Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Efektifitas sediaan oral sangat tergantung dari berbagai faktor seperti waktu
pengosongan lambung, lamanya tinggal sediaan di lambung, pelepasan obat dari
sediaan dan lokasi absopsi obat. Sebagian besar bentuk sediaan oral memiliki
beberapa keterbatasan fisiologis seperti berubah-ubahnya waktu transit di lambung
menjadikan tidak seragamnya profil absorpsi, tidak sempurnanya pelepasan obat dari
sediaan, dan singkatnya waktu tinggal sediaan di lambung.
Modifikasi sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal
dilambung cocok untuk obat-obat yang memiliki kriteria : untuk aksi lokal dilambung,
absorbsi baik dilambung, tidak stabil dan terdegradasi didalam saluran intestinal/
kolon, kelarutannya rendah pada pH tinggi, dapat diabsorbsi secara cepat dilambung,
dan memiliki rentang absorbsi yang sempit (Rocca et al., 2003)
Drug Delivery system (DDS) didefinisikan sebagai formulasi atau alat yang
dapat menghantarkan agent terapeutik ke dalam tubuh dan meningkatkan efikasi dan
keamanannya dengan mengkontrol pelepasan, waktu, dan tempat lepas obat dalam
badan. Proses penghantaranmeliputi cara penggunaan produk terapi, pelepasan zat
aktif dari produk, dan transport yang terlibat dalam menghantarkan zat aktif untuk
menembus membran biologi menuju tempat aksi.
Banyak metode yang dapat digunakan untuk membuat sediaan lepas terkendali, salah
satunya adalah sediaan yang dirancang untuk tetap tinggal dilambung. Bentuk sediaan
yang dapat dipertahankan di dalam lambung disebut Gastroretentive Drug Delivery
System (GRDDS).

GRDDS dapat memperbaiki pengontrolan penghantaran obat

yang memiliki jendela terapeutik sempit, dan absorbsinya baik di lambung.


Keuntungan GRDDS diantaranya adalah mampu meningkatkan bioavailabilitas,
mengurangi obat yang terbuang dengan sia-sia, meningkatkan kelarutan obat-obatan
yang kurang larut pada lingkungan pH yang tinggi. Hal-hal yang dapat meningkatkan
waktu tinggal dilambung meliputi: sistem penghantaran bioadhesieve yang melekat

pada permukaan mukosa, sistem penghantaran yang dapat meningkatkan ukuran obat
sehingga tertahan karena tidak dapat melewati pylorus dan sistem penghantaran
dengan mengontrol densitas termasuk floating system dalam cairan lambung (Gohel et
al., 2004).

B. Tujuan
Untuk mengetahui sistem pelepasan gastro retentive system floating.
Untuk mengetahui mekanisme system floating.
Mengerti apa itu sediaan tablet floating.
Memahami senyawa aktif apa saja yang dapat dibuat tablet floating
Memahami bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatan sediaan tablet

floating
Memahami metode pembuatan sediaan tablet floating.
Memahami cara evaluasi sediaan tablet floating.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Fisiologi Pencernaan

Gambar 2.1. Anatomi lambung


Lambung merupakan organ yang berbentuk kantong seperti huruf J,
dengan volume 1200-1500 ml pada saat berdilatasi. Pada bagian superior,
lambung berbatasan dengan bagian distal esofagus, sedangkan pada bagian
inferior berbatasan dengan duodenum. Lambung terletak pada daerah
epigastrium dan meluas ke hipokhondrium kiri. Kecembungan lambung
yang meluas ke gastroesofageal junction disebut kurvatura mayor.
Kelengkungan lambung bagian kanan disebut kurvatura minor, dengan
ukuran dari panjang kurvatura mayor. Seluruh organ lambung terdapat
di dalam rongga peritoneum dan ditutupi oleh omentum.

Gambar 2.2. Pembagian daerah anatomi lambung


Secara anatomik, lambung terbagi atas 5 daerah (gambar 2.1.) yaitu:

Kardia, daerah yang kecil terdapat pada bagian superior di dekat

gastroesofageal junction,
Fundus, bagian berbentuk kubah yang berlokasi pada bagian kiri dari
kardia dan meluas ke superior melebihi tinggi gastroesofageal

junction,
Korpus, merupakan 2/3 bagian dari lambung dan berada di bawah
fundus sampai ke bagian paling bawah yang melengkung ke kanan

membentuk huruf J,
Antrum pilori, adalah bagian 1/3 bagian distal dari lambung.
Keberadaannya secara horizontal meluas dari korpus hingga ke

sphincter pilori; dan


Sphincter pilori, merupakan bagian tubulus yang paling distal dari
lambung. Bagian ini secara kelesulurhan dikelilingi oleh lapisan otot

yang tebal dan berfungsi untuk mengontrol lewatnya makanan ke


duodenum.
Dinding lambung terdiri dari empat lapisan yaitu lapisan mukosa, submukosa, muskularis eksterna (propria) dan serosa. Permukaan mukosa
dilapisi oleh sel epitel kolumnar penghasil mukus dan meluas ke sebagian
foveolar atau pit. Lapisan mukosa terbagi atas dua lapisan yaitu lamina
propria dan lapisan muskularis mukosa.
Pada lapisan muskularis mukosa, terdapat lapisan otot sirkuler pada
bagian dalam dan lapisan otot longitudinal pada bagian luarnya. Otot-otot
ini berkelanjutan membentukan kelompokan kecil (fascicle) otot polos
yang tipis menuju ke bagian dalam lamina propria hingga ke permukaan
epitel. Pada lapisan sub-mukosa, jaringannya longgar dan mengandung
sejumlah jaringan ikat elastik, terdapat pleksus arteri, vena, pembuluh
limfe dan pleksus nervus Meissner. Muskularis eksterna terdiri dari tiga
lapisan yaitu longitudinal luar (outer longitudinal), sirkuler dalam (inner
sirkuler) dan oblik yang paling dalam (innermost oblique). Lapisan
sirkuler sphincter pilorik pada gastroesofageal junction. Pleksus Auerbach
(myenteric) berlokasi pada daerah di antara lapisan sirkular dan
longitudinal dari muskularis eksterna.
Semua kelenjar lambung mempunyai dua komponen yaitu bagian
foveola (kripta, pit) dan bagian sekresi (kelenjar). Mukosa lambung secara
histologi terbagi atas 3 jenis yaitu kardiak, fundus dan pilorik (antral),
dengan daerah peralihan di antaranya. Perbedaan berbagai jenis mukosa
lambung tergantung pada perbandingan relatif antara bagian foveolar
dengan bagian sekresi, serta komposisinya secara mikroskopik. Kelenjar
kardiak dan pilorik mempunyai kemiripan yaitu perbandingan antara
foveola terhadap kelenjar yang mensekresi mukus adalah satu berbanding
satu.
Yang membedakan keduanya adalah jarak antar kelenjar di daerah
kardiak berjauhan, kadang dijumpai lumen kelenjar yang berdilatasi kistik.
Sedangkan kelenjar pada daerah pilorik mempunyai pelapis epitel dengan
sitoplasma sel yang bubly, bervakuola, bergranul dan glassy. Subnukleus vakuolisasi sel mukus kadang-kadang dapat ditemukan, keadaan
4

