I.IDENTITAS
1. Klien
Nama
: Aa
Jenis Kelamin
: perempuan
Usia
: 17 tahun
Pendidikan
Alamat tinggal
Agama
: Islam
2. Keluarga
Ayah
kandung
Nama
Tempat
tanggal
lahir
Usia
40 th (saat
meninggal)
Pendidikan
terakhir
Pekerjaan
Alamat
tinggal
Agama
Status
perkawinan
II.
Fotografer
(Meninggal
)
Ayah
tiri
Ba
Jakarta,
23 Juni
1966
45 th
Ibu
kandung
Nn
Jakarta
28 Mei
1969
42 th
Adik 1
(perempuan)
Ad
Jakarta
3 April 1996
S1
D III
Wiraswasta
Saudagaran
Islam
Menikah
15 th
Adik 2
(perempuan)
Ba
Jakarta
30 September
1997
14 th
Adik 3
(laki-laki)
An
Jakarta, 12
Oktober
1999
12 th
SLTP
SD
SD
Pelajar SMP
Saudagaran
Pelajar SD
Saudagaran
Islam
-
Islam
-
KELUHAN / RUJUKAN
Klien merupakan siswa yang dirujuk BK karena ia tidak naik kelas dikarenakan
sering membolos, tidak pernah mengumpulkan tugas sekolah, ramai di dalam kelas,
tidak memperhatikan pelajaran dari guru, dan melanggar aturan sekolah, misalkan
seperti datang terlambat, bergaul dekat sekali dengan laki-laki. Pemeriksaan terhadap
klien dilakukan untuk mencari penyebab munculnya perilaku dan merancang solusi
untuk penanganan masalah klien.
III.
ASESMEN
1. Tujuan asesmen
PKPP SLTP
RAHASIA
Tujuan
Metode
Teknik /
strategi
Subjek
Data dokumen
Klien
WAIS, SPM
Klien
Wawancara
Observasi
Kontrol emosi
saat di
sekolah
Wawancara
Observasi
Sosial Pola
komunikasi di
sekolah dan
rumah
Persepsi guru
terhadap
Perilak Perilaku
di rumah
u
Fisik
Rutinitas
mengerjakan
tugas rumah
Riwayat
kesehatan
Wawancara
Observasi
Partisipan
Wawancara
Wawancara
Observasi
partisipan
Wawancara
Wawancara
Tidak
terstruktur
Event
sampling
Tidak
terstruktur
Event
sampling
Semi
terstruktur
Event
sampling
Ibu
Klien
Pelaksanaa
n
Terlampir
25 Oktober
2011
7;10; 26
Agustus
2011
Ibu
Klien
5;8;11
Agustus
2011
Orangtua;
guru BK
5;7;8;11
Agustus
2011
Tidak
terstruktur
Semi
terstruktur
Event
sampling
Semi
terstruktur
Guru BK;
Walikelas
5 Agustus
2011
10 agustus
2011; 25
Oktober
2011
7 Agustus
2011
Semi
terstruktur
Orangtua
Kk
Orangtua
7 Agustus
2011
3. Hasil asesmen
a. Kesimpulan
i.
Psikotes
WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) : IQ 117 kategori diatas ratarata. Secara keseluruhan, klien adalah siswa yang cerdas dengan potensi
kecerdasan diatas rata-rata. Hal ini mengindikasikan bahwa klien
memiliki kemampuan yang sangat baik dalam hal kemampuan berpikir
logis, memahami hubungan antara keseluruhan dan bagian-bagian
dengan baik, serta kemampuan untuk berpikir analogi. Penyesuaian diri
PKPP SLTP
RAHASIA
sebenarnya
klien
ingin
meraih
prestasi
sekolah
dan
ragu-ragu
dalam
bersikap
sehingga
tidak
mampu
RAHASIA
mau
melakukan
apa
yang
diminta
oranglain
tanpa
PKPP SLTP
RAHASIA
kesenangan yang dirasa benar oleh klien. Hubungan klien dengan Ibu
sangat dekat dimana klien sering bercerita dan bercanda mngenai banyak
hal, kecuali mengenai ayah tiri. Saat ia tahu Ibu sedang marah atas
perilakunya, ia merasa sedih dan sangat menyalahkan dirinya, sehingga hal
ini berdampak pada kondisi psikisnya. Ia menjadi putus harapan dan tidak
tahu harus melakukan apa.
