Anda di halaman 1dari 10

TEORI AKUNTANSI NORMATIF

MAKALAH
Tugas Mata Kuliah Teori Akuntansi Lanjut

Oleh:
Feby Astrid Kesaulya (9012201006)

PROGRAM DOKTOR ILMU EKONOMI


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN BANDUNG
FEBRUARI 2023
1. Perkembangan Teori Akuntansi Normatif
Pada tahun 1930-an sampai dengan 1970-an, teori akuntansi yang berkembang adalah
teori akuntansi normatif (normative accounting theory). Teori akuntansi normatif adalah
teori yang lebih banyak mengkaji tentang bagaimana seharusnya akuntansi dipraktikan.
Selain itu, teori akuntansi normatif juga berusaha menjelaskan informasi apa yang
seharusnya dikomunikasikan kepada pemakai informasi akuntansi dan bagaimana
informasi tersebut akan disajikan. Jadi teori normatif berusaha menjelaskan apa yang
seharusnya dilakukan oleh akuntan (what ought to be) dalam proses penyajian informasi
keuangan kepada para pemakai dan bukan menjelaskan tentang apakah
informasi keuangan itu (what is) atau mengapa hal itu terjadi. (Miqdad, 2012)
Teori akuntansi normatif memiliki kecenderungan untuk menggunakan pertimbangan
nilai (value judgment) yang didalamnya minimal mengandung sebuah premis yang
mengatakan bahwa this is the way things should be. (Murwani dkk., 2013) Sasaran teori
akuntansi normatif hanyalah menghasilkan penjelasan mengapa perlakuan akuntansi
tertentu lebih baik atau lebih efektif dibandingkan dengan perlakuan akuntansi lainnya,
karena “tujuan akuntansi tertentu” harus dicapai (Suwardjono, 2005:27). Sebagai contoh,
teori akuntansi normatif berusaha untuk menjawab apakah historical cost accounting lebih
baik dari current cost accounting untuk mencapai tujuan akuntansi. Untuk menjawab
masalah tersebut, teori akuntansi normatif mendasarkan penjelasannya atas dasar “tujuan
yang telah disepakati untuk dicapai”. Tujuan yang telah disepakati ini jelas penuh dengan
muatan nilai (values), karena penentuan kesesuaian dengan tujuan merupakan proses
subyektif yang melibatkan kemampuan menimbang (art) antara manfaat dan risiko, atau
keuntungan dan kerugian. Hasil akhir dari teori akuntansi normatif adalah suatu pernyataan
atau proposal yang menganjurkan tindakan tertentu (prescriptive). Sebagai contoh, teori
akuntansi akan menghasilkan pernyataan bahwa “aset tetap harus dinilai dan dicantumkan
dalam laporan posisi keuangan atas dasar biaya historis” . (Riduwan, 2007)
Teori akuntansi normatif pada perkembangannya menjadi dasar lahirnya berbagai
macam standard setters guna merumuskan standar akuntansi. Perumusan standar akuntansi
dilakukan untuk mencapai tujuan utama akuntansi (keuangan) yaitu menyediakan informasi
keuangan tentang suatu perusahaan, yang dapat digunakan oleh pihak-pihak yang
berkepentingan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan ekonomi
(FASB, 1978). Media komunikasi yang biasa dipergunakan oleh perusahaan untuk
menyampaikan informasi keuangan adalah statemen keuangan (financial statements).
Karena pihak-pihak yang berkepentingan di luar perusahaan itu banyak dan masing-masing
mempunyai kepentingan yang berbeda, maka statemen keuangan yang dihasilkan oleh
akuntansi harus ditujukan untuk umum (general purpose financial statements). (Murwani
dkk., 2013)
Maka dari itu diperlukan standar akuntansi yang merupakan seperangkat prinsip yang
dapat digunakan sebagai acuan (pedoman), baik bagi perusahaan dalam menyusun dan
menyajikan laporan keuangan, maupun bagi para pemakai dalam mengartikan atau
menginterpretasikan laporan keuangan. Sebagai acuan, standar akuntansi harus disusun dan
dikembangkan atas dasar rerangka acuan konseptual tertentu, yang didalamnya memuat
tujuan pelaporan dan kualitas yang harus dicapai serta dasar pikiran yang jelas dan logis
(Kieso, Weigandt dan Warfield 2011). Standar akuntansi akan bersifat (1) runtut, sistematik
dan saling berkaitan secara utuh, (2) sesuai dengan keadaan nyata dan obyektif, dan (3)
bersifat umum dan tidak memihak. (Murwani dkk., 2013)
Rerangka acuan konseptual (conceptual frameworks) merupakan seperangkat konsep
yang terpadu dan saling berkaitan, sebagai hasil proses pemikiran dan pemilihan faktor-
faktor dan konsep-konsep yang dianggap relevan dengan bidang akuntansi dan diharapkan
berlaku dalam lingkungan dan kondisi tertentu. Rerangka acuan konseptual akuntansi
diharapkan dapat menjadi acuan baik bagi badan penyusun standar untuk Menyusun standar
akuntansi yang baru, maupun bagi para praktisi untuk menilai apakah suatu perlakuan
akuntansi tertentu yang tidak diatur dalam standar dapat diterima atau untuk memberi
pembenaran terhadap praktik akuntansi. Oleh karena itu, penyusunan rerangka acuan
konseptual akuntansi harus mempertimbangkan berbagai faktor yang ada dan berkembang
di lingkungan tempat akuntansi tersebut dibutuhkan dan digunakan. Selain itu, perlu