ini kadang-kadang salah diinterpretasi sebagai metaplasia. Sedangkan


sitoplasma sel pada daerah pilorik yang glassy dan berkelompok dapat
salah diinterpretasi sebagai adenokarsinoma signet ring cell. Sel bersilia
yang kadang-kadang dijumpai pada daerah pilorik, dan lebih sering
dijumpai pada orang Jepang, keadaan ini kadang kala dianggap sebagai
suatu metaplasia. Kelenjar fundik (oxyntic, acidopeptic) ditandai dengan
bagian foveolar hanya dari ketebalan mukosa, kelenjarnya cendrung
lebih lurus dan terdiri dari sebaran sel chief, sel parietal (penghasil asam),
sel endokrin dan sel mukosa leher.
B. Tahap Pengosongan Lambung
Pengosongan lambung terjadi baik pada orang yang puasa maupun
yang tidak puasa, namun memiliki pola berbeda. Pada orang yang
berpuasa interdigestive terjadi melalui lambung dan usus kecil setiap 2-3
jam. Aktivitas listrik ini disebut sebagai siklus myoelectric interdigestive
atau migrating myoelectric complex (MMC) yang dibagi menjadi empat
tahap, yaitu
Tahap I : Ini adalah periode diam dengan kontraksi yang jarang
berlangsung 40-60 menit.
Tahap II :

Ini berlangsung selama 20-40 menit dan terdiri dari

potensial aksi intermiten dan kontraksi yang secara bertahap


meningkatkan intensitas dan frekuensi sebagai fase berlangsung.
Tahap III : Fase ini relatif pendek dan intens, kontraksi teratur selama
4-6 menit. Ini adalah fase III yang mendapatkan siklus istilah "
housekeeper " gelombang, karena memungkinkan untuk menyapu
bersih semua bahan yang tercena dari perut dan turun ke usus kecil.
Telah diamati bahwa fase III dari satu siklus mencapai akhirusus
kecil, fase III dari siklus berikutnya dimulai pada duodenum.
Tahap IV : Ini berlangsung selama 0-5 menit. Ini terjadi antara fase
III dan tahap I dari dua siklus berturut-turut.

C. Pengertian Gastro Retentive DDS


Gastro Retentive DDS merupakan sistem penghantaran obat yang
memiliki kemampuan menahan obat di dalam saluran pencernaan
khususnya di lambung untuk memperpanjang periode waktu. Setelah obat
lepas selama periode waktu yang disyaratkan, bentuk sediaan harus
terdegradasi tanpa menyebabkan gangguan pencernaan.
Pada sistem penghantaran lepas terkendali tertahan di lambung, zat
aktif yang cocok digunakan adalah obat yang memiliki lokasi absorpsi
utama di lambung atau usus bagian atas, tidak stabil pada lingkungan usus
halus atau kolon dan memiliki kelarutan yang rendah pada pH yang tinggi.
Bentuk sediaan tertahan di lambung dapat mengatur pelepasan obat yang
memiliki indeks terapeutik yang sempit dan absorpsiyang baik di lambung.
Secara umum, sistem pelepasan obat yang tertahan di lambung
terdiri dari beberapa sistem, yaitu sistem mengembang (swelling system),
sistem mengapung (floating system) dan sistem bioadhesif (bioadhesive
system).

D. Kelebihan dan Kekurangan Gastro Retentive DDS


Kelebihan dari Gastro Retentive DDS :
Mampu meningkatkan bioavailabilitas.
Meningkatkan kelarutan obat-obatan yang kurang larut pada

lingkungan pH yang tinggi.


Meningkatkan absorpsi obat, karena meningkatkan GRT dan

meningkatkan waktu kontak bentuk sediaan pada tempat absorpsinya.


Obat dihantarkan secara terkontrol.
Penghantaran obat untuk aksi lokal di lambung.
Meminimalkan iritasi mukosa oleh obat, dengan melepaskan obat
secara lambat pada laju yang terkontrol
6

Kekurangan dari Gastro Retentive DDS :


Sistem floating tidak cocok untuk obat-obatan yang memiliki masalah
kelarutan atau stabilitas dalam cairan gastrik/lambung.
Obat-obatan yang diabsorbsi secara baik sepanjang saluran pencernaan
dan yang menjalani first-pass metabolisme signifikan mungkin kurang
pas untuk GRDDS karena pengosongan lambung yang lambat dapat
menyebabkan penurunan bioavailabilitas sistemik.
Obat-obatan yang iritan terhadap mukosa lambung tidak cocok untuk
GRDDS.
E. Faktor yang Mempengaruhi Sistem Gastro Retentif

Pemberiaan obat yang bersamaan


Pemberian bersama obat seperti atropine dan kodein mempengaruhi
waktu mengambang.

Umur
Orang tua terutama diatas 70 tahun memiliki GRT lebih lama.

Postur
GRT dapat bervariasi antara posisi pasien tegak dan terlentang.

Jenis kelamin
GRT pada laki-laki lebih kecil dibandingkan dengan wanita, terlepas
dari berat badan, tinggi badan dan tubuh permukaan.

Kalori
GRT dapat ditingkatkan 4 sampai 10 jam dengan makanan yang
tinggi protein dan lemak.

Frekuensi Makan
GRT dapat meningkat lebih dari 400 menit ketika mngkonsumsi
makanan secara terus-menerus.

Ukuran
Dosis diameter lebih dari 7,5 mm memiliki peningkatan GRT
dibandingkan dengan diameter 9,9 mm.

F. Sistem Floating

Pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1968,


merupakan sistem dengan densitas yang kecil, yang memiliki kemampuan
mengambang kemudian mengapung dan tinggal dilambung untuk
beberapa waktu. Pada saat sediaan mengapung dilambung, obat dilepaskan
perlahan pada kecepatan yang dapat ditentukan, hasil yang diperoleh
adalah peningkatan gastric residence time (GRT) dan pengurangan
fluktuasi konsentrasi obat dalam plasma (Chawla et al., 2003).
Sistem mengapung pada lambung berisi obat yang pelepasannya
perlahan-lahan dari sediaan yang memiliki densitas yang rendah atau
floating drug delivery system (FDDS) atau biasa disebut hydrodynamically
balanced system (HBS). FDDS atau HBS memiliki bulk density yang lebih
rendah dari cairan lambung. FDDS tetap mengapung dalam lambung tanpa
mempengaruhi kondisi lambung dan obat dilepaskan perlahan pada
kecepatan yang diinginkan dari sistem (Anonim, 2003).
Floating tablet merupakan salah satu sediaan gastroretentive yang
menggunakan sistem dengan densitas kecil, memiliki kemampuan
mengambang, mengapung, dan tetap berada di lambung dalam beberapa
waktu. Saat sediaan mengapung di lambung, obat dilepaskan secara
perlahan lahan dengan kecepatan yang dapat dikendalikan. Dengan cara
seperti ini, gastric residence time (GTR) suatu obat dapat ditingkatkan dan
fluktuasi kadarnya dalam plasma dapat diturunkan (Chawla et al., 2003).
Floating tablet merupakan formulasi yang cocok untuk obat obat yang
bermasalah dalam hal disolusi dan / atau stabilitasnya dalam cairan usus
halus, diharapkan memberikan efek lokal di lambung, sertahanya
diabsorbsi di bagian atas intestin (Patil, dkk, 2010).

