minat terhadap ekologi. Telah disadari bahwa tindakan nyata harus diambil untuk meningkatkan
kegiatan pengusaha sehingga mereka tidak menyebabkan perubahan lingkungan yang drastic dan
merusak.
3. Perubahan social.
Perubahan dalam masyarakat yang dapat muncul adalah pertumbuhan populasi,
perubahan kebutuhan masyarakat dan variasi aspek-aspek pengembangan. Hasilnya, seorang
pengusaha harus berubah untuk memuaskan kebutuhan masyarakat.
4. Persaingan.
Persaingan termasuk pada usaha yang menjual produk-produk sejenis dan memberikan
layanan yang sama sehingga bersaing untuk mendapatkan pelanggan yang sama. Terlepas dari
barang dan jasa yang ditawarkan, Anda akan selalu dihadapkan dengan persaingan, bahkan
persaingan terjadi walaupun Anda menawarkan barang atau jasa yang tidak sama dengan pesaing
Anda.. Dengan demikian, mengenali pesaingan akan membantu Anda mengerti secara toal
lingkungan usaha dimana Anda berusaha. Jika Anda tidak tahu bagaimana pesaing Anda bereaksi
terhadap rencana Anda, Anda mungkin menjalankan bisis Anda secara tidak efisien. Persaingan
membuat seorang pengusaha meningkatkan kualitas barang dan/atau jasanya secara
berkelanjutan. Ini berarti mutu barang/jasa meningkat seiring dengan waktu.
5. Perubahan teknologi.
Teknologi secara berkala berubah sesuai dengan permintaan konsumen. Pengembangan
Teknologi baru dilakukan untuk menghasilkan produk atau jasa baru. Pengusaha seharusnya
menyadari bahwa pengembangan teknologi baru akan mempengaruhi kegiatan usahanya.
Ketergantungan Anda terhadap teknologi ditentukan oleh lingkungan dimana kegiatan usaha
Anda beroperasi, dan kesuksesan usaha Anda tergantung pada produk itu sendiri, metode
produksi dan strategi pemasarannya. Penerapan teknologi baru juga dipengaruhi oleh sifat dan
keagresifan pesaing, ukuran keseluruhan industri dan tingkat pertumbuhan.
6. Perubahan Minat.
Pengusaha menggunakan perilaku mereka untuk mengendalikan situasi. Sikap mental
positif membantu untuk tetap focus pada kegiatan yang paling diminati dan hasil yang ingin
dicapai. Sebagai tambahan, pengalaman, ketekunan dan kerja keras adalah inti suksesnya
seorang pengusaha.
Untuk menjadi seorang wirausahawan, diperlukan dukungan dari orang lain yang
berhubungan dengan bisnis yang kita kelola. Seorang wirausaha harus mau menghadapi
tantangan dan resiko yang ada. Resiko dijadikan sebagai pemacu untuk maju, dengan adanya
resiko, seorang wirausaha akan semakin maju. Menurut Murphy dan Peek yang diterjemahkan
dalam bukunya oleh Bukhari Alam, ada delapan anak tangga yang meliputi keberhasilan seorang
wirausaha dalam mengembangkan profesinya, yaitu:
i.
Kerja keras
Kerja keras merupakan modal keberhasilan seorang wirausaha. Setiap pengusaha yang
sukses menempuh kerja keras yang sungguh sungguh dalam usahanya.
ii.
iii.
iv.
Yakin
Seorang wirausaha harus dapat yakin kepada diri sendiri, yaitu keyakinan untuk maju dan
dilandasi ketekunan serta kesabaran
v.
vi.
vii.
Tanpa ambisi yang kuat, seorang wirausaha tidak akan dapat mencapai keberhasilan.
Ambisi yang kuat, harus diimbangi dengan usaha yang keras dan disiplin diri yang baik
viii.
Pandai berkomunikasi
Seorang wirausaha harus dapat menarik orang lain dengan tutur kata yang baik, sopan,
jujur dan percaya diri. Dengan demikian akan memberi kesan kepada orang lain menjadi
tertarik daan orang akan percaya dengan apa yang disampaikan.
Berikut adalah sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang wirausaha
1) Percaya Diri
Orang yang tinggi percaya dirinya adalah orang yang sudah matang jasmani dan
rokhaninya. Karakteristik kematangan seseorang adalah ia tidak tergantung pada orang
lain, memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, obyektif, dan kritis, emosionalnya stabil,
tidak gampang tersinggung dan naik pitam.
2) Berorientasi pada tugas dan hasil
Berbagai motivasi akan muncul dalam bisnis jika kita berusaha menyingkirkan prestise.
