PENDAHULUAN
yang
tinggi.
Panjaitan
(2009)
menyatakan
bahwa
suku
dari kayu jenis-jenis Shorea spp. antara lain untuk kayu lapis, bangunan
perumahan sebagai rangka, balok, galar, kaso, pintu, peti, alat musik, lunas
perahu, bantalan, dan tiang listrik (diawetkan). Di samping hasil hutan berupa
kayu, beberapa jenis Shorea spp. juga memiliki hasil hutan bukan kayu yang
bernilai ekonomis seperti tanin, damar, dan tengkawang.
Shorea spp. dapat tumbuh pada tanah gambut. Indonesia memiliki lahan
gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta ha, yang tersebar
terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua, khususnya di Provinsi Riau
mencapai 4 juta Ha (BPS Riau, 2012). Tanah gambut adalah tanah yang memiliki
lapisan tanah kaya bahan organik dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan
organik penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum
melapuk sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Namun
karena variabilitas lahan ini sangat tinggi, baik dari segi ketebalan gambut,
kematangan maupun kesuburannya, tidak semua lahan gambut layak untuk
dijadikan areal pertanian maupun hutan tanaman. Dari 18,3 juta ha lahan gambut
di Pulau-Pulau utama Indonesia, hanya sekitar 6 juta ha yang layak untuk
pertanian dan hutan tanaman (Agus, 2008). Pertumbuhan tanaman pada lahan
gambut umumnya akan menghadapi berbagai kendala seperti ketebalan dan
kematangan gambut, kemasaman tanah, dan miskin akan unsur hara baik makro
maupun mikro serta keracunan asam-asam organik.
Semakin berkembangnya bioteknologi dalam industri kehutanan yang
ramah lingkungan maka dalam melakukan perlakuan dapat dilakukan dengan
suatu teknologi alternatif yang ramah lingkungan yaitu dengan pemberian Trichokompos terformulasi terhadap tanaman meranti, khususnya Shorea leprosula.
pengaruh
pemberian
beberapa
dosis
Tricho-kompos
berwarna tembaga, coklat kuning tembaga pucat dari bawah, besar, membentang,
setengah bulat atau berbentuk blumkol, dengan batang yang menetap. Daun
umumnya dengan jalur domatia yang menerus menyerupai sisik-sisik pucat
sampai tulang tengah dan kadang sampai bagian bawah pertulangan utama. Daun
berbentuk lonjong, jorong, atau bundar telur sunsang, menjangat, ujung lancip,
lancip pendek, atau tumpul, pangkal berbentuk pasak atau membundar, ukuran 5,9
cm -14,5 cm x 3,5 cm -7,3 cm. Bunga kecil, daun mahkota kuning, benang sari
15, kelopak buah dengan tiga sayap panjang dan dua sayap pendek. Shorea
leprosula dapat tumbuh dan bertahan hidup ketika ditanam pada kondisi cahaya
yang penuh dan melimpah untuk pertumbuhan tinggi dan kualitas batang. Buah
Shorea leprosula berbentuk bulat telur, ujungnya agak lancip, berbulu halus
berwarna pucat, mempunyai tiga sayap dengan panjang 6-9 cm, dan lebat
pertengahan sayap 1-1,5 cm dimana dua sayap pendek berbentuk garis. Buah yang
dihasilkan berupa buah-buah yang mengandung lemak serupa kacang yang
dikenal sebagai tengkawang.
2.2. Tanah Gambut
Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik
yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses
dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob atau kondisi lingkungan lainnya
yang
menyebabkan
rendahnya
tingkat
perkembangan
biota
pengurai.
bobotnya. Kadar air yang tinggi menyebabkan berat isi menjadi rendah, gambut
menjadi lembek dan daya menahan bebannya rendah (Agus, 2008).
Gambut yang ada di Sumatera dan Kalimantan umumnya didominasi oleh
bahan kayu-kayuan. Oleh karena itu komposisi bahan organiknya sebagian besar
adalah lignin yang umumnya melebihi 60% dari bahan kering, sedangkan
kandungan komponen lainnya seperti selulosa, hemiselulosa, dan protein
umumnya tidak melebihi 11% (Hartatik, 2012). Menurut Radjagukguk (1997)
dalam Hartatik (2012) ketersediaan Nitrogen (N) bagi tanaman pada tanah gambut
umumnya rendah. Oleh karena itu untuk mencukupi kebutuhan N tanaman yang
optimum diperlukan pemupukan N.
2.3. Tricho-kompos Terformulasi
Tricho-kompos terformulasi merupakan teknologi yang memadukan bahan
organik dengan Trichoderma pseudokoningii yang berperan sebagai aktivator dan
biokontrol. Trichoderma pseudokoningii dekomposer yang mengandung enzim
kitinase berperan sebagai agen biokontrol dan enzim selulase yang dapat bekerja
secara sinergis sehingga mempercepat dalam proses pelapukan bahan organik
(Puspita, 2012). Tricho-kompos terformulasi berbahan baku jerami padi (bahan
organik) dan ditambahkan zeolit sebagai sumber mineral pendukung.
