PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Vanilin (4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida) merupakan kristal berwarna
putih atau putih kekuningan yang banyak digunakan sebagai pewangi
makanan. Vanilin dihasilkan dari buah panili (Vanilla fragrans). Tanaman
panili dapat tumbuh dengan baik di kawasan tropis. Vanilin merupakan
senyawa aldehida aromatik dengan rumus molekul C 8H8O3. Dilihat dari
struktur kimianya, vanilin merupakan senyawa fenol tersubstitusi gugus
metoksi pada posisi orto dan gugus aldehida pada posisi para, sehingga
vanilin dapat dikelompokkan sebagai senyawa antioksidan
dan juga
vanillin
direduksi
terlebih
dahulu
menjadi
vanilil
alkohol
untuk
dan
membutuhkan
waktu
yang
lama
untuk
mencapai
BAB II
PERUMUSAN MASALAH
Penelitian ini bertujuan melakukan modifikasi struktur vanillin dengan
asam salisilat dan mengukur aktivitas antibakterinya terhadap Escherichia
coli ATCC 25922 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923..
Dari latar belakang di atas maka dirumuskan masalah Bagaimaha
struktur senyawa yang diperoleh dari hasil modifikasi vanillin dengan asam
salisilat dan apakah vanilil salisilat memiliki efek antibakteri terhadap
Escherichia coli ATCC 25922 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923?
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Vanillin
Vanilin mengandung tidak kurang dari 97,0 % dan tidak lebih dari 103,0 %
C8H8O3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian zat berupa
hablur halus berbentuk jarum ; putih hingga agak kuning; rasa dan bau khas.
Kelarutan zat sukar larut dam air, larut dalam air panas : mudah larut
dalam etanol (95 %) P, dalam eter P dan dalam larutan alkali hidroksida : dan
larutan dalam gliserin (Depkes RI 1995). Struktur Vanilin sebagai berikut:
salisilat,
dikenal
juga
dengan
2-hydroxy-benzoic
acid
atau
terapi topikal sebagai bahan keratolitik. Zat ini merupakan bahan keratolitik
tertua yang digunakan sejak 1874. Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa
asam salisilat memberikan banyak efek antara lain efek analgetik,
antipruritus, analgesic, antiinflamasi, bakteriostatik, fungsitatik, efek tabir
surya, dan lain-lain (Sri Katon S. et al. 2012)
C. Reduksi
Menurut Fessenden dan Fessenden (1986) suatu aldehida atau keton dapat
direduksi menjadi suatu alcohol, suatu hidrokarbon atau suatu amina. Produk
reduksi tergantung pada bahan pereduksi dan struktur senyawa karbonilnya.
Ada 3 pereaksi pereduksi yaitu: hidrogenasi, hidrida logam dan aminasi
reduktif. Proses reduksi dengan hidrogenasi agak merepotkan karena
memerlukan tanki gas dan bejana bertekanan. Suatu prosedur alternative
melibatkan
penggunaan
hidrida
logam.
Dua
zat
pereduksi
yang
H+
OH
asam
karboksilat
R'
OH
suatu alkohol
OR'
suatu ester
H2O
Gambar 5.
R1
OH
H
C
H2
C
R1
OH
H 3C
OH
OH
R2
R3
Bertambahnya kereaktifan
Urutan kereaktifan asam karboksilat terhadap laju reaksi esterifikasi
adalah sebagai berikut :
R2
R1
R1
H
C
R1
H2
C
H3 C
C
OH
OH
OH
HC
OH
R2
R3
Bertambahnya kereaktifan
b. Katalis
Nukleofil lemah seperti alkohol memiliki laju yang sangat lambat
dalam menyerang atom karbonil
OH
keadaan dasar. Banyak energy yang diserap oleh suatu ikatan bergantung
pada perubahan dalam momen ikatan seperti vibrasi atom-atom yang
saling berikatan. Oleh sebab itu, tipe ikatan yang berbeda akan menyerap
radiasi infra merah pada panjang gelombang yang berbeda pula, sehingga
spektroskopi infra merah dapat digunakan untuk uji kualitatif yaitu untuk
mengidentifikasi berbagai gugus fungsi yang terdapat dalam senyawa
yang diujikan (Williams et al. 1980).
Spektrum infra merah meliputi panjang gelombang antara 2,5 16
nm setara dengan bilangan gelombang, v = 4000 625 cm -1. Daerah
antara 1300 1000 cm-1 sering disebut daerah sidik jari dimana sejumlah
serapan pada daerah ini merupakan karakteristik dari tiap-tiap senyawa,
tetapi pada daerah ini sulit untuk menentukkan gugus fungsi di dalam
suatu senyawa karena terjadi uluran dan tekukan suatu atom dalam
molekulnya. Daerah yang tepat untuk menentukkan gugus fungsi yang
spesifik dari tiap senyawa adalah daerah gugus fungsional yang terdapat
pada bilangan gelombang 4000 hingga 1300 cm-1.