Kita akan mampu bekerja keras, enerjik, tanpa malu dilihat teman, asal yang kita
kerjakan adalah halal.
3) Pengambilan Resiko
Wirausaha penuh resiko dan tantangan, seperti persaingan, harga turun naik, barang tidak
laku dan sebagainya. Namun semua tantangan ini harus dihadapi dengan penuh
perhitungan.
4) Kepemimpinan
Pemimpin yang baik harus mau menerima kritik dari bawahan, ia harus bersifat
responsive.
5) Keorisinilan
Yang dimaksud orisinal di sini ialah I tidak hanya mengekor pada orang lain, tetapi
memiliki pendapat sendiri, ada ide yang orisinil, ada kemampuan untuk melaksanakan
sesuatu. Orisinil tidak berarti baru sama sekali, tetapi produk tersebut mencerminkan
hasil kombinasi baru atau reintegrasi dari komponen komponen yang sudah ada,
sehingga melahirkan sesuatu yang baru.
6) Berorientasi ke masa depan
Dream
Decisiveness
Seorang wirausaha adalah orang yang tidak bekerja lambat. Kecepatan dan
ketepatan dia mengambil keputusan adalah merupakan factor kunci (key factor) dalam
kesuksesan bisnisnya.
iii.
Doers
Determination
Dedication
vi.
Devotion
Devotion berarti kegemaran atau kegila gilaan. Hal inilah yang mendorong dia
mencapai keberhasilan yang sangat efektif untuk menjual produk yang ditawarkannya,
karena seorang wirausahawan akan mencintai pekerjaan bisnisnya.
vii.
Details
Seorang wirausahawan akan selalu memperhatikan factor factor kritis. Dia tidak
akan mengabaikan factor factor kecil tertentu yang dapat menghambat kegiatan
usahanya.
viii.
Destiny
Seorang wirausaha bertanggung jawab terhadap nasib dan tujuan yang hendak
dicapainya.
ix.
Dollars
Distribute
dengan menggunakan alat psikometri yang biasa disebut sebagai tes IQ. Ada juga pendapat yang
menyatakan bahwa IQ merupakan usia mental yang dimiliki manusia berdasarkan perbandingan
usia kronologis.
Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan membaca, menulis,
berhitung, sebagai jalur sempit ketrampilan kata dan angka yang menjadi fokus di pendidikan
formal (sekolah), dan sesungguhnya mengarahkan seseorang untuk mencapai sukses di bidang
akademis (menjadi professor). Pandangan baru yang berkembang : ada kecerdasan lain di luar
IQ, seperti bakat, ketajaman pengamatan sosial, hubungan sosial, kematangan emosional, dll.
yang harus juga dikembangkan.
Menurut Sumarya (2004) ada beberapa jenis kecerdasan antara lain antara lain:
kecerdasan phisik, kecerdasan intelektual, kecerdasan sosial, kecerdasan emosional dan
kecerdasan spiritual.
a) Kecerdasan phisik secara kasar dapat diartikan sehat secara phisik. anak-anak
memperoleh perhatian yang memadai: perhatikan empat sehat lima sempurna (nasi atau
roti, sayur, lauk-pauk atau daging, buah, susu),. Jangan sampai kesehatan phisik
terganggu karena kurang gizi. Soal gizi bukan kenikmatan tetapi kelengkapan. Kesehatan
phisik lebih mudah diperhatikan, dan menjadi kekuatan atau modal untuk menunjang
kecerdasan-kecerdasan lainnya.
b) Kecerdasan intelektual kiranya secara umum dipahami dan ini yang bertahun-tahun
menjadi tekanan pelakanaan proses pendidikan atau pembelajaran. Jika anak kurang gizi,
maka sulit juga untuk menjadi cerdas secara intelektual.
c) Kecerdasan sosial, secara kasar dapat diartikan orang dapat bergaul dengan siapapun
dan dalam keadaan apapun. Sekali lagi anak atau orang yang sakit- sakit atau tidak sehat
secara phisik akan sulit juga untuk bersahabat atau bersaudara dengan siapapun dan
apapun (baca kecerdasan emosi pada pekerjaan). Pada umumnya yang sakit-sakitan atau
tidak sehat secara phisik lalu memperoleh perlakuan khusus yang mengarah ke
pemanjaan alias menjerumuskan anak ke masa depan yang kurang membahagiakan atau
mensejahterakan.
d) Kecerdasan emosional berarti orang mampu mengelola emosinya sendiri serta emosi
yang lain. Emosi merupakan kekuatan yang harus dikelola dan disinerjikan sehingga
bermanfaat untuk kesehatan atau kesejahteraan anak. Pelatihan untuk menghadapi dan
mengelola aneka macam emosi perlu memperoleh tempat yang memadai.
e) Kecerdasan spiritual dapat diartikan sebagai yang mampu mengasihi Tuhan dan
sesamanya. Kasih itu bebas, tanpa batas , dan kebebasan hanya dibatasi oleh kasih.