Trichoderma spp. merupakan salah satu jamur antagonis yang telah banyak
diuji coba untuk mengendalikan penyakit tanaman (Lilik, 2010). Sifat antagonis
cendawan Trichoderma spp. telah diteliti sejak lama. Inokulasi Trichoderma spp.
ke dalam tanah dapat menekan serangan penyakit layu yang menyerang di
persemaian, hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh toksin yang dihasilkan
cendawan ini. Selain itu, jamur Trichoderma spp. dapat mengurai bahan organik
10
kompleks seperti C, N, P, K, Mg, dan dapat memperbaiki struktur fisik dan kimia
tanah, memudahkan pertumbuhan akar
11
Produk ini telah teruji secara invitro dan invivo pada beberapa komoditi
pertanian seperti sawi dan kelapa sawit. Selain itu pemberian formulasi Trichokompos pada tanaman hias juga memberikan hasil yang memuaskan, selain subur,
juga mengakibatkan tanaman berbunga cukup sering sehingga menambah pesona
bagi tanaman hias.
2.4. Kualitas Semai
Kualitas semai merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan
kelayakan suatu bibit siap tanam di lapangan. Dalam menentukannya, melibatkan
beberapa peubah yang terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman,
yaitu persentase hidup, tinggi, diameter, berat kering total, kekokohan semai
(perbandingan tinggi dan diameter bibit), dan rasio tajuk akar (perbandingan berat
kering tajuk dan berat kering akar). Pada tahap semai, Shorea leprosula
memerlukan naungan sekitar 50-80% dari cahaya total untuk pertumbuhannya.
Shorea leprosula termasuk ke dalam jenis tanaman yang bersifat semi
toleran dimana memerlukan naungan pada tahap awal pertumbuhannya. Naungan
sangat mempengaruhi pertumbuhan semai Shorea leprosula setelah mencapai
tinggi kurang lebih 50 cm (Priadjati, 2002). Berdasarkan Departemen Kehutanan
(1992) dalam Abdurrachman (2012), menyatakan bahwa klasifikasi pohon dalam
penyusun tegakan hutan terdiri atas semai, tiang, pancang, dan pohon. Dimana
klasifikasi untuk semai adalah tinggi mencapai < 1,5 m.
Selain itu, Panjaitan (2009) menyatakan bahwa, ada beberapa kriteria bibit
Shorea leprosula siap tanam di lapangan, yakni berbatang lurus, diameter pangkal
batangnya 3-4 mm, tinggi kurang lebih 30 cm, percabangannya minimalis,
berdaun 2-5 helai, perakarannya lurus, dan bebas dari hama penyakit.
12
ini
dilakukan
secara
eksperimen
dengan
menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 kali ulangan.
Setiap ulangan terdiri atas 2 sampel percobaan. Total semai berjumlah 40.
T0 = Tanpa pemberian Tricho-kompos terformulasi (kontrol)
T1 = Pemberian 25 g Tricho-kompos terformulasi/polybag
T2 = Pemberian 50 g Tricho-kompos terformulasi/polybag
T3 = Pemberian 75 g Tricho-kompos terformulasi/polybag
T4 = Pemberian 100 g Tricho-kompos terformulasi/polybag
Respon yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian Tricho-kompos
terformulasi adalah persen hidup semai, tinggi semai, diameter semai, berat kering
semai, dan rasio tajuk akar. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik
13
menggunakan analisis ragam dengan SPSS versi 17.0. Kemudian hasil analisis
ragam dilanjutkan uji jarak berganda Duncans pada taraf 5% dengan model linier
sebagai berikut :
Yij = + i + ij
Keterangan :
Yij = Hasil pengamatan dari faktor pemberian formula Tricho-kompos pada
taraf ke-i dan ulangan ke-j
= Rataan umum
polybag dengan
14
15
3.5. Pemeliharaan
3.5.1. Penyulaman
Penyulaman merupakan usaha penggantian tanaman yang mati atau rusak
dengan tanaman yang baru sehingga diperoleh jumlah tanaman yang sesuai tanpa
mengurangi atupun menambah jumlah tanaman yang ada persatuan luas. Kegiatan
penyulaman hanya dilakukan apabila seminggu setelah penanaman semai meranti
ada yang mengalami kematian atau kerusakan digantikan dengan semai meranti
yang baru dan pertumbuhannya juga seragam. Jumlah masing-masing semai
meranti yang digunakan pada setiap perlakuan disediakan 2 (dua) semai untuk
kegiatan penyulaman.
3.5.2. Penyiraman
Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari selama penelitian
menggunakan hand sprayer untuk menjaga kelembaban tanah di sekitar tanaman
penelitian. Bila turun hujan, maka tidak perlu dilakukan penyiraman.
3.5.3. Penyiangan
Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi laju pertumbuhan gulma.
Penyiangan gulma dilakukan secara mekanik, yakni dengan cara mencabutnya
baik di dalam polybag maupun di luar polybag.
3.5.4. Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara preventif. Cara preventif
dilakukan dengan menjaga sanitasi lingkungan tanam, baik dari gulma maupun
dari bahan lain yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Penggunaan zatzat kimia tidak dilakukan dalam mengendalikan hama dan penyakit, karena
16
17
dikurangi
diameter
awal.
