Contoh kasus :
Asmara adalah anak kedua dari 3 bersaudara.Saat ini dia kelas 6 SD di salah satu Sd
Negeri di Kotanya.Setiap hari dia selalu membantu orangtuanya memasak,mencucui pakaian
dan mencuci piring.Dia juga kadang-kadang bermain dengan teman-temannya.Saat pulang
sekolah
dia selalu belajar mengulng kembali materi yang disampaikan oleh gurunya
mencoba
merayu dan memegang rambutnya.Dengan kaget Asmara berteriak namun dengan cepat
Asmara dipukul dan tidak sadrkan diri.
Keesokan harinya saat Asmara bangun,ia melihat gumpalan darah dicelananya.Ia pun
kaget karena dia juga tidak sedang mengalami menstruasi.Sejak kejadian malam itu ia mulai
berubah,Asmara tampak murung dan sedih.Ia juga jarang bergaul dengan teman-temannya
lagi.Disekolah prestasinya menurun.Saat ditanya oleh gurunya kenapa beberapa hari tidak
masuk? Ia hanya menjawab sedang sakit dan tidak mau menceritakan tentang masalah yang
sedang dialaminya
Dua bulan berlalu Asmarapun akan menceritakan kejadian yang dialaminya kepada
kakaknya karena sudah satu bulan lebih ia tidak mengalami menstruasi.Ternyata saat
kakaknya mengajaknya untuk periksa ke dokter,ternyata Asmara hamil.Kehidupan
Asmarapun berubah.Ia dikeluarkan dari Sekolah.Setelah orang tuanya mengetahui bahwa
Asmara hamil tanpa seorang suami karena laki-laki yang menghamili Asmara telah melarikan
diri setelah kakaknya juga dihamili oleh dia.Kini keluarga Asmara menjadi berantakan.Ayah
dan ibunya tidak perah pulang lagi ke Indonesia karena malu mempunyai 2 anak yang sedang
hamil tanpa suami.Adik Asmara pun menjadi liar dan ikut bergabung dengan geng-geng
nakal.Sehingga ia juga dikeluarkan dari sekolah.
A.IDENTIFIKASI MASALAH
-Gejala yang Nampak
a. anak menjadi minder
b. anak menjadi murung
c. berdiam diri tidak mau menceritakan apaa yang terjadi
d. keadaan fisiknya mulai berubah
e. prestasi belajarnya menurun
B.DIAGNOSIS
Jenis masalah
Keluuarga
Bentuk masalah
a. kurangnya perhatian dari orangtua
C.PROGNOSIS
Dalam permasalahan ini bentuk bantuannya dengan menggunakan strategi
interaktif.Dilaksanakan dalam bentuk interaksi langsung antar siswa dengan anak yang
menghadapi masalah,baik dengan pendekatan individual maupun kelompok.Bentuk bantuan
dengan
strategi interaktif saja tetapi juga membutuhkan bantuan yang disebut referral atau alih
tangan.Pada kasus ini yaitu anak yang mengalami gangguan moral dan mental maka
penanganannya diserahkan ke dokter dan psikolog.Langkah-langkahnya dapat ditempuh
sebagai berikut:
1. Jenis masalah : masalah keluarga
Bentuk masalah: kurangnya perhatian keluarga
2. Intensitas masalah yang lebih besar adalah Asmara dan kakaknya hamil dan ditinggal oleh
orangtuanya.
3. Urutan prioritas sesuai dengan intensitas masalah.
a. Setelah ditinggal orangtuanya anak kurang perhatian
b. Setelah kejadian pemerkosaan itu anak menjadi minder
c. Perubahan fisik anak yang drastis
d. Dikucilkan keluarganya dan lingkungannya
e. Hidupnya menjadi berantakan
4. Alternatif yang dapat dilakukan sesuai dengan rumusan masalah tersebut.
a. Dengan pendekatan agar anak itu mau berbicara tentang masalah yang sedang dihadapinya
b. Mengajak anak untuk konsultasi di bimbingan konseling yang ada disekolahnya
5. a. Dengan melakukan pendekatan karena dengan cara ini anak akan lebih diperhatikan dan
mau memberitahukan tentang apa yang sedang dialaminya.
b. Dengan mengajak anak konsultasi membuat anak semakin terbuka dan membantu untuk
memecahkan masalahnya.
6. Rencana pemberian bantuan dengan memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut:
a. Kapan dilaksanakannya?
Saat jam pulang sekolah guru dapat memberikan pendekatan terhadap anak sehingga
anak akan lebih terbuka
b. Dimana tempatnya?
Diruang BK yang khusus untuk konsultasi
c. Siapa yang melaksanakan?
Anak yang mempunyai masalah dan guru Bk maupun wali kelas
d. Bagaimana pengelolaannya?
Guru melakukan pendekatan terhadap anak,lalu mencoba memecahkan masalahnya dengan
berbagai strategi yang dilakukan dan beberapa pendekatan interaksi setelah itu dilakukan
konferensi kasus.
4. PEMBERIAN BANTUAN
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengelola pemberian bantuan antara
lain:
a.
Perencanaan program
Program apa saja yang harus dilakukan oleh guru BK dalam menangani kasus
tersebut.
Seperti program temu wali murid untuk mendekatkan siswa dengan orangtua serta
teman-temannya.
b. Pengorganisasian
Sistem organisasinya harus jelas
Dengan menggunakan pendekatan dan teknik emosional gejala jiwa yang ada di
dalam diri seseorang.Emosi berhubungan dengan masalahnperasaan.Seseorang yang
mempunyai perasaan pasti dapat merasakan sesuatu,baik perasaan jasmaniah maupun
perasaan rohaniah.Perasaan rohaniah di dalamnya ada perasaan intelektual,perasaan
estetis,perasaan etis,perasaan social,dan perasaan harga diri.
d. Koordinasi
Dengan melakukan pembagian dan koordinasi yang jelas diantara personil yang
terkait.
e.
mendekati
Tuhan
dan
cenderung
ilahiah, yaitu
berprilaku baik.
Ibarat
anak?
Bagaimana solusi atau pemecahan masalah pada pengaruh keluarga
broken home terhadap prilaku dan emosi anak?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Keluarga dan Broken Home
1. Pengertian Keluarga.
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari
suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau
ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus keatas atau
fungsi
Psikososiologis
keluarga
yang
dapat
berfungsi
sebagai: 2[2]
1. Pemberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga lainnya.
2. Sumber pemenuhan kebutuhan, baik fisik maupun psikis.
3. Sumber kasih sayang dan penerimaan
4. Model pola prilaku yang tepat bagi anak untuk belajar menjadi anggota
masyarakat yang baik.
5. Pemberi bimbingan bagi prilaku yang secara sosial dianggap tepat.
6. Pembentuk anak dalam memecahkan masalah yang dihadapinya dalam
rangka menyesuaikan dirinya terhadap kehidupan.
7. Pemberi bimbingan dalam belajar keterampilan motorik, verbal dan sosial
8.
1
2
10. Sumber persahabatan dan tempat bermain bagi anak sampai cukup usia
untuk mendapatkan teman diluar rumah, atau apabila persahabatan
diluar rumah tidak memungkinkan.
Setelah kita mengetahui fungsi serta peranan dalam keluarga maka
perlu kita ketahui juga bahwa didalam keluarga juga terdapat faktorfaktor; faktor internal (kondisi fisik, psikis, dan moralitas anggota
keluarga) dan faktor eksternal (perubahan sosial dan budaya) yang
mempengaruhi perubahan-perubahan dalam keluarga. Perubahan itu bisa
berdampak baik atupun malah sebaliknya bagi keluarga, ada keluarga
yang bertambah kokoh (harmonis), adapula keluarga yang mengalami
keretakan atau ketidak harmonisan.
