Anda di halaman 1dari 5

K2i DI PROVINSI RIAU

T P K 2 G U B R I 2003-2008

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latarbelakang Masalah

Walau tidak semua orang merasakan kehadirannya sebagai masalah,


sesungguhnya kemiskinan adalah salah satu masalah yang selalu dihadapi
oleh manusia, bila dan di manapun mereka berada. Masalah ini sama tuanya
dengan usia kemanusiaan itu sendiri dan implikasinya dapat melibatkan
keseluruhan aspek kehidupan manusia bersangkutan. Bagi mereka yang
tergolong miskin, kemiskinan adalah sesuatu yang nyata ada dalam
kehidupan mereka sehari-hari. Namun demikian belum tentu semua manusia
menyadari kalau mereka adalah orang miskin. Kesadaran itu baru dirasakan
ketika mereka telah berinteraksi dan membandingkan kehidupan yang
dirasakannya dengan kehidupan orang lain yang mempunyai tingkat
kehidupan sosial dan ekonomi yang lebih tinggi dari mereka (Supardi
Suparlan,1984: 11).
Sebagai sebuah masalah sosial, kemiskinan tidak hanya berpengaruh
kepada kehidupan pribadi seseorang yang hidupnya atau keluarganya berada
dalam kemiskinan itu, tetapi juga terhadap lingkungan dan masyarakat lain
yang berada dalam system kemasyarakatan di luar diri dan keluarganya
dalam arti yang luas dari itu. Ia tidak saja akan berdampak kepada
kekurangan pangan, sandang, atau perumahan, tetapi juga dapat merambah
kepada sub-sub sistem sosial yang lebih luas dari itu, seperti pendidikan, dan
juga keamanan. Kemiskinan dapat membuat seseorang tidak mengenyam
pendidikan yang memadai, sehingga hidup dalam kebodohan. Ia juga dapat
membuat seseorang melakukan perbuatan melanggar hukum, sehingga
mengganggu keamanan negara.
Di Riau, misalnya, banyak fakta menunjukkan benarnya teori seperti
disebut di atas. Dengan tingkat kemiskinan sekitar 40% yang ada di daerah
ini, sekitar 60% lebih masyarakat di daerah ini hanya mampu mengenyam
pendidikan setingkat Sekolah Dasar (SD), dimana sebagian besar dari jumlah
itu justru tidak tamat SD. Ini berarti bahwa sekitar 60% masyarakat di provinsi
ini tergolong tertinggal Sumber Daya Manusia (SDM)nya, dan itu termasuk ke

1
K2i DI PROVINSI RIAU
T P K 2 G U B R I 2003-2008

dalam angka kebodohan. Di daerah-daerah tertentu, seperti di pinggir kota


Bagan Siapi-api (Rokan Hilir) dan Bengkalis, misalnya, sekitar 20% dari
masyarakatnya tidak pernah sekolah sama sekali, dengan alasan tidak ada
dana untuk itu. Mereka tidak sekolah bukan karena malas, tetapi karena
miskin. Dan akibat dari itu adalah mereka hidup dalam kebodohan.
Adalah hal yang menarik untuk diungkap dari temuan seperti disebut
dalam alinea terakhir diatas bahwa kebodohan masyarakat di daerah ini
berasal dari kemiskinan yang mereka derita. Mereka bodoh bukan karena
tidak mau sekolah, tetapi karena mereka adalah orang miskin yang tidak
punya biaya untuk sekolah.
Tetapi adakah hubungan kemiskinan yang mereka derita dengan
kebodohan yang mereka alami itu ? Jawabannya, ada. Beberapa responden
yang ditanyai mengenai hal itu menjawab bahwa mereka miskin karena tidak
tahu apa yang harus dikerjakan dan bagaimana cara bekerja yang baik untuk
mengubah keadaan hidup yang mereka derita itu. Di sini terbenarlah teori
yang mengatakan bahwa antara kemiskinan dan kebodohan adalah dua
kondisi sosial yang saling berkait antara satu sama lain. Kebodohan
menyebabkan orang miskin, dan kemiskinan juga dapat menyebabkan orang
menjadi bodoh. Kehidupan orang yang menderita dua kondisi yang tidak
menguntungkan ini tidak saja stagnan, tetapi justru akan menimbulkan beban
kepada pihak lain, langsung atau tidak langsung. Oleh sebab itu,
penanggulangannya tidak boleh dilakukan secara parsial, tetapi harus
simultan. Kemudian, kemiskinan juga dapat menimbulkan kerawanan sosial di
bidang keamanan. Tidak jarang orang miskin menjadi beringas ketika
tuntutan dasar hidup nya tidak terpenuhi, dan akhirnya melakukan apa saja
untuk memenuhi tuntutan hidup yang mendesak tersebut. Hal ini di Riau,
antara lain, terbukti dengan termasuknya daerah ini sebagai daerah dengan
tingkat kerawanan sosial yang cukup tinggi (Kapolda Riau, Riau Pos).
Kaitan antara kemiskinan yang dapat menyebabkan seseorang
menjadi bodoh, dan kebodohan yang juga dapat membuat seseorang menjadi
miskin di satu pihak, dengan kemiskinan dan kebodohan yang dapat pula
berakibat munculnya prilaku-prilaku kriminal di pihak lain, adalah dua kondisi
sosial yang sesungguhnya perlu dicaritahu faktor luaran yang menyebabkan