Untuk
meminimalisir
kesalahan
pengukuran, maka pada bagian batang yang diukur diberi tanda sebagai data
dalam pengukuran dengan jarak 2 (dua) cm dari permukaan tanah. Pengamatan
pertambahan diameter semai dilakukan 1 kali dalam seminggu. Pengamatan
pertambahan diameter semai dilakukan sampai minggu ke 7.
3.6.4. Berat Kering Tanaman (g)
Berat kering tanaman yang diukur meliputi berat kering akar dan berat
kering tajuk. Pengamatan berat kering tanaman dilakukan pada akhir penelitian.
Pengamatan dilakukan dengan mengambil seluruh sampel pada setiap perlakuan.
Sampel diambil dan dicuci bersih dengan air mengalir. Setiap masing-masing
sampel dipotong menjadi dua bagian yang terdiri dari bagian tajuk dan bagian
akar dengan cara memotong bagian akar hingga leher akar dan bagian pangkal
batang sampai tajuk lalu dikering anginkan.
Kemudian kedua masing-masing bagian tersebut dimasukkan ke dalam
amplop yang berbeda lalu dioven pada suhu 70C sampai tidak terjadi penurunan
berat. Setelah itu, masing-masing sampel ditimbang dengan menggunakan
timbangan analitik yang hasilnya dinyatakan dalam satuan gram (g). Untuk
mengetahui berat kering tanaman dihitung pada saat semai meranti berumur 11
(sebelas) bulan dengan merata-ratakan jumlah berat kering tajuk dan berat kering
akar.
18
19
T0 (kontrol)
100 a
T1 (25 g/polybag)
100 a
T2 (50 g/polybag)
100 a
T3 (75 g/polybag)
100 a
T4 (100 g/polybag)
100 a
Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata pada taraf 5%
menurut uji DNMRT
Berdasarkan hasil uji lanjut pada Tabel 1 terlihat bahwa rerata persen
hidup semai Shorea leprosula berbeda tidak nyata sesamanya. Hal ini diduga
kandungan hara Tricho-kompos terformulasi yang melibatkan Trichoderma
pseudokoningii mengakibatkan terbantunya proses dekomposisi pada tanah
gambut lebih maksimal sehingga mampu menyediakan unsur hara (N, P, K, Ca,
Mg, dan lain-lain) yang dibutuhkan semai dalam proses pertumbuhan dan
perkembangannya.
Persen hidup semai juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang baik.
Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan semai adalah
20
medium tanam. Kosasih (2006), menyatakan bahwa medium tanam yang baik
mempunyai empat fungsi utama yaitu memberi unsur hara dan sebagai tempat
tumbuh perakaran, menyediakan air dan tempat penampungan air, menyediakan
udara untuk respirasi akar, dan sebagai tempat tumbuhnya tanaman. Aplikasi
beberapa dosis Tricho-kompos terformulasi ke dalam medium tanam gambut
saprik, diduga mampu menyediakan unsur hara yang dibutuhkan semai,
menyediakan air yang cukup serta menyediakan udara untuk respirasi akar.
Dengan kondisi seperti ini, maka aktivitas akar dalam memasok unsur hara yang
akan didistribusikan ke seluruh jaringan tanaman meningkat yang akan memacu
laju proses fotosintesis sehingga seluruh semai dapat terus tumbuh dengan baik
hingga akhir penelitian.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Winarni (2008), bahwa kemampuan
hidup semai yang tinggi menunjukkan bahwa faktor lingkungan telah memberikan
berbagai sarana yang cukup bagi tanaman tersebut. Seperti ketersediaan air, udara,
dan unsur hara yang cukup serta bebas dari gangguan hama dan penyakit.
4.2. Pertambahan Tinggi Semai (cm)
Hasil pengamatan terhadap pertambahan tinggi semai Shorea leprosula
yang diberi perlakuan beberapa dosis Tricho-kompos terformulasi setelah
dianalisis ragam menunujukkan pengaruh nyata (Lampiran 3b). hasil uji lanjut
DNMRT pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 2.
21
Tabel 2. Rerata Pertambahan tinggi semai Shorea leprosula umur 11 bulan setelah
pemberian Tricho-kompos terformulasi
Pertambahan Tinggi (cm)
2,51 a
T2 (50 g/polybag)
2,30 b
T3 (75 g/polybag)
2,18 b
T1 (25 g/polybag)
1,55 c
T0 (kontrol)
1,47 c
Angka-angka pada setiap baris pada kolom sama yang diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama
adalah berbeda nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa hasil rerata pertambahan tinggi semai
yang terbaik terdapat pada perlakuan Tricho-kompos terformulasi dengan dosis
100 g/polybag (T4). Sementara untuk hasil pertambahan tinggi terendah
ditunjukkan pada perlakuan tanpa pemberian Tricho-kompos terformulasi (T0).
Hal ini diduga karena pemberian Tricho-kompos dengan dosis 100 g/polybag
mampu menyediakan jumlah unsur hara yang cukup pada medium tanam,
terutama unsur hara Nitrogen (N) dan Posfor (P).
Unsur hara yang tersedia dalam medium tanam diperoleh dari pemberian
aplikasi.
