Anda di halaman 1dari 84

CONTOH KASUS BIMBINGAN KONSELING

Contoh kasus :
Asmara adalah anak kedua dari 3 bersaudara.Saat ini dia kelas 6 SD di salah satu Sd
Negeri di Kotanya.Setiap hari dia selalu membantu orangtuanya memasak,mencucui pakaian
dan mencuci piring.Dia juga kadang-kadang bermain dengan teman-temannya.Saat pulang
sekolah

dia selalu belajar mengulng kembali materi yang disampaikan oleh gurunya

sehingga prestasi di sekolahannyapun bagus dan selalu masuk 10 besar.


Kakak pertama Asmara adalah Kak Tina,saat ini dia berusia 20 tahun dan adiknya
laki-lakinya berumur 9 tahun kelas 4SD.Setelah kedua orangtuanya memutuskan untuk
menjadi TKI di Arab,kini Asmara tinggal dengan adik dan kakaknya.
Asmara sebenarnya tidak suka jika kakaknya setiap hari membawa pacarnya untuk
menginap dirumahnya.Dan pada suatu malam sekitar pukul 11 malam,Kakaknya pulang
dengan pacarnya,Kakaknya tampak lemas dan tidak sadar seperti mabuk.Malam itu ketika
semua sudah tertidur tiba-tiba pacar kakaknya Asmara menghampiri Asmara

mencoba

merayu dan memegang rambutnya.Dengan kaget Asmara berteriak namun dengan cepat
Asmara dipukul dan tidak sadrkan diri.
Keesokan harinya saat Asmara bangun,ia melihat gumpalan darah dicelananya.Ia pun
kaget karena dia juga tidak sedang mengalami menstruasi.Sejak kejadian malam itu ia mulai
berubah,Asmara tampak murung dan sedih.Ia juga jarang bergaul dengan teman-temannya
lagi.Disekolah prestasinya menurun.Saat ditanya oleh gurunya kenapa beberapa hari tidak
masuk? Ia hanya menjawab sedang sakit dan tidak mau menceritakan tentang masalah yang
sedang dialaminya
Dua bulan berlalu Asmarapun akan menceritakan kejadian yang dialaminya kepada
kakaknya karena sudah satu bulan lebih ia tidak mengalami menstruasi.Ternyata saat
kakaknya mengajaknya untuk periksa ke dokter,ternyata Asmara hamil.Kehidupan
Asmarapun berubah.Ia dikeluarkan dari Sekolah.Setelah orang tuanya mengetahui bahwa

Asmara hamil tanpa seorang suami karena laki-laki yang menghamili Asmara telah melarikan
diri setelah kakaknya juga dihamili oleh dia.Kini keluarga Asmara menjadi berantakan.Ayah
dan ibunya tidak perah pulang lagi ke Indonesia karena malu mempunyai 2 anak yang sedang
hamil tanpa suami.Adik Asmara pun menjadi liar dan ikut bergabung dengan geng-geng
nakal.Sehingga ia juga dikeluarkan dari sekolah.

A.IDENTIFIKASI MASALAH
-Gejala yang Nampak
a. anak menjadi minder
b. anak menjadi murung
c. berdiam diri tidak mau menceritakan apaa yang terjadi
d. keadaan fisiknya mulai berubah
e. prestasi belajarnya menurun
B.DIAGNOSIS
Jenis masalah
Keluuarga

Bentuk masalah
a. kurangnya perhatian dari orangtua

b. orangtua malah meninggalkannya ketika ia sedang membutuhkan bantuan


c. kurang akrab dengan kakaknya
Lingkungan

a. dikeluarkan dari sekolah

b. menjadi minder dan pendiam

C.PROGNOSIS
Dalam permasalahan ini bentuk bantuannya dengan menggunakan strategi
interaktif.Dilaksanakan dalam bentuk interaksi langsung antar siswa dengan anak yang
menghadapi masalah,baik dengan pendekatan individual maupun kelompok.Bentuk bantuan

ini misalnya nasihat,konseling,konsultasi atau pengajaran individual.Tapi tidak

dengan

strategi interaktif saja tetapi juga membutuhkan bantuan yang disebut referral atau alih
tangan.Pada kasus ini yaitu anak yang mengalami gangguan moral dan mental maka
penanganannya diserahkan ke dokter dan psikolog.Langkah-langkahnya dapat ditempuh
sebagai berikut:
1. Jenis masalah : masalah keluarga
Bentuk masalah: kurangnya perhatian keluarga
2. Intensitas masalah yang lebih besar adalah Asmara dan kakaknya hamil dan ditinggal oleh
orangtuanya.
3. Urutan prioritas sesuai dengan intensitas masalah.
a. Setelah ditinggal orangtuanya anak kurang perhatian
b. Setelah kejadian pemerkosaan itu anak menjadi minder
c. Perubahan fisik anak yang drastis
d. Dikucilkan keluarganya dan lingkungannya
e. Hidupnya menjadi berantakan
4. Alternatif yang dapat dilakukan sesuai dengan rumusan masalah tersebut.
a. Dengan pendekatan agar anak itu mau berbicara tentang masalah yang sedang dihadapinya
b. Mengajak anak untuk konsultasi di bimbingan konseling yang ada disekolahnya
5. a. Dengan melakukan pendekatan karena dengan cara ini anak akan lebih diperhatikan dan
mau memberitahukan tentang apa yang sedang dialaminya.
b. Dengan mengajak anak konsultasi membuat anak semakin terbuka dan membantu untuk
memecahkan masalahnya.
6. Rencana pemberian bantuan dengan memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut:
a. Kapan dilaksanakannya?

Saat jam pulang sekolah guru dapat memberikan pendekatan terhadap anak sehingga
anak akan lebih terbuka
b. Dimana tempatnya?
Diruang BK yang khusus untuk konsultasi
c. Siapa yang melaksanakan?
Anak yang mempunyai masalah dan guru Bk maupun wali kelas
d. Bagaimana pengelolaannya?
Guru melakukan pendekatan terhadap anak,lalu mencoba memecahkan masalahnya dengan
berbagai strategi yang dilakukan dan beberapa pendekatan interaksi setelah itu dilakukan
konferensi kasus.
4. PEMBERIAN BANTUAN
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengelola pemberian bantuan antara
lain:
a.

Perencanaan program
Program apa saja yang harus dilakukan oleh guru BK dalam menangani kasus
tersebut.
Seperti program temu wali murid untuk mendekatkan siswa dengan orangtua serta
teman-temannya.

b. Pengorganisasian
Sistem organisasinya harus jelas

agar pelaksanaan pemberian bantuan dapat

mencapai hasil yang maksimal.


c.

Pengaturan dan pembagian tugas diantara personal yang terkait


Pembagian tugas harus jelas diantara para personal yang akan menghadapi berbagai macam
masalah.
d. Pendekatan dan teknik yang digunakan

Dengan menggunakan pendekatan dan teknik emosional gejala jiwa yang ada di
dalam diri seseorang.Emosi berhubungan dengan masalahnperasaan.Seseorang yang
mempunyai perasaan pasti dapat merasakan sesuatu,baik perasaan jasmaniah maupun
perasaan rohaniah.Perasaan rohaniah di dalamnya ada perasaan intelektual,perasaan
estetis,perasaan etis,perasaan social,dan perasaan harga diri.
d. Koordinasi
Dengan melakukan pembagian dan koordinasi yang jelas diantara personil yang
terkait.
e.

Pemantauan dan evaluasi


Melakukan evaluasi setelah permasalahan itu diselesaikan apakah masih berdampak
pada anak ataupun tidak.
5.EVALUASI DAN TINDAK LANJUT
Langkah evaluasi dan tindak lanjut dimaksudkan untuk mengetahui ketepatan
tindakan dan hasil pelaksanaan bantuan yang diberikan pada kasus tersebut sehingga setelah
permasalahan itu selesai dapat diketahui sejauh mana upaya dan pemberian bantuan itu dapat
mencapai hasil yang maksimal.

Bimbingan Konseling pada anak Broken Home


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalahan
Setiap anak yang dilahirkan mempunyai fitrah
kekuatan

mendekati

Tuhan

dan

cenderung

ilahiah, yaitu

berprilaku baik.

Ibarat

bangunan fitrah, adalah fondasi sehingga bangunan (manusia) yang


berdiri diatasnya mestinya adalah bangunan kebaikan dan jika terjadi
sebaliknya, pasti ada faktor penyebabnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa

setiap anak pada hakikatnya cenderung pada kebaikan. Ada faktor-faktor


tertentu yang menyebabkan mereka tiba-tiba berperangai buruk, kasar
atau memusuhi orangtuanya. Pola pikir atau paradigma bahwa hakikatnya
anak mempunyai fitrah kebaikan sangat penting dimiliki oleh semua
orangtua karena akan membangkitkan optimisme bahwa anak kita yang
sudah terlanjur berperangai buruk, akan punya kesempatan untuk
berubah menjadi baik. Penyebab manusia berperangai buruk dapat
dikatakan berasal dari demensi hewani yang mendominasi seorang
manusia dan punya beberapa faktor penyebab. Dalam buku Orangtuanya
Manusia (Munif Chatib: 2012), manusia terdiri dari dua dimensi: jasmani
dan ruhani atau fisiologi dan psikologi. Oleh karena dua dimensi tersebut
hanya dimiliki oleh manusia, kita dapat pula membaginya menjadi
manusia dan non-manusia atau insani dan hewani. Dan untuk berubah
menjadi baik pastinya diperlukan beberapa usaha atau solusi bagi
permasalahan tersebut, dan penulis akan mencoba mengurai masalah
tentang Pengaruh Keluarga Broken Home (orangtua berpisah) Terhadap
Prilaku Dan Emosi Anak.
B. Rumus Masalah
1. Apa pengertian keluarga dan broken home ?
2. Bagaimana pengaruh keluarga broken home terhadap prilaku dan emosi
3.

anak?
Bagaimana solusi atau pemecahan masalah pada pengaruh keluarga
broken home terhadap prilaku dan emosi anak?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Keluarga dan Broken Home
1. Pengertian Keluarga.
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari
suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau
ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus keatas atau

kebawah, sampai dengan derajat ketiga.1[1] Keluarga memiliki peranan


yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak.
Perawatan dengan kasih sayang serta pengajaran tentang nilai-nilai
kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikannya
merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi
pribadi dan anggota masyarakat yang sehat. Dan itu sependapat dengan
Maslow, yang mengatakan bahwa keluarga merupakan lembaga pertama
yang dapat memenuhi kebutuhan bagi pengembangan kepribadiannya
dan pengembangan ras manusia. Ketika anak sudah memperoleh rasa
aman atas kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan perlakuan baik dari
orangtuanya maka anak dapat memenuhi kebutuhan tertinggnya, yaitu
perwujudan diri (Self actualization) dan begitupula sebaliknya. Keluarga
bahagia adalah impian banyak orang termasuk anak yang berada
didalamnya, itu karena kebahagiaan dalam sebuah keluarga adalah
sangat penting bagi perkembangan emosi para anggotanya (terutama
anak). Dan kebahagiaan ini akan terwujud apabila keluarga dapat
memerankan fungsinya secara baik.
Berikut

fungsi

Psikososiologis

keluarga

yang

dapat

berfungsi

sebagai: 2[2]
1. Pemberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga lainnya.
2. Sumber pemenuhan kebutuhan, baik fisik maupun psikis.
3. Sumber kasih sayang dan penerimaan
4. Model pola prilaku yang tepat bagi anak untuk belajar menjadi anggota
masyarakat yang baik.
5. Pemberi bimbingan bagi prilaku yang secara sosial dianggap tepat.
6. Pembentuk anak dalam memecahkan masalah yang dihadapinya dalam
rangka menyesuaikan dirinya terhadap kehidupan.
7. Pemberi bimbingan dalam belajar keterampilan motorik, verbal dan sosial
8.

yang dibutuhkan untuk penyesuaian diri.


Stimulator bagi pengembangan kemampuan anak untuk mencapai

prestasi, baik disekolah maupun dimasyarakat.


9. Pembimbing dalam mengembangkan aspirasi, dan

1
2

10. Sumber persahabatan dan tempat bermain bagi anak sampai cukup usia
untuk mendapatkan teman diluar rumah, atau apabila persahabatan
diluar rumah tidak memungkinkan.
Setelah kita mengetahui fungsi serta peranan dalam keluarga maka
perlu kita ketahui juga bahwa didalam keluarga juga terdapat faktorfaktor; faktor internal (kondisi fisik, psikis, dan moralitas anggota
keluarga) dan faktor eksternal (perubahan sosial dan budaya) yang
mempengaruhi perubahan-perubahan dalam keluarga. Perubahan itu bisa
berdampak baik atupun malah sebaliknya bagi keluarga, ada keluarga
yang bertambah kokoh (harmonis), adapula keluarga yang mengalami
keretakan atau ketidak harmonisan.
Sebuah keluarga dapat dikatakan sebagai keluarga harmonis atau
ideal menurut Alexander A. Schneiders, yaitu mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:3[3]
a. Minimnya perselisihan antar orangtua atau orangtua dengan anak.
b. Ada kesempatan untuk menyatakan keinginan.
Dalam hal ini orangtua dan anak bisa lebih dekat dengan cara sharing
mengenai keinginan atau hal-hal yang sedang mereka hadapi.
c. Penuh kasih sayang.
Kasih sayang dapat diutarakan dengan banyak hal, seperti halnya berkata
lembut (tidak membentak), mencium, memeluk, serta memberi sebutan
atau gelar yang positif jika memanggil anak; Si Pintar.
Sudut pandang psikologi menyatakan bahwa anak yang menerima
cinta

dan

kasih

sayang

besar

dari

orangtua

selama

masa

pertumbuhannya, ternyata lebih cerdas dan lebih sehat dari pada anak
usia dini yang tumbuh disebuah asrama (panti) dan terpisah dari
orangtuanya.4[4]
d. Penerapan disiplin yang tidak keras.
Kami setuju dengan penerapan disiplin yang tidak keras pada anak,
namun sedikit kami tambahi bahwa disiplin dapat diterapkan pada anak
dengan disiplin yang tidak keras dan juga tidak kaku. Maksudya, ketika
orangtua memberi tugas; Sholat tepat waktu pada anak sebaiknya tidak
semata-mata dengan peraturan tertulis lalu ditempel pada meja belajar
3
4

atau pada dinding kamar. Karena mereka juga ingin melihat bagaimana
orangtuanya dapat mengaplikasikan tugas tersebut. Dan sebaiknya
orangtua memberi pengertian terhadap anak tentang hal-hal yang harus
didisiplinkan, dan mengapa kita harus disiplin pada hal tersebut.
e. Ada kesempatan untuk bersikap mandiri dalam berpikir, merasa dan
berprilaku.
Beri ruang kepada anak untuk dapat menemukan problem solving dalam
f.

setiap masalahnya
Saling menghormati, menghargai (mutual respect) diantara orangtua

dengan anak.
g. Ada konferensi (musyawarah) keluarga dalam memecahakan masalah.
Orangtua dapat meminta pendapat anak atau sebaliknya ketika terjadi
suatu persoalan.
h. Menjalankan kebersamaan (kerjasama antar orangtua dan anak)
Hal ini dapat dilakukan ketika orangtua dan anak memiliki waktu luang
untuk berkumpul dan melakukan suatu pekerjaan; bersih-bersih rumah,
dll.
i. Orangtua memiliki emosi yang stabil.
Orangtua mampu mengendalikan emosinya

dengan

baik,

dengan

mengekang nafsu masing-masing sehingga pertengkaran dalam keluarga


dapat dihindari.
j. Berkecukupan dalam bidang ekonomi, dan
k. Mengamalkan nilai-nilai moral dan agama.
2. Pengertian Broken Home
Istilah

broken

home

sendiri

biasanya

digunakan

untuk

menggambarkan keluarga berantakan akibat orangtua tidak lagi peduli


dengan situasi dan keadaan keluarga dirumah; orangtua tidak lagi
perhatian terhadap anak-anaknya, baik masalah dirumah, sekolah, sampai
pada perkembangan pergaulan anak-anaknya di masyarakat. 5[5] Dan
disinalah akar masalah yang akan dibahas penulis, yaitu tentang anak
yang bermasalah didalam keluaraga atau biasa disebut anak broken
home.
3. Faktor Penyebab Anak Broken Home
5

Apabila dalam suatu keluarga tidak mampu menerapkan atau


melaksanakan fungsi-fungsi dalam keluarag seperti yang telah diuraikan
diatas, keluarga tersebut berarti mengalami disfungsi, yang dapat
merusak kekokohan konstelasi keluaraga tersebut (khususnya terhadap
perkembangan kepribadian anak).
Faktor- faktor yang menyebabkan anak broken home, atau juga bisa
disebut ciri-ciri keluaraga yang mengalami disfungsi:6[6]
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kematian salah satu atau kedua orangtua.


