Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS PROTEIN MEMBRAN SPERMATOZOA KAMBING

PERANAKAN ETAWA, KAMBING BOER, DAN KAMBING KACANG


SEBAGAI PENDEKATAN KEKERABATAN
Gustu Widi Kencana Putra, Umie Lestari1, Sofia Ery Rahayu2
1
Program Studi Biologi, Universitas Negeri Malang
2
Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang
e-mail: gustu_airwaves@yahoo.co.id
ABSTRACT
This study used protein standards were goat sperm membrane proteins,
including proteins associated with sperm membrane protein like enzyme glutathione
S-transferases (GSTs) with a molecular weight of 23 kDa and 26 kDa. In addition,
sperm membrane protein encoded by the gene SRY with a molecular weight of 39
kDa. The result of this study showed that, estimated etawa breed goats are closely
related to boer goat with a similarity index value 0.667. While the estimated kacang
goat distantly related to boer goat and etawa breed goats with similarity index value
of 0.500. Based on genetic relationship is known, it is recommended that the mating
system in goats is cross breeding between a male etawa breed goats, with kacang
goat female and male boer goat with kacang goat females to increase productivity
and genetic variation.

Key words: analysis of protein, goats sperm membrane, kinship of goats, goats
mating system.

Kekayaan plasma nutfah yang dimiliki oleh Indonesia adalah ternak


kambing. Beberapa jenis kambing lokal di Indonesia, diantaranya kambing
kacang, kambing gembrong, kambing jawa randu, kambing marica, kambing
samosir, kambing muara, kambing kosta, kambing benggala dan kambing
Peranakan Etawa (PE) (Pamungkas et al., 2009).
Produktivitas kambing lokal sangat rendah, hal tersebut disebabkan oleh
mutu genetik yang sangat rendah. Upaya yang diperlukan untuk peningkatan
produktivitas mutu genetik kambing lokal, adalah dengan menyilangkannya
dengan kambing impor. Salah satu kambing impor yang dapat disilangkan dengan
kambing lokal adalah kambing Boer (Azizah, 2008).
Estimasi hubungan kekerabatan antara suatu makhluk hidup dapat
diketahui baik melalui pengamatan morfologi, anatomi dan poligoni (kajian
fenetik) maupun molekular atau kajian filogenetik terhadap hewan yang di
bandingkan (Hidayat, dkk. 2006). Salah satu polimorfisme protein yang dapat
dipelajari yakni protein membran spermatozoa.
Protein membran spermatozoa merupakan protein struktural yang juga
merupakan hasil ekspresi gen yang terdapat ditestis, yang terkait dengan enzim
Glutathione S-transferases (GSTs) dengan berat molekul 23 kDa dan 26 kDa
(Hemachand et al., 2002). Terdapat juga protein membran sperma yang dikode
oleh gen SRY dengan berat molekul 39 kDa (Montazer et al., 2010).
Protein spesifik yang diisolasi dari spermatozoa testis (testicular
spermatozoa) dalam penelitian ini digunakan sebagai penanda molekuler dengan
berat molekul 23 kDa, 26 kDa, dan 39 kDa, selanjutnya untuk mengamati
polimorfisme protein membran spermatozoa kambing yang digunakan untuk

analisis hubungan kekerabatan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka


