Adrenalin
Adrenalin
granula sel kromafin. Hal ini bisa terjadi via katekholamin-H+ penukar VMAT1. VMAT1 juga
bertanggung jawab mentransport epinefrin yang baru disintesis dari sitosol kembali ke dalam granula
sel kromafin untuk persiapan pelepasan
Jalur biosintetik utama : fenilalanintirosindopadopaminnorepinefrin epinefrin.
Tirosin dioksidasi menjadi dopa, dan mengalami dekarboksilasi menjadi dopamin, yang
dioksidasi menjadi norepinefrin. Norepinefrin dimetilasi menjadi epinefrin. Hasil akhir biosintesis
epinefrin dan norepinefrin atau disebut katekolamin dapat berupa dopamin pada jaringan-jaringan
tertentu (misalnya paru, usus, hati) di sana zat tersebut bereaksi sebagai hormon lokal (Bagnara dan
Turner, 1988).
Norepinefrin terbentuk melalui hidroksilasi dan dekarboksilasi tirosin, dan epinefrin melalui
metilasi norepinefrin. Feniletanolamin-N-metiltransferase (PNMT), enzim yang mengkatalisis
pembentukan epinefrin/epinefrin dari norepinefrin, ditemukan dalam jumlah cukup banyak hanya di
otak dan medulla adrenal. PNMT medulla adrenal diinduksi oleh glukokortikoid, dan walaupun
diperlukan jumlah relatif besar, konsentrasi glukokortikoid dalam darah yang mengalir dari korteks ke
medula cukup tinggi. Setelah hipofisektomi, konsentrasi glukokortikoid darah ini turun dan sintesis
epinefrin menurun.
Epinefrin yang ditemukan dalam jaringan di luar medulla adrenal dan otak sebagian besar diserap
dari darah dan bukan disintesis in situ. Yang menarik, epinefrin kadar rendah kembali muncul dalam
darah beberapa waktu setelah adrenalektomi bilateral, dan kadar ini diatur seperti yang disekresi oleh
medula adrenal (Ganong, 1995).
C.
3.
a.
b.
c.
d.
Secara umum:
1.
Memicu reaksi terhadap tekanan dan kecepatan gerak tubuh.
2.
Memicu reaksi terhadap efek lingkungan, seperti suara yang tinggi, intensitas cahaya dll.
Secara khusus :
1.
Memacu aktivitas cor/jantung.
2.
Menaikkan tekanan darah.
Mengerutkan otot polos pada arteri.
4.
Mengendurkan otot polos bronchiolus
5.
Mempercepat glikolisis.
6.
Pengeluaran keringat dingin.
7.
Rasa keterkejutan/shock.
8.
Mengatur metabolisme glukosa saat stress.
9.
Memengaruhi otak yang akan mengakibatkan :
Indera perasa menjadi kebal terhadap rasa sakit.
Kemampuan berfikir dan ingatan meningkat.
Pulmo akan menyerap oksigen lebih banyak.
Banyak menghasilkan sumber energy dari proses glikolisis.
10. Mencegah efek penuaan dini.
11. Melindungi dari penyakit Alzheimer, penyakit jantung, kanker payudara, kanker ovarium dan
osteoporosis.
D. Efek Biologis Hormon Adrenalin
1.
Mineralokortikoid1
Aktivitas aldosteron, mineralokortikoid yang utama, terutama adalah di tubulus distal ginjal, tempat
hormon ini meningkatkan retensi Na+ dan meningkatkan eliminasi K+ selama proses pembentukan
urin. Peningkatan retensi Na+ oleh aldosteron secara sekunder memicu retensi osmotik H2O sehingga
volume CES bertambah, yang penting dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah.
Mineralokortikoid esensial untuk kehidupan. Tanpa aldosteron, orang akan cepat meninggal akibat
syok sirkulasi karena penurunan hebat volume plasma yang disebabkan oleh pengeluaran berlebihan
Na+ penahan H2O. pada defisiensi kebanyakan hormon lainnya, kematian tidak segera datang,
walaupun defisiensi hormone kronik pada akhirnya menyebabkan kematian prematur.Sekresi
aldosteron ditingkatkan oleh:
a. Pengaktifan sistem rennin-angiotensin-aldosteron oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan
penurunan Na+ dan tekanan darah
b. Stimulasi langsung korteks adrenal oleh peningkatan konsentrasi K+ plasma.Selain efeknya pada
sekresi aldosteron, angiotensin mendorong pertumbuhan zona glomerulosa dengan cara yang sama
dengan efek TSH pada tiroid. Hormon tropik adrenal, ACTH, terutama mempengaruhi zona-zona
korteks bagian dalam dan kurang merangsang sekresi aldosteron. Dengan demikian, tidak seperti
pengaturan kortisol, pengaturan sekresi aldosteron umumnya tidak bergantung pada kontrol hipofisis
anterior.
