Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Analisis
Rangkaian Listrik
Jilid 2
darpublic
Analisis
Rangkaian Listrik
Jilid 2
(Analisis Transien, Analisis Menggunakan
Transformasi Laplace, Tanggapan Frekuensi,
Analisis Menggunakan Transformasi Fourier)
oleh
Sudaryatno Sudirham
e-mail: darpublic@yahoo.com
Alamat pos: Kanayakan D-30, Komp ITB, Bandung, 40135.
Fax: (62) (22) 2534117
Pengantar
Buku ini adalah jilid ke-dua dari satu seri pembahasan analisis rangkaian
listrik. Penataan ulang serta penambahan penjelasan penulis lakukan
terhadap buku yang diterbitkan tahun 2002.
Buku jilid ke-dua ini berisi materi lanjutan, ditujukan kepada pembaca
yang telah mempelajari materi di buku jilid pertama. Pokok bahasan
disajikan dalam sebelas bab. Dalam dua bab pertama bahasan kembali ke
kawasan waktu dengan pokok bahasan tentang analisis transien pada
sistem orde pertama dan sistem orde ke-dua. Pokok bahasan dalam tujuh
bab berikutnya adalah mengenai analisis rangkaian menggunakan
transformasi Laplace, yang dapat digunakan untuk analisis keadaan
mantap maupun transien; bahasan ini mencakup dasar-dasar transformasi
Laplace sampai ke aplikasinya, yang kemudian dilanjutkan dengan
pembahasan mengenai fungsi alih dan tanggapan frekuensi, serta
pengenalan pada sistemtermasuk persamaan ruang status. Dua bab
terakhir membahas analisis rangkaian listrik menggunakan transformasi
Fourier. Pengetahuan tentang aplikasi transformasi Fourier dalam
analisis akan memperluas pemahaman mengenai tanggapan frekuensi,
baik mengenai perilaku sinyal itu sendiri maupuan rangkaiannya.
Lanjutan pembahasan analisis rangkaian listrik akan disajikan di jilid ketiga, yang akan meliputi rangkaian pemroses energi serta analisis
harmonisa di mana sinyal dipandang sebagai suatu spektrum.
Mudah-mudahan sajian ini bermanfaat bagi para pembaca. Saran dan
usulan para pembaca untuk perbaikan dalam publikasi selanjutnya, sangat
penulis harapkan.
Bandung, 26 Juli 2010
Wassalam,
Penulis.
iii
Dari Mini-Encyclopdie
France Loisirs
ISBN 2-7242-1551-6
Daftar Isi
Kata Pengantar
iii
Daftar Isi
195
Balik.
237
Indeks
239
Biodata
241
vi
BAB 1
Analisis Transien di Kawasan Waktu
Rangkaian Orde Pertama
Yang dimaksud dengan analisis transien adalah analisis rangkaian yang
sedang dalam keadaan peralihan atau keadaan transien. Gejala transien
atau gejala peralihan merupakan salah satu peristiwa dalam rangkaian
listrik yang perlu kita perhatikan. Peristiwa ini biasanya berlangsung
hanya beberapa saat namun jika tidak ditangani secara baik dapat
menyebabkan terjadinya hal-hal yang sangat merugikan berupa
kerusakan peralatan.
Dalam sistem penyaluran energi, pemutusan dan penyambungan
rangkaian merupakan hal yang sering terjadi. Operasi-operasi tersebut
dapat menyebabkan terjadinya lonjakan tegangan yang biasa disebut
tegangan lebih. Tegangan lebih pada sistem juga terjadi manakala ada
sambaran petir yang mengimbaskan tegangan pada saluran transmisi.
Tegangan lebih seperti ini akan merambat sepanjang saluran transmisi
berbentuk gelombang berjalan dan akan sampai ke beban-beban yang
terhubung pada sistem tersebut. Piranti-piranti elektronik akan menderita
karenanya. Di samping melalui saluran transmisi, sambaran petir juga
mengimbaskan tegangan secara induktif maupun kapasitif pada
peralatan-peralatan. Semua kejadian itu merupakan peristiwa-peristiwa
peralihan.
Kita mengetahui bahwa kapasitor dan induktor adalah piranti-piranti
dinamis dan rangkaian yang mengandung piranti-piranti jenis ini kita
sebut rangkaian dinamis. Piranti dinamis mempunyai kemampuan untuk
menyimpan energi dan melepaskan energi yang telah disimpan
sebelumnya. Hal demikian tidak terjadi pada resistor, yang hanya dapat
menyerap energi. Oleh karena itu, pada waktu terjadi operasi penutupan
ataupun pemutusan rangkaian, perilaku rangkaian yang mengandung
kapasitor maupun induktor berbeda dengan rangkaian yang hanya
mengandung resistor saja.
Karena hubungan antara arus dan tegangan pada induktor maupun
kapasitor merupakan hubungan linier diferensial, maka persamaan
rangkaian yang mengandung elemen-elemen ini juga merupakan
persamaan diferensial. Persamaan diferensial ini dapat berupa persamaan
1
v s + iR + v = v s + RC
dv
dv
+ v = vs
+ v = 0 atau RC
dt
dt
(1.1)
di
+ Ri = v s
dt
(1.2)
dy
+ by = x(t )
dt
(1.3)
dy
+ by = 0
dt
(1.4)
Hal ini dapat difahami karena jika fungsi x1 memenuhi (1.3) dan fungsi
x2 memenuhi (1.4), maka y = (x1+x2) akan memenuhi (1.3) sebab
dy
d (x1 + x2 )
dx
dx
+ by = a
+ b( x1 + x2 ) = a 1 + bx1 + a 2 + bx2
dt
dt
dt
dt
dx1
=a
+ bx1 + 0
dt
Jadi y = (x1+x2) adalah solusi dari (1.3), dan kita sebut solusi total.
1.2.1. Tanggapan Alami, Tanggapan Paksa, Tanggapan Lengkap
Dalam rangkaian listrik, solusi total persamaan diferensial (1.3)
merupakan tanggapan lengkap (complete response) rangkaian, yang
tidak lain adalah keluaran (tanggapan) rangkaian dalam kurun waktu
setelah terjadi perubahan, atau kita katakan untuk t > 0. Tanggapan
lengkap ini terdiri dua komponen yaitu tanggapan alami dan tanggapan
paksa, sesuai dengan adanya solusi homogen dan solusi khusus dari (1.3).
Tanggapan alami adalah solusi homogen dari persamaan homogen (1.4);
disebut demikian karena ia merupakan tanggapan yang tidak ditentukan
oleh fungsi pemaksa x(t) karena x(t) = 0. Komponen ini ditentukan oleh
4
aK1se st + bK1e st = 0
atau
yK1(as + b ) = 0
(1.5)
Peubah y tidak mungkin bernilai nol untuk seluruh t dan K1 juga tidak
boleh bernilai nol karena hal itu akan membuat y bernilai nol untuk
seluruh t. Satu-satunya cara agar persamaan (1.5) terpenuhi adalah
as + b = 0
(1.6)
ya = K1e st = K1e (b / a ) t
(1.7)
mencari tanggapan paksa lebih dulu agar tanggapan lengkap dapat kita
peroleh untuk kemudian menerapkan kondisi awal tersebut.
Tanggapan Paksa. Tanggapan paksa dari (1.3) tergantung dari bentuk
fungsi pemaksa x(t). Seperti halnya dengan tanggapan alami, kita dapat
melakukan pendugaan pada tanggapan paksa. Bentuk tanggapan paksa
haruslah sedemikian rupa sehingga jika dimasukkan ke persamaan
rangkaian (1.3) maka ruas kiri dan ruas kanan persamaan itu akan
berisi bentuk fungsi yang sama. Jika tanggapan paksa kita sebut yp, maka
yp dan turunannya harus mempunyai bentuk sama agar hal tersebut
terpenuhi. Untuk berbagai bentuk fungsi pemaksa x(t), tanggapan paksa
dugaan yp adalah sebagai berikut.
Jika x(t ) = 0 , maka y p = 0
Jika x(t ) = A = konstan, maka y p = konstan = K
Jika x(t ) = Aet = eksponensial, maka y p = eksponensial = Ket
(1.8)
Jika x(t ) = A sin t , maka y p = K c cos t + K s sin t
Jika x(t ) = A cos t , maka y p = K c cos t + K s sin t
Perhatikan : y = K c cos t + K s sin t adalah bentuk umum
fungsi sinus maupun cosinus .
y = y p + y a = y p + K1e st
(1.9)
Pada solusi lengkap inilah kita dapat menerapkan kondisi awal yang akan
memberikan nilai K1.
Kondisi Awal. Peubah y adalah peubah status, bisa berupa tegangan
kapasitor vC atau arus induktor iL. Kondisi awal adalah nilai y pada t = 0+.
Sebagaimana telah kita pelajari di Bab-1, peubah status harus merupakan
fungsi kontinyu. Jadi, sesaat sesudah dan sesaat sebelum terjadi
perubahan pada t = 0, y harus bernilai sama. Dengan singkat dituliskan
(1.11)
Nilai y(0+) dan yp(0+) adalah tertentu (yaitu nilai pada t=0+). Jika kita
sebut
y (0+ ) y p (0+ ) = A0
(1.12)
y = y p + A0 e s t
(1.13)
y = y p + A0 e t /
(1.14)
bernilai nol. Hal ini kita lakukan karena kondisi awal harus diterapkan
pada tanggapan lengkap, sedangkan tanggapan lengkap harus terdiri dari
tanggapan alami dan tanggapan paksa (walaupun mungkin bernilai nol).
Kondisi awal tidak dapat diterapkan hanya pada tanggapan alami saja
atau tanggapan paksa saja.
1
+
v
2
10k
0.1F
Penyelesaian :
Karena S telah lama pada posisi 1,
maka kapasitor telah terisi penuh, arus +
iR
10k
kapasitor tidak lagi mengalir, dan v
0.1F
tegangan kapasitor sama dengan
tegangan sumber, yaitu 12 V; jadi v(0)
= 12 V. Setelah saklar dipindahkan ke posisi 2, kita mempunyai
rangkaian tanpa sumber (masukan) seperti di samping ini, yang akan
memberikan persamaan rangkaian tanpa fungsi pemaksa. Aplikasi
HTK pada rangkaian ini memberikan : v + iR R = 0 .
Karena iR = iC = C
dv
maka kita dapat menuliskan persamaan
dt
rangkaian sebagai :
v RC
dv
= 0 atau
dt
dv
1
+
v=0
dt RC
dv
+ 1000v = 0
dt
Inilah persamaan rangkaian untuk t > 0. Pada rangkaian ini tidak ada
fungsi pemaksa. Ini bisa dilihat dari gambar rangkaian ataupun dari
persamaan rangkaian yang ruas kanannya bernilai nol.
8
1 k
3 k
0.6 H
Penyelesaian :
Saklar S telah lama tertutup, berarti keadaan mantap telah tercapai.
Pada keadaan mantap ini tegangan induktor harus nol, karena
sumber berupa sumber tegangan konstan. Jadi resistor 3 k
terhubung singkat melalui induktor. Arus pada induktor dalam
keadaan mantap ini (sebelum saklar dibuka) sama dengan arus yang
50
= 50 mA . Setelah saklar
melalui resistor 1 k yaitu i (0 ) =
1000
dibuka, rangkaian tinggal induktor yang terhubung seri dengan
vA
+ i = 0 . Karena vA = vL
3000
di
1
= L di/dt, maka persamaan ini menjadi
0,6 + i = 0 atau
dt
3000
resistor 3 k. Untuk simpul A berlaku
0,6
di
+ 3000 i = 0
dt
A
+
10
1/6 F
+
v
5
Penyelesaian :
Dalam soal ini tidak tergambar jelas mengenai terjadinya perubahan
keadaan (penutupan saklar misalnya). Akan tetapi disebutkan bahwa
kondisi awal v(0+) = 10 V. Jadi kita memahami bahwa rangkaian ini
adalah rangkaian untuk keadaan pada t > 0 dengan kondisi awal
sebagaimana disebutkan.
Persamaan
tegangan
untuk
simpul
A
adalah
4i
1 1
= 0 atau 3v + 6i = 0 .
vA + + i
10
10 5
10
Persamaan karakteristik : s + 3 = 0 s = 3
Dugaan tanggapan alami : v a = A0 e 3 t
Dugaan tanggapan paksa : v p = 0
Dugaan tanggapan lengkap : v = v p + A0 e 3t
Kondisi awal : v(0 + ) = 10 V
Penerapan kondisi awal memberikan : 10 = 0 + A0
Tanggapan lengkap (tegangan kapasitor) menjadi : v = 10 e 3t V
Arus kapasitor : i = C
dv 1
= 10 (3)e 3t = 5 e 3t A
dt 6
CO;TOH-1.4:
A
Tentukanlah arus
induktor i(t) untuk t >
i
0 pada rangkaian di
samping ini jika
diketahui bahwa i(0+)
= 2 A.
+
0,5 iR
0,5 H
iR
3
Penyelesaian :
Sumber tegangan tak-bebas berada di antara dua simpul yang bukan
simpul referensi A dan B, dan kita jadikan simpul super. Dengan
mengambil i sebagai peubah sinyal, kita peroleh:
Simpul Super AB :
1 1
i + vB + = 0
3 2
6 i + 5vB = 0
4
v
v A v B = 0,5 iR = 0,5 B vB = v A
2
5
3 i + 2v A = 0
11
di
+ 3i = 0
dt
Persamaan karakteristik : s + 3 = 0 s = 3
Dugaan tanggapan alami : ia = A0e 3 t
Dugaan tanggapan paksa : i p = 0
Dugaan tanggapan lengkap : i = v p + A0e 3 t = 0 + A0e 3 t
Kondisi awal i(0+ ) = 2 A
Penerapan kondisi awal memberikan : 2 = 0 + A0
Tanggapan lengkap menjadi : i = 2 e 3 t A
1.5. Tanggapan Rangkaian Orde Pertama Terhadap Sinyal Anak
Tangga
Fungsi anak tangga, Au(t), adalah fungsi yang bernilai 0 untuk t < 0 dan
bernilai konstan A untuk t > 0. Masukan yang berupa tegangan dengan
bentuk gelombang sinyal anak tangga dapat digambarkan dengan sebuah
sumber tegangan konstan A V seri dengan saklar S yang ditutup pada t
=0 yang akan memberikan tegangan masukan vs=Au(t). Rangkaian
sumber ini dapat juga kita nyatakan dengan sebuah sumber tegangan
bebas vs=Au(t). Kedua cara ini sering digunakan dalam menyatakan
persoalan-persoalan rangkaian.
+
AV
+
vs
Au(t)V
+
vs
Jika kita hanya meninjau keadaan untuk t > 0 saja, maka masukan sinyal
anak tangga vs = Au(t) dapat kita tuliskan sebagai vs = A (konstan) tanpa
menuliskan faktor u(t) lagi.
i
S
CO;TOH-1.5: Saklar S pada
rangkaian di samping ini telah
lama pada posisi 1. Pada t = 0,
S dipindahkan ke posisi 2.
12
2
1
12V
10k
0,1F
+
v
12 + 104 i + v = 0 .
Karena i = iC = C dv/dt, maka persamaan tersebut menjadi
12 + 104 0,1 10 6
dv
+ v = 0 atau
dt
103
dv
+ v = 12
dt
Pemahaman :
a). Persamaan tegangan
kapasitor ini
menunjukkan perubahan
tegangan pada waktu ia
diisi, sebagaimana
terlihat pada gambar di
samping ini.
12
v
[V]
1212e1000t
t
0
0
0.002
0.004
13
i
+
12u(t)
V
10k
0,1F
+
v
Penyelesaian :
Aplikasi HTK pada rangkaian ini memberikan
dv
12u (t ) + 104 i + v = 0 103
+ v = 12u (t )
dt
Jika kita hanya meninjau keadaan untuk t > 0 saja, maka fungsi anak
tangga dapat kita tuliskan sebagai suatu nilai konstan tanpa
menuliskan u(t) lagi. Jadi persamaan rangkaian di atas menjadi
103
dv
+ v = 12
dt
14
1/30 F
Penyelesaian :
Persoalan menutup saklar ke posisi 1 adalah persoalan pengisian
kapasitor. Kita tidak membahasnya lagi, dan selain itu berapa lama
saklar ada di posisi 1 juga tidak dipermasalahkan. Informasi bahwa
saklar ditutup pada posisi 1 sampai arus mencapai 2,6 A
menunjukkan bahwa sesaat sebelum saklar dipindahkan ke posisi 2,
tegangan di simpul A (yang berarti pula tegangan pada kapasitor v),
telah
mencapai
nilai
tertentu
yaitu
v (0 ) = 50 15 2,6 = 11 V .
Setelah saklar ada di posisi 2, yaitu pada t > 0, persamaan tegangan
untuk simpul A adalah:
100
1 1
v A + + iC
= 0 atau
15
10
15
1
20
v + iC =
6
3
1
1 dv 20
v+
=
6
30 dt
3
atau
dv
+ 5v = 200
dt
15
Persamaan karakteristik : s + 5 = 0 s = 5
Dugaan tanggapan alami : va = A0e 5 t
Dugaan tanggapan paksa : v p = K 0 + 5K = 200 v p = 40
Dugaan tanggapan lengkap : v = v p + A0e 5t = 40 + A0e 5t
Kondisi awal v(0+ ) = v(0 ) = 11 V
Penerapan kondisi awal memberikan : 11 = 40 + A0 A0 = 29
Tanggapan lengkap menjadi : v = 40 29 e 5t V.
CO;TOH-1.8: Semula, rangkaian di berikut ini tidak mempunyai
simpanan energi awal. Pada t = 0 saklar S ditutup di posisi 1 selama
satu detik kemudian dipindah ke posisi 2. Carilah tegangan
kapasitor untuk t > 0.
S
2
1
+
150
A
iC
50 V
1/30 F
100
+
v
Penyelesaian :
Pada waktu saklar di posisi 1, persamaan tegangan simpul A adalah
1
50
1
=0
vA
+
+ iC
150
100
150
5 1 dv 100
v
=0
+
300 30 dt 300
v+2
16
dv
= 20
dt
dv
1
1
5 1 dv
=0
vA
+
=0 v+2
+ iC = 0 v
+
dt
dt
150
100
300
30
Tanggapan paksa : v p1 = 0
= 0 + A01e 0,5 (t 1) u (t 1)
Kondisi awal : v2 (1+ ) = v1 (1 ) = 7,9 V
Penerapan kondisi awal (t = 1+ ) : 7,9 = 0 + A01 A01 = 7,9
Tanggapan lengkap menjadi : v2 = 7,9 e 0,5 (t 1)u (t 1)
Pernyataan tanggapan lengkap untuk seluruh selang waktu adalah
17
10
(2020e0,5t){u(t)u(t1)}
7,9e0,5(t1) u(t1)
6
4
2
0
t
0
0.5
1.5
2.5
vs = 50u (t ) 50u (t 1) V
Kita dapat memandang masukan ini sebagai terdiri dari dua sumber
yaitu
18
150
50u(t1) V
50u(t) V
A
iC
100
+
v
1/30 F
1
50
1
+
=0
vA
+ iC
150
150 100
v+2
dv
= 20u (t )
dt
vo1 = 20 20 e 0,5 t u (t ) V
Untuk vs2 dengan peninjauan hanya pada t > 1, persamaan rangkaian
adalah
1
50
1
+
=0
vA
+ iC +
150
150 100
v+2
dv
= 20u (t 1)
dt
vo2 = 20 + 20 e 0,5 (t 1) u (t 1) V
Tanggapan total :
v = vo1 + vo2
= 20 20 e 0,5 t u (t ) + 20 + 20 e 0,5 (t 1) u (t 1) V
Hasil ini sama dengan yang telah diperoleh pada contoh-1.8.
19
y = A cos(t + )u (t )
(1.15.a)
Jika kita hanya meninjau keadaan untuk t > 0 saja, maka u(t) pada
(1.15.a) tidak perlu dituliskan lagi, sehingga pernyataan fungsi sinus
menjadi
y = A cos(t + )
(1.15.b)
As = A sin
(1.16)
y = Ac cos t + As sin t ;
d2y
dt 2
20
dy
= Ac sin t + As cos t
dt
= Ac 2 cos t As 2 sin t
(1.18)
CO;TOH-1.10: Carilah
tegangan dan arus
kapasitor untuk t > 0 pada
rangkaian di bawah ini,
jika diketahui bahwa
vs=50cos10t u(t) V dan
v(0+) = 0.
A
+
15
vs
iC
1/30 F
+
v
10
Penyelesaian :
Persamaan tegangan simpul untuk simpul A adalah
v
v
1
1
1
v + + iC s = 0 v + iC = s
15
6
15
15 10
Karena iC = C dv/dt , persamaan di atas dapat kita tulis
dv
1
1 dv vs
+ 5v = 100 cos10t
atau
v+
=
dt
6
30 dt 15
Faktor u(t) tak dituliskan lagi karena kita hanya melihat keadaan
pada t > 0.
Persamaan karakteristik : s + 5 = 0 s = 5
Dugaan tanggapan alami : va = A0e 5 t
Fungsi pemaksa berbentuk sinus. Tanggapan paksa kita duga akan
berbentuk Accost+Assint.
21
dv
+ 5v = 100 cos(10t + )
dt
= 100 cos cos10t 100 sin sin 10t
22
As = 4 sin + 8cos
ym 0 = y ( 0 + ) e (b / a ) t
(1.19)
y s 0 = y f y f ( 0 + ) e (b / a ) t
(1.20)
23
y = y s 0 + y m 0 = y f (t ) y f (0 + ) e ( b / a ) t + y (0 + ) e ( b / a ) t
Pengertian mengenai tanggapan status nol dan tanggapan masukan nol
tersebut di atas, mengingatkan kita pada prinsip superposisi. Rangkaian
dapat kita pandang sebagai mengandung dua macam masukan; masukan
yang pertama adalah sumber yang membangkitkan fungsi pemaksa x(t),
dan masukan yang kedua adalah simpanan energi awal yang ada pada
rangkaian. Dua macam masukan itu masing-masing dapat kita tinjau
secara terpisah. Jika hanya ada fungsi pemaksa, kita akan mendapatkan
tanggapan status nol ys0 , dan jika hanya ada simpanan energi awal saja
maka kita akan mendapatkan tanggapan masukan nol ym0. Tanggapan
lengkap adalah jumlah dari tanggapan status nol dan tanggapan masukan
nol, y = ys0 + ym0 . Sebagai contoh kita akan melihat lagi persoalan pada
contoh 1.11. yang akan kita selesaikan dengan menggunakan pengertian
tanggapan status nol dan tanggapan masukan nol.
