada neuron hypocretin.

Penentuan Derajat Keparahan

Ringan :katapleksi tidak sering muncul (kurang dari 1 kali per


minggu),kebutuhan tidur siang hanya satu atau dua kali dalam satu hari
dan kurangmengganggu tidur saat malam hari.

Sedang : katapleksi sekali per hari atau tiap beberapa hari, gangguan tidur
padamalam hari, dan kebutuhan tidur siang meningkat tiap harinya.

Berat :katapleksi akibat resistensi obat dengan serangan berkali kali tiap
harinya,rasa kantuk yang konstan, dan gangguan tidur pada malam hari
(contoh : pergerakan, insomnia, dan mimpi yang jelas).

2. Subtipe
Pada narcolepsy tanpa katapleksi tapi dengan penurunan
hypocretin, tidak jelas tanda “seperti katapleksi” dapat muncul (gejala
tidak diakibatkan oleh emosidan secara aneh bertahan lama). Pada kasus
yang ekstrem, hypocretin-1 pada CSSrendah, dan tes polysomnografi/tes
multipel latensi tidur menujukkan hasilnegatif: pengulangan tes dianjurkan
sebelum menegakkan subtipe diagnosis. Padanarcolepsy dengan katapleksi
tetapi tanpa penurunan hypocretin, tes menunjukkanantigen leukosit
(HLA) DQB1 negatif. Kejang, penurunan akibat yang lain, dangangguan
konversi (gangguan fungsional neurologis) harus dikesampingkan.
Padanarcolepsy sekunder setelah infeksi (Penyakit whipple, sarcoidosis)
trauma, ataudestruksi tumor pada neuron hypocretin, hasil tes untuk HLA
DQB1 dapat positifyang dihasilkan dari reaksi autoimun. Pada kasus lain,
destruksi neuronhypocretin bisa jadi sekunder dari operasi hypothalamus.
Trauma kepala atauinfeksi dari sistem saraf pusat dapat terjadi, namun,
penurunan produksi darihypocretin-1 dapat mengakibatkan penurunan sel
hypocretin dan akhirnyamenyulitkan untuk diagnosis.
3. Fitur Diagnostik
Fitur yang penting pada rasa kantuk dalam narcolepsy adalah
berulang tidursiang atau jatuh tertidur mendadak. Rasa kantuk biasanya
muncul tiap hari namunharus terjadi minimal 3 kali tiap minggunya
selama 3 bulan (kriteria A). Narcolepsy secara umum akan menghasilkan
katapleksi, dengan tanda yangmuncul paling umum adalah episode
hilangnya tonus otot secara mendadak (detikhingga menit) ditutupi dengan
emosi, biasanya dengan tertawa atau candaan. Ototterkena efeknya
biasanya leher, rahang, tangan, kaki, atau seluruh tubuh, menyebabkan
munculnya “head bobbing ”, “ jaw dropping ”, atau jatuh
sempurna.Seseorang dengan katapleksi akan sadar pada saat katapleksi.
Untuk memenuhikriteria B1 (a), katapleksi harus diakibatkan oleh tertawa
atau candaan dan harusmelibatkan setidaknya beberapa kali dalam satu
bulan dengan kondisi tidakmendapatkan pengobatan
sebelumnya.Katapleksi harus dibedakan dengan kelamahan yang dalam
konteks iniadalah dalam hal aktivitas atletik (fisiologis) atau secara khusus
dirangsang olehemosi tidak normal seperti stress atau cemas (menujukkan
kemungkinan psikopatologi). Tiap episodenya bertahan beberapa jam
hingga hari, atau tidakterangsang oleh emosi, tidak mungkin dari
katapleksi, atau berguling guling saattertawa terbahak bahak.Pada anak
anak yang dekat dengan onset, katapleksi asli dapat terjadisecara atipikal,
efek utamanya pada muka, menyebabkan muka menyiyir atau mulut
mengangan dengan lidah terdorong (“muka katapleksi”). Secara singkat,
katapleksi mungkin muncul sebagai hipotonus tingkat rendah, kaki diseret
saat berjalan. Pada kasus ini kriteria B1(b) dapat ditemukan pada anka
anak atauindividu dengan durasi 6 bulan atau onset cepat. Narcolepsy-
katapleksi hampir selalu menunjukkan penurunan produksihypocretin
(orexin) di hipothalamus, emnyebabkan penurunan hypocretin (kurangdari
sama dengan satu per tiga dari nilai kontrol, atau 110 pg/ml pada sebagian
besar laboratorium). Kehilangan sel mungkin diakibatkan oleh proses
autoimun,dan hampir 99% dari efek HLA-DQB1 manusia (melawan 12-
18% dari kontrol).Sehingga, melihat HLA-DQB1 sebelum dilakukan
pungsi lumbal untukmengevaluasi rekasi imunitas hypocretin-1 CSS
mungkin bermanfaat. Namun jarang ditemukan, rendahnya nilai
hypocretin-1 CSS terjadi tanpa katapleksi,tercatat pada usia muda yang
memiliki bakat untuk katapleksi pada waktukedepan. Penghitungan
hypocretin-1 CSS menjadi standar baku, keculai berhubungan dengan
kondisi keparahan (neurologis, inflamasi, infeksi, trauma)yang dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan.Penelitian dengan polysomnografi
malam hari diikuti dengan MSLT jugadapat digunakan untuk
mengkonfirmasi diagnosis (kriteria B3). Test ini harusdilakukan setelah
individu menghentikkan seluruh pengobatan psikotropi, diikutiselama 2
minggu tidur yang adekuat (yang terdokumentasi dalam catatan
tidurharian, actigrafi). Gerakan cepat-lambat mata (REM) yang laten
(onset tidur periode REM, REM laten kurang dari 15 menit) saat
polysomnografi cukup untukmemastikan diagnosis dengan memenuhi
kirteria B3. Alternatifnya, hasil tesMSLT harus positif, menunjukkan rata
rata latensi tidur kurang dari atau samadengan 8 menit dan 2 atau lebih
periode REM dalam 2 sampai 5 kali waktu tidursiang.
4. Fitur Yang Berhubungan Untuk Menunjang Diagnosis
Saat rasa kantuk berlebihan, sikap otomatis akan muncul, dengan
tiapindividu melanjutkan aktivitasnya dalam semi-otomatis, ingatan atau
kesadaranseperti berkabut. Setidaknya 20-60% individu yang merasakan
halusinasihypnagogic yang jelas sebelum atau saat tertidur atau halusinasi
hyponopompicsesaat setelah bangun. Halusinasi ini jelas namun kurang
meyakinkan, mimpitanpa halusinasi saat tidur terjadi pada seseorang
dengan tidur normal. Mimpi buruk dan perasaan mimpi yang nyata umum
pada narcolepsy, sama sepertigangguan tidur REM. Setidaknya 20-60%
individu dengan paralisis saat tertiduratau bangun, menyebabkan
seseorang tersebut bangun namun tidak dapat bergerak atau berbicara.
Meski demikian, banyak orang normal tidur jugamelaporkan adanya
paralisis saat tidur, terutama seseorang dengan stress atautidur yang
terganggu. Makan saat malam hari juga dapat terjadi. Obesitas adalahhal
yang paling umum. Gangguan tidur malam hari dengan frekuensi bangun
tiduryang lama atau pendek adalah umum dan dapat dihilangkan.Seorang
individu dapat memperlihatkan rasa kantuk atau tertidur di ruangtunggu
atau saat pemeriksaan fisik. Saat katapleksi, individu mungkin
akanterpeleset saat duduk dan salah bicara atau kelopak mata menutup.
Jika klinisimemiliki waktu untuk memeriksa reflek saat katapleksi (tiap
serangan biasanyakurang dari 10 detik), reflek akan hilang dan merupakan
hasil yang penting dalammenegakkan katapleksi asli dari gangguan
konversi.
5. Prevalensi
Narcolepsy-katapleksi menyerang 0,02-0,04% dari populasi di
suatu negara,narcolepsy menyerang laki laki ataupun perempuan dengan
kemungkinan laki lakiterserang sedikit lebih besar.
6. Perkembangan Dan Pola
Onset biasanya pada anak anak dan dewasa muda tapi jarang
terjadi padausia tua. Dua onset tertinggi adalah pada usia antara 15-25
tahun dan 30-35 tahun.Onset mungkin berubah menjadi progresif seiring
waktu. Keparahan terjadi palingtinggi pada usia anak anak. Dan berkurang
seiring dengan waktu atau pengobata,sehingga gejala yang muncul seperti
katapleksi dapat menghilang. Perubahanonset pada usia muda, anak anak
prepubertas dapat berhubungan dengan obesitasdan pubertas prematur,
fenotipe lebih sering dipantai sejak 2009. Pada usia muda,onset lebih sulit
untuk ditunjuk. Onset pada dewasa seringnya tidak jelas, dengan beberapa
individu yang melaporkan memiliki waktu tidur berlebih sejak kecil.Sekali
kelainan menetap akan bertahan lama.Pada 90% kasus, gejala pertama
yang muncul adalah rasa kantuk dan peningkatan waktu tidur, diikuti
dengan katapleksi (dalam tahun pertama pada50% kasus dalam 3 tahun
85%). Rasa kantuk, halusinasi hypnagogic, mimpi yangnyata, dan
gangguan tidur REM (peningkatan gerakan REM saat tidur) adalahtanda
gejala awal. Kelebihan tidur akan meningkat hingga tidak mampu
untukmenjaga kesadaran saat pagi hari dan utnuk menjaga kualitas tidur
yang baik,tanpa adanya peningkatan kebutuhan tidur yang jelas tiap
harinya. Pada bulan pertama, katapleksi bisa atipikal, terutama pada anak
anak. Paralisis saat tidur biasanya berkembang sekitar pubertas pada anak
anak dengan onset saat prepubertas. Gejala eksaserbasi menunjukkan
kurangnya kepatuhan pada pengobatan atau perkembangan dari gangguan
tidur yang sudah ada, terutamahenti nafas saat tidur.Anak anak dan usia
muda dengan narcolepsy sering berkembangkepribadian yang agresif
sekunder dari rasa kantuk dan atau gangguan tidur padamalam hari.
Pekerjaan yang berat dan beban sosial meningkat selama masasekolah dan
kuliah, mengurangi ketersediaan waktu tidur saat malam. Kehamilantidak
merubah pola gejala begitu banyak. Setelah pensiun, individu
biasanyamemiliki waktu lebih banyak untuk tidur siang, mengurangi
kebutuhan untukstimulan. Menjaga jadwal agar tetap teratur memiliki
banyak manfaat di semuakelompok umur.
7. Resiko Dan Faktor Prognostik
Tempramental. Parasomnia, seperti tidur berjalan, bruxism, ganguan
tidur REM,dan enuresis, bisa jadi lebih umum pada individu dengan
narcolepsy yang sedang berkembang. Biasanya dilaporkan bahwa individu
akan membutuhkan tidur lebih banyak daripada anggota keluarga yang
lain.
Lingkungan. Infeksi streptococcus grup B, influenza (H1N1), atau infeksi
musimdingin lainnya sering mencetuskan proses autoimun, menyebabkan
narcolepsy pada beberapa bulan berikutnya. Trauma kepala dan gangguan
perubahan dalam pola tidur-bangun (perubahan pekerjaan, stress) bisa
menjadi pencetus tambahan.
Genetik dan fisiologis. Kembar monozigot memiliki 25-35%
kemungkinan untuknarcolepsy. Prevalensi narcolepsy 1-2% pada turuna
pertama (10-40 meningkatlebih banyak secara umum). Narcolepsy
berhubungan erat dengan DQB1 (99%melawan 12-38% pada subjek
kontrol pada semua entis grup; 25% pada populasiumum di Amerika
Serikat). DQB1*06:02 meningkat, sementara DQB1 lainnyamenurunkan
resiko adanya DQB1*06:02 tetapi efeknya sedikit. Polimorfisme pada
reseptor Sel-T gen alpha dan gen modulator imun lainnya juga
sedikitmempengaruhi resiko.
8. Permasalahan Budaya Pada Diagnostik
Narcolepsy telah dideskripsikan pada semua etnis grup dan banyak
budaya.Diantara orang Afrika-Amerika, lebih banyak kasus muncul tanpa
katapleksi atauatipikal katapleksi, menyulitkan diagnosis, terutama pada
obesitas dan apneaobstruktif saat tidur.
9. Penanda Diagnostik
Gambaran fungsional menunjukkan respon hipotalamus terhadap
stimulushumoral. Polysomnnografi malam hari diikuti dengan MSLT
digunakan untukmengkonfirmasi diagnosis pada narcolepsy, terutama bila
gangguan pertamadibuat dan sebelum pengobatan dimulai, dan bila
penurunan hypocretin belumdilakukan secara biokimia.
Polysomnografi/MSLT harus dilakukan setelahseseorang tidak lagi
mengkonsumsi obat psikotropik dan setelah pola tidur- bangun normal,
tanpa perubahan kerja atau gangguan tidur yang telahterdokumentasi.
Periode onset tidur REM saat polysomnografi (REM latensi kurang
dariatau sama dengan 15 menit) lebih spesifik (mendekati 1% postif pada
subjekkontrol) tetapi lebih kurang sensitif (mendekati 50%). Hasil MSLT
positif menunjukkan rata rata latensi tidur kurang dari atau sama dengan 8
menit, denganonset tidur REM dalam 2 atau lebih pada 4-5 kali tidur
siang. Hasil MSLT positif pada 90-95% individu dengan narcolepsi
melawan 2-4% dari subjek kontrl atauindividu dengan gangguan tidur
lainnya. Tambahan temuan dari polysomnografiadalah adanya gairah yang
menigkat, penurunan efisiensi tidur dan peningkatankeinginan tidur.
Gerakan tungkai yang periodeik (ditemukan pada 40% orangdengan
narcolepsy) dan apnea saat tidur tercatat. Penurunan
hypocretinditunjukkan dengan mengukur reaksi imun pada hypocretin-1
CSS. Tes ini saat berguna pada individu dengan dugaan gangguan
konversi dan orang yang tidakmemiliki katapleksi yang khas, atau dalam
kasus yang sulit diobati. Nilaidiagnostik dari tes ini tidak dipengaruhi oleh
obat obatan, kekurangan waktu tidur,atau waktu irama sirkadian, tetapi
temuan lain menenukan jika sesorang dengan penyakit kronis atau sakit
yang parah, trauma kepa atau koma memilikikecenderungan untuk tidak
dapat diobati. Sitologi, protein dan nilai glukosa padCSS dalam nilai
normal atau bahkan ketika sampel diambil pada beberapa minggusetelah
onset cepat. Nilai hypocretin-1 CSS pada kasus baru ini biasanya
sudahsangat berkurang atau bahkan tidak terdeteksi.
10. Konsekuensi Fungsional Pada Narcolepsy
Berkendara dan pekerjaan akan terganggu dan orang dengan
narcolepsyharus menghindari pekerjaan yang berat (mengoperasikan alat
berat) atau lainnya(supir bus, pilot) atau tempat lain yang berbahaya.
Setelah narcolepsy terkontroldengan pengobatan pasien biasanya dapat
mengemudi dengan baik meskipunhanya pada jarak pendek. Individu yang
tidak diobati beresiko diisolasi secarasosial karena dapat mencederai diri
atau orang lain. Hubungan sosial akanterganggu karena seorang individu
akan Aberusaha melawan kondisi ini denganmeluapkan emosinya.
11. Diagnosis Banding
Hipersomnia lainnya. Hipersomnolen dan narcolepsy memiliki
kesamaandengan derajat rasa kantuk pada siang hari, usia onset, dan pola
yang stabil beriringan dengan berjalannya wkatu dapat.