3. Spektroskopi LC-MS
Liquid cromatograpy Mass spectroscopy adalah dua alat yang di
gabungkan menjadi satu, yang berfungsi untuk memisahkan beberapa
senyawa atau campuran senyawa berdasarkan kepolarannya, dimana
setelah campuran senyawa tersebut terpisah, maka senyawa yang murni
akan teridentifikasi berat molekulnya. Data yang didapatkan adalah berat
molekul ditambah beberapa muatan dan berat molekul pelarut (Bowers,
1989).
4. Spektroskopi UV-VIS
Spektrofotometri Sinar Tampak (UV-Vis) adalah pengukuran
energi cahaya oleh suatu sistem kimia pada panjang gelombang tertentu
(Day, 2002).Sinar ultraviolet (UV) mempunyai panjang gelombang antara
200-400 nm, dan sinar tampak (visible) mempunyai panjang gelombang
10
a)
b)
c)
d)
14
BAB III
TUJUAN PENELITIAN
Adapun penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan senyawa baru dari
turunan vanillin dan mengetahui profil antibakteri senyawa vanilil salisilat.
15
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Alat dan Bahan
Labu leher dua, hot plate dan stirrer, kondensor, termometer, spatula,
corong pisah, Ring Stand, Cawan Petri, pipet ukur, Erlenmeyer, Beaker
Glass, tabung reaksi, gelas ukur, perangkat ekstraksi, autoklaf, Inkubator,
oven, rotary evaporator, timbangan analitik, jarum ose, pinset, jangka sorong,
mikropipet (brand), laminar air flow, labu ukur. alumunium foil, kapas, spatel,
silinder, dan lain-lain.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: Bakteri
Escherichia coli ATCC 25922 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923
diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Medium yang digunakan medium TSA (Tryptone Soya Agar) dan
medium TSB (Tryptone Soya Broth). Bahan kimia meliputi Vanilin, Asam
Salisilat, Etanol, Aseton, H2SO4 pekat, NaHCO3 10%, Na2SO4 anhidrat,
NaBH4, CH2Cl2, etil asetat, n-heksana dan aquades.
B. Prosedur kerja
1. Reduksi Vanilin dengan Natrium Borohidrida.
Ke dalam labu leher tiga kapasitas 250 mL yang dilengkapi dengan
termometer, pendingin balik dan pengaduk magnet serta penangas air
dimasukkan 1,5 gram (0,04 mol) NaBH4 dan 3 gram (0,0197 mol) vanilin
dalam pelarut etanol. Campuran diaduk selama 40 menit pada suhu kamar.
Campuran kemudian diasamkan dengan HCl 2,5 M sampai pH 4,5,
kemudian diekstraksi dengan CH2Cl2, ditambah dengan Na2SO4 anhidrous,
disaring dan dievaporasi. Analisis senyawa hasil dilakukan dengan FT-IR.
2. Esterifikasi
Reaksi esterifikasi dilakukan dengan cara memasukan 1,232 gram
vanilin alkohol (0,008 mol), 0,2763 gram asam salisilat (0,002 mol), 20 ml
pelarut aseton dan 1 tetes katalis asam sulfat pekat ke dalam labu bulat
yang dilengkapi dengan kondensor, chiller dan hot plate stirrer pada suhu
56-60 C selama 24 jam.
3. Pemurnian hasil reaksi
Setelah hasil reaksi, filtrat kemudian ditambahkan dengan larutan
NaHCO3 10% sampai tidak terbentuk lagi CO2. Filtrat kemudian
16
dimasukkan dalam corong pisah yang telah berisi kloroform lalu dikocok.
Campuran dicuci sebanyak 3 kali. Hal ini bertujuan agar ester yang
terbentuk dipisah dari pengotor yang bersifat polar. Kemudian fasa organic
dipisahkan dari fasa airnya, ditambahkan dengan Na 2SO4, lalu disaring.
Setelah disaring kemudian pelarutnya diuapkan.
4. Uji Hasil Reaksi Esterifikasi
Senyawa ester yang dihasilkan diuji dengan KLT menggunakan
pelarut pengembang etil asetat dan n-heksana. Setelah produk ester
dilakukan pemurnian dianalisis dengan instrumentasi FT-IR, LC-MS,
Spektofotometer UV-Vis dan penentuan titik leleh. Rendemen hasil
sintesis dapat diperoleh dengan teoretis:
Rendemen
5. Bakteri Uji
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif berbentuk kokus
yang merupakan bakteri patogen bagi manusi. Staphylococcus aureus dapat
menyebabkan infeksi pada kulit dan jaringan lunak secara invasif seperti
pneumonia, osteomielitis, meningitis dan endocarditis (Bartlett & Hulten
2010). Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang telah banyak resisten
terhadap beberapa antibiotik antara lain golongan penisilin, metisilin, kuinolon
dan vankomisin (Lowy 2003).