diperhatikan juga bahwa jika teori akuntansi normatif digunakan sebagai dasar dalam
penyusunan standar akuntansi, maka standar akuntansi tersebut juga akan bersifat normatif,
penuh dengan “keharusan” atau “kewajiban”. Standar akuntansi normatif menjadi tidak
peduli tentang apa yang senyatanya terjadi jika standar akuntansi tersebut diterapkan.
Karena teori akuntansi normatif bisa saja penuh dengan muatan nilai (value), maka akan
dihasilkan standar akuntansi yang juga akan penuh dengan muatan nilai (value) (Riduwan,
2007).
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan rerangka acuan
konseptual yang menjadi dasar struktur akuntansi antara lain (Kieso et. al 2011): (1)
Karakteristik lingkungan ekonomi, politik, sosial, dan budaya tempat akuntansi akan
diterapkan; (2) Tujuan pelaporan keuangan yang ingin dicapai; (3) Kendala-kendala yang
mempengaruhi proses penalaran dan karakateristik kualitatif informasi keuangan yang
dipilih dan dianggap relevan; (4) Informasi yang harus disajikan serta simbol-simbol atau
elemen-elemen laporan keuangan yang dapat mempresentasikan makna informasi tersebut;
(5) Definisi simbol atau elemen yang menjadi sarana untuk mengkomunikasikan informasi
tentang operasi suatu unit usaha dan lingkungannya; (6) Kendala-kendala yang dihadapi
dalam proses pengukuran, penilaian, pengakuan, dan pengungkapan informasi ke dalam
elemen laporan keuangan; (7) Standar akuntansi yang dapat digunakan sebagai pedoman
dalam pengukuran, penilaian, pengakuan, dan penyajian elemen laporan; (8) Struktur dan
format sistem informasi (prosedur, metoda, dan teknik) untuk mengumpulkan dan
mengolah data serta meringkas dan melaporkan informasi yang relevan; (9) Praktik yang
terjadi dalam situasi sesungguhnya berdasarkan prosedur dan metoda yang
dipilih.(Murwani dkk., 2013).
Teori normatif ini mulai dipertanyakan kembali relevansinya terutama pada
pertengahan tahun 60-an dengan beberapa alasan antara lain kurang diterimanya beberapa
teori normatif dan ketersediaan dari prinsip ekonomi finansial dan metode-metode
pengujian. (Fransesco Quelmo Patty dkk., 2021). Selain itu, karena teori akuntansi normatif
menentukan bagaimana akuntansi harus dilakukan, mereka didasarkan pada pendapat
subjektif tentang akun apa yang harus dilaporkan, dan cara terbaik untuk melakukannya.
Pendapat mengenai tujuan dan metode akuntansi yang tepat bervariasi antara individu dan
sebagian besar ketidakpuasan dengan pendekatan normatif adalah bahwa pendekatan
normatif tidak menyediakan sarana untuk menyelesaikan perbedaan pendapat. Henderson,
Peirson, dan Brown menguraikan dua kritik utama teori normatif pada awal 1970-an yaitu
teori normatif tidak melibatkan pengujian hipotesis dan didasarkan pada penilaian terhadap
suatu nilai (Fransesco Quelmo Patty dkk., 2021). Selain itu, munculnya hipotesis pasar
modal yang efisien (efficient market hypotesis), yang akhirnya memunculkan gagasan yang
berlawanan dengan konsep teori normatif. Watts dan Zimmerman (1990) mengemukakan
pandangan lain yang dikenal dengan Teori Akuntansi Positif (Positive Accounting Theory),
sebagai suatu dasar pemikiran untuk menganalisis teori akuntansi dalam pendekatan
normatif terlalu sederhana dan tidak memberikan dasar teori yang kuat. (Miqdad, 2012)
2. Teori Akuntansi Normatif dalam Penelitian
a. Demski 1973
Tujuan utama dari teori akuntansi adalah untuk menjelaskan alternatif akuntansi yang
seharusnya digunakan (dalam keadaan tertentu). Beberapa upaya untuk
mengembangkan teori-teori tersebut juga sudah dilakukan selama bertahun-tahun.
Sebagian besar upaya ini, pada akhirnya akan kembali mengandalkan standar, seperti
relevansi, kegunaan, objektivitas, keadilan, dan verifikasi untuk menggambarkan
alternatif yang diinginkan. Beberapa institusi seperti Dewan Standar Akuntansi
Keuangan juga mencerminkan ketergantungan pada standar ini. (Demski, 1973)
Demski dalam penelitiannya pada tahun 1973 ingin menyatakan dan membuktikan
bahwa terdapat impossibility untuk membangun teori akuntansi normatif dengan
menggunakan semua standar yang dimaksud sebelumnya. Hal ini dikarenakan
penerapan standar yang digunakan memperhatikan banyak hal termasuk lingkungan
dimana standar itu diterapkan dan persepsi yang ada pada pengguna dan lingkungannya
sehingga tidak bisa lepas dari preferensi individu.
Hasil penelitian Demski pada tahun 1973 ini menunjukkan bahwa secara umum,
standar-standar yang ada tidak bisa diandalkan untuk sampai membentuk sebuat teori
akuntansi normatif. Hal ini terjadi karena standar yang digunakan masih akan
bergantung pada preferensi dan keyakinan individual dalam penerapannya. Sehingga
pada akhirnya standar pelaporan keuangan yang ada pada saat itu, misalnya terkait
kriteria alokasi, dan lain-lain tidak dapat berfungsi secara universal.