B. Sexual Dysfunctions (Disfungsi Seksual)


Disfungsi seksual adalah kondisi yang membuat laki-laki atau perempuan
tidak terpuaskan secara seksual. Disfungsi seksual dapat terjadi kapan pun dan
pada siapa saja. Meskipun demikian, kemungkinan munculnya disfungsi seksual
lebih besar pada orang lanjut usia.
Ada berbagai jenis disfungsi seksual yang dapat terjadi pada laki-laki atau
perempuan. Disfungsi seksual bisa berupa hilangnya hasrat untuk
berhubungan seksual, bisa juga berupa ketidakmampuan merasakan
rangsangan seksual meski ada hasrat untuk berhubungan seksual. Pada jenis
disfungsi seksual lainnya, seseorang memiliki hasrat berhubungan seksual dan
dapat merasakan rangsangan seksual, tetapi tidak bisa mencapai klimaks
(orgasme). Penderita disfungsi seksual juga dapat merasakan sakit atau nyeri
selama berhubungan seksual.
1. Gejala Disfungsi Seksual
Gejala disfungsi seksual yang muncul pada penderitanya berbeda-beda,
tergantung jenisnya. Selain itu, laki-laki dan perempuan memiliki gejala
yang berbeda. Berikut adalah gejala disfungsi seksual pada perempuan :
 Hilang atau turunnya hasrat seksual. Disfungsi seksual jenis ini
merupakan yang paling umum diderita perempuan. Disfungsi
seksual ini ditandai dengan hilangnya hasrat atau keinginan untuk
berhubungan seksual.
 Gangguan rangsangan seksual. Penderita disfungsi seksual jenis
ini masih memiliki hasrat berhubungan seksual. Namun,
penderitanya sulit untuk terangsang atau mempertahankan
rangsangan selama berhubungan seksual.
 Muncul rasa nyeri. Penderita akan merasakan nyeri saat
melakukan hubungan seksual. Kondisi ini dapat disebabkan
berbagai hal, seperti vaginismus, vagina kering, serta otot vagina
yang kaku.
 Gangguan orgasme. Perempuan yang menderita disfungsi seksual
jenis ini akan mengalami kesulitan mencapai orgasme meski
rangsangan dan stimulasi dilakukan terus menerus.
Seperti pada perempuan, gejala disfungsi seksual pada laki-laki juga
berbeda-beda sesuai dengan jenisnya. Gejala disfungsi seksual pada laki-
laki adalah:

 Hilangnya hasrat seksual. Laki-laki yang menderita disfungsi


seksual jenis ini merasakan kehilangan atau turunnya hasrat untuk
berhubungan seksual.
 Disfungsi ereksi. Disfungsi ereksi atau impotensi akan
mengakibatkan laki-laki sulit untuk menjaga penisnya tetap ereksi
saat berhubungan seksual.
 Gangguan ejakulasi. Kondisi ini menyebabkan laki-laki
mengalami ejakulasi terlalu cepat (ejakulasi dini) atau justru terlalu
lama saat berhubungan seksual.

Gangguan pada saat hubungan seksual adalah hal yang normal jika hanya
terjadi sesekali. Namun jika gangguan tersebut terjadi berulang kali, segera
periksakan diri ke dokter. Perlu diketahui, pada saat konsultasi terkait
disfungsi seksual, dokter dapat berbincang dengan pasangan masing-masing,
bukan hanya penderita saja.

Diabetes merupakan salah satu faktor yang meningkatkan risiko seseorang


mengalami disfungsi seksual. Oleh karena itu, penderita diabetes perlu rutin
kontrol ke dokter untuk mencegah komplikasi, salah satunya disfungsi
seksual.

Disfungsi seksual juga rentan terjadi pada pengguna narkoba. Oleh karena
itu, jauhi narkoba dan segera datangi fasilitas rehabilitasi bila sudah
ketergantungan.
2. Penyebab Disfungsi Seksual
Penyebab disfungsi seksual secara umum dibagi menjadi dua jenis,
yaitu faktor fisik dan faktor psikologis. Disfungsi seksual yang terjadi
akibat faktor fisik dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, antara lain:
 Gangguan hormon.
 Diabetes.
 Penyakit jantung.
 Tekanan darah tinggi.
 Penyakit saraf, seperti penyakit Parkinson dan multiple
sclerosis.
 Cedera pada saraf, terutama saraf yang mengatur ereksi.
 Efek samping dari obat-obatan tertentu, contohnya
obat antidepresan.

Baik pria maupun wanita, gangguan hormon dapat mengakibatkan


disfungsi seksual. Contohnya, penurunan kadar hormon estrogen
saat menopause juga akan menurunkan hasrat seksual seorang wanita.
Selain itu, penurunan hormon testosteron pada pria juga dapat mengurangi
hasrat melakukan kegiatan seksual. Bukan hanya gangguan fisik, disfungsi
seksual juga dapat terjadi akibat gangguan psikologi. Faktor psikologi
yang dapat menimbulkan disfungsi seksual utamanya adalah:

 Stres.
 Kecemasan.
 Kekhawatiran berlebihan akan performa seksualnya.
 Masalah dalam hubungan atau pernikahan.
 Depresi.
 Perasaan bersalah.
 Trauma masa lalu, termasuk pelecehan seksual.
Disfungsi seksual juga berisiko lebih tinggi pada orang-orang yang
memiliki beberapa kondisi berikut ini:

 Lanjut usia.
 Merokok.
 Obesitas.
 Kecanduan alkohol.
 Pernah menjalani radioterapi pada daerah selangkangan.
 Menyalahgunakan narkoba.
3. Diagnosis Disfungsi Seksual
Diagnosis disfungsi seksual dimulai dengan menanyakan aktivitas
seksual penderita secara menyeluruh. Selain menanyakan gejala, dokter
akan menanyakan aktivitas serta riwayat penyakit penderita, termasuk jika
ada kejadian atau trauma di masa lalu.Dokter kemudian akan melakukan
pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan perubahan fisik yang dapat
memengaruhi aktivitas seksual. Selama pemeriksaan fisik, dokter akan
memeriksa organ kelamin.
Untuk mengetahui penyebab disfungsi seksual, dokter akan melakukan
beberapa tes berikut ini:
 Tes darah, untuk memeriksa kadar hormon atau kecurigaan
penyebab lain, misalnya kadar gula dalam darah.
 USG, untuk memeriksa aliran darah di sekitar organ
 Tes nocturnal penile tumescence (NPT), untuk memantau ereksi
saat penderita tidur di malam hari dengan menggunakan alat
khusus.
4. Pengobatan Disfungsi Seksual
Diagnosis dan penanganan disfungsi seksual memerlukan kerjasama dari
beberapa ahli, seperti dokter spesialis urologi, dokter kandungan, dokter
endokrin, dokter andrologi, dokter saraf, psikiater, serta terapis seksual,
guna mendapatkan diagnosis dan pilihan pengobatan yang tepat.
Pengobatan disfungsi seksual bertujuan untuk mengatasi masalah utama
yang menyebabkan disfungsi seksual. Oleh karena itu, pengobatan
disfungsi seksual akan disesuaikan dengan masing-masing penyebabnya.
Pengobatan tersebut meliputi:
 Konsumsi ‘obat kuat’
Banyak orang mengonsumsi ‘obat kuat’ untuk mengatasi disfungsi
seksual. Obat tersebut memang dapat meningkatkan performa saat
berhubungan seksual, tetapi memiliki efek samping sakit kepala
hingga gangguan penglihatan.
Konsumsi ‘obat kuat’ hanya boleh atas persetujuan dokter karena
dapat menimbulkan gangguan kerja organ jantung, terutama pada
penderita yang sudah memiliki penyakit jantung sebelumnya.
 Psikoterapi
Terapi psikologi dilakukan oleh psikolog atau psikiater untuk
membantu seseorang mengatasi gangguan psikologi yang
menyebabkan disfungsi seksual. Contohnya adalah terapi untuk
mengatasi kecemasan, rasa takut, atau perasaan bersalah yang
berdampak pada fungsi seksual penderitanya.
Selain itu, dokter atau psikolog akan memberikan pemahaman
tentang seks dan tingkah laku seksual kepada pasien. Pemahaman
tentang hubungan seksual perlu dimiliki penderita agar kegelisahan
tentang kemampuan seksualnya dapat teratasi.
Sesi terapi juga dapat dilakukan bersama dengan pasangan untuk
mengetahui tentang kebutuhan dan kegelisahan masing-masing
sehingga dapat mengatasi hambatan dalam aktivitas seksual.
 Pengobatan untuk mengatasi gangguan hormone
Bagi wanita dengan kadar estrogen rendah, terapi pengganti
hormon estrogen dapat diberikan guna membantu elastisitas vagina
dengan meningkatkan aliran darah dan pelumas pada vagina.
Terapi ini dapat diberikan dalam bentuk cincin vagina, krim, atau
tablet. Sedangkan bagi pria dengan kadar testosteron rendah, dokter
dapat memberi terapi hormon testosteron untuk meningkatkan
kadar testosteron dalam tubuh.
 Pengobatan untuk menangani masalah fisik
Untuk menangani disfungsi seksual akibat suatu penyakit adalah
dengan mengobati penyakit yang mendasarinya. Misalnya,
penderita diabetes akan diberikan metformin atau insulin untuk
mengontrol kadar gula dalam darah.
 Perubahan gaya hidup
Untuk mengatasi disfungsi seksual, juga perlu diterapkan pola
hidup yang sehat, seperti berolahraga rutin dan berhenti merokok
atau minum alkohol. Kegiatan ini dapat membantu meningkatkan
kualitas aktivitas seksual.
Beberapa alat bantu, seperti alat pompa (vakum) dan vibrator,
dapat membantu wanita atau pria dalam mengatasi masalah
seksual. Operasi implan penis juga terkadang dipertimbangkan
untuk membantu pria mengatasi gangguan ereksi.
5. Komplikasi Disfungsi Seksual
Disfungsi seksual dapat menyebabkan penderitanya mengalami
komplikasi, terutama pada kondisi psikologinya. Seseorang yang
menderita disfungsi seksual dapat mengalami beberapa kondisi
berikut:
 Ketidakpuasan dengan aktivitas seksualnya.
 Permasalahan dengan pasangan hingga perceraian.
 Semakin stres, cemas, dan merasa rendah diri.
6. Pencegahan Disfungsi Seksual
Untuk mencegah munculnya disfungsi seksual, Anda dapat mengubah
perilaku dan gaya hidup menjadi lebih sehat, yaitu dengan:
 Berhenti merokok dan minum alkohol.
 Menjaga berat badan tetap ideal.
 Mengelola stres dan rasa cemas dengan baik.
 Menjalani rehabilitasi untuk mengatasi penyalahgunaan narkoba.
Disfungsi seksual juga merupakan salah satu bagian dari proses penuaan,
sehingga terkadang sulit untuk dihindari.

