Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING

BLOK EARLY CLINICAL AND COMMUNITY EXPOSURE I (ECCE I)


PBL KASUS 1
TINEA CRURIS DAN HIPERTENSI STAGE I

Tutor :
dr. Joko Setyono, M.Sc
Kelompok 7
Raditya Bagas Wicaksono
Isnila F. Kelilauw
Halimah Chairunnisa
Stefanus Ariyanto
Mona Septina Rahayu
Viny Agustiani Lestari
Anisa Kapti Hanawi
Ageng Bella Dinata
Ratih Rizki Indrayani
M Haris Yoga Iswantoro

G1A011006
G1A011007
G1A011013
G1A011015
G1A011030
G1A011031
G1A011040
G1A011041
G1A011051
G1A011069

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2013

I. PENDAHULUAN

INFO 1
Ny. Bimbi berusia 38 tahun datang sendiri ke dokter keluarga (DK) untuk
memeriksakan keluhan gatal pada daerah lipat paha sejak 5 hari yang lalu. Awal
mulanya gatal dirasakan pada lipat paha kiri. Rasa gatal yang hebat ini membuat
Ny.Bimbi selalu menggaruknya hingga kulit berwarna kemerahan. Pasien juga
mengeluh sulit untuk tidur, badan terasa lemah, pusing dan tengkuk terasa tegang. Ny.
Bimbi sudah berusaha membeli obat di warung tetapi belum sembuh juga. Keluhan
gatal dirasakan semakin berat, bila Ny. Bimbi beraktivitas, berkeringat dan ketika
menggunakan pakaian ketat. Keluhan-keluhan tersebut dirasakan mengganggu karena
membatasi aktivitas kerja Ny. Bimbi.

Ny.Bimbi khawatir penyakitnya semakin

bertambah parah dan berharap ingin cepat sembuh.

INFO 2
Riwayat Sosial Ekonomi
Ny. Bimbi telah menikah dengan Tn. Bomba selama 5 tahun. Dan mempunyai
anak laki-laki usia 4 tahun. Ny. Bimbi tinggal di Purwokerto sedangkan Tn. Bomba
bekerja di Jakarta. Tn. Bomba datang ke Purwokerto sebulan sekali, sedangkan Ny,
Bimbi hanya kadang-kadang saja pergi ke Jakarta. Ny. Bimbi sebenarnya ingin
mengikuti suami, tetapi ia juga tidak mau melepaskan pekerjaannya sebagai
karyawati sebuah hotel.
Ny. Bimbi merupakan lulusan SMK dan mempunyai pekerjaan sebagai
resepsionis di sebuah hotel berbintang 3 di Purwokerto. Selain bekerja, Ny. Bimbi
biasanya menghabiskan waktu untuk menjalankan hobinya karaoke bersama temantemannya. Ny. Bimbi gemar makan apa saja, dan hampir setiap hari makan camilan

asinan. Ny, Bimbi jarang berolahraga, terkadang merokok karena ajakan temannya
tetapi tidak minum alkohol.
Ny. Bimbi dan keluarganya mempunyai kebiasaan mandi pagi dan sore hari
dengan menggunakan 2 handuk secara bersama-sama yang dicuci 1 bulan sekali.
Tidur dengan kasir yang jarang dijemur, sprei dicuci sebulan sekali. Ny. Bimbi juga
mempunyai kebiasaan berganti celana jeans dengan adik perempuannya karena
ukurannya sama. Ny. Bimbi sering tidak merasa nyaman berada di rumah karena ia
merasa tidak cocok dan sering bertengkar dengan adik iparnya serta karena suasana
rumah yang sangat ramai oleh anak-anak. APGAR score 3.
Ny. Bimbi mempunyai hubungan yang cukup baik dengan tetanggatetangganya meskipun tidak pernah mengikuti kegiatan-kegiatan bersama seperti
pengajian/arisan. Untuk berobat Ny. Bimbi ditanggung oleh fasilitas jamsostek yang
ada di tempat kerjanya.

Riwayat Penyakit Dahulu


Ny. Bimbi tidak pernah menderita penyakit gatal seperti ini sebelumnya. Ny.
Bimbi juga tidak mempunyai riwayat alergi makanan. Selain gatal, 1 tahun yang lalu
Ny. Bimbi ke puskesmas karena keluhan sering pusing, dokter menyatakan tensi Ny.
Bimbi tinggi dan disarankan control rutin dan minum obat secara teratur. Terapi Ny,
Bimbi tidak pernah minum obat teratur dan control rutin hanya membeli obat
penghilang rasa sakit di warung dan selalu sembuh dalam beberapa hari. Ny. Bimbi
tidak pernah dirawat di RS, tidak pernah dioperasi dan tidak pernah mengalami
kecelakaan. Penyakit lain yang pernah diderita hanya influenza, sakit maag ataupun
diare yang selalu sembuh setelah minum obat warung atau berobat ke puskesmas.
Frekuensi penyakit tersebut juga jarang, mungkin kurang dari setahun sekali. Ny.
Bimbi juga tidak menggunakan KB hormonal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Adik (perempuan) ny. Bimbi mempunyaikeluhan yang sama, yaitu gatal-gatal
di lipat paha. Keluhan yang sama pada ibunya disangkal. Ayah ny.bimbi telah
meninggal dunia 4 tahun yang lalu saat berusia 60 tahun karea menderita penyakit
hipertensi lama dan stroke. Ibu ny. Bimbi berusia 58 tahun telah menderita kencing
manis selama 5 tahun dan rutin control ke dokter spesialis penyakit dalam. Kakak
laki-laki pertama ny. Bimbi yang berusia 40 tahun juga menderita penyakit hipertensi.
Sementara 2 saudara kandung lainnya (perempuan) diketahui tidak memiliki riwayat
medis yang pentng.
Riwayat medis dari keluarga ayah ny. Bimbi cukup banyak. Kakek juga telah
meninggal dunia karena penyakit hipertensi, sedangkan neneknya meninggal dengan
sebab yang tidak diketahui oleh ny. Bimbi. Ayahnya merupakan anak ke-4 dari 7
bersaudara. Kakak pertamanya (laki-laki) telah meninggal dengan sebab yang tidak
diketahui, kakak kedua (laki-laki) menderita penyakit hipertensi, kakak ketiga
(perempuan) telah meninggal beberapa saat setelah melahirkan, adik pertama (lakilaki) tidak memiliki riwayat penyakit yang penting, adik kedua (perempuan)
menderita hipertensi dan adik bungsu (perempuan) tidak memeliki riwayat medis
yang penting.
Riwayat medis dari keluarga ny. Bimbi juga banyak. Kakek telah meninggal
dunia karena penyakit kencing manis. Nenek masih sehat dan tidak memiliki riwayat
medis yang penting. Ibu ny.bimbi merupakan anak pertama dari 5 bersaudara.
Adikperama (laki-laki meninggal dunia karena kecelakaan lalu lintas. Adik kedua
(laki-laki) juga menderita kencing manis. Adik ketiga dank e empat tidak diketahui
memiliki riwayat medis yang penting.