1/30 F
vs=50cos10t u(t) V
Penyelesaian :
Persamaan rangkaian ini telah kita dapatkan untuk peninjauan pada t
> 0, yaitu
dv
+ 5v = 100 cos10t
dt
24
Persamaan karakteristik : s + 5 = 0 s = 5
Tanggapan masukan nol : vm0 = K m0 e 5t
Kondisi awal : v m0 (0 + ) = v(0 + ) = 10
K m0 = 10 v m0 = 10e 5 t
Dugaan tanggapan mantap : v f = Ac cos 10t + As sin 10t
10 Ac sin 10t + 10 As cos 10t + 5 Ac cos 10t + 5 As sin 10t
= 100 cos 10t
10 Ac + 5 As = 0 As = 2 Ac
10 As + 5 Ac = 100 20 Ac + 5 Ac = 100
Ac = 4 As = 8
Tanggapan mantap : v f = 4 cos 10t + 8 sin 10t v f (0 + ) = 4
Tanggapan status nol : v s 0 = v f v f (0 + )e st
= 4 cos 10t + 8 sin 10t 4e 5t
25
Tanggapan Paksa :
ditentukan oleh fungsi pemaksa.
merupakan komponen mantap; tetap ada untuk t .
Tanggapan Alami :
tidak ditentukan oleh fungsi pemaksa.
merupakan komponen transien; hilang pada t .
konstanta waktu = a/b
Tanggapan rangkaian juga dapat dipandang sebgai terdiri dari tanggapan
status nol dan tanggapan masukan nol. Tanggapan status nol adalah
tanggapan rangkaian tanpa simpanan energi awal. Tanggapan masukan
nol adalah tanggapan rangkaian tanpa masukan atau dengan kata lain
tanggapan rangkaian tanpa pengaruh fungsi pemaksa.
y = y p (t ) y p (0+ ) e t / + y (0+ ) e t /
26
Soal-Soal
1. Carilah bentuk gelombang tegangan / arus yang memenuhi persamaan
diferensial berikut.
dv
+ 10v = 0 , v(0 + ) = 10 V
dt
dv
b).
+ 15v = 0 , v(0 + ) = 5 V
dt
a).
di
+ 8i = 0 , i (0 + ) = 2 A
dt
di
d).
+ 10 4 i = 0 , i (0 + ) = 5 mA
dt
c).
dv
+ 10v = 10u (t ) , v(0 + ) = 0
dt
dv
f).
+ 10v = 10u (t ) , v(0 + ) = 5 V
dt
e).
di
+ 10 4 i = 100u (t ) , i(0 + ) = 0
dt
di
h).
+ 10 4 i = 100u (t ) , i(0 + ) = 20 mA
dt
g).
dv
+ 5v = 10 cos(5t )u (t ) , v(0 + ) = 0
dt
dv
j).
+ 10v = 10 cos(5t )u (t ) , v(0 + ) = 5 V
dt
di
k).
+ 10 4 i = 100 [sin 100t ] u (t ) , i(0 + ) = 0
dt
di
l).
+ 10 4 i = 100 [sin 100t ] u (t ) , i (0 + ) = 0,5 A
dt
i).
27
2. Saklar S pada rangkaian di bawah ini, telah lama berada pada posisi A.
Pada t = 0, ia dipindahkan ke posisi B. Carilah vC untuk t > 0.
S
A
+
1k
+ 1k
B
vC
10F
20 V
+ 1k
20 V
iL
2k
2k 1F
+
vC
28
0,6k
0,1F
vC
3k
8k
20 V
0,1F
2k
+
vo
20 V
10k
20k
6k
3H
+
vo
5
5A
12 +
v
S
_
2H
4
29
30
BAB 2
Analisis Transien di Kawasan Waktu
Rangkaian Orde Ke-Dua
Dengan mempelajari analisis transien sistem orde ke-dua kita akan
mampu menurunkan persamaan rangkaian yang merupakan
rangkaian orde kedua.
memahami bahwa tanggapan rangkaian terdiri dari tanggapan
paksa dan tanggapan alami yang mungkin berosilasi.
mampu melakukan analisis transien pada rangkaian orde
kedua.
s
mencari persamaan
rangkaian. Karena
rangkaian
Gb.2.1. Rangkaian RLC seri.
mengandung C dan
L, maka ada dua
peubah status, yaitu tegangan kapasitor dan arus induktor, yang dapat
kita pilih untuk digunakan dalam mencari persamaan rangkaian,. Kita
akan mencoba lebih dulu menggunakan tegangan kapasitor sebagai
peubah rangkaian, kemudian melihat apa yang akan kita dapatkan jika
arus induktor yang kita pilih.
Aplikasi HTK untuk t > 0 pada rangkaian ini memberikan :
di
Ri + L + v = vin
dt
Karena i = iC = C dv/dt, maka persamaan (2. 1) menjadi :
(2.1)
31
LC
d 2v
dt
+ RC
dv
+ v = vin
dt
(2.2)
LC
d 2i
dt
+ RC
di
dv
+ i = C in = iin
dt
dt
(2.3)
iR + iL + iC = is
Hubungan ini dapat
dinyatakan dengan arus
induktor iL = i sebagai
peubah, dengan
memanfaatkan hubungan
v =vL =L di/dt, sehingga
iR = v/R dan iC = C
dv/dt .
32
iR
iC
iL = i
+
v
B
Gb.2.2. Rangkaian paralel RLC
v
dv
+i+C
= is
R
dt
LC
d 2i
dt 2
atau
(2.4)
L di
+ i = is
R dt
d2y
dy
+ cy = x(t )
(2.5)
dt
dt
Pada sistem orde satu kita telah melihat bahwa tanggapan rangkaian
terdiri dari dua komponen yaitu tanggapan alami dan tanggapan paksa.
Hal yang sama juga terjadi pada sistem orde kedua yang dengan mudah
dapat ditunjukkan secara matematis seperti halnya pada sistem orde
pertama. Perbedaan dari kedua sistem ini terletak pada kondisi awalnya.
Karena rangkaian orde kedua mengandung dua elemen yang mampu
menyimpan energi yaitu L dan C, maka dalam sistem ini baik arus
induktor maupun tegangan kapasitor harus merupakan fungsi kontinyu.
Oleh karena itu ada dua kondisi awal yang harus dipenuhi, yaitu
a
+b
vC (0 + ) = vC (0 )
dan
i L ( 0 + ) = i L (0 )
i (0 + ) = iL (0 + ) = iC (0 + ) = C
dvC +
(0 )
dt
atau
dvC +
i (0 + )
(0 ) =
dt
C
33
vC (0+ ) = vC (0 )
dan
dvC +
i (0 + )
(0 ) = L
.
dt
C
diL +
diL +
v (0 + )
(0 ) atau
(0 ) = C
dt
dt
L
Dengan demikian jika peubah y adalah arus induktor, dua kondisi awal
yang harus diterapkan, adalah:
vC (0+ ) = vL (0+ ) = L
i L (0 + ) = i L (0 )
dan
diL +
v (0 + )
.
(0 ) = C
dt
L
Secara umum, dua kondisi awal yang harus kita terapkan pada (2.5)
adalah
y (0 + ) = y (0 )
dan
dy +
(0 ) = y ' (0 + )
dt
(2.6)
d2y
dt
+b
dy
+ cy = 0
dt
(2.7)
st
(as
atau
+ bs + c = 0
(2.8)
Fungsi est tidak boleh nol untuk semua nilai t . Kondisi K = 0 juga tidak
diperkenankan karena hal itu akan berarti ya = 0 untuk seluruh t. Satusatunya jalan agar persamaan ini dipenuhi adalah
34
as 2 + bs + c = 0
(2.9)
s1, s2 =
b b 2 4ac
2a
(2.10)
dan
y a 2 = K 2e s 2 t
Jika ya1 merupakan solusi dan ya2 juga merupakan solusi, maka jumlah
keduanya juga merupakan solusi. Jadi tanggapan alami yang kita cari
akan berbentuk
(2.11)
(2.12)
35
Dua Akar Riil Berbeda. Kalau kondisi awal y(0+) dan dy/dt (0+) kita
terapkan pada tanggapan lengkap (2.12), kita akan memperoleh dua
persamaan yaitu
A0 = y (0+ ) y p (0+ )
maka kita peroleh K1 + K 2 = A0
sini kita memperoleh
s A B0
K1 = 2 0
s2 s1
B0 = y(0+ ) yp (0+ )
dan
dan
dan
(2.13)
s A B0
K2 = 1 0
s1 s2
s A B0 s1t s1 A0 B0 s2t
y = yp + 2 0
e +
e
s2 s1
s1 s2
(2.14)
Berikut ini kita lihat suatu contoh. Seperti halnya pada rangkaian orde
pertama, pada rangkaian orde kedua ini kita juga mengartikan tanggapan
rangkaian sebagai tanggapan lengkap. Hal ini didasari oleh pengertian
tentang kondisi awal, yang hanya dapat diterapkan pada tanggapan
lengkap. Rangkaian-rangkaian yang hanya mempunyai tanggapan alami
kita fahami sebagai rangkaian dengan tanggapan paksa yang bernilai nol.
36
CO;TOH-2.1: Saklar S
pada rangkaian di
samping ini telah lama
berada pada posisi 1.
Pada t = 0 saklar
dipindahkan ke posisi 2.
Tentukan tegangan
kapasitor , v , untuk t >
0.
1H
S 1 2
+
15 V
+
v
iC
0,25 F
i
8,5 k
Penyelesaian :
Kondisi mantap yang telah tercapai pada waktu saklar di posisi 1
membuat kapasitor bertegangan sebesar tegangan sumber, sementara
induktor tidak dialiri arus. Jadi
v(0 ) = 15 V
i (0 ) = 0
v+L
di
+ iR = 0
dt
v+L
LC
d
dv
dv
C + R C = 0
dt
dt
dt
d 2v
dt
+ RC
dv
+v = 0
dt
d 2v
dt
+ 8,5 103
dv
+ 4 106 v = 0
dt
37
b). iL (0 + ) = iL (0 ) = 0 = iC (0 + ) = C
K1 =
15s2
15(8000)
=
= 16 K 2 = 15 K1 = 1
s1 s2 500 + 8000
Dua Akar Riil Sama Besar. Kedua akar yang sama besar tersebut dapat
kita tuliskan sebagai
s1 = s
dan
s2 = s + ; dengan 0
(2.15)
Dengan demikian maka tanggapan lengkap (2.32) dapat kita tulis sebagai
(2.16)
Kalau kondisi awal pertama y(0+) kita terapkan, kita akan memperoleh
y(0+ ) = yp (0 + ) + K1s + K 2 ( s + )
( K1 + K 2 ) s + K 2 = y(0 + ) yp (0+ ) = B0
Dari kedua persamaan ini kita dapatkan
38
B0 A0 s
B A0 s
K1 = A0 0
A0 s + K 2 = B0 K 2 =
(2.17)
B A0 s st B0 A0 s ( s + )t
y = y p + A0 0
e
e +
B A0 s B0 A0 s t st
e e
= y p + A0 0
+
(2.18.a)
1 e t st
e
= y p + A0 + ( B0 A0 s) +
1 e t
lim +
0
Karena
y = y p + [A0 + ( B0 A0 s) t ] e st
(2.18.b)
y = y p + [K a + K b t ] e st
(2.18.c)
39
d 2v
2
+ 4 103
dv
+ 4 10 6 v = 0
dt
dt
Persamaan karakteristik : s 2 + 4000s + 4 106 = 0
dv +
(0 ) = 0 pada tanggapan
dt
lengkap memberikan
dv
= K b e st + (K a + K bt ) s e st
dt
dv +
(0 ) = 0 = K b + K a s
dt
s1 = + j
dan
s2 = j
y = y p + K1e ( + j) t + K 2e( j) t
= y p + K1e + j t + K 2e j t et
(2.19)
40
K1 + K 2 = y (0 + ) y p (0+ ) = A0
dv +
(0 ) = y(0 + ) , pada (2.19)
dt
dy dy p
=
+ jK1e jt jK 2e jt et + K1e jt + K 2e jt e t
dt
dt
dy +
(0 ) = y(0 + ) = yp (0 + ) + ( jK1 jK 2 ) + (K1 + K 2 )
dt
j(K1 K 2 ) + (K1 + K 2 ) = y(0 + ) yp (0 + ) = B0
Dari sini kita peroleh
K1 + K 2 = A0
B A0
j(K1 K 2 ) + (K1 + K 2 ) = B0 K1 K 2 = 0
j
A0 + ( B0 A0 ) / j
A0 ( B0 A0 ) / j
K1 =
;
K2 =
2
2
Tanggapan lengkap menjadi
A + ( B0 A0 ) / j + j t A0 ( B0 A0 ) / j j t t
+
y = yp + 0
e
e
e
2
2
e + j t + e j t ( B0 A0 ) e + j t e j t
= y p + A0
+
2
2j
( B A0 )
sin t et
= y p + A0 cos t + 0
t
e
(2.20)
y = y p + (K a cos t + K b sin t ) et
(2.21)
41
d 2v
dt
+ 103
dv
+ 4 106 v = 0
dt
dv
Persamaan karakteristik : s 2 + 1000
+ 4 106 = 0
dt
akar - akar : s1 , s2 = 500 5002 4 106
= 500 j 500 15
Di sini terdapat dua akar kompleks konjugat :
j dengan = 500 ; = 500 15
Tanggapan lengkap diduga akan berbentuk
v = v p + (K a cos t + K b sin t ) e t
= 0 + (K a cos t + K b sin t ) e t
Aplikasi kondisi awal pertama memberikan : v(0 + ) = 15 = K a
Aplikasi kondisi awal kedua
dv
= ( K a sin t + K b cos t ) e t
dt
+ (K a cos t + K b sin t ) e t
K a 500 15
dv +
(0 ) = 0 = K b + K a K b =
=
= 15
dt
500 15
Jadi tanggapan lengkap adalah :
42
5
0
-5
0.00
0.004
0.006
0.008
0.01
t [s]
-10
43
i1
1F
A
1M 1M
1F
B
i2
+ vo
+
vB
d
(v A vB ) vs vB = 0
dt
v
dv
1
vB 6 + i2 A6 = 0 vB + B v A = 0
dt
10
10
dv
v A = vB + B
dt
dv B dv B d 2v B
dv
+
+
B v B = vs = 10 atau
2
dt
dt
dt
dt
d 2vB
dt
+ (3 )
dv B
+ vB = 10
dt
Pers. karakteristik : s 2 + (3 ) s + 1 = 0
s1, ss =
(3 ) (3 ) 2 4
2
44
vo = 10 + K1es1t + K 2es 2t
+ (3 )
d 2 v B dv B
dv B
+
+ v B = 10
+ v B = 10
dt
dt
dt 2
Pers. karakteristik : s 2 + s + 1 = 0
s1, ss =
1 1 4
= 0,5 j 0,5 3
2
45
memberikan : vB( 0+ ) = 0 = 10 + K a K a = 10
dvB
= ( K a sin t + Kb cos t ) et + (K a cos t + Kb sin t ) et
dt
dvB +
K a 0,5 (10) 10
(0 ) = 0 = Kb + K a Kb =
=
=
dt
0,5 3
3
10
sin(0,5 3 t ) e0.5t
vB = 10 10 cos(0,5 3 t ) +
3
d2y
dt
+b
dy
+ cy = A cos(t + )
dt
va = K1e s1t + K 2e s 2 t
Untuk masukan sinus, tanggapan paksa diduga akan berbentuk
vp = Accost + Assint
46
vs + 5i +
i
+
1H
vs
1
F
6
+
v
di
5 dv 1 d 2v
+v=0
+
+ v = 26 cos 3t atau
dt
6 dt 6 dt 2
d 2v
dt
+5
dv
+ 6v = 156 cos 3t
dt
156 + 0
5 156 0
= 2 ; As =
= 10
75 + 3
3 75
12 = 30 2 K1 3K 2
K1 = 6 K 2 = 2
Tanggapan lengkap : v = 2 cos 3t + 10 sin 3t + 6e 2t + 2e 3t V
1 dv
i=
= sin 3t + 5 cos 3t 2e 2t e 3t A
6 dt
47
30
vs
v [V] 20
i [A]
10
0
t [s]
-10 0
10
-20
-30
0,25F
Penyelesaian:
1H
1 1 1 dv vs vB
Simpul A : v + +
=0
4
6
4 6 4 dt
dv
v B = 2,5v + 1,5
1,5vs
dt
+
v
vB 1
v
vB dt + iL (0) = 0 v B + 6 v B dt v = 0
+
L
6
6
dvB
dv
d
dv
dv
dv
+ 6v B
= 0 2,5v + 1,5 1,5vs + 6 2,5v + 1,5 1,5vs
=
dt
dt
dt
dt
dt
dt
Simpul B :
1,5
d 2v
dt
+ 10,5
dv
dv
+ 15v = 9v s + 1,5 s
dt
dt
d 2v
dt
+7
atau
dv
dv
+ 10v = 6vs + s
dt
dt
48
d 2v
dt
+7
dv
+ 10v = 60 cos 5t 50 sin 5t
dt
Persamaan karakteristik : s 2 + 7 s + 10 = 0
s1, ss = 3,5 3,52 10 = 2 , 5.
Dugaan tanggapan lengkap : v = v p + K1e 2t + K 2e5t
Dugaan tanggapan paksa : v p = Ac cos 5t + As sin 5t
(25 Ac + 35 As + 10 Ac ) cos 6t
= 60cos6t 50sin6t
+ (25 As 35 Ac + 10 As ) sin 6t
15 Ac + 35 As = 60 dan 15 As 35 Ac = 50
As = 0,93 ; Ac = 1,83
v p = 1,83 cos 5t + 0,93 sin 5t
Tanggapan lengkap : v = 1,83 cos 5t + 0,93 sin 5t + K1e 2t + K 2e 5t
Kondisi awal :
(1) v(0+ ) = 0
v (0+ ) 10
1 dv +
(2) iL (0+ ) = 0 iC (0+ ) = s
=
= 2,5 =
(0 )
4
4
4 dt
dv +
(0 ) = 10
dt
Aplikasi kedua kondisi awal ini pada tanggapan lengkap :
v(0+ ) = 0 = 1,83 + K1 + K 2
K 2 = 1,83 K1
dv +
(0 ) = 10 = 4,65 2 K1 5K 2 5,35 = 2 K1 5(1.83 K1)
dt
K1 = 4,83
K 2 = 3
Tanggapan lengkap : v = 1,83 cos 5t + 0,93 sin 5t + 4,83e 2t 3e 5t
49
Soal-Soal
1. Carilah bentuk gelombang tegangan yang memenuhi persamaan
diferensial berikut.
d 2v
a).
dt
b).
c).
dv
+ 10v = 0 ,
dt
dv +
(0 ) = 15 V/s
v(0+ ) = 0,
dt
+7
d 2v
dt 2
d 2v
dt
dv
+ 4v = 0 ,
dt
dv +
(0 ) = 10 V/s
v(0+ ) = 0 V,
dt
+4
dv
+ 5v = 0 ,
dt
dv +
(0 ) = 5 V/s
v (0+ ) = 0 V,
dt
+4
b).
c).
50
d 2v
dv
+ 24v = 100u (t ) ,
dt
dt
dv(0)
v(0 + ) = 5,
= 25 V/s
dt
2
+ 10
d 2v
dv
+ 25v = 100u (t ) ,
dt
dt
dv(0)
v(0 + ) = 5 V,
= 10 V/s
dt
2
d 2v
+ 10
dv
+ 25v = 100u (t ) ,
dt
dv(0)
v(0 + ) = 5 V,
= 10 V/s
dt
dt 2
+8
b).
c).
d 2v
dv
+ 8v = 100[cos1000 t ] u (t ) ,
dt
dt
dv +
(0 ) = 0 V/s
v(0+ ) = 0,
dt
2
+6
d 2v
dv
+ 9v = 100[cos1000 t ] u (t ) ,
dt
dv +
(0 ) = 0 V/s
v(0+ ) = 0 V,
dt
dt 2
d 2v
+6
dv
+ 10v = 100[cos1000 t ] u (t ) ,
dt
dv +
(0 ) = 0 V/s
v(0+ ) = 0 V,
dt
dt 2
+2
6k B
10 V
6k
0,4H
+
vc
25pF
iL
2,5k
0,02 F
2H
51
iL
25k
10mH
0,01F
3k
0,4H
+
vc
0,1F
+ vC
+
15 V 0,01F
10mH
25k
vs
52
4k
50mH
50pF
+
vC
10. Setelah terbuka dalam waktu cukup lama, saklar S pada rangkaian di
bawah ini ditutup pada t = 0. Tentukan v1 dan v2 untuk t > 0.
S
+
+
6V
v2
+ 4 4
v1
0,05F 0,05F
12V
4
0,25F
12V
0,25F
+
v1
2v1
is
0,05F
vs
10 10
53
54
BAB 3
Transformasi Laplace
Kita telah melihat bahwa analisis di kawasan fasor lebih sederhana
dibandingkan dengan analisis di kawasan waktu karena tidak melibatkan
persamaan diferensial melainkan persamaan-persamaan aljabar biasa.
Akan tetapi analisis ini terbatas hanya untuk sinyal sinus dalam keadaan
mantap. Berikut ini kita akan mempelajari analisis rangkaian di kawasan
s, yang dapat kita terapkan pada analisis rangkaian dengan sinyal sinus
maupun bukan sinus, keadaan mantap maupun keadaan peralihan.
Dalam analisis di kawasan s ini, sinyal-sinyal fungsi waktu f(t),
ditransformasikan ke kawasan s menjadi fungsi s, F(s). Sejalan dengan
itu pernyataan elemen rangkaian juga mengalami penyesuaian yang
mengantarkan kita pada konsep impedansi di kawasan s. Perubahan
pernyataan suatu fungsi dari kawasan t ke kawasan s dilakukan melalui
Transformasi Laplace, yang secara matematis didefinisikan sebagai suatu
integral
F (s) =
f (t )e st dt
55
F (s) =
dengan notasi :
f (t )e st dt
L[ f (t )] = F ( s) = 0
(3.1)
f (t )e st dt
(3.2)
L[ Au(t)] = 0
Au (t ) e st dt =
Ae st dt =
v(t ) = Au (t ) .
Ae ( + j)t
+ j
L[ Au(t )] = A
Jadi
(3.3)
L[ Ae
at
u (t )] =
-at
A e u (t ) e
st
dt =
Ae
( s + a )t
Ae ( s + a )t
=
s+a
L[ Ae at u(t )] =
Jadi
A
s+a
(3.4)
e jt + e jt st
e dt =
2
=
Jadi
A ( j s )t
e
dt +
2
As
A ( j s ) t
e
dt
2
s 2 + 2
L [( A cos t ) u(t )] = A
s
2
s + 2
(3.5)
L [( A sin t ) u(t )] = A
s + 2
(3.6)
57
58
5s
s 2 + (10) 2
5 10
s 2 + (10) 2
3
V3 ( s) =
s+2
=
=
5s
s 2 + 100
50
s 2 + 100
Pernyataan Sinyal di
Kawasan s : L[f(t)]=F(s)
impuls :
(t)
anak tangga :
u(t)
eksponensial :
[eat]u(t)
cosinus :
[cos t] u(t)
1
s
1
s+a
s
sinus :
[sin t] u(t)
[eatsin t] u(t)
[sin (t + )] u(t)
ramp :
[ t ] u(t)
ramp teredam :
[ t eat ] u(t)
s 2 + 2
s 2 + 2
s+a
(s + a )2 + 2
(s + a )2 + 2
s cos sin
s 2 + 2
s sin + cos
s 2 + 2
1
s2
1
(s + a )2
59
F (s) =
= A1
f1 (t )dt + A2
st
dt
0 f 2 (t )dt
(3.7)
= A1F1 ( s) + A2 F2 ( s)
dengan F1(s) dan F2(s) adalah transformasi Laplace dari f1(t) dan f2(t).
v1 (t ) = (1 + 3e 2t ) u (t )
b). Jika transformasi Laplace sinyal eksponensial
Aeatu(t) adalah 1/(s+a), carilah transformasi dari
v2(t)=Acost u(t).