C. Gender Dysphoria
Pada bab ini, terdapat satu diagnosis menyeluruh dari gender dysphoria
(gender = jenis kelamin), dengan kriteria terpisah yang sesuai dengan tahapan
perkembangan anak-anak, remaja dan orang dewasa. Ruang lingkup jenis
kelamin dan gender sangat kontroversial dan telah menyebabkan
berkembangnya istilah-istilah dengan makna yang berbeda-beda dari waktu
kewaktu dan di dalam atau antar disiplin ilmu. Sumber kerancuan lainnya
adalah istilah “sex” dalam bahasa Inggris yang sama-sama bermakna laki-laki
atau perempuan dan seksualitas. Bab ini menggunakan kerangka dan istilah-
istilah seperti yang lasim digunakan oleh para dokter dari berbagai disiplin
ilmu dengan spesialisasi di bidang ini. Dalam bab ini, kata sex dan sexual
merujuk pada indikator biologis laki-laki dan perempuan (yang dipahami
dalam konteks bidang reproduksi), seperti tentang kromosom seksual, gonad,
hormon seksual, serta genitalia internaldan eksternal yang tidak ambigu.
Gangguan perkembangan seks menunjukkan kondisi penyimpangan somatik
bawaan pada saluran reproduksi bila dibandingkan dengan yang normaldan
atau adanya perbedaan antara indikator biologis laki-laki dan perempuan.
Terapi hormone cross-sex menunjukkan penggunaan hormon feminisasi pada
seseorang yang lahir sebagai laki-laki berdasarkan indikator biologis
tradisional atau penggunaan hormon maskulinisasi padaseseorang yang lahir
sebagai perempuan.
Kebutuhan untuk memperkenalkan istilah gender (jenis kelamin) muncul
dengan adanya kesadaran bahwa untuk seorang individu dengan indikator
biologis jenis kelamin yang bermasalah atau ambigu (yaitu “interseks”), peran
kehidupan dalam masyarakat dan atau identifikasi mereka sebagai laki-laki
atau perempuan tidak bisa terkait secara bersamaan atau diperkirakan dari
indikator biologis dan, di kemudian hari, beberapa individu menunjukkan
identitas sebagai perempuan atau laki-laki yang berbeda dengan indikator
biologis klasik yang mereka miliki. Dengan demikian, istilah gender (jenis
kelamin) digunakan untuk menunjukkan peran kehidupan publik (dan
biasanya diakui secara hukum) sebagai anak laki-laki atau perempuan, pria
atau wanita, akan tetapi berbeda dengan teori-teori konstruksionis sosial
tertentu, faktor biologis dianggap berkontribusi dalam interaksi dengan faktor-
faktor sosial dan psikologis, untuk perkembangan jenis kelamin. Gender
assignment (penentuan jenis kelamin) merujuk pada penentuan awal sebagai
pria atau wanita. hal ini biasanya terjadi pada saat lahir dan, dengan demikian
disebut sebagai “gender lahir.” Gender atypical (jenis kelamin atipikal)
merujuk pada gambaran somatik atau perilaku yang tidak khas pada tiap
individu (yang sesuai dengan fakta) dengan jenis kelamin yang telah
ditetapkan sebelumnya oleh masayarakat; untuk perilaku, gender-
nonconforming merupakan istilah alternati. Gender reassignment (pergantian
jenis kelamin) menunjukkan perubahan jenis kelamin yang sah (dan biasanya
legal searahukum). Gender identity (identitas jenis kelamin) merupakan
kategori identitas sosial danmerujuk pada identifikasi perorangan sebagai laki-
laki, perempuan, atau kadang-kadang beberapa kategori lain selain laki-laki
atau perempuan. Gender dysphoria sebagai istilah deskriptif umum merujuk
pada ketidakpuasan afektif/kognitif seorang individu terhadap jenis kelamin
yang telah ditetapkan sebelumnya, namun didefinisikan secara lebih khusus
bila digunakan sebagai kategori diagnostik. Transgender merujuk pada
spektrum luas individu-individu yang secara sementara atau terus-menerus
mengidentifikasi jenis kelamin yang berbeda dari jenis kelamin lahir mereka.
Transsexual menunjukkan seorang individu yang mencari atau telah
mengalami transisi sosial dari laki-laki ke perempuan atau perempuan ke laki-
laki, yang pada kebanyakan kasus juga melibatkan transisi somatik dengan
terapi hormon cross-sex dan operasi kelamin (operasi penggantian kelamin).
Gender dysphoria merujuk tekanan yang mungkin menyertai
ketidaksesuaian antara pengalaman atau ekspresi jenis kelamin seseorang
dengan jenis kelamin yang sudah ditentukansebelumnya. /eskipun tidak semua
orang akan mengalami tekanan sebagai akibat dari ketidaksesuaian tersebut,
banyak yang merasa tertekan bila intervensi fisik yang diinginkan dengan cara
hormonal dan atau operasi tidak tersedia. Istilah ini lebih deskriptif bila
dibandingkan dengan istilah gender identity disorder (gangguan identitas
seksual) pada DSM-IV sebelumnya, dan lebih fokus pada dysophoria sebagai
masalah klinis, bukan identitas secara terminologis.
1. Gambaran Diagnosis
Individu dengan gender dysphoria memiliki inkongruensi yang
nyata antara jenis kelamin mereka (biasanya ditetapkan saat lahir, disebut
sebagai natal gender) dan jenis kelamin yang mereka rasakan/ekspresikan.
Perbedaan ini merupakan komponen inti dari diagnosis. Juga harus ada
bukti adanya distress (tekanan) akibat inkongruensi ini. Jenis kelamin yang
dirasakan dapat berupa jenis kelamin alternatif di luar stereotip biner.
Akibatnya, tekanan ini tidak terbatas pada keinginan untuk menjadi jenis
kelamin lain, tetapi termasuk juga keinginan untuk menjadi alternatif jenis
kelamin lainnya, asalkan hal itu berbeda dari jenis kelamin individu
tersebut sebelumnya.
Gender dysphoria menunjukkan manifestasi yang berbeda dalam
tiap kelompok usia. Pada masa prepubertas, anak yang terlahir sebagai
perempuan dengan gender dysphoria dapat mengungkapkan keinginan
untuk menjadi anak laki-laki, menegaskan bahwa mereka adalah anak laki-
laki, atau menegaskan bahwa mereka akan tumbuh menjadi seorang pria.
Mereka lebih memilih pakaian dan gaya rambut anak laki-laki, sehingga
sering dianggap sebagai anak laki-laki oleh orang asing, dan bisa saja
meminta untuk dipanggil dengan nama anak laki-laki. Biasanya, mereka
menampilkan reaksi negatif yang kuat terhadap upaya orang tua mereka
untuk memakaikan gaun atau pakaian feminin lainnya. Beberapa mungkin
menolak untuk datang kesekolah sekolah atau menghadiri acara sosial di
mana pakaian-pakaian tersebut digunakan. Anak-anak perempuan ini
mungkin menunjukkan identifikasi cross gender yang nyata dalam
bermain peran, mimpi, dan hayalan. Olahraga dengan kontak fisik,
permainan tradisional yang biasa dimainkan anak laki-laki, dan memilih
anak laki-laki sebagai teman bermain yang biasanya paling disukai.
Mereka menunjukkan minat yang kurang dalam mainan yang merupakan
ciri khas feminine (misalnya boneka) atau kegiatan (misalnya, saling
mendandani atau bermain peran). Terkadang mereka menolak untuk buang
air kecil dalam posisi duduk. Beberapa anak yang terlahir sebagai
perempuan menunjukkan keinginan untuk memiliki penis atau
menyatakan keinginan untuk memiliki penis atau bahwa mereka akan
memilikinya bila sudah bertambah usia. Mereka juga mungkin
menyatakan bahwa mereka tidak ingin mengalami payudara atau
menstruasi.
Pada masa prepubertas, anak yang terlahir sebagai laki-laki dengan
gender dysphoria dapat mengungkapkan keinginan untuk menjadi seorang
anak perempuan atau menegaskan bahwa mereka adalah seorang anak
perempuan atau bahwa mereka akan tumbuh menjadis seorang wanita.
Mereka memiliki kecenderungan untuk memakai pakaian anak perempuan
atau wanita atau mungkin berimprovisasi dengan berbagai bahan yang
tersedia (misalnya, menggunakan handuk, celemek, dan syal untuk rambut
panjang atau rok). Anak-anak ini juga mungkin bermain peran sebagai
sosok perempuan (misalnya, sebagai “ibu”) dan sering sangat tertarik pada
tokoh fantasi perempuan. Kegiatan tradisional yang feminin, permainan
stereotipik anak perempuan, dan hiburan (misalnya, “bermain rumah”;
menggambar gambar feminin, menonton televisi atau video dari karakter
wanita favorit) biasanya paling disukai. Boneka yang merupakan ciri khas
perempuan (misalnya Barbie) biasanya lebih sering disukai, dan mereka
lebih memilih untuk bermain dengan anak perempuan. Mereka
menghindari permainan kasar dan olahraga kompetitif dan memiliki minat
yang kurang dalam mainan khas maskulin (misalnya, mobil, truk).
Beberapa di antaranya mungkin berpura-pura tidak memiliki penis dan
bersikeras untuk duduk ketika buang air kecil. Dan meskipun jarang
ditemukan, mereka juga mungkin merasa bahwa penis atau testis mereka
menjijikkan, bahwa mereka berharap hal tersebut dihilangkan, atau bahwa
mereka memiliki atau berharap memiliki vagina.
Pada remaja muda dengan gender dysphoria, gambaran klinis
mungkin menunjukkan kondisi yang mirip dengan anak-anak atau orang
dewasa, tergantung pada tingkat perkembangannya. Karena ciri seks
sekunder remaja muda belum sepenuhnya berkembang, orang-orang ini
mungkin tidak menyatakan ketidaksukaan mereka, tetapi mereka khawatir
akan perubahan Fisik yang akan terjadi. Pada orang dewasa dengan gender
dysphoria, perbedaan antara jenis kelamin yang dirasakan dengan
karakteristik jenis kelamin secara fisik sering, namun tidak selalu, disertai
dengan keinginan untuk menyingkirkan ciri seks primer dan atau sekunder
dan atau keinginan yang kuat untuk mendapatkan beberapa karakteristik
seks primer dan atau sekunder dari jenis kelamin lainnya. Secara
bervariasi, orang dewasa dengan gender dysphoria mungkin mengadopsi
perilaku, pakaian, dan tingkah laku dari jenis kelamin yang ia rasakan.
Mereka merasa tidak nyaman dengan anggapan orang lain atau
berinteraksi di dalam masyarakat, sebagain individu dengan jenis kelamin
yang telah ditetapkan sebelumnya. Beberapa orang dewasa mungkin
memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi jenis kelamin yang berbeda
dan ingin diperlakukan seperti itu, dan mereka mungkin memiliki
dorongan batin untuk merasakan dan merespon sebagai jenis kelamin yang
ia rasakan tersebut tanpa berusaha mencari penanganan medis untuk
mengubah karakteristik tubuhnya. Mereka mungkin menemukan cara lain
untuk mengatasi ketidaksesuaian antara jenis kelamin yang ia rasakan
ekspresikan dengan hidup dalam peran sebagai jenis kelamin yang ia