Tricho-kompos
terformulasi
yang
didekomposer
Trichoderma
22
Pertanian No. 2 Tahun 2006, menyatakan bahwa standar pupuk organik padat
memiliki C/N antara 10 - 25. Pada dasarnya prinsip pengomposan adalah
menurunkan rasio C dan N bahan organik menjadi sama dengan rasio C dan N
tanah, yaitu 8-15. Rasio C dan N adalah hasil perbandingan antara karbondioksida
dan nitrogen yang terkandung di dalam suatu bahan.
Bahan organik yang memiliki rasio C/N yang sama dengan tanah
memungkinkan dapat diserap oleh tanaman sehingga dapat meningkatkan
ketersediaan unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman. Unsur hara P dan N
merupakan unsur yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Hal tersebut
disebabkan karena unsur P sangat dibutuhkan oleh tanaman dalam proses
pertumbuhan tanaman dalam jumlah yang cukup. Sutedjo, dkk (1991)
menyatakan bahwa unsur P dapat mempercepat pertumbuhan akar, merangsang
serta memperkuat pertumbuhan tanaman. Selain itu, unsur P juga berfungsi
membantu pembentukan protein dan mineral serta mentranslokasikan ke seluruh
bagian tanaman.
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil pengamatan pada perlakuan T 0
dan T1 berbeda tidak nyata terhadap sesamanya. Hal ini dapat dikaitkan dengan
rendahnya keberadaan unsur hara yang tersedia pada kedua perlakuan tersebut.
Pada perlakuan T0 dan T1 jumlah unsur hara yang tersedia lebih rendah sehingga
mempengaruhi proses laju fotosintesis yang menyebabkan pertambahan tinggi
semainya tidak lebih baik dengan perlakuan T4. Tinggi rendahnya keberadaan
unsur hara pada medium tanam sangat mempengaruhi kinerja akar dalam hal
memasok nutrisi yang dibutuhkan semai. Pratama (2006), menjelaskan bahwa
unsur hara P yang tersedia dalam jumlah yang cukup sangat berpengaruh terhadap
23
perkembangan dan kinerja akar dalam hal memasok unsur hara tanaman, terutama
unsur hara Nitrogen (N). Unsur hara N merupakan salah satu dari unsur hara
makro yang berperan sangat dominan dan dibutuhkan tanaman untuk
pertumbuhan dan perkembangan. Ketersediaan unsur hara N yang tinggi sangat
berperan dalam pembentukan klorofil. Kandungan klorofil yang tinggi akan
memacu proses fotosintesis. Hasil dari proses fotosintesis tersebut, merupakan
karbohidrat yang berperan sebagai bahan penyusun sel baru dan membantu proses
diferensiasi sel yang berdampak pada semai, yaitu pertambahan tinggi semai.
Pada perlakuan T3 dan T2 jumlah unsur hara yang tersedia juga lebih
rendah dibandingkan dengan perlakuan T4, namun cenderung lebih baik daripada
perlakuan T0 dan T1 . Rendahnya keberadaan unsur hara yang tersedia pada
medium tanam, maka akan lebih lambat mengkolonisasi jaringan akar yang
menyebabkan rendahnya ketersediaan unsur hara N yang diperoleh dari kinerja
akar yang berakibat terhambatnya laju fotosintesis sehingga berdampak pada
pertambahan tinggi semainya tidak lebih baik dibandingkan dengan perlakuan T4.
Hal ini diduga dapat terjadi karena semakin tinggi dosis Tricho-kompos yang
diberikan pada medium tanam bervolume 2 kg maka akan semakin meningkat
pula jumlah unsur hara yang tersedia.
Komposisi Tricho-kompos terformulasi yang terdiri dari jerami padi dan
zeolit serta penambahan Trichoderma pseudokoningii mampu menyediakan unsur
hara yang dibutuhkan semai Shorea leprosula untuk memacu pertambahan
tingginya pada medium gambut. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 1.
24
T0
2.5
T1
2
1.5
T2
T3
0.5
T4
0
1
Minggu Ke-
25
merupakan indikator pertumbuhan yang paling mudah untuk diukur. Selain itu,
tinggi tanaman juga merupakan suatu indikator pertumbuhan untuk mengukur
pengaruh dari lingkungan atau suatu perlakuan yang diberikan.
4.3. Pertambahan Diameter Semai (mm)
Hasil pengamatan terhadap pertambahan diameter semai Shorea leprosula
yang diberi perlakuan beberapa dosis Tricho-kompos terformulasi setelah
dianalisis ragam menunjukkan pengaruh yang nyata (Lampiran 3c). hasil uji lanjut
DMNRT pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rerata Pertambahan diameter semai Shorea leprosula umur 11 bulan
setelah pemberian dosis Tricho-kompos terformulasi
Dosis Tricho-kompos terformulasi
T4 (100 g/polybag)
0,18 a
T2 (50 g/polybag)
0,14 b
T3 (75 g/polybag)
0,13 b
T1 (25 g/polybag)
0,08 c
T0 (kontrol)
0,07 c
Angka-angka pada setiap baris pada kolom sama yang diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama
adalah berbeda nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%.