Di sekolah, klien memiliki sedikit teman dan sering menyendiri baik
di kelas maupun saat istirahat. Ia tidak bergabung dengan sekelompok
teman, kecuali kelompok belajar saja. Ia merasa teman-teman baik
terhadapnya, namun ia malu untuk bergabung dengan mereka karena
merasa tidak memiliki apa-apa yang patutu dibanggakan.
Klien mudah sekali sedih dan terpuruk. Akibatnya ia merasa lemas,
tidak bersemangan, dan sesak di dada. Sering juga klien sengaja tidak mau
makan. Ia cenderung menyakiti diri sendiri. Ia merasa lega ketika rasa sakit
hatinya dialihkan pada sakit fisik. Seringkali ia menjedug-jedugkan kepala
ke tembok, menyilet tangan hingga terasa perih, mencakar-cakar tangan,
memukul tembok dengan kepalan tangan, untuk mengurangi rasa sedihnya.
Menurut klien, setelah menyakiti diri sendiri, ia merasa sudah menghukum
dirinya atas kesalahan yang ia perbuat terhadap Ibu. Ia mengakui, Ibu tahu
perbuatannya ini. Bagi klien, menyakiti diri sendiri lebih baik daripada
membanting benda dan merasakan kepedihan hati.
iii.
Obervasi
Klien bertubuh tinggi, dan langsing dan paras wajah yang manis. Ia
berpenampilan tomboi dengan sepatu basket di sekolah. Baju seragam yang
ia kenakan tampak rapi dan bersih. Jika di rumah dan ketika berpergian, ia
sering menggunakan baju lengan pendek dan celana pendek. Ia memiliki
gaya yang ceplas-ceplos saat berkomunikasi dengan oranglain. Ia terkesan
anak yang cuek dan tidak peduli dengan nasehat oranglain. Di sekolah,
klien tidak minder saat bertemu dan bersapa dengan teman-temannya yang
sudah naik ke kelas XII (ia masih di kelas XI). Klien berperilaku sopan dan
santun saat berada di sekolah.
Ayah tiri klien tampak cuek dan tidak peduli dengan keadaan klien di
rumah. Saat berkomunikasi, ayah tiri klien tampak galak dan klien tidak
merespon apa yang disampaikan oleh ayah tirinya. Saat menemui praktikan
di rumah, klien selalu menemui dengan menggunakan pakaian apa adanya
PKPP SLTP
RAHASIA
(pakaian sehari-hari rumah). Sikap klien juga tampak cuek seolah-olah tidak
menghargai tamu yang berkunjung ke rumahnya, misalkan kaki diangkat di
atas meja, atau ketika mau duduk, kakinya terlebih dahulu yang diletakkan
di atas kursi, dan kemudian ia duduk.
b. Integrasi hasil asesmen
i.
Domain kognitif
Secara keseluruhan, klien adalah siswa yang cerdas dengan potensi
kecerdasan berada dalam kategori di atas rata-rata. Klien memiliki
kemampuan yang sangat baik dalam hal berpikir logis, melihat hubungan
sebab-akibat dari suatu peristiwa sehingga ia mampu untuk memecahkan
masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Ia tahu bagaimana harus
bersikap di lingkungannya. Ia memiliki daya abstraksi yang baik saat ia
menganalisa atau membayangkan suatu hal yang ditangkap secara abstrak.
Daya konsentrasi yang baik pada diri klien dapat membantunya mengolah
informasi dengan cepat dan teliti. Yang terlihat lemah dalam diri klien adalah
kemampuannya dalam mengingat terutama menghapalkan materi pelajaran.
ii.
Domain sosial
Sebetulnya klien adalah anak yang mau bergaul dengan oranglain,
terbukti dari hubungan baiknya dengan teman-teman di sekolah, juga
hubungan baik dengan praktikan. Dalam kesehariannya, ia tidak ingin
bergabung dengan kelompok teman, kecuali kelompok belajar saja. Ia malu
dengan teman-temannya karena merasa tidak memiliki sesuatu yang bisa
dibanggakan. Ia cukup tergantung dengan oranglain karena ia berharap
oranglain mau memahami dirinya dan membantunya menyelesaikan masalah.
Ia sering bercerita dan bercanda tentang banyak hal permasalahan yang
dihadapinya pada Ibu kecuali tentang ayah tiri. Ia memilih memendam sendiri
iii.