dilakukan penelitian tentang Analisis Protein Membran Spermatozoa Kambing
Peranakan Etawa, Kambing Boer dan Kambing Kacang Sebagai Pendekatan
Kekerabatan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif eksploratif. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Maret hingga bulan April 2014, di Laboratorium Biologi Molekuler
FMIPA Universitas Negeri Malang. Objek dalam penelitian ini adalah
spermatozoa dalam bentuk straw kambing peranakan etawa dan kambing boer,
yang diperoleh dari Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari dan sperma
kambing kacang yang diperoleh dari Balai Pengkaji Teknologi Pertanian (BPTP),
Karangploso, Malang. Isolat protein kambing kacang, kambing peranakan etawa
dan kambing boer, dikerjakan dengan menggunakan teknik isolasi protein. Isolat
protein kambing sebanyak 2 ml diisolasi menggunakan Phosphat Buffer SalineTween (PBS-T) dan disentrifuse menggunakan Refrigerated Sentrifuge kecepatan
12.000 rpm suhu 4oC, untuk mendapatkan isolat protein membran spermatozoa.
Kosentrasi isolat protein murni dianalisis menggunakan alat Nanodrop 2000 merk
Thermoscientific. Konsentrasi isolat protein membran spermatozoa dari kambing
peranakan etawa, kambing boer, dan kambing kacang disamakan dengan nilai
kosentrasi 0,488 mg/ml. Setelah memperoleh kosentrasi isolat protein kemudian
dilakukan elektroforesis SDS-PAGE (Sodium Dedocyl Sulphate-Polyacrilamide
Gel Electrophoresis) menggunakan gel polyakrimalid dengan kosentrasi
Separating Gel 12,5%, kosentrasi Stacking Gel 3% dan menggunakan marker
Multicolor Broad Range Protein Ladder.
Analisis data secara regresi linier menggunakan program SPSS 16, untuk
memperoleh nilai persamaan dan kurva berat molekul protein standar. Persamaan
regresi linier yang diperoleh, digunakan untuk mencari berat molekul protein
kambing peranakan etawa, kambing boer dan kambing kacang, kemudian
dianalisis menggunakan program MVSP (Multivariate Statistical Package) 3.22.
Hasil analisis yang didapatkan berupa dendogram dan persentase similaritas antar
individu yang kemudian dianalisa secara deskriptif.
DATA DAN ANALISIS DATA
Data hasil penelitian yang diperoleh berupa profil protein pita membran
spermatozoa kambing, dalam bentuk gel elektroforesis menggunakan marker
Multicolor Broad Range Protein Ladder, (gambar 1). Hasil elektroforesis
menggunakan isolat protein membran spermatozoa kambing PE, menghasilkan 11
pita protein yang terbentuk dengan urutan berat molekul diantaranya (179 kDa),
(110 kDa), (71 kDa), (67 kDa), (57 kDa), (45 kDa), (39 kDa), (23 kDa), (13 kDa),
(12 kDa), dan (10 kDa). Hasil yang sama juga ditunjukan oleh isolat kambing
boer yang menghasilkan 11 pita protein yang terbentuk dengan berat molekul
diantaranya (114 kDa), (81 kDa), (73 kDa),(59 kDa), (47 kDa), (33 kDa), (28
kDa), (26 kDa), (13 kDa), (12 kDa), dan (9 kDa). Berbeda dengan hasil
elektroforesis dari isolat protein membran spermatozoa kambing PE dan kambing
boer, isolat protein kambing kacang hanya menghasilkan 4 pita protein yang
terbentuk dengan berat molekul diantaranya (12 kDa), (11 kDa), (10 kDa), dan
(9 kDa).

Gambar 1. (a) Gel Hasil Elektroforesis Protein Membran Spermatozoa Kambing Peranakan
Etawa, Kambing Boer, dan Kambing Kacang. (b) Zimogram Profil Protein
Membran Spermatozoa Kambing PE, Kambing Boer, dan Kambing Kacang dan
kDa Menunjukan Berat Molekul Marker.

Perhitungan berat molekul protein standar dilakukan, untuk mencari berat


molekul protein spermatozoa kambing peranakan etawa, kambing boer, dan
kambing kacang. Perhitungan dilakukan dengan mencari nilai Rf (Retardation
factor) dari masing-masing pita protein menggunakan rumus di bawah ini.