inginkan secara parsial, atau dengan mengadopsi peran jenis kelamin yang
bukan perempuan secara konvensional juga bukan laki-laki secara
konvensional.
2. Gambaran yang Mendukung Diagnosis
Ketika tanda-tanda pubertas mulai muncul, anak laki-laki
mengukur rambut kaki mereka pada tanda-tanda pertama dari
pertumbuhan rambut. Mereka kadang-kadang menjepit (bind) alat kelamin
mereka agar ereksi tidak terlihat jelas. Perempuan dapat membebat
payudara mereka, berjalan dengan membungkuk, atau menggunakan
sweater longgar untuk membuat payudara kurang terlihat. Semakin lama,
remaja-remaja tersebut meminta atau dapat memperoleh penekan hormon
steroid gonad (misalnya, analog gonadotropin-releasing hormone [GnRH],
spironolactone) tanpa resep dokter dan tanpa pengawasan. Remaja
tersebut juga sering menginginkan terapi hormon dan banyak juga yang
berharap untuk mendapatkan operasi pergantian kelamin. Remaja yang
tinggal di lingkungan yang menerima kondisinya tersebut dapat secara
terbuka mengungkapkan keinginan untuk menjadi dan diperlakukan
sebagai jenis kelamin yang ia rasakan, dan berpakaian sebagai jenis
kelamin tersebut baik sebagian atau secara keseluruhan, memiliki gaya
rambut yang khas dari jenis kelamin tersebut, mencari persahabatan
dengan teman sebaya dari jenis kelamin lainnya, dan atau menggunakan
nama baru yang sesuai dengan jenis kelamin itu. Remaja yang lebih tua,
ketika ia aktif secara seksual biasanya tidak menunjukkan atau
mengisinkan pasangannya untuk menyentuh organ seksual mereka. Pada
orang dewasa dengan keengganan terhadap alat kelamin mereka, aktivitas
seksual dibatasi oleh pilihan untuk tidak memperlihatkan dan tidak
mengizinkan pasangan mereka menyentuh alat kelamin mereka. Beberapa
orang dewasa mungkin mencari terapi hormon (kadang-kadang tanpa
resep dokter dan pengawasan) dan operasi pergantian kelamin. Beberapa
lainnya puas dengan terapi hormone atau pembedahan saja. Remaja dan
orang dewasa dengan gender dysphoria sebelum terjadi pergantian
kelamin beresiko untuk memiliki pemikiran bunuh diri, melakukan
percobaan bunuh diri, dan bunuh diri. Setelah pergantian kelamin,
penyesuaian dapat bervariasi dan risiko bunuh diri dan bisa saja menetap.
3. Prevelensi
Untuk laki-laki dewasa (natal gender), prevelensi berkisar antara
0,005% hingga 0,014%, dan untuk wanita (natal gender) berkisar dari
0,002% hingga 0,003%. Karena tidak semua orang dewasa mencari
pengobatan hormone dan tindakan bedah di klinik spesialis, maka angka
ini bisa jadi lebih kecil daripada kenyataan. Rerata kunjungan ke klinik
spesialis menurut perbedaan jenis kelamin bervariasi menurut kelompok
umur. Pada anak-anak, rasio jenis kelamin anak laki-laki dan anak
perempuan (natal gender) berkisar 2:1 sampai 4,5:1. Pada remaja, rasio
jenis kelamin cukup seimbang; pada orang dewasa, rasio jenis kelamin
lebih kepada laki-laki (natal gender) dengan rasio berkisar 1:1 sampai
6,1:1. Di dua ngara, rasio jenis kelamin lebih mendukung pada perempuan
(natal gender), yaitu di Jepang sebesasr 2, 2:1; dan di Polandia sebesar 3,
4:1.
4. Perkembangan Dan Perjalanan Penyakit
Karena ekspresi gender dysphoria bervariasi sesuai usia, terdapat
kriteria yang terpisah untuk anak-anak dengan remaja dan dewasa. Kriteria
untuk anak-anak didefinisikan secara lebih konkret dari yang untuk remaja
dan dewasa. Banyak kriteria inti tergambar dalam perbedaan perilaku
gender yang terdokumentasi dengan baik antara anak laki-laki dan
perempuan. Anak-anak yang lebih muda kurang mengekspresikan
dysphoria anatomi yang berlebihan dan gigih seperti pada anak-anak,
remaja dan dewasa. Pada remaja dan dewasa, ketidaksesuaian antara jenis
kelamin yang dirasakan dengan jenis kelamin secara somatik adalah
gambaran utama dari diagnosis. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
tekanan dan gangguan juga bervariasi menurut usia. Seorang anak yang
sangat muda mungkin menunjukkan tanda-tanda tertekan (misalnya
menangis keras) hanya ketika orang tua mereka memberitahu bahwa ia
adalah “benar- benar” bukan merupakan dari jenis kelamin yang lain,
namun hanyalah “keinginan” mereka saja. Tekanan bisa jadi tidak muncul
pada lingkungan yang mendukung keinginan anak tersebut untuk hidup
sesuai peran dari jenis kelamin lainnya dan mungkin muncul hanya jika
ada gangguan terhadap keinginan tersebut. Pada remaja dan orang dewasa,
tekanan dapat bermanifestasi karena ketidaksesuaian yang kuat antara
jenis kelamin yang dirasakan dengan jenis kelamin secara somatik.
Tekanan tersebut bagaimanapun juga akan teratasi dengan lingkungan
yang mendukung dan pengetahuan akan adanya terapi medis untuk
mengurangi ketidaksesuaian. Gangguan (misalnya, penolakan sekolah,
munculnya depresi, kecemasan, dan penyalahgunaan zat) bisa timbul
sebagai konsekuensi dari gender dysphoria.
Gender dysphoria tanpa gangguan perkembangan jenis kelamin. Pada
anak-anak yangdirujuk ke klinik, onset timbulnya perilaku cross-gender
biasanya antara usia 2 dan 4 tahun. Ini sesuai dengan jangka waktu
perkembangan yang mana biasanya anak-anak mulaimengekspresikan
perilaku sesuai jenis kelamin dan ketertarikan. Pada beberapa anak usia
prasekolah, baik perilaku cross-gender yang meresap dan menyatakan
keinginan untuk menjadi jenis kelamin lain mungkin ada, atau lebih
jarang, mungkin terjadi pelabelan diri sebagai jenis kelamin yang lain.
Pada beberapa kasus, penyataan akan keinginan sebagai jenis kelamin
yang lain muncul lebih akhir, biasanya saat masuk ke sekolah dasar. Pada
sekelompok kecil anak-anak menunjukkan ketidaknyamanan dengan
anatomi jenis kelamin mereka atau akan menyatakan keinginan untuk
memiliki anatomi jenis kelamin yang sesuai dengan jenis kelamin yang
mereka rasakan (“dysphoria anatomi”). Pernyataan tentang dysphoria
anatomi menjadi lebih sering ketika seorang anak dengan gender
dysphoria mencapai dan akan mengalami pubertas.
Derajat persistensi gender dysphoria dari masa kanak-kanak ke
masa remaja atau dewasa bervariasi. Pada laki-laki (natal gender),
persistensi berkisar dari 2,2% sampai 30%. Pada wanita (natal gender),
persistensi berkisar dari 12% menjadi 50%. Persistensi gender dysphoria
secara sederhana berkorelasi dengan penilaian dimensi akan keparahan
pada saat penilaian awal masa kanak-kanak. Dalam satu sampel laki-laki
(natal gender), latar belakang sosial ekonomi rendah juga berkorelasi
dengan persistensi. Belum jelas apakah adanya pendekatan terapi khusus
untuk gender dysphoria pada anak-anak berkaitan dengan tingkat
persistensi jangka panjang. Follow up sampel yang ada terdiri dari anak-
anak yang tidak menerima intervensi terapeutik formal atau menerima
berbagai jenis intervensi terpeutik, mulai dari upaya aktif untuk
mengurangi gender dysphoria hingga yang lebih netral berupa pendekatan
“watchfull waiting”. Tidak jelas apakah anak-anak yang didorong atau
didukung untuk hidup secara sosial dalam jenis kelamin yang diinginkan
akan menunjukkan tingkat persistensi yang lebih tinggi, karena anak-anak
tersebut belum diikuti secara longitudinal dan sistematis. Baik pada anak
laki-laki dan perempuan (natal gender) yang menunjukkan ketekunana,
hampir semuanya tertarik secara seksual kepada individu yang sesuai
dengan jenis kelamin (natal gender) mereka. Untuk anak-anak laki-laki
(natal gender) yang gender dysphoria-nya tidak bertahan, mayoritas di
antara mereka adalah androphilic (tertarik secara seksual dengan laki-laki)
dan sering mengidentifikasi diri sebagai gay atau homoseksual (berkisar
antara 63% sampai 100%). Pada anak-anak perempuan (natal gender) yang
gender dysphoria-nya tidak bertahan, presentase yang gynephilic (tertarik
secara seksual pada perempuan) dan mengidentifikasi diri sebagai lesbian
lebih rendah (berkisar antara 32% sampai 50%).
Baik pada laki-laki remaja dan dewasa, terdapat dua jalur yang luas
untuk perkembangan gender dysphoria onset dini hampir selalu tertarik
secara seksual dengna laki-laki (androphilic). Remaja dan orang dewasa
dengan gender dysphoria onset lambat lebih sering terlibat dalam perilaku
transvestic dengan gairah seksual. Mayoritas individu ini adalah
gynephilic atau teratrik secara seksual pada laki-laki posttransition lainnya
dengan gender dysphoria onset lambat. Sebagian besar laki-laki dewasa
dengan gender dysphoria onset lambat hidup bersama atau menikah
dengan perempuan. Setelah terjadi transisi, banyak yang mengidentifikasi
diri sebagai lesbian. Di antara laki-laki dengan gender dysphoria,
kelompok onset dini berusaha mencari pengobatan hormon dan operasi
pergantian kelamin pada usia yang lebih dini daripada kelompok onset
lambat. Kelompok onset lambat mungkin lebih berfluktuasi dalam derajat
gender dysphoria dan cenderung puas setelah operasi pergantian kelamin.
Baik pada perempuan remaja dan dewasa (natal gender),
perjalanan yang paling umum adalah gender dysphoria onset dini. Bentuk
onset lambat cenderung kurang pada perempuan dibandingkan laki-laki.
Seperti pada laki-laki dengan gender dysphoria, dapat terjadi suatu periode
di mana gender dysphoria terhenti dan orang-orang tersebut
mengidentifikasi dirisebagai lesbian namun ketika terjadi kekambuhan
gender dysphoria, mereka biasanya mencari konsultasi klinis untuk
mendapatkan terapi hormon dan operasi pergantian kelamin. Orang tua
dari remaja perempuan (natal gender) dengan bentuk onset lambat juga
melaporkan terkejut, karena tidak ada tanda-tanda gender dysphoria yang
nyata saat masa anak-anak. Pernyataan dysphoria anatomi jauh lebih
umum dan menonjol pada remaja dan orang dewasa dibandingkan pada
anak-anak. Perempuan remaja dan dewasa (natal gender) dengan gender
dysphoria onset dini hampir selalu gynephilic. Sedangkan yang mengalami
onset lambat biasanya androphilic dan setelah transisi jenis kelamin akan
mengidentifikasi diri sebagai laki-laki gay. Perempuan (natal gender)
dengan onset lambat tidak memiliki kekambuhan perilaku transvestic
dengan gairah seksual.