PKPP SLTP
RAHASIA
keinginannya,
bertingkahlaku
seseuai
kehendaknya
tanpa
IV.
DINAMIKA PSIKOLOGIS
Masa kecil klien sangat menyenangkan dan membahagiakan. Kebahagiaan itu
menjadi kesedihan setelah meninggalnya ayah kandung saat ia kelas 3 SD (9 tahun).
Menurut Ibu, sejak kecil klien adalah anak yang ceria dan sangat dekat dengan
ayahnya. Ia diperhatikan dan dimanjakan oleh almarhum ayah. Klien sangat kehilangan
PKPP SLTP
RAHASIA
sosok ayah hingga saat ini. Ia sangat merindukan sosok ayah yang memperhatikannya
dan bertanggungjawab. Kerinduan terhadap alm. Ayah terkadang mengganggu
konsentrasi belajarnya. Hal ini diperkuat dengan sikap ayah tiri yang tidak mampu
menunjukkan karakter sebagai seorang ayah yang menyayangi dan bertanggungjawab
terhadap anak-anaknya. Oleh karena itu, klien belum dapat menerima ayah tiri sebagai
ayahnya sendiri.
Setahun setelah meninggalnya ayah kandung, klien memiliki ayah tiri. Pada
awalnya, klien dapat akrab dengan ayah tiri. Semakin ia beranjak dewasa, ia semakin
menjauhkan diri dari ayah tiri. Klien tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang
dari ayah tiri. Banyak sikap dan perilaku ayah tiri yang membuat klien tidak
menghargainya, seperti menegur dengan atos/nada kasar, tidak memperhatikan klien, di
rumah berdiam diri dan tidak bekerja di luar rumah, sehingga klien tidak memiliki rasa
penghargaan terhadap ayah tiri.
Klien yang saat ini berusia 16 tahun dan memasuki masa remaja mengalami fase
identity confusion (kebingungan identitas dari Erickson) dalam Santrock (1995). Ia
cenderung menarik diri, memisahkan diri dari teman-teman sebaya dan keluarga, atau
kehilangan identitas dalam kelompok. Klien yang sedang mengalami fase ini,
cenderung menarik diri dari keluarga. Karena orangtua tidak berperan banyak dalam hal
ini, maka klien mencari lingkungan yang dapat membuatnya merasa dihargai dan
diperhatikan. Klien sering membolos dengan teman-teman yang berperilaku sama
dengan dirinya, yang selalu mengajak dalam kesenangan saja.
Arnold (1998) mengemukakan hal-hal yang terkait dengan formasi keluarga tiri.
Dibandingkan dengan anak dengan orangtua kandung, anak yang memiliki ayah tiri
cenderung menunjukkan tanda-tanda kenakalan remaja seperti bolos sekolah, tidak
disiplin dalam hal sekolah. Selain itu, anak tiri lebih tertarik untuk bergabung dengan
teman geng, memiliki konsep diri yang rendah sehingga lebih membutuhkan perhatian
ekstra dari lingkungannya. Dalam hal akademik, anak dengan ayah tiri memiliki
prestasi sekolah yang buruk.
Anak yang tinggal dengan keluarga tiri seperti klien kurang memiliki penguatan
dalam hal sekolah. Sering terjadi konflik antara orangtua dan anak. Terkadang ibu
sering bertengkar mengenai ayah tiri dengan anaknya. Hal ini beberapa kali terjadi
dalam keluarga klien dimana ibu kurang mendengarkan keluhan klien mengenai
ketidaknyamanan klien dengan ayah tirinya. Ibu seringkali membenarkan apa yang
telah dilakukan oleh ayah tirinya.
PKPP SLTP
RAHASIA
Pentingnya kehadiran figur ayah sangat penting bagi perkembangan klien yang
telah remaja (Andayani dan Koentjoro, 2004). Ayah yang terlibat dan sensitif dalam
pengasuhan anak akan memberikan efek positif setidaknya dalam hal perkembangan
anak. Ayah terlibat dalam menerapkan disiplin anak untuk mengurangi kecenderungan
anak berperilaku marah, bandel, dan menyimpang (Miller, dkk 1993 dalam Andayani &
Koentjoro, 2004). Keterlibatan ayah dalam keluarga akan menumbuhkan kemampuan
anak untuk berempati, bersikap penuh perhatian dan kasih sayang, serta hubungan
sosial yang lebih baik.
