Persepsi dan penerapan penyajian secara wajar dalam pembuatan dan penyajian laporan
keuangan yang telah mengikuti prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku secara umum, kadangkadang memberikan beberapa konsekuensi yang kurang menguntungkan:
1. Ketidakmampuan untuk mengandalkan pada konsep keadilan yang sebaliknya justru
didedikasikan pada kewajaran dalam distribusi.
2. Ketidakmampuan untuk memperluas ruang lingkup dari pengungkapan-pengungkapan
dalam laporan keuangan di luar informasi akuntansi keuangan konvensional ke arah
kewajaran dalam pengungkapan.
3. Fleksibilitas yang diberikan untuk melakukan manajemen penghasilan dan perataan laba.
4. Terciptanya iklim untuk praktik-praktik penyelewengan.
8.2.2. Doktrin benar dan wajar
Menurut pemahaman umum, pandangan ini berati penyajian akun-akun, yang berdasarkan prinsiprinsip akuntansi yang berlaku umum dengan menggunakan angka-angka yang akurat. Benar
memiliki artian bahwa informasi akuntasi yang dimuat dalam laporan keuangan telah
dikuantifisir dan dikomunikasikan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan peristiwa, aktivitas
dan transaksi ekonomi yang dimaksudkan untuk disajikan olehnya. Wajar berarti bahwa
informasi akuntansi tersebut telah di ukur dan diungkapkan dengan cara yang objektif dan tanpa
prasangka apa pun terhadap kepentingan dari berbagai bagian dalam perusahaan.
Kedua difinisi diatas pada dasarnya menghubungkan benar dan wajar dengan akurat dan bebas
dari bias. Akan tetapi usaha yang patut dihargai ini mengurangi artian dari definisi profrsional
dan legal mengenai benar dan wajar sebagai salah satu istilah teknis yang memiliki arti
kepatuhan terhadap prinsip-prinsip akuntansi yang benar. Forth Directive mengharuskan seluruh
laporan keuangan dari perusahaan perseroan terbatas yang menjadi subjek dari hukum
perusahaan Masyarakat Ekonomi Eropa, menyajikan pandangan benar dan wajar sebagai
berikut:
1. Laporan tahunan akan terdiri atas neraca, laporan laba rugi dan catatan atas laporan
keuangan.
2. Mereka akan disusun dengan jelas dan disusun sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang
ada dalam directive.
3. Laporan tahunan akan memberikan pandangan yang benar dan wajar atas aktiva,
kewajiban, posisi keuangan dan laba rugi perusahaan.
4. Apabila penerapan ketentuan dari Directive tersebut tidak memadai untuk memberikan
pandangan yang benar dan wajar sesuai dengan paragraf 3, informasi tambahan harus
diberikan.
5. Apabila dalam kasus-kasus luar biasa penerapan salah satu ketentuan dari Directive ini
tidak sesuai dengan kewajiban yang tertera dalam paragraf 5, ketentuan tersebut harus
dihapuskan agar dapat memberikan pandangan secara benar dan wajar sesuai dengan
yang dimaksudkan oleh paragraf 5.
Tidak terdapat definisi yang jelas mengenai doktrin benar dan wajar ini, yang selanjutnya
mengarah kepada munculnya interprestasi yang berbeda di antara para anggota Masyarakat
Eropa dan kecenderungan untuk mengartikannya sesuai dengan konteks budata nasional, tradisi
akuntansi internasional, dan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum secara nasional.
8.3. KEWAJARAN DALAM DISTRIBUSI
Pada dasarnya, kewajaran dapat dipandang sebagai konsep moral dari keadilan yang menjadi
subjek dari tiga interpretasi yang berada mengenai pemikiran keadilan distributif. Oleh sebab itu,
dalam bagian ini kita akan memperluas pembahasan akuntansi mengenai kewajaran dengan
memperkenalkan konsep filosofi utama dari keadilan distributif dalam konteks akuntansi. Hasil
akhirnya adalah adanya kemungkinan untuk melihat dan membandingkan konsep kewajaran
melalui kerangka keadilan disributif.