Gender dysphoria yang berhubungan dengan gangguan


perkembangan jenis kelamin. Kebanyakan individu dengan gangguan
perkembangan jenis kelamin yang mengalami gender dysphoria datang ke
pelayanan medis pada usia dini. Kebanyakan dari mereka, mulai dari lahir,
masalah penetapan jenis kelamin sudah diwacanakan oleh dokter dan
orang tua. Selain itu, karena umumnya terjadi infertilitas pada kelompok
ini, dokter lebih bersedia untuk melakukan terapi hormone cross-sex dan
operasi kelamin sebelum dewasa.
Gangguan perkembangan seks pada umumnya sering dikaitkan dengan
perilaku gender atipikal yang dimulai pada anak usia dini. Namun, dalam
sebagian besar kasus, hal ini tidak mengakibatkan gender dysphoria. Pada
individu dengan gangguan perkembangan seksual menyadari riwayat
medis dan kondisi mereka, kebanyakan mereka merasakan ketidakpastian
akan jenis kelamin mereka, berlawanan dengan timbulnya keyakinan
bahwa mereka adalah jenis kelamin lain. Namun, sebagian besar tidak
berlanjut hingga transisi jenis kelamin. Gender dysphoria dan transisi jenis
kelamin dapat bervariasi sesuai dengan fungsi gangguan perkembangan
seks, tingkat keparahan, dan jenis kelamin yang ditetapkan sebelumnya.
5. Faktor Resiko Dan Prognosist
Tempramental. Bagi individu dengan gender dysphoria tanpa gangguan
perkembangan seksual, perilaku gender atipikal pada individu dengan
gender dysphoria onset dini berkembang di usia prasekolah awal, dan
tingkat tatipikal yang lebih tinggi memungkinkan terjadinya
perkembangan gender dysphoria dan persistensinya pada remaja dan
dewasa.
Lingkungan. Di antara individu dengan gender dysphoria tanpa gangguan
perkembangan seksual, laki-laki (baik masa kecil dan remaja) lebih sering
memiliki kakak laki-laki dengan kondisi serupa dibandingkan yang tidak.
Faktor predisposisi lain yang dapat dipertimbangkan, terutama pada
individu dengan gender dysphoria onset lambat (remaja dan dewasa),
termasuk kebiasaan transvestisme Fetihistik yang berkembang menjadi
autogynephilia (yaitu gairah seksual yang berhubungan dengan pikiran
atau citra dirinya sebagai seorang wanita) dan bentuk- bentuk masalah
sosial, psikologis, atau perkembangan yang lebih umum.
Genetik dan Fisiologis. Pada individu dengan gender dysphoria tanpa
gangguan perkembangan seksual, beberapa kontribusi genetik yang
didukung oleh bukti (lemah) adanya transseksualismedalam keluarga,
antara saudara kandung yang tidak kembar, peningkatan kesesuaian untuk
transseksualisme pada monozigot dibandingkan dengan kembar dizigot
yang berjenis kelamin sama, dan beberapa derajat heritabilitas gender
dysphoria. Berdasarkan temuan endokrin, tidak ada kelainan sistemik
endogen pada kadar hormon seks yang ditemukan di individu 46, XY,
sedangkan tampaknya terdapat peningkatan kadar androgen (dalam kisaran
ditemukan pada wanita hirsutisme tetapi jauh di bawah tingkat laki-laki
normal) pada individu 46, XX. Secara keseluruhan, bukti saat ini tidak
memadai untuk menyatakan adanya gender dysphoria tanpa adanya
gangguan perkembangan seksual sebagai bentuk interseks yang terbatas
pada sistem saraf pusat.
Pada gender dysphoria yang terkait dengan gangguan perkembangan
seksual, kemungkinan terjadinya gender dysphoria di kemudian hari
meningkat jika produksi dan pemanfaatan androgen prenatal (melalui
sensitivitas reseptor) yang lebih atipikal secara relatif terhadap apa yang
biasanya terlihat pada individu dengan jenis kelamin yang sama.
Contohnya individu 42, XY dengan riwayat hormone prenatal yang
normal tapi terjadi cacat bawaan pada genital non-hormonal (seperti pada
ekstrofia buli-buli atau agenesis penis) dan pada yang telah ditetapkan
sebagai jenis kelamin perempuan. Kemungkinan gender dysphoria lebih
meningkat lagi dengan adanya tambahan berupa, paparan berkepanjangan
androgen atipikal postnatal dengan virilisasi somatik yang mungkin terjadi
pada individu 46, XY yang dibesarkan sebagai perempuan dengan
defisiensi 5-alpha reductase-2 atau defisiensi 17-beta-hidrosisteroid
dehidrogenase-3, atau individu 46, XX yang dibesarkan sebagai
perempuan dengan hyperplasia adrenal kongenital klasik dengan tidak
adanya terapi pengganti glukokortikoid dalam jangka waktu lama. Namun,
lingkungan androgen prenatal lebih erat kaitannya dengan perilaku gender
dari pada identitas gender. Banyak orang dengan gangguan perkembangan
seksual dan perilaku gender atipikal yang nyata tidak berkembang menjadi
gender dypshoria. Dengan demikian, perilaku gender atipikal dengan
sendirinya tidak boleh diinterretasikan sebagai indikator terjadinya gender
dysphoria di masa yang akan datang. Nampak adanya derajat yang lebih
tinggi untuk terjadi gender dysphoria dan inisiasi perubahan jenis kelamin
oleh pasien pada individu dengan jenis kelamin perempuan (natal gender)
ke laki-laki daripada seballiknya pada individu 46, XY dengan gangguan
perkembangan seks.
6. Permasalahan Diagnostik Terkait Budaya
Individu dengan gender dysphoria telah dilaporkan di banyak
negara dan budaya. Setara dengan gender dysphoria juga telah dilaporkan
pada orang yang hidup dalam budaya dengan kategori jenis kelamin
institusional selain dari laki-laki atau perempuan. Tidak jelas apakah
orang-orang ini dapat memenuhi kriteria diagnostic gender dysphoria.
7. Penanda Diagnostik
Individu dengan gangguan somatik perkembangan seksual
menunjukkan beberapa korelasi hasil identitas gender dengan tingkat
produksi dan pemanfaatn androgen prenatal. Namun, korelasinya tidak
cukup kuat untuk menggantikan evaluasi wawancara diagnostik rinci dan
komprehensif pada gender dysphoria.
8. Konsekuensi Fungsional dari Gender Dysphoria
Preokupasi akan keinginan cross-gender dapat berkembang di
segala usia setelah 2-3 tahun pertama masa kanak-kanak dan seringkali
mengganggu aktivitas sehari-hari. Pada anak-anak, kegagalan untuk
mengembangkan hubungan dan keterampilan dengan teman sebayasesama
jenis dapat menyebabkan isolasi dari kelompok sebaya dan tekanan.
Beberapa anak mungkin menolak untuk menghadiri sekolah karena
tekanan yang godaan dan pelecehan atau tekanan untuk berpakaian dalam
pakaian yang sesuai dengan jenis kelamin yang telah ditentukan. Juga pada
remaja dan orang dewasa, preokupasi harapan cross-gender sering
mengganggu kegiatan sehari-hari. Kesulitan dalam hubungan, termasuk
masalah hubungan seksual umumnya terjadi, dan fungsi di sekolah atau di
tempat kerja mungkin terganggu. Gender dysphoria, bersama dengan
ekspresi gender atipikal, berhubungan erat dengan tingginya tingkat
stigmatisasi, diskriminasi, dan korban, yang mengarah ke konsep diri yang
negatif, peningkatan tingkat komorbiditas gangguan mental, putus sekolah,
dan marginalisasi ekonomi, termasuk pengangguran, yang disertai
masalah sosial dan risiko kesehatan mental, terutama pada individudari
latar belakang keluarga miskin. Selain itu, akses orang-orang ini terhadap
layanan kesehatandan layanan kesehatan mental mungkin akan terhambat
oleh hambatan struktural, seperti ketidaknyamanan institusional atau
pengalaman dalam bekerja dengan populasi pasien ini.
9. Diagnosis Banding
Ketidaksesuaian peran gender. Gender dysphoria harus dibedakan dari
ketidaksesuaian sederhana untuk peran gender yang khas dengan
keinginan yang kuat untuk menjadi jeniskelamin lain daripada yang
ditetapkan sebelumnya, dan dengan tingkat variasi kegiatan dan
ketertarikan berdasar gender. Diagnosis tidak dimaksudkan untuk hanya
menjelaskan ketidaksesuaian dengan stereotip perilaku peran gender
(misalnya, “tomboyism” pada anak perempuan, “girly-boy” pada anak
laki-laki, sesekali cross-dressing pada pria dewasa). Mengingat adanya
peningkatan keterbukaan ekspresi gender atipikal pada seluruh individu
dalam spectrum transgender, penting untuk diketahui bahwa diagnosis
klinis terbatas pada individu-individu yang mengalami tekanan dan
gangguan yang memenuhi kriteria yang ditentukan.
Gangguan transvestisme. Gangguan transvestisme terjadi pada
heteroseksual (atau biseksual) remaja dan dewasa laki-laki (jarang pada
wanita) yang memiliki perilaku cross-dressing untuk menimbulkan gairah
seksual dan menyebabkan penderitaan dan atau gangguan
tanpamempertanyakan jenis kelamin primer mereka. Hal ini kadang-
kadang disertai dengan gender dysphoria. Seorang individu dengan
gangguan transvestisisme yang juga memiliki gender dysphoria signifikan
dapat diagnosa untuk keduanya. Dalam banyak kasus gender dysphoria
onset lambat pada laki-laki gynephilic, perilaku transvestisisme dengan
gairah seksual adalah prekursor.
Gangguan dismorik tubuh. Seseorang dengan gangguan dismorfik tubuh
berfokus pada perubahan atau penghilangan bagian tubuh tertentu karena
dianggap sebagai bentuk yangabnormal, bukan karena menolak jenis
kelaminnya. Ketika tampakan individu memenuhi kriteria baik untuk
gender dysphoria dan gangguan dismorfik tubuh, diagnosa dapat dibuat
untuk keduanya. Individu yang menginginkan anggota badan yang sehat
diamputasi (disebut sebagai gangguan identitas integritas tubuh) karena
membuat mereka merasa lebih “lengkap” dan biasanya tidak ingin
mengubah jenis kelamin, melainkan keinginan untuk hidup sebagai
orangyang diamputasi atau orang cacat.
Skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya. Pada skizofrenia, jarang
terjadi delusi memiliki jenis kelamin lainnya. Dengan tidak adanya gejala
psikotik, desakan oleh seorang individu dengan gender dysphoria bahwa ia
adalah jenis kelamin yang lain tidak dianggap sebagai delusi. Skizofrenia
(atau gangguan psikotik lainnya) dan gender dysphoria dapat terjadi
bersamaan.
Presentasi klinis lain. Beberapa individu dengan keinginan maskulinisasi
yang mengalami identitas gender alternatif, bukan laki-laki maupun
perempua memiliki presentasi yang memenuhi kriteria untuk gender
dysphoria. Namun, beberapa laki-laki mencari pengebirian dan atau
penectomy untuk alasan estetika atau untuk menghilangkan efek
psikologis androgen tanpa mengubah identitas laki-laki; dalam kasus ini,
kriteria untuk gender dysphoria tidak terpenuhi.
10. Komorbiditas
Anak-anak yang dirujuk ke klinik dengan gender dysphoria
menunjukkan peningkatan masalahemosional dan perilaku, paling sering
berupa kecemasan, disruptive and impulse-control, dan gangguan depresi.
Pada anak-anak prapubertas, bertambahnya usia dikaitkan dengan
memiliki lebih banyak masalah perilaku atau emosional; ini terkait dengan
meningkatnya rasa tidak terima terhadap variasi perilaku gender oleh
orang lain. Pada anak-anak yang lebih tua, variasi perilaku gender sering
menyebabkan pengucilan teman sebaya, yang dapat menyebabkan lebih
banyak masalah perilaku. Prevalensi masalah kesehatan mental berbeda
ada setiap budaya; perbedaan- perbedaan ini juga mungkin berkaitan
dengan perbedaan sikap terhadap variasi gender pada anak-anak. Namun,
juga dalam beberapa budaya non-Barat, relative umum ditemukan
kecemasan pada orang dengan gender dysphoria, bahkan dalam budaya
yang menerima variasisikap berdasar gender. Gangguan spektrum autisme
lebih menonjol pada anak-anak dengan gender dysphoria daripada pada
populasi umum. Remaja dengan gender dysphoria tampaknya memiliki
komorbid gangguan mental, dengan gangguan kecemasan dan depresi
yang palingumum terjadi. Seperti pada anak-anak, gangguan spektrum
autisme menonjol pada remaja dengan gender dysphoria daripada pada
populasi umum. Orang dewasa dengan gender dysphoria mungkin
memiliki masalah kesehatan mental, yang paling umum terjadi adalah
gangguan kecemasan dan gangguan depresi.
11. Gender Dysphoria Lainnya
Kategori ini berlaku untuk presentasi dimana karakteristik gejala
gender dysphoria yang menyebabkan distress signifikan atau dominannya
gangguan dalam bidang sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain, tetapi
tidak memenuhi kriteria penuh untuk gender dysphoria. Kategori gender
dysphoria lainnya digunakan dalam situasi di mana dokter memilih untuk
mengkomunikasikan alasan tertentu bahwa presentasi tidak memenuhi
kriteria untuk gender dysphoria. Hal ini ditulis sebagai “gender dysphoria
lainnya” diikuti dengan alasan tertentu (misalnya, “gender dysphoria
singkat”).
Sebuah contoh dari presentasi yang dapat ditentukan sebagai
“gender dysphoria lainnya” adalah sebagai berikut: gangguan saat
memenuhi kriteria gejala untuk gender dysphoria, tapi durasinya kurang
dari 6 bulan.
12. Gender Dysphoria Yang Tidak Tergolongkan
Kategori ini berlaku untuk presentasi di mana karakteristik gejala
gender dysphoria yang menyebabkan distress signifikan atau dominannya
gangguan dalam bidang sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain, tetapi
tidak memenuhi kriteria penuh untuk gender dysphoria Gender dysphoria
yang tidak tergolongkan digunakan dalam situasi di mana dokter memilih
untuk tidak menentukan alasan bahwa kriteria gender dysphoria tidak
terpenuhi, termasuk tidak adanya informasi yang cukup untuk membuat
diagnosis yang lebih spesifik.
D. Distruptive, Imulse-Control, and Conduct Disorders
Distruptive, Imulse-Control dan Conduct Disorders adalah sekelompok
gangguan yang dihubungkan oleh berbagai kesulitan dalam mengendalikan
perilaku agresif, pengendalian diri, dan impuls. Biasanya, perilaku atau
tindakan yang dihasilkan dianggap sebagai ancaman terutama bagi
keselamatan orang lain dan/atau norma sosial. Beberapa contoh masalah ini
termasuk berkelahi, menghancurkan properti, pembangkangan, mencuri,
berbohong, dan melanggar aturan. Gangguan tersebut adalah:
 Gangguan pembangkangan oposisi
 Gangguan eksplosif intermiten
 Gangguan perilaku
 Piromania
 Kleptomani
 Gangguan tertentu lainnya, kontrol impuls dan gangguan perilaku
 Gangguan yang tidak ditentukan, kontrol impuls, dan gangguan perilaku

Perilaku bermasalah dan masalah dengan pengendalian diri yang terkait


dengan gangguan ini biasanya pertama kali diamati pada masa kanak-kanak dan
dapat bertahan hingga dewasa. Secara umum, gangguan disruptif, kontrol impuls,
dan perilaku cenderung lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, dengan
pengecualian kleptomania. Masalah perilaku adalah alasan umum untuk merujuk
ke psikiater atau penyedia kesehatan mental lainnya. Penting untuk dicatat bahwa
perkembangan anak-anak dapat sesuai untuk menjadi mengganggu atau
menantang pada waktu-waktu tertentu. Namun, gangguan yang mengganggu,
impuls, dan perilaku melibatkan pola perilaku yang jauh lebih parah dan bertahan
lebih lama daripada apa yang sesuai dengan perkembangan. Misalnya, perilaku ini
sering terjadi, terjadi di berbagai tempat, dan dapat memiliki konsekuensi yang
signifikan (termasuk akibat hukum). Penting juga untuk mempertimbangkan
bahwa kemarahan dan pembangkangan dapat menjadi manifestasi dari gangguan
lain.
Satu perbedaan antara gangguan perilaku yang mengganggu dan banyak
kondisi kesehatan mental lainnya adalah bahwa dengan gangguan perilaku,
penderitaan seseorang terfokus ke luar dan secara langsung mempengaruhi orang
lain. Dengan sebagian besar kondisi kesehatan mental lainnya, seperti depresi dan
kecemasan, penderitaan seseorang umumnya diarahkan ke dalam diri mereka
sendiri.