Penyelesaian :
60
a). v1 (t ) = (1 + 3e 2t ) u (t ) V1 ( s) =
b). v 2(t) = A cos(t )u (t ) = A
1
3
+
s s+2
e jt + e jt
u (t )
2
A j t
e u (t ) + e jt u (t )
2
A 1
1 A 2s
=
V2 ( s ) =
+
2 s j s + j 2 s 2 + 2
=
As
=
2
s + 2
3.3.3. Integrasi
Sebagaimana kita ketahui karakteristik i-v kapasitor dan induktor
melibatkan integrasi dan diferensiasi. Karena kita akan bekerja di
kawasan s, kita perlu mengetahui bagaimana ekivalensi proses integrasi
dan diferensiasi di kawasan t tersebut. Transformasi Laplace dari
integrasi suatu fungsi dapat kita lihat sebagai berikut.
Misalkan f (t ) =
F ( s ) =
f1 ( x)dx e st dt =
f1 ( x)dx
0
st
f1 (t ) dt
Suku pertama ruas kanan persamaan di atas akan bernilai nol untuk t =
karena est = 0 pada t , dan juga akan bernilai nol untuk t = 0 karena
integral yang di dalam tanda kurung akan bernilai nol (intervalnya nol).
Tinggallah suku kedua ruas kanan; jadi
F (s) =
st
e
1
f1 (t ) dt =
s
s
f1(t )e
st
dt =
F1( s)
s
(3.8)
61
r (t ) = tu (t ) =
R( s ) =
0 u( x)dx
t
0 0 u( x)dx e
st
dt =
1
s2
3.3.4. Diferensiasi
Transformasi Laplace dari suatu diferensiasi dapat kita lihat sebagai
berikut.
Misalkan f (t ) =
F (s) =
df1 (t )
maka
dt
df1 (t ) st
e dt = f1 (t )e st 0
f1 (t )( s )e st dt
0
0
dt
Suku pertama ruas kanan bernilai nol untuk t = karena est = 0 untuk
t , dan bernilai f(0) untuk t = 0. Dengan demikian dapat kita
tuliskan
df1 (t )
=s
dt
(3.9)
62
1 d sin(t )
dt
s
1
sin(0) =
F ( s) = s
2
2
2
s +
s + 2
f (t ) = cos(t ) =
d 2 f1 (t )
jika f (t ) =
d 3 f1 (t )
dt 2
dt 3
(3.10)
f (t a )u (t a)e st dt
Karena u(ta) bernilai nol untuk t < a dan bernilai satu untuk t > a ,
bentuk integral ini dapat kita ubah batas bawahnya serta tidak lagi
menuliskan faktor u(ta), menjadi
f (t a )u (t a)e st dt =
f (t a)e st dt
63
f (t a)u (t a )e st dt =
= e as
f ()e s ( + a ) d
(3.11)
f ()e s d = e as F ( s)
f(t)
A
Penyelesaian :
Model bentuk gelombang ini dapat
kita tuliskan sebagai
f (t ) = Au (t ) Au (t a) .
Transformasi Laplace-nya adalah :
F (s) =
A
A A(1 e as )
e as =
s
s
s
0 e
f (t )e st dt =
f (t )e ( s + )t dt = F ( s + )
(3.19)
a). v1 = tu (t )e t
b). v2 = e t cos t u (t )
Penyelesaian :
64
1
s2
,
1
maka jika v1 (t ) = tu (t )e t V1 ( s) =
( s + ) 2
s
b). Karena untuk v(t ) = cos t u (t ) V ( s) =
,
2
s + 2
maka jika v2 (t ) = e t cos t u (t ) V2 ( s ) =
s+
( s + ) 2 + 2
1 s
F .
a a
Bukti dari sifat ini dapat langsung diperoleh dari definisinya. Dengan
mengganti peubah t menjadi = at maka transformasi Laplace dari f(at)
adalah:
f (at )e
st
1
dt =
a
s
a
f ( )e
d =
1 s
F
a a
(3.12)
Jadi, jika skala waktu diperbesar (a > 1) maka skala frekuensi s mengecil
dan sebaliknya apabila skala waktu diperkecil (a < 1) maka skala
frekuensi menjadi besar.
s 0
Jadi nilai f(t) pada t = 0 di kawasan waktu (nilai awal) sama dengan
nilai sF(s) pada tak hingga di kawasan s. Sedangkan nilai f(t) pada t =
65
(nilai akhir) sama dengan nilai sF(s) pada titik asal di kawasan s. Sifat
ini dapat diturunkan dari sifat diferensiasi.
V ( s) = 100
s+3
s( s + 5)( s + 20)
Penyelesaian :
Nilai
awal
adalah
s+3
lim v(t ) = lim sV ( s ) = lim s 100
=0
s
s( s + 5)( s + 20)
t 0 +
s
Nilai
akhir
adalah
s+3
lim v(t ) = lim sV ( s) = lim s 100
=3
s 0
s( s + 5)(s + 20)
t
s 0
66
A1 f1(t) + A2 f2(t)
t
diferensiasi :
A1F1(s) + A2 F2(s)
F ( s)
s
0 f ( x)dx
integrasi :
df (t )
dt
d 2 f (t )
sF ( s) f (0 )
s 2 F ( s) sf (0 ) f (0 )
dt 2
d 3 f (t )
dt 3
linier : A1 f1(t) + A2 f2(t)
s 3 F ( s ) s 2 f (0 )
sf (0 ) f (0 )
A1F1(s) + A2 F2(s)
translasi di t: [ f (t a )]u (t a)
e as F (s)
translasi di s : e at f (t )
F ( s + a)
penskalaan : f (at )
1 s
F
a a
konvolusi :
0 f1 ( x) f 2 (t x)dx
lim sF ( s )
s
lim sF ( s)
s 0
F1( s) F2 ( s )
F ( s) =
bm s m + bm 1s m 1 + L + b1s + b0
an s n + an 1s n 1 + L + a1s + a0
(3.13)
F (s) = K
( s z1 )(s z2 ) L ( s zm )
( s p1 )(s p2 )L ( s pn )
(3.14)
68
a). F ( s) =
1
s +1
b). F ( s) =
A( s + a)
2
( s + a) + b
c). F ( s ) =
Penyelesaian :
1
s
j
+jb
a
( s + a) 2 + b 2 = 0 pole di s = a jb
c). Fungsi ini tidak mempunyai zero tertentu
sedangkan pole terletak di titik asal, s = 0 +
j0.
jb
j
F (s) = K
( s z1 )(s z2 ) L ( s zm )
( s p1 )(s p2 )L ( s pn )
Jika jumlah pole lebih besar dari jumlah zero, jadi n > m, kita katakan
bahwa fungsi ini merupakan fungsi rasional patut. Jika fungsi ini
memiliki pole yang semuanya berbeda, jadi pi pj untuk i j , maka
dikatakan bahwa F(s) mempunyai pole sederhana. Jika ada pole yang
berupa bilangan kompleks kita katakan bahwa fungsi ini mempunyai
pole kompleks. Jika ada pole-pole yang bernilai sama kita katakan bahwa
fungsi ini mempunyai pole ganda.
69
F (s) =
k1
k2
kn
+
+L+
( s p1) ( s p2 )
( s pn )
(3.15)
(3.16)
4
4( s + 2)
; b). F ( s) =
;
( s + 1)( s + 3)
( s + 1)( s + 3)
6( s + 2)
c). F ( s) =
s( s + 1)( s + 4)
a). F ( s) =
Penyelesaian :
a).
70
F (s) =
4
k
k
= 1 + 2
( s + 1)(s + 3) s + 1 s + 3
4
k
= k1 + 2 ( s + 1)
( s + 3)
s+3
4
substitusi s = 1
= k1 k1 = 2
1+ 3
F ( s) ( s + 1)
F ( s) ( s + 3) dan substitusi s = 3
F ( s) =
2
2
+
f (t ) = 2e t 2e 3t
s +1 s + 3
F (s) =
b).
4
= k 2 k2 = 2
3+1
4( s + 2)
k
k
= 1 + 2
( s + 1)(s + 3) s + 1 s + 3
4(1 + 2)
= k1 k1 = 2
1+ 3
4(3 + 2)
F ( s) ( s + 3) dan substitusi s = 3
= k2 k2 = 2
3+1
2
2
F (s) =
+
f (t ) = 2e t + 2e 3t
s +1 s + 3
F ( s) ( s + 1) dan substitusi s = 1
F (s) =
c).
k
k
k
6( s + 2)
= 1+ 2 + 3
s( s + 1)(s + 4) s s + 1 s + 4
k1 =
k3 =
6( s + 2)
( s + 1)( s + 4)
6( s + 2)
s( s + 1)
= 3 ; k2 =
s =0
6( s + 2)
s( s + 4)
= 2 ;
s = 1
= 1
s = 4
3 2
1
F( s ) = +
+
f (t ) = 3 2e t e 4t
s s +1 s + 4
3.4.4 Fungsi Dengan Pole Kompleks
Secara fisik, fungsi F(s) merupakan rasio polinomial dengan koefisien
riil. Jika F(s) mempunyai pole kompleks yang berbentuk p = + j,
maka ia juga harus mempunyai pole lain yang berbentuk p* = j;
71
sebab jika tidak maka koefisien polinomial tersebut tidak akan riil. Jadi
untuk sinyal yang memang secara fisik kita temui, pole kompleks dari
F(s) haruslah terjadi secara berpasangan konjugat. Oleh karena itu uraian
F(s) harus mengandung dua suku yang berbentuk
F (s) = L +
k
k*
+
+L
s + j s + + j
(3.17)
f k (t ) = ke ( j)t + k * e ( + j)t
= k e j e ( j)t + k e j e ( + j)t
= k e ( j (+ ))t + k e ( + j (+))t
= 2 k e t
(3.18)
e j (+ )t + e j (+)t
= 2 k e t cos( + )
2
f (t ) = L + 2 k e t cos( + ) + L
CO;TOH-3.10: Carilah transformasi balik dari
8
F (s) =
2
s( s + 4s + 8)
Penyelesaian :
Fungsi ini mempunyai pole sederhana di s = 0, dan pole kompleks
yang dapat ditentukan dari faktor penyebut yang berbentuk kwadrat,
yaitu
s=
72
4 16 32
= 2 j 2
2
F (s) =
k1 =
k2 =
=
k 2 =
k
k2
k2
= 1+
+
s ( s 2 + 4s + 8) s s + 2 j 2 s + 2 + j 2
8
8
2
s( s + 4s + 8)
8
s( s + 4s + 8)
=
s =0
8
=1
8
( s + 2 j 2)
s = 2 + j 2
8
8
2 j ( 3 / 4 )
=
=
e
2
s ( s + 2 + j 2) s = 2 + j 2 8 j 8
2 j ( 3 / 4 )
e
2
f(t) = u (t ) +
= u (t ) +
2 j ( 3 / 4 ) ( 2 j 2 ) t
2 j ( 3 / 4) ( 2 + j 2 ) t
e
e
+
e
e
2
2
2 2t j ( 3 / 4 + 2t )
e e
+ e j ( 3 / 4 + 2t )
2
= u (t ) + 2e 2t cos(2t + 3 / 4)
3.4.5. Fungsi Dengan Pole Ganda
Pada kondisi tertentu, fungsi F(s) dapat mempunyai pole ganda.
Penguraian F(s) yang demikian ini dilakukan dengan memecah faktor
yang mengandung pole ganda dengan tujuan untuk mendapatkan bentuk
fungsi dengan pole sederhana yang dapat diuraikan seperti biasanya.
Untuk jelasnya kita ambil suatu fungsi yang mengandung pole ganda
(dua pole sama) seperti pada (3.19) berikut ini.
F (s) =
K ( s z1 )
( s p1 )(s p2 ) 2
(3.19)
73
F (s) =
K ( s z1 )
( s p1 )(s p2 )
1
s p2
(3.20)
K ( s z1 )
k1
k2
+
F1 ( s) =
=
( s p1 )(s p2 ) s p1 s p2
(3.21)
F (s) =
B
A
B
1 A
+
+
=
s p2 s p1 s p2 ( s p2 )(s p1 ) ( s p2 ) 2
F (s) =
k11
k
B
+ 12 +
s p1 s p2 ( s p2 ) 2
(3.22)
(3.23)
F( s ) =
s
( s + 1)( s + 2)
1
s
( s + 2) ( s + 1)(s + 2)
1 k1
k
+ 2
( s + 2) s + 1 s + 2
k1 =
74
s
( s + 2)
= 1
s = 1
k2 =
s
( s + 1)
=2
s = 2
1
1 1
2
2
=
+
+
( s + 2) s + 1 s + 2 ( s + 1)( s + 2) ( s + 2) 2
k
k
2
= 11 + 12 +
s + 1 s + 2 ( s + 2) 2
F( s ) =
k11 =
1
s+2
= 1
s = 1
k12 =
1
=1
s + 1 s = 2
1
1
2
F (s) =
+
+
f (t ) = e t + e 2t + 2te 2t
s + 1 s + 2 ( s + 2) 2
3.4.6. Konvolusi
Transformasi Laplace menyatakan secara timbal balik bahwa
jika f (t ) = f1(t ) + f 2 (t )
F (s) = F1( s) + F2 ( s)
maka
jika F ( s) = F1( s) + F2 ( s)
f (t) = f1(t ) + f 2 (t )
maka
jika F ( s) = F1( s) F2 ( s)
maka
f (t ) f1 (t ) f 2 (t )
Mencari fungsi f(t) dari suatu fungsi F(s) yang merupakan hasil kali dua
fungsi s yang berlainan, melibatkan sifat transformasi Laplace yang kita
sebut konvolusi. Sifat ini dapat dinyatakan sebagai berikut.
jika F ( s) = F1 ( s) F2 ( s) maka
t
L1[F ( s)] = f (t ) = f1 () f 2 (t )d = f 2 () f1 (t )d
(3.24)
Kita katakan bahwa transformasi balik dari perkalian dua F(s) diperoleh
dengan melakukan konvolusi dari kedua bentuk gelombang yang
bersangkutan. Kedua bentuk integral pada (3.24) disebut integral
konvolusi.
Pandanglah dua fungsi waktu f1() dan f2(t). Transformasi Laplace
masing-masing adalah
F1 ( s) =
f1()e s d dan F2 ( s) =
f 2 (t )e st dt .
75
Jika kedua ruas dari persamaan pertama kita kalikan dengan F2(s) akan
kita peroleh
F1( s) F2 ( s) =
f1() e s F2 ( s) d .
F1 ( s) F2 ( s) =
f1 ()
f 2 (t )u (t )e st dt d
Karena untuk > t nilai u(t) = 0, maka integrasi yang berada di dalam
kurung pada persamaan di atas cukup dilakukan dari 0 sampai t saja,
sehingga
F1 ( s) F2 ( s) =
=
f1 () f 2 (t )e st dt d
0
0 0 f1() f 2 (t )e
st
dt d
F1 ( s) F2 ( s) =
0 0 f1() f 2 (t )de
st
dt = L
a). F ( s) =
c). F ( s) =
1
( s + a)
1
b). F( s) =
1
( s + a)( s + b)
s 2 ( s + a)
76
0 f1() f 2 (t )d
F( s) = F1 ( s)F2 ( s) dengan F1 ( s ) = F2 ( s) =
1
( s + a)
f1 (t ) = f 2 (t ) = e at
f (t ) =
=
t ax a (t x )
0 f1( x) f 2 (t x)dx = 0 e
t ax at + ax
0 e
dx
dx = e at dx = te at
F1 ( s) =
1
1
dan F2 ( s) =
( s + a)
( s + b)
f1 (t ) = e at dan f 2 (t ) = e bt
f (t ) =
t ax b (t x )
0 f1( x) f 2 (t x)dx = 0 e
e ( a + b) x
t
= e bt e ( a + b) x dx = e bt
0
a+b
dx
e bt e( a +b)t 1
e at e bt
=
a+b
a+b
c). Fungsi ketiga ini juga dapat dipandang sebagai perkalian dua
fungsi.
1
1
F ( s) = F1( s ) F2 ( s) dengan F1 ( s) = 2 dan F2 ( s) =
s
a
+
s
f1(t ) = t dan f 2 (t ) = e at
f (t ) =
0 f1( x) f 2 (t x)dx = 0 xe
a (t x )
dx = e at
0 xe
ax
dx
t
at
ax
at te 0 e
dx = e
2
=e
a
0 a
a 0
0
at
at
at
te 0 e 1 at 1 + e
= e at
=
a 2
a2
a
at xe
ax
t e ax
77
dv
+ 10v = 0 ,
dt
v (0 + ) = 5
Penyelesaian :
Transformasi Laplace persamaan diferensial ini adalah
5
s + 10
2.
3.
78
+
100
i
Langkah
vC
0,02F
pertama
adalah
menentukan
persamaan rangkaian untuk t > 0. Aplikasi HTK memberikan
+
12 V
6 + 100i + vC = 0 atau 6 + 2
dvC
+ vC = 0 .
dt
6
+ 2sVC ( s) vC (0) + VC ( s) = 0 atau
s
6
+ 2sVC ( s) 2 + VC ( s) = 0
s
VC ( s) =
3+ s
k
k2
= 1+
s( s + 0,5) s
s + 0,5
3+ s
3+ s
= 6 dan k 2 =
= 5
( s + 0,5) s = 0
s s = 0,5
6
5
VC ( s ) =
s s + 0,5
k1 =
vC (t ) = 6 5e
0,5t
(s) :
79
rangkaian
Penyelesaian :
Aplikasi HTK pada rangkaian ini setelah saklar ada di posisi 2 ( t > 0
) memberikan
di 1
idt + vC (0) = 0 atau
+
dt C
di
6 + 6i +
+ 13 idt + 4 = 0
dt
Transformasi Laplace dari persamaan rangkaian ini menghasilkan
6 + 6i + L
I (s) 4
6
+ 6 I ( s) + sI ( s) i (0) + 13
+ =0
s
s
s
I (s) 4
6
+ 6 I ( s) + sI ( s) 2 + 13
+ =0
s
s
s
Pemecahan persamaan ini adalah :
I(s) =
=
k1 =
atau
2s + 2
2
s + 6 s + 13
2s + 2
k1
k1
=
+
( s + 3 j 2)( s + 3 + j 2) s + 3 j 2 s + 3 + j 2
o
o
2s + 2
= 1 + j1 = 2e j 45 k1 = 2e j 45
s + 3 + j 2 s = 3+ j 2
2e j 45
2e j 45
I (s) =
+
s + 3 j2 s + 3 + j2
o
80
= 2e 3t (cos 2t sin 2t ) A
81
Soal-Soal
1. Carilah pernyataannya di kawasan s sinyal-sinyal berikut ini.
v1(t ) = 10[1 e 2t ]u (t );
v2 (t ) = 10[1 + 4t ]u (t )
v3 (t ) = 10[e 2t e 4t ]u (t );
v4 (t ) = 10[2e 2t 4e 4t ]u (t )
82
V3 ( s) =
s2
;
( s + 2)(s + 3)
V4 ( s) =
s2
( s + 2)(s + 3)(s + 4)
1
( s + 2) 2 + 9
s
( s + 2) 2 + 9
;
;
s2
( s + 2) 2 + 9
83
V3 ( s) =
6s 2 + 34s + 46
( s + 2)( s + 3)(s + 4)
s+2
s( s 2 + 2s + 1)(s + 3)
(s + 1)(s + 4)
V2 (s) = 2 2
;
s (s + 2s + 4)
(s + 10)(s + 200)
V3 (s) =
(s + 20)(s + 100)
84
BAB 4
Analisis Rangkaian Menggunakan
Transformasi Laplace
Setalah mempelajari bab ini kita akan
memahami konsep impedansi di kawasan s.
mampu melakukan transformasi rangkaian ke kawasan s.
mampu melakukan analisis rangkaian di kawasan s.
Di bab sebelumnya kita menggunakan transformasi Laplace untuk
memecahkan persamaan rangkaian. Kita harus mencari terlebih dahulu
persamaan rangkaian di kawasan t sebelum perhitungan-perhitungan di
kawasan s kita lakukan. Berikut ini kita akan mempelajari konsep
impedansi dan dengan konsep ini kita akan dapat melakukan
transformasi rangkaian ke kawasan s. Dengan transformasi rangkaian ini,
kita langsung bekerja di kawasan s, artinya persamaan rangkaian
langsung dicari di kawasan s tanpa mencari persamaan rangkaian di
kawasan t lebih dulu.
Sebagaimana kita ketahui, elemen dalam analisis rangkaian listrik adalah
model dari piranti yang dinyatakan dengan karakteristik i-v-nya. Jika
analisis dilakukan di kawasan s dimana v(t) dan i(t) ditransformasikan
menjadi V(s) dan I(s), maka pernyataan elemenpun harus dinyatakan di
kawasan s.
vR (t ) = RiR(t)
Transformasi Laplace dari vR adalah
VR ( s ) =
0 vR (t )e
st
dt =
0 RiR (t )e
st
dt =RI R(s)
VR ( s ) = R I R ( s )
(4.1)
85
4.1.2. Induktor
Hubungan antara arus dan tegangan induktor di kawasan t adalah
v L (t ) = L
diL(t)
dt
VL ( s ) =
0 vL (t )e
st
dt =
0 L
diL (t ) st
e dt = sLI L ( s) LiL (0)
dt
(4.2)
dengan iL (0) adalah arus induktor pada saat awal integrasi dilakukan atau
dengan kata lain adalah arus pada t = 0. Kita ingat pada analisis transien
di Bab-4, arus ini adalah kondisi awal dari induktor, yaitu i(0+) = i(0).
