“Konseling Traumatik”
Disusun Oleh:
KELOMPOK 3
SUMATERA UTARA
2021
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
ii
B. Saran................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
C. Tujuan Penulisan
A. ETIKA PROFESI
1. Pengertian Etika
Etika berasal dari bahasa yunani ethos dengan bentuk jamaknya yang
memiliki arti kebiasaan, etika sering dikaitakan dengan kata moral juga yang
memiliki arti yang sama yaitu kebiasaan, akan tetapi makna etika dan moral
secara luas memilki arti yang berbeda, karena etika memiliki makna yang lebih
luas daripada moral, etika bisa saja mencakup kepada motif-motif seseorang
melakukan sikap tersebut beda halnya dengan moral yang terbatas pada sikap
tindak lahiriah seseorang.
Dalam perspektif islam etika masuk kedalam Akhlak karena etika merupakan
perbuatan manusia secara lahiriah baik itu etika ketika beribadah kepada Allah,
kepada sesama orang dan lainnya sebagainya, oleh karena itu etika dalam islam
lebih luas pengertiannya dari pada sebelumnya.
Oleh karena itu Abdullah Salim berpendapat bahwa dalam islam terdapat 4
akhlak islami diantaranya:
a) Etos yaitu hubungan yang mengatur antara manusia dengan sang pencipta.
b) Etis yaitu hubungan yang mengatur sikap seseorang terhadap dirinya dan
terhadap sesamanya dalam kehidupan sehari-hari
c) Moral yaitu hubungan yang mengatur antar sesamanya tetapi berlainan
jenis atau menyangkut kehormatan pribadi
d) Estetika yaitu hubungan yang mengatur rasa keindahan yang dapat
mendorong seseorang untuk meningkatkan keadaan dirinya serta
lingkungan sekitarnya.1
Etika merupakan analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik,
buruk, beserta tanggung jawab. Rindjin dalam buku Hermawan S & Zen:2006
menyatakan bahwa etika memiliki banyak arti, tetapi yang paling utama
merupakan kebiasaan, akhlak ataupun watak. Sedangkan profesi merupakan suatu
pekerjaan yang memerlukan keahlian dan tanggung jawab. 2
2. Pengertian Profesi
1
Serlika Aprita. “Etika Profesi Hukum” (Palembang: Refika 2009). Hal, 7.
2
Nur’aini, “Etika Pustakawan Dengan Organisasi Profesi Kantor Perpustakaan Daerah
Kabupaten Sleman”, JIPI ( Jurnal ilmu perpustakaan dan informasi ), Vol 3 No 2, 2018.
Secara etimologi profesi berasal dari bahasa Inggris profession atau bahasa
Latin profecus yang berarti mengakui, pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli
dalam melaksanakan pekerjaan tertentu.3 Menurut Yamin (20-21:2006), kata
profesi identik dengan kata keahlian. 4 Prayitno & Erman (2004) juga menyatakan
bahwa profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian
dari para petugasnya.5 sedangkan secara terminologi profesi adalah suatu
pekerkaan yang mempersyaratkan pekerja tinggi bagi pelakunya yang ditekankan
pada pekerjaan mental.6
Beda halnya profesis secara sosiologi yang mana profesi menurut sosiologi
merupakan jenis model pekerjaan yang ideal, karena untuk mendapatkan hal
tersebut harus dengan penuh perjuangan dan professional dalam bidangnya.
Profesi merupakan suatu pekerjaan tetap dalam kurun jangka waktu yang
lumayan panjang yang didasarkan pada keahlian khusus yang diperoleh melalui
pendidikan tertentu sesuai dengan profesinya, dalam menjalankan profesi
seseorang harus memiliki sikap profesionalisme dimana kepentingan pribadi
harus dikesampingkan terlebih dahulu demi mewujudkan jiwa yang kompeten
terhadap profesinya.7
3
Mungin Eddy Wibowo, Profesi Konseling Abad 21, vol. 148 (Semarang: Unnes Press, 2018).
hal. 118.
Indrianto Setyo Basori et al., Profesi Kependidikan, ed. Luluk Lailatul Mabruroh (Malang:
4
Niru Anita Sinaga, 2020 “Kode Etika Sebagai Pedoman Pelaksanaan Profesi Hukum Yang
8
Empati ada dua macam yaitu: empati primer dan empati tingkat tinggi. Empati
primer yaitu suatu bentuk yang hanya memahami perasaan, pikiran, keinginan dan
pengalaman klien. Tujuannya agar klien terlibat pembicaraan dan terbuka
padakonselor. Adapun empati tingkat tinggi adalah keikutsertaan konselor dalam
merasakan dan memikirkan apa yang dirasakan dan dipikirkan kliennya. Adapun
ketegasan untuk mengarahkan klien adalah kemampuan konselor untuk
mengatakan kepada klien agar klien berbuat sesuatu atau dengan kata lain
mengarahkannya agar klien melakukan sesuatu. Proses konseling traumatik
terlaksana karena hubungan konseling berjalan dengan baik, proses konseling
traumatic merupakan peristiwa yang tengah berlangsung dan memberi makna bagi
konseli yang mengalami trauma dan memberi makna pula bagi konselor yang
membantu mengatasi trauma konselinya tersebut.9
9
Etty, Setiawati. Konseling Traumatik (Pendekatan Traumatik). 2016. Yogyakarta
itu. Suatu organisasi profesi harus mengembangkan kode etik secara fair. Kode etik
merupakan aturan yang melindungi profesi dari campur tangan pemerintah,
mencegah ketidaksepakatan internal di dalam suatu profesi, dan melindungi/
mencegah para praktisi dari perilaku-perilaku malpraktek. Kode etik propfesional
merupakan variabel kognitif yang penting yang akan mempengaruhi pertimbangan
etis dari seorang (konselor) profesional. Kode etik menyiapkan panduan berkenaan
dengan parameter etik profesi.
1. Tidak ada kesatuan tatanan normatif sehingga kita berhadapan dengan banyak
pandangan moral yang sering saling bertentangan. Dalam situasi demikian
kita sering bingung, tatanan norma dan pandangan moral mana yang harus
diikuti. Untuk mencapai suatu pendirian dalam pergolakan pandangan-
pandangan moral tersebut, etika diperlukan.
2. Etika diperlukan untuk membantu kita agar tidak kehilangan orientasi dalam
situasi transformasi ekonomi, sosial, intelektual dan budaya tradisional ke
modern dan dapat menangkap makna hakiki dari perubahan nilai-nilai serta
mampu mengambil sikap yang dapat dipertanggungjawabkan.
3. Etika dapat membuat kita sanggup untuk menghadapi ideologi baru secara
kritis dan objektif serta untuk membentuk penilaian.10
10
Franz Mgnis-Suseno, Etika Dasar Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral, (Kanisius:
Yogyakarta, 1987), hlm. 15-16.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan