Ekstraksi Daun Kayu Putih (Melaleuca Leucadendra (L)
Ekstraksi Daun Kayu Putih (Melaleuca Leucadendra (L)
Disusun oleh:
FAJAR LESTARI ASTUTI
3335092104
3335092255
ABSTRAK
Kebutuhan industri terhadap penggunaan oleoresin adalah sebagai bahan
aditif bagi industri pangan, farmasi dan kosmetik, maka perlu adanya suatu
pengolahan dalam bentuk oleoresin yang lebih mudah dan efektif dalam
penggunaannya. Produksi oleoresin dapat diperoleh dengan metode ekstraksi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan kondisi optimum dalam
menghasilkan oleoresin daun kayu putih berdasarkan persen rendemen yang
dihasilkan dan menganalisa komponen senyawa oleoresin yang terkandung
menggunakan analisa GCMS. Ekstraksi dilakukan dengan metode ekstraksi
maserasi. Pelarut yang digunakan yaitu etanol 96%. variasi rasio pelarut sebesar
1:5, 1:7 dan 1:9, kecepatan pengadukan sebesar 300, 400 dan 600 rpm dan suhu
ekstraksi sebesar 30, 40 dan 50 oC. Hasil proses ekstraksi dipisahkan dengan
metode destilasi dengan suhu 70oC. Setelah itu melakukan analisa kimia persen
rendemen oleoresin daun kayu putih dan analisa GCM untuk mengetahui
komponen senyawa dalam oleoresin. Hasil penelitian diperoleh rendemen oleoresin
terbesar sebesar 23,52% pada kondisi operasi suhu 40oC, kecepatan pengadukan 600 rpm
dengan perbandingan massa sampel dan pelarut 1:7. Komponen terbesar yang
didapat pada hasil GCMS yaitu alpha-selinene sebesar 9,07%. Dengan persentase
komponen 1,8 Cineol sebagai komponen utama minyak atsiri sebesar 4,66%.
Kata kunci: Oleoresin, kayu putih, Rendemen, 1,8 Cineol
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang
telah
melimpahkan
rahmat
dan
hidayah-Nya,
sehingga
penulis
dapat
teman-teman
teknik
kimia
2009
yang
saling
Penulis
Laporan Penelitian Daun Kayu Putih
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.....................................................................................
ii
ABSTRAK ....................................................................................................
iii
PRAKATA....................................................................................................
iv
DAFTAR ISI.................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL.........................................................................................
viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................
BAB III
10
11
12
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tahapan Penelitian
16
16
17
18
18
18
19
3.3.1 Alat
19
19
20
21
21
22
24
25
27
Kesimpulan
30
5.2
Saran
30
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
A. Data Penelitian dan Perhitungan
B. Data Pendukung
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Skema GC-MS
15
16
17
20
20
22
24
25
27
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Kadar Oleoresin dalam rempah-rempah
28
BAB 1
PENDAHULUAN
dan suhu ekstraksi (Nurur, 2013). Pada penelitian ini akan digunakan beberapa
variasi diantaranya rasio pelarut, suhu ekstraksi dan kecepatan pengadukan.
Dalam penelitian ekstraksi daun kayu putih diharapkan dapat diperoleh
rendemen optimum dari berbagai variasi metode ekstraksi maserasi. Pelarut yang
digunakan adalah etanol dengan pertimbangan tingkat toxic dibandingkan metanol
yang bersifat karsinogenik namun dengan kepolaran yang tidak jauh berbeda
dengan metanol.
Ekstrak daun kayu putih memiliki efek analgetika. Menurut hasil penelitian
Pratita (2007), ekstrak daun kayu putih dengan etanol mempunyai efek analgetika
pada hewan percobaan dengan dosis 5,12 g/Kg BB. Efek analgetika pada dosis ini
setara dengan parasetamol dosis 65 mg/Kg BB.
1.2 Rumusan Masalah
Proses penyulingan daun kayu putih yang telah kami lakukan dengan
metode distilasi uap menghasilkan minyak atsiri yang sedikit, sehingga tidak
dapat dipisahkan dari airnya. Untuk menentukan jumlah komponen utama
pembentuk minyak atisiri, kami mencoba melakukan proses ekstraksi dengan
pelarut organik. Metode ekstraksi memberikan keuntungan yaitu mendapatkan
kondisi operasi optimum pada perolehan rendemen, maka perlu adanya penelitian
ini. Ekstrak daun kayu putih diambil dengan metode ekstraksi. Ekstraksi
dilakukan dengan memvariasikan rasio massa sampel dengan pelarut, suhu
ekstraksi dan kecepatan pengadukan.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu menentukan kondisi operasi ekstraksi daun
kayu putih berdasarkan perolehan rendemen yang maksimal dan menentukan
kandungan oleoresin daun kayu putih dengn menggunakan GC-MS Pirolisis.
1.4 Ruang Lingkup Percobaan
Batasan-batasan dalam penelitian ini diantaranya adalah daun yang
digunakan berasal dari Perumahan Damkar KS, Cilegon, Banten. Variabel yang
akan divariasikan yaitu rasio pelarut dengan massa daun kayu putih, kecepatan
pengadukan dan suhu ekstraksi untuk menghasilkan rendemen maksimal dari
daun kayu putih.
Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu Putih
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Kelas
: Dicotiledonae
Ordo
: Myrtales
Family
: Myrtaceae
Genus
: Melaleuca
Spesies
: Melaleuca Leucadendra, L
terbukti bahwa tanaman yang satu ini memiliki toleransi yang cukup baik untuk
berkembang. (Lutony, 1994).
Bagian yang paling berharga dari tanaman kayu putih untuk keperluan
produksi minyak atsiri adalah daunnya. Daun kayu putih yang akan disuling
minyaknya mulai bisa dipangkas atau dipungut setelah berumur lima tahun.
Seterusnya dapat dilakukan setiap enam bulan sekali sampai tanaman berusia 30
tahun. Di beberapa daerah yang subur, tanaman kayu putih telah bisa dipungut
daunnya pada usia dua tahun. Setiap pohon kayu putih yang telah berumur lima
tahun atau lebih dapat menghasilkan sekitar 50-100 kg daun berikut ranting.
Tanaman kayu putih tidak mempunyai syarat tumbuh yang spesifik. Dari
ketinggian antara 5-450 m diatas permukaan laut, terbukti bahwa tanaman yang
satu ini memiliki toleransi yang cukup baik untuk berkembang.
Pemungutan daun kayu putih sebaiknya dilakukan pada pagi hari.
Alasannya, pada waktu pagi hari daun mampu menghasilkan rendemen minyak
atsiri lebih tinggi dengan kualitas baik. Setelah pemungutan daun yang pertama,
pohon kayu putih dipangkas agar bisa tumbuh tunas baru dan yang akan
menghasilkan daun yang lebih banyak. Selanjutnya setiap kali pemungutan daun
selalu diikuti dengan pemangkasan. (Lutony, 1994).
Cara yang ditempuh untuk memproduksi minyak kayu putih bisa langsung
dengan menyuling daunnya saja atau dengan cara menyuling daun kayu putih
tersebut berikut ranting daunnya sepanjang lebih kurang 20 cm dari pucuk daun.
Apabila yang disuling berikut dengan ranting daunnya sebaiknya menggunakan
perbandingan antara berat ranting terhadap berat daun sebesar 15%, karena
ranting daun hanya mengandung 0,1% minyak (Ketaren, 1985).
Minyak kayu putih disuling dari daun dan ranting (terminal branhlet)
beberapa spesies melaleuca merupakan sejenis pohon yang tumbuh melimpah di
kepulauan hindia timur (Indonesia), semenanjung malaya, dan di beberapa tempat
lainnya. Pasaran utama bagi minyak atsiri cajeput oil antara lain Amerika Serikat,
Jepang, Singapura, Perancis, dan Belanda.