Mekanisme floating system (Garg and Sharma, 2003).


8

Bentuk floating system banyak diformulasi dengan menggunakan


matriks-matriks hidrofilik dan dikenal dengan sebutan hydrodynamically
balanced system (HBS), karena saat polimer berhidrasi intensitasnya
menurun akibat matriknya mengembang, dan dapat menjadi gel
penghalang dipermukaan bagian luar. Bentuk-bentuk ini diharapkan tetap
dalam keadaan mengapung selama tiga atau empat jam dalam lambung
tanpa dipengaruhi oleh laju pengosongan lambung karena densitasnya
lebih rendah dari kandungan gastrik. Hidrokoloid yang direkomendasikan
untuk formulasi bentuk floating adalah cellulose ether polymer, khususnya
hydroxypropyl methylcellulose (Moes, 2003). Floating system dapat
diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu :
1. Non-Effervescent system
Pada sistem non effervescent menggunakan pembentuk gel atau
senyawa hidrokoloid yang mampu mengambang, polisakarida dan
polimer-polimer pembentuk matriks seperti polikarbonat, poliakrilat,
polimetakrilat, dan polistirena. Metode formulasinya yaitu dengan
mencampurkan obat dengan hidrokoloid pembentuk gel. Setelah
pemberian maka sediaan ini akan mengembang ketika kontak dengan
cairan lambung, masih berbentuk utuh dengan densitas bulk kurang dari
satu. Udara yang terjerap di dalam matriks yang mengembang
mengakibatkan sediaan mampu mengambang, membentuk struktur
yang mirip gel. Kemudian struktur gel bertindak sebagai reservoir
untuk obat yang akan dilepaskan perlahan-lahan dan dikontrol oleh
difusi melalui lapisan gel (Utami. 2007 dan Baboota. 2005)

Gambar 3. (A) Multiple-unit oral floating drug delivery system. (B)


Working principle of effervescent floating drug delivery system.
2. Effervescent system
Pada sistem effervescent biasanya menggunakan matriks dengan
bantuan polimer yang dapat mengembang seperti metil selulosa,
kitosan, dan senyawa effervescent seperti natrium bikarbonat, asam
tartrat, dan asam sitrat. Sistem effervescent ketika kontak dengan asam
lambung maka akan membebaskan gas karbon dioksida yang akan
terperangkap di dalam senyawa hidrokoloid yang mengembang.
Sehingga menyebabkan sediaan akan mengambang (Utami. 2007 dan
Baboota. 2005)
Sistem penghantaran mengapung ini dipersiapkan dengan polimer
yang dapat mengembang seperti Methocel, polisakarida, chitosan dan
komponen effervescent (misal; natrium bikarbonat dan asam sitrat atau
tartrat). Matriks ketika kontak dengan cairan lambung akan
membentuk gel, dengan adanya gas yang dihasilkan dari sistem
effervescent, maka gas akan terperangkap dalam gelyfiedhydrocolloid,
akibatnya tablet akan mengapung, meningkatkan pergerakan sediaan,
sehingga akan mempertahankan daya mengapungnya (Anonim, 2003).

Gambar 2. Desain alat disolusi untuk floating


(Gohel et al., 2004).

Keuntungan dan Kerugian Sistem Floating


Keuntungan Sistem Floating Tablet :
1.

Sistem floating menguntungkan untuk obat diserap melalui lambung .


10

2.

Zat asam seperti aspirin menyebabkan iritasi pada dinding lambung


karenanya Formulasi HBS mungkin berguna untuk mencegah iritasi

3.

Pelepasan bentuk dosis mengambang, tablet atau kapsul , akan


mengakibatkan pengosongan obat dalam cairan lambung . Mereka
larut dalam cairan lambung akan tersedia untuk penyerapan dalam
usus kecil setelah pengosongan isi lambung . Oleh karena itu
diharapkan bahwa obat akan sepenuhnya di serap dari bentuk sediaan
floating jika tetap di bentuk solusi bahkan pada pH basa dari usus .

4.

Ketika ada gerakan usus yang kuat dan waktu transit sesingkat
mungkin. Keadaan seperti itu mungkin menguntungkan untuk
menjaga obat dalam kondisi mengambang di perut untuk mendapatkan
relative respon yang lebih baik

Kerugian Sistem Floating Tablet :


1. Sistem mengambang tidak layak untuk obat yang memiliki kelarutan

atau masalah stabilitas di saluran pencernaan.


2 . Sistem ini memerlukan cairan dalam perut untuk pengiriman obat untuk
mengapung dan bekerja secara efisien.
3. Hanya obat-obatan signifikan yang dapat di serap melalui saluran
pencernaan .

Tempat Pelepasan Obat


Perpanjangan kerja pada sediaan lepas lambat dapat dilakukan
dengan pembentukan garam, ester atau eter dengan bantuan senyawa adisi,
senyawa kompleks atau molekuler bahan obat yang sukar larut sehingga
resorbsi menurun. Dalam pembuatan tablet floating, yang perlu
diperhatikan adalah dimana obat akan dilepaskan (tempat pelepasan obat).

11

Untuk pemilihan lokasi pemakaian dalam tubuh untuk obat sediaan


lepas lambat oral mengapung, ada beberapa tempat. Yaitu :
1. Lambung
Lambung merupakan suatu organ pencampur dan pensekresi di mana
makanan dicampur dengan cairan cerna dan secara periodik
dikosongkan ke dalam usus halus. Akan tetapi gerakan makanan dan
produk obat dalam lambung dan usus halus sangat berbeda tergantung
pada keadaan fisiologik. Dengan adanya makanan lambung melakukan
fase digestive dan tanpa adanya makanan lambung melakukan fase
interdigestive. Selama fase digestive partikel pertikel makanan
atau partikel partikel padat yang lebih besar dari 2 mm ditahan dalam
lambung, sedangkan partikel partikel yang lebih kecil dikosongkan
melalui sphincter pilorik pada suatu laju order kesatu yang tergantung
pada isi dan ukuran dari makanan. Selama fase interdigestive lambung
istirahat selama 30 40 menit sesuai dengan waktu istirahat yang sama
dalam usus halus. Kemudian terjadi kontraksi peristaltik, yang diakhiri
dengan housekeeper contraction. Suatu obat dapat tinggal dalam
lambung selama beberapa jam jika diberikan selama fase pencernaan,
bahan

bahan

berlemak,

makanan

dan

osmolitas

dapat

memperpanjang waktu tinggal dalam lambung. Di samping itu, bila


obat diberikan selama fase pencernaan dalam, obat berpindah secara
cepat ke dalam usus halus. Pelarutan obat dalam lambung juga dapat
dipengaruhi oleh ada atau tidaknya makanan. Harga normal pH
lambung pada istirahat adalah 1, bila ada makanan pH sering naik
menjadi 3 5 disebabkan adanya pendaparan bahan makanan. Suatu
obat diuji secara In Vitro dengan HCl 0,1 N melepaskan obat pada laju
order nol, dapat tidak melepaskan obat pada laju yang sama pada pH
3-5
2. Usus Halus
Bagian proksimal dari usus halus mempunyai pH sekitar 6 sehubungan
dengan netralisais asam dengan bikarbonat yang disekresi oleh
duodenum ddan pankreas. Dengan adanya mikrovili usus halus
memberi suatu luas permukaan yang sangat besar untuk absorbsi obat.
Waktu transit dalam usus halus suatu sediaan padat dari 95% populasi
disimpulkan sekitar 3 jam atau kurang. Untuk memperkirakan waktu
12

