Pendekatan Kontekstual Dalam Arsitektur Frank Lloyd Wright-Titiani Widati
Pendekatan Kontekstual Dalam Arsitektur Frank Lloyd Wright-Titiani Widati
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dampak yang timbul akibat revolusi industri (1880-1890) ini di antaranya adalah timbulnya sistem
fabrikasi. Sistem fabrikasi tersebut memungkinkan pembangunan dalam waktu yang relatif
singkat. Hal ini semakin berkembang pesat setelah Perang Dunia ke II yang menuntut
pembangunan secara cepat dan murah. Dipengaruhi terutama oleh berkembangnya arsitektur
modern, dilanjutkan dengan muncul dan berkembangnya gaya yang disebut arsitektur modern
internasional, bangunan-bangunan yang muncul mempunyai gaya yang hampir sama meskipun
di berbagai tempat yang berbeda, terkadang tidak memperhatikan kondisi lokal lingkungan
sekitar.
Munculnya gerakan kontekstual dan memperkenalkan diri sebagai metoda pengobatan
lingkungan yang semakin senjang dalam dunia arsitektur dan lingkungannya, yaitu lingkungan
yang semakin putus dengan sejarah ataupun akar budayanya. Bagian demi bagian dari
lingkungan itu seolah-olah melangkah sendiri-sendiri kearah tujuan masing-masing, ke luar dari
bingkai komunitas yang sudah menjadi sejarah.
Di lain pihak, Frank Lloyd Wright yang merupakan arsitek yang berkarya di masa arsitektur
modern, telah mengembangkan pendekatan kontekstual dalam Arsitektur Organik-nya bahkan
sejak awal masa ia mulai berkarier.
Tujuan Penelitian
Peneliti melihat Frank Lloyd Wright memiliki pemikiran yang sangat maju dan kompatibel sampai
masa sekarang. Gerakan dan pedekatan kontekstual yang muncul sebagai respon kegagalan
arsitektur modern internasional telah diterapkan dalam merancang karya-karya arsitektur Wright
sejak lama. Dalam hal ini, peneliti ingin melihat lebih jauh, bagaimana strategi dan penerapan
pendekatan kontekstual yang dilakukan oleh Frank Lloyd Wright dalam Arsitektur Organik.
1
38
39
40
Tanggapan terhadap konteks lingkungan meliputi : gaya arsitektur lokal, struktur lingkungan fisik,
iklim dan budaya masyarakat.
Janis Taurens (2004), istilah konteks yang dipahami tidak hanya sebagai konteks spasial dan
ekspresi arsitektur, tetapi yang lebih besar dan lebih luas lagi. Pertama, ini merupakan konteks
spasial yang dalam interpretasi arsitektur terlihat tidak hanya biasa. Ini bisa berarti: (1)bangunan
khusus yang dilihat dalam kaitannya dengan bangunan lain, (2)bangunan khusus yang dilihat
dalam kaitannya dengan visual alam sekitar, (3)unsur khusus bangunan yang dilihat dalam
kaitannya dengan semua unsur lain dari bangunannya, (4) hubungan antara luar dan dalam
bangunan.
Terdapat beberapa Pendekatan Kontekstual dalam perancangan arsitektur yaitu : (1).
Pendekatan Budaya (Cultural Respect), (2). Pendekatan Alam (Nature), (3) Pendekatan Urban
(Urban Context), dan (4) Pendekatan Fisik Bangunan (Physical Respect).
Skema 28.
Parameter Pendekatan Kontekstual
Sumber : Rekonstruksi Peneliti, 2014 berdasarkan Alhamdani (2010)
41
Berkaitan dengan hubungan karya arstektur dengan budaya dan sejarah masyarakat, arsitektur
Frank Lloyd Wright juga menghargai aspek budaya dan sejarah lokal. Hal itu telah terbukti oleh
sikap dan pemikiran yang ia cetuskan. Ia tidak memasukkan arsitektur klasik Eropa ke dalam
arsitekturnya (seperti trend di akhir abad 19 dan awal 20), namun berupaya menggali ide-ide
indigenous atau asli yang berakar dari tempat arsitektur itu berada, misalnya arsitektur kuno
mesoamerika dan arsitektur Jepang.