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa rerata pertambahan diameter semai yang
terbaik terdapat pada perlakuan Tricho-kompos terformulasi dengan dosis 100
g/polybag (T4). Hal ini diduga aplikasi Tricho-kompos teformulasi dengan dosis
100 g/polybag mampu mendekomposisi tanah gambut sehingga unsur hara (N, P,
K, Ca, Mg, dan lain-lain) tersedia dalam jumlah yang cukup untuk diserap semai
dalam kegiatan metabolisme dan dapat mendorong laju fotosintesis yang
menghasilkan fotosintat sehingga membantu aktivitas kambium dalam penebalan
batang. Bertambahnya tebal batang ini diakibatkan oleh semakin berkembang dan
26
0.2
T0
T1
T2
T3
T4
0.15
0.1
0.05
0
Minggu Ke-
27
penambahan unsur hara dan nutrisi yang diperoleh tanaman dari media tumbuh
(Yuniarti, 2006).
4.4. Berat Kering Semai (g)
Hasil pengamatan terhadap berat kering semai Shorea leprosula yang
diberi perlakuan beberapa dosis Tricho-kompos terformulasi setelah dianalisis
ragam menunjukkan pengaruh yang nyata (Lampiran 3d). Hasil uji lanjut
DMNRT pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rerata berat kering semai Shorea leprosula umur 11 bulan setelah diberi
perlakuan Tricho-kompos terformulasi
Dosis Tricho-kompos terformulasi
T4 (100 g/polybag)
5,49 a
T2 (50 g/polybag)
3,86 b
T3 (75 g/polybag)
3,44 b c
T1 (25 g/polybag)
2,90 c d
T0 ( kontrol)
2,55 d
Angka-angka pada setiap baris pada kolom sama yang diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama
adalah berbeda nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%.
28
yang dibutuhkan oleh tanaman. Perkembangan akar yang baik dan penyerapan
unsur hara yang cukup menyebabkan pertumbuhan tajuk semai lebih baik dan
akhirnya meningkatkan berat kering semai. Hal ini dapat terlihat dari
pertumbuhan dan perkembangan organ-organ tanaman lain yang menunjukkan
hasil yang terbaik seperti tinggi semai (Tabel 2) dan diameter semai (Tabel 3).
Berat kering semai berhubungan dengan pertumbuhan semai, semakin
baik pertumbuhan semai maka berat kering semai yang dihasilkan akan semakin
baik pula. Berat kering semai mencerminkan akumulasi senyawa organik dari
hasil sintesis senyawa anorganik, terutama air dan karbondioksida. Guritno (1995)
menambahkan, bahwa berat tanaman merupakan ukuran yang paling sering
digunakan untuk menggambarkan dan mempelajari laju pertumbuhan tanaman
yang didasarkan atas penaksiran berat (biomassa) tanaman yang relatif mudah
diukur dan merupakan integrasi dari semua peristiwa sebelumnya yang telah
dialami oleh tanaman. Berat kering total dapat dijadikan indikator efisiensi proses
pertumbuhan tanaman dan merupakan perwujudan hasil fotosintesis.
Karbohidrat sederhana yang dihasilkan dari fotosintesis setelah melalui
proses metabolisme diubah menjadi lipida, asam nukleat, protein dan molekul
organik lain, dan digunakan untuk pembentukan bagian vegetatif, seperti daun,
akar, batang, jaringan dan organ lain. Berat kering total yang tinggi menunjukan
suplai karbohidrat yang tinggi pula. Berat kering total juga sangat erat kaitannya
dengan ketersediaan unsur hara yang cukup di dalam media tumbuh (Lakitan,
1995). Tricho-kompos terformulasi membantu tanaman dalam menyerap unsur
hara sehingga akan berdampak terhadap meningkatnya berat kering pada tanaman.
29
30
Tabel 5. Rerata rasio tajuk akar semai Shorea leprosula umur 11 bulan setelah
diberi perlakuan Tricho-kompos terformulasi
Dosis Tricho-kompos terformulasi
T4 (100 g/polybag)
2,10 a
T2 (50 g/polybag)
2,30 a
T3 (75 g/polybag)
2,46 a
T1 (25 g/polybag)
2,51 a
T0 (0 g/polybag)
2,62 a
Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata pada taraf 5%
menurut uji DNMRT
31
berat kering tajuk akar menunjukan bagaimana penyerapan air dan unsur hara oleh
akar yang didistribusikan ke tajuk tanaman. Pada dasarnya pertumbuhan
merupakan keseimbangan antara perolehan karbon pada fotosintesis dan
pengeluarannya dalam respirasi.
Hal ini juga dapat terjadi karena waktu penelitian yang hanya 7 (tujuh)
minggu diduga sebagai penyebab belum mampunya Tricho-kompos terformulasi
dalam memberikan keseimbangan terhadap rasio tajuk akar. Pada setiap perlakuan
menunjukan hasil rasio tajuk akar yang tidak berbeda. Rasio tajuk akar merupakan
salah satu faktor penting dalam pertumbuhan tanaman yang mencerminkan
kemampuan dalam penyerapan unsur hara serta proses metabolisme yang terjadi
pada tanaman. Pengertian dari rasio tajuk akar adalah pertumbuhan suatu bagian
tanaman diikuti dengan pertumbuhan bagian tanaman lainnya, dimana berat tajuk
meningkat secara linier mengikuti peningkatan berat akar (Gardner, 1991).