Jenis Gangguan Distruptive, Imulse-Control, and Conduct Disorders

1. Gangguan Menentang Oposisi


Gangguan menentang oposisi adalah gangguan umum pada anak-
anak dan remaja yang dirujuk ke penyedia kesehatan mental untuk
masalah perilaku. Individu dengan gangguan ini mengalami berbagai
tingkat disfungsi sekunder untuk oposisi, dendam, argumen, dan agresi.
Gejala gangguan pembangkangan oposisi meliputi pola:
 Suasana hati yang marah/mudah tersinggung—sering kehilangan
kesabaran, mudah kesal, sering marah dan kesal
 Perilaku argumentatif/menentang—sering berdebat dengan figur otoritas
atau orang dewasa, sering menolak untuk mematuhi permintaan atau
aturan, sengaja mengganggu orang lain, menyalahkan orang lain atas
kesalahan atau perilaku buruk
 Pembalasan dendam—pendendam atau pendendam
Perilaku ini menyusahkan individu dan mengkhawatirkan orang
lain. Kemarahan, perilaku mengancam, dan dengki menyebabkan
gangguan di sekolah atau tempat kerja dan mempengaruhi hubungan
dengan orang lain. Sebagai catatan, perilaku ini tidak termasuk agresi
terhadap hewan atau manusia, perusakan, atau pencurian. Dengan kata
lain, tidak ada pelanggaran terhadap orang lain atau norma masyarakat.
Individu dengan gangguan pembangkangan oposisi, kemungkinan akan
mengalami konflik dengan orang dewasa dan figur otoritas. Untuk
didiagnosis dengan gangguan oposisi oposisi, perilaku harus terjadi
dengan setidaknya satu individu yang bukan saudara kandung orang
tersebut. Tanda-tanda gangguan biasanya berkembang selama prasekolah
atau sekolah dasar awal tetapi juga dapat dimulai pada masa remaja. Untuk
anak di bawah usia 5 tahun, perilaku tersebut terjadi hampir setiap hari
selama setidaknya enam bulan. Untuk orang berusia 5 tahun ke atas,
perilaku tersebut terjadi setidaknya sekali seminggu selama setidaknya
enam bulan. Tingkat keparahan penyakit ini didasarkan pada jumlah
pengaturan di mana perilaku ini diamati.
Penyebab gangguan pemberontak oposisi tidak sepenuhnya
dipahami. Namun, diyakini bahwa ODD mungkin sekunder dari beberapa
faktor biologis, psikologis, dan sosial. Ada beberapa risiko yang terkait
dengan perkembangan gangguan pembangkangan oposisi: memiliki
toleransi frustrasi yang buruk, tingkat reaktivitas emosional yang tinggi,
pengabaian selama masa kanak-kanak, dan pola asuh yang tidak konsisten.
ODD cenderung lebih sering terjadi pada anak-anak yang hidup dalam
kemiskinan dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak
perempuan sebelum masa remaja (3). Prevalensi gangguan pemberontak
oposisi adalah sekitar 3,3%.
Banyak, tetapi tidak semua, anak-anak dan remaja yang telah
didiagnosis dengan gangguan menentang oposisi kemudian akan
didiagnosis dengan Gangguan Perilaku, yang biasanya dianggap sebagai
gangguan perilaku yang lebih parah. Informasi lebih lanjut tentang
Conduct Disorder untuk diikuti. Namun, gangguan pemberontak oposisi
tidak selalu merupakan kondisi kronis. Sekitar 70% individu dengan
gangguan pemberontak oposisi akan memiliki resolusi gejala pada saat
mereka berusia 18 tahun. Selanjutnya, sekitar 67% anak yang didiagnosis
dengan gangguan pemberontak oposisi tidak akan lagi memenuhi kriteria
diagnostik dalam 3 tahun tindak lanjut. Sebagai catatan, orang dewasa dan
remaja yang telah didiagnosis dengan gangguan pemberontak oposisi
memiliki kemungkinan 90% didiagnosis dengan penyakit mental lain
dalam hidup mereka terutama gangguan kecemasan, gangguan
mood,penyalahgunaan zat, gangguan perilaku, gangguan kepribadian
antisosial, dan gangguan kepribadian lainnya. Individu dengan gangguan
pemberontak oposisi, memiliki risiko lebih tinggi untuk meninggal karena
bunuh diri dibandingkan populasi umum.
Gangguan menentang oposisi didiagnosis oleh psikiater atau
profesional kesehatan mental lainnya berdasarkan informasi dari individu
(anak, remaja, dewasa) dan, untuk anak-anak/remaja, dari orang tua, guru
dan pengasuh lainnya. American Academy of Child and Adolescent
Psychiatry (AACAP) mencatat bahwa penting bagi seorang anak untuk
memiliki evaluasi komprehensif untuk mengidentifikasi kondisi lain yang
mungkin berkontribusi terhadap masalah, seperti ADHD, ketidakmampuan
belajar, depresi atau kecemasan.
Pengobatan gangguan pemberontak oposisi sering melibatkan
kombinasi terapi dan pelatihan untuk anak, dan pelatihan untuk orang tua.
Untuk anak-anak dan remaja, pelatihan pemecahan masalah kognitif dapat
mengajarkan cara-cara positif untuk merespons situasi stres. Pelatihan
keterampilan sosial membantu anak-anak dan remaja belajar berinteraksi
dengan anak-anak lain dan orang dewasa dengan cara yang lebih tepat dan
positif. Dalam beberapa kasus, obat-obatan mungkin diperlukan.
Pelatihan manajemen orang tua dapat membantu orang tua
mempelajari keterampilan dan teknik untuk menanggapi perilaku yang
menantang dan membantu anak-anak mereka dengan perilaku positif.
Pelatihan ini berfokus pada pemberian supervisi yang suportif dan disiplin
yang segera dan konsisten untuk perilaku bermasalah. Menurut ACAAP,
program tepat waktu atau singkat yang mencoba menakut-nakuti atau
memaksa anak-anak dan remaja untuk berperilaku, seperti cinta yang keras
atau kamp pelatihan, tidak efektif dan bahkan mungkin berbahaya. Jika
Anda mengkhawatirkan perilaku anak Anda, bicarakan dengan dokter
anak Anda atau profesional kesehatan mental, seperti psikiater atau
psikolog anak atau spesialis perilaku anak.
2. Gangguan perilaku
Gangguan perilaku melibatkan perilaku parah yang melanggar hak
orang lain atau norma sosial. Perilaku dapat melibatkan agresi terhadap
orang lain, hewan, dan/atau perusakan properti yang semuanya dapat
mengakibatkan konsekuensi hukum. Sebagaimana dinyatakan dalam
bagian gangguan pembangkangan oposisi, banyak (tetapi tidak semua)
anak-anak dan remaja dengan gangguan pembangkangan oposisi akhirnya
akan memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan perilaku. Namun, tidak
semua individu yang didiagnosis dengan Conduct Disorder pertama kali
didiagnosis dengan ODD. Gejala gangguan perilaku meliputi berbagai
pola:

 Agresi terhadap orang dan hewan (mengganggu, mengintimidasi orang


lain, memulai perkelahian, penggunaan senjata, kekejaman terhadap orang
lain, kekejaman terhadap hewan, mencuri saat berhadapan dengan korban,
memperkosa orang lain)
 Penghancuran properti (pembakaran yang disengaja, perusakan)
 Penipuan atau pencurian (dipecah menjadi properti, memanipulasi orang
lain, dicuri)
 Pelanggaran serius terhadap aturan (kabur dari rumah, membolos dari
sekolah, keluar pada malam hari)

Per DSM 5, perilaku ini pertama kali dapat diamati di pra-sekolah.


Namun, gejala yang lebih signifikan cenderung muncul antara masa kanak-
kanak tengah dan remaja tengah. Jarang gejala ini muncul pertama kali setelah
usia 16 tahun. Gangguan perilaku hanya didiagnosis pada anak-anak dan
remaja hingga usia 18 tahun. Orang dewasa dengan gejala serupa dapat
didiagnosis dengan gangguan kepribadian antisosial. Perawatan dini dapat
membantu mencegah masalah berlanjut hingga dewasa.

Ada beberapa faktor risiko untuk perkembangan gangguan perilaku,


termasuk: gaya pengasuhan yang keras, paparan kekerasan fisik atau seksual
selama masa kanak-kanak, pengasuhan yang tidak stabil, penggunaan zat ibu
selama kehamilan, penggunaan zat orang tua dan aktivitas kriminal, dan
kemiskinan.

Perilaku ini menyebabkan disfungsi yang signifikan dalam berbagai


pengaturan seperti di rumah, di sekolah, dalam hubungan, dan dalam
pengaturan pekerjaan. Namun, orang dengan gangguan perilaku mungkin
menyangkal atau meremehkan perilaku mereka. Gangguan perilaku umumnya
dianggap lebih serius daripada ODD. Ini dapat dikaitkan dengan perilaku
kriminal, putus sekolah, dan penyalahgunaan zat. Sekitar 40% individu yang
memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan perilaku, nantinya akan
memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan kepribadian antisosial.
Prevalensi gangguan perilaku adalah antara 1,5% dan 3,4%. Ini cenderung
lebih sering terjadi pada pria. Sekitar 16-20% remaja dengan gangguan
perilaku juga memiliki ADHD. Sebagai catatan, remaja yang memiliki ADHD
dan Gangguan Perilaku memiliki risiko penggunaan zat yang lebih tinggi.

Terapi dapat membantu anak-anak belajar mengubah pemikiran mereka


dan mengendalikan perasaan marah. Perawatan mungkin termasuk pelatihan
manajemen orang tua dan terapi keluarga, seperti Terapi Keluarga Fungsional.
Terapi Keluarga Fungsional membantu keluarga memahami gangguan dan
masalah terkait, mengajarkan keterampilan mengasuh anak yang positif dan
membantu membangun hubungan keluarga. Ini dapat membantu keluarga
menerapkan perubahan positif pada area dan situasi masalah lainnya.