Kedua orangtua berpisah atau bercerai
Hubungan kedua orangtua tidak baik.
Hubungan orangtua dengan anak tidak baik.
Suasana rumah tangga yang tegang tanpa kehangatan.
Orangtua sibuk dan jarang berada dirumah
Salah satu atau kedua orangtuanya mengalami kelainan kepribadian atau
gangguan kejiwaan.
Dari beberapa ciri keluarga yang mengalami disfungsi diatas maka
yang kami ambil adalah persoalan tentang anak yang orangtuanya
berpisah, berpisah yang kami maksud disini bukan bercerai melainkan
salah satu orangtua berhubungan jarak jauh dengan anggota keluarganya
sehingga hal tersebut akan menimbulkan masalah pada prilaku dan emosi
anak.

B. Pengaruh Keluarga Broken Home Terhadap Perkembangan Emosi


dan Perilaku Anak.
Keluarga broken home mempunyai pengaruh yang besar terhadap
anak, mulai dari perkembangan emosi, sosial, serta kepribadian anak.
Berikut beberapa pengaruh keluarga broken home pada anak:7[7]
1.

Perkembangan Emosi Anak


Menurut Hather Sall (dalam Elida Prayitno 2006: 96) Emosi merupakan
situasi psikologi yang merupakan pengalaman subjektif yang dapat dilihat
dari reaksi wajah dan tubuh.
Anak yang kebutuhannya kurang dipenuhi oleh orangtua emosi marahnya
akan mudah terpancing. Seperti yang dikemukakan oleh Hurlock (didalam
6
7

Elida Priyitno. 2006: 74) Hubungan antara kedua orang tua yang kurang
harmonis terabaikannya kebutuhan remaja akan menampakkan emosi
marah.
Jadi keluarga sangat berpengaruh pada perkembangan emosi anak
karena keluarga yang tidak harmonis menyebabkan dalam diri anak
merasa tidak nyaman dan kurang bahagia.
2.

Perkembangan Sosial Anak


Menurut Brim (dalam Elida Prayitno. 2006: 81) Tingkah laku sosial
kelompok yang memungkinkan seseorang berpartisipasi secara efektif
dalam kelompok atau masyarakat.
Sedangkan willson Nadeeh (1993: 42) menyatakan bahwa: Anak sulit
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Anak yang dibesarkan dikeluarga
pincang, cendrung sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan. kesulitan
itu datang secara alamiah dari diri anak tersebut.
Jadi keluarga broken home sangat berpengaruh pada perkembangan
sosial anak karena dari keluarga anak menampilkan bagaimana cara
bergaul dengan teman dan masyarakat.
Benar adanya yang dikatakan Dadang Hawari, yaitu anak yang
dibesarkan dalam keluarga yang mengalami disfungsi memiliki resiko
yang lebih besar untuk bergantung tumbuh kembang jiwanya (misalnya
berkepribadian anti sosial), dari pada anak yang dibesarkan dengan
keluarga yang harmonis dan utuh (sakinah).8[8]

3.

Perkembangan Kepribadian Anak


Hubungan jarak jauh yang dilakoni orangtua ternyata memberikan
dampak kurang baik terhadap perkembangan kepribadian anak. Menurut
Westima dan Haller (dalam Syamsyu Yusuf 2001: 99) yaitu bahwa remaja
yang orang tuanya berpisah dalam artian hubungan jarak jauh cenderung

a.
b.
c.
d.

menunjukkan ciri-ciri:
Berperilaku nakal
Mengalami depresi
Melakukan hubungan seksual secara aktif
Kecenderungan pada obat-obat terlarang

C. Contoh Kasus
8

Namanya Rama, berusia 6 tahun dan dua bulan lagi usianya akan
bertambah menjadi 7 tahun. Dia adalah anak pindahan dari kota Medan
dan sekaligus anak baru disebuah Sekolah Pendidikan Anak Usia Dini.
Sudah satu minggu anak ini mengikuti pembelajaran di PAUD namun anak
ini belum bisa berbaur dengan teman-temanya. Kebanyakan dari teman
sekelasnya merasa takut jika bermain dengan Rama. Hal itu dikarenakan,
Rama sering sekali mengamuk (menendang, membanting, mencubit,
meludah) serta berbicara kasar kepada guru ataupun temannya dan juga
sering bolos dari sekolah dengan memanjat pagar sekolah. Rama merasa
tidak ingin sekolah ataupun bertempat tinggal di Jepara.
D. Analisis Kasus dan Pemecahan Masalah
1. Saling Bercerita
Pertama, kami mencoba melakukan pendekatan berbincang dengan
anak

tersebut.

Awalnya

pertanyaan-pertanyaan

kami

tidak

pernah

dijawab. Namun setelah dua sampai tiga kali perbincangan dia mulai mau
memberi jawaban ataupun komentar terhadap apa yang kami ucapakan.
Namun dari perbincangan tersebut tidak semua hal dapat terkuak, karena
yang dapat kami simpulkan dari perbincangan tersebut adalah .....Aku
ingin kembali ke Medan, karena disana ada Aku, Ibu, Kakak dan banyak
temanku....
2. Home Visit
Langkah ini kami ambil karena banyak hal yang mesti harus kami gali
tentang Rama. Dan setelah kami melakukan home visit, kami dapat
menarik kesimpulan bahwa Rama adalah anak yang terkena dampak
keluarga

broken

home.

Kesimpulan

itu

kami

dapat

ketika

kami

mengetahui bahwa Rama adalah anak pindahan dari Medan yang


kehidupan atau lingkungan tempat tinggalnya disana sangatlah keras;
minuman keras, berbicara kasar dan pencurian adalah hal yang sudah
biasa dijumpai disana. Lalu kepindahan Rama beserta kakak dan Ibunya
ke Jepara adalah tanpa Ayahnya. Dan hal itu dirasakan oleh Rama adalah
kehancuran bagi hatinya; ia merasa kurang kasih sayang dan rindu akan
sosok ayah, dan oleh karena itu ia sering berontak dengan keadaannya
dan melampiaskannya dengan mengamuk (menendang, membanting,

mencubit,

meludah)

serta

berbicara

kasar

kepada

guru

ataupun

temannya. Rama juga kerap mendapatkan hukuman secara fisik dari


keluarganya, karena Rama tidak pernah mau untuk bersekolah. Sehingga
akhirnya ia dimasukkan ke PAUD, walaupun sebenarnya umurnya telah
memasuki usia anak SD.
3. Memberi Perhatian yang Lebih
Yaitu dengan mencoba menanyakan hal apa yang sedang ia lakukan, atau
peristiwa apa yang pernah ia lakukan bersama teman ataupun keluaraga?
4. Memberi Pengertian Kepada Lingkungan (keluarga atau sekolah)
Berikan pengertian kepada lingkungan dimana ia tinggal sehari-hari.
Contohnya

pada

lingkungan

sekolah.

....Teman-teman

Mas

Rama

sebenarnya baik lho, Cuma mas Rama belum mengerti atau tahu bahwa
yang dia lakukan itu hal yang tidak baik. Untuk itu teman-teman boleh
memberitahu dia agar dia mau melakuakn hal yang baik.....
Dan hasilnya sekarang Rama sudah mau diterima ataupun menerima
keadaannya sekarang.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami
istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan
anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus keatas atau kebawah,
sampai dengan derajat ketiga. Istilah broken home sendiri biasanya
digunakan untuk menggambarkan keluarga berantakan akibat orangtua
tidak lagi peduli dengan situasi dan keadaan keluarga dirumah; orangtua
tidak lagi perhatian terhadap anak-anaknya, baik masalah dirumah,
sekolah,

sampai

pada

perkembangan

pergaulan

anak-anaknya

masyarakat.
Berikut beberapa pengaruh keluarga broken home pada anak:

di

a. Perkembangan Emosi Anak


b. Perkembangan Sosial Anak
c. Perkembangan Kepribadian Anak
Analisa kasus dan pemecahan masalah:
1. Saling Bercerita
2. Home Visit
3. Memberi Perhatian yang Lebih
4. Memberi Pengertian Kepada Lingkungan (keluarga atau sekolah)

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah dan
hubungan sosial. Keluarga dalam dimensi hubungan darah merupakan
suatu kesatuan sosial yang diikat oleh hubungan darah antara satu
dengan lainnya. Dan dari dimensi darah dapat dibedakan menjadi
keluarga besar dan keluarga inti. Sedangkan dimensi hubungan sosial,
keluarga merupakan suatu kesatuan sosial yang diikat oleh adanya saling
berhubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan
lainnya, walaupun diantara mereka tidak terdapat hubungan darah.
Pengertian secara psikologis, menurut Soelaeman, keluarga adalah
sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama
dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga
terjadi

saling

mempengaruhi,

saling

memperhatikan,

dan

saling

menyerahkan diri.( 1994: 5-10 ).


Pengertian

keluarga

secara

umum

menurut

Friedman

dan

Suprajitno, keluarga merupakan kumpulan dua orang atau lebih yang


saling hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan
memiliki peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga.
Bustaman (2001 : 89) menyatakan Keluarga adalah kelompokkelompok orang yang dipersatukan oleh ikatan-ikatan perakwinan darah
atau adonpsi yang membantuk satu sama lain dan berikatan dengan

melalui peran-peran tersendiri sebagai anggota keluarga dan pertahanan


kebudayaan masyarakat yang berlaku dan menciptakan kebudayaan itu
sendiri.
Menurut

Soerjono

Soekanto

(1992:

1)

mengatakan

Keluarga

merupakan kelompok sosial terkecil yang terdiri dari suami, istri beserta
anak-anaknya.Keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat
yang merupakan pondasi pertama bagi perkembangan anak untuk
selanjutnya. Sedangkan menurut Kartini Kartono (2003 : 57) , keluarga
merupakan unit sosial terkecil yang meberikan pondasi primer bagi
perkembangan anak. Jadi, dari pendapat para ahli di atas dapat
disimpulkan keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang dilikat
dengan tali perkawinan yang terdiri atas ayah, ibu dan anak
Didalam suatu keluarga tidak jarang terjadi suatu perselisihan dan
keributan antara satu sama lain anggota keluarga. Hal itu dirasa cukup
wajar terjadi dalam suatu keluarga. Perbedaan pendapat, perselisihan
sering pula terjadi dalam keluarga, karena dalam sebuah keluarga
terdapat

beberapa

kepala

dengan

pemikiran

yang

berbeda-

beda.Kaharmonisan dalam keluargapun sering terkoyak karena adanya


sikap emosional antara sesama anggota keluarga. Keharmonisan dalam
keluarga akan tetap terjalin apabila sesame anggota keluarga saling
memahami, menghormati antara satu sama lain, namun jika dalam
keluarga tidak ada saling menghargai dan menghormati, akan berakibat
perpecahan dalam keluarga tersebut.
Di

Indonesia

tidak

sedikit

keluarga

yang

mengalami

perpecahan.Perpecahan dalam keluarga dapat terjadi baik antara sesama


orang tua, orang tua dengan anak, anak dengan anak.Perpecahan orang
tua itu dapat berakibat pada perpisahan atau perceraian orang tua. Dan
dalam kenyataannya perceraian orang tua selalu berakibat pada anakanaknya.Anak- anak selalu menjadi korban atas perceraian orang
tuanya.Akibat dari perceraian orang tua itu ada anak yang bisa tetap
bangkit dan merasa tidak dijadikan beban hidup atas perceraian orang
tuanya, namun tidak sedikit pula yang terpuruk atas perceraian orang
tuanya.Anak yang terpuruk akibat perceraian orang tua sering menjadi

anak

yang

broken

home.Selain

itu,

secara

prestasi,

anak

dapat

menunjukkan prestasi yang membanggakan dan tidak terpengaruh


dengan persoalan yang terjadi di tengah keluarganya. Sedangkan, akibat
negative dari perceraian orang tua tersebut anak bisa terjun ke hal-hal
negative seperti seks bebas, narkoba, minum-minuman keras dan lain
sebagainya.dan secara prestasi belajar, anak tidak dapat menunjukkan
prestasi belajar yang membanggakan.
B. RUMUSAN MASALAH
a.

Apa Pengertian Broken Home ?

b.

Bagaimana Psikis anak yang broken home ?

c.

Bagaimana cara menyikapi anak yang broken home dengan pendekatan


konseling islam ?

C. TUJUAN PENULISAN
a.

Memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan Konseling

b.

Mengetahui pengertian broken home

c.

Mengetahui psikis anak yang broken home

d.

Mengetahui cara menyikapi anak yang broken home

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN BROKEN HOME
Broken home adalah kurangnya perhatian dari keluarga atau
kurangnya kasih sayang orang tua sehingga membuat mental seseorang
anak menjadi frustasi, brutal, dan susah diatur. Selain itu, istilah broken
home juga digunakan untuk menggambarkan keluarga yang tidak
harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun dan sejahtera
akibat

seringnya

terjadi

konflik

yang

menyebabkan

perpisahan

( perceraian ).[1]
Broken home sangat berpengaruh besar pada mental seorang
pelajar hal inilah yang mengakibatkan seorang pelajar tidak mempunyai
minat untuk berprestasi. Broken home juga bisa merusak jiwa anak
sehingga dalam sekolah mereka bersikap seenaknya saja, tidak disiplin di
dalam kelas mereka selalu berbuat keonaran dan kerusuhan hal ini
dilakukan karena mereka Cuma ingin cari simpati pada teman-teman
mereka bahkan pada guru-guru mereka.
Pada

umumnya

penyebab

utama

broken

home

ini

adalah

kesibukkan kedua orang tua dalam mencari nafkah keluarga seperti hal
ayah laki laki bekerja dan ibu menjadi wanita karier. Hal inilah yang
menjadi dasar seorang tidak memiliki keseimbangan dalam menjalankan
aktifitas sehari hari dan malah sebaliknya akan merugikan anak itu
sendiri, dikala pulang sekolah dirumah tidak ada orang yang bisa diajak
berbagi dan berdiskusi, membuat anak mencari pelampiasan diluar rumah
seperti bergaul dengan teman temannya yang secara tidak langsung
memberikan efek / pengaruh bagi perkembangan mental anak.
Penyebab lain munculnya broken home antara lain :
a.

Terjadinya perceraian

b.