Anak perempuan yang mendapatkan perhatian positif dari ayahnya akan belajar
bagaimana menjalin hubungan positif dengan lawan jenisnya. Ibu klien mengeluhkan
klien pernah dekat dengan seorang anak laki-laki, namun anak laki-laki itu justru
membawa pengaruh buruk pada klien. Bertolakbelakang dengan apa yang disampaikan
Ibu, kedekatannya dengan teman laki-laki menjadikannya lebih nyaman karena ia
merasa diperhatikan.
Klien sangat menginginkan
sosok
ayah
yang
bertanggungjawab,
dan
memperhatikan dirinya. Kenyataannya sekarang, ayah tiri yang tinggal dengan klien
adalah sosok ayah yang jauh dari kriteria klien. Ketidaksesuaian antara harapan klien
dengan keadaan yang terjadi dalam keluarganya, membuat klien cuek dengan kehadiran
ayah dan menganggap kehadiran ayah tiri hanya untuk menemani ibunya saja.
Kelemahan yang dimiliki klien adalah kecenderungan klien untuk menyakiti diri
sendiri (deliberately self-harm) saat ia merasa sedih dan terpuruk. Baginya, dengan
menyakiti diri sendiri, ia mendapatkan ketenangan hati. Rasa sakit hatinya beralih pada
sakit fisik. DSH sering digunakan individu sebagai salah satu strategi regulasi emosi
(Mikolajczak, Petrides, dan Hurry, 2009). Gratz (2003) dalam Mikolajczak, dkk (2009)
mendeskripsikan perilaku menyakiti diri sendiri dengan sengaja (merujuk pada mutilasi
diri/self-mutilation, melukai diri sendiri/self-injury, dan auto-aggression) sebagai suatu
bentuk kesengajaan, melukai secara langsung jaringan tubuh tanpa ada kesadaran ingin
bunuh diri namun hanya melukai jaringan hingga rusak.
Gross (2007) mendeskripsikan regulasi emosi ialah proses yang dilakukan
individu secara sadar ataupun tidak sadar untuk mempertahankan memperkuat,
mengurangi satu atau lebih aspek dari respon emosi yaitu pengalaman emosi dan
perilaku. Merujuk pada teori tersebut, klien melakukan dsh sebagai bentuk regulasi
emosi untuk dapat mengurangi emosi negatifnya. Self-harm bukan tentang perilaku
mengakhiri hidup, namun lebih kepada suatu strategi regulasi emosi, bertahan diri, dan
coping dengan stres yang dihadapi seorang individu. Walaupun dsh tampak seperti
PKPP SLTP
RAHASIA
perilaku suicide namun dsh memiliki pola yang berbeda dan tujuan yang berbeda
sehingga intervensi yang digunakan juga berbeda dengan kasus suicide (Mc. Dougall,
Amstrong, dan Trainor, 2010).
Beberapa macam tipe perilaku DSH dapat berupa melukai kulit, membakar kulit,
menjedugkan kepala, meninju sesuatu, memotong alat kelamin, bahkan memotong
lidah ataupun telinga. Perilaku DSH seringkali muncul di usia remaja dan biasanya
masih dalam level ringan, namun tidak menutup kemungkinan adanya resiko untuk
melakukan suicide / bunuh diri (Hawton et al., 2003; Owens et al., 2002) dalam
(Mikolajczak, Petrides, dan Hurry, 2009).
Merujuk pada teori tersebut, perilaku DSH klien yang terjadi masih dalam level
ringan (menyilet dan mencakar lengan, serta menjedugkan kepala, memukul tembok
dengan kepalan tangan, dan sengaja tidak makan hingga ia sakit) dan ia melakukannya
tanpa ada keinginan untuk bunuh diri. Secara teori dan hasil penelitian, self-harm
merupakan salah satu strategi regulasi emosi (Chapman, Gratz, & Brown, 2006; Gratz,
2000; Kleindienst et al., 2008; Linehan,1993) dalam (Mikolajczak, Petrides, dan Hurry,
2009). Sama seperti pada kasus klien dimana self-harm merupakan cara klien untuk
menghukum dirinya sendiri.