Sebuah keluarga dapat dikatakan sebagai keluarga harmonis atau
ideal menurut Alexander A. Schneiders, yaitu mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:3[3]
a. Minimnya perselisihan antar orangtua atau orangtua dengan anak.
b. Ada kesempatan untuk menyatakan keinginan.
Dalam hal ini orangtua dan anak bisa lebih dekat dengan cara sharing
mengenai keinginan atau hal-hal yang sedang mereka hadapi.
c. Penuh kasih sayang.
Kasih sayang dapat diutarakan dengan banyak hal, seperti halnya berkata
lembut (tidak membentak), mencium, memeluk, serta memberi sebutan
atau gelar yang positif jika memanggil anak; Si Pintar.
Sudut pandang psikologi menyatakan bahwa anak yang menerima
cinta
dan
kasih
sayang
besar
dari
orangtua
selama
masa
pertumbuhannya, ternyata lebih cerdas dan lebih sehat dari pada anak
usia dini yang tumbuh disebuah asrama (panti) dan terpisah dari
orangtuanya.4[4]
d. Penerapan disiplin yang tidak keras.
Kami setuju dengan penerapan disiplin yang tidak keras pada anak,
namun sedikit kami tambahi bahwa disiplin dapat diterapkan pada anak
dengan disiplin yang tidak keras dan juga tidak kaku. Maksudya, ketika
orangtua memberi tugas; Sholat tepat waktu pada anak sebaiknya tidak
semata-mata dengan peraturan tertulis lalu ditempel pada meja belajar
3
4
atau pada dinding kamar. Karena mereka juga ingin melihat bagaimana
orangtuanya dapat mengaplikasikan tugas tersebut. Dan sebaiknya
orangtua memberi pengertian terhadap anak tentang hal-hal yang harus
didisiplinkan, dan mengapa kita harus disiplin pada hal tersebut.
e. Ada kesempatan untuk bersikap mandiri dalam berpikir, merasa dan
berprilaku.
Beri ruang kepada anak untuk dapat menemukan problem solving dalam
f.
setiap masalahnya
Saling menghormati, menghargai (mutual respect) diantara orangtua
dengan anak.
g. Ada konferensi (musyawarah) keluarga dalam memecahakan masalah.
Orangtua dapat meminta pendapat anak atau sebaliknya ketika terjadi
suatu persoalan.
h. Menjalankan kebersamaan (kerjasama antar orangtua dan anak)
Hal ini dapat dilakukan ketika orangtua dan anak memiliki waktu luang
untuk berkumpul dan melakukan suatu pekerjaan; bersih-bersih rumah,
dll.
i. Orangtua memiliki emosi yang stabil.
Orangtua mampu mengendalikan emosinya
dengan
baik,
dengan
broken
home
sendiri
biasanya
digunakan
untuk
Elida Priyitno. 2006: 74) Hubungan antara kedua orang tua yang kurang
harmonis terabaikannya kebutuhan remaja akan menampakkan emosi
marah.
Jadi keluarga sangat berpengaruh pada perkembangan emosi anak
karena keluarga yang tidak harmonis menyebabkan dalam diri anak
merasa tidak nyaman dan kurang bahagia.
2.
3.
a.
b.
c.
d.
menunjukkan ciri-ciri:
Berperilaku nakal
Mengalami depresi
Melakukan hubungan seksual secara aktif
Kecenderungan pada obat-obat terlarang
C. Contoh Kasus
8
Namanya Rama, berusia 6 tahun dan dua bulan lagi usianya akan
bertambah menjadi 7 tahun. Dia adalah anak pindahan dari kota Medan
dan sekaligus anak baru disebuah Sekolah Pendidikan Anak Usia Dini.
Sudah satu minggu anak ini mengikuti pembelajaran di PAUD namun anak
ini belum bisa berbaur dengan teman-temanya. Kebanyakan dari teman
sekelasnya merasa takut jika bermain dengan Rama. Hal itu dikarenakan,
Rama sering sekali mengamuk (menendang, membanting, mencubit,
meludah) serta berbicara kasar kepada guru ataupun temannya dan juga
sering bolos dari sekolah dengan memanjat pagar sekolah. Rama merasa
tidak ingin sekolah ataupun bertempat tinggal di Jepara.
D. Analisis Kasus dan Pemecahan Masalah
1. Saling Bercerita
Pertama, kami mencoba melakukan pendekatan berbincang dengan
anak
tersebut.
Awalnya
pertanyaan-pertanyaan
kami
tidak
pernah
dijawab. Namun setelah dua sampai tiga kali perbincangan dia mulai mau
memberi jawaban ataupun komentar terhadap apa yang kami ucapakan.
Namun dari perbincangan tersebut tidak semua hal dapat terkuak, karena
yang dapat kami simpulkan dari perbincangan tersebut adalah .....Aku
ingin kembali ke Medan, karena disana ada Aku, Ibu, Kakak dan banyak
temanku....
2. Home Visit
Langkah ini kami ambil karena banyak hal yang mesti harus kami gali
tentang Rama. Dan setelah kami melakukan home visit, kami dapat
menarik kesimpulan bahwa Rama adalah anak yang terkena dampak
keluarga
broken
home.
Kesimpulan
itu
kami
dapat
ketika
kami
mencubit,
meludah)
serta
berbicara
kasar
kepada
guru
ataupun
pada
lingkungan
sekolah.
....Teman-teman
Mas
Rama
sebenarnya baik lho, Cuma mas Rama belum mengerti atau tahu bahwa
yang dia lakukan itu hal yang tidak baik. Untuk itu teman-teman boleh
memberitahu dia agar dia mau melakuakn hal yang baik.....
Dan hasilnya sekarang Rama sudah mau diterima ataupun menerima
keadaannya sekarang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami
istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan
anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus keatas atau kebawah,
sampai dengan derajat ketiga. Istilah broken home sendiri biasanya
digunakan untuk menggambarkan keluarga berantakan akibat orangtua
tidak lagi peduli dengan situasi dan keadaan keluarga dirumah; orangtua
tidak lagi perhatian terhadap anak-anaknya, baik masalah dirumah,
sekolah,
sampai
pada
perkembangan
pergaulan
anak-anaknya
masyarakat.
Berikut beberapa pengaruh keluarga broken home pada anak:
di
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah dan
hubungan sosial. Keluarga dalam dimensi hubungan darah merupakan
suatu kesatuan sosial yang diikat oleh hubungan darah antara satu
dengan lainnya. Dan dari dimensi darah dapat dibedakan menjadi
keluarga besar dan keluarga inti. Sedangkan dimensi hubungan sosial,
keluarga merupakan suatu kesatuan sosial yang diikat oleh adanya saling
berhubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan
lainnya, walaupun diantara mereka tidak terdapat hubungan darah.
Pengertian secara psikologis, menurut Soelaeman, keluarga adalah
sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama
dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga
terjadi
saling
mempengaruhi,
saling
memperhatikan,
dan
saling
keluarga
secara
umum
menurut
Friedman
dan
Soerjono
Soekanto
(1992:
1)
mengatakan
Keluarga
merupakan kelompok sosial terkecil yang terdiri dari suami, istri beserta
anak-anaknya.Keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat
yang merupakan pondasi pertama bagi perkembangan anak untuk
selanjutnya. Sedangkan menurut Kartini Kartono (2003 : 57) , keluarga
merupakan unit sosial terkecil yang meberikan pondasi primer bagi
perkembangan anak. Jadi, dari pendapat para ahli di atas dapat
disimpulkan keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang dilikat
dengan tali perkawinan yang terdiri atas ayah, ibu dan anak
Didalam suatu keluarga tidak jarang terjadi suatu perselisihan dan
keributan antara satu sama lain anggota keluarga. Hal itu dirasa cukup
wajar terjadi dalam suatu keluarga. Perbedaan pendapat, perselisihan
sering pula terjadi dalam keluarga, karena dalam sebuah keluarga
terdapat
beberapa
kepala
dengan
pemikiran
yang
berbeda-
Indonesia
tidak
sedikit
keluarga
yang
mengalami
anak
yang
broken
home.Selain
itu,
secara
prestasi,
anak
dapat
b.
c.