8.3.1. Perhatian atas pertanyaan-pertanyaan mengenai distribusi
Masalah pendistribusian hampir selalu diabaikan dalam pandangan konvensional atas kewajaran
sebagai netralitas, dalam penyajian. Pandangan atas kewajaran sebagai netralitas dalam
penyajian bukannya tanpa kritikan. Williams menandainya sebagai proses evaluasi dengan dua
atribut berikut ini:
1. Bahwa pengevaluasi (evaluator) sadar akan adanya kondisi bahwa segala konsekuensi
dari tindakan yang ia lakukan akan dinilai kewajarannya dan,
2. Bahwa evaluasi tersebut mencoba untuk menggunakan perspektif yang tidak memihak.
Williams menyajikan dua argumentasi yang menarik:
1. Kegunaan dari keputusan, prinsip pengorganisasian riset dan praktik akuntansi adalah
tidak lengkap, sedangkan akuntabilitas, paling tidak, memiliki kewajaran sebagai sifat
inherennya.
2. Perhatian akan akuntansi secara efisien menjadikan pertimbangan kewajaran dari
akuntansi menjadi suatu hal yang implisit, dan bukannya tidak ada.
Jika pertimbangan mengenai kewajaran diperkenankan untuk menjadi lebih eksplisit, bebrapa
implikasi tertentu akan muncul pada studi dan praktik akuntansi. Salah satu yang paling nyata
adalah akuntansi memiliki demensi moral. Konsekuensi dari aktivitas akuntansi memiliki
implikasi moral sekaligus implikasi efesiensi. Bagi suatu profesi, menjadi lebih ilmiah bukan
berarti harus meninggalkan pengambialan keputusan moral dan mengembangkan cara-cara untuk
melakukannya. Kewajaran dalam akuntansi dan kewajaran dalam distribusi tumbuh dari
Nozick berpendapat bahwa teori keadilan dari Rawls melanggar hak-hak orang lain, dan
konsekuensinya tidak dapat dibenarkan secara moral. Teori keadilan yang memiliki pola
mempunyai arti bahwa distribusi akan berbeda sesuai dengan beberapa dimensi alamiah, jumlah
tertimbang dari dimensi-dimensi alamiah, atau urutan leksikografi dari dimensi-dimensi alamiah.
Teori nozick berfokus pada pentingnya prinsip-prinsip historis, bahwa distribusi tidak hanya atau
tidak bergantungn kepada bagaiman hasil akhirnya saja.
Kewajaran dalam akuntansi menurut Nozick
Menurut Nozick, interprestasi dari Libetarian atas penghormatan yang diberikan oleh akuntansi
kepada mekanisme pasar yang memberikan kewajaran penilaian, menyebabkan akuntansi tidak
cukup dilengkapi untuk menangani aspek-aspek distributif dari proses akuntansi. Tanpa adanya
bahasa moral untuk membahas kewajiban sosial satu sama lain dari manusia, prinsip-prinsip
keadilan dalam akuisisi dan transisi tidak akan memiliki substansi. Pelanggaran-pelanggaran
masa lalu terhadap prinsip-prinsip akusisi dan tranisi akan terus terjadi tanpa adanya konsep
mengenai keadilan redistributif. Interprestasi Libetarian dari mekanisme pasar tidak akan
memberikan jaminan bahwa hal tersebut adalah wajar atau bahkan kewajaran merupakan proses
yang menengahi.