b. Tinker 1982
Tinker dkk., (1982) mengungkapkan bahwa teori yang “positive” atau “empirical”
juga dapat bersifat normatif dan dipengaruhi oleh nilai (tidak bebas nilai) yang
terkadang ditutupi dengan bias ideologi konservatif dalam cara mereka
mengimplikasikan kebijakan akuntansi. Selain itu, label seperti "positive" dan
"empirical" muncul dari teori pengetahuan Realis; dasar epistemologis yang sama sekali
tidak memadai untuk ilmu sosial. Penelitian ini menggunakan posisi filosofis alternatif
untuk mengilustrasikan beberapa hal, antara lain, peran partisan yang dimainkan oleh
teori dan ahli social, dasar-dasar ideologis konservatif dari teori akuntansi positif, dan
bebera indikasi pendekatan alternatif terhadap kebijakan akuntansi.
Penulisan paper ini dimotivasi oleh klaim yang mengatakan bahwa jika riset-riset
akuntansi dilakukan dengan prinsip positivisme maka riset tersebut akan objektif dan
netral. Namun pandangan tersebut kurang memperhatikan ilmu sains dan proses sosial
yang membentuknya. Secara spesifik, pemisahan antara perspektif normatif-positif
berawal dari posisi Realis. Selain itu, klaim bahwa teori harus “bebas nilai” dimulai dari
pandangan bahwa fenomena pasar itu “natural” dan “universal” yang justru
mengesampingkan latar belakang institusional yang mendefinisikan aturan seusi dengan
perilaku pasar. (Tinker dkk., 1982)
Dalam paper ini juga diungkapkan tentang sketsa implikasi untuk penelitian
akuntansi (dan praktik) dari konsep nilai alternatif dan non-marginalis. Selain itu, telah
diilustrasikan juga peran penting dari sejarah sosial kritis dalam pemahaman dan
mengubah proses sosial kontemporer. Dengan menelusuri sejarah pengembangan
konsep nilai, misalnya, ideologi sosial yang mendasari ekonomi marginalis dan
mendominasi pemikiran akuntansi dapat dijelaskan. Ideologi sosial inilah yang
membentuk asal normatif dari teori akuntansi positif.
c. Mattessich 1992
Pada paper yang ditulis oleh Mattessich pada tahun 1992 melihat kritik terhadap
teori akuntansi normatif, yang menyatakan bahwa teori ini kurang cocok untuk
dijadikan dasar saintifik untuk sebuah disiplin ilmu, pada perspektif yang berbeda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rerangka conditional-normative sudah ada
untuk dikembangkan menjadi sebuah hipotesis yang dapat diuji yang sesuai dengan
kritertia dari sebuah sains terapan. (Mattessich, 1992)
Pada penelitian ini juga disebutkan bahwa terdapat beberapa perspektif teori
akuntansi normatif, yaitu antara lain Ethical-Normative, Pragmatic-Normative,
Conditional-Normative. Salah satu ciri dari conditional-normative theory adalah
dengan dimasukannya tujuan serta hipotesis instrumental di dalam rerangka teoritis.
Namun mengembangkan teori conditional-normative yang kompleks cukup sulit dan
cukup sulit juga untuk menemukan perhitungan untuk pencapaian tujuan yang tepat.
(Mattessich, 1992)
Terdapat beberapa saran yang diberikan oleh penulis berkaitan dengan kesulitan-
kesulitan untuk mengaplikasikan teori tersebut, antara lain:
1) Menyatukan proposisi empiris dan norma dalam sebuah rerangka teoritis, tetapi,
secara simultan memberikan perhatian yang berbeda antara asumsi empiris yang
umum dan hipotesis yang bersifat purpose-oriented
2) Mempersepsikan bahwa akuntansi secara keseluruhan adalah applied science
3) Meyakini bahwa walaupun akuntansi dianggap sebagai applied science, bukan
berarti itu adalah persepsi yang kurang baik karena pad akhirnya yang akan
dianggap adalah “kebenaran” yang telah diteliti sebelumnya.