Rasio tajuk akar dapat menggambarkan salah satu tipe toleransi terhadap
adanya kekeringan serta menunjukkan bagaimana penyerapan unsur hara oleh
akar tanaman digunakan untuk fotosintesis yang hasilnya akan digunakan untuk
pertumbuhan
dan
perkembangan
tanaman,
baik
tajuk
maupun
akar.
32
5.1. Kesimpulan
1. Aplikasi Tricho-kompos terformulasi mampu meningkatkan kualitas semai
Shorea leprosula pada medium gambut.
2. Aplikasi Tricho-kompos terformulasi dengan dosis 100 g/polybag
menunjukkan kualitas semai terbaik.
5.2. Saran
1. Untuk aplikasi di lapangan dengan tujuan mendapatkan kualitas semai
terbaik dan pertumbuhan yang maksimal maka disarankan untuk dosis
Tricho-kompos terformulasi
yang diberikan
adalah sebanyak 50
g/polybag.
2. Disarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui waktu
yang tepat dalam aplikasi Tricho-kompos terformulasi terhadap tanaman.
33
DAFTAR PUSTAKA
Agus, F., Subiksa. 2008. Lahan Gambut : Potensi Untuk Pertanian dan Aspek
Lingkungan. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre
(ICRAF). Bogor.
Abdurachman. 2012. Tanaman Ulin Pada Umur 8,5 Tahun di Arboretum
Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda. Balai Besar
Penelitian Dipterokarpa. Samarinda.
Badan Pusat Statistik Riau. 2012. Riau Dalam Angka. BPS. Pekanbaru.
Banowati, L. 1986. Pengaruh Beberapa Jenis Kontainer dengan Media
Tumbuh Gambut Terhadap Pertumbuhan Semai Acacia mangium
Wild. Skripsi. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Djafarudin. 1970. Pupuk dan Pemupukan. Faperta Unand. Padang.
Fitter A.H., Hay R.K.M. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada
University Press.
Gardner, F. P., Pierce, R. B, Mitchell, R. L. 1991. Fisiologi Tumbuhan
Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta
Harman, G.E., J.R. Howell., A. Viterbo., I. Chet and M. Loripto. 2004.
Trichoderma Species Opportunistic Avirulent Plant Symbioals. Nature
reviews 2 (1) (PP 943-56).
Hartatik, W., Subiksa., Dariah, A. 2012. Sifat Kimia dan Fisik Tanah Gambut.
Universitas Andalas. Padang.
Hendromono. 2003. Kriteria Penilaian Mutu Benih dalam Wadah yang Siap
Tanam Untuk Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Buletin Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan. Volume 4 No. 1. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan. Bogor.
Irwanto. 2006. Hutan Tanaman Shorea smithiana Prospektif, Sehat dan
Lestari. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Ismail, N., Tenrirawe, A. 2011. Potensi Agens Hayati Trichoderma spp.
Sebagai Agens Pengendalian Hayati. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP). Sulawesi Utara.
34
35
36
37
T23a
T31a
T43a
TO4b
T41a
T03a
T33a
T13a
T21a
T32a
T02a
T44a
T23a
T14b
T42a
T31b
T02b
T44b
T22a
T01a
T34b
T12a
T24b
T14a
T42b
T11a
T32b
T04a
T22b
T01b
T43b
T12b
T24a
T33b
T34a
T41b
T13b
T21b
T03b
X
Keterangan :
TO, T1, T2, T3, T4, : Perlakuan pemberian tricho-kompos terformulasi
1,2,3,4...
: Ulangan ke
a, b,
X, Y,
38
DB
4
15
20
JK
0,00
0,00
200000
KT
0,00
0,00
F hitung
0,00ns
F tabel
3,06
JK
3,46
0,16
84,03
KT
0,86
0,01
F hitung
78,11*
F tabel
3,06
JK
0,03
0,00
0,35
KT
0,00
1.353E-4
F hitung
59.68*
F tabel
3,06
JK
0,00
0,00
0,09
KT
0,00
3.412E-5
F hitung
59.69*
F tabel
3,06
JK
21,06
2,29
290,17
KT
5,26
0,15
F hitung
34,42*
F tabel
3,06
b. Pertambahan Tinggi
SK
Perlakuan
Galat
Total
KK : 4,98%
c.
DB
4
15
20
Pertambahan Diameter
SK
Perlakuan
Galat
Total
KK : 9,18 %
DB
4
15
20
Setelah ditransformasi
SK
Perlakuan
Galat
Total
KK : 8,83 %
DB
4
15
20
DB
4
15
20
39
Setelah ditransformasi
SK
Perlakuan
Galat
Total
KK : 3,95%
DB
4
15
20
JK
2,09
0,21
181,06
KT
0,52
0,01
F hitung
37,15*
F tabel
3,06
JK
0,66
3,88
119,94
KT
0,16
0,25
F hitung
0,63ns
F tabel
3,06
JK
0,00
0,13
38,04
KT
0,00
0,009
F hitung
0,10ns
F tabel
3,06
DB
4
15
20
Setelah ditransformasi
SK
Perlakuan
Galat
Total
KK : 6,89%
DB
4
15
20
Keterangan :
SK
DB
JK
KT
KK
*
ns
: Sumber Keragaman
: Derajat Bebas
: Jumlah Kuadrat
: Kuadrat Tengah
: Koefisien Keragaman
: Berpengaruh Nyata
: Berpengaruh Tidak Nyata (non signifikan)
40
T0
T1
T2
T3
T4
Descriptive Statistics
Dependent Variable:persen_hidup_semai
perlakuan
Mean
T0
T1
T2
T3
T4
Total
Std. Deviation
1.0000E2
1.0000E2
1.0000E2
1.0000E2
1.0000E2
.00000
.00000
.00000
.00000
.00000
4
4
4
4
4
1.0000E2
.00000
20
Dependent Variable:persen_hidup_semai
F
df1
.