2. Glukokortikoid
Kortisol, glukokortikoid utama, berperan penting dalam metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak;
memperlihatkan efek permisif yang bermakna pada aktivitas hormon lain, dan membantu kita
mengatasi stres.
E.
a.
b.
c.
Efek Metabolic
Metabolisme glukosa hati
Glukokortikoid meningkatkan glukoneogenesis hati dnegan menstimulasi enzim glukoneogenetik,
phosphoenolpyruvate carboxykinase dan glucose 6-phosphatase. Hormon ini memiliki efek permisif
dimana mereka meningkatkan respon hati terhadap hormon glukagon glukoneogenetik. Hormon ini
juga meningkatkan pelepasan substrat untuk glukoneogenesis dari jaringan perifer, khususnya otot.
Efek yang terakhir tersebut dipicu oleh penurunan glukokortikoid-induced pada uptake asam amino
perifer dan sintesis protein.
Glukokortikoid juga meningkatkan pelepasan gliserol dan asam lemak bebas dengan lipolisis dan
meningkatkan pelepasan laktat otot. Hormone ini memicu sintesis glikogen hati dan menyimpannya
dengan menstimulasi aktivitas glycogen synthetase dan menghambat pemecahan glikogen. Efek ini
tergantung insulin.
Metabolisme glukosa perifer
Glukokortikoid juga menganggu metabolisme karbohidrat dengan menghambat uptake glukosa
perifer di otot dan jaringan adiposa. Efek ini dan efek lain yang dideskripsikan di atas mungkin
berakhir pada peningkatan sekresi insulin pada keadaan kelebihan glukokortikoid kronik.
Efek pada jaringan adipose
Pada jaringan adiposa, efek yang dominan adalah peningkatkan lipolisis dengan pelepasan
gliserol dan asam lemak bebas. Hal ini sebagian disebabkan stimulasi langsung lipolisis oleh
glukokortikoid, dan sebagian lain disebabkan penurunan uptake glukosa dan diperkuat oleh
glukokortikoid dengan efek hormone lipolitik. Walaupun glukokortikoid adalah lipolitik, peningkatan
deposisi lemak adalah manifestasi klinik dari kelebihan glukokortikoid. Paradoks ini mungkin
dijelaskan dengan peningkatan nafsu makan karena level yang tinggi dari steroid ini dan dengan efek
lipogenik dari hiperinsulinemia yang muncul di fase ini. Alasan tentang deposisi dan distribusi lemak
yang abnormal pada fase kelebihan kortisol tidak diketahui. Kesimpulannya, lemak secara klasik
dideposit secara sentral di wajah, area cervical, batang tubuh, dan perut; ekstremitas biasanya lebih
ramping.
Efek terhadap hormone lain
a.
Fungsi tiroid
Glukokortikoid saat berlebih berefek pada fungsi tiroid. Walaupun level basal TSH biasanya normal,
sintesis dan pelepasan TSH diinhibisi oleh glukokortikoid, dan respon TSH terhadap TRH biasanya
dibawah normal. Konsentrasi serum total T4 biasanya rendah karena ada penurunan TBG, tetapi level
FT4 normal. Konsentrasi total dan free T3 mungkin rendah, karena kelebihan glukokortikoid
menurunkan konversi T4 menjadi T3 dan meningkatkan konversi kepada reverse T3. Di samping
gangguan tersebut, manifestasi hipotiroidisme tidak muncul.
b.
Fungsi gonad
Glukokortikoid juga berefek pada gonadotropin dan fungsi gonad. Pada laki-laki, glukokortikoid
menginhibisi sekresi gonadotropin dengan menurunkan responnya terhadap GnRH yang dikenluarkan
dan konsentrasi plasma testosteron yang di bawah normal. Pada wanita, glukokortikoid juga menekan
respon LH terhadap GnRH, berakibat pada supresi ekstrogen dan progestin dnegan inhibisi ovulasi
dan amenorrhea.
Efek terhadap sel darah dan fungsi imun
a.
Eritrosit
Glukokortikoid memiliki sedikit efek pada eritropoesis dan konsentrasi hemoglobin. Walaupun
polisitemia ringan dan anemia mungkin terdapat pada Cushings syndrome dan Addisons disease,
gangguan tersebut lebih mungkin
adalah efek sekunder dari gangguan metabolisme androgen.
b.