d. Matthews 1997
Sejak berakhirnya General Normative Theory Period sekitar tahun 1970
(Henderson & Peirson, 1988) penyusunan teori akuntansi normatif dianggap
unfashionable dan hampir tidak dapat diterima, kecuali pada area Akuntansi Sosial dan
Lingkungan, Critical Theory, dan mungkin beberapa aspek pada Pendidikan Akuntansi.
Dapat dikatakan bahwa perkembangan akuntansi, seperti yang kita ketahui saat ini,
dapat mengikuti satu atau lebih dari tiga jalur; (a) peningkatan dari pengungkapan dalam
pelaporan keuangan; (b) penambahan unsur-unsur lain dari dimensi tradisional
(keuangan); atau (c) pencantuman unsur-unsur yang mungkin termasuk nonkeuangan
serta dimensi non-tradisional. Contoh yang pertama dapat dilihat pada Akuntansi untuk
Perubahan Tingkat Harga; jalan kedua dapat dicontohkan oleh dimasukkannya
executory contracts, goodwill yang dihasilkan secara internal atau akuntansi sumber
daya manusia. Dimensi non-keuangan non-tradisional akan mencakup pengungkapan
yang bersifat sosial atau lingkungan. (Mathews, 1997)
Mathews pada tahun 1997 menyusun sebuah penelitian/makalah pendahuluan
dengan tujuan untuk menyatukan benang merah dari teori akuntansi normatif dan
pelaporan yang lebih luas, baik keuangan maupun non keuangan istilah, yang meliputi
kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dari makalah tersebut, disebutkan beberapa
hambatan yang ada untuk pengembangan masing-masing area, antara lain:
1) Hambatan dalam pengembangan akuntansi keuangan
Akuntansi keuangan saat ini dibatasi oleh basis definisi yang mengarah ke tujuan
utama yang yaitu menyediakan informasi keuangan diarahkan pada investor dengan
tujuan pengambilan keputusan sehingga tujuan lain dianggap sebagai tujuan
sekunder. (Mathews, 1997). Maka dari itu, perhatian yang lebih besar harus
diberikan kepada pengakuan, penilaian dan pengungkapan. Namun, ini tidak akan
menghindari keterbatasan utama akuntansi keuangan yang telah diidentifikasi
sebelumnya, sehingga perlu perubahan dalam rerangka konseptual. Penelitian untuk
mendukung pandangan ini saat ini tidak tersedia, dan sepertinya tidak akan ada
diperoleh dari paradigma dominan Teori Akuntansi Positif saat ini dan Teori agensi.
Dukungan dapat diperoleh secara normatif-deduktif, dibangun dari premis yang
diuraikan dalam Mega-Theory of Accounting. (Mathews, 1997)