4.1.3. Kapasitor
Hubungan antara tegangan dan arus kapasitor di kawasan t adalah
vC (t ) =
1
C
0 iC (t )dt + vc (0)
VC ( s ) =
I C ( s) vC (0)
+
sC
s
(4.3)
86
Sesuai dengan definisi ini, maka impedansi elemen dapat kita peroleh
dari (4.1), (4.2), dan (4.3) dengan iL (0) = 0 maupun vC (0) = 0,
V ( s)
V (s)
V (s)
1
ZR = R
= R ; ZL = L
= sL ; Z C = C
=
I R (s)
IL ( s )
IC ( s) sC
(4.4)
VR ( s) = RI R (s) ;
VL ( s) = sLI L (s) ;
VC =
1
I C ( s)
sC
(4.5)
YR =
1
R
YL =
1
sL
YC = sC
(4.6)
IR (s)
IC (s)
IL (s)
1
sC
sL
R
VR(s)
VL (s)
LiL(0)
VC (s)
Resistor
Induktor
vC (0)
s
Kapasitor
VR ( s ) = R I R ( s ) ;
I ( s ) vC (0)
VC ( s ) = C
+
sC
s
87
VR(s)
sL
IC (s)
IL (s)
IR (s)
+
VL (s)
iL (0)
s
1
sC
+
VC (s)
CvC(0)
VL ( s ) = sL I L ( s ) L
;
s
VR ( s ) = R I R ( s ) ;
VC ( s ) =
1
(I C ( s) + CvC (0) )
sC
CO;TOH 4.1: Saklar S pada rangkaian berikut telah lama ada di posisi
1. Pada t = 0 saklar
1
dipindahkan
ke
S
posisi 2 sehingga
2
3 1H
+
rangkaian
RLC 8 V +
+
3t
1/2
F
2e
V
vC
seri terhubung ke
sumber tegangan
V.
2e3t
Transformasikan rangkaian ke kawasan untuk t > 0.
Penyelesaian :
Pada t < 0, keadaan telah mantap. Arus induktor nol dan tegangan
kapasitor sama dengan tegangan sumber 8 V.
88
2
s+3
3
2
s+3
2
s
8
s
+
VC(s)
ik (t ) = 0
k =1
ik (t ) e st dt =
k =1
k =1
ik (t )e st dt =
I k (s) = 0
k =1
(4.7)
Jadi hukum arus Kirchhoff (HAK) berlaku di kawasan s. Hal yang sama
terjadi juga pada hukum tegangan Kirchhoff. Untuk suatu loop
89
vk (t ) = 0
k =1
n
n
vk (t ) e st dt =
vk (t )e st dt =
Vk ( s ) = 0
0
0
k =1
k =1
k =1
n
(4.8)
Zk ;
Yekiv paralel =
Yk
(4.9)
I k ( s) =
Yk
Yekiv
Itotal ( s) ; Vk ( s ) =
paralel
Zk
Z ekiv
Vtotal ( s) (4.10)
seri
Vin (s)
2
s
+
VC (s)
Penyelesaian :
Kaidah pembagi tegangan pada rangkaian ini memberikan
VR ( s ) =
2/ s
3+ s +
2
s
Vin ( s) =
2
2
s + 3s + 2
Vin ( s) =
2
Vin ( s)
( s + 1)( s + 2)
Pemahaman :
Jika Vin(s) = 10/s maka
90
VC ( s) =
k
20
k
k
= 1+ 2 + 3
s( s + 1)(s + 2) s s + 1 s + 2
20
20
= 10 ; k 2 =
= 20 ;
( s + 1)( s + 2) s = 0
s ( s + 2) s = 1
20
= 10
k3 =
s( s + 1) s = 2
k1 =
VC ( s) =
10 20
10
+
+
s
s +1 s + 2
vC (t ) = 10 20e t + 10e 2t
y (t ) = Kx(t )
dengan y(t) dan x(t) adalah keluaran dan masukan dan K adalah suatu
konstanta yang ditentukan oleh nilai-nilai resistor yang terlibat.
Transformasi Laplace dari kedua ruas hubungan diatas akan memberikan
Y ( s ) = KX ( s )
dengan Y(s) dan X(s) adalah sinyal keluaran dan masukan di kawasan s.
Untuk rangkaian impedansi,
Y (s) = K s X (s)
(4.11)
VR ( s) =
RCs
Vin ( s) =
Vin ( s)
2
R + sL + (1 / sC )
LCs + RCs + 1
yo (t ) = K1x1(t ) + K 2 x2 (t ) + K3 x3 (t ) +
dengan x1, x2 , x3 adalah sinyal masukan dan K1 , K2 , K3 adalah
konstanta proporsionalitas yang besarnya tergantung dari nilai-nilai
elemen dalam rangkaian. Sifat linier dari transformasi Laplace menjamin
bahwa prinsip superposisi berlaku pula untuk rangkaian linier di kawasan
s dengan perbedaan bahwa konstanta proporsionalitas berubah menjadi
fungsi rasional dalam s dan sinyal-sinyal dinyatakan dalam kawasan s.
Yo ( s ) = K s1 X1 ( s ) + K s 2 X 2 ( s ) + K s3 X 3 ( s ) +
(4.12)
VT ( s) = Vht ( s) = I - ( s) ZT ; I - ( s) = I hs ( s) =
ZT =
92
VT ( s)
ZT
1
V ( s)
= T
Y- I - ( s)
(4.13)
s
s 2 + 2
1
sC
B
E
B
A
N
Penyelesaian :
VT ( s) = Vht ( s) =
s
s / RC
1 / sC
=
R + (1 / sC ) s 2 + 2 ( s + 1 / RC )( s 2 + 2 )
I - ( s) = I hs ( s) =
s
1
R s 2 + 2
ZT = R || (1 / RC ) =
VT
R / sC
1
=
R + 1 / sC C ( s + 1 / RC )
ZT
B
E
B
A
N
93
IL (s) sL
+
1/sC V2(s)
R IC (s)
IR (s)
I1(s)
Penyelesaian :
Misalkan : V2 ( s ) = 1
VC ( s ) = V2 ( s ) = 1
I L ( s ) = I C ( s ) = sC
I C ( s) =
VL ( s ) = sL sC = LCs 2
VR ( s) = VL ( s) + VC ( s) = LCs 2 + 1
I1* ( s) = I R ( s) + I L ( s) =
Ks =
1
I1* ( s)
1
= sC
1 / sC
I R (s) =
LCs 2 + 1
R
LCs 2 + 1
LCs 2 + RCs + 1
+ sC =
R
R
R
2
LCs + RCs + 1
V2 ( s) = K s I1 ( s) =
R
2
LCs + RCs + 1
I1 ( s)
Penyelesaian :
Rangkaian kita transformasikan ke kawasan s menjadi
A
s
R
sL
+
Vo
R
2
s + 2
A
s
+
Vo1
R
sL
RLs
R + sL
RLs
A
L
A/ 2
Vo1 ( s ) = R + sL
A=
=
RLs s R + 2sL
s + R / 2L
R+
R + sL
Z L // R =
+
Vo2
R
2
s + 2
1 / sL
B
1 1 1 s 2 + 2
+ +
R R sL
sRL
B
RB
s
=
=
2
2
2sL + R s +
2 ( s + R / 2L)( s 2 + 2 )
Vo2 ( s ) = sL I L ( s ) = sL
Vo ( s) = Vo1 ( s ) + Vo2 ( s )
=
k1 =
k2 =
k1
k
k
A/ 2
RB
+
+ 2 + 3
2 s + R / 2 L s + j s j
s + R / 2L
s
(s 2 + 2 )
=
s = R / 2L
s
( s + R / 2 L)(s j)
( R / 2 L)
( R / 2 L) 2 + 2
=
s = j
1
=
R / L j 2
1
2
( R / L) + 4
e j ,
2
+ 2
= tan 1
R/L
k3 =
e j
( R / L) 2 + 4 2
95
vo (t ) =
R
A 2L t
e
t
( R / 2 L)
e 2L
RB ( R / 2 L) 2 + 2
+
2
1
e j (t ) + e j (t )
+
2
2
( R / L) + 4
A
R 2 B 2 L t
+
vo (t ) =
e
2
2 R + 4 L 2
RB
( R / L) 2 + 4 2
cos(t )
+
Vo
A
sL
s
B
s 2 + 2
Jika sumber
tegangan
+
B
ditransformasikan
A
R
Vo R
sL
2
menjadi sumber
sR
s + 2
arus, kita
mendapatkan
rangkaian dengan dua sumber arus dan dua resistor diparalel.
Rangkaian tersebut dapat
disederhanakan menjadi
rangkaian dengan satu
sumber arus, dan kemudian
menjadi rangkaian dengan
sumber tegangan.
sL
96
+ R/2
Vo
R/2
sL
+
Vo
R B
A
+
2 s 2 + 2 sR
B
s 2 + 2
A
sR
sL
R B
A
+
2
2
sL + R / 2 2 s +
sR
A/ 2
( RB / 2) s
Vo ( s ) =
+
s + R / 2 L ( s + R / 2 L)( s 2 + 2 )
Vo ( s) =
Hasil ini sama dengan apa yang telah kita peroleh dengan metoda
superposisi pada contoh 4.20. Selanjutnya transformasi balik ke kawasan
t dilakukan sebagaimana telah dilakukan pada contoh 4.20.
Kita akan
menggunakan
R
gabungan metoda
+
B
+ A
R
superposisi dengan
Vht
s
2
s
+ 2
rangkaian ekivalen
Thvenin.
Tegangan hubungan terbuka pada waktu induktor dilepas, adalah
jumlah tegangan yang diberikan oleh sumber tegangan dan sumber
arus secara terpisah, yaitu
R
A
B
1
+ R
R+R s
2 s 2 + 2
RB / 2
VT ( s) = Vht ( s) =
A/ 2
+
s
s 2 + 2
Dilihat dari terminal induktor,
impedansi ZT hanyalah berupa dua
resistor paralel, yaitu
=
ZT =
R
2
ZT
VT
sL
+
Vo
97
Vo ( s) =
A / 2 RB / 2
sL
sL
+
VT ( s) =
sL + ZT
sL + R / 2 s
s 2 + 2
( RB / 2) s
A/ 2
+
s + R / 2 L ( s + R / 2 L)( s 2 + 2 )
Dengan referensi
B
tegangan seperti terlihat
pada gambar di atas,
persamaan tegangan simpul untuk simpul A adalah:
B
1 1 A
1 1
2
Vo ( s) + +
=0
R
R
sL
R
s
s + 2
Dari persamaan tersebut di atas kita peroleh
B
2 Ls + R A
+
Vo ( s)
=
2
RLs Rs s + 2
Vo ( s) =
=
atau
RLs A
B
+
2 Ls + R Rs s 2 + 2
( RB / 2) s
A/ 2
+
s + R / 2 L ( s + R / 2 L)(s 2 + 2 )
Pemahaman :
Dalam analisis di kawasan s, metoda tegangan simpul untuk
rangkaian dengan beberapa sumber yang mempunyai frekuensi
98
10mH
10 u(t)
10k
10k
1F
Penyelesaian :
Transformasi rangkaian ke kawasan s adalah seperti gambar berikut
ini. Kita
I(s)
0.01s
104
tetapkan
4
10
10
+
referensi
106
V1( s ) =
I
I
A
B
s
arus mesh
s
IA dan IB.
Persamaan
arus mesh dari kedua mesh adalah
10
+ I A ( s) 0.01s + 104 I B ( s) 104 = 0
s
106
I B ( s)104 + 104 +
I A ( s) 104 = 0
I A ( s) =
(2s + 10 ) I
2
B (s)
Sehingga:
99
)(
10
2 s + 10 2
I B ( s ) I B ( s ) 10 4 = 0
+ 0.01s + 10 4
s
s
10
I ( s ) = I B ( s) =
0,02 s 2 + 2 10 4 s + s + 10 6 10 4 s
10
10
=
=
2
4
6
s
(
)(s )
0,02 s + 10 s + 10
dengan =
=
10 4 108 8 10 4
500000
0,04
I (s) =
k1 =
10
k1
k2
=
+
( s + 100)( s + 500000) s + 100 s + 50000
10
s + 500000
i(t ) = 0,02 e
100
10 4 + 108 8 10 4
100 ;
0,04
= 2 10 5 ; k2 =
s = 100
100t
500000t
] mA
10
s + 100
= 2 10 5
s = 500000
Soal-Soal
1. Sebuah resistor 2 k dihubungkan seri dengan sebuah induktor 2 H;
kemudian pada rangkaian ini diterapkan sinyal tegangan v(t)=10u(t)
V. Bagaimanakah bentuk tegangan pada induktor dan pada resistor ?
Bagaimanakah tegangannya setelah keadaan mantap tercapai?
2. Ulangi soal 1 jika tegangan yang diterapkan v(t) = [20sin300t] u(t) V.
3. Ulangi soal 1 jika tegangan yang diterapkan v(t) = [20cos300t] u(t) V.
4. Rangkaian seri resistor dan induktor soal 1 diparalelkan kapasitor 0.5
F. Jika kemudian pada rangkaian ini diterapkan tegangan
v(s)=10u(t) V bagaimanakah bentuk arus induktor ? Bagaimanakah
arus tersebut setelah keadaan mantap tercapai?
5. Ulangi soal 4 dengan tegangan masukan v(t)=[20sin300t]u(t) V.
6. Ulangi soal 4 dengan tegangan masukan v(t)=[20cos300t]u(t) V.
7. Sebuah kapasitor 2 pF diserikan dengan induktor 0,5 H dan pada
hubungan seri ini diparalelkan resistor 5 k. Jika kemudian pada
hubungan seri-paralel ini diterapkan sinyal tegangan v(t)=10u(t) V,
bagaimanakah bentuk tegangan kapasitor ?
8. Ulangi soal 7 dengan tegangan masukan v(t) = [20sin300t] u(t) V.
9. Sebuah resistor 100 diparalelkan dengan induktor 10 mH dan pada
hubungan paralel ini diserikan kapasitor 0,25 F. Jika kemudian pada
hubungan seri-paralel ini diterapkan tegangan v(t) = 10u(t) V, carilah
bentuk tegangan kapasitor.
10. Ulangi soal 9 dengan tegangan masukan v(t) = [20sin300t] u(t) V.
11. Carilah tanggapan status nol (tidak ada simpanan energi awal pada
rangkaian) dari iL pada rangkaian berikut jika vs=10u(t) V.
1k
vs 1k
iL
0.1H
101
12. Carilah tanggapan status nol dari vC dan iL pada rangkaian berikut
jika vs=100u(t) V.
5k
+ iL
vs
vC 50mH
0,05F
13. Carilah tanggapan status nol dari vC dan iL pada rangkaian berikut
jika vs=[10cos20000t]u(t) V.
500
+ iL
vs
vC 50mH
0,05F
is
0,05F i
5k
5k
0,1H
5k
+
vo
102
0,5k +
vL
vs
0,1H 0,5k
is
19. Carilah tanggapan status nol dari v2 pada rangkaian berikut jika vs =
[10cos(900t+30o)] u(t) V.
10mH
+
10k
1F
10k
v1
+
v2
20. Ulangi soal 17 jika tegangan awal kapasitor 5 V sedangkan arus awal
induktor nol.
21. Pada rangkaian berikut carilah tanggapan status nol dari tegangan
keluaran vo(t) jika tegangan masukan vs(t)=10u(t) mV.
10k
+
vs
10k 0,1F
100i 100k
1k
+
vo
22. Pada rangkaian berikut carilah tanggapan status nol dari tegangan
keluaran vo(t) jika tegangan masukan vs(t)=10u(t) mV.
vs
10k
2pF
10k
50i
20pF 1k
+
vo
R2
R1
+
vin
C1
10k
+
+
vo v
in
1F
+
vo
103
C1
R2
R1
+
vin
C2
+
vo
R2
i2
i1
M
+
50
L1
L2
50u(t) V
80
L1=0,75H L2=1H
M = 0,5H
M
L1
L2
50
L1=20mH L2=2mH
0,02s(0,2s + 25000)
s + 25000
104
BAB 5
Fungsi Jaringan
Pembahasan fungsi jaringan akan membuat kita
memahami makna fungsi jaringan, fungsi masukan, dan fungsi
alih;
mampu mencari fungsi alih dari suatu rangkaian melalui analisis
rangkaian;
memahami peran pole dan zero dalam tanggapan rangkaian;
mampu mencari fungsi alih rangkaian jika tanggapan terhadap
sinyal impuls ataupun terhadap sinyal anak tangga diketahui.
Fungsi Jaringan =
(5.1)
Z (s) =
V (s)
;
I (s)
Y (s) =
I (s)
V ( s)
(5.2)
105
Vo ( s)
;
Vin ( s)
I (s)
Fungsi Alih Arus : TI ( s ) = o
I in ( s)
Admitansi Alih : TY ( s) =
Impedansi Alih :
(5.3)
I o ( s)
;
Vin ( s)
TZ ( s) =
Vo ( s)
I in ( s)
TV (s) dan TI (s) tidak berdimensi. TY (s) mempunyai satuan siemens dan
TZ (s) mempunyai satuan ohm. Fungsi alih suatu rangkaian dapat
diperoleh melalui penerapan kaidah-kaidah rangkaian serta analisis
rangkaian di kawasan s. Fungsi alih memberikan hubungan antara sinyal
masukan dan sinyal keluaran di kawasan s. Berikut ini kita akan melihat
beberapa contoh pencarian fungsi alih.
a).
CO;TOH-5.1:
b).
Carilah
R 1
+
impedansi
Vs(s) Cs
masukan yang
dilihat
oleh
sumber pada rangkaian-rangkaian berikut ini.
Is(s)
Penyelesaian :
RCs + 1
1
1
1 + RCs
=
; b). Yin = + Cs =
Cs
Cs
R
R
R
=
1 + RCs
a). Z in = R +
Z in
106
1
Cs
+
Vo(s)
1
Cs
Io(s)
Iin(s) 1
R
Cs
a).
b).
Penyelesaian :
Kaidah pembagi tegangan untuk rangkaian a) dan kaidah pembagi
arus untuk rangkaian b) akan memberikan :
a). TV ( s ) =
Vo ( s)
1 / Cs
1
;
=
=
Vin ( s) R + 1 / Cs RCs + 1
I (s)
1/ R
1
b). TI ( s ) = o
=
=
I in ( s) 1 / R + sC 1 + sRC
CO;TOH-5.3: Tentukan impedansi
masukan dan fungsi alih
rangkaian di samping ini.
Penyelesaian :
+
vin
R1
R2
+
vo
Transformasi rangkaian ke
kawasan s memberikan
+
Vin(s)
R1
1/Cs
Ls
R2
+
Vo (s)
Z in = (R1 + 1 / Cs ) || (Ls + R2 )
=
=
( R1 + 1 / Cs )( Ls + R2 )
R1 + 1 / Cs + R2 + Ls
( R1Cs + 1)( Ls + R2 )
LCs 2 + ( R1 + R2 )Cs + 1
TV ( s ) =
Vo (s)
R2
=
V in ( s ) Ls + R 2
107
R2
R1
+
vin
Penyelesaian :
Transformasi rangkaian ke
kawasan s memberikan
rangkaian berikut ini :
R1
C1
C2
R2
+
Vin(s)
1/C1s
1/C2s
+
Vo(s)
R1 / C1s
R1
=
R1 + 1 / C1s R1C1s + 1
V (s)
Z
R || (1 / C 2 s )
TV ( s ) = o
= 2 = 2
Z1
R1 || (1 / C1 s )
Vin ( s )
Zin = R1 || (1 / C1s ) =
R2
R C s +1
1 1
R2 C 2 s + 1
R1
R R C s +1
= 2 1 1
R1 R 2 C 2 s + 1
CO;TOH-5.5: Tentukan
fungsi alih rangkaian
di samping ini.
Penyelesaian :
1F
A
+
vs
1M 1M
1F
+ vo
+
vx +
vx
Transformasi
rangkaian ke kawasan s memberikan rangkaian dan persamaan
berikut ini
108
+
vo
106/s
+
106 A 106
Vs(s)
106/s
+
+ Vo(s)
Vx +
Vx
V A 10 6 + 10 6 + 10 6 s
6
6
Vin 10 V x 10 = 0
10 6 sV x
sedangkan : Vx =
106 / s
VA
106 + 106 / s
1
VA VA = ( s + 1)Vx
=
s +1
( s + 1)(2 + s)Vx Vin Vx sVx = 0 atau
(2s + 2 + s 2 + s 1 s)Vx = Vin
Vx
1
=
Vin s 2 + (3 ) s + 1
V ( s) V x ( s)
=
=
Fungsi alih : TV ( s) = o
2
V s (s)
V s (s)
s + (3 ) s + 1
5.2. Peran Fungsi Alih
Dengan pengertian fungsi alih sebagaimana telah didefinisikan, keluaran
dari suatu rangkaian di kawasan s dapat dituliskan sebagai
(5.4)
T ( s) =
b( s) bm s m + bm 1 s m 1 +b1 s + b0
=
a ( s) a n s n + a n 1 s n 1 + a1 s + a 0
(5.5)
T ( s) = K
( s z1 )(s z2 ) ( s zm )
( s p1 )(s p2 ) ( s pn )
(5.6)
Dengan bentuk ini jelas terlihat bahwa fungsi alih akan memberikan zero
di z1 . zm dan pole di p1 . pn . Pole dan zero dapat mempunyai nilai
riil ataupun kompleks konjugat karena koefisien dari b(s) dan a(s) adalah
riil. Sementara itu sinyal masukan X(s) juga mungkin mengandung zero
dan pole sendiri. Oleh karena itu, sesuai dengan persamaan (5.6), sinyal
keluaran Y(s) akan mengandung pole dan zero yang dapat berasal dari
T(s) ataupun X(s). Pole dan zero yang berasal dari T(s) disebut pole
alami dan zero alami, karena mereka ditentukan semata-mata oleh
parameter rangkaian dan bukan oleh sinyal masukan; sedangkan yang
berasal dari X(s) disebut pole paksa dan zero paksa karena mereka
ditentukan oleh fungsi pemaksa (masukan).
TV ( s ) =
s + (3 ) s + 1
0,5
2
s + 2,5s + 1
110
s = 2
s=0
: satu zero paksa riil
s = j 2 : pole paksa imaginer
s = + j 2 : pole paksa imajiner
Vo ( s) = T ( s) X ( s) = T ( s) 1 = H ( s)
(5.7)
Vo(s) yang diperoleh dengan X(s) = 1 ini kita sebut H(s) agar tidak rancu
dengan T(s). Karena X(s) = 1 tidak memberikan pole paksa, maka H(s)
hanya akan mengandung pole alami.
Kembali ke kawasan t, keluaran vo(t) = h(t) diperoleh dengan
transformasi balik H(s). Bentuk gelombang h(t) terkait dengan pole yang
dikandung oleh H(s). Pole riil akan memberikan komponen eksponensial
pada h(t); pole kompleks konjugat (dengan bagian riil negatif ) akan
memberikan komponen sinus teredam pada h(t) dan pole-pole yang lain
akan memberikan bentuk-bentuk h(t) tertentu yang akan kita lihat
melalui contoh berikut.
H (s) = 2
s + (3 ) s + 1
0,5
0,5
= 0,5 H ( s ) =
=
2
s + 2,5s + 1 ( s + 2)(s + 0,5)
dua pole riil di s = 2 dan s = 0,5
111
= 1 H (s) =
0,5
112
= 0,5
=1
=2
=3
=4
=5
j
0
0
20
-1 . 2
pole di j
pole di + j
pole di 0+j0
(lihat pembahasan berikut)
Gb.5.3. Posisi pole dan bentuk gelombang keluaran.