Review System
Ny. Bimbi mengeluh gatal pada lipat paha kiri, rasa gatal disertai kemerahan
karena garukan. Ny. Bimbi juga mengaku sulit tidur, badan terasa lemah, pusing dan
tengkuk terasa tegang. Ia menyangkal nyeri dada, gangguan buang air besar tau
buang air kecil, bengkak di kedua kaki, perubahan pola makan. Ia juga menyangkal
mengalami emotional distress meskipun sering tidak puas dengan kehidupan keluarga
dan pernikahannya.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
Tinggi badan 160 cm
Berat badan 50 kg
Tekanan darah 140/90 mmHg
HR : 84x/menit, RR 20 x/menit
Temperatur axilla 36,6C
Kepala
Mata conjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Telinga dalam batas normal
Hidung dalam batas normal
Tenggorokan, tonsil T0/T0
Faring dalam batas normal
Thoraks: Jantung dan Paru dalam batas normal
Abdomen: Datar, supel, timpani, bising usus dalam batas normal
Ektremitas
Tidak ditemukan adanya edema, capillary refill kurang dari 1 detik
Ujud Kelainan Kulit (Regio inguinalis sinistra)
Makula eritematosa numular ukuran diameter 3 cm, berbatas tegas, dengan tepi lebih
aktif, central healing, terdapat erosi.

II. PEMBAHASAN

A. Klarifikasi Istilah
1. Gatal
Gatal (Pruritus) adalah sensasi kulit yang tidak menyenangkan yang
mencetuskan keinginan untuk menggosok dan menggaruk kulit untuk
menghilangkannya (Dorland, 2006). Gatal (Pruritus) adalah sensasi nyeri pada
kulit yang dideskripsikan sebagai gatal biasanya disertai oedem/ bengkak
(Corwin, 2009).
2. Kulit kemerahan
Bercak merah (Eritema) adalah makula yang berwarna merah, seperti
pada dermatitis , lupus eritematosus (Siregar, 2004). Bercak merah (Eritema)
adalah kemerahan pada kulit yang disebabkan pelebaran pembuluh darah yang
reversible (Budimulja, 2005).
3. Dokter keluarga
Merupakan dokter yang dapat memberikan pelayanan kesehatan yang
berorientasi pada komunitas, dengan titik berat pada keluarga, tidak hanya
memandang penderita sebagai individu yang sakit namun sebagai bagian dari
unit keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif, tetapi bila perlu secara
aktif mengunjungi penderita dan keluarganya (Prasetyawati, 2008).
Dokter Keluarga adalah tenaga kesehatan (dokter) tempat kontak
pertama pasien (di fasilitas atau sistem pelayanan kesehatan) untuk
menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi tanpa memandang
jenis penyakit, organologi, golongan usia, dan jenis kelamin sedini dan
sedapat mungkin secara paripurna dengan pendekatan holistik, bersinambung,
dan dalam koordinasi serta kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya,
dengan menggunakan prinsip pelayanan yang efektif dan efisien serta
menjunjung tinggi tanggungjawab profesional, hukum, etika dan moral
(WONCA, 1972).
B. Batasan Masalah
6

1. Identitas
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Alamat
2. Keluhan Utama
3. RPS
a. Onset
b. Lokasi
c. Progresifitas
d. Kualitas
e. Kuantitas
f. Faktor pemberat
g. Faktor peringan
h. Keluhan Penyerta

: Ny. Bimbi
: 38 tahun
: Wanita
: Resepsionis di hotel berbintang tiga
: Purwokerto
: gatal
: 5 hari yang lalu
: lipat paha kiri
: makin berat, hingga kemerahan
: gatal hebat, mengganggu aktivitas
:: Beraktivitas, berkeringat, pakaian ketat
:: ingin menggaruk, sulit tidur, lemah, pusing, tengkuk

terasa tegang
4. RPD
a. Sudah membeli obat penghilang rasa sakit di warung namun tidak
membaik
b. Belum pernah ada keluhan serupa
c. 1 tahun lalu sering ke puskesmas karena sering pusing
d. Riwayat hipertensi tetapi tidak kontrol rutin (hanya obat analgesik
e.
f.
g.
h.

warung)
Riwayat dirawat di RS (-)
Riwayat kecelakaan (-)
Riwayat trauma (-)
Riwayat penyakit lain : influenza, maag, diare (selalu sembuh setelah

berobat, jarang muncul)


i. Riwayat KB Hormonal (-)
5. RPK
a. Keluhan yang sama pada adiknya (+), ibunya (-)
b. Ayah meninggal akibat hipertensi kronis dan stroke
c. Ibu menderita DM, rutin kontrol ke internist
d. Kakak laki-laki pertama mengidap hipertensi
e. Kakek (dari ayah) meninggal akibat hipertensi
f. Saudara laki-laki ayah menderita hipertensi
g. Saudara perempuan ayah menderita hipertensi
h. Saudara perempuan lainnya dari ayah meninggal beberapa saat setelah
melahirkan
i. Kakek (dari ibu) meninggak akibat DM
j. Adik dari ibu meninggal akibat kecelakaan lalu lintas
7

k. Adik lainnya dari ibu menderita DM


6. RSE
a. Tinggal berjauhan dengan suami, jarang bertemu
b. Makanan cemilan asinan setiap hari
c. Jarang berolahraga, Merokok (+) Alkohol (-)
d. Tinggal bersama anak, ibu, dan keluarga adiknya yang ketiga (bersama 2
orang anaknya) sehingga 1 rumah ditinggali 7 orang
e. Rumah luas 120 m2 (ruang tamu, ruang keluarga, 4 kamar tidur, dapur, 2
kamar mandi, ventilasi cukup, eternit dan ubin)
f. Mandi 2 x sehari dengan 2 handuk yang digunakan bersama dalam
g.
h.
i.
j.

keluarga tersebut
Handuk hanya dicuci 1 bulan sekali
Kasur jarang dijemur, sprei dicuci 1 bulan sekali
Kebiasaan bergantian celana jeans dengan adik perempuannya
Tidak merasa nyaman tinggal di rumah (merasa tidak cocok dan sering

bertengkar dengan adik ipar, suasana rumah terlalu ramai)


k. APGAR Score : 3
l. Hubungan baik dengan tetangga namun jarang mengikuti pengajian dan
arisan
m. Mengikuti JAMSOSTEK di tempat kerja
C. Analisis dan Pembahasan Masalah
1. Prinsip-prinsip pendekatan layanan family medicine
a. Personal care
Hubungan erat antara dokter dan pasien. Pasien mungkin berkonsultasi
tidak hanya ketika ia sedang sakit tetapi mencari nasihat sebagai seorang
teman dan mentor
b. Primary care
Dokter keluarga adalah pemberi pelayanan kesehatan yang pertama kali di
temui oleh pasien dalam menyelesaikan masalahnya (Ratna et all,2009)
c. Continuing care
Pelayanan berpusat pada pasien bukan pada penyakit nya. Adanya
hubungan jangka panjang antara dokter dan pasien dengan pelayanan
kesehatan

yang

berkesinambungan.