2) Hambatan dalam pengembangan akuntansi sosial


Perkembangan akuntansi sosial pada tahun 1970-an menyebabkan ide kompleks
untuk integrasi akuntansi sosial dan keuangan. Namun beberapa upaya ini gagal
karena berbagai alasan, termasuk kegagalan untuk memahami masalah mendasar
dalam menghubungkan nilai finansial dengan sosial. Sejak saat itu, sejumlah kritik
telah diajukan sebagai bentuk keberatan. Disebutkan juga bahwa saat itu akuntansi
konvensional tidak bebas nilai. Oleh karena itu, setiap upaya untuk mengembangkan
sistem dengan menggabungkan dimensi sosial hanya membantu dalam menopang
sistem yang ada dan tidak boleh dilakukan (Mathews, 1997)
Dari perspektif yang berlawanan, akuntansi sosial dipandang sebagai subyektif,
kumpulan teknik atheoretis yang tidak dapat dikaitkan dengan laporan keuangan
yang objektif dan bebas nilai, tetapi dapat digunakan pada saat yang tepat dalam
laporan keuangan tahunan (Mathews, 1997). Selanjutnya, profesi akuntansi belum
siap untuk mendukung akuntansi sosial dengan referensi positif dalam kerangka
konseptual atau standar akuntansi tentang pengungkapan non keuangan dalam
laporan tahunan, ataupun memberikan dukungan untuk audit semua pengungkapan
dalam laporan tahunan terlepas dari jenisnya. (Mathews, 1997)