C. TUJUAN PENULISAN
a.
b.
c.
d.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN BROKEN HOME
Broken home adalah kurangnya perhatian dari keluarga atau
kurangnya kasih sayang orang tua sehingga membuat mental seseorang
anak menjadi frustasi, brutal, dan susah diatur. Selain itu, istilah broken
home juga digunakan untuk menggambarkan keluarga yang tidak
harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun dan sejahtera
akibat
seringnya
terjadi
konflik
yang
menyebabkan
perpisahan
( perceraian ).[1]
Broken home sangat berpengaruh besar pada mental seorang
pelajar hal inilah yang mengakibatkan seorang pelajar tidak mempunyai
minat untuk berprestasi. Broken home juga bisa merusak jiwa anak
sehingga dalam sekolah mereka bersikap seenaknya saja, tidak disiplin di
dalam kelas mereka selalu berbuat keonaran dan kerusuhan hal ini
dilakukan karena mereka Cuma ingin cari simpati pada teman-teman
mereka bahkan pada guru-guru mereka.
Pada
umumnya
penyebab
utama
broken
home
ini
adalah
kesibukkan kedua orang tua dalam mencari nafkah keluarga seperti hal
ayah laki laki bekerja dan ibu menjadi wanita karier. Hal inilah yang
menjadi dasar seorang tidak memiliki keseimbangan dalam menjalankan
aktifitas sehari hari dan malah sebaliknya akan merugikan anak itu
sendiri, dikala pulang sekolah dirumah tidak ada orang yang bisa diajak
berbagi dan berdiskusi, membuat anak mencari pelampiasan diluar rumah
seperti bergaul dengan teman temannya yang secara tidak langsung
memberikan efek / pengaruh bagi perkembangan mental anak.
Penyebab lain munculnya broken home antara lain :
a.
Terjadinya perceraian
b.
c.
d.
b)
c) Sexual problem, krisis kasih sayang mau coba ditutupi dengan mencukupi
kebutuhan hawa nafsu
d)
Broken Heart
Seseorang
sehingga
akan
memandang
merasakan
hidup
ini
kepedihan
sia
sia
dan
dan
kehancuran
hati
mengecewakan.
Broken Relation
Seseorang merasa bahwa tidak ada orang yang perlu di hargai,
tidak ada orang yang dapat dipercaya serta tidak ada orang yang dapat
diteladani. Kecenderungan ini membentuk si pemuda menjadi orang yang
masa bodoh terhadap orang lain, ugal ugalan, cari perhatian, kasar, egois,
dan tidak mendengar nasihat orang lain, cenderung semau gue.
c)
Broken Values
Seseorang kehilangan nilai kehidupan yang benar. Baginya dalam
hidup ini tidak ada yang baik, benar, atau merusak yang ada hanya yang
menyenangkan dan yang tidak menyenangkan, pokoknya apa saja
yang menyenangkan saya lakukan, apa yang tidak menyenangkan tidak
saya lakukan.
Tidak semua anak yang mengalami broken home berdampak
negative,ada dampak positivenya,diantara lain:
Dari sekian banyaknya anak yang berlatar belakang keluarga broken
home, ada banyak juga anak yang memiliki sikap positif dan menjadi
orang yang berhasil. Seperti sikap mandiri yang tercipta karena tuntutan
hidupnya yang menjalani aktivitas keseharian anak tersebut tanpa
perhatian orang tuanya. Sikap kedewasaan juga kerap kali muncul pada
diri anak broken home, dengan terbiasa menghadapi masalah sendiri
anak menjadi lebih dewasa dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri.
Broken home juga membentuk kepribadian yang tegas dan tegar atau
tidak mudah cengeng yang jikalau anak menghadapi masa sulit dalam
dirinya.
Seseorang yang berasal dari keluarga kebanyakan akan lebih
mengerti tentang arti kehidupan dibanding dengan anak dari keluarga
yang harmonis. Hal ini disebabkan oleh keseharian anak broken home
yang terbiasa menjalani kesehariannya tanpa bantuan atau kurangnya
support dari orang tuanya sendiri. Kebanyakan orang seringkali menilai
anak yang berasal dari keluarga broken home memiliki sikap dan sifat
yang menyimpang. Namun kenyataannya tidak demikian, karena ternyata
banyak juga anak yang berasal dari keluarga yang broken home mampu
menjadi
seseorang
yang
berhasil
yang
didasari
dengan
sikap
kemandiriannya.
C.
3.
Teori Mujadalah yang baik iialah teori konseling yang terjadi dimana
seorang klien sedang dalam kebimbangan.[3]
Berdasarkan studi kasus yang saya teliti, saya mengambil teori
Mujadalah sebagai cara penyelesaian dari masalah tersebut. Karena orang
tua yang mengalami broken home pasti merasakan kebimbangan untuk
mengasuh anaknya akan ikut keayahnya atau ibunya.
Dalam proses dalam konseling perlu di perhatikan pula teknik-teknik
konseling, seperti sudah dijelaskan sebelumnya, teknik konseling ini
meliputi:
Didasari kerelaan dari kedua belah pihak dari konselornya dan siorang
tua itu sendiri.
4.
5.
keprihatinan
yang
berbeda,
yang
tidak
pernah
terpikirkan
Bila Anda merasa tidak sanggup membantu anak, minta orang lain
melakukannya. Misalnya, sanak keluarga yang dekat dengan si anak.
5. Sangatlah wajar bagi anak-anak jika memiliki berbagai macam emosi dan
reaksi terhadap perceraian orang tuanya. Bisa saja mereka merasa
bersalah dan menduga-duga, merekalah penyebab dari perceraian. Anakanak marah dan merasa ketakutan. Mereka khawatir akan ditelantarkan
oleh orang tua yang bercerai.
6. Ada anak-anak yang sanggup untuk menyuarakan perasaan mereka, dan
ada juga yang tidak. Hal ini tergantung dari usia dan perkembangan
mereka.
Untuk
anak-anak
usia
sekolah,
jelas
sekali
perceraian
Anak-anak
tidak
perlu
merasa
mereka
harus
bertindak
sebagai
menemukan
cara
agar
anak-anak
merasa
terbantu
dalam
Yakinkan bahwa
mereka
tidak
perlu
merasa
harus
ikut
BAB III
PENUTUP
-
KESIMPULAN
Keluarga sangatlah penting bagi perkembangan anak pada masamasa yang mendatang, baik secara psikologis maupun secara fisik. Selain
itu keluarga juga sebagai tempat untuk berlindung, dan memperoleh kasih
sayang. Namun, bagaimana jika peran keluarga sebagai pelindung, dan
tempat
memperoleh
kasih
sayang
itu
tidak
berfungsi
dengan
mereka
sebagaimana
mestinya
peran
orangtua.
Dan
MY KANVAS
Aku Senang Berbagi Ilmu Dengan Kalian Semua
Beranda
Olahraga
Bimbingan Konseling
Berita
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penulis
berusaha
untuk
membantu
menganalisis
dan
dalam
rangka
mengembangkan
kepribadian
siswa
masa
depan
dimaksudkan
agar
peserta
didk
mampu
baik
yang
menyangkut
pendidikan,
karir,
maupun
budaya
fakta-fakta
yang
berhubungan
dengan
pilihan,
rencana,
atau
penyesuaian sosial.