Dengan

demikian

pelayanan

kesehatan tidak berbatas pada satu episode penyakit (Ratna et all,2009).


Terutama untuk kasus-kasus kronik yang perlu monitoring rutin dan
pelayanan komplikasi yg mungkin muncul, misalnya hipertensi, DM,
Hiperlipidemia, dll(Lubis, 2008).
8

d. Comprehensive care
Ada 3 pengertian:
1) Pelayanan mencakup semua usia
2) Pelayanan melingkupi promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan
paliatif
3) Pelayanan meliputi bio-psiko-sosial
e. Koordinasi
Sebagai koordinator yang mengurus segala hal yang berkaitan dengan
kesehatan pasien. Mulai dari membrikan informasi yang sejelas2nya
sampai dengan merujuk ke spesialis yang di butuh kan oleh pasien (Ratna
et all,2009)
f. Family and community oriented
Mengikut sertakan keluarga dalam proses kesembuhan dari pasien. Bisa
dengan memberikan suport,mengawasi dalam minum obat,serta melihat
bila kondisi pasien semakin buruk (ratna et all,2009)
2. Penegakan Diagnosis Holistik
a. Aspek Personal
Meliputi :
a) Berisi alasan kedatangan pasien (reason for encounter) seperti keluhan
utama, symptoms & signs, kegawatan dll.
b) Berisi Idea, Concern, Expectation & Anxiety pasien dan keluarganya
Aplikasi pada kasus PBL 1:
1) Idea (Keluhan utama) : gatal pada lipat paha
2) Concern (Gejala penyerta) :
a) sulit untuk tidur
b) badan terasa lemah
c) pusing
d) tengkuk terasa tegang
e) kulit berwarna merah akibat garukan
3) Expected
: ingin cepat sembuh
4) Anxiety
: khawatir penyakitnya semakin bertambah
parah

b. Aspek Klinis
Berisi diagnosis dari aspek klinis yaitu diagnostic definitive, diagnosis
sementara, diagnosis kerja dan DD-nya.
Diagnosis Kerja
1) Hipertensi primer grade I (140/90)
2) Tinea cruris
UKK: Makula eritematosa numular berdiameter 3 cm, berbatas tegas,
tepi lebih aktif, central healing, terdapat erisu
Diagnosis Banding
1) Hipertensi sekunder
Merupakan penyakit hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain
yang mendasari, misalnya sleep apneu, hipertiroidisme, dan lain
sebagainya.
2) Erythrasma
Perlu dilakukan pemeriksaan Lampu Wood, akan muncul fluoresensi
merah bata.
3) Candidiasis
UKK akan tampak lesi satelit, berbentuk corimbiformis.
4) Psoriasis
UKK tampak fenomena Coebner dengan deskuamasi

yang

berlebihan.
c. Aspek Internal
1) Berisi factor-faktor risiko internal yang dapat mempengaruhi kondisi
sehat sakit individu pasien dan keluarganya
2) Meliputi : Usia, Jenis kelamin, Ras, Genetik, perilaku indivisu sakit
3) Factor-faktor risiko internal ini merupakan confounding factors
terjadinya sehat-sakit
Aspek internal pada kasus ini adalah
Usia
: 38 tahun
Jenis kelamin
: Wanita
Nutrisi
: makan apa saja, suka camilan asinan
Perilaku individu :
1) Kebiasaan menggunakan handuk secara bersama-sama
2) Handuk di cuci 1 bulan sekali
3) Tidur dengan kasur yang jarang dijemur
4) Sprei dicuci 1 bulan sekali
5) Kebiasaan bergantian celana jeans dengan adik perempuannya
6) Kurang berolahraga
Genetika
: faktor risiko hipertensi, diabetes mellitus dari
10

Keluarganya
d. Aspek Eksternal
1) Berisi factor-faktor risiko eksternal yang dapat mempengaruhi kondisi
sehat-sakit individu pasien dan keluarganya
2) Meliputi

perilaku

sakit

anggota

keluarga

lain,

hubungan

interpersonal, sosek, pendidikan, lingkungan rumah dan lingkungan


local sekitarnya.
3) Factor-faktor eksternal ini merupakan determinant factors terjadinya
sehat-sakit.
Aspek eksternal pada kasus ini adalah:
1) Lingkungan
2) Hubungan dengan orang lain
3) Extended family
4) APGAR Score 3
5) Kebiasaan keluarga yang tidak sehat

11

e. Aspek Scale Score


Tabel 1. Scale Score System (Kekalih, 2008)
Skala
1

Aktivitas menjalankan fungsi


Ketergantungan terhadap org lain
Melakukan
pekerjaan
seperti Mandiri dalam perawatan diri dan

sebelum sakit
bekerja di dalam dan luar rumah
Pekerjaan ringan sehari-hari, di Aktivitas kerja mulai berkurang

dalam dan luar rumah


Pekerjaan
ringan
dan

melakukan perawatan diri


masih dikerjakan sendiri
Perawatan diri hanya keadaan Tidak melakukan aktivitas
tertentu,

posisi

duduk

bisa Pekerjaan ringan dan perawatan diri


kerja.

dan Perawatan diri oleh keluarga

berbaring
Perawatan diri oleh orang lain, Sangat bergantung dengan orang lain
posisi berbaring pasif

(misal tenaga medis)

Pada kasus PBL 1, Ny. Bimbi termasuk ke dalam Scale score 2 karena
keluhan yang Ny Bimbi dirasakan sudah mengganggu karena membatasi
aktivitas Ny. Bimbi.
3. Penanganan Komprehensif
a. Patient centered
1) Rencana penegakan diagnosis
a) Pemeriksaan gula darah (GDS, GDP, GD2P), HBa1C untuk
mengetahui apakah terdapat diabetes mellitus
b) Pemeriksaan kolesterol, lipoprotein (HDL dan LDL), trigliserid
c)

untuk mengetahui apakah terdapat dislipidemia


Pemeriksaan elektrokardiografi untuk mengetahui bagaimana

kelistrikan jantung
d) Pemeriksaan fungsi ginjal (serum kreatinin, serum urea) untuk
mengetahui apakah hipertensi memiliki hubungan dengan
kerusakan ginjal
2) Rencana pengobatan
a) Antifungi
i. Mikonazol
Mekanisme kerjanya dengan selaput dinding sel jamur yang
rusak akanmenghambat biosintesis dari ergosterol sehingga
12

permeabilitas membran sel jamur meningkat menyebabkan


sel jamur mati. Tersedia dalam bentuk cream 2%, solution,
lotio, bedak. Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu.
Penggunaan pada anak sama dengan dewasa. Tidak
dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas,
hindari kontak dengan mata (Dzuanda, 2007).
ii. Griseofulfin
Termasuk obat fungistatik, bekerja dengan menghambat
mitosis sel jamur dengan mengikat mikrotubuler dalam sel.
Obat ini lebih sedikit tingkat keefektifannya dibanding
itrakonazole.