transit, berbagai penelitian telah dilakukan dengan menggunakan uji


lactulose hidrogen yang mengukur penampakan hidrogen dalam nafas
penderita (laktulosa dimetabolisme secara cepat oleh bakteri bakteri
didalam usus besar yang menghasilkan hidrogen yang secara normal
tidak terdapat dalam pernapasan orang). Hal ini sesuai bahwa waktu
transit G1 yang relatif pendek dari mulut ke cecum yaitu 4 2,6 jam.
Jarak ini disimpulkan terlalu pendek untuk sedian sustained release
yang bekerja sampai 12 jam, kecuali kalau obat untuk diabsorbsi
dalam kolon. Kolon mempunyai sedikit cairan dan bakteri yang
berlimpah yang dapat membuat absorbsi obat tidak menentu dan tidak
sempurna. Waktu transit untuk pellet telah diteliti dalam bentuk
disintegrasi yang keduanya menggunakan bahan radiopaq tidak larut
dan terlarut. Sebagian besar pellet yang tidak larut dilepaskan dari
kapsul setelah 15 menit , setelah 3 jam pellet telah tersebar dalam
lambung dan sepanjang usus halus. Pada waktu 12 jam seluruh pellet
berada pada kolon bagian naik dan setelah 24 jam berada pada kolon
bagian menurun yang siap memasuki rektum.
3. Usus Besar.
Dalam kolon ada sedikit cairan dan transit obat diperlambat, absorbsi
obat dalam daerah ini tidak banyak diketahui, meskipun obat tak
terabsorbsi yang mencapai daerah. Daerah ini dapat dimetabolisme
oleh bakteri. Obat obat diabsorbsi cepat bila diberikan dalam sediaan
rektal. Tetapi laju transit dipengaruhi oleh kecepatan defekasi.
Mungkin obat obat yang diformulasi untuk 24 jam akan tinggal
dalam daerah ini untuk diabsorbsi. Ada sejumlah produk sustained
release yang diformulasi untuk memperoleh keuntungan dari kondisi
fisiologis saluran GI. Butir butir salut enterik telah terbukti
melepaskan obat lebih 8 jam bila digunakan bersama sama makanan,
sehubungan dengan pengosongan butir butir salut enterik berangsur
angsur ke dalam usus halus. Formulasi khusus floating tablet yang
tetap tinggal di bagian atas lambung telah digunakan untuk
memperpanjang waktu tinggal obat dalam lambung. Untuk pengobatan
yang manjur, tidak satupun metode ini memberikan keterandalan yang
cukup konsisten.
13

G. Perbedaan sediaan Tablet dengan Sediaan Lepas Lambat


1. Tablet
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau
tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan
sebagai tablet cetak dan tablet kempa. (Farmakope Indonesia Edisi IV)
Tablet merupakan bentuk sediaan yang paling banyak
digunakan, karena memiliki beberapa keuntungan
ketepatan

dosis,

mudah

dalam

pemakaiannya,

diantaranya

stabil

dalam

penyimpanan, mudah dalam transportasi dan dari segi ekonomi relatif


murah dibanding dengan bentuk sediaan obat lainnya. Kelebihan
lainnya

sediaan tablet yaitu ringan, mudah dalam pembungkusan,

pemindahan dan penyimpanan. Pasien menemukan kemudahan untuk


membawanya dan tidak perlu menggunakan alat bantu seperti sendok
untuk pemakaiannya.
Kerugian sediaan tablet yaitu beberapa obat tidak dapat
dikempa menjadi padat dan kompak dan obat yang rasanya pahit, obat
dengan bau yan tidak dapat dihilangkan atau obat yang peka terhadap
kelembaban udara perlu pengapsulan atau penyelubungan dulu
sebelum dikempa (bila mungkin) atau memerlukan penyalutan dulu.
Beberapa kriteria yang harus diperhatikan agar tablet mempunyai
kualitas baik adalah:
a. Mempunyai kekerasan yang cukup dan tidak rapuh, sehingga
kondisinya

tetap

baik

selama

pabrikasi,

pengemasan

dan

pengangkutan sampai pada konsumen


b. Dapat melepaskan bahan obatnya sampai pada ketersediaan
hayatinya.
c. Memenuhi persyaratan keseragaman bobot tablet dan kandungan
obatnya.
d. Mempunyai penampilan yang menarik, baik pada bentuk, warna,
maupun rasanya.
Tablet dapat berbeda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan,
ketebalan, daya hancurnya dan dalam aspek lainnya tergantung pada
cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya. Kebanyakan tablet
digunakan pada pemberian oral dan kebanyakan dari tablet ini dibuat
14

dengan penambahan zat warna, zat pemberi rasa, dan lapisan lapisan
dalam berbagai jenis (Ansel et al., 1989)
Tablet yang berkualitas baik harus memenuhi persyaratan dalam
Farmakope Indonesia dan kepustakaan lain, syarat tersebut antara lain :
Pertama, tablet tidak mudah rapuh dan mempunyai kekerasan
antara 4-8 kg. Kekerasan tablet tidak mutlak bila tablet yang dihasilkan
tidak mudah rapuh, baik selama fabrikasi, pengemasan, dan
pengangkutan sampai konsumen.
Kedua, mudah melepaskan zat aktifnya. Tablet yang baik adalah
tablet yang selain mempunyai sifat fisis baik juga harus mempunyai
kemampuan

melepaskan

zat

aktifnya

dengan

mudah.

Ketiga,

keseragaman bobot tablet dan kandungan aktifnya memenuhi


persyaratan. Keempat, mempunyai penampilan menyenangkan baik
mengenai bentuk, warna dan rasa (Sheth dkk., 1980).
Bahan yang akan dikempa menjadi tablet harus mempunyai sifat
yang baik sehingga dapat menghasilkan tablet yang memenuhi
persyaratan. Sifat bahan tersebut yaitu antara lain: mudah mengalir
(free flowing), mudah kompak bila dikempa (kompressibel) serta tablet
mudah lepas dari cetakan dan tidak ada bagian yang melekat pada
cetakan sehingga permukaan tablet harus licin (Sheth dkk., 1980).
2. Sediaan lepas lambat
Sediaan lepas lambat merupakan bentuk sediaan yang dirancang
untuk melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau
bertahap supaya pelepasannya lebih lama dan memperpanjang aksi
obat. Tujuan utama dari sediaan lepas terkendali adalah untuk mencapai
suatu efek terapetik yang diperpanjang disamping memperkecil efek
samping yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh fluktuasi kadar
obat dalam plasma. Long-acting menyatakan durasi kerja obat yang
relatif lama tanpa menjelaskan durasi pelepasan bahan aktif dari bentuk
sediaannya (Sulaiman, 2007).

15

Sediaan lepas lambat mempunyai beberapa keuntungan dibanding


bentuk sediaan konvensional, yaitu (Ansel et al, 1999)
a.
b.
c.
d.
e.