Tanaman kayu putih merupakan salah satu keluarga Myrtaceae dengan
bentuk berupa pohon yang bermanfaat sebagai sumber minyak atsiri berupa
Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu Putih
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
minyak kayu putih. Minyak atsiri yang dihasilkan dari daun kayu putih berguna
sebagai bahan baku obat gosok yang memiliki banyak fungsi, seperti analgesik
atau pereda nyeri, desinfektan atau pembunuh kuman, ekspektoran atau peluruh
dahak dan antipasmodik atau pereda nyeri pada perut (Handita 2011). Minyak
kayu putih memiliki beberapa komponen penyusun yang cukup bervariasi. Dari
hasil identifikasi komponen minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan daun
kayu putih segar dengan menggunakan GC-MS diperoleh hasil bahwa minyak
kayu putih pada daun tersebut mengandung 32 jenis komponen sedangkan dari
penyulingan daun kayu putih kering diperoleh 26 jenis komponen yang menyusun
minyak kayu putih yang dihasilkan dari penyulingan.
2.2 Kandungan Kimia Minyak Kayu Putih
Dari beberapa komponen penyusun minyak kayu putih yang diperoleh dari
penyulingan daun kayu putih terdapat 7 komponen penyusun utama minyak kayu
putih dari daun segar, yaitu:
1. a-pinene
2. Sineol
3. a-terpineol
4. Kariofilen
5. a-karyofilen
6. Ledol
7. Elemol (Siregar dan Nopelena 2010)
Menurut Guenther (1990), menyebutkan bahwa komponen utama penyusun
minyak kayu putih adalah sineol (C10H18O), pinene (C10H8), benzaldehide (CHO),
limonene (C10H16) dan sesquiterpentes (C15H). Komponen yang memiliki
kandungan cukup besar di dalam minyak kayu putih yaitu sineol sebesar 50%
sampai dengan 65%. Dari berbagai macam komponen penyusun minyak kayu
putih hanya kandungan komponen sineol dalam minyak kayu putih yang dijadikan
penentuan mutu minyak kayu putih. Sineol merupakan senyawa kimia golongan
ester turunan terpen alkohol yang terdapat dalam minyak atsiri, seperti pada
minyak kayu putih. Semakin besar kandungan bahan sineol maka akan semakin
baik mutu minyak kayu putih (Sumadiwangsa, 1973).
Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu Putih
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
2.3 Oleoresin
Oleoresin merupakan campuran yang terdiri dari minyak atsiri pembawa
aroma dan damar sebagai pembawa rasa. Oleoresin umumnya didapatkan dari
ekstraksi rempah-rempah misalnya jahe, cengkeh, lada, kayu manis, dengan
pelarut tertentu. Pelarut yang dapat digunakan misalnya heksan, metanol, alkohol,
aseton, isopropanol, dll.
Dalam ekstraksi oleoresin, mula-mula bahan rempah yang telah digiling
diekstraksi beberapa kali dengan pelarut organik yang sesuai dengan cara
maserasi. Ekstrak yang tertinggal merupakan oleoresin yang biasanya bercampur
dengan minyak, lemak, pigmen dan komponen flavor yang terekstrak dari bahan
asal. Oleoresin yang diperoleh merupakan cairan yang kental atau semi padat
yang mempunyai karakteristik rasa dan aroma sama dengan bahan asalnya. Untuk
memudahkan proses selanjutnya, oleoresin yang diperoleh dapat diencerkan
dengan minyak atsiri hasil penyulingan dari bahan rempah yang sama. Oleoresin
juga dapat diperoleh dari hasil samping dan limbah pengolahan rempah-rempah,
misalnya lada enteng, kulit lada ataupun ampas sisa penyulingan minyak atsiri.
Oleoresin adalah campuran komplek yang diperoleh dengan ekstraksi,
konsentrasi (pemekatan) dan standarisasi minyak esensial (minyak atsiri) dan
komponen non volatil (tidak menguap) dari rempah-rempah, biasanya dalam
bentuk cairan kental atau pasta. Sedangkan minyak atsiri atau minyak esensial
adalah fraksi volatil yang diperoleh dari proses destilasi rempah-rempah dan
bagian tanaman lain (Purseglove, 1981).
Ekstraksi dengan pelarut non polar akan menghasilkan oleoresin dengan
kandungan lemak yang tinggi sedangkan ekstraksi dengan menggunakan pelarut
polar seperti etanol dan aseton akan menghasilkan oleoresin dengan kandungan
lemak yang rendah.