Pemberian

dosis

pada

dewasa

500mg

microsize (330-375 mg ultramicrosize) PO selama 24minggu, untuk anak 10-25 mg/kg/hari Po atau 20 mg
microsize /kg/hari (Dzuanda, 2007).
iii. Ketokonazol
Sebagai turunan imidazole, ketokonazole merupakan obat
jamur oral yang berspektrum luas. Kerja obat ini fungistatik.
Pemberian 200 mg/hari selama 2-4 minggu. Ketokonazol
merupakan kontraindikasi untuk penderita kelainan hepar
(Dzuanda, 2007).

13

b) Antihipertensi
i. Calcium channel blocker : nifedipine
ii. Angiotensin converter enzyme inhibitor : captopril
iii. Beta blocker : propranolol
c) Analgetik
i. Non steroid anti inflammation drugs : ibuprofen
ii. Asam mefenamat
3) Rencana edukasi pasien (Mansjoer, 2000)
a) Anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering
b) Bila gatal, jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan
infeksi.
c) Jaga kebersihan kulit dan kaki bila berkeringat keringkan dengan
handuk dan mengganti pakaian yang lembab
d) Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap
keringat seperti katun, tidak ketat dan ganti setiap hari.
e) Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk yang
f)
g)
h)
i)
j)

digunakan penderita harus segera dicuci dan direndam air panas.


Penjelasan tata cara minum obat
Penjelasan tentang penyakit tinea dengan jelas
Anjurkan untuk sering berolahraga
Anjurkan untuk berhenti merokok
Anjurkan untuk segera membersihkan badan jika berkeringat

sehabis beraktivitas
k) Edukasi pasien tentang penyakitnya apa, cara penularan dan waktu
terapi.
l) Pasien disarankan mengubah kebiasaan menggunakan pakaian
bersama dengan anggota keluarga yang lain.
m) Pasien disarankan menghindari menggunakan pakaian yang ketat
dan tidak dapat menyerap keringat dengan baik.
n) Pasien disarankan mencegah daerah kewanitaannya dari kondisi
lembab.
o) Pasien disarankan mengubah kebiasaan menggunakan handuk
secara bersamaan dikeluarganya.
p) Pasien diedukai bahwa pengobatan dermatomikosis membutuhkan
waktu yang cukup lama jadi harus patuh minum obatnya.
q) Pasien diedukasi diakhir terapi harus tes kerokan kulit untuk
memastikan dermatomikosisnya sudah sembuh.

14

r) Pasien diedukasi bahwa dia menderita hipertensi grade 1 jadi harus


minum obat dan kontrol rutin sesuai ketentuan.
s) Pasien diedukasi untuk tidak merokok dan menjaga konsumsi
makanannya

berprinsip gizi

seimbang

karena keluarganya

memiliki riwayat diabetes mellitus.


4) Rencana monitoring dan evaluasi (Mansjoer, 2000)
a) Mencegah sakit dan angka kematian dari

penyakit

kardiovaskular dan ginjal.


b) Mengobati hingga tekanan darah mencapai <140/90 mmHg atau
BP <130/80 mmHg pada pasien dengan diabetes mellitus.
c) Mencapai target tekanan darah sistolik terutama pada pasien
berusia >50.
d) Pasien harus kembali untuk followup dan tindak lanjut terapi
hingga mencapai target tekanan darah.
e) Kunjungan lebih sering harus dilakukan pasien hipertensi grade
2 dengan komplikasi.
f) Pemeriksaan kadar potassium dan kreatinin serum 1-2 kali per
tahun.
g) Setelah target tekanan darah tercapai, kunjungan untuk followup
dilakukan 2-4 kali pertahun.
h) Komplikasi seperti gagal jantung dan penyakit penyerta seperti
diabetes

memerlukan

pemeriksaan

laboratorium

setiap

kunjungan pasien.
b. Focus family
1) Pencegahan faktor risiko
2) Family support
3) KIE (komunikasi, informasi, edukasi)
Edukasi sama seperti edukasi personal, tetapi dijelaskan juga ke
keluarga. Kemudian, perlu dilakukan screening keluarga untuk
hipertensi dan DM, serta penyakit kulit seperti tinea yang sudah
terjadi.
c. Focus local community
Dokter perlu mengeksplorasi kemungkinan stressor di lingkungan rumah
dan lingkungan pekerjaan, kemudian juga melakukan edukasi kesehatan
pada lokasi-lokasi potensial tersebut.

15

4. Review anatomi kulit

Gambar 1. Penampang Kulit dan Lapisan Subkutan (Tortora, 2012)


Kulit dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian superfisialis (epidermis)
dan bagian profunda (dermis). Epidermis adalah epitel berlapis gepeng yang
sel-selnya menjadi pipih bila matang dan naik ke permukaan. Epidermis
terbagi menjadi stratum corneum, lucidum, granulosum, spinosum, dan
germinativum. Pada telapak tangan dan kaki, epidermis sangat tebal
dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya(Snell, 2006).
Dermis terletak tepat dibawah epidermis, berasal dari mesodermal.
Dermis terdiri dari atas jaringan ikat padat yang mengandung banyak
pembuluh darah, pembuluh limfatik, dan saraf. Tebalnya dermis berbeda-beda
pada tiap bagian tubuh dan cenderung menipis dibagian anterior dibandingkan
dengan bagian posterior tubuh. Pada dermis perempuan lebih tipis jika
dibandingkan dengan laki-laki. Dermis dihubungkan dengan fascia profunda
atau tulang yang dibawahnya oleh fascia superficialis atau dikenal sebagai
jaringan subkutan (Snell, 2006).