113
alami. Pole paksa ini terletak di s = 0 + j0; pole inilah yang ditambahkan
pada Gb. 5.3.
Mengingat sifat integrasi pada transformasi Laplace, maka g(t) dapat
diperoleh jika h(t) diketahui, yaitu
g (t ) =
0 h( x)dx
(5.10)
2
2
s + s +1
Dengan sinyal masukan X(s) = 1/s , tanggapan rangkaian adalah
2
1
2
G (s) =
=
2
( s + s + 1) s ( s + 0,5 j 3 / 2)( s + 0,5 + j 3 / 2) s
Dari sini kita peroleh :
T(s)
Y(s)
X(s)
T1(s)
Y1 (s)
T2(s) Y(s)
b).
a).
Gb.5.4. Diagram blok
114
TV ( s ) = TV 1 ( s)TV 1( s) TVk ( s)
(5.12)
Kaidah rantai ini mempermudah kita dalam melakukan analisis dari suatu
rangkaian yang merupakan hubungan bertingkat dari beberapa tahapan.
Namun dalam hubungan bertingkat ini perlu kita perhatikan agar suatu
tahap tidak membebani tahap sebelumnya. Jika pembebanan ini terjadi
maka fungsi alih total tidak sepenuhnya menuruti kaidah rantai. Untuk
menekan efek pembebanan tersebut maka harus diusahakan agar
impedansi masukan dari setiap tahap sangat besar, yang secara ideal
adalah tak hingga besarnya. Jika impedansi masukan dari suatu tahap
terlalu rendah, kita perlu menambahkan rangkaian penyangga antara
rangkaian ini dengan tahap sebelumnya agar efek pembebanan tidak
terjadi. Kita akan melihat hal ini pada contoh berikut.
+
Vo
+
Vin
Ls
+
Vo
R2
TV 1( s) =
1 / Cs
1
=
R1 + 1 / Cs R1Cs + 1
dan
TV 2 ( s) =
R2
R2 + Ls
Ls
R2
+
Vo
115
TV ( s) =
R2 1 / Cs || ( R2 + Ls)
R2 + Ls 1 / Cs || ( R2 + Ls ) + R1
1 / Cs( R2 + Ls )
+ R1
1 / Cs + R2 + Ls
R2 1 / Cs( R2 + Ls )
R2 + Ls 1 / Cs + R2 + Ls
R2
R2 + Ls
R2 + Ls LCs 2 + ( L + R2C )s + ( R1 + R2 )
Pemahaman :
Fungsi alih dari rangkaian yang diperoleh dengan menghubungkan
kedua rangkaian secara bertingkat tidak merupakan perkalian fungsi
alih masing-masing. Hal ini disebabkan terjadinya pembebanan
rangkaian pertama oleh rangkaian kedua pada waktu mereka
dihubungkan. Untuk mengatasi hal ini kita dapat menambahkan
rangkaian penyangga di antara kedua rangkaian sehingga rangkaian
menjadi seperti di bawah ini.
+
+ R1
Vin
1/Cs
Ls
+
Vo
R2
Vo1
TV1
Vo1
1
Vo(s)
TV1
y (t ) =
(5.13)
117
Soal-Soal
1. Terminal AB rangkaian berikut
adalah terminal masukan, dan
terminal keluarannya adalah CD.
Tentukanlah admitansi
masukannya (arus / tegangan
masukan di kawasan s) jika
terminal keluaran terbuka.
1H
1k
1k
0,5F
B
R1
u(t)
a).
R2
+
vo
R1
+
cos1000t
c).
118
R
L
+
C v
o
b).
R1
+
u(t)
R2
+
u(t)
R2
+
vo
d).
+
vo
R1
+
u(t)
+
u(t)
R2
g).
vo
R2
+
u(t)
R2
vo
R1
f).
R1
+
u(t)
vo
R2
e).
h),
+
R1
L
C
vo
10k
0,5H
vin
a).
1k
vo
vin
+
vin
10k
c),
10k
b).
1H
1k
1k
0,5F
1F
100k 10k
1F
+
vo
+
vin
vo
+
vo
d).
119
13. Carilah fungsi alih dari suatu rangkaian jika diketahui bahwa
tanggapannya terhadap sinyal anak tangga adalah :
a). g (t ) = e 5000 t u (t );
(
)
)u(t);
c). g (t ) = ( 1 + 5e
)u(t );
d). g (t ) = ( e
e
e). g (t ) = ( e 1000 t e 2000 t )u (t );
f). g (t ) = ( e 1000 t sin 2000t )u (t )
b). g (t ) = 1 e 5000 t u (t );
5000 t
1000 t
2000 t
(
l). h(t ) = ( e
)
cos 2000t )u (t )
120
BAB 6
Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde Pertama
Sebagaimana kita ketahui, kondisi operasi normal rangkaian pada
umumnya adalah kondisi mantap dan dalam operasi tersebut banyak
digunakan sinyal sinus baik pada pemrosesan energi maupun pemrosesan
sinyal listrik. Dalam teknik energi listrik, tenaga listrik dibangkitkan,
ditransmisikan, serta dimanfaatkan dalam bentuk sinyal sinus dengan
frekuensi yang dijaga konstan yaitu 50 atau 60 Hz. Dalam teknik
telekomunikasi, sinyal sinus dimanfaatkan dalam selang frekuensi yang
lebih lebar, mulai dari beberapa Hz sampai jutaan Hz. Untuk hal yang
kedua ini, walaupun rangkaian beroperasi pada keadaan mantap, tetapi
frekuensi sinyal yang diproses dapat bervariasi ataupun mengandung
banyak frekuensi (gelombang komposit), misalnya suara manusia
ataupun suara musik. Karena impedansi satu macam rangkaian
mempunyai nilai yang berbeda untuk frekuensi yang berbeda, maka
timbullah persoalan bagaimanakah tanggapan rangkaian terhadap
perubahan nilai frekuensi atau bagaimanakah tanggapan rangkaian
terhadap sinyal yang tersusun dari banyak frekuensi. Dalam bab inilah
persoalan tersebut akan kita bahas.
Y ( s ) = T ( s ) X( s ) = A
s cos sin
T (s)
s 2 + 2
s cos sin
=A
T (s)
( s j)( s + j)
(6.2)
121
kn
k
k2
k
k*
+
+ 1 +
+ +
s j s + j s p1 s p 2
s pn
yang transformasi baliknya akan berbentuk
Y (s) =
(6.3)
(6.4)
ytm (t ) = ke jt + k *e jt
(6.5)
k = ( s j)Y ( s) s = j = A
s cos sin
T ( s)
( s + j)
s = j
(6.6)
cos + j sin
=A
T ( j)
2
Faktor T(j) dalam (6.6) adalah suatu pernyataan kompleks yang dapat
kita tuliskan dalam bentuk polar sebagai |T(j)|ej dimana |T(j)| adalah
nilai mutlaknya dan adalah sudutnya. Sementara itu menurut Euler
(cos + jsin) = ej. Dengan demikian (6.6) dapat kita tuliskan
e j
T ( j) e j
2
Dengan (6.7) ini maka tanggapan mantap (6.5) menjadi
k=A
(6.7)
e j
e j
T ( j) e je jt + A
T ( j) e je jt
2
2
e j (t + + ) + e j (t + + )
= A T ( j)
(6.8)
ytm (t ) = A
= A T ( j) cos(t + + )
122
vs
Vs
2H
100
+
vo
2s
+
Vo
Penyelesaian :
Transformasi rangkaian ke kawasan s
memberikan rangkaian impedansi seperti
di samping ini.
100
TV ( s) =
100
50
=
.
2s + 100 s + 50
TV ( j 50) =
50
50
1 j 45o
=
=
e
1
50 + j 50
2
502 + 502 e j tan (50 / 50)
vo (t ) =
10 2
2
Pemahaman :
Frekuensi sinyal keluaran sama dengan sinyal masukan, yaitu = 50
rad/sec.
Amplitudo sinyal masukan vmaks = 10 2 V , sedangkan
123
TV ( j) = TV ( j 50) =
vomaks = vsmaks T ( j) = 10 2
1
2
= 10 V
1 H 500
vs
500
+
vo
Penyelesaian :
Setelah di transformasikan ke kawasan s, diperoleh
124
500
s + 1000
500
j + 1000
fungsi gain : TV ( j) =
500
1000 2 + 2
Gain
0.5
stopband
0.5/2
C
0
1
10
100
10
100
-45
[o]
-90
125
vs
105/s 500
500
+
vo
Penyelesaian :
Fungsi alih rangkaian adalah
TV ( s) =
500
0,5s
2
TV ( j) =
0,5 j
j + 10 2
10 / s + 1000 s + 10
0,5
; () = 90 o tan 1
TV ( j) =
10 2
2 + 10 4
126
Kurva gain dan fasa terlihat seperti pada gambar di bawah ini.
Stopband ada di daerah frekuensi rendah sedangkan passband ada di
daerah frekuensi tinggi. Inilah karakteristik high-pass gain
stopband
Gain
passband
0.5
0.5/2
C
90
10
100
10
100
10000
100000
45
[o]
0
6.2.2. Decibel
Dalam meninjau tanggapan frekuensi, gain biasanya dinyatakan dalam
5260s (disingkat dB) yang didefinisikan sebagai
(6.9)
Gain dalam dB dapat bernilai nol, positif atau negatif. Gain dalam dB
akan nol jika |T(j)| bernilai satu, yang berarti sinyal tidak diperkuat
ataupun diperlemah; jadi gain 0 dB berarti amplitudo sinyal keluaran
sama dengan sinyal masukan. Gain dalam dB akan positif jika |T(j)| >1,
yang berarti sinyal diperkuat, dan akan bernilai negatif jika |T(j)| < 1,
yang berarti sinyal diperlemah.
Frekuensi cutoff adalah frekuensi dimana gain telah turun 1/2 = 0.707
kali nilai gain maksimum dalam passband. Jadi pada frekuensi cutoff,
nilai gain adalah
1
20 log
T ( j) maks = 20 log T ( j) maks log 2
(6.10)
2
= T ( j) maks dB 3 dB
127
K =1
gain : 20 log1
K= 2
gain : 20 log 2 3 dB
K
K
K
K
K
=2
= 10
= 30
= 100
= 1000
= 0 dB
gain : 20 log 2 6 dB
gain : 20 log10 = 20 dB
gain : 20 log 30 30 dB
gain : 20 log100 = 40 dB
gain : 20 log1000 = 60 dB
K
K
K
K
K
K
128
= 1/ 2
= 1/ 2
= 1 / 10
= 1 / 30
= 1 / 100
= 1 / 1000
gain : 3 dB
gain : 6 dB
gain : 20 dB
gain : 30 dB
gain : 40 dB
gain : 60 dB
-40
1
10
100
High-pass gain. Dalam skala dB, high-pass gain pada contoh-6.3 adalah
seperti terlihat pada ganbar di bawah ini. Gain hampir konstan 6 dB di
daerah frekuensi tinggi sedangkan di daerah frekuensi rendah gain
meningkat dengan kemiringan yang hampir konstan pula
0
Gain 6
[dB] 9
-20
-40
1
10
100
129
Gain 3
[dB]
-20
-40
1
10
100
Band-pass gain kita peroleh pada rangkaian orde kedua yang akan kita
pelajari lebih lanjut di bab selanjutnya. Walaupun demikian kita akan
melihat rangkaian orde kedua tersebut sebagai contoh di di bawah ini.
105/s
Vin(s)
s
1100
+
Vo(s)
Penyelesaian :
Fungsi alih rangkaian ini adalah
TV ( s ) =
1100
5
1100 + s + 10 / s
1100s
2
1100s
( s + 100)( s + 1000)
s + 1100s + 10
j1100
TV ( j) =
( j + 100)( j + 1000)
1000
TV ( j) =
2
+ 1002 2 + 10002
Kurva gain terlihat seperti gambar di bawah ini. Di sini terdapat satu
passband , yaitu pada antara 100 1000 dan dua stopband di
daerah frekuensi rendah dan tinggi.
130
1.4
Gain
stopband
passband
stopband
1
0.7
1/2
0
1
10
100
1000
10000
Apabila kurva gain dibuat dalam dB, kurva yang akan diperoleh
adalah seperti diperlihatkan di atas.
CO;TOH-6.6: Selidikilah
perubahan gain dari rangkaian
orde kedua di samping ini.
Gain belum dinyatakan
dalam dB.
Penyelesaian :
Fungsi alih rangkaian ini
adalah
Vin(s) +
10
10
TV ( s) =
10 +
TV ( j) =
0,1s
105/s
0,1s 105 / s
+
Vo(s)
s 2 + 106
s 2 + 104 s + 106
0,1s + 105 / s
2 + 106
2 + j104 + 106
TV ( j) =
2 + 106
(106 2 ) 2 + 108 2
Gain
1
0.7
1/2
0
1
100
10000
1000000
131
Kurva ini menunjukkan bahwa ada satu stopband pada antara 100
10000 dan dua passband masing-masing di daerah frekuensi
rendah dan tinggi.
Karakteristik gain seperti pada contoh-6.5. disebut band-pass gain
sedangkan pada contoh-6.6 disebut band-stop gain. Frekuensi cutoff
pada band-pass gain ada dua; selang antara kedua frekuensi cutoff
disebut bandwidth (lebar pita).
TV ( s ) =
K
s+
(6.11)
Pole fungsi alih ini haruslah riil negatif karena hanya pole negatif (di
sebelah kiri sumbu imajiner dalam bidang s) yang dapat membuat
rangkaian stabil; komponen transiennya menuju nol untuk t . Hanya
rangkaian yang stabil sajalah yang kita tinjau dalam analisis mengenai
tanggapan frekuensi.
Dari (6.11) kita dapatkan :
T ( j) =
K
K
=
j + (1 + j / )
(6.12)
TV ( j) =
K /
1 + ( / )
dan
() = K tan 1 ( / ) (6.13)
TV ( j) dB = 20 log( K / ) 20 log 1 + ( / ) 2
(6.14)
Fungsi gain ini terdiri dari dua komponen, yang ditunjukkan oleh suku
pertama dan suku kedua ruas kanan (6.14). Komponen pertama bernilai
konstan untuk seluruh frekuensi. Komponen kedua tergantung dari
frekuensi dan komponen inilah yang menyebabkan gain berkurang
dengan naiknya frekuensi. Komponen ini pula yang menentukan
frekuensi cutoff, yaitu saat (/) =1 dimana komponen ini mencapai
nilai 20log2 3 dB. Jadi dapat kita katakan bahwa frekuensi cutofff
ditentukan oleh komponen yang berasal dari pole fungsi alih, yaitu
C =
(6.15)
133
pendekatan
garis lurus
dB
-20
log((/)2+1)
-40
C
1E+06
1E+05
10000
1000
100
10
-60
[rad/s]
( )
20 log 1 + ( / ) 2 20 log 1 = 0
(6.17)
20 log 1 + ( / ) 2 20 log( / )
(6.18)
() = K tan 1 ( / )
(6.16)
pendekatan
garis lurus
[o]
tan1(/)
-45
C
1E+06
1E+05
10000
1000
100
10
-90
[rad/s]
135
Frekuensi
Gain
C =
=1
1<<
>
Komponen 1
20log(|K|/)
20log(|K|/)
20log(|K|/)
Komponen 2
20dB/dek
20log(|K|/)
20log(|K|/)
20dB/dek
Total
Frekuensi
C =
=1
0,1<<10
>10
Komponen 2
45 /dek
Total
K 45 /dek
Komponen 1
Kurva pendekatan garis lurus tanggapan gain dan tanggapan fasa ini,
dengan mengambil = 1000, diperlihatkan pada Gb.6.3.a. dan Gb.6.3.b.
[o]
Gain [dB]
20
45
20log(|K|/)
20dB/dek
-20
45o/dek
-45
-90
a).
1 E+06
1 E+05
1 00 00
10 00
10C
1 00
1 E+06
1 E+05
1 00 00
[rad/s]
10
0.1C
-135
10 00
1 00
-40
10
C =
[rad/s]
Gb.6.3. Pendekatan garis lurus tanggapan gain dan
tanggapan fasa lowpass gain. C = = 1000 rad/s.
b).
contoh, pada Gb.6.3.a. gain pada frekuensi cutoff sama dengan gain
maksimum dalam pass-band; seharusnya gain pada frekuensi cutoff
adalah gain maksimum dalam pass-band dikurangi 3 dB.
Ks
s+
sehingga
T ( j) =
Ks
Ks
=
j + (1 + j / )
(6.19)
Berbeda dengan fungsi alih low-pass gain, fungsi alih ini mempunyai
zero pada s = 0. Fungsi gain dan fungsi fasa-nya adalah
T ( j) =
( K / )
1 + ( / )
(6.21)
Gain
C =
=1
1<<
Komponen 3
Total
>
20log(|K|/)
+20dB/dek 20log(/1)+20dB/dek
0
20dB/dek
20log(|K|/) 20log(|K|/)
20log(|K|/)
+20dB/dek
+20log(/1)
137
()
Frekuensi
C =
=1
0,1<<10
>10
Komponen 1 K
Komponen 2 90o
90o
90o
Komponen 3 0o
45o/dek
90o
K +90o 45o/dek
K +90o
Total
Pendekatan garis lurus dari tanggapan gain dan tanggapan fasa dengan
=100, diperlihatkan pada Gb.6.4.a.dan Gb.6.4.b.
40
K+90o
90
Gain [dB]
[o]
20
+20dB/dek
0
1E+06
1E+05
1000
b).
100
-45
1E+06
1E+05
10000
1000
100
10
10C
[rad/s]
0.1C
[rad/s]
-40
a).
10
C =
10000
20log(|K|/)
-20
45o/dek
45
T1 ( s) =
20
s + 100
dan
T2(s) =
20s
s + 100
Penyelesaian:
Fungsi gain rangkaian pertama adalah
138
T1 ( j) =
20
0.2
0.2
=
T1 ( j) =
j + 100 1 + j / 100
1 + ( / 100) 2
Gain
C = 100 rad/s
=1
Komponen 1 14 dB
Komponen 2
Total
>100
1<<100
14 dB
14 dB
20dB/dek
14 dB
14 dB
14 dB 20dB/dek
Frekuensi
C = 100 rad/s
=1
Komponen 1 14 dB
1<<100
>100
14 dB
14 dB
Komponen 2
20 dB/dek
40+20 dB/dek
Komponen 3
20 dB/dek
Total
14 dB 14 dB +20 dB/dek
26 dB
139
Gain [dB]
Gain [dB]
40
40
Komp-1
Komp-2
20
0
-20
Gain
0
-20
Gain
C
-40
Komp-2
20
Komp-1 Komp-3
-40
-60
[rad/s] 2)
(Rangkaian
10000
100
10
1000
[rad/s] 1)
(Rangkaian
10000
1000
100
10
-60
j + j + (1 + j / ) (1 + j / )
T ( j) =
{K 1 K 2
/ }
1 + ( / )2 1 + ( / )2
T ( j) dB = 20 log( K 1 K 2 / ) + 20 log
20 log 1 + ( / ) 2 20 log 1 + ( / ) 2
Dengan membuat >> maka akan diperoleh karakteristik band-pass
gain dengan frekuensi cutoff C1 = dan C2 = . Sesungguhnya
fungsi alih (6.22) berbentuk fungsi alih rangkaian orde kedua. Kita akan
melihat karakteristik band-pass gain rangkaian orde ke-dua dalam bab
berikut.
140
BAB 7
Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde
Ke-Dua
( K / )
(7.2)
1 + ( / ) 2 1 + ( / ) 2
yang dalam satuan dB menjadi
(7.3)
20 log 1 + ( / ) 2
Fungsi gain ini terdiri dari komponen-komponen yang bentuknya telah
kita kenal pada pembahasan rangkaian orde pertama. Komponen pertama
(suku pertama ruas kanan (7.3)) bernilai konstan. Komponen kedua
berbanding lurus dengan log dengan perubahan gain +20 dB per
dekade; komponen ketiga pengurangan gain 20 dB per dekade;
komponen ke-empat juga pengurangan gain 20 dB / dekade. Frekuensi
cutoff C1 = diberikan oleh komponen ke-tiga sedangkan komponen
ke-empat memberikan frekuensi cutoff C2 = .
141
Nilai fungsi gain dengan pendekatan garis lurus untuk > adalah
seperti dalam tabel di bawah ini. Mengenai fungsi fasa-nya akan kita
lihat pada contoh-contoh.
Gain
Frekuensi
C1 = rad/s
=1
1<<
C2 = rad/s
<<
>
+20 dB/dek
20log(|K|/)
+20log(/1)
+20log(/1)
+20 dB/dek
+20 dB/dek
Komp.3
20 dB/dek
20log(/)20 dB/dek
Komp.4
20 dB/dek
Total
20log(|K|/)
+20 dB/dek
+20log()
+20log(/1)
20 dB/dek
50000 j
0,5
=
( j + 10)( j + 10000) (1 + j / 10)(1 + j / 10000)
0,5
T ( j) =
2
1 + ( / 10) 1 + ( / 10000) 2
142
Gain
Frekuensi
C1 = 10 rad/s
C2 = 10000 rad/s
>104
=1
1<<10
Komponen 1
6 dB
6 dB
6 dB
6 dB
Komponen 2
+20 dB/dek
20+20 dB/dek
80+20 dB/dek
Komponen 3
20 dB/dek
6020 dB/dek
Komponen 4
20 dB/dek
6 dB
14 dB
6 dB
Total
10<<104
14 dB
20 dB/dek
+20 dB/dek
40
Gain
[dB] 20
14
6
Gain
-20
C1
-40
1
10
C2
100
1000
[rad/s]
10000 100000
143
()
Frekuensi
C1 = 10 rad/s
C2 = 104 rad/s
=1
1<<100
103<<105
>105
Komponen 1
0o
0o
0o
0o
Komponen 2
90o
90o
90o
90o
Komponen 3
0o
45o/dek
90o
90o
Komponen 4
0o
0o
0o45o/dek
90o
Total
90o
90o45o/dek
0o45o/dek
90o
[o]
90
45
0
-45
C1
-90
1
10
C2
100
[rad/s]
Pemahaman :
Karena frekuensi cutoff pertama C1 =10, maka perubahan fasa
45o/dekade terjadi pada selang frekuensi 1<<100. Karena
frekuensi cutoff kedua C2 = 10000, maka perubahan fasa
45o/dekade yang kedua terjadi pada selang frekuensi
1000<<100000. Di luar ke-dua selang frekuensi ini fasa tidak
berubah, sehingga terlihat adanya kurva mendatar pada selang
frekuensi 100<<1000.