Hasil penelitian Kaplan (2009) juga menggarisbawahi bahwa motif seseorang
melakukan dsh dikarenakan dsh sebagai bentuk self-punishment (menghukum diri
sendiri) untuk menghilangkan perasaan bersalah atau perasaan tidak berharga. Selain
itu, self-harm digunakan sebagai suatu usaha untuk mendapatkan simpati atau ampunan
dari oranglain; usaha untuk melampiaskan kemarahan sebelum melakukan hal yang
lebih buruk (agresi ataupun konsumsi narkoba); sebagai pelarian diri dari tekanan psikis
terutama ketika strategi lainnya tidak memuaskan hati individu misalkan seperti
membolos sekolah ataupun anorexia nervosa; berusaha membuat oranglain
bertanggungjawab atas yg terjadi pada dirinya; adanya tekanan komunikasi dalam
situasi konflik dimana individu membutuhkan perhatian dari orang yang ia benci, atau
yang ia takuti, berharap dibantu oleh orang yang ia marahi.
Bagan dinamika psikologis klien
Kondisi keluarga
Ibu menikah dengan ayah tiri saat klien berusia 10 tahun (setahun setelah ayah
kandung klien meninggal)
Ibu yang memperhatikan dan memenuhi kebutuhan klien
Ayah tiri yang cuek, tidak memperhatikan dan bertanggungjawab terhadap klien
beserta adik-adiknya
Ayah tiri memarahi klien tanpa ia tahu permasalahan sebenarnya
Ayah tiri tidak menunjukkan kasih sayang sebagai ayah yang baikterhadap klien
Ibu membenarkan perilaku ayah tiri
PKPP SLTP
10
Ibu marah
atas perilaku nakal klien
Ayah kandung
meninggal saat
klien berusia 9
tahun
RAHASIA
Pengaruh dari
lingkungan sosial
Teman yang membawa
pengaruh buruk
Teman yang
memperhatikannya
dan mengajaknya
bersenang-senang
Sangat
merindukan keberadaan
keputusan
seorang ayah yang memberikan
Merasa tidak berdaya
kasih sayang serta
Tidak memiliki sesuatu yang pantas
Prestasi sekolah menurun
bertanggungjawab terhadap
dibanggakan
Bolos sekolah
keluarga
Mudah menyerah dengan keadaan
Tidak mengerjakan tugas sekolah
Berbuat gaduh di kelas
Tidak naik kelas
Sering melamun saat belajar
Kecenderungan untuk self-harm
Cenderung
diridari
sendiri
dengansosial
mencakar
Cenderung menyakiti
menarik diri
lingkungan
sebagai bentuk kontrol emosi yang
lengan, menyilet
lengan,
menjedugkan
kepala
ke dalam tabel SORC
Analisa
permasalahan
klien
terlihat
ini :
Menghindar
untukfungsi
berinteraksi
dengan ayah
tiri
rendahberikut
(mengalihkan
kesedihan pada
tembok,
meninju
tembok,
sengaja
tidak
makan
Sering sesak di dada, lemas, tidak bersemangat
stimulus
organism
response rasa sakit fisik)
consequences
Ayah tiri tidak
Tidak senang dengan
Menghindar untuk Hubungan anak dengan
memberikan perhatian keberadaan ayah tiri.
berinteraksi dengan ayah tiri jauh dan tidak
Membutuhkan
perhatian
dan tanggungjawab
ayah tiri
harmonis.
dan
kasih
sayang
dari
ayah.
Merasa tidak memiliki
terhadap anak
Sangat kehilangan kasih
ayah.
sayang ayah kandung.
Meninggalnya ayah
Sering melamun
Prestasi akademik terus
Mudah
sedih
dan
terpuruk.
kandung
saat belajar karena menurun.
Sangat merasa bersalah.
Puas dan lega setelah
memikirkan
Merasa dada sesak, lemas,
melakukan self-harm
kehadiran ayah.
dan
tidak
bersemangat.
(menyakiti diri sendiri).
Ibu marah besar atas
Sering menyakiti
Cenderung mudah
perilaku klien
diri sendiri
menyerah dengan keadaan.
Sensitif dan peka perasaan.
Meyakini dengan menyakiti
diri sendiri dapat
mengurangi stres
Analisa kekuatan dan kelemahan klien digambarkan dalam tabel berikut :
Kekuatan
PKPP SLTP
Kelemahan subyek
11
RAHASIA
Senang menyendiri
Masih tergantung dengan bantuan orang lain
Merasa mudah bersalah sehingga menyerah
dengan keadaan
Merasa tidak memiliki sesuatu yang dapat
dibanggakan
Cenderung menyakiti diri sendiri
Kelemahan
Ayah tiri klien yang tidak memperlihatkan
perhatian dan kasih sayangnya.