Ketidak dewasaan sikap orang tua yang berkelahi di depan anak-anak,

c.

Tidak bertanggung jawabnya orang tua sehingga tidak memikirkan


dampak dalam kehidupan anak-anak mereka,

d.

Jauh dari tuhan, sehingga masalah-masalah tidak diserahkan kepada


tuhan,
kehilangan kehangatan dalam keluarga antara orang tua dan anak .

B. DAMPAK BROKEN HOME TERHADAP PERKEMBANGAN PSIKIS ANAK


Beberapa dampak yang muncul dari seseorang yang mengalami broken
home antara lain :
a)

Academic Problem, seseorang yang mengalami Broken Home akan


menjadi orang yang malas belajar, dan tidak bersemangat serta tidak
berprestasi

b)

Behavioural Problem, mereka mulai memberontak, kasar, masa bodoh,


memiliki kebiasaan merusak, seperti mulai merokok, minum-minuman
keras, judi dan lari ketempat pelacuran.

c) Sexual problem, krisis kasih sayang mau coba ditutupi dengan mencukupi
kebutuhan hawa nafsu
d)

Spiritual problem, mereka kehilangan Fathers figure sehingga tuhan,


pendeta atau orang-orang rohani hanya bagian dari sebuah sandiwara
kemunafikan.[2]
Sedangkan dari segi kejiwaan ( psikologis ), seseorang yang
mengalami broken home akan berakibat seperti :
a)

Broken Heart
Seseorang

sehingga

akan

memandang

merasakan
hidup

ini

kepedihan
sia

sia

dan
dan

kehancuran

hati

mengecewakan.

Kecenderungan ini membentuk si pemuda tersebut menjadi orang yang


krisis kasih dan biasanya lari kepada yang bersifat keanehan sexual.
Misalnya sex bebas, homo sex, lesbian, jadi simpanan orang, tertarik
dengan istri atau suami orang lain dan lain-lain
b)

Broken Relation
Seseorang merasa bahwa tidak ada orang yang perlu di hargai,

tidak ada orang yang dapat dipercaya serta tidak ada orang yang dapat
diteladani. Kecenderungan ini membentuk si pemuda menjadi orang yang
masa bodoh terhadap orang lain, ugal ugalan, cari perhatian, kasar, egois,
dan tidak mendengar nasihat orang lain, cenderung semau gue.

c)

Broken Values
Seseorang kehilangan nilai kehidupan yang benar. Baginya dalam

hidup ini tidak ada yang baik, benar, atau merusak yang ada hanya yang
menyenangkan dan yang tidak menyenangkan, pokoknya apa saja
yang menyenangkan saya lakukan, apa yang tidak menyenangkan tidak
saya lakukan.
Tidak semua anak yang mengalami broken home berdampak
negative,ada dampak positivenya,diantara lain:
Dari sekian banyaknya anak yang berlatar belakang keluarga broken
home, ada banyak juga anak yang memiliki sikap positif dan menjadi
orang yang berhasil. Seperti sikap mandiri yang tercipta karena tuntutan
hidupnya yang menjalani aktivitas keseharian anak tersebut tanpa
perhatian orang tuanya. Sikap kedewasaan juga kerap kali muncul pada
diri anak broken home, dengan terbiasa menghadapi masalah sendiri
anak menjadi lebih dewasa dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri.
Broken home juga membentuk kepribadian yang tegas dan tegar atau
tidak mudah cengeng yang jikalau anak menghadapi masa sulit dalam
dirinya.
Seseorang yang berasal dari keluarga kebanyakan akan lebih
mengerti tentang arti kehidupan dibanding dengan anak dari keluarga
yang harmonis. Hal ini disebabkan oleh keseharian anak broken home
yang terbiasa menjalani kesehariannya tanpa bantuan atau kurangnya
support dari orang tuanya sendiri. Kebanyakan orang seringkali menilai
anak yang berasal dari keluarga broken home memiliki sikap dan sifat
yang menyimpang. Namun kenyataannya tidak demikian, karena ternyata
banyak juga anak yang berasal dari keluarga yang broken home mampu
menjadi

seseorang

yang

berhasil

yang

didasari

dengan

sikap

kemandiriannya.
C.

PENDEKATAN KONSELING ISLAM MENYIKAPI KASUS BROKEN


HOME
Disini saya pribadi mengambil konseling antara seorang konselor
dan orang tua yang keluarga nya broken home.

Dalam pendekatan konseling ini saya mengacu kepada teori


konseling islam menurut bukunya Hamdani Bakran Adz-Dzaky;
1. Teori Al-hikmah ialah sebuah pedoman,penuntun dan pembimbing untuk
member bantuan kepada individu yang sangat membutuhkan pertolongan
dalam mendidik dan mengembangkan eksistensi dirinya.
2.

Teori Al-Mauizhoh Al-Hasanah ialah bimbingan atau konseling dengan


cara mengambil pelajaran-pelajaran dari perjalanan hidup nabi.

3.

Teori Mujadalah yang baik iialah teori konseling yang terjadi dimana
seorang klien sedang dalam kebimbangan.[3]
Berdasarkan studi kasus yang saya teliti, saya mengambil teori
Mujadalah sebagai cara penyelesaian dari masalah tersebut. Karena orang
tua yang mengalami broken home pasti merasakan kebimbangan untuk
mengasuh anaknya akan ikut keayahnya atau ibunya.
Dalam proses dalam konseling perlu di perhatikan pula teknik-teknik
konseling, seperti sudah dijelaskan sebelumnya, teknik konseling ini
meliputi:

1. Teknik yang bersifat lahir


Teknik yang bersifat lahir ini menggunakan alat yang dapat dilihat dan
dirasakan oleh klien. Yaitu dengan menggunakan tangan dan lisan.
2. Teknik yang bersifat batin
Teknik yang hanya dilakukan dalam hati dengan doa dan harapan.
Pendekatan konselor kepada kliennya diantaranya:
1.

Didasari kerelaan dari kedua belah pihak dari konselornya dan siorang
tua itu sendiri.

2. Menyadari peran dari tanggung jawab konselor


3.

Menekankan keharusan konselor terlibat dengan klien sebagai suatu


pribadi yang menyeluruh.

4.

Memberikan reaksi-reaksi pribadi dalam kaitannya dengan apa yang


dikatakan oleh klien.

5.

Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir terletak


ditangan klien.[4]

Dalam memberikan solusi dan pemecahan kasus ini,konselor


harus berhati-hati mengambil keputusan yang akan diambil untuk
memberikan jalan keluar.
Berikut ini beberapa saran dari konselor untuk mengatasi
masalah tersebut, diantaranya;
1. Dimusyawarahkan terlebih dahulu antara ibu dan ayah dengan baik dan
penuh hormat.
2. Selalu dukung anak Anda untuk mengungkapkan perasaan mereka, baik
yang positif maupun negatif, mengenai apa yang sudah terjadi. Sangatlah
penting bagi orang tua yang akan bercerai ataupun yang sudah bercerai
untuk memberi dukungan kepada anak-anak mereka serta mendukung
mereka untuk mengungkapkan apa yang mereka pikirkan dan rasakan.
Dalam hal ini Anda tidak boleh melibatkan perasaan Anda. Seringkali
terjadi, perasaan akan kehilangan salah satu orang tua akibat perceraian
menyebabkan anak-anak menyalahkan salah satu dari kedua orang
tuanya (atau kedua-duanya) dan mereka merasa dikhianati. Jadi, anda
harus betul-betul siap untuk menjawab setiap pertanyaan yang akan
diajukan anak anda atau keprihatinan yang mereka miliki.
3.

Beri kesempatan pada anak untuk membicarakan mengenai perceraian


dan bagaimana perceraian tersebut berpengaruh pada dirinya. Anak-anak
yang usianya lebih besar, tanpa terduga, bisa mengajukan pertanyaan
dan

keprihatinan

yang

berbeda,

yang

tidak

pernah

terpikirkan

sebelumnya olehnya. Meski mengejutkan dan terasa menyudutkan,


tetaplah bersikap terbuka.
4.

Bila Anda merasa tidak sanggup membantu anak, minta orang lain
melakukannya. Misalnya, sanak keluarga yang dekat dengan si anak.

5. Sangatlah wajar bagi anak-anak jika memiliki berbagai macam emosi dan
reaksi terhadap perceraian orang tuanya. Bisa saja mereka merasa
bersalah dan menduga-duga, merekalah penyebab dari perceraian. Anakanak marah dan merasa ketakutan. Mereka khawatir akan ditelantarkan
oleh orang tua yang bercerai.
6. Ada anak-anak yang sanggup untuk menyuarakan perasaan mereka, dan
ada juga yang tidak. Hal ini tergantung dari usia dan perkembangan

mereka.

Untuk

anak-anak

usia

sekolah,

jelas

sekali

perceraian

mengakibatkan turunnya nilai pelajaran mereka di sekolah. Walaupun


untuk beberapa lama anak-anak akan berusaha mati-matian menghadapi
perceraian orang tuanya, pengaruh nyata dari perceraian biasanya
dirasakan anak berusia 2 tahun ke atas.
7. Jangan menjelek-jelekan mantan pasangan di depan anak walaupun Anda
masih marah atau bermusuhan dengan bekas suami. Hal ini merupakan
salah satu yang sulit untuk dilakukan tapi Anda harus berusaha keras
untuk mencobanya. Jika hal itu terus saja Anda lakukan, anak akan
merasa, ayah atau ibunya jahat, pengkhianat, atau pembohong. Nah,
pada anak tertentu, hal itu akan menyebabkan ia jadi dendam dan bahkan
bisa trauma untuk menikah karena takut diperlakukan serupa.
8.

Anak-anak

tidak

perlu

merasa

mereka

harus

bertindak

sebagai

"penyambung lidah" bagi kedua orang tuanya. Misalnya, Anda berujar,


"Bilang, tuh, sama ayahmu, kamu sudah harus bayaran uang sekolah.
9.

Bilamana mungkin, dukung anak-anak agar memiliki pandangan yang


positif terhadap kedua orang tuanya. Walaupun pada situasi yang baik,
perpisahan dan perceraian dapat sangat menyakitkan dan mengecewakan
bagi kebanyakan anak-anak. Dan tentu saja secara emosional juga sulit
bagi para orang tua.

Bagi anak-anak mempunyai keluarga yang utuh adalah hal yang


sangat membahagiakan. Mereka tidak pernah membayangkan bahwa
akan mengalami sebuah perceraian dalam keluarganya. Keadaan psikologi
anak akan sangat terguncang karena adanya perceraian dalam keluarga.
Mereka akan sangat terpukul, kehilangan harapan, dan cenderung
menyalahkan diri sendiri atas apa yang terjadi pada keluarganya. Sangat
sulit

menemukan

cara

agar

anak-anak

merasa

terbantu

dalam

menghadapi masa-masa sulit karena perceraian orangtuanya. Sekalipun


ayah atau ibu berusaha memberikan yang terbaik yang mereka bisa,
segala yang baik tersebut tetap tidak dapat menghilangkan kegundahan
hati anak-anaknya.

Beberapa psikolog menyatakan bahwa bantuan yang paling penting


yang dapat diberikan oleh orangtua yang bercerai adalah mencoba
menenteramkan hati dan meyakinkan anak-anak bahwa mereka tidak
bersalah.

Yakinkan bahwa

mereka

tidak

perlu

merasa

harus

ikut

bertanggung jawab atas perceraian orangtuanya. Hal lain yang perlu


dilakukan oleh orangtua yang akan bercerai adalah membantu anak-anak
untuk menyesuaikan diri dengan tetap menjalankan kegiatan-kegiatan
rutin di rumah. Jangan memaksa anak-anak untuk memihak salah satu
pihak yang sedang cekcok, dan jangan sekali-sekali melibatkan mereka
dalam proses perceraian tersebut. Hal lain yang dapat membantu anakanak adalah mencarikan orang dewasa lain seperti bibi atau paman, yang
untuk sementara dapat mengisi kekosongan hati mereka setelah ditinggal
ayah atau ibunya. Maksudnya, supaya anak-anak merasa mendapatkan
topangan yang memperkuat mereka dalam mencari figur pengganti ayah
ibu yang tidak lagi hadir seperti ketika belum ada perceraian.

BAB III
PENUTUP
-

KESIMPULAN
Keluarga sangatlah penting bagi perkembangan anak pada masamasa yang mendatang, baik secara psikologis maupun secara fisik. Selain
itu keluarga juga sebagai tempat untuk berlindung, dan memperoleh kasih
sayang. Namun, bagaimana jika peran keluarga sebagai pelindung, dan
tempat

memperoleh

kasih

sayang

itu

tidak

berfungsi

dengan

sebagaimana mestinya? Tanpa keluarga anak akan merasa sendiri, dan


tidak ada tempat untuk berlindung. Kemana mereka harus pergi jika
tempat perlindungan saja mereka tidak punya? Apa mereka harus
mencari perlindungan dijalan? Tidak! Anak adalah generasi penerus yang
seharusnya di jaga dengan baik, oleh karena itu orang tua harus menjaga
anak-anak

mereka

sebagaimana

mestinya

peran

orangtua.

Dan

perceraian bukanlah jalan untuk menyelesaikan masalah. Perceraian


adalah penerus masalah selanjutnya. Orangtua harus memilih antara ego
mereka masing-masing atau masa depan anak mereka.

MY KANVAS
Aku Senang Berbagi Ilmu Dengan Kalian Semua

Beranda

Al-Quran dan Hadist

Olahraga

Bimbingan Konseling

Berita

Selasa, 19 Juni 2012


Studi Kasus 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dimasa yang sudah serba modern sekarang ini banyak membawa


perubahan dan perkembangan di segala aspek kehidupan manusia. Keadaan
inilah yang membuat manusia merasa tertantang untuk bisa menyesuaikan diri
dengan keadaan ini.
Perubahan-perubahan yang terjadi kadangkala membawa masalah dalam
segala aspek kehidupan manusia seperti masalah pribadi, masalah keluaraga,
masalah pendidikan dan masih banyak lagi masalah yang bisa timbul.
Dengan adanya permasalahan yang muncul maka individu berusaha untuk
menyesuaikan diri dan menyelesaikan permasalahan itu sendiri. Ada individu
yang mampu untuk menanganinya dan adapula yang kurang mampu untuk
menanganinya.

Penulis

berusaha

untuk

membantu

menganalisis

dan

memecahkan masalah yang kemungkinan besar di sekolah ada siswa yang


mengalami permasalahan yang berkaitan dengan pendidikannya.
Dalam kegiatan proses belajar mengajar di sekolah, indikator yang paling
penting adalah hasil belajar. Dimana hasil belajar itu merupakan nilai atau skor
yang diperoleh siswa setiap semester. Akan tetapi, nilai yang diperoleh siswa
ternyata tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal ini menunjukkan bahwa
siswa mengalami hambatan atau kesulitan dalam proses belajarnya dan
implikasinya adalah rendahnya prestasi belajar siswa.