144
T (s) =
10s 2
( s + 40)(s + 200)
Penyelesaian :
Gain dari sistem ini adalah
T ( j) =
10( j) 2
1
2
=
T ( j) =
1
2
800
1 + ( / 40) 2 1 + ( / 200) 2
20
+20dB/dek
Gain 0
[dB]
+40dB/dek
-20
-40
58
-60
1
10
100
1000
10000 100000
[rad/s]
Fungsi fasa adalah :
[o]
180
135
90
45
0
1
10
0,1C1
100
0,1C2
1000
10C1
10000 100000
10C2
[rad/s]
Pemahaman :
Penggambaran tanggapan gain dan tanggapan fasa di sini tidak lagi
melalui langkah antara yang berupa pembuatan tabel peran tiap
komponen dalam berbagai daerah frekuensi. Kita dapat melakukan
hal ini setelah kita memahami peran tiap-tiap komponen tersebut
dalam membentuk tanggapan gain dan tanggapan fasa. Melalui
latihan yang cukup, penggambaran tanggapan gain dan tanggapan
fasa dapat dilakukan langsung dari pengamatan formulasi kedua
macam tanggapan tersebut.
Kita perhatikan penggambaran tanggapan fasa. Dalam contoh ini
0,1C2 < 10C1 dan bahkan 0,1C2 < C1. Oleh karena itu,
penurunan fasa 45o per dekade oleh pole pertama, yang akan
berlangsung sampai =10C1, telah ditambah penurunan oleh pole
kedua pada =0,1C2 sebesar 45o per dekade. Hal ini
menyebabkan terjadinya penurunan fasa 245o mulai dari
=0,1C2 sampai dengan =10C1 karena dalam selang frekuensi
tersebut dua pole berperan menurunkan fasa secara bersamaan. Pada
=10C1 peran pole pertama berakhir dan mulai dari sini penurunan
fasa hanya disebabkan oleh pole kedua, yaitu 45o per dekade.
146
T ( s) =
5 104
( s + 100)( s + 1000)
Penyelesaian :
5 104
0,5
=
( j + 100)( j + 1000) (1 + j / 100)(1 + j / 1000)
0,5
T ( j) =
2
1 + ( / 100) 1 + ( / 1000) 2
T ( j) =
Gain
[dB]
-20
-40
-60
1
10
100
1000
10000 100000
[rad/s]
Fungsi fasa adalah
147
[o]
-45
-90
-135
-180
1
10
100
1000
10000 100000
[rad/s]
4 10 4 ( s + 20)
( s + 100)( s + 1000)
Penyelesaian :
T ( j) =
4 104 ( j + 20)
8(1 + j / 20)
=
( j + 100)( j + 1000) (1 + j / 100)(1 + j / 1000)
T ( j) =
148
8 ( / 20) 2 + 1
1 + ( / 100) 2 1 + ( / 1000) 2
20dB/dek
+20dB/dek
20
18
10
0
1
10
100
1000
10000 100000
[rad/s]
149
45
[o]
0
-45
-90
-135
1
10
100
1000
10000
100000
[rad/s]
Pemahaman :
Zero tetap berperan sebagai peningkat gain dan fasa. Zero riil
negatif meningkatkan gain dan fasa mulai pada frekuensi yang sama
dengan nilai zero.
7.3. Tinjauan Umum Bode Plot dari Rangkaian Yang Memiliki Pole
dan Zero Riil
Bode plots terutama bermanfaat jika pole dan zero bernilai riil, yaitu pole
dan zero yang dalam diagram pole-zero di bidang s terletak di sumbu riil
negatif. Dari contoh-contoh fungsi alih yang mengandung zero dan pole
riil yang telah kita bahas di atas, kita dapat membuat suatu ringkasan
mengenai kaitan antara pole dan zero yang dimiliki oleh suatu fungsi alih
dengan bentuk kurva gain dan kurva fasa pada Bode plots dengan
pendekatan garis lurus. Untuk itu kita lihat fungsi alih yang berbentuk
Ks(s + 1 )
T ( s) =
(7.4)
(s + 2 )(s + 3 )
yang akan memberikan
T ( j) =
K1
j(1 + j / 1 )
2 3 (1 + j / 2 )(1 + j / 3 )
(7.5)
Dari (7.5) terlihat ada tiga macam faktor yang akan menentukan bentuk
kurva gain maupun kurva fasa. Ke-tiga faktor tersebut adalah:
150
1.
K1
yang disebut faktor skala. Kontribusi faktor
23
skala ini pada gain dan fasa berupa suatu nilai konstan, tidak
tergantung pada frekuensi. Kontribusinya pada gain sebesar 20log
|K0| akan bernilai positif jika |K0| > 1 dan bernilai negatif jika |K0| <
1. Kontribunya pada sudut fasa adalah 0o jika K0 > 0 dan 180o jika
K0 < 0.
Faktor K 0 =
2.
Faktor j. Faktor ini berasal dari pole atau zero yang terletak di titik
(0,0) dalam diagram pole-zero di bidang s. Kontribusinya pada gain
adalah sebesar 20log() dan kontribusinya untuk sudut fasa adalah
90o; tanda plus untuk zero dan tanda minus untuk pole. Jika fungsi
alih mengandung pole ataupun zero ganda (lebih dari satu) maka
kontribusinya pada gain adalah sebesar 20nlog() dan pada sudut
fasa adalah n90o dengan n adalah jumlah pole atau zero. Dalam
pendekatan garis lurus, faktor ini memberikan perubahan gain
sebesar 20n dB per dekade mulai pada = 1; tanda plus untuk zero
dan tanda minus untuk pole.
3.
Faktor 1 + j/. Faktor ini berasal dari pole ataupun zero yang
terletak di sumbu riil negatif dalam diagram pole-zero di bidang s.
Faktor
ini
berkontribusi
pada
gain
sebesar
tan 1 ( / ) ; tanda plus untuk zero dan tanda minus untuk pole.
151
T ( s) =
K
s+
Diagram pole-zero dari fungsi alih ini adalah seperti terlihat pada
Gb.7.5.a. Dari gambar ini kita dapatkan bahwa fungsi gain :
T ( j) =
K
|K|
|K|
=
=
j +
2 + 2 A()
(7.6)
dengan A() adalah jarak antara pole dengan suatu nilai di sumbu
tegak. Makin besar akan makin besar nilai A() sehingga |T(j)| akan
semakin kecil.
Jika kita gambarkan kurva |T(j)| terhadap dengan skala linier, kita
akan mendapatkan kurva seperti terlihat pada Gb.7.5.b. Akan tetapi jika
dalam penggambaran itu kita menggunakan skala logaritmis, baik untuk
absis maupun ordinatnya, kita akan mendapatkan kurva seperti terlihat
pada Gb.7.5.c. Inilah bentuk karakteristik low-pass gain dari rangkaian
orde satu yang telah kita kenal.
152
A()
(a)
low-pass gain|
|T(j)|
|T(j)|
10
12
(b) 0
00
500
500
103
1000
(c) 1
11
10
10
2 1000
100
10
103
T ( j) =
|K |
|K |
Kj
=
=
j +
A()
2 + 2
(7.7)
Jika kita plot |T(j)| terhadap dengan skala linier, kita akan
mendapatkan kurva seperti terlihat pada Gb.7.6.a. Akan tetapi jika kita
plot |T(j)| terhadap dengan skala logaritmis, baik untuk absis maupun
ordinatnya, kita akan mendapatkan kurva seperti terlihat pada Gb.7.6.b.
Inilah bentuk karakteristik high-pass gain dari rangkaian orde satu yang
telah kita kenal.
153
high-pass gain|
|T(j)|
1000
|T(j)|
1056
1044
1032
1020
1008
996
984
972
960
948
936
924
912
900
888
876
864
852
840
828
816
804
792
780
768
756
744
732
720
708
696
684
672
660
648
636
624
612
600
588
576
564
552
540
528
516
504
492
480
468
456
444
432
420
408
396
384
372
360
348
336
324
312
300
288
276
264
252
240
228
216
204
192
180
168
156
144
132
120
108
96
84
72
60
48
360
24
12
100
10
(b)1
3
1
10
100 2
10003
100004
1000
0
1
500
10 10 10 10
10
Gb.7.6. Diagram pole-zero sistem orde pertama dan kurva |T(j)|
terhadap .
(a)
500
T ( s) =
K
( s + 1 ) ( s + 2 )
Diagram pole-zero dari fungsi alih ini adalah seperti terlihat pada
Gb.7.6.a. Dari diagram ini terlihat bahwa fungsi gain dapat dituliskan
sebagai
T ( j) =
|K|
=
( j + 1 ) ( j + 2 )
|K|
2 + 12 2 + 2
(7.8)
|K|
=
A1 () A2 ()
dengan A1()dan A2() adalah jarak masing-masing pole ke suatu nilai
. Dengan bertambahnya , A1()dan A2() bertambah secara
bersamaan. Situasi ini mirip dengan apa yang dibahas di atas, yaitu
bahwa |T(j)| akan menurun dengan naiknya frekuensi; perbedaannya
adalah bahwa penurunan pada rangkaian orde kedua ini ditentukan oleh
dua faktor yang berasal dari dua pole. Dalam skala linier bentuk kurva
|T(j)| adalah seperti Gb.7.7.b. Dalam skala logaritmik kita memperoleh
karakteristik low-pass gain seperti terlihat pada Gb.7.7.c. yang sudah
kita kenal.
154
A2()
A1()
(a)
2
1
low-pass gain|
|T(j)|
10
12
|T(j)|
10
8
6
4
2
(b)0
00
2000
4000
4000
8000
8000
6000
(c)1
11
10
10
1002
10
4
10003
10000
10
10
|T(j)|
96
84
72
60
48
36
24
12
0
10
(a)
00
2000
4000
4000
8000
8000
6000
(b)1
11
10
10
100 2
10003 10000
10
10
10
Gb.7.8. Diagram pole-zero sistem orde kedua dan kurva |T(j)| terhadap
155
high-pass gain|
|T(j)|
|T(j)|
1200000
1000000
1000000
800000
600000
400000
200000
(a)0
00
2000
4000
4000
8000
8000
6000
(b)1
11
10
10
Gb.7.9. Diagram pole-zero sistem orde kedua dan kurva |T(j)| terhadap
Keadaan yang sangat berbeda terjadi pada rangkaian orde dua dengan
fungsi alih yang mengandung pole kompleks konjugat yang akan kita
lihat berikut ini.
T ( s) =
K
( s + + j) ( s + j)
(7.9)
T ( j) =
=
K
( j + + j) ( j + j)
K
( + ) 2 + 2 ( ) 2 + 2
K
A1() A2 ()
156
A2()
(a)
A1()
A2()
A1()
(b)
j
A2()
2
A1()
(c)
dengan
(7.11)
b
2c
Bentuk penulisan penyebut seperti pada (7.11) ini disebut bentuk
normal. disebut rasio redaman dan 0 adalah frekuensi alami tanpa
redaman atau dengan singkat disebut frekuensi alami. Frekuensi alami
adalah frekuensi di mana rasio redaman = 0.
Fungsi alih (7.11) dapat kita tuliskan
0 2 = c
dan
157
T ( s) =
Ks
s + 20 s + 0 2
K
0 2
(7.12)
(s / 0 )2 + (2 / 0 )s + 1
T ( j) =
2
2
0
( / 0 ) + j (2 / 0 ) + 1
T ( j) =
K
0
() = K
(7.13)
(1 ( / ) ) + (2 / )
0
2 2
(2 / 0 )
+ 90o tan 1
1 ( / 0 )2
T ( j) dB = 20 log
K
0 2
+ 20 log
(7.14)
20 log 1 ( / 0 )2 + (2 / 0 )2
Rasio redaman akan mempengaruhi perubahan nilai gain oleh pole
seperti ditunjukkan oleh komponen ketiga dari fungsi gain ini.
Untuk frekuensi rendah komponen ketiga ini mendekati nilai
20 log 1 ( / 0 )2
) + (2 / )
2
20 log 1 + 0 = 0 (7.15)
20 log 1 ( / 0 )2
) + (2 / )
2
20 log( / 0 ) ( / 0 ) + (2 ) 20 log( / 0 )
2
(7.16)
2
158
20
=0,1
=0,5
dB
=0,05
=1
-20
pendekatan
linier
-40
100
[rad/s]
1000
10000
(2 / 0 )
(7.17)
1 ( / 0 )2
(2/ 0 )
1 ( / 0 )2
tan1
(2/ 0 ) 180o
( / 0 )2
(7.19)
=0,05
=0,1
=0,5
=1
-45
-90
pendekatan
linier
-135
-180
10
100
1000
10000
100000
[rad/s]
Gb.7.12. Pengaruh rasio redaman pada perubahan fasa oleh pole.
159
(1 ( / 200) ) + (2 / 200)
= 20 log 2 + 20 log 20 log (1 ( / 200) ) + ( 2 / 200)
2 2
T ( j) dB
2 2
dB
135
90
45
40
20
160
1 E+05
1 00 00
rad/s
10 00
1 E+05
1 00 00
rad/s
10 00
1 00
10
-40
1 00
-20
10
0
-45
-90
-135
60
Soal-Soal
1. Tentukanlah tanggapan frekuensi dan tentukan gain tertinggi dan
frekuensi cutoff dari rangkaian di bawah ini.
+
0,5H
9k
vin
1k
vo
10k
vo
1F
10k
+
vin
1H
1k
1k
0,5F
vo
+
vin
10k
10k
1F
+
vo
1F
100k 10k
+
vin
+
vo
161
a). g (t ) = e 5000 t u (t );
b). g (t ) = 1 5e 5000 t u (t )
7. Ulangi soal 6 jika diketahui :
(
b). g (t ) = ( e
)
sin 2000t )u(t )
(5s + 1)(0.005s + 1)
(0.05s + 1)(0.5s + 1)
10. Gambarkan Bode plots (pendekatan garis lurus) jika diketahui fungsi
alihnya
T ( s) = 50
162
s(0.02 s + 1)
(0.001s + 1)(0.4 s + 1)
BAB 8
Analisis Pada Suatu Sistem
Pengenalan pada sistem ini bertujuan agar kita
8.1. Sinyal
Di awal buku ini kita telah mempelajari bentuk gelombang sinyal yang
merupakan suatu persamaan yang menyatakan sinyal sebagai fungsi dari
waktu. Dalam analisis rangkaian listrik, sinyal-sinyal yang kita tangani
biasanya berupa tegangan ataupun arus listrik. Pengertian ini dapat kita
perluas menjadi suatu pengertian yang tidak hanya mencakup sinyal
listrik saja tetapi juga mencakup sinyal-sinyal non-listrik yang juga
merupakan fungsi waktu. Dengan perluasan pengertian ini maka kita
mempunyai definisi untuk sinyal sebagai,
Sinyal adalah suatu fungsi yang menyatakan variasi terhadap
waktu dari suatu peubah fisik.
Fungsi yang kita tetapkan untuk menyatakan suatu sinyal kita sebut
representasi dari sinyal atau model sinyal dan proses penentuan
representasi sinyal itu kita sebut pemodelan sinyal. Suatu sinyal yang
tergantung dari peubah riil t dan yang memodelkan peubah fisik yang
berevolusi dalam waktu nyata disebut sinyal waktu kontinyu. Sinyal
waktu kontinyu ditulis sebagai suatu fungsi dengan peubah riil t seperti
misalnya x(t). Sebagaimana telah disebutkan di awal buku ini, sinyal jenis
inilah yang sedang kita pelajari.
Untuk memberi contoh dari sinyal non-listrik, kita bayangkan suatu
benda yang mendapat gaya. Benda ini akan bergerak sesuai dengan arah
gaya., posisinya akan berubah dari waktu ke waktu. Dengan mengambil
suatu kooordinat referensi, perubahan posisi benda akan merupakan
fungsi waktu dan akan menjadi salah satu peubah fisik dari benda
tersebut dan merupakan suatu sinyal. Selain perubahan posisi, benda juga
163
8.2. Sistem
Dengan contoh di atas, kita sampai pada pengertian mengenai sistem
yaitu :
sistem merupakan aturan yang menetapkan sinyal keluaran
dari adanya sinyal masukan.
atau
sistem membangkitkan sinyal keluaran tertentu dari adanya
sinyal masukan tertentu.
Jika kita ingat mengenai pengertian elemen sebagai model piranti dalam
rangkaian listrik, maka sistem dapat dipandang sebagai model dari
164
y (t ) = H [x (t )]
(8.1)
dengan y(t) sinyal keluaran dan x(t) sinyal masukan. Hubungan ini dapat
kita gambarkan dengan diagram berikut.
sinyal
masukan x(t)
sinyal
y(t) keluaran
165
d 2 y (t )
2
+a
dy (t )
+ by (t ) = f (t )
dt
dt
Bentuk umum dari model ini dinyatakan dalam persamaan diferensial
:
y ( n) (t ) + an 1 y ( n 1) (t ) L + a1 y& (t ) + a0 y (t ) =
bm x( m) (t ) + bm 1x ( m1) (t ) + L + b0 x(t )
y ( n 1) (0) = y n 1 , y ( n 2) (0) = y n 2 , L ,
y& (0) = y1 , y (0) = y 0 .
(8.2)
b s m + bm 1s m 1 + L + b0
Y (s)
= T (s) = H (s)
= m
X ( s ) s n + a n 1s n 1 + L + a1s + a0
166
(8.3)
y (t ) = h (t ) x ( )d
0
(8.4)
Y () = H ( ) X ( )
(8.5)
Y (s)
= H ( s ) atau
X (s)
Y (s) = H (s ) X (s)
(8.6)
167
Titik Hubung. Ada dua macam titik hubung yang perlu kita perhatikan
yaitu titik pencabangan (pickoff point) dan titik penjumlahan. Titik
pencabangan adalah titik tempat terjadinya duplikasi sinyal; sinyal-sinyal
yang meninggalkan titik pencabangan sama dengan sinyal yang
memasuki titik pencabangan. Hal ini digambarkan pada Gb.8.3.a. Pada
titik penjumlahan, beberapa sinyal dijumlahkan. Sinyal yang keluar dari
titik penjumlahan adalah jumlah dari sinyal yang masuk ke titik
penjumlahan. Jika sinyal yang masuk bertanda + maka ia dijumlahkan
dan jika bertanda ia dikurangkan. Untuk titik penjumlahan ini ada
konvensi, yaitu bahwa hanya ada satu sinyal saja yang meninggalkan
titik penjumlahan. Hal ini digambarkan pada Gb.8.3.b.
X(s)
titik pencabangan
X1(s)
X(s)
X2(s)
X(s)
X3(s)
+
+
X1(s)X2(s)+ X3(s)
pada sistem berikutnya seperti terlihat pada Gb.8.4. Fungsi alih dari
hubungan kaskade, yang merupakan fungsi alih total, adalah hasil kali
dari fungsi alih sistem yang menyusunnya. Jadi hubungan kaskade sistem
H1(s) dan H2(s) dapat digantikan oleh satu sistem H1(s)H2(s). Hal ini
sesuai dengan kaidah rantai yang telah kita pelajari dalam analisis
rangkaian di kawasan s.
H1(s)
X(s)
H2(s)
Y(s)
X(s)
H1(s)H2(s)
Y(s)
X(s)
+
Y(s)
H2(s)
X(s)
H1(s)+H2(s)
Y(s)
X1(s)
Y2(s)
Y(s)
H1(s)
H2(s)
X2(s)
R(s)
H1 ( s )
1 + H1 ( s) H 2 ( s )
Y(s)
169
= H 1 ( s ) R( s ) H 1 ( s )[H 2 ( s )Y ( s )]
Y ( s ) + H 1 ( s )[H 2 ( s )Y ( s )] = H 1 ( s ) R( s )
H1 (s)
Y ( s)
=
R( s ) 1 + H 1 ( s ) H 2 ( s )
Dengan hubungan umpan balik seperti pada Gb.8.6. fungsi alih sistem
keseluruhan menjadi
H 1 ( s)
1 + H 1 (s ) H 2 (s)
Fungsi alih H1(s) adalah fungsi alih dari suatu sistem yang disebut sistem
H 1 ( s)
loop terbuka sedangkan
adalah fungsi alih dari sistem
1 + H 1 (s ) H 2 (s)
yang disebut sistem loop tertutup. Jika pada titik penjumlahan terdapat
tanda negatif pada jalur umpan balik maka sistem ini disebut sistem
dengan umpan balik negatif. Jika fungsi alih H2(s) = 1 maka sistem
menjadi sistem dengan umpan balik negatif satu satuan.
Sub-Sistem. Jika kita memisahkan salah satu bagian dari diagram blok
suatu sistem yang tersusun dari banyak bagian dan bagian yang kita
pisahkan ini merupakan suatu sistem juga maka bagian ini kita sebut subsistem. H2(s) dalam contoh hubungan paralel di atas merupakan salah
satu sub-sistem.
170
ini akan memberikan sinyal keluaran (tegangan atau arus) tertentu jika
diberi sinyal masukan (arus atau tegangan) tertentu yang kita kenal
sebagai karakteristik i-v dalam analisis rangkaian listrik. Jika sistem
dapat divisualisasikan menggunakan diagram blok, maka elemen-elemen
rangkaian listrik dapat pula digambarkan dengan diagram blok.
I(s)
I(s)
+
V(s)
V(s)
1
R
V(s)
I(s)
1
sC
I(s)
+
V(s)
I(s)
1
sC
V(s)
V(s)
sC
I(s)
I(s)
1
1
V(s)
C
s
171
1
disebut sebagai blok integrator.
s
Induktor.
Gb.8.9. memperlihatkan diagram blok dari induktor.
Hubungan tegangan-arus induktor adalah V ( s ) = ( sL) I ( s ) atau
I ( s ) = (1 / sL)V ( s ) . Kedua relasi memberikan diagram blok seperti
ditunjukkan pada gambar.
sL
I(s)
I(s)
sL
V(s)
+
V(s)
V(s)
1
sL
I(s)
V(s)
1
1
I(s).
L
s
172
I2(s)
I(s)
I2(s)
I(s)
I1(s)
R1
R2
I2(s)
I(s)
I1(s)
+
V(s)
sL
R1
I1(s)
+
V(s)
R1
(b)
(a)
Penyelesaian :
1
sC
+
V(s)
(c)
V (s)
a). V ( s) = R2 I 2 ( s) = R2 [I ( s) I1 ( s)] = R2 I ( s)
R1
I(s) +
R2
V(s)
V (s)
b). V ( s) = sLI 2 ( s) = sL[I ( s) I1 ( s)] = sL I ( s)
R1
I(s) +
c). V ( s) =
sL
V(s)
1
1
I 2 ( s) =
[I (s) I1 ( s)] = 1 I ( s) V (s)
sC
sC
sC
R1
I(s) +
1
sC
V(s)
173
I(s)
I2(s)
I(s)
I1(s)
sL
R1
I1(s)
+
V(s)
1
sC
(a)
R1
+
V(s)
(b)
Penyelesaian :
V ( s)
a). V ( s) = R1 I 2 ( s) = R1 [I ( s) I1 ( s)] = R1 I ( s)
sL
Diagram blok:
1
sL
I(s) +
R1
V(s)
b). V ( s) = R1 I 2 ( s) = R1 [I ( s) I1 ( s)] = R1 [I ( s) sC V ( s )]
Diagram blok:
sC
I(s) +
R1
V(s)
Tegangan V(s) pada contoh 8.1.b. dan 8.1.c. haruslah identik dengan
tegangan pada contoh 8.2. karena tegangan ini adalah tegangan pada
hubungan paralel dari dua elemen. Walaupun demikian kita mendapatkan
diagram blok yang berbeda pada kedua contoh tersebut. Kita akan
menguji apakah kedua diagram blok tersebut identik dengan mencari
fungsi alih masing-masing. Untuk itu kita akan memanfaatkan formulasi
hubungan blok paralel.