3. Gangguan Eksplosif Intermiten


Gangguan eksplosif intermiten adalah gangguan yang terkait
dengan ledakan kemarahan impulsif yang sering atau agresi-seperti
amarah, argumen verbal, dan perkelahian. Perilaku yang diamati
mengakibatkan serangan fisik terhadap orang lain atau hewan, perusakan
properti, atau serangan verbal. Ledakan agresif:
 Tidak proporsional dengan peristiwa atau insiden yang memicunya
 Impulsif
 Menyebabkan banyak penderitaan bagi orang tersebut
 Menyebabkan masalah di tempat kerja atau di rumah.
Penting untuk dicatat bahwa perilaku agresif ini tidak
direncanakan, mereka impulsif dan berbasis kemarahan. Mereka terjadi
dengan cepat setelah diprovokasi dan biasanya tidak berlangsung lebih
dari 30 menit. Ledakan ini harus dikaitkan dengan penderitaan subjektif
atau disfungsi sosial atau pekerjaan. Individu yang terkena cenderung
memiliki kepuasan hidup yang buruk dan kualitas hidup yang lebih
rendah.
Untuk memenuhi kriteria diagnostik, individu yang terkena harus berusia
minimal 6 tahun atau setara dengan perkembangan. Namun, gangguan ini
biasanya pertama kali diamati pada akhir masa kanak-kanak atau remaja.
Prevalensi satu tahun adalah 2,7% dan prevalensi seumur hidup adalah
7%.
Banyak faktor risiko telah diidentifikasi dengan perkembangan
Intermittent Explosive Disorder, seperti: laki-laki, muda, pengangguran,
lajang, memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah, dan menjadi
korban kekerasan fisik atau seksual. Gangguan eksplosif intermiten
dikaitkan dengan kecemasan dan gangguan bipolar. Individu dengan
gangguan ini memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan
gangguan penggunaan zat dibandingkan mereka yang tidak
memilikinya.Perawatan biasanya melibatkan terapi perilaku kognitif yang
berfokus pada perubahan pikiran yang berhubungan dengan kemarahan
dan agresi dan mengembangkan keterampilan relaksasi dan koping.
Terkadang, tergantung pada usia dan gejala seseorang, pengobatan
mungkin dapat membantu.
4. Piromania
Sementara pengaturan api dapat menjadi masalah umum di
kalangan individu muda dan penyebab kehancuran yang signifikan di
Amerika Serikat, itu berbeda dari pyromania yang merupakan gangguan
langka yang melibatkan impuls berulang atau keinginan kuat untuk
menyalakan api yang disengaja. Pengaturan api biasanya dimotivasi oleh
rasa ingin tahu dan cenderung terjadi pada anak-anak tanpa pengawasan
dengan akses ke korek api dan korek api. Individu dengan pyromania, di
sisi lain, terpesona oleh api dan kegunaannya. Individu yang terkena
dampak terlibat dalam pengaturan api berulang dan disengaja yang tidak
dimotivasi oleh alasan eksternal. Mereka mengalami dorongan kuat untuk
terlibat dalam pengaturan api yang berbahaya. Mereka juga mengalami
ketegangan internal sebelum menyalakan api yang diikuti dengan
kesenangan setelah api dinyalakan. Orang-orang ini menyalakan api untuk
melepaskan ketegangan emosional batin,bukan untuk jenis keuntungan
materi atau balas dendam.
Beberapa faktor risiko yang diketahui untuk pyromania adalah
jenis kelamin laki-laki, penggunaan narkoba, korban pelecehan, terpesona
dengan api, dan memiliki penyakit mental. Prevalensi pyromania adalah
sekitar 1% di Amerika Serikat. Hal ini terkait dengan gangguan atau sifat
kepribadian (terutama gangguan kepribadian antisosial atau perilaku
antisosial), gangguan perilaku, dan gangguan penggunaan zat.
Pengobatan pyromania biasanya melibatkan terapi perilaku
kognitif dan pendidikan. Terapi ini dapat membantu orang menjadi lebih
sadar akan perasaan tegang dan menemukan cara untuk mengatasinya.
Setiap anak harus diajari tentang bahaya bermain api dan kemungkinan
akibatnya.
5. Kleptomani
Kleptomania adalah gangguan langka yang melibatkan pencurian
yang tidak disengaja, impulsif, dan tak tertahankan dari benda-benda yang
tidak diperlukan untuk penggunaan pribadi atau bentuk lain. Ini berbeda
dengan mengutil di mana pengutil mencuri untuk beberapa bentuk
keuntungan dan sering merencanakan tindakan mereka. Namun, individu
dengan Kleptomania tidak membutuhkan apa yang telah mereka curi.
Mereka sering memberikan, mengembalikan, menyembunyikan, atau
menimbun barang curian. Orang dengan kleptomania tahu apa yang
mereka lakukan salah tetapi tidak dapat mengendalikan dorongan untuk
mencuri, yang mengarah pada pencurian yang tergesa-gesa dan tidak
dipikirkan dengan matang. Mereka mengalami ketegangan internal
sebelum mencuri yang kemudian lega setelah mencuri. Sementara mereka
mengalami kesenangan atau kepuasan dari mencuri, mereka cenderung
memiliki rasa bersalah atau kesedihan setelahnya .Banyak orang dengan
gangguan ini mungkin mencoba untuk berhenti mencuri tetapi merasa
bersalah dan malu karena ketidakmampuan mereka untuk melakukannya.
Sayangnya, banyak yang mungkin ditangkap atau dipenjara karena
perilaku ini.
Gangguan ini cenderung muncul pada masa remaja. Namun,
onsetnya dapat bervariasi secara signifikan antara masa kanak-kanak dan
usia tua. Prevalensi gangguan ini tidak diketahui, tetapi diyakini sebagai
diagnosis yang tidak umum yang mungkin lebih sering terjadi pada wanita
dan pasien psikiatri. Banyak dengan gangguan ini juga memiliki gangguan
penggunaan zat, gangguan mood, dan kerabat tingkat pertama dengan
gangguan penggunaan zat dan OCD. Gejala cenderung lebih parah ketika
pasien juga mengalami anoreksia nervosa, bulimia nervosa, dan gangguan
obsesif-kompulsif. Gangguan ini bisa menjadi kronis jika tidak diobati.
Perawatan untuk gangguan ini bervariasi antara obat dan terapi.
Gangguan lain dalam kategori termasuk pyromania dan
kleptomania. Ini melibatkan masalah dengan mengendalikan perilaku
tertentu. Pyromania melibatkan berulang kali menyalakan api dengan
sengaja. Orang dengan pyromania mungkin memiliki minat yang tidak
biasa atau ketertarikan dengan api. Mereka menyalakan api untuk
melepaskan ketegangan emosional batin, bukan untuk keuntungan materi
atau balas dendam apa pun.
Pengobatan pyromania biasanya melibatkan terapi perilaku
kognitif. Terapi ini dapat membantu orang menjadi lebih sadar akan
perasaan tegang dan menemukan cara untuk mengatasinya. Kleptomania
melibatkan pencurian benda-benda yang tidak diperlukan. Orang dengan
kleptomania tahu apa yang mereka lakukan salah tetapi tidak bisa
mengendalikan dorongan hati. Gangguan ini sering dimulai pada masa
remaja dan tiga kali lebih sering terjadi pada wanita daripada pria.
6. Distruptive, Imulse-Control, and Conduct Disorders lainnya
Gangguan Tertentu Lainnya, Kontrol Impuls, dan Gangguan Perilaku
Kategori ini berlaku untuk presentasi di mana gejala yang khas dari
gangguan, control impuls dan perilaku yang mengganggu yang
menyebabkan pendertitaan yang signifikan secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya mendominasi
tetapi tidak memenuhi kriteria penuh untuk salah satu dari gangguan di
kelas diagnostic gangguan, kontrol impuls, dan gangguan perilaku.
Kategori gangguan, kontrol impuls, dan gangguan perilaku tertentu
lainnya digunakan dalam situasi di mana dokter memilih untuk
mengkomunikasikan alasan spesifik bahwa presentasi tidak memenuhi
kriteria untuk gangguan tertentu, kontrol impuls, dan gangguan perilaku.
Ini dilakukan dengan merekam “gangguan tertentu lainnya, kontrol
impuls, dan gangguan perilaku” diikuti dengan alasan spesifik.
7. Distruptive, Imulse-Control, and Conduct Disorders Yang Tidak
Tergolongkan
Kategori ini berlaku untuk presentasi di mana gejala yang khas dari
gangguan, kontrol impuls, dan perilaku yang mengganggu yang
menyebabkan penderitaan yang signifikan secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya mendominasi
tetapi tidak memenuhi kriteria penuh untuk salah satu dari gangguan di
kelas diagnostik. Distruptive, Imulse-Control, and Conduct Disorders
Yang Tidak Tergolongkan digunakan dalam situasi di mana dokter
memilih bukan untuk menentukan alasan mengapa kriteria tidak terpenuhi
untuk gangguan tertentu. Distruptive, Imulse-Control, and Conduct
Disorders dan termasuk presentasi di mana tidak ada informasi yang cukup
untuk membuat diagnosis yang lebih spesifik (misalnya, dalam pengaturan
ruang gawat darurat).
E. Substance-Related and Addictive Disorders
Substance-Related and Addictive Disorders gangguan mencakup 10 kelas
obat yang terpisah: alkohol; kafein; ganja; halusinogen (dengan kategori
terpisah untuk fensiklidin [atau arilsikloheksilamina yang bekerja serupa] dan
halusinogen lainnya); inhalansia; opioid; sedatif, hipnotik, dan ansiolitik;
stimulan (zat jenis amfetamin, kokain, dan stimulan lainnya); tembakau; dan
zat lain (atau tidak diketahui). 10 kelas ini tidak sepenuhnya berbeda. Semua
obat yang dikonsumsi secara berlebihan memiliki kesamaan aktivasi langsung
dari sistem penghargaan otak, yang terlibat dalam penguatan perilaku dan
produksi ingatan. Mereka menghasilkan aktivasi sistem penghargaan yang
sedemikian intens sehingga aktivitas normal dapat diabaikan. Alih-alih
mencapai aktivasi sistem penghargaan melalui perilaku adaptif,
penyalahgunaan obat-obatan secara langsung mengaktifkan jalur penghargaan.
Mekanisme farmakologis di mana setiap kelas obat menghasilkan hadiah
berbeda, tetapi obat biasanya mengaktifkan sistem dan menghasilkan perasaan
senang, sering disebut sebagai "tinggi." Selanjutnya, individu dengan tingkat
kontrol diri yang lebih rendah, yang mungkin mencerminkan gangguan
mekanisme penghambatan otak, mungkin secara khusus cenderung untuk
mengembangkan gangguan penggunaan narkoba, menunjukkan bahwa akar
gangguan penggunaan narkoba untuk beberapa orang dapat dilihat dalam
perilaku jauh sebelum onset. Penggunaan zat yang sebenarnya itu sendiri.
Selain gangguan terkait zat, bab ini juga mencakup gangguan perjudian,
yang mencerminkan bukti bahwa perilaku perjudian mengaktifkan sistem
penghargaan yang serupa dengan yang diaktifkan oleh penyalahgunaan
narkoba dan menghasilkan beberapa gejala perilaku yang tampak sebanding
dengan yang dihasilkan oleh gangguan penggunaan narkoba. Pola perilaku
berlebihan lainnya, seperti permainan internet, juga telah dijelaskan, tetapi
penelitian tentang ini dan sindrom perilaku lainnya kurang jelas. Dengan
demikian, kelompok perilaku berulang, yang beberapa istilahkecanduan
perilaku, dengan subkategori seperti “kecanduan seks”, “kecanduan olahraga”,
atau “kecanduan berbelanja”, tidak disertakan karena saat ini tidak ada cukup
bukti yang ditinjau oleh rekan sejawat untuk menetapkan kriteria diagnostik
dan deskripsi kursus yang diperlukan untuk mengidentifikasi perilaku ini
sebagai gangguan mental. Gangguan terkait zat dibagi menjadi dua kelompok:
gangguan penggunaan zat dan gangguan akibat zat. Kondisi berikut dapat
diklasifikasikan sebagai akibat zat: intoksikasi, putus zat, dan gangguan
mental akibat zat/obat lain (gangguan psikotik, bipolar dan gangguan terkait,
gangguan depresi, gangguan kecemasan, gangguan obsesif-kompulsif dan
gangguan terkait, gangguan tidur, gangguan seksual). disfungsi, delirium, dan
gangguan neurokognitif).
1. Gangguan Penggunaan zat
Fitur penting dari gangguan penggunaan zat adalah sekelompok
gejala kognitif, perilaku, dan fisiologis yang menunjukkan bahwa individu
terus menggunakan zat meskipun ada masalah terkait zat yang signifikan.
Diagnosis gangguan penggunaan zat dapat diterapkan pada semua 10 kelas
yang termasuk dalam bab ini kecuali kafein. Untuk kelas tertentu beberapa
gejala kurang menonjol, dan dalam beberapa kasus tidak semua gejala
berlaku (misalnya, gejala putus obat tidak ditentukan untuk gangguan
penggunaan fensiklidin, gangguan penggunaan halusinogen lainnya, atau
gangguan penggunaan inhalansia).
Karakteristik penting dari gangguan penggunaan zat adalah perubahan
mendasar dalam sirkuit otak yang dapat bertahan melampaui detoksifikasi,
terutama pada individu dengan gangguan parah. Efek perilaku dari
perubahan otak ini dapat ditunjukkan dalam kekambuhan berulang dan
keinginan obat yang intens ketika individu terpapar rangsangan yang
berhubungan dengan obat. Efek obat persisten ini dapat mengambil
manfaat dari pendekatan jangka panjang untuk pengobatan.
Secara keseluruhan, diagnosis gangguan penggunaan zat
didasarkan pada pola patologis perilaku yang terkait dengan penggunaan
zat. Untuk membantu pengorganisasian, kriteria Kriteria A dapat dianggap
sesuai dengan keseluruhan pengelompokan: gangguan kontrol, gangguan
sosial, penggunaan berisiko, dan kriteria farmakologi.
Gangguan kontrol atas penggunaan zat adalah pengelompokan
kriteria pertama (Kriteria 1-4). Individu dapat mengambil zat dalam
jumlah yang lebih besar atau selama periode yang lebih lama dari yang
semula dimaksudkan (Kriteria 1). Individu dapat mengungkapkan
keinginan yang terus-menerus untuk mengurangi atau mengatur
penggunaan zat dan dapat melaporkan beberapa upaya yang gagal untuk
mengurangi atau menghentikan penggunaan (Kriteria 2). Individu
mungkin menghabiskan banyak waktu untuk mendapatkan zat,
menggunakan zat, atau pulih dari efeknya (Kriteria 3). Dalam beberapa
kasus gangguan penggunaan zat yang lebih parah, hampir semua aktivitas
seharihari individu berkisar pada zat tersebut. Craving (Kriteria 4)
dimanifestasikan oleh keinginan yang kuat atau dorongan untuk obat yang
dapat terjadi setiap saat tetapi lebih mungkin ketika dalam lingkungan di
mana obat sebelumnya diperoleh atau digunakan. Mengidam juga telah
terbukti melibatkan pengkondisian klasik dan dikaitkan dengan aktivasi
struktur penghargaan tertentu di otak. Mengidam ditanyakan dengan
menanyakan apakah pernah ada saat ketika mereka memiliki dorongan
kuat untuk minum obat sehingga mereka tidak bisa memikirkan hal lain.
Mengidam saat ini sering digunakan sebagai ukuran hasil pengobatan
karena mungkin merupakan sinyal kekambuhan yang akan datang.
Gangguan sosial adalah kriteria pengelompokan kedua
(Kriteria 5-7). Penggunaan zat berulang dapat mengakibatkan kegagalan
untuk memenuhi kewajiban peran utama di tempat kerja, sekolah, atau
rumah (Kriteria 5). Individu dapat melanjutkan penggunaan zat meskipun
memiliki masalah sosial atau interpersonal yang persisten atau berulang
yang disebabkan atau diperburuk oleh efek zat (Kriteria 6). Kegiatan
sosial, pekerjaan, atau rekreasi yang penting dapat dihentikan atau
dikurangi karena penggunaan zat (Kriteria 7). Individu dapat menarik diri
dari kegiatan dan hobi keluarga untuk menggunakan zat tersebut.
Penggunaan zat yang berisiko adalah kriteria pengelompokan
ketiga (Kriteria 8-9). Hal ini dapat berupa penggunaan zat berulang
dalam situasi di mana secara fisik berbahaya (Kriteria 8). Individu dapat
melanjutkan penggunaan zat meskipun mengetahui memiliki masalah fisik
atau psikologis yang persisten atau berulang yang kemungkinan
disebabkan atau diperburuk oleh zat (Kriteria 9). Isu kunci dalam
mengevaluasi kriteria ini bukanlah keberadaan masalah, melainkan
kegagalan individu untuk tidak menggunakan zat meskipun kesulitan yang
ditimbulkannya.
Kriteria farmakologi adalah pengelompokan terakhir (Kriteria
10 dan 11). Toleransi (Kriteria 10) ditandai dengan membutuhkan dosis
zat yang meningkat secara nyata untuk mencapai efek yang diinginkan
atau efek yang sangat berkurang ketika dosis biasa dikonsumsi. Sejauh
mana toleransi berkembang sangat bervariasi di antara individu yang
berbeda serta di seluruh zat dan mungkin melibatkan berbagai efek sistem
saraf pusat. Misalnya, toleransi terhadap depresi pernapasan dan toleransi
terhadap sedasi dan koordinasi motorik dapat berkembang pada tingkat
yang berbeda, tergantung pada zatnya. Toleransi mungkin sulit ditentukan
dengan anamnesis saja, dan tes laboratorium dapat membantu (misalnya,
kadar zat dalam darah yang tinggi ditambah dengan sedikit bukti
intoksikasi menunjukkan bahwa toleransi mungkin terjadi). Toleransi juga
harus dibedakan dari variabilitas individu dalam sensitivitas awal terhadap
efek zat tertentu. Misalnya, beberapa peminum alkohol pertama kali
menunjukkan sedikit bukti keracunan dengan tiga atau empat minuman,
sedangkan yang lain dengan berat badan dan riwayat minum yang sama
memiliki bicara cadel dan inkoordinasi.
Penarikan (Kriteria 11) adalah sindrom yang terjadi ketika konsentrasi zat
dalam darah atau jaringan menurun pada individu yang telah
mempertahankan penggunaan zat dalam waktu lama. Setelah
mengembangkan gejala penarikan, individu cenderung mengkonsumsi zat
tersebut untuk meredakan gejalanya. Gejala putus obat sangat bervariasi
antar kelas zat, dan kriteria terpisah untuk putus obat disediakan untuk
kelas obat. Tanda-tanda fisiologis penarikan yang ditandai dan umumnya
mudah diukur adalah umum dengan alkohol, opioid, dan obat penenang,
hipnotik, dan ansiolitik. Tanda dan gejala putus obat dengan stimulan
(amfetamin dan kokain), serta tembakau dan ganja, sering muncul tetapi
mungkin kurang jelas. Penarikan signifikan telahbukan telah
didokumentasikan pada manusia setelah penggunaan berulang
phencyclidine, halusinogen lain, dan inhalansia; oleh karena itu, kriteria
ini tidak termasuk untuk zat-zat ini. Baik toleransi maupun penarikan tidak
diperlukan untuk diagnosis gangguan penggunaan zat. Namun, untuk
sebagian besar kelas zat, riwayat putus obat dikaitkan dengan perjalanan
klinis yang lebih parah (yaitu, gangguan penggunaan zat yang lebih dini,
tingkat asupan zat yang lebih tinggi, dan lebih banyak masalah terkait zat).
Gejala toleransi dan penarikan yang terjadi selama perawatan medis yang
tepat dengan obat yang diresepkan (misalnya, analgesik opioid, obat
penenang, stimulan) secara khusus
bukan dihitung ketika mendiagnosis gangguan penggunaan zat.
Munculnya toleransi farmakologis yang normal dan diharapkan dan
penarikan selama pengobatan medis telah diketahui menyebabkan
diagnosis yang salah dari "kecanduan" bahkan ketika ini adalah
satusatunya gejala yang ada. Individu yanghanya gejala adalah gejala yang
terjadi sebagai akibat dari perawatan medis (yaitu, toleransi dan penarikan
sebagai bagian dari perawatan medis ketika obat diminum sesuai resep)
tidak boleh menerima diagnosis hanya berdasarkan gejala ini. Namun,
obat resep dapat digunakan secara tidak tepat, dan gangguan penggunaan
zat dapat didiagnosis dengan benar ketika ada gejala lain dari perilaku
pencarian obat yang kompulsif.