Berdasarkan temuan peneliti dan Alhamdani (2010), peneliti menggunakan 4 elemen dalam
parameter Kontekstual untuk menganalisis karya asitektur Frank Lloyd Wright, yaitu (1)
Pendekatan Alam, (2) Pendekatan Budaya, (3) Pendekatan Fisik Bangunan dan (4) Pendekatan
Urban.
Dari analisis yang telah dilakukan, peneliti dapat melihat adanya konsistensi penerapan
pendekatan kontekstual dalam Arsitektur Frank Lloyd Wright. Bahwa ternyata kontekstual
memang diaplikasikan ke dalam karya-karya arsitektur Frank Loyd Wright.
Periode karya-karya Arsitektur Frank Lloyd Wright yang dibahas oleh peneliti disusun sebagai
berikut :
A. Tahun 1900-1910 : periode Prairie Style. Rumah-rumah Prairie Style sangat Kontekstual,
terutama terhadap kondisi tapak spesifik, seperti letak tapak terhadap lingkungan dan
potensi view, dan iklim seperti potensi cahaya matahari dan angin. Sebagai respon terhadap
kondisi iklim, Wright menerapkan pencahayaan dan penghawaan pasif, pembayangan serta
sistem pemanasan ruangan yang semuanya terintegrasi dalam desain. Rumah Prairie juga
Kontekstual dari segi bentuk yang dominan dengan garis-garis horizontal terinspirasi oleh
kondisi alam lokal Amerika, yaitu padang rumput. Namun, jika dilihat dari hubungan
bangunan dengan lingkungan ketetanggaan (neighborhood), rumah-rumah Prairie ini sangat
berbeda bentuknya dari rumah tetangga, kontras dan mencolok.
B. Tahun 1911-1930 : Terbagi dalam tiga kelompok periode, yaitu :
(1) Tahun 1911-1920, periode menuju Textile Concrete Block, Hollyhock House milik Aline
Barnsdall (1917-1919) adalah karya pada periode ini.
(2) Tahun 1920-1924, periode Textile Concrete Block, ditandai dengan terbangunnya
empat rumah textile concrete block, yaitu Millard House La Miniatura, Storer House,
Freeman House dan Ennis House (yang dibahas dalam analisis).
(3) Tahun 1911-1930, periode Arsitektur Organik, yaitu dibangunnya Taliesin Wisconsin,
rumah sekaligus studio Frank Lloyd Wright setelah masa Prairie Style berakhir. Disini
Frank Lloyd Wright memunculkan, mengembangkan dan memapankan ide-ide
Arsitektur Organik.
Karya-karya pada periode ini (1911-1930) sangat Kontekstual terhadap kondisi tapak
spesifik dan iklim. Taliesin Wisconsin merupakan contohnya. Wright mengatakan bahwa
bangunan itu tidak boleh berada di atas bukit, karena akan menghilangkan bukit itu, bukit
dibiarkan dan berintegrasi dengan bangunan. Dalam membangun rumahnya, ia
menggunakan batu lokal, yang ditempatkan sedemikian rupa sehingga nampak seolah
tumbuh dari tanah. Taliesin seolah dimiliki oleh tapaknya, tak dapat dibayangkan bisa
dibangun di tempat yang lain.
Kelokalan juga tampak pada penggalian ide-ide bentuk yang berasal dari sejarah dan masa
lalu lokal Amerika, yaitu pada Hollyhock House, dan empat rumah Textile Concrete Block.
Bangunan-bangunan ini terinspirasi oleh sisa-sisa peradaban Maya (Pre-Columbia
Mesoamerika), kadang disebut juga Mayan Revival Style.
42
C. Tahun 1930-1940an : periode Arsitektur Organik dan Usonian. Fallingwater dan Taliesin
Arizona merupakan contoh karya arsitektur sangat Kontekstual terhadap kondisi tapak
spesifik, kondisi lingkungan dan iklim, dimana sikap yang responsif terhadap lingkungan
tersebut menghasilkan desain yang dramatis dan ekspresif, namun sekaligus juga jujur.