Untuk rangkaian R-L paralel di kedua contoh tersebut di atas kita peroleh
:
174
1
R1
I(s) +
sL
V(s)
H1 ( s ) =
sL
sLR1
V (s)
=
=
1 + ( sL)(1 / R1) R1 + sL I ( s )
1
sL
I(s) +
R1
V(s)
H 2 (s) =
R1
sLR1
V (s)
=
=
1 + ( R1 )(1 / sL) sL + R1 I ( s)
I(s) +
1
sC
V(s)
H 3 ( s) =
1 / sC
R1 / sC
V (s)
=
=
1 + (1 / sC )(1 / R1) R1 + (1 / sC ) I ( s )
sC
I(s) +
R1
V(s)
H 4 (s) =
R1
R1 / sC
V (s)
=
=
1 + ( R1)( sC ) (1 / sC ) + R1 I ( s)
Fungsi alih dari kedua hubungan paralel terserbut ternyata sama yang
tidak lain adalah impedansi total rangkaian R-L dan R-C paralel. Jadi
diagram blok yang diperoleh pada kedua contoh di atas adalah identik.
175
I3(s)
I5(s)
V1(s)
sL
I2(s) 1
+ R
1
Vi (s)
1
sC1
I4(s)
R2
sC2
+
Vo(s)
Penyelesaian :
Dalam membangun diagram blok rangkaian ini, kita akan
menempuh langkah-langkah yang kita mulai dari tegangan keluaran
dan mencari formulasinya secara berurut menuju ke arah masukan.
Tegangan Vo(s) dapat dinyatakan sebagai R 2 I 5 ( s ) ataupun
(1/sC2) I4(s). Kita ambil yang kedua.
1.
V o (s) =
1
I 4 ( s)
sC 2
1
sC2
I4(s)
2.
I 4 ( s ) = I3 ( s ) I 5 ( s ) = I3
Vo(s)
1
Vo ( s )
R2
1
R2
I3(s)
3.
176
I 3 ( s) =
1
I4(s) sC2
Vo(s)
1
[V1 ( s) Vo (s)]
sL
1
R2
V1(s)
V1 ( s ) =
4.
1
+
sL I (s)
3
I4(s)
1
sC2
Vo(s)
1
1
[I1(s) I3 (s)]
I 2 ( s) =
sC1
sC1
1
R2
I1(s)
I1 ( s ) =
5.
Vi(s)
1
sC1
V1(s)
1
sL
1
sC
2
I3(s) I4(s)
Vo(s)
1
[Vi ( s) V1 (s)]
R1
1
+
R1 I1(s)
1
sC1 V1(s)
1
R2
1
1 +
sL I (s) I4(s) sC2
3
Vo
Pada langkah ke-5 ini terbentuklah diagram blok yang kita cari.
Walaupun diagram ini terlihat cukup rumit, tetapi sesungguhnya setiap
blok menggambarkan peran dari setiap elemen. Perhatikan pula bahwa
dalam diagram blok ini digunakan blok-blok integrator.
177
Y2(s)
H(s)
X(s)
Y1(s)
Y3(s)
a).
H(s)
X(s)
Y2(s)
Y1(s)
H(s)
1
H (s)
b).
Y3(s)
1
s
1
s
1
s
Penyelesaian :
178
Vo(s)
1.
1
dapat digantikan
s
1
1/ s
=
s
+1
1 + (1)(1 / s)
menjadi:
Vi(s
2.
1
s
1 A
s
1
s +1
Vo(s
1
s
dan
1
s +1
1
.
s ( s + 1)
+
Vi(s)
1
s
1
s ( s + 1)
Vo(s)
s+1
3.
1
s ( s + 1)
sama
1
1 / s( s + 1)
=
.
s( s + 1) + 1
1 + (1){1 / s( s + 1)}
179
+
Vi(s)
1
s
1
s ( s + 1) + 1
Vo(s)
s+1
4.
1
1
dan
yang dapat diganti dengan
s
s( s + 1) + 1
1
2
s ( s + 1) + s
Diagram blok menjadi :
s ( s + 1) + 1
Vi(s)
Vo(s)
s 2 ( s + 1) + s
s+1
H 3 (s) =
1
2
s ( s + 1) + s
1 ( s 2 ( s + 1) + s)
2
1 + ( s + 1) ( s ( s + 1) + s)
1
2
( s (s + 1) + s) + ( s + 1)
1
3
s + s + 2s + 1
dan H3(s) seri dengan 2 sehingga diagram blok menjadi :
180
s ( s + 1) + 1
Vi(s)
2
3
Vo(s)
s + s + 2s + 1
H 4 (s) =
2 /( s 3 + s 2 + 2s + 1)
2
1 + 2( s + s + 1) /( s + s + 2s + 1)
2
3
s + 3s + 4s + 3
Vi(s)
2
3
s + 3s + 4 s + 3
Vo(s)
181
H (s) = K
( s z1 )( s z 2 ) L ( s z m )
( s p1 )(s p 2 ) L ( s p n )
=
kn
k1
k2
+
+L+
( s p1 ) ( s p 2 )
(s p n )
Hal ini telah kita lihat pada waktu kita membahas transformasi Laplace.
a
Selanjutnya, setiap suku dari fungsi alih H(s) yang berbentuk
s+b
a b(1 / s)
yang diagram bloknya merupakan
dapat ditulis sebagai
b 1 + b(1 / s)
hubungan seri antara blok statis
a
b
1
s
182
Soal-Soal
1. Susunlah diagram blok dari rangkaian-rangkaian berikut, lakukan
reduksi diagram blok, tentukan fungsi alihnya.
+
vin 10
10
a).
1F
+
1H vo
vin +
b).
100m
1k 1k
vin +
1k
1F
c).
iin
1k
+ vin 1F
10
F
e).
+
vo
0.1H
iin
5mH
g).
10k
1k
+
vo
+
vo
1k
2F
5k
+
vo
1k
1F
1k
f).
+
1kvo
1k
1F
2. Lakukan reduksi diagram blok dan carilah fungsi alih dari diagram
blok berikut.
X (s)
1
s
+
+
Y(s)
a).
X(s) +
b).
10
1
s
1
s
Y(s)
183
X(s)
1
s +1
Y(s)
s+2
c).
1
s
X(s) + +
1
s
+
+
Y(s)
3
4
1
s
c).
X(s) +
1
s
+
+
Y(s)
1
s
d).
X(s)+
1
s
1 +
s
1
s
+
+
Y(s)
1
s
e).
184
BAB 9
Sistem Dan Persamaan Ruang Status
Persamaan ruang status (state space equations) atau representasi
ruang keadaan (state space reprentation) merupakan satu alternatif
untuk menyatakan sistem dalam bentuk persamaan diferensial.
Persamaan ini dapat diturunkan dari diagram blok integrator.
9.1. Blok Integrator dan Blok Statis
Kita lihat lebih dulu blok integrator
menunjukkan hubungan Y ( s) =
X(s)
1
Y(s)
s
yang
1
X ( s) . Hubungan ini di kawasan t
s
adalah
y (t ) =
1
kita pandang sebagai integrator dan bukan sebagai
s
gambaran dari fungsi alih 1/s. Dengan pandangan ini maka jika keluaran
integrator adalah q(t) masukannya adalah q& (t ) . Kita dapat
menggambarkan hubungan keluaran dan masukan di kawasan t dari
integrator sebagai
Sekarang blok
q& (t )
1
q(t )
s
185
y (t ) = ax(t )
Jadi kita dapat menggambarkan
menggunakan blok statis, yaitu
x(t) a y(t).
X(s)
1
s
1
s
Y(s)
Penyelesaian :
Dalam diagram blok ini terdapat dua blok integrator. Jika sinyal
masukan setiap blok integrator adalah q&i (t ) dan sinyal keluarannya
adalah qi(t) maka diagram blok di atas dapat kita gambarkan seperti
di bawah ini, di mana masukan dua blok integrator adalah
186
q&1(t )
1
s
+
q1(t )
q&2 (t )
1
s
q2 (t ) +
y (t )
y (t ) = q2 (t ) + dx(t )
9.3. Membangun Persamaan Ruang Status
Dari diagram blok di atas, kita dapat memperoleh satu set persamaan di
kawasan t yang akan memberikan hubungan antara sinyal masukan dan
sinyal keluaran sistem, yaitu x(t) dan y(t). Dengan perkataan lain kita
dapat memperoleh persamaan sistem di kawasan t. Set persamaan
tersebut kita peroleh dengan memperhatikan masukan blok-blok
integrator, dan keluaran sistem. Dalam contoh ini set persamaan tersebut
adalah :
q&1 (t ) = bq 2 (t ) + cx(t )
q& 2 (t ) = q1 (t ) aq 2 (t )
(9.1)
y (t ) = q 2 (t ) + dx(t )
Dengan cara ini set persamaan yang kita peroleh, yaitu persamaan (9.1),
akan terdiri dari dua kelompok. Kelompok pertama adalah persamaan
yang ruas kirinya berisi q& (t ) , yang merupakan masukan blok integrator,
dan kelompok kedua adalah yang ruas kirinya berisi y(t), yaitu keluaran
sistem. Kelompok pertama dapat kita tuliskan dalam bentuk matriks
q&1 (t ) 0 b q1 (t ) 1
&
=
+ x(t )
q 2 (t ) 1 a q 2 (t ) 0
(9.2)
187
r q& (t )
Dengan mendefinisikan vektor q& = 1
q& 2 (t )
r q (t )
q = 1 maka
q 2 (t )
dan
(9.5)
1 a
0
r
y (t ) = [0 1][q (t )] + [d ]x(t )
[ ]
[ ]
[ ]
(9.6)
Set persamaan (9.6) ini disebut representasi ruang status dari sistem.
Sebutan lain dari representasi ini adalah model ruang status atau juga
persamaan peubah status atau persamaan ruang status.
x(t )
a1
q&1
1
s
q&3
q1
1
s
q3
c3
a2
q&2
1
s
q2
c2
+
+
b
d
188
+
+
y (t )
Penyelesaian:
Dari diagram blok di atas, masukan blok-blok integrator dan
keluaran sistem memberi kita persamaan berikut.
q&1 = a1 x(t ) 2 q3
q& 2 = a2 x(t ) bq2
q& 3 = q1
y(t ) = c3 q3 + c2 q2 + dx(t )
Persamaan ini kita tuliskan dalam bentuk matriks, menjadi
2
q&1 (t ) 0 0 q1 (t ) a1
r&
&
q (t ) = q 2 (t ) = 0 b
0 q 2 (t ) + a 2 x(t )
q& 3 (t ) 1 0
0 q3 (t ) 0
q
(
t
)
1
y (t ) = [0 c 2 c3 ] q 2 (t ) + [d ]x(t )
q3 (t )
0 q1 (t ) 0
1 q 2 (t ) + 0 x(t)
a3 q3 (t ) 1
r
b3 ] q (t )
1
0
r&
q (t ) = 0
0
a1 a 2
y (t ) = [b1 b2
Penyelesaian :
Langkah pertama adalah melakukan pengembangan dari persamaan
yang diketahui sehingga diperoleh set persamaan berikut.
189
q&1 (t ) = q 2 (t )
q& 2 (t ) = q3 (t )
q& 3 (t ) = a1q1 (t ) a 2 q 2 (t ) a3 q3 (t ) + x(t )
y (t ) = b1q1 (t ) + b2 q 2 (t ) + b3 q3 (t )
Langkah berikutnya adalah menggambarkan blok-blok integrator
dengan masukan dan keluaran masing-masing. Langkah ini
memberikan diagram blok integrator sebagai berikut
q&1
1
s
q&2
q1
1
s
q&3
q2
1
s
q3
1
s
q3
q&2
1
s
q2
q&1
1
s
q1
190
x(t )
q&3
1
s
q&2
q3
1
s
q2
q&1
1
s
q1
a3
a2
a1
y (t ) = b1q1 (t ) + b2 q 2 (t ) + b3 q3 (t )
Dengan pencabangan dan penjumlahan persamaan ini kita penuhi.
b3
b2
q&3
+
x(t )
1
s
q3
q&2
1
s
q2
q&1
1
s
q1
+ +
b1
y (t )
a3
a2
a1
191
Soal-Soal
1. Carilah persamaan ruang status dari sistem-sistem dengan diagram
blok di bawah ini.
X (s)
1
s
10
Y(s)
a).
1
s
X(s) +
1
s
Y(s)
b).
X(s)
1
s +1
c).
Y(s)
s+2
1
s
X(s) + +
1
s
+
+
Y(s)
3
4
d).
192
1
s
X(s)
1
s
+
+
Y(s)
1
s
e).
X(s) +
1
s
1 +
1
s
+
+
Y(s)
1
s
f).
2. Gambarkan diagram blok dari sistem dengan persamaan status berikut
ini.
2 1 0
r&
r
3
q ( t ) = 7 3 5 q ( t ) + x ( t )
a).
5
0 6 4
r
y (t ) = [9 0 0] q (t ) + 10 x (t )
0
0 0 2
r&
r
q (t ) = 4 0 1 q (t ) + 1 x (t )
b).
0
2 0 0
r
y (t ) = [5 0 0] q (t ) + 5 x (t )
193
1
r
r
q& (t ) =
q (t ) + x ( t )
c).
1
r
y (t ) = [1 1] q (t )
1 r
r
0
0
q& (t ) = 2
q (t ) + x (t )
d).
2
1
r
y (t ) = [1 0] q (t )
1 r
r
0
0
q& (t ) = 2
q (t ) + x (t )
e).
2
1
r
y (t ) = [0 1] q (t )
194
BAB 10
Transformasi Fourier
Kita telah mempelajari tanggapan frekuensi dari suatu rangkaian.
Analisis dengan menggunakan transformasi Fourier yang akan kita
pelajari berikut ini akan memperluas pemahaman kita mengenai
tanggapan frekuensi, baik mengenai perilaku sinyal itu sendiri
maupuan rangkaiannya. Selain dari pada itu, pada rangkaianrangkaian tertentu dijumpai keadaan dimana model sinyal dan piranti
tidak dapat dinyatakan melalui transformasi Laplace akan tetapi
dapat dilakukan melalui transformasi Fourier. Topik-topik yang akan
kita bahas meliputi: deret Fourier, transformasi Fourier, sifat-sifat
transformasi Fourier, dan analisis rangkaian menggunakan
transformasi Fourier. Dalam bab ini kita mempelajari tiga hal yang
pertama, sedangkan hal yang terakhir akan kita pelajari di bab
berikutnya.
Dengan mempelajari deret dan transformasi Fourier kita akan
memahami deret Fourier.
mampu menguraikan bentuk gelombang periodik
menjadi deret Fourier.
mampu menentukan spektrum bentuk gelombang
periodik.
memahami transformasi Fourier.
mampu mencari transformasi Fourier dari suatu
fungsi t.
mampu mencari transformasi balik dari suatu
transformasi Fourier.
f (t ) = a0 +
(10.1)
n =1
f (t ) = a0 +
n =1
a n2 + bn2 (cos(n0 t n ) )
(10.2)
a0 =
1 T0 / 2
f (t )dt
T0 T0 / 2
an =
2 T0 / 2
f (t ) cos(n 0 t )dt ; n > 0
T0 T0 / 2
(10.3)
2 T0 / 2
f (t ) sin( n 0 t )dt ; n > 0
T0 T0 / 2
Hubungan (10.3) dapat diperoleh dari (10.1). Misalkan kita mencari
an: kita kalikan (10.1) dengan cos(kot) kemudian kita integrasikan
antara To/2 sampai To/2 dan kita akan memperoleh
bn =
To / 2
To / 2
+
To / 2
n =1 +
bn sin( n 0 t ) cos(k o t )dt
To / 2
196
To / 2
To / 2
an To / 2
(cos((n k )0t ) + cos((n + k )ot ))dt
To / 2
2
bn To / 2
n =1 +
(sin((n k )0t ) + sin((n + k )ot ))dtdt
2 To / 2
Karena integral untuk satu perioda dari fungsi sinus adalah nol, maka
semua integral di ruas kanan persamaan ini bernilai nol kecuali satu
yaitu
a n To / 2
(cos((n k ) 0t ))dt = a n yang terjadi jika n = k
2 To / 2
2
an =
2 To / 2
f (t ) cos(n 0 t )dt
To To / 2
f (t ) = a0 +
dan
n =1
f (t ) = a0 +
Kalau kedua fungsi ini harus sama, maka haruslah bn = 0, dan f(t)
menjadi
f (t ) = ao +
[an cos(n0t )]
(10.4)
n =1
197
v(t)
CO;TOH-10.1:
Tentukan
deret Fourier dari bentuk
gelombang deretan pulsa
berikut ini.
A
T/2 0
T/2
To
Penyelesaian :
Bentuk gelombang ini memiliki simetri genap, amplitudo A,
perioda To , lebar pulsa T.
1
ao =
To
2
an =
To
T /2
At
Adt =
T / 2 To
T /2
=
T/ 2
T /2
AT
; bn = 0 ;
To
2A
2 A nT
=
sin
n To
Untuk n = 2, 4, 6, . (genap), an = 0; an hanya mempunyai
nilai untuk n = 1, 3, 5, . (ganjil).
=
nT
A
2 sin
n
To
f (t ) =
AT
+
To
n =1, ganjil
AT
+
To
2 A nT
sin
n To
n =1, ganjil
cos(not )
2A
( 1)(n 1) / 2 cos(not )
n
Pemahaman :
Pada bentuk gelombang yang memiliki simetri genap, bn = 0.
Oleh karena itu sudut fasa harmonisa tann = bn/an = 0 yang
berarti n = 0o.
Simetri Ganjil. Suatu fungsi dikatakan mempunyai simetri ganjil
jika f(t) = f(t). Contoh fungsi yang memiliki simetri ganjil adalah
fungsi sinus, sin(t) = sin(t). Untuk fungsi semacam ini, dari
(10.1) kita dapatkan
f ( t ) = a 0 +
[ an cos(n0t ) + bn sin(n0t )]
n =1
198
f (t ) = a0 +
maka haruslah
a0 = 0 dan an = 0
f (t ) =
[bn sin(n0t )]
(10.5)
n =1
v(t)
A
T
t
Penyelesaian:
bn =
T /2
A sin(not )dt +
T / 2 A sin(not )dt
2A
T /2
T
cos(not ) 0 + cos(not ) T / 2
Tno
A
1 + cos2 (n) 2 cos(n)
n
A
(1 + 1 + 2) = 4 A untuk n ganjil
n
n
A
bn =
(1 + 1 2) = 0 untuk n genap
n
bn =
v(t ) =
4A
sin(not )
n
n =1, ganjil
Pemahaman:
199
f (t To / 2) = a0 +
n =1
= a0 +
f (t ) = a0 +
cos =
e j + e j
.
2
200
f (t ) = a 0 +
n =1
= a0 +
= a0 +
n =1
an2 + bn2
a2 + b2
n
n
n =1
e j ( n 0 t n ) + e j ( n 0 t n )
(10.6)
a2 + b2
n j ( n 0 t n )
n
e j ( n 0 t n ) +
e
n =1
2 T0 / 2
2 T0 / 2
f (t ) cos(n0t )dt =
f (t ) cos(n0t )dt = an
T0 T0 / 2
T0 T0 / 2
b n =
2 T0 / 2
2 T0 / 2
f (t ) sin(n0t )dt =
f (t ) sin(n0t )dt = b
T
/
2
T0
T0 T0 / 2
0
bn
b
n = n
tan n = n =
a n
an
(10.7)
Dengan (10.7) ini maka (10.6) menjadi
a2 + b2
a 2 + b2
n j ( n0 t n )
n j ( n 0 t n )
n
n
e
e
+
2
2
n =0
n = 1
(10.8)
Suku pertama dari (10.8) merupakan penjumlahan yang kita mulai
dari n = 0 untuk memasukkan a0 sebagai salah satu suku
penjumlahan ini. Dengan cara ini maka (10.8) dapat ditulis menjadi
f (t ) =
a2 + b2
+
n
n j n j ( n 0 t )
e
e
=
cn e j ( n0 t )
n =
n =
f (t ) =
(10.9)
201
cn =
cn =
an2 + bn2
2
e j =
an jbn
2
(10.10)
an2 + bn2
dan cn = n dengan
2
b
b
n = tan 1 n jika an < 0; n = tan 1 n
an
an
(10.11)
jika an > 0
cn =
an jbn 1
=
T0
2
T0 / 2
T / 2 f (t ) e
jnn t
dt
(10.12)
f (t ) =
c n e j ( n 0 t ) =
n =
T0 / 2
T0 T / 2 f (t ) e jn t dt e j (n t ) (10.13)
n =
1
cn =
To
=
202
T /2
T / 2A e
A
noTo
jno t
A
dt =
To
e jno t
jno
T /2
T / 2
e jnoT / 2 e jnoT / 2
= 2 A sin (n T / 2)
o
noTo
f (t ) =
1 T0 / 2
T0 T / 2 f (t ) e jn t dt e jn t
n =
T0 / 2
1
=
f (t ) e jn0t dt 0 e jn0t
2 n = T0 / 2
(10.14)
= (n + 1)0 n0 = 0 =
2
T0
juga akan makin kecil yang berarti untuk suatu selang frekuensi
tertentu jumlah harmonisa semakin banyak. Oleh karena itu jika
perioda sinyal T0 diperbesar menuju maka spektrum sinyal
menjadi spektrum kontinyu, menjadi d (pertambahan frekuensi
infinitisimal), dan n0 menjadi peubah kontinyu . Penjumlahan
pada (10.14) menjadi integral. Jadi dengan membuat T0 maka
(10.14) menjadi
f (t ) =
1
1
f (t ) e jt dt e jt d =
F () e jt d
2
2
(10.15)
203
F () =
f (t ) e
jt
dt
(10.16)
dan F() inilah transformasi Fourier dari f(t), yang ditulis dengan
notasi
F[ f (t )] = F ()
Proses transformasi balik dapat kita lakukan melalui persamaan
(10.15).
f (t ) = F 1()
CO;TOH-10.4: Carilah transformasi
Fourier dari bentuk gelombang pulsa
di samping ini.
v(t)
A
Penyelesaian :
T/2 0
T/2
Bentuk
gelombang
ini
adalah
aperiodik yang hanya mempunyai nilai antara T/2 dan +T/2,
sedangkan untuk t yang lain nilainya nol. Oleh karena itu
integrasi yang diminta oleh (10.16) cukup dilakukan antara T/2
dan +T/2 saja.