Kegiatan bimbingan dan koseling merupakan bantuan yang diberikan


kepada siswa dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan
merencanakan masa depan(Prayitno, 1997).
Bimbingan

dalam

rangka

mengembangkan

kepribadian

siswa

dimaksudkan agar dapat mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya serta


menerimanya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih
lanjut. Bimbingan dalam rangka mengenali lingkungan dimaksudkan agar
peserta didik mengenal secara obyektif lingkungan, baik lingkungan sosial,
ekonomi, budaya, lingkungan fisik, dan lainya dan mampu menerima kondisi
lingkungan secara positif dan dinamis. Sedangkan bimbingan dalam rangka
merecanakan

masa

depan

dimaksudkan

agar

peserta

didk

mampu

mempertimbangkan dan mengambil keputusan tentang masa depan dirinya


sendiri,

baik

yang

menyangkut

pendidikan,

karir,

maupun

budaya

kemasyarakatan. Dengan kegiatan bimbingan diharapkan siswa dapat mengatasi


hambatan-hambatan perkembangan dirinya, membantu membuat interpretasi
terhadap

fakta-fakta

yang

berhubungan

dengan

pilihan,

rencana,

atau

penyesuaian sosial.
Dalam rangka membantu siswa yang mengalami masalah maka diperlukan
suatu tindakan secara sistematis, dinamis dan konstruktif agar diperoleh
penanganan yang baik sehingga diharapkan mampu menyelesaikan masalah
yang dihadapi oleh siswa/klien. Dalam hal ini, metode yang diberikan adalah
studi kasus. Proses ini dimulai dari identifikasi masalah kemudian dilakukan
diagnosis dan selanjutnya diadakan prognosis yaitu kemungkinan-kemungkinan
bantuan yang akan diberikan sesuai masalah yang dihadapi. Setelah itu, akan
diberikan treatment atau tindakan pemberian bantuan serta tindak lanjut.
Dengan melalui tahap-tahap tersebut maka yang akan dibahas dalam laporan ini

adalah Penyesuain Diri dan Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar Siswa dan
Pemecahannya melalui Penerapan Teknik Modeling Simbolis. (Studi Kasus Pada
Seorang Siswa Kelas XI IPA 1 di SMA Negeri 22 Makassar).

B.

Tujuan Pelaksanaan Studi Kasus

Berdasarkan latar belakang diatas maka tujuan pelaksanaan studi kasus ini
dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu tujuan secara umum dan tujuan secara
khusus, yaitu sebagai berikut :
1.
a.

Tujuan Secara Umum


Untuk tujuan riset sebagai metode studi kasus yang bermanfaat untuk

mengumpulkan data.
b. Dapat dipakai sebagai dasar untuk diagnosis dan trearment masalah khusus.
c. Untuk membantu subyek mencapai perkembangan yang baik.
d. Untuk meningkatkan pemahaman tentang studi kasus.
2.

Tujuan Secara Khusus

a.

Untuk mengetahui gambaran siswa tentang faktor-faktor yang mengakibatkan


prestasi belajar rendah dan keterlambatan siswa datang ke sekolah.

b.

Untuk mengetahui permasalahan apa yang mengakibatkan siswa memperoleh


prestasi belajar rendah di SMA Negeri 22 Makassar.

c.

Untuk

memecahkan/mengatasi

keterlambatan siswa ke sekolah.

masalah

Prestasi

Belajar

Rendah

dan

C.Konfidensial
Salah satu kode etik petugas bimbingan konseling adalah menjaga
kerahasiaan dalam pelayanan bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan
sebagai profesi dan efektivitas proses dan hasilnya untuk memenuhi tuntutan
optimalisasi

proses

dan

hasil

penyelenggaraan

layanan

bimbingan

dan

konseling.
Kaedah-kaedah atau asas bimbingan dan konseling yaitu ketentuan yang
harus diterapkan dalam penyelennggaraan layanan tersebut. Asas yang pertama
dan utama adalah asas kerahasiaan sebagai kode etik jabatan konselor untuk
menghasilkan segala sesuatu yang dibicarakan oleh konseli kepada konselor
tidak boleh disampaikan kepada orang lain, terutama tentang data pribadinya.
Oleh karena asas kerahasiaan tersebut perlu diperhatikan sebagai kunci
dalam usaha pemberian bantuan bimbingan dan konseling, sebab bila tidak
dilaksanakan maka kepercayaan konseli kepada konselor akan hilang dan
akhirnya konseli akan tertutup dan bahkan konseli tidak mau meminta bantuan
sebab khawatir masalah diri mereka menjadi perhatian orang lain, jika hal iu
terjadi maka kasus tidak terselesaikan untuk menjaga kemungkinan itu terjadi,
konselor harus mengikuti kode etik jabatan konselor.

D.

Identifikasi Kasus
Pemilihan kasus didasarkan atas beberapa pertimbangan, antara lain yaitu

dari rekomendasi guru BK tentang siswa yang bermasalah, melihat hasil prestasi
belajarnya rendah, maka penulis menetapkan salah seorang siswa yang
dianggap mempunyai masalah, yaitu prestasi belajar yang rendah. Siswa yang
teridentifikasi yaitu sebagai berikut :

1. Nama samaran

: AJ

2. Jenis Kelamin

: Laki-laki

3. TTL

: Ujung Pandang, 03 Juni 1995

4. Agama

: Islam

5. Umur

: 16 tahun

6. Pendidikan

: SMA

7. Kelas

: XI IPA-1

8. No. Stambuk

:-

9. Alamat rumah

: Hartaco,Daya, Sudiang Raya

10. Suku

: Bugis

11. Warga Negara

: Indonesia

12. Alamat sekolah

: Jln. Pajjaiyang Komp.KOR/KNPI Sudiang

13. Keterangan pendidikan

a. Sekolah Dasar
- Umur

: 7 tahun

- Lama belajar/tahun

: 6 tahun / 2007

- Sekolah

: SD. Negeri Pajjaiyang

b. SMP
- Umur

: 13 tahun

- Lama belajar/tahun

: 3 tahun / 2010

- Sekolah

: Immim Putra Makassar

c. SMA
- Umur
- Lama belajar
- Sekolah

: 16 tahun
: Sementara
: SMAN 22 Makassar

14. keterangan tentang orang tua/wali


a. Identitas ayah:
Nama Lengkap

: Wirawan Rusdi

Alamat Lengkap

: Hartako Indah

Pekerjaan

: TNI-AD

Pendidikan

:-

Agama
Suku

: Islam
:-

b. Identitas Ibu :
Nama Lengkap

: Artina

Alamat Lengkap

: Hartako Indah

Pekerjaan

: PNS

Pendidikan

:-

Agama

: Islam

Suku

: Bugis

15. Keterangan kesehatan :


a. Penglihatan
b. Pendengaran

: Normal
: Normal

c. Penciuman
d. Peraba

: Normal
: Normal

e. Penyakit yang pernah diderita : -

16. Keterangan lain-lain :


a. Keadaan jasmani
Tinggi badan

: 167 cm

Berat badan

: 50 kg

Warna kulit

: Sawo matang

b. Penampilan
Ekspresi wajah
Perangai

: Cukup ramah
: Sopan dan Humoris

Kerapian

: Cukup baik

Suara

: Serak

E.

Gambaran Umum Tentang Kasus

Berdasarkan data dari informasi yang telah diperoleh selama Praktek Studi
Kasus di SMA Negeri 22 Makassar, maka gambaran umum tentang kasus jika
dilihat dari penampilan fisik dan psikisnya, sebagai berikut:
1.

Penampilan Fisik
Sesuai dengan pengamatan penulis, cara berpakaian klien cukup rapi,tapi
kadang bajunya keluar sedikit, cara jalannya agak Cepat sedikit, berpenampilan
sederhana, keadaan tinggi badan 167 cm, kulit sawo matang, dan wajah manis.

2.

Penampilan Psikis
Menurut pengamatan penulis, anak tersebut cukup aktif dalam bergaul,
anak tersebut tidak hanya terlihat akrab dengan teman-teman kelasnya, dan
juga dengan anak dari kelas lain dan juaga dengan gurunya.
F.

1.

Alasan Memilih Kasus

Bagi penulis
Ada

beberapa

hal

yang

menjadi

pertimbangan

penulis

mengangkat masalah klien ini menjadi studi kasus, antara lain :


-

Kadang suka datang terlambat ke sekolah


Sering begadang saat larut malam

sehingga

Karena pengaruh orang tua, dimana kedua orang tuanya hubungannya


senjang,biasanya konseli tinggal bersama ayahnya,biasa juga tinggal bersama

ibunya. ( Broken Home ).


Memiliki Prestasi belajar Rendah dan menurun di kelasnya
Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan praktikan untuk mengangkat
masalah klien menjadi studi kasus, diantaranya yaitu :

1.

Dari hasil wawancara dengan konselor bahwa keluarga konseli ( Broken Home ).
Konseli biasa tinggal bersama ayahnya, juga biasa tinggal bersama ibunya.

2.

Konseli juga sering terlambat kesekolah akibat sering begadang setiap malam
akibat tidak adanya perhatian dari orang tua.

3.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka guru pembimbing menyarankan


agar menangani klien tersebut, untuk mengetahui penyebab anak tersebut
memiliki prestasi belajar rendah di kelasnya dan keterlambatannya ke sekolah.

Selain itu, konselor merasa tertarik dalam memilih kasus ini karena di
dasari oleh motif tertentu yakni:
1.

Bagi Guru Pembimbing

a.

Agar terampil mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami masalah.

b.

Agar guru pembimbing terampil menggunakan dan melaksanakan konseling


secara individual dan secara kelompok.

c.

Agar guru pembimbing terampil menilai efektifitas konseling beserta kegiatan


dan tindak lanjutnya.

2.
a.

Bagi siswa/klien
Klien tersebut dapat memahami dirinya dan permasalahan yang dialaminya
dapat terselesaikan.

b.

Klien tersebut dapat lebih terampil mengambil sikap dalam meningkatkan


prestasi belajarnya.

c.

Mampu menyesuaikan diri dengan tata tertib yang berlaku di sekolah dan
menghargai guru, staf sekolah lainnya beserta siswa

3.

Bagi sekolah
Kegiatan ini dapat membantu siswa yang menghadapi permasalahan
sehingga personil sekolah dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Hasil dari
kegiatan ini dalam bentuk studi kasus yang berisi data siswa dapatlah menjadi
dokumen yang siap digunakan setiap saat dibutuhkan dan kegiatan ini
membawa pengaruh positif bagi sekolah yang bersangkutan di mana secara
umum siswa yang dibantu akan mendapatkan pelayanan administrasi dan
psikologi yang kemudian akan memberikan pengaruh terhadap prestasi sekolah
yang bersangkutan.
Berdasarkan

gambaran

gejala

di

atas

maka

penulis

merasa

perlu

membantu siswa yang bersangkutan (adanya persetujuan dengan konselor di


sekolah) dengan menggunakan teknik studi kasus dengan harapan agar:
a.

Penulis terampil dalam mengidentifikasi siswa yang dianggap mengalami


masalah.

b.

Penulis terampil melaksanakan konseling individual

c.

Penulis menjadi terampil menggunakan teknik studi kasus sebagai salah satu
metode yang efektif dalam penelitian.

2.

Bagi siswa
Dengan adanya penanganan kasus melalui studi kasus ini, maka siswa yang
bersangkutan diharapkan:

a.

Siswa tersebut dapat menerima dirinya dan memahami masalah yang sedang
dihadapinya.

b.
c.

Siswa yang bersangkutan dapat merubah sikap (tingkah lakunya yang negatif).
Siswa

yang

bersangkutan

dapat

mengambil

keputusan

sendiri

dalam

memecahkan masalahnya
3.

Bagi sekolah
Hasil dari studi kasus ini berisi hal-hal yang berhubungan dengan siswa
yang dilengkapi dengan data-datanya.

Ini bisa menjadi dokumen yang bisa

digunakan suatu saat nanti jika dibutuhkan

BAB II
DASAR DAN KERANGKA KONSEPTUAL PENGKAJIAN KASUS

A. Teori Dasar/Landasan Konseptual yang Digunakan


1. Konsep Dasar Modeling Simbolis
a. Pengertian Modeling Simbolis
Aktivitas sehari-hari manusia tidak pernah lepas dari aspek emosional
yang terkait dengan perasaan senang, takut, gelisah, marah, jengkel, dan
sebagainya. Berbagai cara mengubah keadaan dirinya berkaitan dengan
emosionalnya,

baik

dengan

mengkonsumsi

obat-obatan

maupun

melalui

konseling . Salah satu cara yang dapat ditempuh melalui konseling adalah teknik
modeling atau pemberian contoh. Modeling adalah metode untuk menghasilkan
perilaku baru (Gasda, 1989: 93 dalam Mahmud 2005: 51).
Pengertian lain dari Cormier dan Cormier, 1985 dalam Mahmud 2005
bahwa modeling adalah prosedur dengan mana orang dapat belajar perilaku
yang diharapkan melalui pengamatan terhadap perilaku orang lain.
Menurut Abimanyu, S. & Manrihu, T. (1996) mengutarakan :
Modeling simbolis, modelnya disajikan dalam bentuk material tertulis, rekaman
audio atau video, film atau slide yang dikembangkan untuk klien perorangan
atau untuk kelompok. Suatumodel simbolis dapat mengajarkan klien tingkah laku
yang sesuai, mempengaruhi sikap dan nilai-nilai,dan mengajarkan keterampilanketerampilan sosial melalui simbol atau gambar dari benda aslinya dan
dipertunjukkan pada klien melalui alat-alat perekam seperti tersebut di atas .
Berdasarkan pendapat di atas berkaitan dengan modeling simbolis, maka
pada hakikatnya modeling simbolis merupakan suatu prosedur pemberian
bantuan kepada orang lain (konseli) dalam upaya memodifikasi pikiran, sikap,
dan keyakinan yang dimiliki dengan berdasarkan dengan apa yang ia lihat atau
ia dengar .
Bandura (1969) dalam Abimanyu, S. & Manrihu, T. (1969) membuktikan
bahwa model-model simbolik telah digunakan dan berhasil dalam berbagai
situasi. Konseli yang mengalami rasa takut yang kemudian disuruh mengamati

suatu

model atau model-model yang berhasil menghadapi situasi-situasi

ketakutan tanpa akibat negatif, maka konseli itu kemudian dapat mengurangi
dan menghilangkan rasa ketakutannya.
b. Karakteristik Modeling
1)
2)
3)

Menggunakan model, baik model langsung maupun simbolis.


Konseli belajar mengobservasi.
Menghapus hasil belajar yang maladaptif dengan belajar tingkah laku yang

lebih adaptif.
4)
Konselor memberi balikan segera dalam bentuk komentar atau saran.
c. Tujuan Modeling
1)
2)
3)
4)
5)

Untuk perolehan tingkah laku sosial yang lebih adaptif.


Agar konseli bisa belajar sendiri menunjukkan perbuatan yang dikehendaki
tanpa harus belajar lewat trial and error.
Membantu konseli untuk merespon hal-hal yang baru.
Melaksanakan respon-respon yang semula terhambat/ terhalang.
Mengurangi respon-respon yang tidak layak.

d. Asumsi Dasar
1)

Belajar bisa diperoleh melalui pengalaman langsung. Bisa juga diperoleh secara
tidak langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain berikut

2)

konsekuensinya.
Bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari (learned), termasuk tingkah laku
yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik learned, maka bisa unlearned
(dihapus dari ingatan) dan tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh.

e. Prinsip
1)

Pemberian pengalaman-pengalaman belajar sebagai proses penghapusan hasil

2)

belajar yang maladaptif.


Model sebagai stimulus terjadinya pikiran, sikap, dan perilaku bagi pengamat
(konseli).

3)

Individu (konseli) mengamati model (tingkah laku yang nampak dan spesifik)

4)

kemudian diperkuat untuk mencontohnya.


Status dan kehormatan model amat berarti, karena keberhasilan teknik

5)

tergantung pada persepsi konseli terhadap model yang diamati.