Leukosit
Glukokortikoid mempengaruhi baik pergerakan dan fungsi leukosit. Oleh karena itu, administrasi
glukokostikoid meningkatkan jumlah neutrofil/leukosit (PMN) intravaskular dengan meningkatkan
pelepasan PMN dari sumsum tulang, dengan meningkatkan waktu paruh sikulasi PMN, dan dengan
menurunkan pergerakan PMN keluar kompartemen vascular. Administrasi glukokortikoid
menurunkan jumlah limfosit, monosit, dan eusinofil yang bersirkulasi, utamanya dengan
meningkatkan pergerakan mereka keluar ke sirkulasi. Kebalikannya (neutropenia, limfositosis,
monositosis, dan eusinofilia) terlihat pada insufisiensi adrenal. Glukokortikoid juga menurunkan
migrasi sel inflamasi (PMN, monosit, dan limfosit) ke daerah jejas, dan hal ini mungkin adalah
mekanisme mayor dari aksi anti inflamasi dan peningkatan kepekaan terhadap infeksi yang muncul
setelah administrasi kronik. Glukokortikoid juga menurunkan produksi limfosit dan mediator dan
fungsi
efektor
dari
sel-sel
tersebut.
c. Efek imun
Glukokortikoid mempengaruhi aspek imunologik dan respon inflamasi, termasuk mobilisasi dan
fungsi leukosit. Glukokortikoid menginhibis phospholipase A2, enzim kunci pada sintesis
prostaglandin. Inhibisi ini dimediasi oleh suatu kelas peptide yang disebut lipocortin atau annexin.
Hormone ini juga mengganggu pelepasan substansi efektor seperti lymphokine IL-1, pemrosesan
antigen, produksi dan klirens antibody, dan fungsi spesifik lainnya dari derivat-sumsum tulang dan
limfosit derivat-thymus. Sistem imun, mempengaruhi HPA aksis. IL-1 menstimulasi sekresi CRH dan
ACTH. Walaupun secara tradisional digunakan sebagai antiinflamasi dan/atau agen imunosupresi,
glukokortikoid, khususnya pada dosis rendah, juga memiliki efek permisif dan stimulasi dari respon
inflamasi terhadap jejas.
F. Agonis dan Antagonis
a. Agonis
Pada manusia, kortisol, glukokortikoid sintetik (prednisolon, dexamethasone), kostikosteron, dan
aldosteron adalah glukokortikoid agonis. Glukokortikoid sintetik memiliki substansi yang afinitasnya
lebih tinggi pada reseptor glukokortikoid, dan memiliki aktivitas glukokortikoid yang lebih tinggi dari
kortisol saal berada pada konsentrasi equimolar. Kortikosteron dan aldosteron memiliki afinitas
substansial terhadap reseptor glukokortikoid, meskipun demikian, konsentrasi plasmanya secara
normal jauh lebih rendah dari kortisol, dan oleh karena itu, steroid ini tidak memiliki efek fisiologik
glukokortikoid yang signifikan.
c.
Antagonis
Glukokortikoid antagonis terikat pada reseptor glukokortikoid tetapi tidak menimbulkan aksiinti yang dibutuhkan untuk menghasilkan respon glukokortikoid. Steroid ini berkompetisi dengan
steroid agonis seperti kortisol untuk menempati reseptor, dan karena ini menginhibisi agonis. Steroid
lain memiliki aktivitas agonis parsial saat bekerja sendirian (contoh, mereka menimbulkan respon
glukokortikoid parsial). Meskipun demikian, pada konsentrasi yang sufisien, mereka berkompetisi
dengan steroid agonis untuk menempati reseptor dan karena itu berkompetisi untuk menginhibisi
respon agonis. Agonis parsial tersebut mungkin berfungsi sebagai antagonis parsial pada keadaan
dimana terdapat lebih banyak glukokortikoid yang aktif. Steroid seperti progesterone, 11deoxycortisol, DOC, testosterone, dan 17-ekstradiol memilki efek antagonis atau parsial agonisparsial antagonis. Meski demikian, peran fisiologik hormone ini pada aksi glukokortikoid mungkin
tidak penting, karena mereka bersirkulasi pada konsentrasi rendah. Agen antiprogestational RU 486
(mifepristone) memiliki peran antagonis glukokortikoid dan telah digunakan untuk memblok aksi
glukokortikoid pada pasien Cushings Syndrome.
G.
Pada kelainan kelenjar adrenal tertentu, tidak dihasilkan hormon kortisol dan aldosteron karena
tubuh tidak memiliki enzim yang diperlukan untuk pembentukan kedua hormon tersebut.
Hipotalamus mendeteksi kadar hormon yang rendah ini dan merangsang kelenjar hipofisa untuk
merangsang kelenjar adrenal agar menghasilkan kortisol dan aldosteron dalam
jumlah yang memadai.
Karena perangsangan terus menerus dari hipotalamus dan kelenjar hipofisa, maka kelenjar adrenal
membesar sampai 10-20 kali beratnya yang normal, tetapi tetap tidak mampu menghasilkan hormon
kortisol dan aldosteron. Tetapi kelenjar adrenal menghasilkan sejumlah besar hormon lainnya, seperti
androgen, sehingga terjadi maskulinisasi.