3. Kontribusi dari Gerwith
Teori keadilan Gerwith
Sasaran dari teori keadilan Gerwith adalah memberikan justifikasi rasional bagi prinsip-prinsip
moral untuk secara objektif membedakan tindakna-tindakan yang tepat secara moral dan
institusi-intitusi dari tindakan-tindakan yang salah secara moral. Gerwith menyajikan doktrinnya
mengenai struktur keadilan dalam tiga hal utama yaitu ; (a) setiap agen secara implisit membuat
petimbangan-pertimbangan evaluatif mengenai manfaat dari tujuannya dan selanjutnya mengenai
manfaat akan kebebasan dan kesejahteraan yang merupakan kondisi yang dibutuhkan untuk
melakukan tindakan guna mencapai tujuan tersebut. (b) setiap agen secara implisit membuat
pertimbangan kewajiban di mana ia mengklaim bahwa ia tidak memperoleh kebebasan dan
kesejahteraan. (c) setiap agen harus mengkalim hak-hak ini dengan alasan yang memadai bahwa
ia merupakan seorang agen prospektif yang memiliki tujuan untuk dipenuhi, sehingga ia secara
logis harus menerima generalisasi bahwa semua agen memiliki hak untuk mendapatkan
kebebasan dan kesejahteraan.
Kewajaran dalam akuntansi menurut Gerwith
Dalam penerapan pada akuntansi, Gerwith mengusulkan keunggulan dari perhatian atas hak-hak
kebebasan dan kesejahteraan dari semua orang yang dipengaruhii oleh aktvitas-aktivitas
perusahaan dan atas penciptaan peraturan-peraturan instituional dan akuntansi untuk menjamin
hak-hak tersebut. Akuntansi dapat diminta untuk memfasilitasi redistribusi kekayaan secara
efektif dari para pemangku kepentingan organisasi. Pada dasarnya, prinsip Gerwith yang
diterapkan pada kewajaran dalam akuntansi melliputi pengakuan akan hak-hak dari semua pihak
yang dipengaruhi oleh aktivitas-aktivitas organisasi.
1. Lapisan pertama ditujukan untuk hal-hal yang memenuhi kriteria pengakuan dan akan
mencerminkan inti dari laporan keuangan saat ini.
2. Lapisan kedua ditujukan untuk hal-hal yang memenuhi kriteria pengakuan namun tidak
termasuk ke dalam bagian inti karena menyangkut mengenai keandalannya yang
dipertanyakan.
3. Lapisan ketiga ditujukan untuk hal-hal yang memiliki keandalan dan definisinya
dipertanyakan.
4. Lapisan keempat ditujukan untuk hal-hal yang memenuhi kriteria pengukuran, keandalan
dan relevansi tetapi tidak memenuhi definisi dari elemen laporan keuangan.
5. Lapisan kelima ditujukan untuk hal-hal relevan yang tidak memenuhi definisi dari
elemen dan tidak dapat diukur secara andal.
6. Pengungkapan akuntansi yang diperluas
Prinsip kewajaran dalam penyajian membatasi pengakuan dan pengungkapan terhadap situasisituasi yang diatur oleh prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku secara umum. Tujuan dari
pengungkapan dinyatakan sebagai berikut:
1. Untuk menguraikan hal-hal yang diakui dan memberikan pengukuran yang relevan atas
hal-hal tersebut di luar pengukuran yang digunakan dalam laporan keuangan.
2. Untuk menguraikan hal-hal yang diakui dan untuk memberikan pengukuran yang
bermanfaat.
3. Untuk memberikan informasi yang akan membantu investor dan kreditor menilai risiko
dan potensial dari hal-hal yang diakui dan tidak diakui.
4. Untuk memberikan informasi penting yang memungkinkan para pengguna laporan
keuangan untuk melakukan perbandingan dalam satu tahun dan diantara beberapa tahun.
5. Untuk memberikan informasi mengenai arus kas masuk atau keuar di mas depan.
6. Untuk membantu para investor menilai pengembalian dari investasi mereka.
8.4.2. Pelaporan nilai tambah
Value added reporting (VAR) atau laporan pertambahan nilai berkaitan juga dengan Human
Resources Accounting dan Employee Reporting terutama dalam hal informasi yang disajikannya.
Value Added Reporting ini masih belum diwajibkan sebagai laporan utama di berbagai Negara,
jadi masih dalam tahap wacana akademik. Value Added Reporting ini sebenarnya menutupi
kekurangan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan utama, Neraca, Laba Rugi, dan
Arus kas. Karena semua laporan ini gagal memberikan informasi :
Pertambahan nilai bersih sangat cocok menjadi dasar perhitungan bonus produktivitas
tenaga kerja dengan memberikan penyisihan pada perubahan modal.