Adegan yang lebih dari satu dapat menggambarkan situasi-situasi berbeda
dimana tingkah laku ketegasan biasanya diperlukan.

f. Manfaat Modeling
1)
2)
3)
4)

Memberikan pengalaman belajar yang bisa dicontoh konseli.


Menghapus hasil belajar yang tidak adaptif.
Memperoleh tingkah laku yang lebih efektif
Mengatasi gangguan-gangguan keterampilan sosial, gangguan reaksi
emosional dan pengendalian diri.

g. Jenis-Jenis Modeling
Cormier dan Cormier (1985: 216) mengemukakan bahwa: ada enam jenis
modeling, yaitu:
1)

Modeling Langsung
Adalah cara untuk mempelajari keterampilan atau tingkah laku yang dikehendaki
melalui contoh langsung yang dilakukan oleh konselor, guru, teman, konseli,atau
model yang lainnya.

2)

Modeling Simbolis

Strategi yang digunakan untuk mempelajari respon baru atau menghilangkan


rasa takut di mana modelnya disajikan melalui material tertulis, audio, atau
video tape, film, dan juga rekaman slide.
3)

Modeling Diri Sendiri


Diri sendiri sebagai model adalah strategi yang digunakan untuk mempelajari
respon baru atau rasa takut dengan menggunakan konseli sendiri sebagai model.

4)

Modeling Partisipan
Berasumsi bahwa unjuk kerja seseorang yang sukses adalah alat yang efektif
untuk menghasilkan perubahan. Model partisipan ini terdiri dari demonstrasi
model, latihan terbimbing, dan pengalaman-pengalaman yang sukses.

5)

Modeling Tersembunyi
Adalah

prosedur

dimana

konseli

mengimajinasikan

suatu

model

yang

memperagakan tingkah laku dengan menggunakan instruksi-instruksi. Prosedur


modeling tersembunyi berasumsi bahwa perbuatan yang sebenarnya atau yang
simbolis yang ditampilkan oleh suatu model tidak diperlukan, karena konseli
diarahkan untuk mengimajinasikan tingkah laku seseorang yang dikehendakinya.
6)

Modeling Kognitif
Suatu prosedur di mana konselor menunjukkan seseorang

tentang apa yang

dikatakan pada dirinya sendiri sewaktu orang itu melakukan suatu tugas.
h. Proses Pelaksanaan Modeling Simbolis
Pemberian modeling simbolis harus dilakukan secara terencana dan
sistematis sehingga dapat diperoleh hasil optimal. Abimanyu, S. & Manrihu, T.

(1996: 263-264) mengemukakan bahwa proses pemberian modeling simbolis


melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1.

Pemberian informasi kepada siswa tentang alasan pemberian modeling


simbolis yang memungkinkan siswa dapat mengikuti berbagai kegiatan dengan

2.

penuh motivasi.
Pemberian modeling simbolis dengan menggunakan model yang dinilai efektif

3.

dalam menampilkan tingkah laku yang diinginkan.


Pemberian latihan berdasarkan dari hasil kegiatan pemberian modeling
sehingga siswa dapat lebih meningkatkan kemampuannya menghadapi atau
mengatasi masalah.
Menerima balikan dari hasil kegiatan yang bersumber dari siswa.
Ringkasan kegiatan hasil modeling simbolis yang memungkinkan dapat

4.
5.

mengukur sejauhmana keberhasilan pemberian modeling simbolis.


i. Kelebihan dan Kelemahan Modeling Simbolis
Modeling terdiri atas berbagai jenis, dan setiap jenis modeling tentu
memiliki kelebihan dan kekurangan, tidak terkecuali modeling simbolis yang juga
memiliki kelebihan di samping kekurangannya. Menurut Abimanyu dan Menrihu
(1996), kelebihan modeling simbolis, yaitu :
1)

Modelnya disajikan melalui material tertulis, rekaman audio atau video, film
atau slide.

2)

Model simbolis yang self instructional dapat dilaksanakan oleh klien tanpa
berhubungan dengan guru pembimbing.

3)

Dapat langsung ditiru oleh klien terhadap apa yang dilihat.

Selain kelebihannya, modeling simbolis juga memilliki kekurangan, yaitu :


1.

Modeling simbolis kebanyakan hanya digunakan untuk mengurangi situasisituasi ketakutan.


2. Sifat-sifat dari modeling simbolis hendaknya harus sama dengan orang-orang
yang menggunakan prosedur itu.
3. Memerlukan waktu yang cukup lama di dalam penggunaannya.
4. Kadang-kadang terjadi penilaian yang keliru.

j. Pertimbangan-Pertimbangan dalam Penggunaan Modeling Simbolis


Menurut Abimanyu dan Menrihu (1996: 260), elemen-elemen yang perlu
dipertimbangkan dalam penggunaan modeling simbolis, yaitu: sifat-sifat dari
pemakai, tingkah laku tujuan yang menjadi model, media, isi dan presentasi, dan
testing lapangan dari model itu.
Elemen-elemen di atas diuraikan sebagai berikut:
1.

Sifat-sifat dari pemakai


Yang menjadi pertimbangan pertama dalam mengembangkan suatu model

simbolis adalah sifat-sifat dari orang yang akan di-treatment dengan model ini.
Misalnya umur, jenis kelamin, budayanya, sifat-sifat suku bangsanya, dan
masalah-masalah yang dihadapi orang itu. Sifat-sifat dari model simbolis
hendaknya sama dengan orang-orang yang akan menggunakan prosedur itu.
Sarason dan Sarason (1981) dalam Abimanyu, S. & Manrihu, T. (1996)
melaksanakan wawancara secara intensif untuk mengukur keterampilan sosial
apa yang diperlukan bagi siswa SMA yang prestasinya rendah. Mereka
mewawancarai guru, konselor, siswa, bekas siswa yang putus sekolah dan
pengusaha yang memperkerjakan siswa yang putus sekolah.
2.

Tingkah laku-tingkah laku tujuan yang menjadi model


Tingkah laku tujuan atau apa yang menjadi model hendaknya dispesifikasi.

Konselor dapat mengembangkan seri-seri model simbolis untuk memusatkan


pada tingkah laku-tingkah laku yang berbeda

atau

pola

tingkah

kompleks dapat dipecah-pecah dalam keterampilan yang lebih spesifik.

laku

Suatu seri dari model-model yang dikembangkan konselor hendaknya


membentuk model itu dalam tiga pertanyaan, yaitu pertama tingkah lakutingkah laku apa yang

dikehandaki?

laku atau aktivitas-aktivitas itu disusun

Kedua, perlukah tingkah laku-tingkah


ke

dalam

urutan

keterampilan-

keterampilan yang kurang kompleks, dan Ketiga, bagaimana hendaknya urutan


keterampilan-keterampilan itu diatur?
3.

Media
Media-media yang dapat digunakan dalam pelaksanaan modeling simbolis

adalah mengemukakan

model-model simbolis tertulis melalui buku dalam

bentuk contoh-contoh model, latihan praktis, dan umpan balik. Dapat berupa
film, rekaman video, audio, atau pemuatan dalam rekaman slide. Pemilihannya
pun tergantung di mana, dengan siapa, dan bagaimana model simbolis itu akan
digunakan.
4.

Isi dan presentasi


Dalam penyajiannya, konselor hendaknya mengembangkan suatu skrip

untuk merefleksikan isi modeling yang disampaikan. Ada 5 bagian hendaknya


ada dalam skrip, yaitu :
a.

Instruksi-instruksi, hendaknya mengikuti setiap tingkah laku atau uraian


tingkah laku yang didemonstrasikan. Hal tersebut akan membantu
mengidentifikasi komponen-komponen model yang disajikan. Instruksi itu
dapat memfasilitasi perhatian terhadap model itu dan dapat juga

b.

menggambarkan tipe yang digambarkan model itu.


Modeling, mencakup deskripsi tentang tingkah laku atau kegiatan yang ditiru
dan kemungkinan dialog dari model yanng memuat tingkah laku atau kegiatan
yang tujuan itu. Hendaknya menyajikan pola-pola tingkah laku yang kompleks
dalam urutan keterampilan yang terencana.

c.

Latihan, dalam model simbolis hendaknya dimungkinkan adanya kesempatan


bagi konseli untuk berlatih tentang apa yang baru mereka baca, dengar atau

d.

lihat yang dikerjakan oleh model-model itu.


Balikan, setelah berlatih konseli diberi balikan dalam bentuk deskripsi tentang
tingkah laku atau aktivitas. Hendaknya diinstruksikan untuk
modeling itu dan mempraktekkanya lagi jika balikan

e.

mengulang

menunjukkan

adanya

masalah.
Ringkasan, dalam kesimpulan dari skenario atau seri-seri tertentu, skrip
hendaknya mencakup suatu ringkasan tentang apa yang telah ditiru dan
pentingnya bagi konseli menguasai tingkah laku ini.
5.

Testing lapangan dari model itu


Mencek skrip sebelum membuat model simbolis adalah hal yang baik. Ini

dapat dilakukan kepada beberapa orang atau teman dari sasaran atau kelompok
konseli. Bahasanya, urutannya, modelnya, waktu latihannya, dan balikan,
hendaknya diuji oleh pemakai sebelum model simbolis akhir ditetapkan.
Dalam studi kasus ini akan digunakan modeling simbolis berupa material
tertulis berbentuk biografi tokoh muda.

2. Prestasi Belajar
a.

Prestasi Belajar
Setiap manusia dalam melakukan suatu pekerjaan, pastilah ingin mencapai
suatu

keberhasilan.

Begitu

juga

dalam

dunia

pendidikan,

setiap

siswa

mengharapkan suatu keberhasilan dalam proses belajarnya. Dan itu semua


terealisasi dalam bentuk prestasi belajarnya di sekolah.

Menurut

seorang

ahli,

yaitu

Soetnah

Saewando

(1982:

41)

yang

menyatakan bahwa prestasi belajar di sekolah (School Achievement) adalah


keberhasilan siswa dalam mempelajari bahwa pelajarannya di sekolah yang
diberikan oleh guru. Hasil itu dinyatakan dari hasil tes mengenai mata pelajaran
yang bersangkutan.
Dewa Ketut (1986: 89) menjelaskan bahwa prestasi adalah penguasaan
materi pelajaran dalam pendidikan yang sedang ditekuninya oleh individu
berpengaruh terhadap arah pilihan pekerjaan di kemudian hari. Sedangkan
menurut Ambo Enre Abdullah (1987: 2) menjelaskan bahwa tinggi rendahnya
prestasi yang dicapai oleh siswa dapat menjadi indikator banyak tidaknya
pengetahuan dan kemampuan keterampilan yang dikuasainya dalam bidang
studi kegiatan kurikulum tertentu.
Selanjutnya

Samijo

dan

Mardiani

(1983:

19)

menerangkan

bahwa

penguasaan hasil belajar yang baik pada umumnya ditandai dengan adanya
retensi,

internalisasidan

transfer

pada

diri

individu.

Retensi

merupakan

kemampuan untuk menyimpan pengalaman belajar sehingga hasil belajar


permanen. Internalisasi adalah hasil dari belajar yang menyatu dengan diri dan
transfer adalah kemampuan mengalihkan apa yang dipelajari kedalam situasi
yang baru.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan oleh ahli, maka
dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah suatu hasil yang nyata dari
usaha, aktualisasi yang dilakukan oleh manusia setelah melakukan proses
belajar, dengan kata lain prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh
seseorang setelah melalui proses belajar.
b.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar

Menurut Usman (1993: 10), faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi


belajar seseorang adalah :
1)

Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang. Adapun
bentuk dari faktor internal ini adalah:

a)Faktor jasmaniah
Faktor kesehatan.
Kesehatan

seseorang

sangat

berpengaruh

terhadap

kondisi

belajarnya.

Seseorang akan terganggu proses belajarnya bilamana keadaan fisik lelah,


pusing, kurang bersemangat dan masih banyak lagi gangguan kesehatan
lainnya.
Cacat tubuh
Cacat tubuh adalah suatu faktor yang dapat juga menghambat proses belajar
seseorang. Apabila seseorang itu buta, tuli, setengah buta dan masih banyak lagi
bentuk cacat lainnya yang bisa mempengaruhi proses belajar seseorang.
b)

Faktor Psikologis

Intelegensi
Intelegensi adalah tingkat kecerdasan seseorang. Bagi siswa yang memiliki
intelegensi yang kurang maka akan sangat mempengaruhi hasil belajar siswa.

Perhatian

Jika menginginkan hasil belajar dengan baik, maka siswa harus mempunyai
perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya. Jika tidak diperhatikan, maka
timbullah kebosanan sehingga tidak lagi suka belajar.
Motivasi
Motivasi adalah salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap hasil
belajar siswa. Jika seseorang termotivasi untuk belajar, maka dia dapat
mencerna dengan mudah pelajaran yang diberikan.
2)

Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri seseorang. Adapun
bentuk dari faktor eksternal itu adalah :

a)

Faktor keluarga
Pendidikan keluarga adalah pendidikan yang utama dan pertama karena di
dalam keluargalah seseorang pertama-tama menerima pendidikan dan sebagai
bekal dalam mengadakan interaksi dengan masyarakat sekitarnya. Pendidikan
keluarga diantaranya bersumber dari kedua orang tua, saudara, suasana rumah,
keadaan ekonomi keluarga.

b)

Faktor sekolah
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam peningkatan pengetahuan subjek didik
pada lembaga pendidikan yaitu sekolah diantaranya : metode mengajar yang
diterapkan oleh pendidik, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa
dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, keadaan gedung, dan lain-lain.

c)

Faktor masyarakat
Faktor masyarakat juga berpengaruh terhadap belajar. Pengaruh itu terjadi
karena keberadaan di dalam masyarakat. Misalnya : teman bergaul, lingkungan
sekitar, dan lain-lain.

B.

Kerangka Pikir untuk Pengkajian Kasus


Ada berbagai macam permasalahan yang sering muncul dalam kehidupan
manusia termasuk dalam kehidupan remaja. Praktikan mendapatkan sebuah
permasalahan yang sedang dialami oleh siswa yang berdomisili di SMA Negeri 22
Makassar. Siswa tersebut mendapatkan nilai yang rendah ( motivasi belajar
rendah ). Berdasarkan hasil wawancara awal, siswa ini mengaku bahwa dia
memiliki prestasi belajar rendah karena kadang malas, tidak memiliki jadwal
belajar, waktunya lebih banyak di habiskan untuk kegiatan lain seperti jalanjalan, nonton dari pada belajar,kadang mengantuk saat belajar disekolah akibat
begadang.

BAB III
PROSEDUR DAN METODE PENYELIDIKAN

A. Rancangan dan Prosedur Studi Kasus


Dalam upaya untuk memahami kasus ini secara detail dari akibat terhadap
diri klien, maka praktikan akan menyusun prosedur dan tahapan dalam
melaksanakan studi kasus yakni : identifikasi kasus yang telah dibahas pada bab
sebelumnya, identifikasi masalah dengan melalui analisis dan sintetis, diagnosis
dan prognosa. Dengan tahapan inilah diharapkan dapat memberikan bantuan
yang sesuai dengan masalah yang dibutuhkan oleh klien dan bagaimana
alternatif pemecahan yang akan diberikan dari gejala yang ditampakkan
(treatment). Dan selanjutnya dilakukan evaluasi serta tindak lanjut. Untuk lebih
jelasnya dapat dijelaskan pada bab berikutnya.
A. Sumber dan Alat Pengumpulan Data
Dalam upaya untuk memahami kasus ini, maka di dalam melaporkan data
yang bersifat karya tulis ilmiah sangat memerlukan dan bahkan berdasarkan
pada informasi yang akurat sehingga dapat memperjelas masalah yang dihadapi
oleh klien. Untuk memperoeh data maka penulis menggunakan beberapa alat
pengumpulan data seperti: Angket,Angket Kebiasaan siswa, Tes Who Am I,

observasi di dalam kelas, observasi di luar kelas, wawancara, absensi siswa,


problem check list, dan Cek List kebiasaan belajar.
B.