3) Hambatan dalam pengembangan akuntansi lingkungan


Perkembangan akuntansi lingkungan yang sangat pesat belum memiliki kualitas
seragam atau bahkan mengarah ke tujuan yang sama. Selain itu, terdapat berbagai
macam pandangan tentang tindakan yang diperlukan untuk memastikan suatu
tingkat pelaporan yang sesuai. Tampaknya tidak ada dukungan untuk laporan
keuangan gabungan/lingkungan yang berdampak pada lingkungan dinyatakan
dalam istilah keuangan dan digabungkan dengan nilai keuangan lainnya, tetapi
literatur berisi sejumlah model dinyatakan dalam istilah non-keuangan. (Schaltegger
dkk., 1996)
Terdapat dukungan untuk menggunakan bagian dalam laporan tahunan, atau
laporan lingkungan yang terpisah, daripada berusaha untuk menentukan biaya
lingkungan dan memasukkannya ke dalam bagian keuangan. Hal ini dikarenakan
jika hal tersebut dilakukan maka akan mengakibatkan kerugian besar (Mathews,
1997).

Dalam penelitian ini Mathews juga memberikan sebuah Model Mega-Teori


Akuntansi yang tentantif. Penjabaran model tersebut terdiri dari dua hal yaitu:
1) Prinsip yang Mendasari
Agar laporan berhasil mencakup semua dimensi baik ekonomi (keuangan),
sosial dan lingkungan maka status yang sama harus diberikan kepada berbagai bentuk
informasi, yang berarti redefinisi akuntansi menjadi disiplin yang berkaitan dengan
penyediaan informasi yang diaudit tentang entitas, terlepas dari apakah ini melibatkan
pengukuran dalam istilah keuangan atau tidak. Maka dari itu, menghilangkan aspek
"finansial saja" dapat menjadi langkah pertama dalam memperluas kelompok
pemangku kepentingan lain seperti masyarakat. Ini akan menjadi langkah yang tepat,
dan kompatibel dengan argumen filosofis bahwa kontrak sosial bisnis dengan
masyarakat tidak hanya melibatkan investor. (Mathews, 1997)
Dalam hal ini, kriteria decision usefulness harus hanya satu fungsi laporan
tahunan entitas, dan lainnya seperti stewardship dan akuntabilitas harus diberikan
status yang setara. Pengertian “hak atas informasi" juga menyiratkan perluasan
kelompok pemangku kepentingan dan penyediaan dari informasi multi-segi.
Penggunaan informasi ini kemudian menjadi pilihan masing-masing pemangku
kepentingan. (Mathews, 1997)
Perbedaan penting dari basis pelaporan saat ini adalah: a) Sistem informasi yang
diperluas dengan data keuangan, sosial dan lingkungan memiliki status yang setara; b)
Semua pemangku kepentingan memiliki hak atas informasi. Tidak ada keutamaan
yang diberikan kepada siapa pun satu bentuk data atau penggunaan khusus apa pun di
mana data itu diletakkan. C) Kerangka kerja konseptual, standar yang didukung secara
hukum, dan status audit untuk semua informasi. (Mathews, 1997)

2) Usulan Konten
Data keuangan yang diberikan akan serupa dengan yang dilaporkan saat ini,
meskipun dalam jangka panjang ini akan diperluas untuk mencakup hal-hal lain.
Laporan sosial mungkin bisa memberikan data yang berkaitan dengan karyawan,
produk, layanan masyarakat, dan hubungan dengan pemerintah untuk menyebutkan
area yang jelas. Dalam sebuah bentuk sederhana informasi ini mungkin terdiri dari
data mentah. Misalnya, data karyawan (jumlah yang dipekerjakan, pendapatan kotor,
informasi Serikat Buruh, program pelatihan, beasiswa, kecelakaan waktu hilang,
proporsi nilai tambah pergi ke tenaga kerja) dan akhirnya berkembang menjadi
langkah-langkah yang lebih canggih, seperti Akuntansi Sumber Daya Manusia. Baik
data keuangan maupun non-keuangan akan diperlukan untuk menghasilkan informasi
yang bermakna tentang banyak aspek informasi sosial. Pembangunan jangka panjang
dapat mengarah pada kontribusi sosial bersih yang entitas berkontribusi pada area
lokal, yang akan mencakup pengakuan atas masukan yang diterima dari pemerintah
pusat dan daerah (termasuk biaya penyediaan infrastruktur yang diperlukan untuk
mengoperasikan entitas).(Mathews, 1997)