Mengurangi fluktuasi kadar obat dalam darah.


Mengurangi frekuensi pemberian
Meningkatkan kepuasan dan kenyamanan pasien
Mengurangi efek samping yang merugikan
Mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan

Sedangkan kerugian bentuk sediaan lepas lambat antara lain (Ballard,


1978):
1. Biaya produksi lebih mahal dibanding sediaan konvensional
2. Adanya dose dumping yaitu sejumlah besar obat dari sediaan obat
dapat lepas secara cepat
3. Sering mempunyai korelasi in vitro in vivo yang jelek
4. Mengurangi fleksibilitas pemberian dosis
5. Efektifitas pelepasan obat dipengaruhi dan dibatasi oleh lama tinggal
di saluran cerna
6. Jika penderita mendapat reaksi samping obat atau secara tibatiba
mengalami keracunan maka untuk menghentikan obat dari sistem
tubuh akan lebih sulit dibanding sediaan konvensional
7. Tidak dapat digunakan untuk obat yang memiliki dosis besar (500
mg)
Sifat fisikokimia dan biologis dari bahan obat yang akan
diformulasikan sebagai tablet lepas lambat merupakan faktor yang perlu
diperhatikan. Sifat-sifat fisikokimia ini akan mempengaruhi sifat
fisikokimia tablet yang akan dihasilkan (Lee dan Robinson, 1978).
1. Dosis
Produk yang digunakan peroral dengan dosis lebih besar dari 500 mg
sangat sulit untuk dijadikan sediaan lepas lambat karena pada dosis
yang besar akan dihasilkan volume sediaan yang terlalu besar yang
tidak dapat diterima sebagai produk oral.
2. Kelarutan
Obat dengan kelarutan dalam air yang terlalu rendah atau terlalu tinggi
tidak cocok untuk sediaan lepas lambat. Batas terendah untuk
kelarutan pada sediaan lepas lambat adalah 0,1 mg/ml. Obat yang
kelarutannya tergantung pada pH fisiologis akan menimbulkan
masalah yang lain karena variasi pH pada saluran cerna dapat
mempengaruhi kecepatan disolusinya.
3. Koefisien partisi
16

Obat yang mudah larut dalam air memungkinkan tidak mampu


menembus membran biologis sehingga obat tidak sampai ke tempat
aksi. Sebaliknya, untuk obat yang sangat lipofil akan terikat pada
jaringan lemak sehingga obat tidak mencapai sasaran.
4. Stabilitas obat
Bahan aktif yang tidak stabil terhadap lingkungan yang bervariasi di
sepanjang saluran cerna (enzim, variasi pH, flora usus) tidak dapat
diformulasikan menjadi sediaan lepas lambat.
5. Ukuran partikel
Molekul obat yang besar menunjukkan koefisien difusi yang kecil dan
kemungkinan sulit dibuat sediaan lepas lambat.
Beberapa sifat biologis yang perlu diperhatikan dalam pembuatan
sediaan lepas lambat (Lee dan Robinson, 1978) :
a. Absorbsi
Obat yang lambat diabsorbsi atau memiliki kecepatan absorbs yang
bervariasi sulit untuk dibuat sediaan lepas lambat. Batas terendah
harga konstanta kecepatan absorbsi untuk sediaan oral adalah sekitar
0,25/jam dengan asumsi waktu transit gastrointestinal 10-12 jam.
b. Volume distribusi
Obat dengan volume distribusi yang benar-benar tinggi dapat
mempengaruhi kecepatan eliminasinya sehingga obat tersebut tidak
cocok untuk dibuat sediaan lepas lambat.
c. Durasi
Obat dengan waktu paro yang pendek dan dosis yang besar tidak
cocok untuk dijadikan sediaan lepas lambat sedang obat dengan waktu
paro (t1/2) yang panjang dengan sendirinya akan mempertahankan
kadar obat pada indeks terapetiknya sehingga tidak perlu dibuat
sediaan lepas lambat. Bahan aktif berwaktu paruh biologis relatif
pendek, misalnya 1 jam, mungkin sulit diformulasi menjadi sediaan
lepas lambat karena ukurannya juga menjadi terlalu besar.
d. Indeks terapetik
Obat dengan indeks terapi yang kecil memerlukan kontrol yang teliti
terhadap kadar obat yang dilepaskan dalam darah, karena itu sediaan
lepas lambat dapat berperan dalam mengontrol pelepasan obat agar
tetap dalam indeks terapetiknya.
17

BAB III
PEMBAHASAN

A. Mekanisme Biofarmasi Floating System

Sistem yang seimbang secara hidrodinamis (Hydrodynamically


Balance Systems = HBS) yang dapat berupa tablet atau kapsul, dirancang
18

untuk memperpanjang waktu tinggal sediaan di dalam saluran cerna


(dalam hal ini dilambung) dan meningkatkan absorpsi. Sistem dibuat
dengan menambahkan 20-75% b/b hidrokoloid tunggal atau campuran ke
dalam formula tablet atau kapsul.
Pada sistem ini akan dicampurkan bahan aktif obat, hidrokoloid (2075% dari bobot tablet) dan bahan bahan pembantu lain yang diperlukan
(pada umumnya proses pencampuran ini diikuti dengan proses granulasi),
selanjutnya granul dicetak menjadi tablet atau diisikan ke dalam kapsul.
Setelah dikonsumsi, di dalam lambung, hidrokoloid dalam tablet
atau kapsul berkontak dengan cairan lambung dan menjadi mengembang.
Karena jumlahnya hidrokoloidnya banyak (sampai 75%) dan mengembang
maka berat jenisnya akan lebih kecil dari berat jenis cairan lambung.
Akibatnya sistem tersebut menjadi mengapung di dalam lambung. Karena
mengapung sistem tersebut akan bertahan di dalam lambung, tidak mudah
masuk ke dalam pylorus dan terus ke usus. Hidrokoloid yang mengembang
akan menjadi gel penghalang yang akan membatasi masuknya cairan
lambung ke dalam sistem dan berkontak dengan bahan aktif obat,
sekaligus akan mengatur pelepasan bahan aktif obat dari sistem terapung
itu ke dalam cairan lambung.
Sistem HBS paling baik diterapkan pada obat yang memiliki
kelarutan yang lebih baik dalam lingkungan asam dan obat yang memiliki
tempat absorpsi khusus di daerah usus bagian atas. Untuk dapat bertahan
dalam lambung untuk waktu yang lebih lama maka bentuk sediaan harus
memiliki bobot jenis kurang dari satu. Sediaan tersebut harus bertahan
dalam lambung, integritas strukturnya terjaga dan melepaskan obat secara
konstan dari bentuk sediaan.
Rancangan

sistem

pelepasannya

berdasarkan

kemampuan

mengembang dari sediaan tiga lapis. Sistem ini dapat digambarkan sebagai
berikut. Sediaan dibuat menjadi 3 lapis. Lapis pertama berisi garam bismut
yang diformulasikan untuk pelepasan segera. Bahan aktif berada di lapis
kedua, dimasukkan sebagai komponen tablet inti yang pelepasannya
dikendalikan oleh matriks. Lapis ketiga berisi komponen pembentuk gas.
19

Efek mengapung disebabkan oleh lapisan pembentuk gas yang terdiri dari
natrium bikarbonat : kalsium karbonat (1:2).
Saat berkontak dengan cairan lambung, karbonat pada komponen
pembentuk

gas

bereaksi

dengan

asam

lambung

membentuk

karbondioksida. Karena diformulasikan untuk pelepasan segera, lapis


pertama akan segera terdiintegrasi dan garam bismut akan segera terlepas
dari sediaan tablet itu. Sedangkan lapis kedua, hidrokoloidnya akan
mengembang.