Keuntungan penggunaan oleoresin bagi suatu industri terutama industri
makanan adalah sebagai berikut.
1.
2.
3.
dan akan memberikan rasa, walaupun minyak atsirinya telah menguap (Fuad,
2008). Salah satu senyawa yang tidak mudah menguap adalah resin, yaitu polimer
yang terbentuk di alam juga dapat terbentuk selama proses pengolahan (ekstraksi)
minyak yang mempergunakan tekanan dan suhu yang tinggi serta dalam
penyimpanan (Ketaren, 1985 dalam Fuad, 2008). Oleoresin memiliki kelemahan
yaitu sebagai berikut :
1.
Wujudnya berupa cairan kental sampai semi padat sehingga sulit ditangani
dan dicampurkan pada makanan tanpa pemanasan,
2.
Flavornya bervariasi tergantung dari flavor rempah aslinya dan jenis pelarut
yang digunakan,
3.
dan ekstraksi multi tahap. Ekstraksi tahap 1 yaitu tahap ekstraksi dengan pelarut
yang cukup, sehingga semua zat terlarut (bahan aktif oleoresin) dapat terekstrak.
Ampas hasil ekstraksi oleoresin masih mengandung pelarut yang juga masih
mengandung zat terlarut (solute) oleoresin. Ekstraksi multi tahap yaitu dimana
pelarut yang sama dipakai berulang-ulang sampai proses ekstraksi selesai.
Tahapan penting dalam oleoresin adalah dalam pengambilan oleoresin
adalah proses ekstraksi. Proses ekstraksi oleoresin dipengaruhi oleh beberapa
aspek teknis yaitu ukuran bahan, jenis pelarut, rasio pelarut, metode ekstraksi,
lama ekstraksi, dan suhu ekstraksi (Fajriani, 2008).
Jenis Oleoresin
Lada
11 13
Cabe
19 21
Jahe
11 12
Kunyit
Pala
24 30
Cengkeh
5 10
Kayu Manis
10 12
57
(dari ginger oleoresin). Efek balsamic, digestive dan stimulating, dispell anger,
frustration dan tension, calming, camforting (dari vanilla oleoresin).
Indonesia merupakan salah satu negara produsen dan pengekspor rempahrempah utama di dunia. Bahan baku oleoresin baik berupa rempah-rempah hasil
samping atau limbah pengolahan rempah-rempah tersedia cukup melimpah dan
kontinyu sehingga potensi ini sangat memungkinkan dikembangkan industri
oleoresin di Indonesia.
Di dunia perdagangan dikenal produk-produk oleoresin siap pakai yang
berbentuk dispersed, fat based, dan encapsulated. Bentuk dispersed dibuat dengan
cara mencampur oleoresin dengan media tertentu, yaitu garam, tepung, dan gula.
Bentuk fat based dibuat dengan cara mencampurkan oleoresin dengan lemak atau
minyak tumbuh-tumbuhan. Bentuk encapsulated merupakan bubuk oleoresin
yang dimasukan ke dalam kapsul. Bentuk encapsulated tahan disimpan lama
karena pengurangan rasa dan aroma yang terjadi relatif kecil (Tim lentera, 2002).
2.5. Ekstraksi Oleoresin
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan suatu padatan atau
cairan. Proses ekstraksi mula-mula terjadi penggumpalan ekstrak dalam pelarut.
Terjadi kontak antar muka bahan dan pelarut sehingga pada bidang muka terjadi
pengendapan massa dengan cara difusi. Bahan ekstraksi yang telah bercampur
dengan pelarut maka pelarut menembus kapiler dalam suatu bahan padat dan
melarutkan ekstrak larutan dengan konsentrasi lebih tinggi terbentuk dibagian
dalam bahan ekstraksi. Serta dengan cara difusi akan terjadi keseimbangan
konsentrasi larutan dengan larutan diluar bahan (Bernasconi, dkk. 1995).
Oleoresin
didapatkan
dari
rempah-rempah
dengan
cara
diekstraksi
10
11
selalu menjadi lebih rendah, karena bahan pelarut tidak terpakai secara
optimum.