df2
4
Sig.
15
41
Squares
Df
Mean Square
Sig.
.000
200000.000
200000.000
Perlakuan
.000
.000
Error
.000
15
.000
Total
200000.000
20
.000
19
Corrected Model
Intercept
.000
Corrected Total
Perlakuan
Dependent Variable:persen_hidup_semai
95% Confidence Interval
perlakua
n
Mean
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
T0
100.000
.000
100.000
100.000
T1
100.000
.000
100.000
100.000
T2
100.000
.000
100.000
100.000
T3
100.000
.000
100.000
100.000
T4
100.000
.000
100.000
100.000
Between-Subjects Factors
Value Label
perlakuan
T0
T1
T2
T3
T4
Descriptive Statistics
42
Dependent Variable:prtmbahan_tinggi
perlaku
an
Mean
Std. Deviation
T0
1.4750
.18484
T1
1.5500
.12910
T2
2.3000
.00000
T3
2.1875
.04787
T4
2.5125
.04787
Total
2.0050
.43707
20
df1
df2
8.512
Sig.
15
.001
Df
Mean Square
Sig.
Corrected Model
3.463a
.866
78.118
.000
Intercept
80.400
80.400
7.254E3
.000
perlakuan
3.463
.866
78.118
.000
Error
.166
15
.011
Total
84.030
20
Corrected Total
3.629
19
43
Perlakuan
Dependent Variable:prtmbahan_tinggi
95% Confidence Interval
perlaku
an
Mean
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
T0
1.475
.053
1.363
1.587
T1
1.550
.053
1.438
1.662
T2
2.300
.053
2.188
2.412
T3
2.187
.053
2.075
2.300
T4
2.512
.053
2.400
2.625
prtmbahan_tinggi
Duncan
Subset
perlakua
n
T0
1.4750
T1
1.5500
T3
2.1875
T2
2.3000
T4
Sig.
2.5125
.330
.152
1.000
44
T0
T1
T2
T3
T4
Descriptive Statistics
Dependent Variable:pertambahan_diameter
perlakuan
Mean
Std. Deviation
T0
.0775
.00500
T1
.0875
.00957
T2
.1450
.01291
T3
.1350
.01291
T4
.1875
.01500
Total
.1265
.04246
20
df1
2.059
df2
4
Sig.
15
.137
45
Dependent Variable:pertambahan_diameter
Type III Sum of
Source
Squares
Df
Mean Square
Sig.
Corrected Model
.032a
.008
59.685
.000
Intercept
.320
.320
2.371E3
.000
Perlakuan
.032
.008
59.685
.000
Error
.002
15
.000
Total
.354
20
Corrected Total
.034
19
Perlakuan
Dependent Variable:pertambahan_diameter
perlaku
an
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
T0
.078
.006
.065
.090
T1
.088
.006
.075
.100
T2
.145
.006
.133
.157
T3
.135
.006
.123
.147
T4
.188
.006
.175
.200
pertambahan_diameter
Duncan
Subset
perlakua
n
T0
.0775
T1
.0875
T3
.1350
T2
.1450
T4
Sig.
.1875
.242
.242
1.000
46
pertambahan_diameter
Duncan
Subset
perlakua
n
T0
.0775
T1
.0875
T3
.1350
T2
.1450
T4
.1875
Sig.
.242
.242
1.000
T0
T1
T2
T3
T4
Descriptive Statistics
Dependent Variable:pertmbahan_diameter
perlaku
an
Mean
Std. Deviation
T0
.0412
.00287
T1
.0468
.00479
T2
.0752
.00690
T3
.0708
.00727
T4
.0968
.00624
Total
.0661
.02135
20
47
df1
df2
1.088
Sig.
15
.398
Source
Df
Mean Square
Sig.
Corrected Model
.008a
.002
59.698
.000
Intercept
.088
.088
2.565E3
.000
Perlakuan
.008
.002
59.698
.000
Error
.001
15
3.412E-5
Total
.096
20
Corrected Total
.009
19
Perlakuan
Dependent Variable:pertmbahan_diameter
perlaku
an
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
T0
.041
.003
.035
.047
T1
.047
.003
.041
.053
T2
.075
.003
.069
.081
T3
.071
.003
.065
.077
T4
.097
.003
.091
.103
48
pertmbahan_diameter
Duncan
perlaku
an
Subset
N
T0
.0412
T1
.0468
T3
.0708
T2
.0752
T4
Sig.