16

Struktur lain yang ada pada kulit yaitu kuku, folikel rambut, kelenjar
sebasea, dan kelenjar keringat. Kuku adalah lempeng keratin mati yang
dibentuk oleh sel-sel epidermis matriks kuku. Rambut tumbuh dari folikel
yang merupakan invaginasi epidermis kedalam dermis. Pada ujung folikel
rambut terdapat bulbus rambut dan daerah cekungnya disebuh papilla rambut.
Sebuah otot polos, erector pili menghubungkan permukaan dalam folikel
dengan bagian superfisialis dermis (Price, 2006).
Kelenjar sebasea merupakan struktur lobular yang terdiri dari sel-sel
berisi lemak. Substansi yang dikeluarkan disebut sebum disalurkan melalui
saluran-saluran polisebasea folikel-folikel rambut. Kelenjar keringat (ekrine)
terdapat pada hamper seluruh kulit, kecuali telinga dan bibir. Kelenjar
keringat membantu mempertahankan suhu tubuh dengan mengeluarkan
larutan hipotonik jernih dan mengandung banyak urea dan laktat (Price,
2006).

17

5. Review histologi kulit

Gambar 2. Integumentum
a. Epidermis
Merupakan jaringan yang terdiri dari sel-sel keratinosit, epitel squamus
kompleks yang berkeratin dan selalu mengalami regenerasi. Selain itu
terdapat sel-sel non keratinosit yaitu sel merkel, melanosit, sel langerhans,
dan limfosit (Standring, 2008).

18

Gambar 3. Epidermis
1) Stratum germinativum
a) Sel germinativum / sel basal.
Keratinosit yang aktif mitosis, sifat stem cell, melekat pada lamina
basalis (Standring, 2008).
b) Sel Merkel.
Bersama dengan sel melanosit dan sel langerhans, sel merkel terletak
diantara sel-sel germinativum. Sel ini sensitif terhadap sentuhan
(mechanoreceptor). Antara sel merkel dengan sel keratinosit
dihubungkan oleh desmosom, namun antara sel melanosit dan
langerhans tidak dihubungkan oleh suatu kontak khusus. Saat
mengalami kompresi sel merkel akan merilis senyawa kimiawi yg
menstimulasi ujung saraf sensori (Standring, 2008).
c) Sel Melanosit (sel pigmen).
Melanosit merupakan sel dendritik dengan desmosomal yang sedikit,
dan terdapat hemidesmosomal dengan lamina basalis. Sel ini
memproduksi melanin dan memiliki prosesus yang akan berjalan ke
lapisan yang superficial.. mengandung granul oval (melanosom) yang
berisi tyrosinase yg akan mengubah tyrosin menjadi melanin
(Standring, 2008).
19

Gambar 5. Stratum germinativum. Panah merah sel melanosit.

2) Stratum spinosum
a) Keratinosit. Terdiri dari beberapa lapis sel keratinosit yang rapat dan
dihubungkan dengan desmosome yang memperkuat kohesi antar
lapisan. Sitoplasmanya mengandung filament keratin yang tersusun
mengelilingi nucleus eukromatik dan melekat pada dasar desmosome
(Standring, 2008).
b) Sel Langerhans.
Merupakan sel dendritik APC (antigen presenting cells) yang
immature, biasanya tersebar pada stratum basalis, spinosum dan pada
appendices seperti glandula sudorifera (Standring, 2008).
3) Stratum granulosum
20

a) Keratinosit 3-4 lapis. Nucleus menjadi piknotik, organel seperti


ribosom, membrane mitokondria dan apparatus golgi mengalami

degenerasi. Filament keratin memadat. Tredapat granul keratohialin


yang basofilik mengandun ghistidin, profilaggrin, yang apabila sel
mencapai statum corneum akan berubah menjadi filaggrin (Standring,
2008).

Gambar 6. Stratum Corneum, Granulosum, dan Lusidum


4) Stratum lucidum atau Clear layer
a) Keratinosit. Tidak mengandung organel dan nucleus. Bentuk sudah
mulai pipih. Hanya dapat ditemukan pada kulit tebal seperti palmar

21

atau plantar. Lapisan ini akan terwanai dengan jelas dibandingkan


stratum corneum, terkadang mengandung debris (Standring, 2008).
5) Stratum corneum
a) Keratinosit 15-20 lapis. Merupakan produk akhir dari differensiasi
epidermal atau proses cornifikasi. Tersusun atas sel-sel skuamus
polyhedral. Pada keadaan normal pertumbuhan sel dibasal seimbang
dengan proses pelepasan sel pada lapisan corneum (Standring, 2008).
b. Dermis
1) Lapisan Papilaris.
Lapisan ini secara khusus memberikan dukungan metabolic serta
memelihara trofik epidermis dan juga sebagai tempat dari ujung-ujung
saraf yaitau Meissner corpuscle dan Krausse endbulb, serta pembuluh
darah (Standring, 2008).
Pada permukaan superficial dermis terdapat rete ridge yang tersusun dari
persimpangan dermo-epidermal pada permukaan yang saling membentuk
papilla, yaitu:
a. Papila epidermis
b. Papila dermis
2) Lapisan Reticularis
Lapisan reticularis bergabung dengan bagian profunda dari lapisan
papilaris. Jaringan fibrocolagen lebih tebal daripada lapisan papilaris.
Terdapat appendiks: Sebaceous glands, Hair follicles, Arrector pilli
muscles (Standring, 2008). Ujung saraf: Paccinian corpuscle dan Ruffini
corpuscle (Standring, 2008).
6. Review patofisiologi hipertensi
Bebrapa faktor yang berperan dalam defek primer pada hipertensi
esensial, dan mencakup, baik pengaruh genetic maupun tingkungan.
Penurunan ekskresi natrium pada tekanan arteri normal mungkin merupakan
peristiwa awal dalam hipertensi esensial. Penurunan ekskresi natrium
kemudian dapat menyebabkan meningkatnya volume cairan, curah jantung,
dan vasokonstriksi perifer sehingga tekanan darah meningkat. Pada keadaan
tekanan darah yang lebih banyak natrium untuk mengimbangi asupan dan
mencegah retensi cairan. Oleh karena itu, ekskresi natrium akan berubah,
22

tetapi tetap steady state (penyetelan ulang natriuresis tekanan). Namun, hal
ini menyebabkan peningkatan stabil tekanan darah (Kumar et al., 2010).
Hipotesis alternatif menyarankan bahwa pengaruh vasokonstriktif
(faktor yang memicu perubahan struktural langsung di dinding pembuluh
sehingga resistensi perifer meningkat) merupakan penyebab primer hipertensi.
Selain itu, pengaruh vasikonstriktif yang kronis atau berulang dapat
menyebabkan penebalan structural pembuluh resistensi. Faktor lingkungan
mungkin memodifikasi ekspresi gen pada peningkatan tekanan. Stres,
kegemukan, merokok, aktifitas fisik berkurang, dan konsumsi garam dalam
jumlah besar dianggap sebagai faktor eksogen dalam hipertensi (Kumar et al.,
2010).
Pada hipertensi, terjadi peningkatan tekanan darah diakibatkan aktivasi
sistem RAA, aktivasi saraf simpatis, faktor genetik, atau adanya penyakit dan
penyebab sekunder lain seperti feokromositoma, gagal ginjal, penggunaan
kontrasepsi oral, dan lain-lain. Efek aldosteron yang meningkatkan reabsorpsi
cairan dan natrium mengakibatkan terjadinya retensi cairan sehingga volume
darah akan meningkat. Peningkatan aktivitas simpatis karena aktivasi dari
Angiotensin II akan menyebabkan peningkatan aktivitas reseptor pada
jantung dan pada pembuluh darah. Reseptor akan menyebabkan
peningkatan kontraksi otot jantung yang akan berujung pada peningkatan
cardiac output. Sementara, aktifnya reseptor pada pembuluh darah akan
menyebabkan