Rf =
Keterangan: a : Jarak pergerakan pita dari tempat awal
b: Jarak pergerakan warna dari tempat awal
Setelah memperoleh nilai Rf (Retardation factor), kemudian dianalisis
regresi linier nilai Rf terhadap Log BM dengan menggunakan program SPSS 16.
Dari analisis regresi linier tersebut, maka persamaan regresi linier yang diperoleh
yaitu Y= -1,384x + 2,349. Dari persamaan regresi linier yang telah diperoleh,
selanjutnya dilakukan perhitungan berat molekul protein membran spermatozoa
masing-masing individu kambing dengan menghitung nilai Rf dan disubtitusikan
pada koefisien x dalam fungsi hasil analisis regresi linier.
Protein penanda molekuler pada kambing dengan berat molekul 23 kDa, 26
kDa dan 39 kDa, dijadikan sebagai protein pembanding dari sampel isolat protein
spermatozoa kambing peranakan etawa, kambing boer dan kambing kacang,
seperti yang disajikan pada tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Analisa Protein Membran Spermatozoa Kambing Dalam Kajian Kekerabatan


No

Spesies Kambing

1
Kambing PE
2
Kambing Boer
3
Kambing Kacang
Keterangan: () = Ada
() = Tidak ada

23 kDa

Protein Penanda Molekuler


26 kDa
39 kDa

Berdasarkan Tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa, protein marker


kambing peranakan etawa memiliki berat molekul protein spermatoza 23 kDa dan
39 kDa, hal ini sesuai dengan berat protein enzim Glutathione S-transferases
(GSTs) dan protein yang dikode gen SRY. Protein marker kambing boer hanya
memiliki berat molekul 26 kDa, sesuai dengan berat protein enzim Glutathione Stransferases (GSTs), sedangkan kambing kacang tidak memiliki ketiga jenis
protein penanda molekuler. Kambing peranakan etawa lebih banyak memiliki
marker protein membran spermatozoa, dibandingkan dengan kambing boer dan
kambing kacang, sehingga berat molekul protein membran spermatozoa kambing
peranakan etawa lebih mudah untuk dideteksi.
Berdasarkan berat molekul protein membran spermatozoa yang telah
diperoleh, selanjutnya data dianalisis menggunakan cluster analysis program
MPSV (Multivariate Statistical Package) 3.22 untuk memperoleh hasil
dendogram dan indeks similaritas yang digunakan untuk mengetahui hubungan
kekerabatan, seperti yang disajikan pada gambar 2 dibawah ini.

Gambar 2. Dendogram Pola Pita Protein Spermatozoa Kambing PE, Kambing Boer dan
Kambing Kacang