Adanya

karbondioksida

yang

terperangkap

dalam

hidrokoloid yang mengembang menyebabkan sistem menjadi mengapung.


Dan hidrokoloid yang mengembang itu akan menjadi gel penghalang
pelepasan bahan aktif ke dalam cairan lambung, sehingga pelepasannya
dikatakan diperlambat.
B. Contoh Obat Gastroretentive Floating System
1. Captropil
Captopril merupakan obat antihipertensi yang menurunkan tekanan
darah tinggi dengan jalan menghambat Angiotensin Converting Enzyme
(ACE) dan pembentukan angiotensin II, yang bersifat vasokonstriksi kuat
(Tjay, 1986). Pengembangan Captopril dibuat Sustained Release dengan
sistem floating memiliki beberapa kelebihan diantaranya aktivitas obat
yang diperpanjang, mengurangi terjadinya efek samping obat, mengurangi
frekuensi pemberian obat, dan meningkatkan kepatuhan pasien (Ansel,
2005).
Alasan Captopril dibuat sustained release karena waktu paruhnya yang
pendek yaitu 1-3 jam dengan dosis pemakaian rendah yaitu 12,5 mg; 25
mg dan 50 mg, digunakan dalam jangka waktu lama untuk hipertensi,
mudah larut dalam air dan teroksidasi pada pH usus (Asyarie et al., 2007).
Salah satu metode yang digunakan untuk membuat Sustained Release
adalah bentuk sediaan yang dirancang untuk tinggal di lambung dalam
waktu yang lama. Bentuk Sediaan yang dapat mempertahankan obatnya di
lambung dalam waktu tertentu disebut Gastroretentive Drug Delivery
System (GRDDS). Salah satu tehnik gastroretentive adalah sistem floating
(Arora et al., 2005). Sistem Floating pada lambung berisi obat yang
dilepaskan secara perlahan-lahan dari sediaan yang memiliki densitas lebih
rendah dari cairan lambung sehingga dapat tetap mengapung pada
20

lambung tanpa mempengaruhi kondisi lambung dan obat dapat lepas


secara perlahan sesuai kecepatan yang diinginkan (Sulaiman et al., 2007).
Hydroxyprophyl methylcellulosa merupakan matriks hidrokoloid yang
mempunyai daya pengembang dan etilselulosa merupakan matriks
hidrofobik yang memiliki stabilitas baik dalam berbagai pH dan
kelembaban (Prajapati and Patel, 2010). Ganesh and Deecaraman (2011)
menunjukkan bahwa kombinasi keduanya dapat digunakan sebagai
matriks Sustained Release floating Captopril yang menghasilkan tablet
floating Captopril yang baik.
Alasan

hydroxypropyl

methylcellulosa

dikombinasi

dengan

Ethylcellulosa dalam pengembangan sustained release adalah untuk obat


dengan

daya larut cepat didalam air, matriks hidrofilik dikombinasi

dengan matriks hidrofobik. Hydroxypropyl methylcellulosa merupakan


matriks hidrofilik yang terbatas penggunaannya untuk obat-obat yang
kelarutannya tinggi didalam air dikarenakan difusi melalui gel hidrofilik
sangat cepat sehingga untuk mengatasi hal tersebut digunakan kombinasi
dengan ethylcellulosa yang merupakan matriks hidrofobik yang memiliki
keuntungan stabilitas baik pada berbagai pH dan kelembaban (Prajapati
and Patel, 2010).

Dengan penambahan ethyllcellulosa maka dapat

meningkatkan viskositas sehingga pelepasan dapat diperlambat (Rowe


etal., 2009). Ganesh and Deecaraman (2011) menunjukkan bahwa
kombinasi matriks hidrofilik dan matriks hidrofobik tersebut menghasilkan
suatu tablet yang memiliki viskositas yang baik yang akan berpengaruh
pada proses swelling, integritas matriks dan kemungkinan floating yang
baik.
Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan penelitian pengaruh
kombinasi matriks ethylcellulosa dan hydroxyprophyl metilselulosa tablet
sustained release sistem floating Captopril terhadap sifat fisik dan disolusi
tablet serta mengetahui konsentrasi yang dapat menghasilkan tablet
Captopril floating yang optimum.
Tablet lepas lambat kaptopril dibuat dengan metode granulasi basah,
dengan komposisi formula .Bahan aktif (kaptopri) dicampur dengan
kombinasi matriks (HPMC K4Mxanthan gum), kalsium sulfat, dan PVP K30, kemudian ditambahkan alkohol 96% sampai terbentuk massa granul,
21

diayak dengan pengayak mesh 16 dan dikeringkan dengan oven pada suhu
50 C hingga kelembaban granul antara 3-5%. Granul kering diayak lagi
dengan pengayak mesh 18 dan ditambahkan fase luar, yaitu asam tartrat,
natrium bikarbonat, magnesium stearat, dan talk. Setelah itu dilakukan
pengujian mutu granul. Campuran dicetak dengan bobot 300 mg per tablet.
Pentabletan dilakukan dengan tekanan kompresi yang sama pada semua
formula, kemudian dilakukan uji mutu tablet.
Formula optimum tablet katopril dapat diperoleh dengan kombinasi
asam tartrat 4,5% dan kombinasi perbandingan polimer HPMC K4M
xanthan gum 3,75:1 yang memiliki sifat fisik tablet dan disolusi yang
memenuhi persyaratan, yaitu kekerasan tablet 12,02 Kp, kerapuhan tablet
0,47%, floating lag time 0,32 menit, dan konstanta laju disolusi 0,05 mg/
menit.Asam tartrat sebagai bahan effervescent tablet berpengaruh secara
signifikan terhadap sifat fisik tablet dan konstanta laju disolusi tablet lepas
lambat

kaptopril.