kontraksi

otot-otot

polos

dalam

vaskuler,

sehingga

meningkatkan resistensi pembuluh darah. Pada vena, bersamaan dengan


volume darah yang bertambah, hal ini akan meningkatkan jumlah aliran balik
vena ke jantung, sehingga meningkatkan beban jantung (preload) untuk
memompa darah, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Peningkatan tekanan darah ini pun akan terjadi pada pembuluh darah sistemik,
termasuk pada otak (Sherwood, 2001; Snell, 2006).
Otak manusia sendiri terlindungi dari beberapa lapisan, dimulai dari
lapisan terluar yang sering disebut scalp yang terdiri dari kulit, jaringan ikat,
23

aponeurosis, loose areolar tissue, dan periosteum, serta lapisan meningens


yang terdiri dari duramater, arachnoidea mater, dan piamater (Sherwood,
2001; Snell, 2006).

Gambar 4. Peningkatan Intrakranial.


(Snell, 2006)
Diantara duramater dan periosteum terdapat ruang epidural, diantara
duramater dan arachnoidea mater terdapat ruang subdural, sementara diantara
arachnoidea mater dan piamater terdapat ruang subarachnoidea. Pada ruang
subarachnoidea

ini terdapat

cairan serebrospinal. Sepanjang lapisan

meningens ini, banyak terdapat pembuluh darah yang berfungsi dalam


vaskularisasi setiap lapisan meningens. Duramater divaskularisasi oleh arteri
meningea media, arteri carotis interna, arteri maxillaris, arteri occiptalis, arteri
vertebralis, dan arteri pharyngea ascendens. Vena-vena biasanya bermuara di
dalam sistem sinus di otak, terutama di sinus sphenoparietalis. Dalam ruang

24

subarachnoidea selain terdapat meningens, beberapa arteri serebri dapat


ditemukan di ruang ini (Sherwood, 2001; Snell, 2006).
Persarafan duramater sendiri didapatkan dari cabang-cabang nervus
trigeminus, n. vagus, dan tiga nervus cervicalis atas serta cabang-cabang
truncus sympathicus yg berjalan menuju duramater. Pada duramater, terdapat
banyak ujung-ujung saraf sensorik yang peka terhadap regangan, sehingga
apabila terjadi regangan maka akan timbul sensasi nyeri kepala. Stimulasi
ujung-ujung sensorik nervus trigeminus di atas tingkat tentorium akan
menyebabkan nyeri alih pada kulit kepala yang sama. Stimulasi ujung-ujung
saraf sensorik duramater dibawah tingkat tentorium akan menimbulkan nyeri
alih ke daerah tengkuk dan belakang kulit kepala di sepanjang persarafan
nervus occipitalis major. Pada keadaan hipertensi, akan terjadi pula
peningkatan tekanan intrakranial yang disebabkan meningkatnya volume
darah pada vaskuler, dimana hal ini dapat menyebabkan peregangan pada
duramater, sehingga dapat timbul rasa nyeri pada kepala dan sekitar tengkuk
(Sherwood, 2001; Snell, 2006).
Teori lain mengatakan bahwa terjadinya nyeri kepala dan rasa tegang
di leher pada hipertensi disebabkan karena mekanisme vasokontriksi yang
terjadi di pembuluh darah. Vasokontriksi ini dapat disebabkan karena aktivasi
sistem RAA, dimana angiotensin II akan meningkatkan aktivitas simpatis
dengan pelepasan epinefrin dan norepinefrin, dimana ada yang berikatan
dengan reseptor di jantung dan reseptor di pembuluh darah. Bila berikatan
dengan reseptor , hal ini akan menyebabkan terjadinya spasme otot polos
pada tunica media sehingga terjadi vasokontriksi. Mekanisme vasokontriksi
juga dapat disebabkan oleh peningkatan aktivitas simpatis pada otot rangka
dikarenakan stress atau ketegangan yang menyebabkan otot rangka
mengalami spasme sehingga terjadi vasokontriksi. Keadaan vasokontriksi ini
akan menghambat oksigenasi pada jaringan, termasuk pada otot-otot disekitar
leher dan kepala, yang akan menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob
dan penumpukan hasil metabolisme seperti laktat, maupun pengeluaran
25

mediator seperti prostaglandin, yang akan menyebabkan rasa nyeri maupun


tegang pada leher (Sherwood, 2001; Snell, 2006).

26

Genetik

Pengaruh Genetik

Ekskresi Na
kurang memadai

Retensi Garam
dan Air (Sistem
RAA)

volume plasma
dan ECF

Faktor
Lingkungan

stress

Vasokonstiksi
Fungsional

Defek Pertumbuhan
Struktur otot polos PD

Aktivasi sistem
simpatis

aktivitas
reseptor

kontra
ksi otot
jantung

curah jantung

pembul
uh
darah

Reaktivasi
Vascular

kontra
ksi otot
polos
vascula
r

Ketebalan
Pembuluh darah

Resistensi
Perifer

HIPERTENSI
tekanan PD sistemik
termasuk otak
TIK

Peregangan termasuk
dura,mater (duramater
banyak PD dan Serabut
saraf sensoris)

Menekan serabut saraf


otak

Stimulasi ujung saraf


sensoris dibawah
tentorium

Nyeri
Kepala

Nyeri alih tengkuk dan


belakang kepala 27

Gambar 7. Patogenesis Hipertensi

(Kumar et al., 2010; Sudoyo, 2009)