17
bakteri uji. Metode penetapan yang dilakukan adalah dengan metode agar
padat. Sampel vanillin salisilat dibuat dengan berbagai konsentrasi mulai
dari yang besar hingga yang kecil.
e) Diameter zona hambat
Diameter zona hambat yang terbentuk karena adanya daya antibakteri
vanillin salisilat yang diukur dari sisi sebelah kiri sampai sisi sebelah
kanan dengan menggunakan jangka sorong.
19
BAB VI
JADWAL PELAKSANAAN
Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Terpadu dan
Laboratorium Mikrobiologi FFS Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA
Waktu penelitian mulai dilakukan pada bulan November 2015 sampai dengan Mei
2016.
Tabel III. Jadwal penelitian
Pengumpulan
Kegiatan
dan
penyediaan
Tanggal
bahan November
Keterangan
PBF
Toko Kimia
penelitian
2015
Reduksi Vanilin menjadi Vanilil Alkohol dan 15 Desember UHAMKA
Uji Identifikasi FT-IR
2015
Sintesis Vanilil Salisilat, Pemurnian dan 1 Januari 2016 UHAMKA
Farmalab
Identifikasi senyawa
Pembuatan medium, pembiakan bakteri Uji, 1 Maret 2016 UHAMKA
pembuatan suspensi, uji KHM
Pengamatan Hasil Uji KHM
Analisa data hasil penelitian
Penulisan Laporan Penelitan
20
DAFTAR PUSTAKA
Alcama, E. 1983. Fundamental of Microbiology. Addison Wesley Publishing
Company. London. Hal 534 536
Augustine, R.L. 1996. Heterogeneus Catalysis For The Synthtic Chemistry. New
York: Marcel Dokker Inc.
Atkins, P.W.1997. Kimia Fisika jilid2.Jakarta: Penerbit Erlangga.
Badarinath, a. V. et al., 2010. A review on In-vitro antioxidant methods:
Comparisions, correlations and considerations. International Journal of
PharmTech Research, 2(2), pp.12761285.
Bartlett, A.H. & Hulten, K.G., 2010. Staphylococcus aureus pathogenesis:
secretion systems, adhesins, and invasins. The Pediatric infectious disease
journal, 29(9), pp.860861.
Budimarwanti, C. 2009. Sintesis Senyawa 4-Hidroksi -5-Dimetilaminometil-3Metoksibenzil Alkohol dengan Bahan Dasar Vanilin Melalui Reaksi
Mannich. Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA. Univeristas Negeri Yogyakarta.
Davis, W.W. & Stout, T.R., 1971. Disc plate method of microbiological antibiotic
assay. Applied microbiology, 22(4), pp.659665.
Chatib, U. 1993. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi. Binarupa
Aksara. Jakarta. Hal 103 111
Chuenchit Boonchird and T. W. Flegel.In Vitro antifungal activity of eugenol and
vanillin against Candida albicans and Cryptococcus neoformans.
Departement of Microbiology, faculty of science, Mahidol University, Rama
VI Road, Bangkok, Thailand.
Dwijoseputro, P. 2003. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta. Hal 22 24
DepKes RI, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Dwi W., C. Budimarwanti. 2013. Sintesis Vanili sinamat dari Vanilil Aklohol dan
Asam Sinamat Melalui Reaksi Esterifikasi Fischer.Skripsi: Universitas
Negeri Yogyakarta
Fessenden dan fessenden. 1986. Kimia organik. jilid 2. Jakarta: penerbit Erlangga.
Fitzgerald D.J. , Stratford M., Gasson M.J. , Ueckert J. , Bos A. and Narbad A.
2004. Mode of antimicrobial action of vanillin against Escherichia coli,
Lactobacillus plantarum and Listeria innocua. Journal of Applied
Microbiology 97: 104113
Ganiswara, S. G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Hal. 571 573
Hocking, M.B. 1997. J. Chem. Educ. 74, 1055-1059. The Merck Index. An
Encyclopedin Of Chemicals, drugs, and biological40th ed. Merck & Co., Inc.
Whitehouse station, NY,USA. Hal 1112.
Jawetz, E., Melnick, J.L dan Adelberg. 1995. Mikrobiologi Kedokteran Ed 20.
Penerjemah : Nani Widorini. Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Hal. 233-235
Jones, Chem. 1958. The Merck Index. An Encyclopedin Of Chemicals, drugs, and
biological40th ed. Merck & Co., Inc. Whitehouse station, NY,USA. Hal 834.
21
22