Dalam rangka membantu siswa yang mengalami masalah maka diperlukan
suatu tindakan secara sistematis, dinamis dan konstruktif agar diperoleh
penanganan yang baik sehingga diharapkan mampu menyelesaikan masalah
yang dihadapi oleh siswa/klien. Dalam hal ini, metode yang diberikan adalah
studi kasus. Proses ini dimulai dari identifikasi masalah kemudian dilakukan
diagnosis dan selanjutnya diadakan prognosis yaitu kemungkinan-kemungkinan
bantuan yang akan diberikan sesuai masalah yang dihadapi. Setelah itu, akan
diberikan treatment atau tindakan pemberian bantuan serta tindak lanjut.
Dengan melalui tahap-tahap tersebut maka yang akan dibahas dalam laporan ini
adalah Penyesuain Diri dan Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar Siswa dan
Pemecahannya melalui Penerapan Teknik Modeling Simbolis. (Studi Kasus Pada
Seorang Siswa Kelas XI IPA 1 di SMA Negeri 22 Makassar).
B.
Berdasarkan latar belakang diatas maka tujuan pelaksanaan studi kasus ini
dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu tujuan secara umum dan tujuan secara
khusus, yaitu sebagai berikut :
1.
a.
mengumpulkan data.
b. Dapat dipakai sebagai dasar untuk diagnosis dan trearment masalah khusus.
c. Untuk membantu subyek mencapai perkembangan yang baik.
d. Untuk meningkatkan pemahaman tentang studi kasus.
2.
a.
b.
c.
Untuk
memecahkan/mengatasi
masalah
Prestasi
Belajar
Rendah
dan
C.Konfidensial
Salah satu kode etik petugas bimbingan konseling adalah menjaga
kerahasiaan dalam pelayanan bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan
sebagai profesi dan efektivitas proses dan hasilnya untuk memenuhi tuntutan
optimalisasi
proses
dan
hasil
penyelenggaraan
layanan
bimbingan
dan
konseling.
Kaedah-kaedah atau asas bimbingan dan konseling yaitu ketentuan yang
harus diterapkan dalam penyelennggaraan layanan tersebut. Asas yang pertama
dan utama adalah asas kerahasiaan sebagai kode etik jabatan konselor untuk
menghasilkan segala sesuatu yang dibicarakan oleh konseli kepada konselor
tidak boleh disampaikan kepada orang lain, terutama tentang data pribadinya.
Oleh karena asas kerahasiaan tersebut perlu diperhatikan sebagai kunci
dalam usaha pemberian bantuan bimbingan dan konseling, sebab bila tidak
dilaksanakan maka kepercayaan konseli kepada konselor akan hilang dan
akhirnya konseli akan tertutup dan bahkan konseli tidak mau meminta bantuan
sebab khawatir masalah diri mereka menjadi perhatian orang lain, jika hal iu
terjadi maka kasus tidak terselesaikan untuk menjaga kemungkinan itu terjadi,
konselor harus mengikuti kode etik jabatan konselor.
D.
Identifikasi Kasus
Pemilihan kasus didasarkan atas beberapa pertimbangan, antara lain yaitu
dari rekomendasi guru BK tentang siswa yang bermasalah, melihat hasil prestasi
belajarnya rendah, maka penulis menetapkan salah seorang siswa yang
dianggap mempunyai masalah, yaitu prestasi belajar yang rendah. Siswa yang
teridentifikasi yaitu sebagai berikut :
1. Nama samaran
: AJ
2. Jenis Kelamin
: Laki-laki
3. TTL
4. Agama
: Islam
5. Umur
: 16 tahun
6. Pendidikan
: SMA
7. Kelas
: XI IPA-1
8. No. Stambuk
:-
9. Alamat rumah
10. Suku
: Bugis
: Indonesia
a. Sekolah Dasar
- Umur
: 7 tahun
- Lama belajar/tahun
: 6 tahun / 2007
- Sekolah
b. SMP
- Umur
: 13 tahun
- Lama belajar/tahun
: 3 tahun / 2010
- Sekolah
c. SMA
- Umur
- Lama belajar
- Sekolah
: 16 tahun
: Sementara
: SMAN 22 Makassar
: Wirawan Rusdi
Alamat Lengkap
: Hartako Indah
Pekerjaan
: TNI-AD
Pendidikan
:-
Agama
Suku
: Islam
:-
b. Identitas Ibu :
Nama Lengkap
: Artina
Alamat Lengkap
: Hartako Indah
Pekerjaan
: PNS
Pendidikan
:-
Agama
: Islam
Suku
: Bugis
: Normal
: Normal
c. Penciuman
d. Peraba
: Normal
: Normal
: 167 cm
Berat badan
: 50 kg
Warna kulit
: Sawo matang
b. Penampilan
Ekspresi wajah
Perangai
: Cukup ramah
: Sopan dan Humoris
Kerapian
: Cukup baik
Suara
: Serak
E.
Berdasarkan data dari informasi yang telah diperoleh selama Praktek Studi
Kasus di SMA Negeri 22 Makassar, maka gambaran umum tentang kasus jika
dilihat dari penampilan fisik dan psikisnya, sebagai berikut:
1.
Penampilan Fisik
Sesuai dengan pengamatan penulis, cara berpakaian klien cukup rapi,tapi
kadang bajunya keluar sedikit, cara jalannya agak Cepat sedikit, berpenampilan
sederhana, keadaan tinggi badan 167 cm, kulit sawo matang, dan wajah manis.
2.
Penampilan Psikis
Menurut pengamatan penulis, anak tersebut cukup aktif dalam bergaul,
anak tersebut tidak hanya terlihat akrab dengan teman-teman kelasnya, dan
juga dengan anak dari kelas lain dan juaga dengan gurunya.
F.
1.
Bagi penulis
Ada
beberapa
hal
yang
menjadi
pertimbangan
penulis
sehingga
1.
Dari hasil wawancara dengan konselor bahwa keluarga konseli ( Broken Home ).
Konseli biasa tinggal bersama ayahnya, juga biasa tinggal bersama ibunya.
2.
Konseli juga sering terlambat kesekolah akibat sering begadang setiap malam
akibat tidak adanya perhatian dari orang tua.
3.
Selain itu, konselor merasa tertarik dalam memilih kasus ini karena di
dasari oleh motif tertentu yakni:
1.
a.
b.
c.
2.
a.
Bagi siswa/klien
Klien tersebut dapat memahami dirinya dan permasalahan yang dialaminya
dapat terselesaikan.
b.
c.
Mampu menyesuaikan diri dengan tata tertib yang berlaku di sekolah dan
menghargai guru, staf sekolah lainnya beserta siswa
3.
Bagi sekolah
Kegiatan ini dapat membantu siswa yang menghadapi permasalahan
sehingga personil sekolah dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Hasil dari
kegiatan ini dalam bentuk studi kasus yang berisi data siswa dapatlah menjadi
dokumen yang siap digunakan setiap saat dibutuhkan dan kegiatan ini
membawa pengaruh positif bagi sekolah yang bersangkutan di mana secara
umum siswa yang dibantu akan mendapatkan pelayanan administrasi dan
psikologi yang kemudian akan memberikan pengaruh terhadap prestasi sekolah
yang bersangkutan.
Berdasarkan
gambaran
gejala
di
atas
maka
penulis
merasa
perlu
b.
c.
Penulis menjadi terampil menggunakan teknik studi kasus sebagai salah satu
metode yang efektif dalam penelitian.
2.
Bagi siswa
Dengan adanya penanganan kasus melalui studi kasus ini, maka siswa yang
bersangkutan diharapkan:
a.