Asam

tartrat

menurunkan

kekerasan

tablet,

meningkatkan kerapuhan tablet, mempercepat floating lag time, dan


memperbesar konstanta laju disolusi. Sedangkan kombinasi perbandingan
polimer HPMC K4Mxanthan gum meningkatkan kekerasan tablet,
menurunkan kerapuhan tablet, mempercepat floating lag time, dan
memperbesar konstanta laju disolusi. Interaksi konsentrasi asam tartrat dan
kombinasi perbandingan polimer HPMC K4Mxanthan gum memberikan
pengaruh menurunkan kekerasan tablet, meningkatkan kerapuhan tablet,
memperlambat floating lag time, dan memperbesar konstanta laju disolusi.
1.1 Bahan Pembantu Dalam Pembuatan Tablet Floating
Bahan pembantu dalam pembuatan tablet oral berdasarkan
fungsinya terbagi atas pengisi, pengikat, penghancur, dan pelicin.
Bahan pembawa yang sering digunakan dapat digolongkan menjadi
bahan pembawa tidak larut air bersifat lilin/wax dan hidrofilik pembuatan
gel

a. Bahan Pengisi ( Diluent )


Bahan pengisi ditambahkan dalam tablet berfungsi untuk
menambah berat tablet dan memperbaiki daya kohesi sehingga
dapat dikempa langsung atau untuk memacu aliran (Banker and
22

Anderson, 1986). Bahan pengisi yang sering digunakan antara lain


laktosa, pati dan selulosa mikrokristal (Anonim, 1995).
b. Pengikat (binders)
Zat ini ditambahkan dalam bentuk kering atau cairan selama
granulasi basah untuk membentuk granul atau menaikkan
kekompakan kohesi bagi tablet yang dicetak langsung. Contoh
bahan pengikat adalah akasi dimosinte.
c. Gas Forming Agent
Gas forming agent ditambahkan agar tablet yang mempunyai
partikel padat pada saat bersentuhan dengan air akan melepaskan
gas dan membantu tablet untuk mengapung.
Contoh : asam sitrat dan natrium bikarbonat.
d. Pelicin (Lubricant)
Bahan pelincin berfungsi memudahkan mendorong tablet ke
atas keluar cetakan melalui pengurangan gesekan antara dinding
dalam ruang cetak dengan permukaan sisi tablet. Bahan pemisah
bentuk (anti adherent) berfungsi mengurangi lekatnya massa tablet
pada dinding ruang cetak dan permukaan punch serta menghasilkan
kilap percetakan pada tablet (Voigt, 1984)
Bahan pengikat dan pengisi yang digunakan untuk membuat sediaan
tablet floating adalah bahan polimer dengan kepadatan curah kurang
dari 1 g/cm3, sehingga membentuk penghalang gel kohesif dan
mempunyai kemampuan melarut perlahan-lahan yang cukup untuk
mempertahankan obat tersebut selama jangka waktu yang lama.
Hidrokoloid alam atau semisintetik biasanya digunkan untuk
pengembang system hidrodinamis seimbang tersebut. HPMC yang
paling banyak digunakan sebagai bahan pembantu matriks dalam
system gastroretentif dan bahan lainnya yang dapat digunakan adalah
Carbopol, HPC, EC, agar-agar, asam alginat, carragenans atau getah
alam sebagai bahan pembantu membentuk matriks [129,130,200-203].
Prinsipfungsional bahan ini didasarkan pada kenyataan, bahwa
matriks mulai membengkak dan bentuk gel lapisan dengan udara
terperangkap di sekitar inti tablet setelah kontak dengan cairan
lambung, sedangkan lapisan gel mengontrol pelepasan obat. Setelah
lapisan gel luar terkikis,batas pembengkakan bergerak menuju inti
kering, menjaga hidrasi dan apung sistem.
23

Penambahan asam lemak untuk formulasi ini mengarah ke


bahan yang menunjukkan kepadatan rendah, sedangkan difusi media
air ke dalam bahan menurun mengurangi erosi dari sediaan tablet
tersebut. Kelemahan

pasient/konsumen dalam konsunsi sediaan

tersebut adalah terletak pada kepasifan sistem pencernaan, dimana


tergantung pada udara terperangkap dalam tablet. Sebuah pendekatan
untuk menghindari masalah ini terletak pada peningkatan kekuatan
mengambang dengan memasukkan natrium bikarbonat sebagai agen
gas membentuk tersebar, di HPMC matriks hidrogelnya.
Penggunaan polimer sintetis seperti asam

metakrilat-

metilmetakrilat, kopolimer atau poli (vinil asetat) mengarah ke


pembentukan matriks inert. Terlepas dari penambahan bahan
pembantu tablet umum seperti laktosa atau dikalsium fosfat, profil
pelepasan obat dari matriks polimer dapat disesuaikan oleh polimer
pencampuran dengan hidrofilisitas berbeda.
Selanjutnya, polimer campuran digunakan untuk meningkatkan
kekerasan tablet dan kemampuan untuk menghambat pelepasan obat.
Sistem ini membengkak hanya sampai batas tertentu. Dalam
hubungan ini Kollidon SR dapat digunakan juga untuk mengontrol
pelepasan obat berbagai macam seperti Metformin HCl, propranolol
HCl, Diphenhydramine HCl dan diltiazem HCl. Bahab pembantu ini
sangat baik dan dapat digunakan sebagai eksipien untuk kompresi
langsung, sedangkan tablet ini ditandai dengan rendahnya kerapuhan
dan kekuatan menghancurkan tinggi pada kekuatan kompresi rendah
selama tablet proses.
1.2 Evaluasi Sediaan
Evaluasi sediaan di lakukan untuk mengetahui karakteristik
sediaan sehingga dapat di ketahui kualitas sediaan dan kemmapuan
sediaan untuk bertahan di dalam lambung. Evaluasi yang di lakukan
pada sediaan meliputi pengujian distribusi ukuran partikel, laju alir, uji
keterapungan, uji daya mengambang, penentuan kandungan obat serta
uji pelepasan obat secara invitro (uji disolusi).
a. Distribusi Ukuran Paritkel
Penentuan distribusi ukuran partikel dilakukan untuk
mengetahui distribusi ukuran granul yang dihasilkan dari proses
24

granulisasi. Distribusi ukuran partikel ditentukan dengan mengayak


granul dengan ayakan ukuran tertentu.
b. Laju Alir
Evaluasi laju alir dilakukan untuk mengetahui sifat aliran
granul, terutama untuk granul yang akan di masukkan ke dalam
kapsul atau dicetak menjadi tablet. Laju alir granul di tentukan
dengan menggunakan alat flowmeter.
c. Uji Kandungan Obat
Uji kandungan obat dilakukan untuk mengetahui kadar obat
yang terkandung dalam suatu sediaan. Hal ini dilakukan untuk
menjamin bahwa kandungan obat yang terdapat dalam sediaan
sesuai dengan dosis yang di tentukan agar dapat mmberikan efek
terapeutik yang diinginkan.
Penetapan kadar granul dilakukan dengan menghancurkan granul
menjadi serbuk kembali, kemudian dilarutkan dalam HCl 0,1 N dan
kadarnya

di

tentukan

dengan

melihat

serapannya

dengan

spektrofotometri UV-Vis.
a. Uji keterapungan
Uji keterapungan dilakukan untuk mengetahui waktu yang
dibutuhkan sediaan untuk mulai mengapung dan lamanya sediaan
mengapung dalam medium HCl 0,1 N. Semakin lama sediaan
mengapung, maka semakin lama sediaan dapat bertahan di
lambung.
b. Uji daya mengembang
Uji daya mengambang dilakukan untuk mengetahui kekuatan
mengambang sediaan dengan polimer tertentu. Pada sediaan
mengapung,

uji

ini

dilakukanuntuk

mengetahui

kekuatan

mengambang polimer dalam medium asam sehingga dapat


membentuk lapisan gel yang akanmemrangkap gas CO2 yang
terbentuk.
c. Uji disolusi
Disolusi adalah suatu proses melarutnya bahan padat. Laju
disolusi di definisikan sebagai jumlah bahan aktif dari suatu
sediaan padat yang melarut persatuan waktu dalam kondisi
temperatur dan suhu yang telah terstandarisasi. Uji disolusi invitro
dilakukan untuk mengukur laju dan jumlah obat yang terlarut
dalam medium sehingga dapat menggambarkan profil pelepasan
25

obat di dalam tubuh. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju


pelepasan obat, antara lain:
1. Kelarutan obat yang dipengaruhi oleh struktur ,berat molekul,
2.

dan Pka
Karakteristik polimer, seperti hidrofilisitas/lipofilisitas, berat

3.

molekul, dan tortuitas.