Keparahan dan Penentu


Gangguan penggunaan zat terjadi dalam berbagai tingkat
keparahan, dari ringan hingga berat, dengan tingkat keparahan berdasarkan
jumlah kriteria gejala yang didukung. Sebagai perkiraan umum keparahan,
alembut gangguan penggunaan zat disarankan oleh adanya dua sampai tiga
gejala, sedang dengan empat hingga lima gejala, dan berat oleh enam atau
lebih gejala. Mengubah tingkat keparahan sepanjang waktu juga
dicerminkan oleh pengurangan atau peningkatan frekuensi dan/atau dosis
penggunaan zat, sebagaimana dinilai oleh laporan individu itu sendiri,
laporan orang lain yang berpengetahuan, pengamatan dokter, dan
pengujian biologis. Penentu kursus berikut dan penentu fitur deskriptif
juga tersedia untuk gangguan penggunaan narkoba: “dalam remisi dini,”
“dalam remisi berkelanjutan,” “pada terapi pemeliharaan,” dan “dalam
lingkungan yang terkendali.” Definisi masing-masing disediakan dalam set
kriteria masing-masing.
Gangguan Penggunaan Zat
Prosedur Pencatatan untuk Gangguan Penggunaan Zat
Klinisi harus menggunakan kode yang berlaku untuk kelas zat tetapi
mencatat nama zat tertentu. Misalnya, klinisi harus mencatat 304,10
(F13.20) gangguan penggunaan alprazolam sedang (bukan gangguan
penggunaan sedatif, hipnotik, atau ansiolitik sedang) atau 305,70 (F15.10)
gangguan penggunaan metamfetamin ringan (bukan gangguan penggunaan
stimulan ringan). Untuk zat yang tidak sesuai dengan salah satu kelas
(misalnya, steroid anabolik), kode yang sesuai untuk "gangguan
penggunaan zat lain" harus digunakan dan zat spesifik yang ditunjukkan
(misalnya, 305,90 [F19.10] gangguan penggunaan steroid anabolik
ringan ). Jika zat yang diambil oleh individu tidak diketahui, kode untuk
kelas “lainnya (atau tidak diketahui)” harus digunakan (misalnya, 304.90
[F19.20] gangguan penggunaan zat berat yang tidak diketahui). Jika
kriteria terpenuhi untuk lebih dari satu gangguan penggunaan zat, semua
harus didiagnosis (misalnya, 304,00 [F11.20] gangguan penggunaan
heroin parah; 304.20 [F14.
Kode ICD-10-CM yang sesuai untuk gangguan penggunaan zat tergantung
pada apakah ada komorbiditas gangguan yang diinduksi zat (termasuk
keracunan dan penarikan). Dalam contoh di atas, kode diagnostik untuk
gangguan penggunaan alprazolam sedang, F13.20, mencerminkan tidak
adanya gangguan mental yang diinduksi alprazolam komorbid. Karena
kode ICD-10-CM untuk gangguan yang diinduksi zat menunjukkan ada
(atau tidak adanya) dan tingkat keparahan gangguan penggunaan zat, kode
ICD-10-CM untuk gangguan penggunaan zat hanya dapat digunakan jika
tidak ada gangguan yang diinduksi zat. kekacauan. Lihat bagian khusus zat
individu untuk informasi pengkodean tambahan.
Perhatikan bahwa kata kecanduan tidak diterapkan sebagai istilah
diagnostik dalam klasifikasi ini, meskipun umum digunakan di banyak
negara untuk menggambarkan masalah parah yang terkait dengan
penggunaan zat
secara kompulsif dan kebiasaan. Istilah yang lebih netralgangguan
penggunaan zat digunakan untuk menggambarkan berbagai gangguan, dari
bentuk ringan hingga keadaan parah dari penggunaan obat kompulsif yang
kambuh secara kronis. Beberapa dokter akan memilih untuk menggunakan
katakecanduan untuk menggambarkan presentasi yang lebih ekstrem,
tetapi kata tersebut dihilangkan dari terminologi diagnostik gangguan
penggunaan zat DSM-5 resmi karena definisinya yang tidak pasti dan
konotasinya yang berpotensi negatif.
Gangguan yang Diinduksi Zat
Kategori keseluruhan dari gangguan yang diinduksi zat termasuk
intoksikasi, penarikan, dan gangguan mental yang diinduksi zat/obat
lainnya (misalnya, gangguan psikotik yang diinduksi zat, gangguan
depresi yang diinduksi zat).
Keracunan dan Penarikan Zat
Kriteria keracunan zat termasuk dalam bagian khusus zat dari bab ini.
Fitur penting adalah pengembangan sindrom spesifik zat reversibel karena
konsumsi zat baru-baru ini (Kriteria A). Perubahan perilaku atau
psikologis bermasalah yang signifikan secara klinis terkait dengan
keracunan (misalnya, perang, labilitas suasana hati, gangguan penilaian)
disebabkan oleh efek fisiologis zat pada sistem saraf pusat dan
berkembang selama atau segera setelah penggunaan zat (Kriteria B) .
Gejalanya tidak disebabkan oleh kondisi medis lain dan tidak dapat
dijelaskan dengan lebih baik oleh gangguan mental lain (Kriteria D).
Keracunan zat adalah umum di antara mereka yang memiliki gangguan
penggunaan zat tetapi juga sering terjadi pada individu tanpa gangguan
penggunaan zat.bukan berlaku untuk tembakau.
Perubahan paling umum dalam keracunan melibatkan gangguan persepsi,
terjaga, perhatian, berpikir, penilaian, perilaku psikomotor, dan perilaku
interpersonal. Intoksikasi jangka pendek, atau "akut", mungkin memiliki
tanda dan gejala yang berbeda dari:
berkelanjutan, atau "kronis," keracunan. Misalnya, dosis kokain moderat
pada awalnya dapat menghasilkan sifat suka berteman, tetapi penarikan
sosial dapat berkembang jika dosis tersebut sering diulang selama berhari-
hari atau berminggu-minggu.
Ketika digunakan dalam pengertian fisiologis, istilah kemabukan lebih
luas dari keracunan zat seperti yang didefinisikan di sini. Banyak zat dapat
menghasilkan perubahan fisiologis atau psikologis yang tidak selalu
bermasalah. Misalnya, seorang individu dengan takikardia dari
penggunaan zat memiliki efek fisiologis, tetapi jika ini adalah satu-satunya
gejala tanpa adanya perilaku bermasalah, diagnosis keracunan tidak akan
berlaku.
Keracunan kadang-kadang dapat bertahan melampaui waktu ketika zat
tersebut terdeteksi di dalam tubuh. Ini mungkin karena efek sistem saraf
pusat yang bertahan lama, pemulihannya membutuhkan waktu lebih lama
daripada waktu untuk eliminasi zat. Efek jangka panjang dari intoksikasi
ini harus dibedakan dari putus zat (yaitu, gejala yang diawali oleh
penurunan konsentrasi zat dalam darah atau jaringan).
Kriteria penarikan zat termasuk dalam bagian khusus zat dari bab ini. Fitur
penting adalah perkembangan perubahan perilaku bermasalah spesifik zat,
dengan fisiologis dan kognitif seiring, yang disebabkan oleh penghentian,
atau pengurangan, penggunaan zat berat dan berkepanjangan (Kriteria A).
Sindrom spesifik zat menyebabkan penderitaan yang signifikan secara
klinis atau hendaya dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting
lainnya (Kriteria C). Gejalanya bukan karena kondisi medis lain dan tidak
lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain (Kriteria D). Penarikan
biasanya, tetapi tidak selalu, terkait dengan gangguan penggunaan zat.
Kebanyakan individu dengan penarikan memiliki keinginan untuk kembali
mengelola zat untuk mengurangi gejala.
Rute Administrasi dan Kecepatan Efek Zat
Rute pemberian yang menghasilkan penyerapan yang lebih cepat dan
efisien ke dalam aliran darah (misalnya, intravena, merokok, "mendengus"
intranasal) cenderung menghasilkan intoksikasi yang lebih intens dan
kemungkinan peningkatan pola penggunaan zat yang mengarah pada
penarikan. Demikian pula, zat yang bekerja cepat lebih mungkin daripada
zat yang bekerja lebih lambat untuk menghasilkan keracunan segera.
Durasi Efek
Dalam kategori obat yang sama, zat yang bekerja relatif singkat cenderung
memiliki potensi yang lebih tinggi untuk berkembang menjadi putus obat
daripada zat dengan durasi kerja yang lebih lama. Namun, zat yang bekerja
lebih lama cenderung memiliki durasi penarikan yang lebih lama. Waktu
paruh zat sejajar dengan aspek penarikan: semakin lama durasi kerja,
semakin lama waktu antara penghentian dan timbulnya gejala penarikan
dan semakin lama durasi penarikan. Secara umum, semakin lama periode
penarikan akut, sindrom cenderung kurang intens.
Penggunaan Beberapa Zat
Keracunan dan penarikan zat sering kali melibatkan beberapa zat yang
digunakan secara bersamaan atau berurutan. Dalam kasus ini, setiap
diagnosis harus dicatat secara terpisah.
Temuan Laboratorium Terkait
Analisis laboratorium sampel darah dan urin dapat membantu menentukan
penggunaan terakhir dan zat spesifik yang terlibat. Namun, hasil tes
laboratorium yang positif tidak dengan sendirinya menunjukkan bahwa
individu tersebut memiliki pola penggunaan zat yang memenuhi kriteria
untuk gangguan akibat penggunaan zat atau zat, dan hasil tes negatif tidak
dengan sendirinya mengesampingkan diagnosis.
Tes laboratorium dapat berguna dalam mengidentifikasi penarikan. Jika
individu datang dengan penarikan dari zat yang tidak diketahui, tes
laboratorium dapat membantu mengidentifikasi zat dan juga dapat
membantu dalam membedakan penarikan dari gangguan mental lainnya.
Gangguan yang Diinduksi Zat
Selain itu, fungsi normal dengan adanya kadar zat dalam darah yang tinggi
menunjukkan toleransi yang cukup besar.
Pengembangan dan Kursus
Individu usia 18-24 tahun memiliki tingkat prevalensi yang relatif tinggi
untuk penggunaan hampir setiap zat. Intoksikasi biasanya merupakan
gangguan awal yang berhubungan dengan zat dan sering dimulai pada
masa remaja. Penarikan dapat terjadi pada usia berapa pun selama obat
yang relevan telah dikonsumsi dalam dosis yang cukup selama periode
waktu yang lama.
Prosedur Perekaman untuk Intoksikasi dan Penarikan
Klinisi harus menggunakan kode yang berlaku untuk kelas zat tetapi
mencatat nama zat tertentu. Sebagai contoh, klinisi harus mencatat 292.0
(F13.239) penarikan sekobarbital (bukan penarikan obat penenang,
hipnotis, atau ansiolitik) atau 292,89 (F15.129) keracunan metamfetamin
(bukan keracunan stimulan). Perhatikan bahwa kode diagnostik ICD-10-
CM yang sesuai untuk keracunan tergantung pada apakah ada

Anda mungkin juga menyukai