Jaminan Konfidensial
Kegiatan ini dilaksanakan dalam usaha untuk meguasai pengetahuan, sikap,
dan keterampilan dalam memberikan layanan konseling secara inidividual serta
pembuatan laporan studi kasus. Kegiatan studi kasus ini sebenarnya relatif sama
dengan kegiatan konseling

sehingga dapat dikatakan bahwa dengan ini

merupakan awal bagi calon konselor untuk selanjutnya dapat memberikan


gambaran bagaimana pelaksanaan konseling yang sesungguhnya di lapangan.
Dengan tetap menjunjung tinggi kode etik Bimbingan Konseling, praktikan
membuat laporan studi kasus ini dengan tetap menjaga kerahasiaan masalah
klien

sesuai

dengan

kode

etik

seorang

konselor,

maka

penulis

tidak

menerangkan dengan jelas nama klien. Adapun wujud dari laporan ini sama
sekali tidak bermaksud membeberkan rahasia atau masalah klien/siswa.
Semua data atau informasi yang menyangkut pribadi klien akan dijamin
kerahasiaannya. Oleh karena itu, kasus ini hanya akan diberikan kepada yang
berwenang semata.
C. Metode Analisis Data
1.

Tes Who Am I
Tes Who Am I adalah suatu alat pengumpulan data yang berupa tes
kepribadian yang dapat mengukur penyikapan seseorang terhadap dirinya
sendiri.
Tes ini terdiri atas 15 pertanyaan. Tiap pertanyaan terdiri dari 3 pilihan
jawaban yaitu SS (Sangat Sesuai), AS (Agak sesuai) dan ST (Sama sekali Tidak
Sesuai) dan masing-masing pilihan jawaban mempunyai nilai sesuai dengan
pedoman yang ditentukan..

Total dari nilai tiap-tiap item pernyataan dapat digolongkan dalam kategori
sebagai berikut :
a.

37,5

45

diinterpretasikan

memiliki

kepribadian

optimis,

sangat

menyenangkan dan sangat percaya diri.


b.

30,5 - 37

diinterpretasikan berkepribadian optimis, menyenangkan dalam

bergaul dan percaya diri.


c.

23,5 -30

diinterpretasikan Cukup optimis, agak menyenangkan dan cukup

percaya pada diri sendiri


d.

16,5- 23 diinterpretasikan kurang optimis, kurang menyenangkan dan kurang


percaya diri

Hasil tes Who Am I dari konseli AJ adalah sebagai berikut :


N

Pilihan Jawaban

Nilai

AS

AS

AS

ST

SS

AS

AS

ST

AS

10

ST

11

AS

12

ST

13

AS

14

ST

15

AS

Jumlah

26

Berdasarkan hasil analisis tes tersebut di atas maka dapat disimpulkan


bahwa skor mentahnya yaitu 26 berada pada golongan 23,5 -30, maka
interpretasinya : Diinterpretasikan Cukup optimis, agak menyenangkan dan
cukup percaya pada diri sendiri.

2.

Observasi
Obervasi adalah alat pengumpul data yang digunakan dengan cara
melakukan kegiatan pengamatan langsung terhadap klien. Adapun kegiatan
observasi yang dilakukan adalah observasi di dalam kelas dan observasi di luar
kelas. Hasil dari observasi tersebut adalah sebagai berikut:

a.

Observasi di dalam kelas


Tujuan dari observasi ini adalah untuk mengetahui kebiasaan klien pada
saat sedang belajar di kelas dan hasilnya adalah :

Si Konseli pada saat sedang belajar sering ngobrol.


Terlihat pasif di kelas pada saat belajar
Konseli memilih tempat duduk yang menguntungkan.
Konseli kurang memperhatikan pelajaran
Konseli jarang bertanya.
Kurang inisiatif di dalam kelas

Sering kebingungan saat belajar


Konseli sering mempermainkan sesuatu pada saat belajar.
Konseli sukar menyatakan pendapat
Konseli Malu menyatakan pendapat
b.

Observasi di luar kelas


Tujuan dari observasi di luar kelas ini adalah untuk mengetahui kegiatan
dan kebiasaan siswa pada saat di sedang berada di luar kelas (bukan jam
pelajaran) dan hasilnya adalah :

Konseli orangnya ramah dan periang, suka bekerjasama, bermalas dan pasif
Konseli cukup jujur dan pemberani
Konseli kurang aktif dan kreatif
Konseli tergolong orang yang kurang sabar
Konseli termasuk orang yang cukup penolong, cukup toleran, dan punya banyak
teman

3. Wawancara
Observasi

adalah

alat

pengumpul

data

yang

dipergunakan

untuk

memperoleh informasi tentang data siswa sesuai dengan permasalahan.


Wawancara dilakukan secara face to face (tatap muka). Adapun pihak yang
diwawancarai adalah klien yang bersangkutan, dan teman-temannya. Adapun
hasil wawancara adalah sebagai berikut:
a. Wawancara dengan klien adalah sebagai berikut :

Klien tidak memiliki jadwal belajar yang tetap


Konseli sering begadang saat malam dan tidur biasa jam 1 atau jam 2 malam
Konseli kadang tinggal bersama ayahnya dan juga kdang bersama ibunya karena
orangtuanya broken home.
Klien kurang menyadari pentingnya belajar yang terbukti dari pengakuannya
bahwa pada saat belajar, dia kadang malas dan kadang mengantuk saat belajar.
b. Wawancara dengan teman klien
Berdasarkan hasil wawancara dengan teman konseli, diperoleh hasil bahwa
konseli termasuk siswa yang baik.

3.

Problem Check List


Problem check list adalah alat pengumpul data yang digunakan untuk
menemukan data masalah atau kesulitan-kesulitan yang sedang dihadapi klien.
Adapun hasilnya adalah sebagai berikut :
Menggunakan rumus analisa individual :
100%
Dimana : nm = jumlah item yang menjadi masalah
N = jumlah item dari topik masalah
Kemudian ditransformasikan kedalam predikat A, B, C, D, dan E sebagai
berikut:
0%

: A (sangat baik)

1 % - 20 %

: B (baik)

21% - 25 %

: C (cukup)

26 % - 50 %

: D (kurang)

51 % - 100% : E (kurang sekali)

Adapun hasil yang diperoleh dari item yang dicek pada setiap aspek
masalah dari problem check list sebagai berikut:
a.

Aspek Perkembangan dan Kesehatan Jasmani (Masalah I)

Terlalu berat badan

Mata lelah

Kurang memperoleh udara segar dan sinar matahari

Kurang tidur

Terlalu pendek

Secara fisik tidak begitu menarik

Gangguan pada hidung

b.

Aspek Keuangan Lingkungan Pekerjaan (Masalah II)

Perlu belajar menabung

Tidak terlalu menggunakan uang secara bijaksana

Harus meminta uang kepada orangtua

Harus hati-hati dalam mengeluarkan uang

Ingin membeli banyak barang dengan uang sendiri

c.

Aspek Kegiatan Sosial dan Rekreasi (Masalah III)

Lambat berkenalan dengan orang lain

Sulit melangsungkan percakapan

Kurang kesempatan membaca apa yang disenangi

Ingin lebih banyak waktu untuk pribadi

Ingin belajar menghibur

Ingin memperbaiki penampilan saya

Tidak memanfaatkan waktu luang dengan baik

d.

Aspek Hubungan Pacaran dan Perkawinan (Masalah IV)

Canggung dalam berkencan

Tidak lancar bergaul dengan lawan jenis

Malu membicarakan masalah seks

e.

Aspek Hubungan Sosial kejiwaan (Masalah V)

Ingin berkepribadian yang menyenangkan

Mengkwatirkan kesan orang lain kepada saya

Takut-takut

Terlalu mudah merasa malu

Merasa kesepian

f.

Aspek keadaan Pribadi dan Kejiwaan (Masalah VI)

Gugup

Khawatir

Malas

Sulit mengambil keputusan

Gagal dalam banyak hal yang saya coba kerjakan

Keras kepala

Terlalu banyak kesulitan pribadi

g.

Aspek Moral Sopan santun dan Agama (Masalah VII)

Tidak berbuat sesuai dengan nilai yang diidamkan

Orangtua menyebabkan saya ketempat ibadah

Ingin merasa dekat dengan allah

Ingin lebih memahami kitab suci

Takut bahwa tuhan akan menghukum saya

Tergoda untuk menyontek dikelas

Mempunyai suatu kebiasan buruk

h.

Aspek Keadaan rumah tangga dan Keluarga (Masalah VIII)

Khawatir tentang seorang anggota keluarga

Orangtua telalu banyak berkorban buat saya

Orangtua tidak memahami saya

Ibu

Ayah

Ingin lebih bebas dirumah

Tidak ingin meninggalkan rumah

i.

Aspek masa Depan Pendidikan dan Pekerjaan (Masalah IX)

Perlu mengetahui kemampuan kerja saya

Ingin berdiri sendiri

Menentukan pelajaran pilihan yang cocok untuk melanjutkan sekolah

Memperoleh latihan yang diperlukan untuk suatu pekerjaan

Perlu membuat rencana untuk masa depan

Menaruh perhatian di dunia militer

j.

Aspek Penyesuaian terhadap tugas sekolah (Masalah X)

Terlalu banyak absen disekolah

Sulit memberikan laporan secara lisan

Takut gagal dalam pelajaran sekolah

k.

Aspek kurikulum dan Prosedur Pengajaran (Masalah XI)

Ingin mengikuti pelajaran yang tidak ada disekolah.

Terlalu sedikit kebebasan dalam kelas

Kurang kesempatan diskusi dalam kelas

Kurang buku baik diperpustakaan

Peraturan sekolah terlalu keras

Guru kurang memperhatikan siswa

Guru tidak ramah dengan siswa

Kegiatan sekolah tidak teratur

Siswa kurang diberi tanggung jawab

Waktu istirahat sekolah terlalu singkat

Acara kegiatan osis kurang baik

Berdasarkan hasil analisis daftar problem check list yang dikerjakan oleh
klien, maka dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Daftar Hasil Check List
Aspek Masalah

Jumlah

Kriteria

Ite
m

Rumusan

Skor

dan

7/ 30 100%

23%

C (Cukup)

II.
Keuangan
Lingkungan Pekerjaan

5/ 30 100%

16.7
%

B (baik)

III.
Kegiatan Sosial dan
Rekreasi

7/ 30 100%

23 %

C (Cukup)

IV.
Hubungan Pacaran
dan Perkawinan

3/ 30 100%

10 %

B (Baik)

V.
Hubungan
kejiwaan

Sosial

6/ 30 100%

20%

B (Baik)

VI. keadaan Pribadi dan


Kejiwaan

7/ 30 100%

23 %

C (Cukup)

VII. Moral Sopan santun


dan Agama

7/ 30 100%

23 %

C (Cukup)

VIII.
Keadaan
rumah
tangga dan Keluarga

6/ 30 100%

20%

B (baik)

IX.
Masa
Depan
Pendidikan dan Pekerjaan

6/ 30 100%

20 %

B (baik)

X.
Penyesuaian
terhadap tugas sekolah

3/ 30 100%

10%

B (baik)

XI.
Kurikulum
dan
Prosedur Pengajaran

11

I.
Perkembangan
Kesehatan Jasmani

11/ 30 100%

36.7%

D (Kurang)

Dari hasil analisis, maka dapat disimpulkan bahwa konseli AJ memiliki


gangguan

yang cukup serius dalam aspek masalah kurikulum prosedur

pengajaran.

4.

Check List Kebiasaan Belajar


Adapun teknik menganalisa dari Check List ini adalah :

a. Menjumlahkan

nilai A yang dilingkari oleh responden. Dimana A bernilai 1,

sedangkan B bernilai 0. Rumus untuk memperoleh persentase kesulitan belajar


adalah sebagai berikut :
Jumlah skor siswa
Jadi

x 100 %
Jumlah item

b. Mengkonversikan persentase masalah dengan predikat nilai A, B, C, D, E.


Konversi itu :

0%

( Baik Sekali )

10 % - 20 %

B ( Baik )

30 % - 40 %

C ( Cukup Baik )

50 % - 70 %

D ( Kurang )

80 % - 100 %

( Kurang Sekali )

Adapun hasil analisis Check List kebiasaan belajar dari konseli AJ adalah
sebagai berikut :
No

Nilai

No

Nilai

21

22

23

24

25

26

27

28

29

10

30

11

31

12

32

13

33

14

34

15

35

16

36

17

37

18

38

19

39

20

40

Jumlah

13

Sesuai dengan lembar jawaban dari data checklist kebiasaan belajar,


konseli melingkari A pada item-item permasalahan yang diajukan sebanyak 13.

Jumlah skor siswa


Jadi

x 100 %
Jumlah item

13
=

x 100 %
40

32.5 %

Dengan demikian konseli dianggap sedikit bermasalah sehubungan


dengan kebiasaan belajarnya, dengan predikat berada pada nilai C yaitu Cukup

baik. Berdasarkan hasil analisis data, maka konseli KURANG Mengalami masalah
dalam kebiasaan konsentrasi dan kebiasaan umum serta sikap dalam bekerja.

BAB IV
HASIL PENYELIDIKAN KASUS
A. Gambaran dan Latar Belakang Kasus
Gambaran dan latar belakang kasus dapat diperoleh melalui sintesis.
Sintesis merupakan kegiatan menghubungkan dan merangkum data sehingga
tampak jelas hal-hal yang melatarbelakangi adanya suatu masalah yang
dihadapi oleh klien sebagaimana yang dipaparkan pada uraian sebelumnya
yakni pada tahap-tahap analisis.
Dari

hasil

yang

diperoleh

mengenai

klien

melalui

berbagai

teknik

pengumpulan data pada bagian analisis, maka praktikan akan menguraikan data
yang sifatnya mendukung dan menghambat masalah klien sebagai berikut:
1.

Konstruktif (Mendukung)

Klien bersifat terbuka dalam mengemukakan masalahnya

Klien menyadari kebiasaan dalam belajar yang kurang baik, utamanya dalam
mengatur waktu belajar yang tidak tepat.
2.

Destruktif (Menghambat)

Perhatian orang tua kurang


Kadang mengalami kesukaran dalam berkonsentrasi pada materi pelajaran
Tidak mempunyai waktu belajar yang cukup (tidak punya jadwal belajar)
Kadang kesulitan dalam memahami materi pelajaran
Lebih banyak waktu bersantai (jalan-jalan) dari pada belajar.

Persentase kehadirannya yaitu sering terlambat kesekolah karena sering


begadang semalaman

B.

Diagnosis dan Lokalisasi Masalah


Berdasarkan

hasil

sintesis

yang

diperoleh

dari

berbagai

macam

pengumpulan data maka berikut ini akan dikaji diagnosis atau hal yang
menyebabkan klien mengalami masalah belajar.
Adapun uraian diagnosis berdasarkan data yang telah dikumpul oleh praktikum
adalah sebagai berikut:
1.

Konseli kurang memahami cara belajar yang efektif.

2.

Konseli kurang memahami pengelolaan waktu yang baik

3.

Konseli kurang memahami bagaimana mengatasi kelemahan diri.

4.

Konseli kurang mendapatkan perhatian dari orang tua.