INTERVENSI
1. Tujuan intervensi
Tujuan dari intervensi adalah menghilangkan pemikiran klien bahwa perilaku
self-harm dapat mengurangi emosi negatif yang ia rasakan. Capaian dari intervensi
adalah klien mampu mengekspresikan emosi negatif pada hal-hal positif dan lebih
menyenangkan.
Tujuan intervensi pada ibu klien dan ayah tiri yaitu dapat bersama-sama
memperhatikan klien baik saat klien senang maupun sedih. Capaian dari intervensi
PKPP SLTP
12
RAHASIA
mengenali emosi dan mengekspresikannya dengan cara yang baik walaupun berada
dalam situasi yang memancing emosi.
Emosi merupakan dasar dari diri dan penentu seseorang dalam meregulasi
dirinya ( Greenberg, 2010). Emosi merupakan bentuk dari pemrosesan informasi dan
kesiapan sikap seseorang dalam menciptakan kesejahteraan hidupnya. Kontrol emosi
berkaitan erat dengan regulasi emosi karena kedua hal tersebut secara umum
digunakan untuk merujuk pada kemampuan seseorang untuk meregulasi diri dalam
ranah emosi. Regulasi emosi dan coping merupakan dua hal yang harus dipelajari
seseorang dalam kehidupannya. Konsep regulasi emosi adalah suatu proses otomatis
dan dikontrol individu saat mengalami emosi. Dengan demikian, ketika individu
PKPP SLTP
13
RAHASIA
14
RAHASIA
PKPP SLTP
15
RAHASIA
Thought
Ia tidak diperhatikan ayah tiri dengan kasih sayang
Ibu sering membenarkan perilaku ayah tiri
Dengan menyakiti diri sendiri dapat mengurangi emosi negatifnya
Perilaku self-harm menjadi hukuman untuk dirinya sendiri atas kesalahan yang ia perbuat
Physical sensation
Sesak di dada
Lemas dan lelah
Tidak bersemangat/bergairah
Feeling
Sedih, kecewa, marah
Tidak mampu menerima keadaan
Behavior
Perilaku self-harm
Kurang sopan dan santun terhadap oranglain
Tidak acuh (cuek) dengan keberadaan ayah tiri
Menarik diri dari lingkungan sosial
PKPP SLTP
Outcome
16
Prestasi akademik menurun
Menjadi individu yang tidak berguna
Menyerah dengan keadaan
RAHASIA
Kegiatan
- Emotional
awareness
(kesadaran emosi)
- Ekspresi emosi
- Psikoedukasi &
setting goal
- Regulasi emosi
- Refleksi emosi
- Transformasi
emosi
17
Pelaksanaa
n
Minggu
pertama
Januari 2012
Minggu
kedua
Januari 2012
Minggu
ketiga
Januari 2012
RAHASIA
Kegiatan
- Psikoedukasi
3.
Kegiatan
- Psikoedukasi
- Pelaksanaan
proses
intervensi
- Evaluasi
PKPP SLTP
Langkah-langkah
Menyampaikan hal-hal positif dan potensi yang dimiliki subyek.
Menyampaikan dinamika psikologi subyek hingga perilaku self-harm
muncul dalam diri klien.
Memberikan gambaran pada ibu pentingnya kehadiran ayah dan
peran ayah dalam perkembangan emosi anak.
Mengajak ibu untuk bersama-sama mencari jalan alternatif agar
subyek dapat merasa nyaman di dalam keluarga.
Waktu
minggu
pertama
November
2011
Pelaksanaan intervensi
Intervensi pada ibu klien
Uraian
Ibu memahami mengenai hal-hal positif dan potensi yang
dimiliki subyek.
Ibu memahami dinamika psikologi subyek hingga perilaku
kontrol emosi rendah subyek muncul.
Praktikan membantu ibu untuk mencari jalan alternatif agar
subyek dapat merasa nyaman di dalam keluarga.
Ibu menerima dengan baik mengenai gambaran akan pentingnya
peran ayah dalam suatu keluarga.