e. Mattessich 2002
Pada paper ini Mattessich kembali membahas tentang Pendekatan Conditional-
Normative (lebih lanjut disebut CoNAM) yang diharapkan dapat memfasilitasi hal yang
lebih luas yaitu mencari kombinasi ide yang paling baik untuk menjembatani dua ide
yang bertolak belakang dari Positive Accounting Theory (PAT) dan Critical Imperative
View (CIV). Dengan adanya perkembangan yang sangat pesat dari akuntansi yang
cenderung mengarah ke statistical-empiris, maka beberapa riset sebelumnya dianggap
normatif dan kurang bersifat saintifik. (Mattessich, 2002)
Terdapat ambiguitas dalam CoNAM, yang walaupun dapat menjembatani antara
norma dan pemecahan masalah yang terbuka untuk verifikasi tetapi juga dapat dianggap
sama dengan pendekatan lain. Namun perlu digarisbawahin bahwa CoNAM memiliki
perbedaan dari dua pendekatan lain, yaitu CoNAM secara eksplisit memformulasikan
norma dan asumsi yang terdapat dalam tujuan serta CoNAM berusaha untuk mencari
pemecahan masalah yang optimal. (Mattessich, 2002)
Pada paper ini penulis mengungkapkan beberapa hal tentang hal yang harus
dilakukan oleh akademisi di bidang akuntansi untuk dapat mengaplikasikan CoNAM,
antara lain:
1) Para akademisi seharusnya mencoba untuk mencontoh hasil kerja dari para
normative theorist di masa sebelumnya
2) Para akademisi juga seharusnya memperluas perspektif bahwa akuntansi adalah
sebuah disiplin ilmu yang bersifat applied science.
3) Para akademisi seharusnya lebih banyak mencari dan dapat membedakan antara
tujuan akhir dan cara untuk mencapai tujuan tersebut, dan berusaha untuk
mengaitkan kedua hal tersebut dalam sebuah hubungan deduktif dan empiris.
4) Para akuntan harus berusaha untuk melakukan hal yang lebih dari sekedar ini
penarikan simpulan yang tidak terlalu jelas dan prosedur trial and error, dan lebih
banyak melakukan eksplorasi tentang bagaimana memecahkan masalah dengan
lebih empiris
5) Para akuntan juga harus mengingat bahwa akuntansi juga masuk ke dalam sains.

3. Ide Untuk Penelitian Selanjutnya


Dari argumen-argumen pada beberapa penelitian sebelumnya, terdapat beberapa
topik yang bisa diangkat dengan menggunakan dasar teori akuntansi normatif, seperti topik
tetang sustainability accounting. Riset tentang sustainability accounting dengan
menggunakan pendekatan normatif akan dapat merepresentasikan inferensi deduktif
dengan pertanyaan yang bersifat a priori (“what ought to be?”). Tujuan dari teori akuntansi
normatif adalah untuk menganalisa tentang bagaimana akuntansi seharusnya berubah untuk
dapat berkontribusi pada nilai-nilai ekonomi, sosial, dna lingkungan perusahaan.
(Zyznarska-Dworczak, 2020)
Pendekatan normatif dapat digunakan untuk menjelaskan transisi dari akuntansi
keuangan ke model akuntansi yang multi-faceted. Model normatif yang diajukan oleh para
ilmuwan, termasuk mengukur, penilaian dan pengungkapan eksternalitas, menyajikan dua
pendekatan utama, yaitu upaya untuk mengubah akuntansi keuangan saat ini dan
peningkatan serta perluasannya menjadi aspek non keuangan serta upaya untuk
mengembangkan tindakan dan cara baru untuk mengenali hasil tindakan untuk
pembangunan berkelanjutan (Zyznarska-Dworczak, 2020)
Zyznarska-Dworczak, (2020) juga mengungkapkan bahwa pendekatan normatif ini
terutama membutuhkan jaminan kredibilitas dari sistem akuntansi, fitur seperti kehandalan,
verifikasi, transparansi dan keterlibatan pemangku kepentingan. Akuntansi diharapkan
lebih terlibat dengan mengukur dan mengelola inisiatif keberlanjutan dan
mengintegrasikan investasi yang bertanggung jawab secara sosial ke dalam pengungkapan
keuangan melalui pengukuran input dan output, melakukan prosedur analitis, mengukur
penghematan biaya dan laba atas investasi, menerbitkan laporan kepada pemangku
kepentingan dan memberikan jaminan. Area akuntansi utama yang masih memerlukan
penelitian normatif mendalam, antara lain:
a. SDGs (Sustainable Development Goals) dan hubungannya dengan akuntansi
keberlanjutan dan laporan keberlanjutan.
b. Pengaruh dari pelaporan terintegrasi dari laporan berkelanjutan dan peran akuntansi
dan akuntan di dalamnya.
c. Akuntansi untuk isu lingkungan spesifik, seperti Carbon, Water, Waste, dan
Biodiversity dan implikasinya untuk sustainability reporting
d. Akuntansi untuk isu sosial spesifik, seperti Kesehatan dan keselamatan, product
responsibility, ketenagakerjaan, diversitas gender, Hak Asasi Manusia, Kesetaraan,
dll untuk keberlanjutan.
e. Akuntansi dan Pelaporan Berkelanjutan di negara-negara berkembang
DAFTAR PUSTAKA