Ekstraksi dengan pelarut berdasarkan pada sifat kelarutan komponenkomponen terhadap pelarut dalam suatu campuran. Ekstraksi dapat dilakukan
untuk komponen cair dari sistem campuran cair cair maupun cair padat, dan
komponen padat dari sistem campuran padat padat maupun padat cair.
Pemilihan jenis pelarut harus menjadi pertimbangan dan bersifat selektif. Pelarut
harus mempunyai kemampuan melarutkan komponen yang akan dipisahkan dan
mempunyai viskositas cukup rendah sehingga mudah disirkulasikan.
2.6 Ethanol
Etanol disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol
saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna,
dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan seharihari. Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal dengan rumus kimia
C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Ia merupakan isomer konstitusional dari
dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan Et merupakan
singkatan dari gugus etil (C2H5).
Sifat-sifat fisika etanol utamanya dipengaruhi oleh keberadaan gugus hidroksil
dan pendeknya rantai karbon etanol. Gugus hidroksil dapat berpartisipasi ke
dalam ikatan hidrogen sehingga membuatnya cair dan lebih sulit menguap dari
pada senyawa organik lainnya dengan massa molekul yang sama.
Etanol adalah pelarut yang serbaguna larut dalam air dan pelarut organik
lainnya, meliputi asam asetat, aseton, benzena, karbon tetraklorida, kloroform,
dietil eter, etilena glikol, gliserol, nitrometana, piridina, dan toluena. Etanol juga
larut dalam hidrokarbon alifatik yang ringan seperti pentana dan heksana, dan
juga
larut
dalam
senyawa
klorida
alifatik
seperti
trikloroetana
dan
12
Sejak saat itu terjadi kenaikan penggunaan yang sangat besar dari metode ini. Ada
dua alasan utama terjadinya hal tersebut. Pertama adalah telah ditemukannya alat
yang dapat menguapkan hampir semua senyawa organik dan mengionkan uap.
Kedua, fragmen yang dihasilkan dari ion molekul dapat dihubungkan dengan
struktur molekulnya.GC-MS adalah singkatan dari Gas Chromatography-Mass
Spectrometry. Instrumen alat ini adalah gabungan dari alat GC dan MS, artinya
sampel yang hendak diperiksa diidentifikasi dahulu dengan alat GC (Gas
Chromatography) selanjutnya diidentifikasi dengan alat MS (Mass Spectrometry).
GC dan MS merupakan kombinasi kekuatan yang simultan untuk memisahkan
dan mengidentifikasi komponen-komponen campuran.
Adapun kegunaan alat GC-MS adalah :
1. Untuk menentukan berat molekul dengan sangat teliti sampai 4 angka di
belakang desimal. Guna menentukan sampai 4 angka di belakang desimal
contohnya adalah sebagai berikut:
senyawa-senyawa: CO Massa Molekul = 28 ; N2 Massa Molekul = 28 ;
H2C=CH2 Massa Molekul = 28. Bila dihitung massa masing-masing dengan
teliti, massa masing-masing molekulnya akan berbeda.
2. Spektroskopi massa dapat digunakan untuk mengetahui Rumus Molekul tanpa
melalui Analisa Unsur. Misalnya C4H10O, biasanya memakai cara kualitatif
atau kuantitatif, mula-mula diketahui rumus empiris terlebih dulu (CxHyOz)n,
kemudian ditentukan BM-nya. Adanya komputer pada alat GC-MS dapat
diketahui secara langsung Rumus Molekulnya.
3. Bila kita memasukkan senyawa dalam spektroskopi massa, maka senyawa itu
akan ditembaki oleh elektron dan molekul akan mengalami reaksi
fragmentasi. Molekul akan pecah karena tembakan elektron dalam
spektrometer. Pecahnya molekul itu tergantung pada gugus fungsi yang ada
Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu Putih
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
13
dalam molekul tersebut, melalui suatu corak tertentu dan tidak secara random.
Sebelumnya hanya Spektrometri IR, Resonansi Magnit Inti yang bisa
mengetahui gugus fungsi. Adanya fragmentasi kita juga bisa mengenali
senyawa tersebut, sehingga kita bisa mendapatkan cara tambahan untuk
mengetahui apakah senyawa tersebut termasuk golongan alkohol, amin,
karboksilat, aldehid dan lain sebagainya.GC-MS hanya dapat digunakan
untuk mendeteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap.