Mengasihi berarti tidak melecehkan atau merendahkan yang lain, tetapi menghormati dan
menghargai martabat harkat yang lain. Ingat: masing-masing dari individu diadakan,
dilahirkan, dibesarkan, dididik oleh dan dengan kasih, dan masing-masing dari kita
adalah buah kasih atau kasih. Jadi saling mengasihi mudah, setiap bertemu dengan
orang berarti bertemu dengan kasih, saling kasih-kasihan.
Dari uraian tersebut diatas kecerdasan adalah kecerdasan terbagai ke dalam berbagai
kecerdasan, sedangkan kecerdasan itu sendiri adalah kemampuan yang dimiliki oleh seorang
individu untuk memecahkan sesuatu persolan.
a) Kecerdasan Spiritual
Pada suatu hari seorang guru fisika disebuah sekolah menengah menerangkan kepada
para siswanya bahwa hidup manusia tidak lain adalah proses pembakaran. Mendengar
keterangan sang guru itu, seorang siswa secara spontan melontarkan suatu pertanyaan tajam yang
bernada menggugat,"kalau begitu, lalu apa artinya hidup manusia didunia ini?" (Frankl, dalam
Koeswara, 1992).
Pembicaraan mengenai SQ atau kecerdasan spiritual tidak lepas dari konsep filosofis
yang menjadi latar belakangnya. Konsep mengenai SQ itu sendiri sebenarnya sudah lama
diperbincangkan, hanya saja dengan kemasan yang berbeda. Dalam ilmu psikologi dikenal tiga
aliran besar yang menjadi inspirasi bagi banyak aliran yang berkembang pada saat kemudian.
Aliran tersebut adalah behaviorisme, psikoanalisis dan humanistis. Kecerdasan spiritual banyak
mengembangkan konsep-konsepnya dari aliran humanistis. Aliran humanistis ini kemudian
mengembangkan sayapnya secara spesifik membentuk psikologi transpersonal, dengan landasan
"pengalaman keagamaan" sebagai peak experience, plateau dan fartherst of human nature.
Menurut Maslow (Rakhmat dalam Zohar dan Marshall, 2000) psikologi belum sempurna
sebelum difokuskan kembali dalam pandangan spiritual dan transpersonal.
Penelusuran pemahaman kecerdasan spiritual (SQ) saat sekarang nampaknya cukup
relevan, mengingat banyaknya persoalan-persoalan sosial yang semakin membebani hidup
seseorang. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Frankl (Koeswara, 1992) bahwa sebagian besar
masyarakat sekarang mengidap neurosis kolektif. Ciri dari gejala tersebut adalah:
Sikap masa bodoh terhadap hidup, yaitu suatu sikap yang menunjukkan pesimisme dalam
menghadapi masa depan hidupnya.
Sikap fatalistik terhadap hidup, menganggap bahwa masa depan sebagai sesuatu yang
mustahil dan membuat rencana bagi masa depan adalah kesia-siaan.
Pemikiran konformis dan kolektivis. Yaitu cenderung melebur dalam masa dan
melakukan aktivitas atas nama kelompok. Fanatisme, yaitu mengingkari kelebihan yang
dimiliki oleh kelompok atau orang lain
ii.
iii.
iv.
v.
vi.
vii.
viii.
ix.
Mandiri
SQ yang berkembang dengan baik dapat menjadikan seseorang memiliki "makna" dalam
hidupnya. Dengan "makna" hidup ini seseorang akan memiliki kualitas "menjadi", yaitu suatu
modus eksistensi yang dapat membuat seseorang merasa gembira, menggunakan kemampuannya
secara produktif dan dapat menyatu dengan dunia. Kecerdasan spiritual bisa didapat dengan
mengikuti training, yang didalamnya terdapat pelatihan terdiri:
Management of anger, peserta dilatih untuk bersedia memaafkan orang-orang yang sudah
menyakiti hati. Jadi pemberian maaf tidak lagi hanya di bibir tapi sampai ke hati.
Random act kindness, artinya menolong orang yang tidak Anda kenal sehingga tidak ada
motif tersembunyi. Pelatihan ini memicu kita hidup bahagia dan mudah menolong orang
lain.