Siswa tersebut dapat menerima dirinya dan memahami masalah yang sedang
dihadapinya.
b.
c.
Siswa yang bersangkutan dapat merubah sikap (tingkah lakunya yang negatif).
Siswa
yang
bersangkutan
dapat
mengambil
keputusan
sendiri
dalam
memecahkan masalahnya
3.
Bagi sekolah
Hasil dari studi kasus ini berisi hal-hal yang berhubungan dengan siswa
yang dilengkapi dengan data-datanya.
BAB II
DASAR DAN KERANGKA KONSEPTUAL PENGKAJIAN KASUS
baik
dengan
mengkonsumsi
obat-obatan
maupun
melalui
konseling . Salah satu cara yang dapat ditempuh melalui konseling adalah teknik
modeling atau pemberian contoh. Modeling adalah metode untuk menghasilkan
perilaku baru (Gasda, 1989: 93 dalam Mahmud 2005: 51).
Pengertian lain dari Cormier dan Cormier, 1985 dalam Mahmud 2005
bahwa modeling adalah prosedur dengan mana orang dapat belajar perilaku
yang diharapkan melalui pengamatan terhadap perilaku orang lain.
Menurut Abimanyu, S. & Manrihu, T. (1996) mengutarakan :
Modeling simbolis, modelnya disajikan dalam bentuk material tertulis, rekaman
audio atau video, film atau slide yang dikembangkan untuk klien perorangan
atau untuk kelompok. Suatumodel simbolis dapat mengajarkan klien tingkah laku
yang sesuai, mempengaruhi sikap dan nilai-nilai,dan mengajarkan keterampilanketerampilan sosial melalui simbol atau gambar dari benda aslinya dan
dipertunjukkan pada klien melalui alat-alat perekam seperti tersebut di atas .
Berdasarkan pendapat di atas berkaitan dengan modeling simbolis, maka
pada hakikatnya modeling simbolis merupakan suatu prosedur pemberian
bantuan kepada orang lain (konseli) dalam upaya memodifikasi pikiran, sikap,
dan keyakinan yang dimiliki dengan berdasarkan dengan apa yang ia lihat atau
ia dengar .
Bandura (1969) dalam Abimanyu, S. & Manrihu, T. (1969) membuktikan
bahwa model-model simbolik telah digunakan dan berhasil dalam berbagai
situasi. Konseli yang mengalami rasa takut yang kemudian disuruh mengamati
suatu
ketakutan tanpa akibat negatif, maka konseli itu kemudian dapat mengurangi
dan menghilangkan rasa ketakutannya.
b. Karakteristik Modeling
1)
2)
3)
lebih adaptif.
4)
Konselor memberi balikan segera dalam bentuk komentar atau saran.
c. Tujuan Modeling
1)
2)
3)
4)
5)
d. Asumsi Dasar
1)
Belajar bisa diperoleh melalui pengalaman langsung. Bisa juga diperoleh secara
tidak langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain berikut
2)
konsekuensinya.
Bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari (learned), termasuk tingkah laku
yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik learned, maka bisa unlearned
(dihapus dari ingatan) dan tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh.
e. Prinsip
1)
2)
3)
Individu (konseli) mengamati model (tingkah laku yang nampak dan spesifik)
4)
5)
f. Manfaat Modeling
1)
2)
3)
4)
g. Jenis-Jenis Modeling
Cormier dan Cormier (1985: 216) mengemukakan bahwa: ada enam jenis
modeling, yaitu:
1)
Modeling Langsung
Adalah cara untuk mempelajari keterampilan atau tingkah laku yang dikehendaki
melalui contoh langsung yang dilakukan oleh konselor, guru, teman, konseli,atau
model yang lainnya.
2)
Modeling Simbolis
4)
Modeling Partisipan
Berasumsi bahwa unjuk kerja seseorang yang sukses adalah alat yang efektif
untuk menghasilkan perubahan. Model partisipan ini terdiri dari demonstrasi
model, latihan terbimbing, dan pengalaman-pengalaman yang sukses.
5)
Modeling Tersembunyi
Adalah
prosedur
dimana
konseli
mengimajinasikan
suatu
model
yang
Modeling Kognitif
Suatu prosedur di mana konselor menunjukkan seseorang
dikatakan pada dirinya sendiri sewaktu orang itu melakukan suatu tugas.
h. Proses Pelaksanaan Modeling Simbolis
Pemberian modeling simbolis harus dilakukan secara terencana dan
sistematis sehingga dapat diperoleh hasil optimal. Abimanyu, S. & Manrihu, T.
2.
penuh motivasi.
Pemberian modeling simbolis dengan menggunakan model yang dinilai efektif
3.
4.
5.
Modelnya disajikan melalui material tertulis, rekaman audio atau video, film
atau slide.
2)
Model simbolis yang self instructional dapat dilaksanakan oleh klien tanpa
berhubungan dengan guru pembimbing.
3)
simbolis adalah sifat-sifat dari orang yang akan di-treatment dengan model ini.
Misalnya umur, jenis kelamin, budayanya, sifat-sifat suku bangsanya, dan
masalah-masalah yang dihadapi orang itu. Sifat-sifat dari model simbolis
hendaknya sama dengan orang-orang yang akan menggunakan prosedur itu.
Sarason dan Sarason (1981) dalam Abimanyu, S. & Manrihu, T. (1996)
melaksanakan wawancara secara intensif untuk mengukur keterampilan sosial
apa yang diperlukan bagi siswa SMA yang prestasinya rendah. Mereka
mewawancarai guru, konselor, siswa, bekas siswa yang putus sekolah dan
pengusaha yang memperkerjakan siswa yang putus sekolah.
2.
atau
pola
tingkah
laku
dikehandaki?
dalam
urutan
keterampilan-
Media
Media-media yang dapat digunakan dalam pelaksanaan modeling simbolis
adalah mengemukakan
bentuk contoh-contoh model, latihan praktis, dan umpan balik. Dapat berupa
film, rekaman video, audio, atau pemuatan dalam rekaman slide. Pemilihannya
pun tergantung di mana, dengan siapa, dan bagaimana model simbolis itu akan
digunakan.
4.
b.
c.
d.
e.
mengulang
menunjukkan
adanya
masalah.
Ringkasan, dalam kesimpulan dari skenario atau seri-seri tertentu, skrip
hendaknya mencakup suatu ringkasan tentang apa yang telah ditiru dan
pentingnya bagi konseli menguasai tingkah laku ini.
5.
dapat dilakukan kepada beberapa orang atau teman dari sasaran atau kelompok
konseli. Bahasanya, urutannya, modelnya, waktu latihannya, dan balikan,
hendaknya diuji oleh pemakai sebelum model simbolis akhir ditetapkan.
Dalam studi kasus ini akan digunakan modeling simbolis berupa material
tertulis berbentuk biografi tokoh muda.
2. Prestasi Belajar
a.
Prestasi Belajar
Setiap manusia dalam melakukan suatu pekerjaan, pastilah ingin mencapai
suatu
keberhasilan.
Begitu
juga
dalam
dunia
pendidikan,
setiap
siswa
Menurut
seorang
ahli,
yaitu
Soetnah
Saewando
(1982:
41)
yang
Samijo
dan
Mardiani
(1983:
19)
menerangkan
bahwa
penguasaan hasil belajar yang baik pada umumnya ditandai dengan adanya
retensi,
internalisasidan
transfer
pada
diri
individu.
Retensi
merupakan
Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang. Adapun
bentuk dari faktor internal ini adalah:
a)Faktor jasmaniah
Faktor kesehatan.
Kesehatan
seseorang
sangat
berpengaruh
terhadap
kondisi
belajarnya.