Glukosa, sukrosa, sakarosa bersifat tidak menguap sehingga tidak dapat
dideteksi dengan alat GC-MS. Kriteria menguap adalah pada:
1. Kondisi vakum tinggi, tekanan rendah.
2. Dapat dipanaskan.
3. Uap yang diperlukan tidak banyak.
Pada umumnya senyawa-senyawa dengan BM kurang dari 1000 dapat
diuapkan dan dapat ditentukan massa molekulnya dengan cara spektroskopi
massa. Analisis GC-MS dengan predikat pemisahan yang high resolution serta
MS yang sensitif sangat diperlukan dalam bidang aplikasi, antara lain bidang
lingkungan, arkeologi, kesehatan, forensik, ilmu antariksa, kimia, biokimia dan
lain sebagainya.
Kromatografi gas adalah cara pemisahan kromatografi menggunakan
gas sebagai fasa penggerak. Zat yang dipisahkan dilewatkan dalam kolom yang
diisi dengan fasa tidak bergerak yang terdiri dari bahan terbagi halus yang cocok.
Gas pembawa mengalir melalui kolom dengan kecepatan tetap, memisahkan zat
dalam gas atau cairan, atau dalam bentuk padat pada keadaan normal. Cara
ini digunakan untuk percobaan identifikasi dan kemurnian, atau untuk penetapan
kadar.
Kromatografi Gas (GC) merupakan jenis kromatografi yang digunakan
dalam kimia organik untuk pemisahan dan analisis. GC dapat digunakan untuk
menguji kemurnian dari bahan tertentu, atau memisahkan berbagai komponen dari
campuran. Dalam beberapa situasi, GC dapat membantu dalam mengidentifikasi
sebuah kompleks.
14
Dalam kromatografi gas, fase yang bergerak (atau mobile phase) adalah
sebuah operator gas, yang biasanya gas murni seperti helium atau yang tidak
reactive seperti gas nitrogen. Stationary atau fasa diam merupakan tahap
mikroskopis lapisan cair atau polimer yang mendukung gas murni, di dalam
bagian darisistem pipa-pipa kaca atau logam yang disebut kolom. Instrumen
yang digunakan
untuk melakukan
kromatografi
gas
disebut
gas
perbedaan penting.
Pertama,
proses memisahkan
komponen
dalam campuran dilakukan antara stationary fase cair dan gas fase bergerak,
sedangkan pada kromatografi kolom yang seimbang adalah tahap yang solid dan
bergerak adalah fase cair. (Jadi, nama lengkap prosedur adalah kromatografi gascair, merujuk ke ponsel dan stationary tahapan masing-masing.) Kedua, melalui
kolom yang lolos tahap gas terletak di sebuah oven dimana temperatur gas
yang dapat dikontrol, sedangkan kromatografi kolom (biasanya) tidak memiliki
kontrol seperti suhu. Ketiga, konsentrasi yang majemuk dalam fase gas adalah
hanya salah satu fungsi dari tekanan uap dari gas.
Kromatografi gas juga mirip dengan pecahan penyulingan, karena kedua
proses memisahkan komponen dari campuran terutama berdasarkan titik didih
(atau tekanan uap) perbedaan. Pecahan penyulingan biasanya digunakan untuk
memisahkan komponen campuran pada skala besar, sedangkan GC dapat
digunakan pada skala yang lebih kecil (yakni microscale).
15
BAB III
METODE PENELITIAN
Pembersihan
Pengeringan
Penghalusan
Pengayakan
17
Alat Ekstraksi
Etanol
Penyaringan
Residu
Filtrat
Destilasi
Etanol
Hasil Ekstrak
Analisa GCMS
18
3.2
Prosedur penelitian
1.
2.
3.
4.
Pada display PC pilih icon GCMS Real Time Analysis User ID isi
admin tanpa password OK
5.
Klik TOP Pilih icon Vacuum Control Klik auto start up sampai
ada tulisan complete Close
6.
Klik icon tuning Klik icon detail atur suhu masing-masing unit
sesuai dengan kondisi analysis OK
7.