2
K2i DI PROVINSI RIAU
T P K 2 G U B R I 2003-2008

lahirnya dua kondisi yang saling berkait tersebut. Di sini, teori yang pernah
dikemukakan oleh Prof. Selo Soemarjan sekitar 27 tahun yang lalu,agaknya,
relevan untuk dikemukakan. Tokoh sosiologi terkemuka Indonesia itu
menggunakan istilah “kemiskinan struktural” untuk menyebutkan kemiskinan
yang diderita oleh segolongan masyarakat karena struktur sosial yang tidak
memungkinkan mereka dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapat
yang sebenarnya tersedia bagi mereka (Prof.Selo Soemardjan,1980:5). Jadi,
mereka miskin karena bodoh, mereka bodoh karena miskin, dan mereka
miskin karena tidak mendapat kesempatan untuk ikut menggunakan sumber-
sumber pendapat hidup yang sebenarnya tersedia untuk mereka.
Tetapi, pertanyaan lanjut yang perlu dikemukakan juga dalam konteks
ini adalah, kenapa mereka tidak mendapat kesempatan itu ? Apakah karena
adanya ketidakadilan sosial, atau justru lebih bertumpu kepada etos kerja
atau budaya yang berlaku di tengah-tengah masyarakat itu sendiri ?
Kelihatannya, kemungkinan seperti disebut terakhir lebih banyak
memegang peran terciptanya kemiskinan tersebut, disamping faktor struktural
seperti disebut di atas. Kalangan ilmuan sosial sepakat bahwa cara atau
prilaku hidup yang dianut oleh suatu masyarakat mempunyai pengaruh yang
cukup signifikan terhadap tumbuh dan berkembangnya kemiskinan di
masyarakat bersangkutan. Kemiskinan yang timbul oleh faktor ini disebut
sebagai kebudayaan kemiskinan, atau kemiskinan cultural. Kemiskinan jenis
ini seringkali berkembang bila system ekonomi dan sosial yang berlapis-lapis
rusak atau berganti seperti di masa peralihan dari feodalisme ke kapitalisme,
atau pada masa pesatnya perkembangan teknologi dan industrialisasi (Oscar
Lewis,th:29-32).
Kembali ke Riau, sebagai salah satu daerah dengan tingkat
kemiskinan tinggi di Indonesia, beberapa faktor seperti dikemukakan di atas
perlu digunakan sebagai pisau analisis untuk melihat adakah faktor yang lebih
dominan dalam menciptakan kemiskinan di daerah ini, atau semua faktor itu
bermain secara serempak, sehingga pemecahan masalahnya pun perlu
dilakukan dengan pendekatan multi faktor itu sendiri.
Oleh sebab itu, disinilah pentingnya sebuah penelitian lapangan perlu
dilakukan secara ilmiah, dan di sini pulalah sebuah kajian teoritis dipadu

3
K2i DI PROVINSI RIAU
T P K 2 G U B R I 2003-2008

bersama temuan lapangan untuk menemukan solusi-solusi obyektif tentang


masalah kemiskinan dan kebodohan di Provinsi Riau. Dan, semua itu
tertuang dalam buku yang kita beri judul KEMISKINAN, KEBODOHAN, DAN
INFRATRUKTUR DI RIAU (Sebuah Kajian tentang Teori, Fakta, dan Alternatif
Pemecahannya).

B. Tujuan dan Manfaat

Seperti disinggung di atas, kajian tentang masalah kemiskinan,


kebodohan, dan infrastruktur di Provinsi Riau ini bertujuan untuk mengetahui
secara mendalam dan menjelaskan secara ilmiah kondisi factual yang terjadi
di lapangan tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah tiga variable
tersebut. Kajian ini diharap berguna sebagai masukan dan bahan
pertimbangan dalam menentukan kebijakan-kebijakan strategis bagi
Gubernur dan bagi siapa saja yang peduli terhadap persoalan-persoalan
kemiskinan, kebodohan, dan infrastruktur di negeri ini secara keseluruhan.
Begitupun seterusnya, penulisan buku ini diharap dapat menjadi referensi
tertulis dan ilmiah, sehingga apapun kebijakan yang akan mereka lakukan
akan menjadi sesuatu yang rasional, dan proporsional, serta jauh dari
sekedar dugaan-dugaan yang justru akan menambahkan banyaknya
permasalah berikut ketimbang memecahkannya sebagaimana diharapkan
oleh kita semua.

C.Metode Kajian
Paduan antara metode studi lapangan (field research) dan studi
kepustakaan (library research) dilakukan secara berbarengan dalam studi dan
penulisan buku ini. Pengumpulan data lapangan dilakukan dengan
pendekatan grounded research, dengan random sebagai teknik samplingnya,
baik untuk sample lokasi maupun untuk responden penelitian. Hal ini terpaksa
dilakukan mengingat sangat luasnya area wilayah studi, terbatasnya waktu
yang tersedia, dan sangat minimnya dana yang ada.
Adapun buku ini disusun berdasarkan fakta yang terliput di lapangan
dengan menjadi kan teori-teori ilmiah mutakhir tentang kemiskinan dan
kebodohan sebagai pisau analisis untuk menemukan berbagai faktor yang

4
K2i DI PROVINSI RIAU
T P K 2 G U B R I 2003-2008

bermain di sekitar masalah tersebut. Teori-teori itu juga dapat dijadikan


sebagai bahan perbandingan dalam menentukan langkah-langkah
penanggulangannya yang kami rasa perlu dilakukan oleh semua pihak yang
terkait dengan masalah ini Riau. Kami memandang cara seperti ini lebih
tepat, agar kemungkinan terjadinya bias dapat diminimalisir, karena teori-teori
yang digunakan memang telah teruji secara ilmiah, walau untuk Riau masih
sebagai sesuatu yang baru. Dengan menggunakan teori-teori yang telah teruji
itu juga, sebuah upaya untuk berguru kepada orang atau pihak-pihak
tertentu yang telah berpengalaman tidak ditinggalkan, sehingga kemungkinan
akan terjadinya kesalahan dapat diminimalisir.

Anda mungkin juga menyukai