Faktor Psikologis
Intelegensi
Intelegensi adalah tingkat kecerdasan seseorang. Bagi siswa yang memiliki
intelegensi yang kurang maka akan sangat mempengaruhi hasil belajar siswa.
Perhatian
Jika menginginkan hasil belajar dengan baik, maka siswa harus mempunyai
perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya. Jika tidak diperhatikan, maka
timbullah kebosanan sehingga tidak lagi suka belajar.
Motivasi
Motivasi adalah salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap hasil
belajar siswa. Jika seseorang termotivasi untuk belajar, maka dia dapat
mencerna dengan mudah pelajaran yang diberikan.
2)
Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri seseorang. Adapun
bentuk dari faktor eksternal itu adalah :
a)
Faktor keluarga
Pendidikan keluarga adalah pendidikan yang utama dan pertama karena di
dalam keluargalah seseorang pertama-tama menerima pendidikan dan sebagai
bekal dalam mengadakan interaksi dengan masyarakat sekitarnya. Pendidikan
keluarga diantaranya bersumber dari kedua orang tua, saudara, suasana rumah,
keadaan ekonomi keluarga.
b)
Faktor sekolah
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam peningkatan pengetahuan subjek didik
pada lembaga pendidikan yaitu sekolah diantaranya : metode mengajar yang
diterapkan oleh pendidik, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa
dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, keadaan gedung, dan lain-lain.
c)
Faktor masyarakat
Faktor masyarakat juga berpengaruh terhadap belajar. Pengaruh itu terjadi
karena keberadaan di dalam masyarakat. Misalnya : teman bergaul, lingkungan
sekitar, dan lain-lain.
B.
BAB III
PROSEDUR DAN METODE PENYELIDIKAN
Jaminan Konfidensial
Kegiatan ini dilaksanakan dalam usaha untuk meguasai pengetahuan, sikap,
dan keterampilan dalam memberikan layanan konseling secara inidividual serta
pembuatan laporan studi kasus. Kegiatan studi kasus ini sebenarnya relatif sama
dengan kegiatan konseling
sesuai
dengan
kode
etik
seorang
konselor,
maka
penulis
tidak
menerangkan dengan jelas nama klien. Adapun wujud dari laporan ini sama
sekali tidak bermaksud membeberkan rahasia atau masalah klien/siswa.
Semua data atau informasi yang menyangkut pribadi klien akan dijamin
kerahasiaannya. Oleh karena itu, kasus ini hanya akan diberikan kepada yang
berwenang semata.
C. Metode Analisis Data
1.
Tes Who Am I
Tes Who Am I adalah suatu alat pengumpulan data yang berupa tes
kepribadian yang dapat mengukur penyikapan seseorang terhadap dirinya
sendiri.
Tes ini terdiri atas 15 pertanyaan. Tiap pertanyaan terdiri dari 3 pilihan
jawaban yaitu SS (Sangat Sesuai), AS (Agak sesuai) dan ST (Sama sekali Tidak
Sesuai) dan masing-masing pilihan jawaban mempunyai nilai sesuai dengan
pedoman yang ditentukan..
Total dari nilai tiap-tiap item pernyataan dapat digolongkan dalam kategori
sebagai berikut :
a.
37,5
45
diinterpretasikan
memiliki
kepribadian
optimis,
sangat
30,5 - 37
23,5 -30
Pilihan Jawaban
Nilai
AS
AS
AS
ST
SS
AS
AS
ST
AS
10
ST
11
AS
12
ST
13
AS
14
ST
15
AS
Jumlah
26
2.
Observasi
Obervasi adalah alat pengumpul data yang digunakan dengan cara
melakukan kegiatan pengamatan langsung terhadap klien. Adapun kegiatan
observasi yang dilakukan adalah observasi di dalam kelas dan observasi di luar
kelas. Hasil dari observasi tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Konseli orangnya ramah dan periang, suka bekerjasama, bermalas dan pasif
Konseli cukup jujur dan pemberani
Konseli kurang aktif dan kreatif
Konseli tergolong orang yang kurang sabar
Konseli termasuk orang yang cukup penolong, cukup toleran, dan punya banyak
teman
3. Wawancara
Observasi
adalah
alat
pengumpul
data
yang
dipergunakan
untuk
3.
: A (sangat baik)
1 % - 20 %
: B (baik)
21% - 25 %
: C (cukup)
26 % - 50 %
: D (kurang)
Adapun hasil yang diperoleh dari item yang dicek pada setiap aspek
masalah dari problem check list sebagai berikut:
a.
Mata lelah
Kurang tidur
Terlalu pendek
b.
c.
d.
e.
Takut-takut
Merasa kesepian
f.
Gugup
Khawatir
Malas
Keras kepala
g.
h.
Ibu
Ayah
i.
j.
k.
Berdasarkan hasil analisis daftar problem check list yang dikerjakan oleh
klien, maka dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Daftar Hasil Check List
Aspek Masalah
Jumlah
Kriteria
Ite
m
Rumusan
Skor
dan
7/ 30 100%
23%
C (Cukup)
II.
Keuangan
Lingkungan Pekerjaan
5/ 30 100%
16.7
%
B (baik)
III.
Kegiatan Sosial dan
Rekreasi
7/ 30 100%
23 %
C (Cukup)
IV.
Hubungan Pacaran
dan Perkawinan
3/ 30 100%
10 %
B (Baik)
V.
Hubungan
kejiwaan
Sosial
6/ 30 100%
20%
B (Baik)
7/ 30 100%
23 %
C (Cukup)
7/ 30 100%
23 %
C (Cukup)
VIII.
Keadaan
rumah
tangga dan Keluarga
6/ 30 100%
20%
B (baik)
IX.
Masa
Depan
Pendidikan dan Pekerjaan
6/ 30 100%
20 %
B (baik)
X.
Penyesuaian
terhadap tugas sekolah
3/ 30 100%
10%
B (baik)
XI.
Kurikulum
dan
Prosedur Pengajaran
11
I.
Perkembangan
Kesehatan Jasmani
11/ 30 100%
36.7%
D (Kurang)
pengajaran.
4.
a. Menjumlahkan
x 100 %
Jumlah item
0%
( Baik Sekali )
10 % - 20 %
B ( Baik )
30 % - 40 %
C ( Cukup Baik )
50 % - 70 %
D ( Kurang )
80 % - 100 %
( Kurang Sekali )
Adapun hasil analisis Check List kebiasaan belajar dari konseli AJ adalah
sebagai berikut :
No
Nilai
No
Nilai
21
22
23
24
25
26
27
28
29
10
30
11
31
12
32
13
33
14
34
15
35
16
36
17
37
18
38
19
39
20
40
Jumlah
13
x 100 %
Jumlah item
13
=
x 100 %
40
32.5 %
baik. Berdasarkan hasil analisis data, maka konseli KURANG Mengalami masalah
dalam kebiasaan konsentrasi dan kebiasaan umum serta sikap dalam bekerja.
BAB IV
HASIL PENYELIDIKAN KASUS
A. Gambaran dan Latar Belakang Kasus
Gambaran dan latar belakang kasus dapat diperoleh melalui sintesis.
Sintesis merupakan kegiatan menghubungkan dan merangkum data sehingga
tampak jelas hal-hal yang melatarbelakangi adanya suatu masalah yang
dihadapi oleh klien sebagaimana yang dipaparkan pada uraian sebelumnya
yakni pada tahap-tahap analisis.
Dari
hasil
yang
diperoleh
mengenai
klien
melalui
berbagai
teknik
pengumpulan data pada bagian analisis, maka praktikan akan menguraikan data
yang sifatnya mendukung dan menghambat masalah klien sebagai berikut:
1.