Perbandingan antara polimer dan obat dalam sediaan

BAB IV
KESIMPULAN

1. Gastro Retentive DDS merupakan sistem penghantaran obat yang memiliki


kemampuan menahan obat di dalam saluran pencernaan khususnya di lambung untuk
memperpanjang periode waktu. Setelah obat lepas selama periode waktu yang
disyaratkan, bentuk sediaan harus terdegradasi tanpa menyebabkan gangguan
pencernaan.
2. Tablet floating adalah system dengan densitas yang kecil, yang memiliki kemampuan
mengambang kemudian mengapung dan tinggal dilambung untuk beberapa waktu.
Pada saat sediaan mengapung dilambung, obat dilepaskan perlahan pada kecepatan
yang dapat ditentukan, hasil yang diperoleh adalah peningkatan gastric residence time
(GRT) dan pengurangan fluktuasi konsentrasi obat dalam plasma (Chawla et al.,
2003).
3. Bentuk floating system banyak diformulasi dengan menggunakan matriks-matriks
hidrofilik dan dikenal dengan sebutan hydrodynamically balanced system (HBS),
karena saat polimer berhidrasi intensitasnya menurun akibat matriknya mengembang,
dan dapat menjadi gel penghalang dipermukaan bagian luar. Bentuk-bentuk ini
diharapkan tetap dalam keadaan mengapung selama tiga atau empat jam dalam
lambung tanpa dipengaruhi oleh laju pengosongan lambung karena densitasnya lebih
26

rendah dari kandungan gastrik. Hidrokoloid yang direkomendasikan untuk formulasi


bentuk floating adalah cellulose

ether polymer, khususnya

hydroxypropyl

methylcellulose (Moes, 2003).


4. Zat aktif yang digunakan dalam membuat sediaan tablet floting adalah zat aktif yang
digunakan untuk terapi lambung, tidak stabil karena adanya reaksi dengan cairan
lambung (terdegradasi didalam saluran intestinal / kolon), kelarutannya rendah pada
pH tinggi, zat yang dapat diabsorbsi secara cepat dilambung dan memiliki rentang
absorbs yang sempit.
Captopril merupakan salah satu obat yang sering digunakan dalam pengobatan
hipertensi dengan frekuensi penggunaan berulang kali dalam sehari, karena itu
kaptopril perlu diformulasikan dalam bentuk lepas lambat serta dicari formula
optimumnya.
Captopril mempunyai waktu paruh biologis satu sampai tiga jam dengan dosis sekali
pakai 12,5-25 mg dua sampai tiga kali sehari, dosis maksimum 150 mg sehari.
Captopril mudah larut dalam air dan mudah teroksidasi pada pH usus, sehingga perlu
diperhatikan strategi pengembangan tablet captopril lepas lambat yang cukup kuat
menahan pelepasan obat dan dapat bertahan dalam lambung dalam waktu yang cukup
lama, karena itu sediaan lepas lambat dari captopril dianggap dapat memberikan
manfaat yaitu dapat mengurangi frekuensi pemberian obat sehingga kepatuhan pasien
dapat ditingkatkan, keefektifan pengobatan dapat tercapai, dan mengurangi efek
samping (Seta et al., 1988).
Sediaan lepas lambat mempunyai beberapa keuntungan dibanding bentuk
sediaan konvensional, yaitu (Ansel et al, 1999):
-

Mengurangi fluktuasi kadar obat dalam darah.


Mengurangi frekuensi pemberian
Meningkatkan kepuasan dan kenyamanan pasien
Mengurangi efek samping yang merugikan
Mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan

Sedangkan kerugian bentuk sediaan lepas lambat antara lain (Ballard, 1978):
- Biaya produksi lebih mahal dibanding sediaan konvensional
- Adanya dose dumping yaitu sejumlah besar obat dari sediaan obat dapat lepas
-

secara cepat
Sering mempunyai korelasi in vitro in vivo yang jelek
Mengurangi fleksibilitas pemberian dosis
27

Efektifitas pelepasan obat dipengaruhi dan dibatasi oleh lama tinggal di saluran

cerna
Jika penderita mendapat reaksi samping obat atau secara tibatiba mengalami
keracunan maka untuk menghentikan obat dari sistem tubuh akan lebih sulit

dibanding sediaan konvensional


Tidak dapat digunakan untuk obat yang memiliki dosis besar (500 mg)

5. Evaluasi Sediaan
Distribusi Ukuran Paritkel
Laju Alir
Uji Kandungan Obat
Uji keterapungan
Uji daya mengembang
Uji disolusi

DAFTAR PUSTAKA

Formulasi tablet floating famotidin dengan sistem swelling menggunakan


kombinasi matriks hpmc k4m dan metolose 90sh-15000sr, dr. Teti indrawati
M.Si., apt. 2012.

Indrawati,

T.

Sistem

Penghantaran

Dilambug( gastroretentive).2012 : ISTN Jakarta


28

Obat

Oral

Yang

Ditahan

Shep, Santosh, dkk. Swelling System: A Novel Approach Towards Gastroretentive


Drug

Delivery

System.

Indo-Global

Journal

of

Pharmaceutical

Sciences, 2011, Vol 1., Issue 3: Page No. 234-242.

Omidian, H., Park, K. Swelling agents and devices in oral drug


delivery. J. DRUG DEL. SCI. TECH., 18 (2) 83-93 2008.

International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science Vol 1, Nov-Dec

2009
Karakterisasi Sediaan, Nurina Rezki Pratiwi, FMIPA UI.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR . i
DAFTAR ISI ii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Fisiologi Pencernaan

........ 3
29

B. Tahap Pengosongan Lambung ................................. 5


C. Pengertian Gastro Retentive DDS ................................ 6
D. Kelebihan dan Kekuangan Gastro Retentive DDS. 7
E. Faktor Yang Mempengaruhi Sistem Gastro Retentif ......... 8
F. Sistem Floating . 8
G. Perbedaan Sediaan Tablet dengan Lepas lambat.

15

BAB III. PEMBAHASAN


A. Mekanisme Biofarmasi Floating System ... 21
B. Contoh Obat .. 23
BAB IV. KESIMPULAN ... 30
DAFTAR PUSTAKA

MAKALAH BIOFARMASI

GASTRO RETENTIVE FLOATING SYSTEM

30

Di Susun Oleh :
1) Sandra Dwi M eigawati
2) Agriana Yudhayanty
3) Indri Hapsari

(15334707)
(15334708)
(15334710)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA SELATAN
2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Gastro Retentive Floating
System
Penulisan makalah ini adalah merupakan salah satu tugas mata kuliah Biofarmasi.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini dan selanjutnya.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada semua pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya dan
dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Jakarta, November 2015


31

Penyusun

32

Anda mungkin juga menyukai