19
Gas
: Helium
Detektor
: FID
kolom
Temperatur kolom
: 50 0C
Inlet Press
: 100 kpa
: 0.85 ml/min.
Split Rasio
: 112,3
Temperatur SPL
: 280 0C
MS Interface
: 280 0C
Ion Sources
: 200 0C
Pirolisis Temperatur
: 400 0C
20
4
2
6
3
1
21
Perbandingan pelarut
Kecepatan pengaduk
Suhu ekstraksi
= 30, 40, 50 C
b) Variabel Tetap
3.6
Waktu ekstraksi
= 6 jam
Konsentrasi etanol
= 96%
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian oleoresin dari daun kayu putih ini dipengaruhi beberapa faktor
diantaranya perbandingan kecepatan pengadukan, rasio pelarut ethanol dengan
massa sampel, dan suhu ekstrasi yang digunakan untuk mengekstrak daun kayu
putih terhadap perolehan rendemen oleoresin kayu putih yang dihasilkan. Dari
hasil penelitian yang telah dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa didapatkan hasil sebagai berikut :
4.1
perbandingan massa ethanol 1:5, 1:7, dan 1:9 dengan waktu ekstraksi selama 6
jam, temperatur ekstraksi 30oC dan kecepatan pengadukan 300 rpm, didapatkan
hasil rendemen dapat dilihat pada gambar 6.
23
Dari gambar 6 diperoleh hasil rendemen pada rasio pelarut 1:5 adalah 2,23
gram dengan massa sampel sebanyak 10,71 gram dan persentase perolehan
rendemen sebesar 20,81%. Pada rasio pelarut 1:7 didapatkan hasil rendemen
sebanyak 2,30 gram dengan massa sampel sebanyak 10,71 dan persentase
perolehan rendemen sebesar 21,47%. Untuk rasio pelarut 1:9 hasil rendemen
sebanyak 2,43 gram dengan massa sampel 11 gram dan persentase rendemen
sebesar 22,68%.
Hasil rendemen tertinggi diperoleh dari rasio 1:9 yang merupakan
konsentrasi pelarut tertinggi dibandingkan dengan rasio 1:5 dan 1:7. Hal ini
disebabkan karena semakin banyak jumlah pelarut yang digunakan proses
pengontakan antar muka bahan dan pelarut semakin baik dan pendistribusian
semakin merata ke seluruh permukaan sampel.
Semakin besar volume pelarut yang digunakan maka rendemen oleoresin
yang dihasilkan juga semakin besar, sehingga hasilnya akan bertambah sampai
pada titik jenuh pelarut (Suryandari, 1981 dalam Rizki, 2013). Pada volume
pelarut dengan jumlah yang kecil, maka rendemen oleoresin yang dihasilkan juga
kecil, sebab adanya keterbatasan pelarut dalam mengekstrak oleoresin.
Keterbatasan ini disebabkan karena larutan alkohol sudah jenuh dan tidak dapat
lagi melarutkan oleoresin yang ada. Kejenuhan pelarut ini dapat diatasi dengan
cara menambah jumlah pelarut yang digunakan.
Larutan jenuh merupakan larutan yang mengandung jumlah terlarut
berlebih pada suhu tertentu, sehingga kelebihan zat terlarut itu tidak mampu untuk
dilarutkan kembali. Artinya larutan tersebut telah mencapai titik seimbang dengan
zat pelarutnya dan konsentrasinya telah maksimal.
Jika jumlah pelarut bertambah maka kemampuan untuk melarutkan juga
semakin besar. Jumlah pelarut yang semakin besar pada suatu titik akan
menghasilkan
sebelumnya. Ini dikarenakan gradien konsentrasi antara pelarut dan zat terlarut
sudah seimbang. Sehingga perpindahan zat terlarut menuju pelarut sudah tidak
terjadi lagi (Mc.Cabe, 2005).
24
4.2
terhadap hasil rendemen. Variasi kecepatan pengadukan sebesar 300, 400 dan 600
rpm. Rasio massa bahan dan pelarut sebesar 1:7 dan pada suhu 30 oC. Hasil
penelitian dengan variasi Kecepatan Pengadukan dapat dilihat pada gambar 7.