Konstruktif (Mendukung)
Klien menyadari kebiasaan dalam belajar yang kurang baik, utamanya dalam
mengatur waktu belajar yang tidak tepat.
2.
Destruktif (Menghambat)
B.
hasil
sintesis
yang
diperoleh
dari
berbagai
macam
pengumpulan data maka berikut ini akan dikaji diagnosis atau hal yang
menyebabkan klien mengalami masalah belajar.
Adapun uraian diagnosis berdasarkan data yang telah dikumpul oleh praktikum
adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
Konseli tidak memiliki jadwal belajar di rumah sehingga dia tidak bisa
mempunyai waktu belajar yang teratur.
6.
Akibat tidak adanya jadwal belajar di rumah, sehingga membuat dia kadang
malas belajar dan waktunya kadang lebih banyak digunakan untuk kegiatan lain
seperti jalan-jalan, begadang daan nonton bola.
C. Prognosis
Berdasarkan hasil diagnosis terhadap masalah-masalah yang menyebabkan
rendahnya tingkat belajar klien ini akan diuraikan kemungkinan-kemungkinan
pemberian bantuan. Pemberian bantuan berdasarkan latar belakang penyebab
masalah itu muncul. Kemungkinan-kemungkinan pemberian bantuannya adalah
sebagai berikut:
1. Memberikan bimbingan belajar dan pribadi berupa :
Pemberian informasi cara belajar efektif
Informasi tentang Pengelolaan Waktu Belajar
Informasi tentang Memahami dan Mengatasi Kelemahan Diri.
2. Melaksanakan Teknik konseling
Dalam hal ini, praktikum akan berusaha membantu agar konseli (AJ) dapat
meningkatkan prestasi belajar.
BAB V
PELAKSANAAN LAYANAN BANTUAN
usaha
pemberian
bantuan
yang
telah
direncanakan
untuk
Pemberian Konseling
Melakukan konseling dengan teknik Modelling Simbollis dengan langkahlangkah sebagai berikut :
1.
2.
belajarnya di sekolah .
Pemberian informasi kepada siswa tentang alasan pemberian modeling
simbolis yang memungkinkan siswa dapat mengikuti berbagai kegiatan dengan
3.
penuh motivasi.
Pemberian modeling simbolis dengan menggunakan model yang dinilai efektif
4.
5.
6.
mengatasi masalah.
Menerima balikan dari hasil kegiatan yang bersumber dari siswa.
Ringkasan kegiatan hasil modeling simbolis yang memungkinkan dapat
mengukur sejauhmana keberhasilan pemberian modeling simbolis.
C. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan yang telah
dicapai dalam pelaksanaan studi kasus ini. Dalam evaluasi ini dapat dilihat dari
segi keberhasilan dan tidak keberhasilannya.
1.
a.
Keberhasilan
Konseli mau bekerja sama dan terbuka dalam mengemukakan permasalahan
yang dihadapinya.
b.
c.
Konseli nampaknya sudah mampu berpikir positif dalam setiap tindakan yang
dilakukannya.
2.
Kegagalan
Mengingat keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki oleh praktikan
sehingga masih terdapat beberapa kekurangan kegiatan, yaitu praktikan belum
memberikan layanan konseling secara mendalam, akan tetapi praktikan sudah
memberikan usaha yang sangat maksimal demi kelancaran dari kegiatan studi
kasus ini.
D. Penilaian Hasil Layanan
Berdasarkan beberapa tahap yang dilakukan maka selanjutnya diadakan
follow up atau penilaian untuk mengetahui sejauh mana perubahan-perubahan
yang terjadi. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan baik secara
langsung maupun tidak langsung.
1.
2.
Aspek Keberhasilan :
1. Klien dengan senang hati mendengarkan bimbingan dan arahan dari
praktikan (kakak pembimbingnya).
2. Klien yang pada mulanya kadang datang terlambat ke sekolah sudah
berubah. Terbukti dengan setiap harinya, klien datang tepat waktu ke
sekolah.
3. Klien sudah menyadari bahwa selama ini, dia kadang cuek (acuh tak acuh)
dan malas terhadap pelajarannya ternyata membawa dampak negatif
bagi dirinya dan klien ingin segera merubah kebiasaan buruknya itu.
4. Klien sudah menyadari bahwa segala kekurangannya akan dia jadikan
sebagai sebuah motivasi untuk lebih mengembangkan potensi yang
dimilikinya
b. Aspek Ketidakberhasilan :
Pemberian bantuan yang diberikan belum mencapai taraf optimal karena
dibatasi waktu yang sangat terbatas sehingga kurang
optimal.
BAB VI
PENUTUP
A. Hasil yang telah dicapai
Beberapa tahap dalam pelaksanaan studi kasus ini telah dilaksanakan,
maka selanjutnya diadakan tindak lanjut (follow up) atau kegiatan penilaian
untuk mengetahui sejauh mana perubahan-perubahan yang telah terjadi.
Tahapan ini akan dialaksanakan dengan melakukan pengamatan baik secara
langsung maupun secara tidak langsung. Adapun hasil yang telah dicapai adalah
sebagai berikut:
1.
Klien terlihat tidak ragu lagi untuk berbicara dengan praktikan. Dia selalu
bersedia untuk terbuka dengan masalahnya baik itu menyangkut masalah yang
menyangkut orang tua, teman-temannya, pelajarannya.
2.
3.
Klien sudah mulai menyadari sikap malas, cuek atau acuhnya dalam belajar
ternyata membawa dampak negatif, jadi klien berjanji untuk mengubah
(memperbaiki) kebiasaan belajarnya selama ini.
B.
hasil
yang
diperoleh
mengenai
klien
melalui
berbagai
teknik
pengumpulan data pada bagian analisis, maka praktikan akan menguraikan data
yang sifatnya mendukung dan menghambat masalah klien sebagai berikut:
1. Konstruktif (Mendukung)
a)
b)
c)
d)
a)
b)
c)
d)
1.
2.
3.
Pihak keluarga khususnya otang tua diharapkan agar informasi tentang konseli
di rumah dapat dikontrol dan mengusahakan terjalinnya komunikasi dengan
anak pada saat tertentu serta membimbing dan mengarahkan agar anak merasa
diperhatikan dan tidak mudah terpengaruh oleh hal yang tidak bertanggung
jawab.
4.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam kehidupannya, setiap manusia selalu dihadapkan pada berbagai
masalah. Salah satu diantaranya adalah masalah Broken Home. Broken Home
adalah suatu keadaan dimana seseorang merasa tidak nyaman dengan kondisi
didalam keluarganya sendiri yang disebabkan oleh faktor tertentu.
Broken Home dapat menimbulkan efek yang buruk bagi anak apabila tidak
segera di atasi. Broken Home dapat di sebabkan banyak faktor antara lain akibat
dari orang tua yang bercerai, tidak adanya komunikasi dan keterbukaan dalam
keluarga, kurangnya perhatian dari orang tua kepada anak, sehingga hal ini
dapat memicu timbulnya suasana ketidak harmonisan dan kenyamanan bagi
anak.
Dalam keadaan yang demikian anak sering merasa tidak nyaman di dalam
keluarga anak sering kabur dari rumah, sering bertengkar dengan orang tua, dan
tidak jarang dari mereka melampiaskan kekesalannya itu ke hal-hal negatif
seperti terlibat pergaulan bebas serta pemakaian narkoba.
B. Rumusan Masalah
1. Sebutkan masalah yang berkaitan dengan masalah pribadi?
2. Bagaimana cara guru BK membantu peserta didik dalam menyelesaikan
masalahnya?