Kelokalan juga tampak pada pemilihan dan penggunaan material lokal yang diambil dari
lingkungan sekitar tapak. Rumah-rumah Usonian yang banyak dibangun Wright sejak tahun
1932 juga menerapkan sikap yang sama, yaitu Kontektual terhadap kondisi spesifik tapak
dan iklim, juga merupakan penyederhanaan Prairie Style yang mewah.
D. Tahun 1940an-1959 : periode Arsitektur Organik (dengan hemicycle design).
Kontekstual masih dengan konsisten diterapkan, misalnya pada rumah Usonian Herbert
Jacobs II, yang selain menggunakan bentuk hemicycle dalam desainnya, juga sangat
kontekstual dan lokal, responsif terutama terhadap kondisi fisik tapak, alam dan iklim.
Peneliti dapat melihat bahwa elemen dan aspek yang dimasukkan atau disatukan dengan
bangunan, antara arsitektur Postmodern dan arsitektur Frank Lloyd Wright memiliki
kesamaan, yaitu Struktur fisik lingkungan; Langgam arsitektur lokal; Iklim; dan Budaya
masyarakat. Namun, dalam penerapannya terdapat perbedaan. Nampaknya arsitektur
Postmodern lebih ke arah memasukkan aspek sejarah dan budaya lokal serta bergerak
dalam konteks urban, memasukkan elemen-elemen dari lingkungan ketetanggaan
(neighborhood) dalam arsitekturnya. Sedangkan arsitektur Frank Lloyd Wright lebih
cenderung ke arah meyatukan lingkungan fisik alam (tapak) dengan bangunan. Arsitektur
Organik Frank Lloyd Wright menggali budaya lokal dan memori masa lalu lokal dimana
arsitektur itu berada, namun tidak banyak memasukkan elemen dari lingkungan
ketetanggaan ke dalam bangunannya, bahkan bangunannya cenderung berbeda dari
bangunan-bangunan sekitar.
Tabel 6.
Persamaan dan perbedaan aplikasi pendekatan Kontekstual pada arsitektur Postmodern
dan Organik Frank Lloyd Wright
No.
A.
1.
2.
B.
1.
2.
3.
43
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan kontekstual dalam Arsitektur
Frank Lloyd Wright teraplikasikan secara konsisten ke dalam karya-karya arsitekturnya.
Pada setiap karya Frank Lloyd Wright, Kontekstual secara konsisten diterapkan pada setiap
karya, meskipun tingkat atau kadar penerapannya bervariasi (ada yang rendah dan tinggi)
tergantung pada kondisi tapak dan lingkungan, serta permintaan pada desain.
DAFTAR PUSTAKA
Alhamdani, M. Ridha, 2010, Strategi dan Aplikasi Pendekatan Kontekstual dalam Perancangan
Karya Arsitektural Renzo Piano (tesis), Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta
Brolin, B.C, (1980), Architecture In Context, Fitting New Buildings with Old, Van Nostrand
Reinhold Company, Melbourne
Dwijendra, K.A, (2009), Tokoh Arsitek Dunia dan Karyanya, Udayana University press, Denpasar
Ikhwanuddin, (2004), Postmodernisme di Dalam Arsitektur. Kajian Konsep dan Metoda
Perancangan Formal (tesis), Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Jenks, Charles, (1977), The language of Post-Modern Architecture, Academy Edition, London
Jencks, Charles, (1980), Late-Modern Architecture, Academy Edition, London
McCarter, Robert, 2006, Frank Lloyd Wright : Critical Lives, Reaktion Book Ltd, London
Sumalyo, Y, (1997), Arsitektur Modern, Akhir Abad XIX dan Abad XX, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta
Wolfords, J, (2004), Architectural Contextualism in Twentieth Century, With Particular References
To The Architects E.Fay Jones and John Carl Warnecke (desertation), Georgia Institute of
Technology
Wright, Frank Lloyd, 1953, The Future of Architecture, New American Library, New York
Wright, Frank Lloyd, 1955, An American Architecture: Frank Lloyd Wright, Horizon Press, New
York
44