Ibu bersedia mengkomunikasikan permasalahan yang dialami
subyek dan pencarian jalan keluar dengan ayah. Ibu meyakini
bahwa ayah tiri akan berubah sikap untuk lebih memperhatikan
keadaan psikologis subyek.
Ibu diberi kesempatan selama dua minggu untuk
mengkomunikasikan permasalahan subyek pada ayah tiri.
Waktu
9 November
2011, pukul
11.00-13.00
di rumah subyek.
Ibu melihat ada perubahan sikap ayah tiri kepada subyek, akan
tetapi subyek belum memperlihatkan perubahan sikapnya untuk
lebih menerima ayah tirinya.
2 Desember 2011,
pukul 11.00-13.00
di rumah subyek.
18
RAHASIA
- Regulasi emosi
- Refleksi emosi
- Transformasi
emosi
PKPP SLTP
Uraian
Subyek mengungkapkan dan menuliskan kejadiankejadian yang menyebabkan subyek menjadi marah,
sedih, bersalah.
Subyek bersedia mengisi lembar kerja mengenai
peristiwa yang terjadi dan pandangan tentang dirinya
saat peristiwa negatif itu terjadi.
Subyek memahami dinamika terjadinya perilaku
menyakiti diri sendiri.
Subyek menuliskan tujuan yang akan dicapai dalam
proses.
Subyek menuliskan mengenai manfaat dan kerugian
melakukan self-harm dan memelihara emosi
negatifnya.
Subyek mencoba melakukan relaksasi dengan
membaca panduan.
Subyek mengisi lembar mood check.
Lembar mood check digunakan saat subyek mulai
merasaka emosi negatif dan di gunakan lagi saat
subyek sudah melakukan relaksasi.
Subyek diberi kesempatan untuk melakukan refleksi
emosi dengan menulis pada buku hariannya.
Subyek diberi kesempatan untuk melakukan hal-hal
positif (katarsis emosi positif) saat emosi negatif
subyek muncul.
Subyek merasa nyaman dan menjadi lebih tenang
setelah melakukan katarsis emosi positif.
Subyek mengaku ayah tiri sudah merubah sikap
menjadi lebih sedikit perhatian dan ramah pada
subyek.
Subyek merasa senang mampu menerima
kekurangan yang terjadi dalam keluarganya.
Subyek mampu mengekspresikan emosinya dengan
cara lebih positif, sehingga subyek kembali
19
Pelaksanaan
7 Januari 2012,
pukul 13.0015.30, di
restoran.
15 Januari
2012, pukul 1012.00, di
rumah.
29 Januari 2012.
10.00-12.00. di
rumah.
RAHASIA
Thought
Ia sudah diperhatikan ayah tiri dengan kasih sayang
Ibu lebih bijaksana dalam menengahi hubungan klien dengan ayah tiri
Banyak berpikir positif
Physical sensation
Lelah fisik
Bersemangat
Feeling
Sudah mampu menerima keadaan
Sedih, marah
dengan suara keras, mendengarkan lagu, menangis, menulis di buku diary, melihat pertandingan b
RAHASIA
Awalnya klien mudah terpancing emosinya, mudah jutek/bad mood , saat ini ia
sudah mampu untuk meregulasi kembali suasana hatinya agar tidak mudah
terpancing emosi. Ia sering mengambil napas panjang dan relaksasi saat emosi mulai
muncul. Ia berusaha untuk tidak melakukan self-harm. Ia lebih sering berpikir positif
terhadap sesuatu hal yang terjadi padanya.
Ketika klien merasakan emosi negatif dalam dirinya, ia mengekspresikannya
dengan cara yang adaptif seperti menyanyi dengan suara keras, mendengarkan lagu,
menangis, menulis di buku diary, melihat pertandingan basket, menonton TV
komedi sehingga ia dapat tertawa. Semua yang dilakukannya membuatnya senang
dan terhindar dari perilaku self-harm.
Klien juga merasakan adanya perubahan sikap ayah tiri kepadanya. Ayah tiri
menjadi lebih memperhatikan klien, berkata dengan intonasi dan kata-kata yang
nyaman di dengar, lebih banyak mengajak ngobrol dirinya. Klien merasa banyak
perubahan positif terjadi dalam dirinya. Klien menjadi lebih fokus dalam mengejar
prestasi sekolahnya kembali. Ibu klien juga merasakan perubahan positif yang
terjadi pada diri klien. Ibu melihat hubungan klien dengan ayah tirinya mulai
membaik, komunikasi yang positif mulai terjalin diantara ayah tiri dan klien. Klien
menjadi remaja yang ceria dan tidak banyak murung.