3. Apakah yang dimaksud dengan layanan home visit ?
C. Tujuan Penulisan
1. Memahami masalah maslah yang berkaitan dengan bidang pribadi.
2. Mampu menyelesaikan masalah- masalah pribadi dengan layanan home visit.
3. Mengerti tentang langkah- langkah yang dilakukan dalam memberikan
layanan home visit
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Home Visit
Guru pembimbing perlu melakukan kunjungan rumah. Ini bisa berdampak
langsung yang bersifat ganda, yaitu dampak terhadap orang tua dan keluarga,
dan dampak terhadap siswa.
Orang tua dan keluarga anak yang dikunjungi memiliki makna pemahaman
orang tua bahwa sekolah begitu memperhatikan masalah pendidikan anaknya.
Bagi anak, ia akan merasa gurunya sangat memperhatikan keberlangsungan
sekolahnya.
Saat kunjungan, guru pembimbing hendaknya mengemukakan tujuan kunjungan
rumah, dan menanyakan keterangan penting mengenai diri siswa guna
pemecahan masalah siswa itu sendiri.
Dalam kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah, home visit
(kunjungan rumah) merupakan salah satu alternatif dalam memecahkan
masalah siswa. Home visit mempunyai dua tujuan, pertama untuk memperoleh
berbagai keterangan atau data yang diperlukan dalam memahami lingkungan
dan siswa. Kedua, untuk mengubah dan memecahkan permasalahan siswa yang
mengalami kesulitan belajar. Home visit merupakan salah satu layanan
pendukung dari kegiatan bimbingan dan konseling yang dilakukan guru
pembimbing atau wali kelas dengan mengunjungi orang tua/tempat tinggal
siswa.
Kegiatan dalam kunjungan rumah dapat berbentuk pengamatan dan wawancara,
terutama tentang kondisi rumah tangga, fasilitas belajar, dan hubungan
antaranggota keluarga dalam kaitannya dengan permasalahan siswa. Masalah
siswa yang dibahas dapat berupa bidang bimbingan pribadi, sosial, belajar, dan
bidang bimbingan karier.
Pelaksanaan kunjungan rumah memerlukan perencanaan dan persiapan yang
matang dari guru pembimbing dan memerlukan kerja sama yang baik dari orang
tua serta atas persetujuan kepala sekolah. Fungsi utama bimbingan yang
ditopang oleh kegiatan kunjungan rumah ialah fungsi pemahaman.
Home visit perlu dilakukan dalam rangka membantu menangani masalah siswa
walaupun tidak berlaku untuk seluruh siswa. Maksudnya, hanya siswa tertentu
yang menurut perkiraan guru pembimbing perlu dilakukan kunjungan rumah,
mengingat pemecahan masalah hanya dapat diselesaikan bila ada kontak
dengan orang tua atau diperkirakan masalahnya bersumber dari lingkungan
keluarga.
B.
1.
Langkah Diagnosa
Langkah untuk menetapkan masalah yang dihadapi kasus beserta latar
Langkah Prognosa
Langkah prognosa yaitu langkah untuk menetapkan jenis bantuan apa,
terapi apa yang akan dilaksanakan untuk membimbing kasus. Langkah ini
ditetapkan berdasarkan kesimpulan dalam langkah diagnosa, yaitu setelah
ditetapkan masalah beserta latar belakangnya. Untuk menetapkan langkah
prognosa ini sebaiknya ditetapkan bersama setelah mempertimbangkan
berbagai kemungkinan dan berbagai faktor.
4.
Langkah Terapi
Langkah pelaksanaan bantuan atau bimbingan. Langkah ini merupakan
pelaksanaan apa-apa yang ditetapkan dalam langkah prognosa. Pelaksanaan ini
tentu memakan banyak waktu dan proses yang kontinue dan sistematis serta
memerlukan adanya pengamatan yang cermat.
5.
C.
Identifikasi Kasus
Langkah ini dimaksudkan untuk mengenal kasus beserta gejala-gejala yang
Pengumpulan Data
Data Pribadi
1.
Nama
: Dwi Irawan
2.
Tempat lahir
: Yogyakarta
3.
Tanggal lahir
: 20 Agustus 1994
4.
Umur
: 19 tahun
5.
Jenis kelamin
: Laki-laki
6.
Agama
: Islam
7.
Kelas
: 3 IPS
8.
Alamat
9.
Sekolah
: SMA
Data Keluarga
Ayah
: Anak tunggal
:
:
Nama ayah
: Sunaryo
Umur
: 50 tahun
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
2.
Ibu
Nama ibu
: Suranti
Umur
: 45 tahun
Pekerjaan
: wiraswasta
Alamat
III.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Diagnosa
Langkah untuk menetapkan masalah yang dihadapi kasus beserta latar
belakangnya. Dalam langkah ini kegiatan yang dilakukan adalah mengumpulkan
data dengan mengadakan studi kasus dengan menggunakan berbagai teknik
pengumpul data. Setelah data terkumpul kemudian ditetapkan masalah yang
diihadapi beserta latar belakangnya. Dari data studi kasus yang terkumpul
kemudian dibuat kesimpulan sementara dan kesimpulan ini kemudian
dibicarakan lagi dalam pertemuan kasus untuk menetapkan masalah dan latar
belakangnya. Dari data studi kasus yang terkumpul kemudian dibuat kesimpulan
sementara dan kesimpulan ini kemudian dibicarakan lagi dalam pertemuan
kasus untuk menetapkan masalah dan latar belakangnya.
Berdasarkan data pengumpulan dari permasalahan yang di hadapi klien
maka dapat di diagnosa yaitu anak tersebut mempunyai masalah dalam
keluarganya (broken home).
C.
Langkah Prognosa
Langkah prognosa yaitu langkah untuk menetapkan jenis bantuan apa,
terapi apa yang akan dilaksanakan untuk membimbing kasus. Langkah ini
ditetapkan berdasarkan kesimpulan dalam langkah diagnosa, yaitu setelah
ditetapkan masalah beserta latar belakangnya. Untuk menetapkan langkah
prognosa ini sebaiknya ditetapkan bersama setelah mempertimbangkan
berbagai kemungkinan dan berbagai faktor.
Pendekatan Rational Emotive Terapy menurut Albert Ellis, manusia pada
dasarnya yang memilki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional.
Ketika berpikir dan bertingkah laku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan
kompeten. Reaksi emosional meliputi evaluasi, interpretasi, filosofi yang disadari
maupun tidak disadari. Menurut Ellis (1993 ), sebagian besar manusia memiliki
kecenderungan yang besar untuk membuat dan mempertahankan gangguan
Pikiran dingin adalah pikiran yang bersifat deskriptif dan mengandung sedikit
emosi.
b.
c.
Pikiran panas adalah pikiran yang mengandung unsur evaluasi yang tinggi dan
penuh dengan perasaan.
Berdasarkan dari diagnosa dapat di ambil langkah prognosa, kemudian di
kemukakan pula kemungkinan-kemungkinan langkah selanjutnya di tempuh
untuk memberikan bantuan yaitu :
D.
Langkah Terapi
Langkah pelaksanaan bantuan atau bimbingan. Langkah ini merupakan
pelaksanaan apa-apa yang ditetapkan dalam langkah prognosa. Pelaksanaan ini
tentu memakan banyak waktu dan proses yang kontinue dan sistematis serta
memerlukan adanya pengamatan yang cermat.
Berdasarkan prognosa yang telah di tentukan kemudian klien memilih
semua alternative pilihan untuk di laksanakan.
1.
dengan cara mengikuti kegiatan- kegiatan yang ada di sekolah seperti mengikuti
ekstra kurikuler( pramuka, organisasi osis) dan belajar kelompok.
2.
3.
4.
E.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1.
2.
3.
B.
Saran
1.
2.
3.