7. Review patofisiologi tinea


Infeksi diawali dengan adanya kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya di
dalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik
yang kemudian berdifusi ke epidermis dan akhirnya menimbulkan reaksi
inflamasi akibat kerusakan keratinosit. Reaksi inflamasi ini akan memacu
pelepasan mediator-mediator dari sel mast dan basofil seperti histamine,
prostaglandin, bradikinin, leukotrien, serotonin, dll. Mediator-mediator
tersebut menimbulkan adanya vasodilatasi yang menyebabkan bercak-bercak
merah atau eritema dan mediator-mediator tersebut pun khususnya histamine
akan menimbulkan rasa gatal (pruritus). Pertumbuhan jamur dengan pola
radial dalam stratum corneum mengakibatkan timbulnya lesi dengan
memberikan batas yang jelas dan meninggi, yang disebut ringworm. Reaksi
kulit semula berupa bercak atau papul bersisik yang berkembang menjadi
suatu reaksi peradangan (Baratawidjaja, 2010).
Dermatofit menggunakan keratin sebagai sumber nutrisi, mereka
umumnya menyerang stratum korneum karena mengandung keratin.
Masuknya dermatofit ke jaringan kulit mengakibatkan host melakukan respon
dengan terjadinya peradangan atau reaksi inflamasi. Dengan adanya reaksi
inflamasi ini maka memaksa dermatofit untuk membuat lesi melingkar diluar
tempat terjadinya inflamasi. Kondisi tertentu bisa menjadi faktor predisposisi
infeksi jamur ini, diantaranya umur, imunosupresi, defisit neurologis, dan
kondisi iatrogenik lainnya yang mendasari terjadinya penyakit ini (Price,
2007).
Jadi

ringkasan

mekanismenya

adalah

jamur

masuk

ke

kulit

menghasilkan enzim keratinase yang memungkinkan menginvasi stratum


korneum. Disitulah jamur berkolonisasi. Jamur ini dianggap antigen oleh
kulit, akhirnya timbullah reaksi peradangan dengan terdapat banyak neutrofilneutrofil di stratum korneum (Price, 2007).
Cara penularan dapat secara langsung maupun tidak langsung.
Penularan langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung
jamur baik dari manusia, binatang atau tanah. Penularan tidak langsung dapat
28

melalui tanaman, kayu yang dianggap jamur, pakaian berdebu. Agen


penyebabnya juga dapat ditularkan melalui kontaminasi dengan pakaian,
handuk, atau sprei penderita atau autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium
dan tinea manum (Price, 2007).
Micosporum, Tricophyton, Epidermophyton
Menempel di kulit
Kolonisasi
Membentuk hifa
Menghasilkan enzim keratolitik
Difusi ke epidermis sampai ke stratum korneum
Dianggap benda asing oleh host, host memberikan respon
Reaksi inflamasi
Pelepasan mediator inflamasi
(histamine, prostaglandin, bradikinin, leukotrin, serotonin)

Vasodilatasi pembuluh darah

gatal

Bercak merah (eritem)

digaruk
Skuama (lesi sekunder)

erosi

Reaksi inflamasi
29

Memaksa pertumbuhan jamur radial


(diluar tempat yang sedang mengalami inflamasi)
Membentuk lesi melingkar dengan central hilling
Gambar 8. Patofisiologi Tinea (Price, 2007).
8. Dinamika keluarga
Dinamika keluarga merupakan gambaran dari interaksi dan hubungan
di antara individu anggota keluarga yang nantinya akan menjadi refleksi dan
mempengaruhi kesehatan fisik, mental, dan spiritual dari masing masing
individu di dalam satu keluarga. Yang termasuk dalam dinamika keluarga
dapat berupa (Goh, 2004) :
a. Perkembangan atau tantangan adaptif
Misalnya pada kejadian kelahiran anak, penyakit pada individu di
keluarga yang dapat menyebabkan berkurangnya fungsi keluarga tersebut
b. Kombinasi yang unik antara sumber daya dan beban
Misalnya status ekonomi dan pendidikan
Dokter keluarga harus bisa memiliki pemahaman mengenai dinamika
keluarga, karena hal ini dapat digunakan untuk membantu dalam menegakkan
diagnosis dan mengenali faktor faktor apa saja yang dapat membantu dan
menghambat

proses

penyembuhan

pasien.

Dokter

keluarga

dapat

menggunakan alat penilaian keluarga untuk membantu menilai kondisi


dinamika keluarga pasien. Alat alat tersebut dapat berupa (Goh, 2004) :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Genogram
Family Life Cycle
Family Life Line
Family Map
Family APGAR
Family SCREEM
Dari hasil penilaian menggunakan alat alat tersebut, keluarga dapat

dibagi menjadi tiga kategori, yaitu (Goh, 2004) :


a.
b.
c.

Keluarga fungsional
Keluarga disfungsional
Mid range families
30

9. Genogram
Genogram keluarga Nyonya Bimbi dapat dijelaskan melalui bagan genogram
berikut.

Hipertensi

Unknown
Hipertensi

Unknown

DM

58 tahun
DM

Postpartum death
60 tahun
Hipertensi kronis
Stroke

Kecelakaan
lalu lintas

DM

Tinea cruris

Hipertensi

Tn. Bomba

10. Family Life Cycle


Family

Life

Cycle

Ny. Bimbi
38 tahun
Hipertensi
Tinea cruris

adalah

alat

yang

digunakan

untuk

menggambarkan perubahan-perubahan dalam jumlah anggota, komposisi dan


fungsi keluarga sepanjang hidupnya. Siklus hidup keluarga juga merupakan
gambaran rangkaian tahapan yang akan terjadi atau diprediksi yang dialami
kebanyakan keluarga. Siklus hidup keluarga terdiri dari variabel yang dibuat
secara

sistematis

menggabungkan

variable

demografik

yaitu

status

pernikahan, ukuran keluarga, umur anggota keluarga, dan status pekerjaan


kepala keluarga (Schiffman, 2007).
Family life cycle juga dapat diartikan sebagai gambaran rangkaian
tahapan yang akan terjadi atau diprediksi yang dialami kebanyakan keluarga.
FLC terdiri dari variable yang dibuat secara sistematis menggabungkan
variable demografik yaitu status pernikahan, ukuran keluarga, umur anggota
keluarga, dan status pekerjaan kepala keluarga (Schiffman, 2007).
Duvall (dalam Lefrancois, 1993) membagi tahap-tahap pernikahan
menjadi 8 (delapan) tahap yang disebut juga sebagai Family Life Cycle,
sebagai berikut:
a. Marriage couple (Keluarga awal)
31

Pasangan baru menikah dan belum memiliki anak, berlangsung selama


lebih kurang 2 tahun.
b. Childbearing family
Kelahiran anak pertama sampai berusia 30 bulan), berlangsung sekitar 2.5
tahun.
c. Family with preschool children
Keluarga dengan anak prasekolah (anak tertua berusia 30 bulan - 6
tahun), berlangsung sekitar 3.5 tahun.
d. Family with school children
Keluarga dengan anak sekolah (anak tertua berusia 6 - 13 tahun),
berlangsung sekitar 7 tahun.
e. Family with teenagers
Keluarga dengan anak remaja (anak tertua berusia 13 - 20 tahun),
berlangsung sekitar 7 tahun.
f. Family launching young adults
Keluarga dalam periode launching young adults (kepergian anak pertama
sampai anak terakhir), berlangsung sekitar 8 tahun.
g. Middle-aged parents (masa emptynest dan retirement)
Middle-aged parents merupakan periode terlama yang berlangsung
sekitar 15 tahun.