Dengan mengurangkan biaya penyusutan akan menghindari double counting yang bisa
terjadi jika ada pertukaran aktiva antara 2 perusahaan.
Pertambahan nilai bersih sangat menguntungkan bagi konsep laba untuk semua. Ini akan
mendorong spirit team dalam perusahaan. Masing-masing pihak mengetahui
kontribusinya dalam proses peningkatan kekayaan perusahaan.
Mestinya remunerasi karyawan tidak hanya berasal dari gaji, tapi juga dari kenaikkan
kekayaan.
Dapat menjadi media peramalan yang baik bagi peristiwa ekonomi yang dapat
mempenagruhi kesehatan perusahaan.
Namun, disamping keunggulannya ada juga beberapa keterbatasan laporan pertambahan nilai ini,
yaitu:
1. Tidak semua pihak yang terlibat dalam menghasilkan pertambahan nilai itu merasa
senang bekerja sama dengan pihak lain. Tidak jarang justru ada konflik, sehingga laporan
ini justru bisa menimbulkan atau mempertajam konflik.
2. Ada kemungkinan dengan adanya laporan pertambahan nilai ini manajemen salah
tanggap seolah ingin memaksimalkan pertambahan nilai.
3. Kesalahan penafsiran terhadap pertambahan nilai dapat menimbulkan kepalsuan pendapat
seperti:
Kenaikkan pertambahan nilai per unit dianggap otomatis bermanfaat bagi pemegang
saham.
Seolah dianggap bisa mengidentifikasi distribusi yang adil atas perubahan pertambahan
nilai.
Pertambahan nilai yang tinggi untuk tenaga kerja per unit dianggap merupakan prestasi
ekonomi yang baik.
Share tenaga kerja yang besar atas pertambahan nilai tidak berhak mendapatkan gaji yang
tinggi.
Jumlah pegawai
Umur karyawan
Jam kerja
Program pension
Dari suatu survey laporan keuangan kepada karyawan sejak tahun 1919 sampai 1979 diketahui
beberapa alas an pelaporan sebagai berikut (Lewis dkk, 1984):
1. Menyampaikan perubahan.
2. Menyajikan propaganda manajemen.
3. Mempromosikan kepentingan memahami masalah dan prestasi perusahan.
4. Menyampaikan keputusan manajemen.
5. Menyampaikan hubungan antara karyawan, manajemen, dan pemegang saham.
6. Menjelaskan tujuan perusahaan.
Belkaoui (1995) mendefinisikan akuntansi sumber daya manusia yaitu proses mengidentifikasi
dan mengukur data mengenai sumber daya manusia dan mengkomunikasikan informasi ini
kepada pihak pihak yang tertarik. Tujuan utama akuntansi sumber daya manusia yaitu:
1. Identifikasi nilai sumber daya manusia.
2. Pengukuran cost dan nilai orang pada organisasi.
3. Mengkaji pengaruh pemahaman informasi ini dan dampaknya pada perilaku manusia.
2, Teori nilai sumber daya manusia
Konsep nilai manusia berasal dari teori umum mengenai nilai ekonomis. Individu dan kelompok
dapat dilekati nilai, seperti aset fisik yang didasarkan pada kemampuan untuk memberikan jasa
ekonomi di masa mendatang. Nilai individu atau kelompok didefinisikan sebagai manfaat jasa
yang diberikan saat ini yang diberikan kepada organisasi sepanjang masa pemberian jasa
individu atau kelompok yang diharapkan.
a. Determinan dari nilai individual
Pada model Flamholtz, ukuran yang digunakan untuk mengukur manfaat manusia adalah nilai
expected realizable nya. Nilai individu meruapakan interaksi antara dua variable:
Variabel kausal : variabel bebas yang diubah atau diganti secara sengaja atau secara
langsung oleh organisasi dan manajemennya dan yang menentukan arah perkembangan
dalam organisasi.
Variabel hasil akhir : variabel terikat yang merefleksikan hasil yang di capai oleh suatu
perusahaan.