5.

Konseli tidak memiliki jadwal belajar di rumah sehingga dia tidak bisa
mempunyai waktu belajar yang teratur.

6.

Akibat tidak adanya jadwal belajar di rumah, sehingga membuat dia kadang
malas belajar dan waktunya kadang lebih banyak digunakan untuk kegiatan lain
seperti jalan-jalan, begadang daan nonton bola.

C. Prognosis
Berdasarkan hasil diagnosis terhadap masalah-masalah yang menyebabkan
rendahnya tingkat belajar klien ini akan diuraikan kemungkinan-kemungkinan
pemberian bantuan. Pemberian bantuan berdasarkan latar belakang penyebab
masalah itu muncul. Kemungkinan-kemungkinan pemberian bantuannya adalah
sebagai berikut:
1. Memberikan bimbingan belajar dan pribadi berupa :
Pemberian informasi cara belajar efektif
Informasi tentang Pengelolaan Waktu Belajar
Informasi tentang Memahami dan Mengatasi Kelemahan Diri.
2. Melaksanakan Teknik konseling

yaitu Modelling Simbollis yang akan

dilakukan dengan membantu konseli dalam upaya memodifikasi pikiran,


sikap, dan keyakinan yang dimiliki dengan berdasarkan dengan apa yang
ia lihat atau ia dengar . melalui simbol atau gambar dari benda aslinya
dan dipertunjukkan pada klien seperti melalui biografi tokoh muda sukses.

Dalam hal ini, praktikum akan berusaha membantu agar konseli (AJ) dapat
meningkatkan prestasi belajar.

BAB V
PELAKSANAAN LAYANAN BANTUAN

A. Jenis Bantuan yang Diberikan


Usaha pemberian bantuan tidak begitu saja dapat dilaksanakan, akan tetapi
diperlukan perencanaan yang lebih cermat karena tidak menutup kemungkinan
bahwa tidak semua bantuan akan terlaksana dengan baik karena adanya
kendala/ hambatan yang bisa saja terjadi.
Adapun

usaha

pemberian

bantuan

yang

telah

direncanakan

untuk

memecahkan masalah klien adalah :


1.

Bantuan melalui bimbingan

Pemberian informasi cara belajar efektif


Informasi tentang Pengelolaan Waktu belajar
Informasi tentang memahami dan mengatasi Kelemahan Diri
2.

Bantuan melalui konseling


Dalam rencana pemberian bantuan melalui konseling ini, praktikan akan
mencoba memberikan bantuan yaitu dengan Pemberian teknik modeling
simbollis, yaitu teknik yang digunakan dapat mengajarkan konseli tingkah laku
yang sesuai, mempengaruhi sikap dan nilai-nilai,dan mengajarkan keterampilanketerampilan melalui simbol atau gambar dari benda aslinya dan dipertunjukkan
pada klien seperti melalui biografi tokoh muda sukses. Dengan modeling
simbolis, dapat memodifikasi pikiran, sikap, dan keyakinan yang dimiliki konseli
dengan berdasarkan dengan apa yang ia lihat atau ia dengar .

B. Pelaksanaan Layanan Bantuan


Setelah rencana bantuan ditetapkan maka selanjutnya diberikan bantuan
sebagai berikut :
1.

Melalui Bimbingan Pribadi

Pemberian informasi cara belajar efektif


Informasi tentang Pengelolaan Waktu belajar
Informasi tentang memahami dan mengatasi Kelemahan Diri
2.

Pemberian Konseling
Melakukan konseling dengan teknik Modelling Simbollis dengan langkahlangkah sebagai berikut :

1.

Rasional tentang penggunaan strategi ini, yaitu dengan menggunakan media


tertentu yakni biografi tokoh muda sebagai model, lalu konseli melihat dirinya
sendiri agar dapat meniru tokoh muda tersebut dalam meningkatkan prestasi

2.

belajarnya di sekolah .
Pemberian informasi kepada siswa tentang alasan pemberian modeling
simbolis yang memungkinkan siswa dapat mengikuti berbagai kegiatan dengan

3.

penuh motivasi.
Pemberian modeling simbolis dengan menggunakan model yang dinilai efektif

4.

dalam menampilkan tingkah laku yang diinginkan.


Pemberian latihan berdasarkan dari hasil kegiatan pemberian modeling
sehingga siswa dapat lebih meningkatkan kemampuannya menghadapi atau

5.
6.

mengatasi masalah.
Menerima balikan dari hasil kegiatan yang bersumber dari siswa.
Ringkasan kegiatan hasil modeling simbolis yang memungkinkan dapat
mengukur sejauhmana keberhasilan pemberian modeling simbolis.

C. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan yang telah
dicapai dalam pelaksanaan studi kasus ini. Dalam evaluasi ini dapat dilihat dari
segi keberhasilan dan tidak keberhasilannya.
1.
a.

Keberhasilan
Konseli mau bekerja sama dan terbuka dalam mengemukakan permasalahan
yang dihadapinya.

b.

Konseli menyadari kesalahan dan kelemahannya, dan ia ingin memperbaikinya

c.

Konseli nampaknya sudah mampu berpikir positif dalam setiap tindakan yang
dilakukannya.

2.

Kegagalan
Mengingat keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki oleh praktikan
sehingga masih terdapat beberapa kekurangan kegiatan, yaitu praktikan belum
memberikan layanan konseling secara mendalam, akan tetapi praktikan sudah
memberikan usaha yang sangat maksimal demi kelancaran dari kegiatan studi
kasus ini.
D. Penilaian Hasil Layanan
Berdasarkan beberapa tahap yang dilakukan maka selanjutnya diadakan
follow up atau penilaian untuk mengetahui sejauh mana perubahan-perubahan
yang terjadi. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan baik secara
langsung maupun tidak langsung.

1.

Secara langsung, dilakukan oleh penulis dengan melakukan pengamatan


langsung kehidupan sehari-harinya di sekolah.

2.

Secara tidak langsung, yaitu penulis memperoleh informasi dari orang-orang


yang ada di sekitar konseli (teman, dan guru pembimbing)
Berdasarkan follow up dan penilaian yang diberikan, penulis telah melihat
perubahan-perubahan yang terjadi yang terangkum dalam 2 aspek berikut:
a.

Aspek Keberhasilan :
1. Klien dengan senang hati mendengarkan bimbingan dan arahan dari
praktikan (kakak pembimbingnya).
2. Klien yang pada mulanya kadang datang terlambat ke sekolah sudah
berubah. Terbukti dengan setiap harinya, klien datang tepat waktu ke
sekolah.
3. Klien sudah menyadari bahwa selama ini, dia kadang cuek (acuh tak acuh)
dan malas terhadap pelajarannya ternyata membawa dampak negatif
bagi dirinya dan klien ingin segera merubah kebiasaan buruknya itu.
4. Klien sudah menyadari bahwa segala kekurangannya akan dia jadikan
sebagai sebuah motivasi untuk lebih mengembangkan potensi yang
dimilikinya

b. Aspek Ketidakberhasilan :
Pemberian bantuan yang diberikan belum mencapai taraf optimal karena
dibatasi waktu yang sangat terbatas sehingga kurang
optimal.

mencapai hasil yang

BAB VI
PENUTUP
A. Hasil yang telah dicapai
Beberapa tahap dalam pelaksanaan studi kasus ini telah dilaksanakan,
maka selanjutnya diadakan tindak lanjut (follow up) atau kegiatan penilaian
untuk mengetahui sejauh mana perubahan-perubahan yang telah terjadi.
Tahapan ini akan dialaksanakan dengan melakukan pengamatan baik secara
langsung maupun secara tidak langsung. Adapun hasil yang telah dicapai adalah
sebagai berikut:
1.

Klien terlihat tidak ragu lagi untuk berbicara dengan praktikan. Dia selalu
bersedia untuk terbuka dengan masalahnya baik itu menyangkut masalah yang
menyangkut orang tua, teman-temannya, pelajarannya.

2.

Klien tidak pernah lagi datang terlambat ke sekolah

3.

Klien sudah mulai menyadari sikap malas, cuek atau acuhnya dalam belajar
ternyata membawa dampak negatif, jadi klien berjanji untuk mengubah
(memperbaiki) kebiasaan belajarnya selama ini.

B.

Faktor pendukung dan penghambat


Dari

hasil

yang

diperoleh

mengenai

klien

melalui

berbagai

teknik

pengumpulan data pada bagian analisis, maka praktikan akan menguraikan data
yang sifatnya mendukung dan menghambat masalah klien sebagai berikut:
1. Konstruktif (Mendukung)
a)

Pada dasarnya konseli mempunyai kemampuan bergaul yang normal

b)

Konseli mempunyai niat untuk memperbaiki dirinya,

c)

Konseli cukup aktif bergaul dengan teman-teman di luar kelasnya

d)

Klien memiliki kesehatan yang baik


2. Destruktif (Menghambat)

a)

Kurangnya waktu untuk berkomunikasi dengan konseli.

b)

kurang mendapatkan perhatian dari orang tua.

c)

Klien tidak mempunyai jadwal belajar,

d)

Klien lebih banyak menggunakan waktu untuk jalan-jalan daripada belajar.

C. Rekomendasi tindak lanjut


Berdasarkan beberapa uraian sebelumnya, maka perlu direkomendasikan
atau ditindak lanjut dan mengajukan saran-saran sebagai berikut :

1.

penulis mengharapkan kepada guru pembimbing untuk mengamati lebih lanjut


tentang perkembangan konseli serta selalu mengikuti perkembangan kemajuan
kondisi pribadi dan kejiwaan konseli

2.

Dalam proses belajar mengajar, wali kelas hendaknya memperhatikan dan


memotivasi konseli untuk lebih memperhatikan pelajaran.

3.

Pihak keluarga khususnya otang tua diharapkan agar informasi tentang konseli
di rumah dapat dikontrol dan mengusahakan terjalinnya komunikasi dengan
anak pada saat tertentu serta membimbing dan mengarahkan agar anak merasa
diperhatikan dan tidak mudah terpengaruh oleh hal yang tidak bertanggung
jawab.

4.

Kepada konseli diharapkan dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya


dan tanpa sungkan untuk berkonsultasi kepada guru pembimbing atau gurugurunya di sekolah. Kerjasama antara guru pembimbing, guru wali kelas serta
guru guru bidang studi dapat menjadi senjata yang ampuh untuk membantu
konseli menyelesaikan masalahnya, sehingga konseli dapat meningkatkan
kepercayaan diri dan masalah pribadi yang menyenangkan.
BROKEN HOME

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dalam kehidupannya, setiap manusia selalu dihadapkan pada berbagai
masalah. Salah satu diantaranya adalah masalah Broken Home. Broken Home
adalah suatu keadaan dimana seseorang merasa tidak nyaman dengan kondisi
didalam keluarganya sendiri yang disebabkan oleh faktor tertentu.

Broken Home dapat menimbulkan efek yang buruk bagi anak apabila tidak
segera di atasi. Broken Home dapat di sebabkan banyak faktor antara lain akibat
dari orang tua yang bercerai, tidak adanya komunikasi dan keterbukaan dalam
keluarga, kurangnya perhatian dari orang tua kepada anak, sehingga hal ini
dapat memicu timbulnya suasana ketidak harmonisan dan kenyamanan bagi
anak.
Dalam keadaan yang demikian anak sering merasa tidak nyaman di dalam
keluarga anak sering kabur dari rumah, sering bertengkar dengan orang tua, dan
tidak jarang dari mereka melampiaskan kekesalannya itu ke hal-hal negatif
seperti terlibat pergaulan bebas serta pemakaian narkoba.

B. Rumusan Masalah
1. Sebutkan masalah yang berkaitan dengan masalah pribadi?
2. Bagaimana cara guru BK membantu peserta didik dalam menyelesaikan
masalahnya?
3. Apakah yang dimaksud dengan layanan home visit ?

C. Tujuan Penulisan
1. Memahami masalah maslah yang berkaitan dengan bidang pribadi.
2. Mampu menyelesaikan masalah- masalah pribadi dengan layanan home visit.
3. Mengerti tentang langkah- langkah yang dilakukan dalam memberikan
layanan home visit

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Home Visit
Guru pembimbing perlu melakukan kunjungan rumah. Ini bisa berdampak
langsung yang bersifat ganda, yaitu dampak terhadap orang tua dan keluarga,
dan dampak terhadap siswa.

Orang tua dan keluarga anak yang dikunjungi memiliki makna pemahaman
orang tua bahwa sekolah begitu memperhatikan masalah pendidikan anaknya.
Bagi anak, ia akan merasa gurunya sangat memperhatikan keberlangsungan
sekolahnya.
Saat kunjungan, guru pembimbing hendaknya mengemukakan tujuan kunjungan
rumah, dan menanyakan keterangan penting mengenai diri siswa guna
pemecahan masalah siswa itu sendiri.
Dalam kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah, home visit
(kunjungan rumah) merupakan salah satu alternatif dalam memecahkan
masalah siswa. Home visit mempunyai dua tujuan, pertama untuk memperoleh
berbagai keterangan atau data yang diperlukan dalam memahami lingkungan
dan siswa. Kedua, untuk mengubah dan memecahkan permasalahan siswa yang
mengalami kesulitan belajar. Home visit merupakan salah satu layanan
pendukung dari kegiatan bimbingan dan konseling yang dilakukan guru
pembimbing atau wali kelas dengan mengunjungi orang tua/tempat tinggal
siswa.
Kegiatan dalam kunjungan rumah dapat berbentuk pengamatan dan wawancara,
terutama tentang kondisi rumah tangga, fasilitas belajar, dan hubungan
antaranggota keluarga dalam kaitannya dengan permasalahan siswa. Masalah
siswa yang dibahas dapat berupa bidang bimbingan pribadi, sosial, belajar, dan
bidang bimbingan karier.
Pelaksanaan kunjungan rumah memerlukan perencanaan dan persiapan yang
matang dari guru pembimbing dan memerlukan kerja sama yang baik dari orang
tua serta atas persetujuan kepala sekolah. Fungsi utama bimbingan yang
ditopang oleh kegiatan kunjungan rumah ialah fungsi pemahaman.
Home visit perlu dilakukan dalam rangka membantu menangani masalah siswa
walaupun tidak berlaku untuk seluruh siswa. Maksudnya, hanya siswa tertentu
yang menurut perkiraan guru pembimbing perlu dilakukan kunjungan rumah,
mengingat pemecahan masalah hanya dapat diselesaikan bila ada kontak
dengan orang tua atau diperkirakan masalahnya bersumber dari lingkungan
keluarga.
B.

Langkah-Langkah Memberikan Bantuan Dalam Memecahkan Masalah Menurut


I. Djumhur dan Mohamad Surya.

1.

Langkah Identifikasi Kasus


Langkah ini dimaksudkan untuk mengenal kasus beserta gejala-gejala yang

nampak. Dalam kasus ini pembimbing mencatat kasus-kasus yang perlu


mendapat bimbingan dan memilih kasus mana yang akan mendapat bantuan
terlebih dahulu.
2.

Langkah Diagnosa
Langkah untuk menetapkan masalah yang dihadapi kasus beserta latar

belakangnya. Dalam langkah ini kegiatan yang dilakukan adalah mengumpulkan


data dengan mengadakan studi kasus dengan menggunakan berbagai teknik
pengumpul data. Setelah data terkumpul kemudian ditetapkan masalah yang
diihadapi beserta latar belakangnya. Dari data studi kasus yang terkumpul
kemudian dibuat kesimpulan sementara dan kesimpulan ini kemudian
dibicarakan lagi dalam pertemuan kasus untuk menetapkan masalah dan latar
belakangnya.
3.