32

h. Aging family members


Dari masa pensiun hingga meninggalnya salah seorang pasangan),
berlangsung selama lebih kurang 10 - 15 tahun.
11. Family life line
Adalah alat yang digunakan untuk mendesripsikan kronologi
kehidupan yang membuat stress/ kejadian klinis & bagaimana mengatasinya.
Family life line juga bisa digunakan menggambarkan sejarah sebuah keluarga
(Azwar, 2004). Family life line yang bisa dibuat dari kasus yaitu sebagai
berikut :
Tabel 2. Life Line Ny. Bimbi
Tahun
<2008

Usia
<33

Life event
Keluarga Ayah Ny. Bimbi :
Kakek telah meninggal dunia karena hipertensi, sedangkan
neneknya meninggal dengan sebab yang belum diketahui,
ayahnya merupakan anak ke-4 dari 7 bersaudara. Kakak
pertama (laki laki) telah meninggal dengan sebab yang tidak
diketahui, kakak kedua (laki laki) menderita penyakit
hipertensi, kakak ketiga (perempuan) telah meniggal
beberapa saat setelah melahirkan, adik pertama (laki-laki)
tidak memiliki riwayat penyakit yang penting, adik kedua
(perempuan) menderita penyakit hipertensi dan adik bungsu
(perempuan) tidak memiliki riwayat medis yang penting
Keluarga Ibu Ny. Bimbi:
Kakek telah meninggal dunia karena penyakit kencing
manis. Nenek masih sehat dan tidak memiliki riwayat medis
yang penting. Ibu Ny bimbi merupakan anak pertama 5
bersaudara. Adik pertama (laki-laki) meninggal dunia karena
kecelakaan lalu lintas. Adik kedua (laki-laki) juga menderita
kencing manis. Adik ketiga dan keempat tidak diketahui
33

memiliki riwayat medis yang penting

2008

33

2009

34

2012

37

2013

38

Ny Bimbi menikah dengan Tn Bomba


Ibu Ny. Bimbi didiagnosis menderita kencing manis
Ny. Bimbi Punya Anak
Ayah meninggal karena Hipertensi dan Stroke
Ny Bimbi didiagnosis menderita hipertensi
Ny bimbi dan adik Ny bimbi didiagnosis mendertia Tinea
Ny bimbi kembali didiagnosis menderita hipertensi

12. APGAR dan SCREEM Score


APGAR merupakan alat skrining untuk mengetahui adanya disfungsi
dalam keluarga, dan mengetahui tingkat kepuasan individu terhadapa
hubungan dalam keluarga.
a. Adaptation : saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila
saya menghadapi masalah
b. Partnership : saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan
membagi masalah dengan saya
c. Growth : saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung
keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru
d. Affection : saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih
sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian, dll
e. Resolve : saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu
bersama-sama

34

Penilaian :
0 = tidak pernah
1 = kadang-kadang
2 = selalu
Nilai total minimal = 0
Nilai total maksimal = 10
Interpretasi : fungsi keluarga baik (7-10)
fungsi keluarga cukup (4-6)
fungsi keluarga buruk (0-3)
Sedangkan skor SCREEM medeskripsikan sumber daya yang ada
dalam sebuah keluarga, sebagai bahan evaluasi tentang kapasitas keluarga
untuk

berpartisipasi

dalam

peningkatan

kesehatan

terutama

ketika

menghadapi masalah. Fungsi yang seharusnya ditanamkan dan didapatkan


kepada seorang individu dari keluarga adalah :
a. Social (sosial)
b. Culture (budaya)
c. Religion (agama)
d. Education (pendidikan)
e. Economic (ekonomi)
f. Medical (Kesehatan)
Penilaian :
(+)

= patologis / ada hambatan

(-)

= tidak ada hambatan

35

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Azrul ; Gan, Goh Lee ; Wonodirekso, Sugito. 2004. A Primer On Family
Medicine Practice. Singapore International Foundation : Singapore
Baratawidjaja , KG., Rengganis I. 2010. Imunologi Dasar, 9th . Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Budimulja, U., 2005, Mikosis dalam, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 4 th ed.
Jakarta: Fakultas
Chobanian AV, Bakr is GL, Black HR, et al. 2004. The Seventh Report of the Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure: The JNC 7 report. U.S. Department of Health and
Human Services. NIH Publication
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Djuanda, Adhi et al, 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FK UI : Jakarta.
Dorland, W.A.N., 2006. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.
Goh Lee Gan, Azrul Azwar, Sugito Wonodirekso. 2004. A Primer on Family
Medicine Practice. Singapura: Singapore International Foundation.
Kedokteran Universitas Indonesia
Kekalih, Aria. 2008. Diagnosis Holistik Pada Pelayanan Kesehatan Primer
Pendekatan Multi Aspek. Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas
FKUI.
Kekalih, Aria. 2008. Diagnosis Holistik Pada Pelayanan Kesehatan Primer
Pendekatan Multi Aspek. Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI.
Kumar, V., Abbas, AK., Fausto, N., & Aster, JC. 2010. Robbins and Cotran
Phatologic Basis of Disease Eigth Edition. Philadelphia: Saunders, an imprint of
Elsevier, Inc. Hal. 1131-42
Lefrancois, G. R. 1993. The Life Span 4th ed. Calfornia : Wadsworth, Inc
Lubis, Firman. 2008. Dokter Keluarga Sebagai Tulang Punggung dalam Sistem
Pelayanan Kesehatan. Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 2,: 27-35
Mansjoer, A, et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Media Aesculapius FK
UI : Jakarta

36

Prasetyawati, Arsita Eka. 2008. Kedokteran Keluarga dan Wawasannya. Available at


http://fk.uns.ac.id/static/resensibuku/BUKU_KEDOKTERAN_KELUARGA_.pd
f.
Price, AS dan Lorraine MW. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC.
Price, S., Wilson, L 2007, Patofisiologi, 6th. Jakarta: EGC
Ratna Rosita et all.2009. Kebijakan Akselerasi Pengembangan Pelayanan Dokter
Keluarga. Jakarta: Depertemen Kesehatan RI
Schiffman, L.G., & Kanuk, L.L. 2007. Consumer Behaviour, 9th ed. New Jersey :
Pearson Prentice Hall.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.
Siregar, Charles. JP., 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta: EGC.
Snell, Richard. 2006. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta:
EGC.
Snell, RS. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta :
EGC.
Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna
Publishing.
Tortora, GJ dan Mark TN. 2012. Principles of Human Anatomy. USA : John Wiley
and Sons, Inc.
World of National College and Academic Association of General Practitioners/Family
Physicians (WONCA), 1972.

37

Anda mungkin juga menyukai