.0968
.203
.293
1.000
Between-Subjects Factors
Value Label
perlakuan
T0
T1
T2
T3
5
T4
Descriptive Statistics
Dependent Variable:Berat_kering_tanaman
perlaku
an
Mean
Std. Deviation
T0
2.5500
.12675
T1
2.9050
.18285
T2
3.8650
.61560
T3
3.4450
.44583
T4
5.4975
.37098
Total
3.6525
1.10883
20
49
df1
df2
2.857
Sig.
15
.061
Squares
df
Mean Square
Sig.
Corrected Model
21.066a
5.266
34.428
.000
Intercept
266.815
266.815
1.744E3
.000
perlakuan
21.066
5.267
34.428
.000
Error
2.295
15
.153
Total
290.176
20
23.361
19
Corrected Total
Perlakuan
Dependent Variable:Berat_kering_tanaman
95% Confidence Interval
perlaku
an
Mean
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
T0
2.550
.196
2.133
2.967
T1
2.905
.196
2.488
3.322
T2
3.865
.196
3.448
4.282
T3
3.445
.196
3.028
3.862
T4
5.498
.196
5.081
5.914
50
Berat_kering_tanaman
Duncan
Subset
perlaku
an
T0
2.5500
T1
2.9050
T3
T2
T4
2.9050
3.4450
3.4450
3.8650
5.4975
Sig.
.219
.070
.150
1.000
T0
T1
T2
T3
T4
Descriptive Statistics
Dependent Variable:brat_kering_tanaman
perlaku
an
Mean
Std. Deviation
T0
2.6235
.04093
T1
2.7578
.07467
T2
3.0698
.17645
T3
2.9350
.14985
T4
3.5620
.09890
Total
2.9896
.34877
20
51
df1
2.548
df2
4
Sig.
15
.083
Source
Df
Mean Square
Sig.
2.099a
.525
37.159
.000
178.754
178.754
1.266E4
.000
2.099
.525
37.159
.000
Error
.212
15
.014
Total
181.065
20
2.311
19
Corrected Model
Intercept
Perlakuan
Corrected Total
Perlakuan
Dependent Variable:brat_kering_tanaman
perlaku
an
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
T0
2.624
.059
2.497
2.750
T1
2.758
.059
2.631
2.884
T2
3.070
.059
2.943
3.196
T3
2.935
.059
2.808
3.062
T4
3.562
.059
3.435
3.689
52
brat_kering_tanaman
Duncan
Subset
perlaku
an
T0
2.6235
T1
2.7578
T3
T2
T4
2.7578
2.9350
2.9350
3.0698
3.5620
Sig.
.131
.052
.130
1.000
T0
T1
T2
T3
T4
Descriptive Statistics
Dependent Variable:Rasio_Tajuk_akar
perlakua
n
Mean
Std. Deviation
T0
2.6225
.47759
T1
2.5175
.90926
T2
2.3075
.43554
T3
2.4625
.17328
T4
2.1000
.14697
Total
2.4020
.48944
20
53
Dependent Variable:Rasio_Tajuk_akar
F
df1
df2
2.367
Sig.
15
.099
Squares
Df
Mean Square
Sig.
.166
.639
.642
115.392
115.392
445.128
.000
.663
.166
.639
.642
Error
3.888
15
.259
Total
119.944
20
4.552
19
Corrected Model
.663
Intercept
Perlakuan
Corrected Total
Perlakuan
Dependent Variable:Rasio_Tajuk_akar
95% Confidence Interval
perlakua
n
Mean
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
T0
2.622
.255
2.080
3.165
T1
2.518
.255
1.975
3.060
T2
2.308
.255
1.765
2.850
T3
2.463
.255
1.920
3.005
T4
2.100
.255
1.557
2.643
54
Rasio_Tajuk_akar
Duncan
Subset
perlakuan
T4
2.1000
T2
2.3075
T3
2.4625
T1
2.5175
T0
2.6225
Sig.
.208
T0
T1
T2
T3
T4
Descriptive Statistics
Dependent Variable:rasio_tajuk_akar
perlaku
an
Mean
Std. Deviation
T0
1.3775
.08202
T1
1.3708
.15042
T2
1.3705
.11664
T3
1.4022
.03241
T4
1.3620
.04019
Total
1.3766
.08604
20
55
df1
1.603
df2
4
Sig.
15
.225
Source
Df
Mean Square
Sig.
.004a
.001
.103
.980
37.901
37.901
4.154E3
.000
Perlakuan
.004
.001
.103
.980
Error
.137
15
.009
Total
38.041
20
.141
19
Corrected Model
Intercept
Corrected Total
Perlakuan
Dependent Variable:rasio_tajuk_akar
perlaku
an
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
T0
1.378
.048
1.276
1.479
T1
1.371
.048
1.269
1.473
T2
1.370
.048
1.269
1.472
T3
1.402
.048
1.300
1.504
T4
1.362
.048
1.260
1.464
56
rasio_tajuk_akar
Duncan
Subset
perlakuan
T4
1.3620
T2
1.3705
T1
1.3708
T0
1.3775
T3
1.4022
Sig.
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .009.
.597
57
58
T0
T1
T2
T4
T3
T0
T1
T2
T3
T4