Berdasarkan Gambar 2, dapat diketahui bahwa kambing PE dan kambing


boer diestimasikan berkekerabatan yang dekat dengan indeks similaritas 0,667.
Sedangkan kambing kacang diestimasikan berkerabat jauh dengan kambing PE
dan kambing boer dengan indeks similaritas 0,500.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis kluster dengan menggunakan program MVSP
(Multivariate Statistical Package) 3.22, diperoleh hasil bahwa, kambing PE
diestimasikan berkerabat dekat dengan kambing boer dengan nilai indeks
similaritas 0,667. Sedangkan pada kambing kacang diestimasikan berkerabat jauh
dengan kambing PE dan kambing boer dengan nilai indeks similaritas 0,500.
Berdasarkan hubungan kekerabatan yang telah diketahui antara kambing
peranakan etawa, kambing boer dan kambing kacang, maka disarankan sistem
perkawinan pada kambing tersebut adalah sistem perkawinan secara cross
breeding atau perkawinan silang antara kambing PE jantan dengan kambing
kacang betina dan perkawinan cross breeding antara kambing boer jantan dengan
kambing kacang betina. Sistem perkawinan secara cross breeding, dapat
meningkatkan produktivitas dan variasi genetik hewan ternak (Caraviello, 2004).
Sistem perkawinan secara in breeding tidak disarankan antara kambing
yang diestimasikan berkerabat dekat, yakni antara kambing PE dengan kambing
boer. Hal ini disebabkan karena perkawinan secara in breeding dapat
menyebabkan peningkatan gen-gen yang homozigot dan menurunkan proporsi
heterozigositas yang ada (Wulandari, 2008). Adanya peningkatan gen-gen yang
homosigot menyebabkan penurunan kecepatan pertumbuhan, akibatnya terjadi
penururnan efisiensi reproduksi hewan ternak dan kemungkinan menyebabkan
keturunan generasi pertama (F1) bersifat lethal (Noor, 2000)
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa Profil protein membran
spermatozoa kambing peranakan etawa, kambing boer, dan kambing kacang,
secara keseluruhan menunjukan adanya perbedaan. Perbedaan ini diperoleh dari
berat molekul protein membran spermatozoa masing-masing kambing. Kambing
peranakan etawa memiliki protein marker dengan berat molekul protein
spermatoza 23 kDa dan 39 kDa. Protein marker kambing boer hanya memiliki
berat molekul 26 kDa, sedangkan kambing kacang tidak memiliki ketiga jenis
protein penanda molekuler. Kambing PE disetimasikan berkerabat dekat dengan
kambing boer dengan indek similaritas 0,667, sedangkan kambing kacang
diestimasikan berkerabat jauh dengan kambing PE dan kambing boer dengan
indek similaritas 0,500. Sehingga sistem perkawinan yang disarankan antara
kambing tersebut adalah perkawinan cross breeding atau perkawinan silang antara
kambing PE jantan dengan kambing kacang betina serta kambing boer jantan
dengan kambing kacang betina.
SARAN
Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai, protein total membran
spermatozoa yang diekskresikan dari kelenjar aksesori didalam tubulus genital
kambing, salah satunya yaitu kelenjar vesikula seminalis. Protein hasil ekskresi
kelenjar vesikula seminalis yang menempel di membran spermatozoa dapat

dibandingkan berat molekul proteinnya dengan protein membran spermatozoa


yang dieskpresikan di dalam testis kambing.
DAFTAR RUJUKAN
Azizah, S. M. 2008. Estimasi Korelasi Genetik Litter Size, Bobot Lahir dan Bobot
Sapih Kambing Hasil Persilangan (F1) Pejantan Boer Murni Dengan
Kambing Lokal. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Fakultas Peternakan.
Universitas Brawijawa.
Caraviello, D. Z. 2004. Croosbreesing dairy cattle. Reproduction and Genetics.
610: 1-5.
De-Jonge, C. J. and Barratt, C. L. R (Ed). 2006. The Sperm Cell: Production,
Maturation, Fertilization and Regeneration. United Kingdom:
Cambridge University Press.
Hemachand, T., Gopalakrishnan, B., Salunke, D. Totey, S., and Shaha, C. 2002.
Sper plasma-membrane-associated glutathione S-transferases as gamete
recognition molecules. Journal of Cell Science 115: 2053-2065.
Hidayat, T., dan Pancoro, A. 2006. Sistematika dan Filogenetika Molekular.
Makalah disajikan pada kursus singkat aplikasi perangkat lunak PAUP
dan MrBayers Untuk Penelitian Filogenetika Molukuler SITH-ITB,
Bandung, 14-16 Desember 2006.
Montazer, F., Kocer, A., Auguste, A., Renault, L., Charpigny, G., Pailhoux, E.,
and Pannetier, M., 2010. A Study of Goat SRY Protein Expression
Suggests Putative New Roles for This Gene in the Developing Testis of
a Species with long-lasting SRY Expression. Developmental Dynamics
289: 3324-3335.
Noor, R. R. 2000. Gentika Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Pamungkas, F. A., Batubara, A., Doloksaribu, M., dan Sihite, E., 2009. Potensi
Beberapa Plasma Nutfah Kambing Lokal Indonesia. Juknis. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitain dan
Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Wulandari, R. A., 2008. Studi Tentang Keragaman Genetik Melalui Polimorfisme
Protein Darah dan Putih Telur Pada Tiga Jenis Ayam Kedu Periode
Layer. (Thesis). Pasca sarjana. FK Peternakan. Undip.

Anda mungkin juga menyukai