F () =
T /2
A e jt dt =
T / 2
A jt
e
j
T /2
=
T / 2
A e jT / 2 e jT / 2
j2
/ 2
sin(T / 2)
= AT
T / 2
F () =
f (t ) e
jt
dt
cn =
a n jbn
1 T0 / 2
=
f (t ) e jn n t dt
T0 T 0 / 2
2
(10.17)
204
sin(T / 2)
T / 2 -5
|F()|
6 4 2 0
T T0 T
2 4 6
T
T T
Pemahaman:
Sinyal ini mempunyai simetri genap. Sudut fasa harmonisa
adalah nol sehingga spektrum sudut fasa tidak digambarkan.
Perhatikan pula bahwa |F()| mempunyai spektrum di dua sisi,
positif maupun negatif; nilai nol terjadi jika sin(T/2)=0 yaitu
pada = 2k/T (k = 1,2,3,); nilai maksimum terjadi pada
= 0, yaitu pada waktu nilai sin(T/2)/(T/2) = 1.
205
F() =
Ae
= A
u (t )e jt dt =
e ( + j)t
+ j
=
0
Ae ( + j)t dt
A
+ j
untuk > 0
| A|
F() =
2 + 2
() = F ( j) = tan 1
() +90o
90
|F()
25
A/
|
90o
Pemahaman:
Untuk < 0, tidak ada transformasi Fourier-nya karena
integrasi menjadi tidak konvergen.
F () = 2()
Penyelesaian :
1
f (t ) =
2
=
206
2() e jt d =
1
2
0+
2() e jt d
()(1) d = 1
Pemahaman :
Fungsi 2() adalah fungsi di kawasan frekuensi yang hanya
mempunyai nilai di =0 sebesar 2. Oleh karena itu e jt juga
hanya mempunyai nilai di =0 sebesar e j0t =1. Karena fungsi
hanya mempunyai nilai di =0 maka integral dari sampai
+ cukup dilakukan dari 0 sampai 0+, yaitu sedikit di bawah
dan di atas =0. Contoh ini menunjukkan bahwa transformasi
Fourier dari sinyal searah beramplitudo 1 adalah 2().
F ( j) = 2( )
Penyelesaian :
f (t ) =
1
2
= e j t
2( ) e jt d =
1
2
2( ) e jt d
( ) d = e jt
Pemahaman :
Fungsi 2() adalah fungsi di kawasan frekuensi yang
hanya mempunyai nilai di = sebesar 2. Oleh karena itu e jt
juga hanya mempunyai nilai di = sebesar ejt. Karena fungsi
hanya mempunyai nilai di = maka integral dari sampai
+ cukup dilakukan dari sampai +, yaitu sedikit di bawah
dan di atas =.
Penyelesaian :
207
f (t ) =
=
=
1 A
[u( + ) u( )] e jt d
2
j t
1 A
[1] e jt d = A e
2
2 jt
A e
2
jt
e
jt
jt
A e
t
jt
e
j2
jt
=A
sin(t )
t
Pemahaman:
Dalam soal ini F() mempunyai nilai pada selang <<+
oleh karena itu e jt juga mempunyai nilai pada selang frekuensi
ini juga; dengan demikian integrasi cukup dilakukan antara
dan +.
Hasil transformasi balik f(t) dinyatakan dalam bentuk sin(x)/x
yang bernilai 1 jika x0 dan bernilai 0 jika x. Jadi f(t)
mencapai nilai maksimum pada t = 0 dan menuju nol jika t
menuju baik ke arah positif maupun negatif. Kurva F() dan
f(t) digambarkan di bawah ini.
f(t)
A
F()
208
f (t )e st dt
(10.18)
F ( s) =
f (t )e jt dt
(10.19)
F ( ) = f (t ) e jt dt
(10.20)
F () = F( s) =0
a). f1(t ) = A e t u (t )
b). f 2 (t ) = (t )
c) f3 (t ) = A et sin t u (t )
Penyelesaian:
209
F ( s ) = 1 F () = 1
A
( s + ) 2 + 2
A
2
( j + ) +
a
2
+ 2 + j 2
10
( j + 3)( j + 4)
Penyelesaian :
Jika kita ganti j dengan s kita dapatkan
10
F (s) =
( s + 3)(s + 4)
Pole dari fungsi ini adalah p1 = 3 dan p2 = 4, keduanya di
sebelah kiri sumbu imajiner.
k
k
10
= 1 + 2
F( s ) =
( s + 3)(s + 4) s + 3 s + 4
10
10
= 10 ; k 2 =
= 10
s + 4 s = 3
s + 3 s = 4
10
10
F( s ) =
s+3 s+4
k1 =
f (t ) = 10 e 3t 10 e 4t u (t )
210
F[ f1(t )] = F1 () dan F[ f2 (t )] = F2 ()
maka : F[Af1(t ) + Bf 2 (t )] = AF1() + BF2 ()
Jika
(10.22)
[ ]
[ ]
e jt + e jt 1
1
j t
+ F e jt
= Fe
2
2
2
F[cost] = F
F e jt = 2( )
F[cost] = ( ) + ( + )
10.4.2. Diferensiasi
Sifat ini dinyatakan sebagai berikut
df (t )
F
(10.23)
= jF ()
dt
Persamaan (10.15) menyatakan
1
f (t ) =
F () e jt d
2
df (t ) d 1
1 d
jt
=
F () e jt d =
dt F () e d
dt
dt 2
2
1
=
jF () e jt d
2
df (t )
F
= jF ()
dt
211
10.4.3. Integrasi
Sifat ini dinyatakan sebagai berikut.
F()
+ F(0)()
f ( x)dx =
j
(10.24)
F (0) =
f (t )dt
F[u (t )] = F ( x)dx =
1
+ ()
j
10.4.4. Pembalikan
Pembalikan suatu fungsi f(t) adalah mengganti t dengan t. Jika kita
membalikkan suatu fungsi, maka urutan kejadian dalam fungsi yang
baru berlawanan dengan urutan kejadian pada fungsi semula.
Transformsi Fourier dari fungsi yang dibalikkan sama dengan
kebalikan dari transformasi Fourier fungsi semula. Secara formal hal
ini dapat dituliskan sebagai
Jika F[ f (t )] = F ()
maka
F[ f (t )] = F ()
Menurut (10.16)
212
(10.25)
F [ f ( t ) ] =
f (t ) e jt dt
F[ f (t )] = F[ f ()] =
=
Misalkan t =
f () e j d
f () e
d = F()
F[u (t )] =
1
+ () maka
j
F[sgn(t )] = F[u (t ) u (t )] =
Contoh 10.10.a memberikan
[ ] [
F e t u (t ) =
2
j
1
maka
+ j
F e |t| = F e t u (t ) + e (t ) u (t )
=
1
1
2
+
=
+ j + j () 2 + 2
213
F () =
f (t ) e
jt
dt =
f (t ) cost dt j f (t ) sint dt
= A() + jB() = F () e j
dengan
A() =
f (t ) cos t dt
F () = A2 () + B 2 ()
B() =
;
;
f (t ) sin t dt
B()
() = tan 1
A()
(10.26)
(10.27)
Jika f(t) fungsi nyata, maka dari (10.26) dan (10.27) dapat kita
simpulkan bahwa
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Jika f(t) fungsi genap, maka B() = 0, yang berarti F() riil.
8.
10.4.6. Kesimetrisan
Sifat ini dinyatakan secara umum sebagai berikut.
214
(10.28)
2 f (t ) =
F () e
j t
d 2 f (t ) =
F () e
jt
F (t ) e
j t
Jika F[ f (t )] = F () maka F[ f (t T )] = e jT F ()
(10.29)
Jika
10.4.9. Penskalaan
Sifat ini dinyatakan sebagai berikut.
1
F
|a| a
(10.31)
10.5. Ringkasan
Tabel-10.1 berikut ini memuat pasangan transformasi Fourier
sedangkan sifat-sifat transformasi Fourier termuat dalam Tabel-10.2.
215
f(t)
F()
(t)
2 ()
u(t)
1
+ ()
j
sgn(t)
2
j
(e )u(t )
t
e |t |
1
+ j
2
2 + 2
Eksponensial kompleks
e jt
2 ( )
Kosinus
cost
[( ) + ( + )]
Sinus
sint
j [( ) ( + )]
Kawasan Waktu
Kawasan Frekuensi
f(t)
F()
A f1(t) + B f2(t)
AF1() + BF2()
Diferensiasi
df (t )
dt
jF()
Integrasi
Sinyal
Kelinieran
f ( x)dx
F ()
+ F (0) ()
j
Kebalikan
f (t)
F()
Simetri
F (t)
2 f ()
Pergeseran waktu
f (t T)
e jT F ()
Pergeseran frekuensi
e j t f (t)
F( )
Penskalaan
|a| f (at)
F
a
216
Soal-Soal
Deret Fourier Bentuk Sinus-Cosinus.
1. Tentukan deret Fourier dari gelombang segitiga berikut ini.
v 1ms
5V
t
5V
a).
1ms
10V
t
b).
20ms
v
150V
t
c).
v
150V
t
20ms
d).
v
5V
1ms
10V
t
e).
2. Siklus pertama dari deretan pulsa dinyatakan sebagai
217
5V
a).
1ms
10V
t
b).
v
10V
2ms
1ms
t
5V
c).
150V
20ms
d).
v
5V
1ms
10V
t
e).
218
Transformasi Fourier
5. Carilah transformasi Fourier dari bentuk-bentuk gelombang
berikut:
At
a). v (t ) =
[u(t ) u(t T )] ;
T
d). v (t ) = 2 + 2u (t ) ;
e). v(t ) = 2 sgn(t ) + 6u (t )
||
;
e
A
b). F ( ) =
[u( + ) u( )]
a). F ( ) =
c). F ( ) =
1000
;
( j + 20) ( j + 50)
d). F ( ) =
j
( j + 20) ( j + 50)
e). F ( ) =
2
;
( j + 20) ( j + 50)
f). F ( ) =
1000
j( j + 20) ( j + 50)
219
g). F ( ) =
j500
;
( j + 50) ( j + 50)
h). F ( ) =
j5
( j + 50) ( j + 50)
i). F ( ) =
5000
;
j( j + 50) ( j + 50)
j). F ( ) =
5000()
2 + j 200 + 2500
k). F ( ) = 4 () + e 2 ;
l). F ( ) =
4 ( 4)e j2
j
m). F ( ) =
4 ( ) + 4( j + 1)
;
j( 2 + j)
n). F ( ) = 4 ( ) + e 2
o). F ( ) = 4 ( ) + 4 ( 2) + 4 ( + 2)
220
BAB 11
Analisis Rangkaian Menggunakan
Transformasi Fourier
Dengan pembahasan analisis
transformasi Fourier, kita akan
rangkaian
mampu melakukan
transformasi Fourier.
analisis
dengan
rangkaian
menggunakan
menggunakan
: v1 (t ) + v 2 (t ) v3 (t ) = 0
jika ditransformasikan
: V1 () + V3 () V3 () = 0
Resistor
: V R () = RI R ()
Induktor
: V L () = jLI L ()
: I C () = jCVC ()
Relasi diatas mirip dengan relasi hukum Ohm. Dari relasi di atas kita
dapatkan impedansi elemen, yaitu perbandingan antara tegangan dan arus
di kawasan frekuensi
Kapasitor
221
ZR = R
Z L = jL
ZC =
1
jC
(11.1)
+
v1
+
vC
Penyelesaian:
Persoalan rangkaian orde pertama ini telah pernah kita tangani pada
analisis transien di kawasan waktu maupun kawasan s
(menggunakan transformasi Laplace). Di sini kita akan
menggunakan transformasi Fourier.
VC () =
+
V1
+
VC
1/jC
ZC
1 / jC
1 / RC
V1 () =
V1 () =
V1 ()
R + ZC
R + (1 / jC )
j + (1 / RC )
1
+ () . Dengan demikian maka
j
VC () =
() / RC
1 / RC
1 / RC
+ () =
+
j + (1 / RC ) j
j( j + 1 / RC ) ( j + 1 / RC )
VC () =
1
1
+ ()
j j + 1 / RC
1
1
sgn(t ) e (1/ RC ) t u (t ) + = 1 e (1/ RC ) t u (t )
2
2
Pemahaman :
Hasil yang kita peroleh menunjukkan keadaan transien tegangan
kapasitor, sama dengan hasil yang kita peroleh dalam analisis
transien di kawasan waktu di Bab-4 contoh 4.5. Dalam
menyelesaikan persoalan ini kita tidak menyinggung sama sekali
mengenai kondisi awal pada kapasitor karena transformasi Fourier
telah mencakup keadaan untuk t < 0.
vC (t ) =
223
F[ sgn(t ) ] =
2
. Dengan demikian
j
1 / RC 2
2
2
VC () =
=
j + 1 / RC j j j + 1 / RC
Transformasi baliknya memberikan
vC (t ) = sgn(t ) 2 e (1/ RC ) t u (t )
Pemahaman:
Persoalan ini melibatkan sinyal non-kausal yang memerlukan
penyelesaian dengan transformasi Fourier. Suku pertama dari vC(t)
memberikan informasi tentang keadaan pada t < 0, yaitu bahwa
tegangan kapasitor bernilai 1 karena suku kedua bernilai nol untuk
t < 0. Untuk t > 0, vC(t) bernilai 1 2e(1/RC) tu(t) yang merupakan
tegangan transien yang nilai akhirnya adalah +1. Di sini terlihat jelas
bahwa analisis dengan menggunakan transformasi Fourier
memberikan tanggapan rangkaian yang mencakup seluruh sejarah
rangkaian mulai dari sampai +. Gambar vC(t) adalah seperti di
bawah ini.
2
vC
1
+1
sgn(t)2e(1/RC) tu(t)
0
-40
-20
sgn(t)
t
0
-1
20
2e(1/RC) tu(t)
-2
2
40
y (t ) =
0 h() x(t )d
(11.2)
y (t ) =
h() x(t )d
(11.3)
h() x(t )d
=
F [ y(t )] = Y () = F
h() x(t )d e jt dt
=
t = =
(11.4)
Y () =
h() x(t ) e jt dt d
= t =
h()
x(t ) e jt dt d
=
=
=
(11.5)
Y () =
= h()e
X ()d
=
h()e j d X () = H () X ()
=
(11.6)
225
CO;TOH-11.3:
Tanggapan
impuls
suatau
sistem
adalah
|t|
h (t ) = e
. Jika sistem ini diberi masukan sinyal signum,
2
sgn(t), tentukanlah tanggapan transiennya.
Penyelesaian:
Dengan Tabel 11.1. didapatkan H() untuk sistem ini
2
2
H () = F e |t| =
=
2
2 2 + 2 2 + 2
Sinyal masukan, menurut Tabel 11.1. adalah
2
X () = F [sgn(t)] =
j
Sinyal keluaran adalah
Y () = H () X () =
2
2 2
=
j j( + j)( j)
2 + 2
Y () =
k3
k1
k2
+
+
j + j j
2 2
k1 = jY () j=0 =
( + j)( j)
=2
j=0
2
k 2 = ( + j)Y () j= =
j( j)
2 2
k 3 = ( j)Y () j= =
j( + j)
=
j=
=
j=
2 2
= 1
( + )
2 2
= +1
( + )
Jadi Y () =
1
2
1
sehingga
+
+
j + j + j ()
y (t ) = sgn(t ) e t u (t ) + e ( t ) u (t )
= [ 1 e t ] u (t ) + [1 + e t ] u (t )]
Gambar dari hasil yang kita peroleh adalah seperti di bawah ini.
y(t)
1
+1
[1e t ] u(t)
0
-40
40
[1+e t ] u(t)
1
-1
2
2 + 2
0
-20
-10
00
10
20
227
+ c2
c = 2 2 2 = 0.644
Wtotal =
p(t )dt
dengan p(t) adalah daya yang diberikan oleh sinyal kepada suatu beban.
p(t ) = i 2 (t ) R =
v 2 (t )
; dan jika
R
W1 =
+ 2
(t )dt
(11.7)
W1 =
+ 2
(t )dt =
1 +
| F () | 2 d
2
(11.8)
W1 =
1 +
| F () | 2 d
0
(11.9)
W1 =
(t )dt =
f (t ) 2 F () e
j t
d dt
W1 =
1 +
f (t ) F () e jt d dt
W1 =
1 +
f (t ) F () e jt dt d
1 +
F ()
f (t ) e j ( t ) dt d
1 +
1 +
F () F ()d =
| F () | 2 d
2
2
v(t ) = 10 e 1000 t u (t ) V
Penyelesaian:
229
W1 =
0 [10 e
] dt = [100 e
1000t 2
100 2000t
e
2000
2000t
=
0
]dt
1
J
20
W1 =
2
1 100
100
1
=
tan
d
2 2 + 10 6
2(1000)
1000
1 1
J
=
20 2 2 20
W12 =
1 2
| F () | 2 d
(11.10)
W1 =
1
| H () | 2 | X () | 2 d
0
(11.11)
Bentuk gelombang
v(t ) = 10 e 1000 t u (t ) V () =
10
j + 1000
Energi total :
W1 =
1 100
100
1
d
tan
1000 0
0 2 + 10 6
(1000)
1 1
0 =
J
10 2
20
W90% =
1 100
100
1
tan
=
d
1000 0
0 2 + 10 6
(1000)
1
tan 1
=
10
1000
Jadi
1
1
9
= 0.9
= tan
tan 1
10
1000
20 1000
20
= 6310 rad/s
231
Soal-Soal
1. Saklar S pada rangkaian berikut telah berada di posisi 1 mulai t =
. Pada t = 0 ia dipindahkan keposisi 2 dan tetap pada posisi 2
sampai t = + . Jika v1 = 10 V, v2 = 10 V, tentukan vin , Vin() ,
Vo() , vo.
1
+
S
1 f
v1
+
+
+
vo
10 k
v2 2 vin
+
v1
+
0,5 k
+
v2 2 vin
+
vo
1H
10k
+
vo
233
11.
Ulangi
V1 () =
12.
soal
200
10
untuk
sinyal
yang
transformasinya
2 + 400
Tentukan
enegi
yang
dibawa
oleh
sinyal
100 t
v(t ) = 500 t e
u (t ) V . Tentukan pula berapa persen energi
yang dikandung dalam selang frekuensi 100 +100 rad/s .
13. Pada rangkaian filter RC berikut ini, tegangan masukan adalah
v1 = 20e 5t u (t ) V .
100k
1F
v1
100k
+
vo
v1 = 20e 5t u (t ) V .
1F
+
10k
v1
10k
+
vo
Daftar Referensi
1.
235
Daftar ;otasi
v atau v(t)
V
Vrr
Vrms
Vmaks
V
|V|
V(s)
i atau i(t)
I
Irr
Irms
Imaks
I
|I|
I(s)
p atau p(t)
prr
S
|S|
P
Q
q atau q(t)
w
R
L
C
Z
Y
TV (s)
TI (s)
TY (s)
TZ (s)
r
g
I;DEKS
a
akar kompleks 40
akar riil 36, 38
anak tangga 12, 43, 56, 113
analisis transien 1
arus mesh 99
b
Bode plot 132
c
cutoff 126
d
decibel 127
diagram blok 169, 172, 174,
177, 189
diferensiasi 62, 216
dinamis 181
e
eksponensial 57, 200
energi sinyal 228
f
Fourier 195
fungsi alih 106, 109, 117,
166, 225
fungsi fasa 124
fungsi gain 124
fungsi jaringan 105
fungsi masukan 105
fungsi pemaksa 7
g
gain 126
gain, band-pass 129, 140, 143
gain, high-pass 126, 129, 137,
146
gain, low-pass 126, 129, 149
h
hubungan bertingkat 114
i
impedansi 86
impuls 111
induktor 86
integrasi 61, 216
integrator 186, 188
k
kaidah 90
kaidah rantai 114
kapasitor 86, 171
kaskade 168
Kirchhoff 89
komponen mantap 7
komponen transien 7
kondisi awal 6
konvolusi 75, 117, 167, 225
l
linier 60
m
metoda-metoda 93
n
nilai akhir 65
nilai awal 65
Norton 92
o
orde ke-dua 31, 33, 141
orde pertama 1, 2, 4, 26, 121
p
paralel 169
Parseval 229
passband 126
pembalikan 212
pen-skalaan 65, 215
pole 68, 70, 71, 73, 156
proporsionalitas 91
237
r
reduksi rangkaian 96
resistor 85
ruang status 187, 189
s
simetri 198, 200, 202
sinyal 163
sinyal sinus 20, 46, 57, 121
sistem 164, 165, 165, 185
spektrum kontinyu 203
statis 181
stopband 126
sub-sistem 181
superposisi 18, 92, 94
t
tanggapan alami 4, 5, 26, 34
tanggapan frekuensi 121, 124,
141, 152
tanggapan lengkap 4, 6, 35
tanggapan masukan nol 24, 26
tanggapan paksa 4, 6, 26, 35
tanggapan status nol 24, 26
tegangan simpul 98
teorema 91
Thvenin 97
transformasi balik 55, 59, 206
transformasi Fourier 195, 203,
208, 211, 223
transformasi Laplace 55, 56, ,
58, 59, 67, 78, 85, 211
translasi s 64
translasi t 63
u
umpan balik 169
unik 59
unit output 93
z
zero 68, 150, 152
Biodata
Nama: Sudaryatno Sudirham
Lahir: di Blora pada 26 Juli 1943
Istri: Ning Utari
Anak: Arga Aridarma
Aria Ajidarma.
1971 : Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung.
1972 2008 : Dosen Institut Teknologi Bandung.
1974 : Tertiary Education Research Center UNSW Australia
1979 : EDF Paris Nord dan Fontainbleu Perancis
1981 : INPT - Toulouse Perancis; DEA 1982; Doktor 1985.
Kuliah yang pernah diberikan: Pengukuran Listrik, Pengantar Teknik
Elektro, Pengantar Rangkaian Listrik, Material Elektroteknik,
Phenomena Gas Terionisasi, Dinamika Plasma, Dielektrika,
Material Biomedika.
Buku dan Artikel: Analisis Rangkaian Listrik, Penerbit ITB, ISBN
979-9299-54-3, 2002; Metoda Rasio TM/TR Untuk Estimasi Susut
Energi Jaringan Distribusi, Penerbit ITB, ISBN 978-979-1344-38-8,
2009; Fungsi dan Grafik, Diferensial Dan Integral, Penerbit ITB,
ISBN 978-979-1344-37-1, 2009; Analisis Rangkaian Listrik (1), 2010;
Analisis Rangkaian Listrik (2), 2010; Analisis Rangkaian Listrik (3),
2010; Mengenal Sifat Material (1), 2010; Estimasi Susut Teknik dan
-onteknik Jaringan Distribusi, 2011.
Bidang minat: Power Engineering; Material Science.
239