25
26
meningkat.
Difusivitas
meningkat
karena
kenaikan
suhu
27
4.4
28
Komponen
Konsentrasi
(%)
Alpha.-selinene
9.07
7.47
Guaiol
2-Hexadecen-1-ol, 3,7,11,15-tetramethyl-, [R[R*,R*-(E)]]- (CAS) Phytol
1,2,4-Cyclopentanetrione, 3-(2-pentenyl)(CAS) 3,2-PENTENYL-1,2,4CYCLOPENTANETRIONE
trans-Caryophyllene
10-epi-.gamma.-eudesmol
4.69
1,8-Cineole
4.66
4.23
3
4
9
10
5.24
4.90
4.78
3.79
3.71
29
cenderung
meningkat.
Difusivitas
meningkat
karena
kenaikan
suhu
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Kondisi operasi yang menghasilkan rendemen terbesar 23,53% yaitu pada
rasio massa bahan dan pelarut 1:7, suhu ekstraksi sebesar 40oC dengan
kecepatan putaran 600 rpm.
2. Pada hasil analisa GCMS didapatkan kandungan terbesar pada sampel
oleoresin daun kayu putih yaitu komponen Alpha-selinene sebesar 9,07%
dan 1,8 Cineol sebesar 4,66%.
5.2 Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan untuk
penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut:
1. Melakukan proses ekstraksi dengan menggunakan pengadukan diatas 600
rpm dan pemanasan pada suhu sekitar 40 oC sehingga dapat menghasilkan
rendemen yang optimum.
2. Sampel yang akan dianalisa dalam keadaan fresh untuk mendapatkan hasil
analisa GCMS yang valid.
3. Suhu pada saat destilasi sebaiknya konstan agar perolehan rendemen
oleoresin yang diperoleh lebih maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Artati, Fadillah, 2010, Jurnal Penelitian Pengaruh Kecepatan Putar Pengadukan dan
Suhu Operasi Pada Ekstraksi Tanin dari Jambu Mete Dengan Pelarut Aseton,
Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret.
Budi, Faleh, 2009, Pengambilan Oleoresin dari Ampas Jahe ( Hasil Samping
Penyulingan Minyak Jahe ) Dengan Proses Ekstraksi, Teknik Kimia Fakultas
Teknik, Universitas Diponegoro.
Budiman, Arief, dkk, 2009, Pengaruh Pelakuan Daun dan Suhu Terhadap Waktu
Distilasi Pada Isolasi Minyak Cengkeh, Teknik Kimia Fakultas Teknik,
Universitas Gajah Mada.
Dwi Haryono, Elvinanto, 2010, Oleoresin Dari jahe Menggunakan Proses Ektraksi
Dengan Pelarut Etanol, Teknik Kimia Fakultas Teknik, Institut Teknologi
Nasional.
Mc Cabe, Warren L., 2005, Unit Operation Of Chemical Engineering Hal. 527,
International Edition: Mc Graw Hills Companies.
Supranto, 2010, Perancangan Pabrik Minyak Atsiri, Yogyakarta: Universitas Gajah
Mada.
SNI No. 06-3954-2006, Standar Mutu Kayu Putih, Badan Standarisasi Nasional.
LAMPIRAN
A. Data Penelitian dan Perhitungan
Tabel L.1 Pengaruh Rasio Pelarut Terhadap Rendemen
RUNNING TAHAP 1 (Variasi : Ratio Alkohol : Daun Kayu Putih)
No
1
2
3
m Daun
15.00
10.71
11.00
m Alkohol
75
75
99
Ratio
1:05
1:07
1:09
m Rendemen
2.89
2.23
2.73
% Rendemen
19.27%
20.81%
24.82%
Ratio
1:07
1:07
1:07
Kecepatan
300
400
600
m Rendemen % Rendemen
2.23
20.81%
2.30
21.47%
2.43
22.68%
No
1
2
3
Ratio
1:07
1:07
1:07
Kecepatan
600
600
600
Suhu
30
40
50
m
Rendemen
2.43
2.52
1.59
% Rendemen
22.68%
23.52%
14.84%
B. DATA-DATA PENDUKUNG