Langkah Prognosa
Langkah prognosa yaitu langkah untuk menetapkan jenis bantuan apa,
terapi apa yang akan dilaksanakan untuk membimbing kasus. Langkah ini
ditetapkan berdasarkan kesimpulan dalam langkah diagnosa, yaitu setelah
ditetapkan masalah beserta latar belakangnya. Untuk menetapkan langkah
prognosa ini sebaiknya ditetapkan bersama setelah mempertimbangkan
berbagai kemungkinan dan berbagai faktor.

4.

Langkah Terapi
Langkah pelaksanaan bantuan atau bimbingan. Langkah ini merupakan
pelaksanaan apa-apa yang ditetapkan dalam langkah prognosa. Pelaksanaan ini
tentu memakan banyak waktu dan proses yang kontinue dan sistematis serta
memerlukan adanya pengamatan yang cermat.

5.

Langkah Evaluasi dan Follow Up


Langkah ini dimaksudkan untuk menilai atau mengetahui sejauh manakah
langkah terapi yang telah dilakukan sejauh mana hasilnya. Dalam langkah ini
dilihat perkembangan selanjutnya dalam jangka waktu yang lebih jauh.

C.

Identifikasi Kasus
Langkah ini dimaksudkan untuk mengenal kasus beserta gejala-gejala yang

nampak. Dalam kasus ini pembimbing mencatat kasus-kasus yang perlu


mendapat bimbingan dan memilih kasus mana yang akan mendapat bantuan
terlebih dahulu.
I.
a.

Pengumpulan Data
Data Pribadi

1.

Nama

: Dwi Irawan

2.

Tempat lahir

: Yogyakarta

3.

Tanggal lahir

: 20 Agustus 1994

4.

Umur

: 19 tahun

5.

Jenis kelamin

: Laki-laki

6.

Agama

: Islam

7.

Kelas

: 3 IPS

8.

Alamat

: Brajan Rt.05, Rw.03, Sonosewu, Kasihan, Bantul

9.

Sekolah

: SMA

10. Jumlah saudara


b.
1.

Data Keluarga
Ayah

: Anak tunggal
:
:

Nama ayah

: Sunaryo

Umur

: 50 tahun

Pekerjaan

: Wiraswasta

Alamat

: Brajan Rt.05, Rw.03, Sonosewu, Kasihan, Bantul

2.

Ibu

Nama ibu

: Suranti

Umur

: 45 tahun

Pekerjaan

: wiraswasta

Alamat

: Brajan Rt.05, Rw.03, Sonosewu, Kasihan, Bantul

II. Diskripsi Masalah


Siswa yang bernama dwi irawan mengalami suatu masalah di rumahnya. Ia
tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya, bapaknya sibuk bekerja dan
ibunya pun demikian. Semua kebutuhan siswa ini selalu dipenuhi orang tuanya.
Tetapi anak ini tidak memiliki kedekatan dengn orang tuanya sehinggga anak ini
kurang memiliki karakter yang baik. Siswa ini menjadi anak yang pendiam,
kurang bergaul dengan teman temanya, sulit melakukan penyesuian diri, dan
memiliki tinggkat emosi yang sangat tinggi. Dengan kondisi tersebut
tingkahlakunya tidak terkontrol, dia mudah sekali tersinggung dan marah
marah sendiri. Dia benar benar tidak dapat mengontrol emosinya.

III.
a.

Hasil Wawancara dan Observasi


Dengan Guru
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari guru kelas didapatkan berbagai
keterangan Dwi Irawan, dia merupakan siswa pendiam, kurang bergaul dengan
teman-temannya, sulit melakukan penyesuaian diri, sering tidak membawa
perlengkapan dan alat tulis, prestasinya rendah dan memiliki tingkat emosi yang
cukup tinggi.

b.

Dengan Wali Kelas


Berdasarkan wawancara dari wali kelas didapat informasi bahwa Dwi Irawan
mengalami penurunan prestasi belajar yang cukup drastis. Dibandingkan dari
data prestasinya sewaktu dikelas satu maupun kelas dua. Selain itu ia juga
sering tidak masuk kelas tanpa izin.

c.

Dengan Orang Tua Siswa

Berdasarkan hasil wawancara dengan orang tuanya didapat keterangan


bahwa mereka senantiasa mencukupi semua keinginan dan kebutuhan anaknya.
Anak diberikan kebebasan untuk bergaul dengan siapa saja, memilih jalan
hidupnya sendiri, serta orang tuanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
Sehingga komunikasi antara orang tua dengan anak tidak terjaga dengan baik.

d.

Dengan teman dekatnya


Berdasarkan hasil wawancara dengan teman dekat siswa tersebut
didapatkan informasi bahwa Dwi Irawan kurang senang berada dirumah, dia
mengaku bahwa suasana dirumahnya sangat membosankan. Orang tua yang
hanya mementingkan urusannya masing-masing. Siswa tersebut juga
mengatakan ia lebih suka pergi dari rumah, pergi ke diskotik, suka mabukmabukkan.

e.

Melalui Angket dan Sosiometri


Berdasarkan hasil dari data angket dan sosiometri dapat ditarik kesimpulan
bahwa siswa tersebut tidak banyak di sukai oleh teman-temannya. Dan ia hanya
memilih beberapa teman yang ia sukai.

f.

Wawancara dengan Klien


Berdasarkan hasil wawancara dengan klien didapat data bahwa klien
mengaku kalau ia tidak suka dirumah, ia lebih suka bermain diluar rumah
dengan teman-temannya untuk mencari kesenangan, menghambur-hamburkan
uang untuk hal yang kurang bermanfaat. Ia juga mengaku bahwa kedua orang
tuanya sering bertengkar hanya gara-gara hal kecil, mereka juga sibuk dengan
pekerjaanya masing-masing. Sehingga, tidak ada waktu untuk berkumpul
bersama, mereka tidak pernah mau tahu kebutuhan akan kasih sayang
sebagaimana orang tua yang lain.
Yang mereka tahu hanyalah memberikan uang yang mereka pikir itu cukup
melaksanakan kewajiban sebagai orang tua terhadap anaknya. Orang tua juga
tidak pernah memberikan ajaran agama juga norma-norma dalam masyarakat.

g.

Observasi pada kilen terhadap perilakunya

Berdasarkan hasil observasi dapat di ketahui bahwa perilaku yang di


lakukan oleh klien tidak sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku. Klien juga
terlihat kurang bersemangat dalam mengikuti pelajaran di Sekolah, sering tidak
membawa perlengkapan sekolah, sering melamun atau menyendiri, tidak suka
bergaul teman sebayanya, dan kurang bersosialisasi.
B.

Diagnosa
Langkah untuk menetapkan masalah yang dihadapi kasus beserta latar
belakangnya. Dalam langkah ini kegiatan yang dilakukan adalah mengumpulkan
data dengan mengadakan studi kasus dengan menggunakan berbagai teknik
pengumpul data. Setelah data terkumpul kemudian ditetapkan masalah yang
diihadapi beserta latar belakangnya. Dari data studi kasus yang terkumpul
kemudian dibuat kesimpulan sementara dan kesimpulan ini kemudian
dibicarakan lagi dalam pertemuan kasus untuk menetapkan masalah dan latar
belakangnya. Dari data studi kasus yang terkumpul kemudian dibuat kesimpulan
sementara dan kesimpulan ini kemudian dibicarakan lagi dalam pertemuan
kasus untuk menetapkan masalah dan latar belakangnya.
Berdasarkan data pengumpulan dari permasalahan yang di hadapi klien
maka dapat di diagnosa yaitu anak tersebut mempunyai masalah dalam
keluarganya (broken home).

C.

Langkah Prognosa
Langkah prognosa yaitu langkah untuk menetapkan jenis bantuan apa,
terapi apa yang akan dilaksanakan untuk membimbing kasus. Langkah ini
ditetapkan berdasarkan kesimpulan dalam langkah diagnosa, yaitu setelah
ditetapkan masalah beserta latar belakangnya. Untuk menetapkan langkah
prognosa ini sebaiknya ditetapkan bersama setelah mempertimbangkan
berbagai kemungkinan dan berbagai faktor.
Pendekatan Rational Emotive Terapy menurut Albert Ellis, manusia pada
dasarnya yang memilki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional.
Ketika berpikir dan bertingkah laku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan
kompeten. Reaksi emosional meliputi evaluasi, interpretasi, filosofi yang disadari
maupun tidak disadari. Menurut Ellis (1993 ), sebagian besar manusia memiliki
kecenderungan yang besar untuk membuat dan mempertahankan gangguan

emosinalnya. Manusia menyakiti diri sendiri secara kognitif, emosional, tingkah


laku individu sering menyakiti ridi sendiri dan orang lain.
Proses berpikir seorang individu menurut Ellis dibagi menjadi 3 macam yaitu
a.

Pikiran dingin adalah pikiran yang bersifat deskriptif dan mengandung sedikit
emosi.

b.

Pikiran hangat adalah yang mengarah pada preverensi/ keyakinan rasional,


pikiran ini mengandung unsur evaluasi yang mempengaruhi pembentukan
perasaan.

c.

Pikiran panas adalah pikiran yang mengandung unsur evaluasi yang tinggi dan
penuh dengan perasaan.
Berdasarkan dari diagnosa dapat di ambil langkah prognosa, kemudian di
kemukakan pula kemungkinan-kemungkinan langkah selanjutnya di tempuh
untuk memberikan bantuan yaitu :

1. Memberikan arahan pada siswa tersebut untuk senantiasa berusaha untuk


bersosialisasi dan terbuka dengan teman di sekolahnya.
2. Memberikan arahan untuk lebih meningkatkan komunikasi dengan orang
tuanya.
3. Memberikan arahan kepada klien untuk lebih meningkatkan ketakwaannya serta
keimanannya.
4. Menyuruh orang tua untuk datang ke sekolah.

D.

Langkah Terapi
Langkah pelaksanaan bantuan atau bimbingan. Langkah ini merupakan
pelaksanaan apa-apa yang ditetapkan dalam langkah prognosa. Pelaksanaan ini
tentu memakan banyak waktu dan proses yang kontinue dan sistematis serta
memerlukan adanya pengamatan yang cermat.
Berdasarkan prognosa yang telah di tentukan kemudian klien memilih
semua alternative pilihan untuk di laksanakan.

1.

Memberikan arahan pada siswa tersebut untuk senantiasa berusaha untuk


bersosialisasi dan terbuka dengan teman

di sekolahnya. Hal ini ia lakukan

dengan cara mengikuti kegiatan- kegiatan yang ada di sekolah seperti mengikuti
ekstra kurikuler( pramuka, organisasi osis) dan belajar kelompok.
2.

Memberikan arahan untuk lebih meningkatkan komunikasi dengan orang


tuanya. Alternatif ini ia aplikasikan dengan cara makan malam bersama dengan
orang tua, menonton televisi bersama, liburan bersama, dan berbincang-bincang
serta bercanda bersama ketika ada waktu luang.

3.

Memberikan arahan kepada klien untuk lebih meningkatkan ketakwaan serta


keimanannya. Hal ini diaplikasikan kedalam beberapa kegiatan keagamaan, yaitu
ia mengikuti kegiatan keagamaan di sekolah, pengajian dan TPA di masyarakat,
berusaha melaksanakan sholat lima waktu secara tertib dan sering membaca Al
Quran setelah sholat magrib.

4.

Memanggil orang tua klien ke sekolah guna konselor memberikan pengertian


pada orang tua agar lebih memberikan waktu luang pada anaknya, memberikan
kasih sayang yang tulus pada anak, mengajarkan norma-norma dan ajaran
agama.

E.

Langkah Evaluasi dan Follow Up


Langkah ini dimaksudkan untuk menilai atau mengetahui sejauh manakah
langkah terapi yang telah dilakukan dan sejauh mana hasilnya. Dalam langkah
ini dilihat perkembangan selanjutnya dalam jangka waktu yang lebih jauh.
Berdasarkan treatmen yang telah dilakukan oleh klien maka konselor
mengadakan evaluasi. Hal ini dilakukan guna untuk mengetahui tingkat
keberhasilan pemecahan masalah siswa.
Berdasarkan evaluasi terhadap observasi yang dilakukan konselor terhadap
tingkah laku klien, didapat hasil bahwa sudah nampak ada perubahan didalam
diri klien. Namun hal ini belum mencapai hasil yang maksimal, hal ini dibuktikan
klien belum bisa melakukan proses sosialiasi dengan baik, terkadang masih
membolos, dan dalam bergaul ia masih memilih-milih teman.

Berdasarkan hasil keterangan klien didapat juga informasi bahwa orang


tuanya di dalam memberikan bimbingan dan kasih sayang terhadap klien masih
kurang. Hal ini dibuktikan dengan pengakuan dari klien bahwa, orang tuanya
masih sibuk dengan pekerjaan masing-masing dan biasanya mereka melupakan
waktu luang untuk berkumpul bersama.
Berhubungan dengan hal tersebut kemudian konselor berusaha menindak
lanjuti kasus siswa tersebut agar bisa tuntas. Hal ini di lakukan dengan cara
konselor mengadakan Home Visit hal ini di lakukan dengan cara konselor
datang langsung ke rumah klien untuk bertemu dengan kedua orang tua klien.
Dalam hal ini konselor memberikan arahan, pengertian pada ke dua orang tua
tersebut untuk lebih dapat memberikan kasih sayang, pendidikan agama juga
norma-norma, sehingga diharapkan klien dapat nyaman di rumah, klien dapat
meningkatkan segenap potensi yang di milikinya di sekolah. Dengan hal ini di
harapkan klien akan dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang sehat
juga mampu optimal dalam hidupnya, dan yang terpenting adalah terciptanya
keharmonisan suasana dalam keluarga.
Berdasarkan kegiatan yang dilakukan oleh konselor tersebut, konselor
mengadakan evaluasi kembali bahwa klien telah mengalami perubahan yang
cukup drastis hal ini di tunjukan dari perubahan perilaku klien menjadi lebih baik
dan peningkatan prestasi klien di sekolah menjadi lebih baik, klien tidak lagi
membolos juga senantiasa memanfaatkan waktu sebaik-baiknya.
Berdasarkan keterangan dari klien di dapatkan informasi bahwa klien sudah
nyaman di rumah, klien juga mengaku setelah konselor mengadakan Home
visit orang tuanya lebih perhatian padanya, lebih dapat terbuka satu sama lain
dalam anggota keluarganya.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1.

Home visit adalah Kegiatan dalam kunjungan rumah dapat berbentuk


pengamatan dan wawancara, terutama tentang kondisi rumah tangga, fasilitas
belajar, dan hubungan antaranggota keluarga dalam kaitannya dengan
permasalahan siswa.

2.

Ada beberapa Langkah-Langkah Memberikan Bantuan Dalam Memecahkan


Masalah peserta didik.

3.

Pengumpulan data mengunakan wawancara dan observasi.

B.

Saran

1.

Sebaiknya pembimbing senantiasa memberikan perhatian dan kasih sayang


pada seluruh peserta didiknya.

2.

Guru pembimbing senantiasa selalu memberikan layanan informasi kepada


peserta didik, sehingga mereka dapat mencegah timbulnya permasalahan.

3.

Sebaiknya guru pembimbing memberikan layanan bimbingan secara tepat


dengan menggunakan teknik-teknik yang sesuai pada peserta didik. Sehingga
peserta didik mampu mengembangkan kemampuannya secara optimal dan
hidup sehat.

Anda mungkin juga menyukai