Demski, J. S. (1973). The General Impossibility of Normative Accounting Standards. Dalam


Source: The Accounting Review (Vol. 48, Nomor 4).
Fransesco Quelmo Patty, T., Libu Lamawitak, P., Eo Kutu Goo, E., & Herdi, H. (2021).
Positive And Normative Accounting Theory: Definition And Development.
Management, Business and Social Science (IJEMBIS) Peer Reviewed-International
Journal, 1(2). https://cvodis.com/ijembis/index.php/ijembis
Henderson, S., & Peirson, G. (1988). Financial Accounting Theory: Its Nature and
Development. Longman Cheshire.
Mathews, M. R. (1997). Towards a Mega-Theory of Accounting. Asia-Pacific Journal of
Accounting, 4(2), 273–289. https://doi.org/10.1080/10293574.1997.10510524
Mattessich, R. (1992). On the History of Normative Accounting Theory: Paradigm Lost,
Paradigm Regained? Accounting, Business & Financial History, 2(2), 181–198.
Mattessich, R. (2002). Accounting schism or synthesis? A challenge for the conditional-
normative approach.
Miqdad, M. (2012). PRAKTIK TATA KELOLA PERUSAHAAN (CORPORATE
GOVERNANCE) DAN USEFULNESS INFORMASI AKUNTANSI (Telaah Teoritis Dan
Empiris).
Murwani, A. S., Ykpn, A. A., & Abstrak, Y. (2013). TEORI AKUNTANSI: TELAAH
LITERATUR TERHADAP TEORI NORMATIF DAN TEORI POSITIF Krismiaji (Vol.
16, Nomor 1).
Riduwan, A. (2007). TEORI AKUNTANSI: DARI NORM ATIF KE POSITIF, ISU BEBAS
NILAI, HINGGA MITOS DAN WACANA REDEFINISI AKUNTANSI.
Schaltegger, S., Muller, K., & Hindrichsen, H. (1996). Corporate Environmental Accounting.
Wiley.
Tinker, A. M., Merino, B. D., & Neimark, M. D. (1982). THE NORMATIVE ORIGINS OF
POSITIVE THEORIES: IDEOLOGY AND ACCOUNTING THOUGHT*. Dalam
Organizations and Society (Vol. 7, Nomor 2).
Zyznarska-Dworczak, B. (2020). Sustainability accounting—cognitive and conceptual
approach. Sustainability (Switzerland), 12(23), 1–24.
https://doi.org/10.3390/su12239936

Anda mungkin juga menyukai