Kesabaran dan kemampuan menemukan misi hidup, orang yang tahu misi hidupnya akan
merasa memikul misi tersebut sehingga merasa hidup ada tujuannya dan bermakna bagi
orang lain. Misi tersebut akan menjadi guide, cahaya yang menerangi orang itu dalam
perjalanan hidupnya.
b) Kecerdasan Emosional
Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti
kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.
Menurut Daniel Goleman (2002) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas,
suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi
pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap
rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong
perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih
mendorong seseorang berperilaku menangis.
Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi
merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan
motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional
manusia (Prawitasari,1995)
Istilah kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog
Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire untuk
menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan.
Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering disebut EQ
sebagai : himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau
perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan
menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan. (Shapiro, 1998).
Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat
berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada masa kanakkanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional.
Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun
keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia nyata.
Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan. (Shapiro, 1998).
Sebuah model pelopor lain yentang kecerdasan emosional diajukan oleh Bar-On pada
tahun 1992 seorang ahli psikologi Israel, yang mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang
untuk berhasil dalam mengatasi tututan dan tekanan lingkungan (Goleman, 2000).
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah kemampuan
siswa untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali
emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang
lain.
Goleman mengutip Salovey (2002) menempatkan menempatkan kecerdasan pribadi
Gardner dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang dicetuskannya dan memperluas
kemapuan tersebut menjadi lima kemampuan utama, yaitu :
a. Mengenali Emosi Diri
Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan
sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional,
para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran
seseorang akan emosinya sendiri. Menurut Mayer (Goleman, 2002 : 64) kesadaran diri
adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang
waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi.
Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu
prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi.
b. Mengelola Emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar
dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri
individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju
kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama
akan mengoyak kestabilan kita (Goleman, 2002 : 77-78). Kemampuan ini mencakup
kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau
ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari
perasaan-perasaan yang menekan.
c. Memotivasi Diri Sendiri
Presatasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang berarti
memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan
hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan
keyakinan diri.
d. Mengenali Emosi Orang Lain
Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Menurut
Goleman (2002 :57) kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli,
menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati
lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apaapa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang
lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.
e. Membina Hubungan
Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang
menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi (Goleman, 2002 : 59).
Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan
membina hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit juga
memahami keinginan serta kemauan orang lain.
c) Kecerdasan Intelektual
IQ atau dalam bahasa melayu, dipanggil sebagai kecerdasan intellectual, di temui pada
tahun 1905 oleh Binet di Paris. Manakala EQ atau kecerdasan emosi ditemui pada tahun 1995
oleh Danie Golman yang ditulis melalui buku beliau yang bertajuk Working with Emotional
Intelligence.Manakala pada tahun 2000 SQ atau kecerdasan spiritual ditemui oleh VS
Ramachandran di universiti California,dengan penemuan beliau fungsi saraf God Spot. Selepas
itu dijumpai oleh Michael persinger yang dikenali sebagai Binding Problem.
Kecerdasan intelektual (IQ) lazimnya membolehkan seseorang belajar di universiti atau
pun memegang jawatan profesional. Bagaimanapun, ia bukanlah satu jaminan yang seseorang
manusia yang memiliki IQ yang tinggi akan sejahtera dalam hidup.
Dalam definisi yang lain juga dikatakan bahwa IQ adalah bakat yang didapat dari
keturunan, tapi lingkungan dan kondisi sekelilingnya juga mempengaruhi peningkatan presentasi
kecerdasan sesorang melalui pengalaman, pengetahuan yang didapat dan pengajaran.
Menurut Thurstone IQ (kecerdasan intelektuan) adalah:
Kemampuan untuk memahami hal-hal ynag dinyatakan secara verbal atau menggunakan
bahasa.
kecerdasan adversity merupakan indikasi atau petunjuk tentang seberapa tabah seseorang
dalam menghadapi sebuah kemalangan
kecerdasan adversity memperkirakan siapa yang dapat melampaui harapan, kinerja, serta
potensinya, dan siapa yang tidak kecerdasan adversity dapat memperkirakan siapa yang
putus asa dalam menghadapi kesulitan dan siapa yang akan bertahan (Stoltz, 2005).
Menurut Maxwell (Kusuma, 2004) setidaknya ada tujuh kapasitas yang dibutuhkan untuk
mengubah kegagalan menjadi batu loncatan, yaitu
1. para peraih prestasi pantang menyerah dan tidak pernah jemu untuk terus mencoba
karena tidak mendasarkan harga dirinya pada prestasi
2. para peraih prestasi memandang kegagalan sebagai sesuatu yang nisbi sifatnya
3. para peraih prestasi memandang kegagalan-kegagalan sebagai insiden-insiden tersendiri
4. para peraih prestasi memiliki ekspektasi yang realistis
5. para peraih prestasi memfokuskan perhatian pada kekuatan-kekuatannya
6. para peraih prestasi menggunakan multi pendekatan dalam meraih prestasi
7. para peraih prestasi mudah bangkit kembali.