Guru di sekolah menambahkan bahwa klien sudah tertib dalam menyelesaikan
tugas sekolah. Nilai mata pelajaran juga meningkat lebih baik. Klien lebih fokus
dalam memperhatikan guru saat proses belajar mengajar berlangsung.
VI.
REKOMENDASI
Klien adalah remaja yang cenderung mudah marah dengan yang terjadi di
lingkungan sekitarnya. Sikap klien yang awalnya mudah menyerah dan merasa gagal
berdampak buruk pada perkembangan akademik serta perkembangan emosinya. Ia
cenderung melakukan self-harm saat ia sedih dan terpuruk. Setelah proses intervensi,
terjadi perubahan positif dalam diri klien. Saran untuk orang tua, terutama ayah tiri,
sehendaknya dapat terus memberikan perhatian dan kasih sayang terhadap klien
sehingga klien merasa nyaman dan mendapatkan kembali sosok seorang ayah yang
telah hilang selama ini. Kedua orangtua juga sehendaknya tetap menjaga kehangatan
dalam keluarga serta memberi penguatan positif terhadap perubahan perilaku klien
sekecil apapun.
Klien juga disarankan untuk tetap menjaga ekspresi emosinya dengan melakukan
hal-hal yang adaptif dan membuatnya senang, sehingga ia terhindar dari perilaku self-
PKPP SLTP
21
RAHASIA
harm. Dengan demikian, hubungan orangtua dan klien dapat terjalin harmonis dan
prestasi klien meningkat menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Andayani, B. & Koentjoro. 2004. Psikologi Keluarga : Peran Ayah Menuju Coparenting.
Surabaya : CV. Citra Media.
Arnold, Chandler. 1998. Children and Stepfamilies : A Snapshot. Center for law and Social
Policy, (202), 328-5140, diunduh dari www.clasp.org
Brown, C.L. 2011. The Effects of Parental Conflict and Close Friendships on Emotion
Regulation in Adolescence. Distinguished Majors Thesis University of Virginia,
diunduh dari www.virginia.edu
Kokkonen. M. & Pulkinen, L. 1999. Emotion regulation strategies in relation to personality
characteristics indicating low and high self-control of emotions. Personality and
Individual Differences, 27, 913-932. diunduh dari www.elsevier.com
PKPP SLTP
22
RAHASIA
Slee. N., Garnefski. N., Spinhoven. P., Arensman. E. (2008). The Influence of Cogntitive
Emotion Regulation Strategies and Depression Severity on Deliberate Self-Harm.
Suicide Life-Threatening Behavior. The American Association of Suicidology.
ProQuest Research Library, (38)3, 274-286.
Retnowati S, Widhiarso W, Rohmani K. 2003. Peranan Keberfungsian Keluarga Pada
Pemahaman Dan Pengungkapan Emosi. Jurnal. Yogyakarta: Fakultas Psikologi
UGM.
McDougall. T., Amstrong. M., Trainor. G. 2010. Helping Children and Young People Who
Self-harm. An introduction to self-harming and suicidal behaviours for health
professionals. New York : Rouledge.
Greenberg. L. S. 2007. Emotion-Focused Therapy: A Video Demonstration Over Six
Sessions Emotion-Focused Therapy Over Time. Psychological Association Psychotherapy
Video Series VII. American Psychological Association, vol. 52 (17).
Greenberg. L. S. 2010. Emotion-Focused Therapy: A Clinical Synthesis. Articles. Diunduh
dari http://www.emotionfocusedclinic.org/EFTArticlesandChapters.htm
Santrock...
Mikolajczak. M., Petrides. K. V., Hurry. J. 2009. Adolescents choosing self-harm as an
emotion regulation strategy : The protective role of trait emotional intelligence.
British journal of clinical psychology, (48), 181-193. The british psychological
society. Diunduh dari www.bpsjournals.co.uk
Wilding. C., Milne. A. 2008. Teach yourself : Cognitive Behavioral Therapy. USA :
McGraw-Hill
Greenberg. L. S., Watson. J. C. 2006. Emotion focused therapy for depression. Washington,
DC : American Psycologycal Association
PKPP SLTP
23