Kecerdasan adversity terdiri atas empat komponen yang tercakup dalam akronim
CO2RE. Komponen-komponen CO2RE ini akan menentukan kecerdasan adversity individu
secara menyeluruh (Stoltz, 2005). Komponen- komponen CO2RE tersebut adalah:
a. Control (C)
Control yang disingkat dengan C berarti kendali, atau berapa banyak kendali yang
dirasakan terhadap sebuah peristiwa yang menghadirkan kesulitan. Kendali yang sebenarnya
dalam suatu situasi hampir tidak mungkin untuk diukur. Kendali berkorelasi langsung dengan
pemberdayaan dan pengaruh, serta mempengaruhi semua dimensi CO2RE lainnya. Tanpa adanya
kendali terhadap kesulitan, harapan dan tindakan akan hancur. Sebaliknya dengan adanya kendali
terhadap kesulitan, maka hidup akan dapat diubah dan tujuan-tujuan yang in gin dicapai akan
terwujud. Kendali diawali dengan pemahaman bahwa sesuatuapapun itudapat dilakukan.
b. Origin (O)
Origin atau asal usul, mempertanyakan apa yang menjadi asal usul dari sebuah kesulitan.
Orang yang kecerdasan adversity-nya rendah cenderung akan memiliki rasa bersalah yang
berlebihan atau tidak semestinya atas peristiwa-peristiwa buruk yang terjadi dalam
kehidupannya. Dalam hal ini, sebagian orang menganggap dirinya adalah satu-satunya sumber
atau asal usul (origin) terjadinya kesulitan tersebut. Menurut Reynolds (2005), bagian paling
penting untuk menghadapi bayangan diri seseorangklaim atas diri sebagai asal usul terjadinya
sebuah kesulitanadalah dengan memaafkan dan tidak menghakimi. Karena sesungguhnya,
dengan sumber daya yang terbatas, seseorang akan senantiasa melakukan apa yang diyakininya
terbaik untuk mencapai suatu kebahagiaan. Pada dasarnya rasa bersalah memiliki dua
fungsi; pertama, rasa itu dapat membantu seseorang untuk belajar dan melakukan perbaikan agar
nantinya keadaan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Kedua, rasa bersalah yang mengarah pada
suatu penyesalan. Penyesalan merupakan suatu motivator yang sangat kuat, hanya bila ia
ditempatkan pada porsi atau takaran yang sewajarnya, tidak berlebihan.
c. Ownership (OW)
Ownership atau pengakuan, yaitu sejauh mana seseorang mau mengakui akibat-akibat
dari suatu kesulitan atau kegagalan yang terjadi. Komponen ini berkaitan erat dengan
komponen origin, yang menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat ownership seseorang, maka
semakin besar derajat pengakuannya terhadap akibat-akibat dari suatu kesulitan atau
permasalahan yang dihadapinya. Sebaliknya, orang yang memiliki tingkat ownership yang
rendah cenderung akan melemparkan kesalahan pada orang lain yang ada di sekitarnya, dan
merasa enggan untuk bertanggung jawab mengakui akibat-akibat yang timbul dari kesulitan dan
kegagalannya sendiri.
d. Reach (R)
Reach atau jangkauan merupakan komponen untuk mengetahui sejauh mana kesulitan
akan menjangkau ranah-ranah yang lain dalam kehidupan individu. Individu yang memiliki
responreach yang rendah dalam menghadapi segala sesuatu hanya akan membuat kesulitan bagi
dirinya, dan pada gilirannya nanti akan mempengaruhi wilayah-wilayah yang lain dalam
kehidupannya, sehingga akan menghambat kinerjanya serta menimbulkan penilaian diri yang
negatif.
e. Endurance (E)
Endurance atau daya tahan, merupakan komponen pemuncak dalam komposisi
kecerdasan adversity. Komponen ini mempertanyakan tentang berapa lama kesulitan akan
berlangsung dan berapa lama penyebab kesulitan itu akan berlangsung. Semakin rendah skor E
seseorang, semakin besar kemungkinan ia akan menganggap kesulitan akan berlangsung lama.
Sebaliknya, semakin tinggi skor E seseorang, akan memperbesar kemungkinan seseorang
menganggap kesulitan yang dihadapinya akan berlangsung dalam waktu singkat atau sementara.