Gejala
Kekurangan hormon adrenal menyebabkan sejumlah gejala, tergantung kepada jenis hormon yang
berkurang.Kekurangan aldosteron menyebabkan terlalu banyak natrium yang dibuang melalui air
kemih sehingga tekanan darah menjadi rendah dan kadar kalium dalam darah menjadi tinggi.
Kekurangan kortisol yang sangat berat (terutama jika pembentukan aldosteron juga terhambat),
bisa menyebabkan gagal adrenal yang dapat berakibat fatal dalam waktu beberapa hari atau beberapa
minggu setelah bayi lahir, disertai dengan tekanan darah rendah, denyut jantung yang cepat dan
kelainan fungsi berbagai organ.Kekurangan androgen ketika masih berada dalam kandungan bisa
menyebabkan gangguan pertumbuhan kelamin pada janin laki-laki yang disebut
pseudohermafroditisme (lubang uretra abnormal, penis dan buah zakar kecil)
Anak perempuan yang mengalami kekurangan hormon adrenal, ketika lahir tampak normal tetapi
nantinya dia tidak akan mengalami masa puber atau menstruasi.Kelebihan hormon adrenal juga
menyebabkan berbagai gejala.Pemaparan androgen kadar tinggi pada janin perempuan:
Pada awal kehamilan menyebabkan alat kelamin berkembang secara abnormal; alat kelamin luar
mengalami maskulinisasi (pseudohermafroditisme wanita)
Pada saat usia kehamilan kurang dari 12 minggu menyebabkan labia (bibir kemaluan) kiri dan kanan
menyatu
dan
hanya
terbentuk
1
lubang
untuk
uretra
dan
vagina
Setelah usia kehamilan melewati 12 minggu, akan terjadi pembesaran klitoris sehingga menyerupai
penis.Indung telur, rahim dan alat reproduksi dalam lainnya terbentuk secara normal.
Kadar androgen yang tinggi biasanya tidak berpengaruh terhadap janin laki-laki.
Pada anak laki-laki yang masih kecil, kadar androgen yang tinggi akan mempercepat laju
pertumbuhan. Tetapi karena pematangan tulang terjadi lebih cepat daripada normal dan pertumbuhan
terlalu cepat terhenti, maka pada akhirnya tinggi badan lebih pendek dari normal.
Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pengukuran kadar hormon adrenal pada contoh air kemih atau
darah.
Pengobatan
Untuk menggantikan hormon yang tidak dapat diproduksi oleh kelenjar adrenal, diberikan
hormon sintetis (tiruan).Setelah kekurangan hormon teratasi, hipotalamus dan kelenjar hipofisa akan
berhenti merangsang kelenjar adrenal sehingga pembentukan hormon lainnya yang berlebihan akan
berhenti.Untuk mengatasi kekurangan kortisol diberikan kortikosteroid (misalnya hydrocortisone atau
prednisone).Kekurangan kortisol yang sifatnya berat merupakan suatu keadaan darurat dan diatasi
dengan pemberian cairan, natrium dan mineral lainnya.Untuk mengobati kekurangan aldosteron
diberikan aldosteron dan untuk mengatasi kekurangan androgen diberikan testosteron.Pengukuran
tekanan darah dilakukan sesering mungkin karena jika kadar hormon tersebut terlalu tinggi atau
terlalu rendah dapat menimbulkan gangguan pada keseimbangan garam dan cairan di dalam tubuh
sehingga mempengaruhi tekanan darah. Pertumbuhan diperiksa sebanyak 2 kali/tahun dan umur
tulang ditentukan setiap tahun melalui pemeriksaan rontgen tangan.Jika jumlah hydrocortisone
memadai, maka pertumbuhan akan berjalan normal. Anak perempuan yang terpapar oleh kadar
androgen tinggi dengan pertimbahan fungsional dan kosmetik, seringkali harus menjalani
pembedahan rekonstruksi pada alat kelamin luarnya untuk membuat lubang vagina.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adrenalin (bahasa Inggris: adrenaline, epinephrine) adalah sebuah hormon yang memicu
reaksi terhadap tekanan dan kecepatan gerak tubuh. Kelenjar adrenal ( kelenjar suprarenal ) adalah
dua masa triangular pipih yang berwarna kuning yang tertanam pada jaringan adipose.
Fungsi Hormon Adrenalin/Epinefrin
Secara umum:
1.
Memicu reaksi terhadap tekanan dan kecepatan gerak tubuh.
2.
Memicu reaksi terhadap efek lingkungan, seperti suara yang tinggi, intensitas cahaya dll.
Secara khusus :
1.
Memacu aktivitas cor/jantung.
2.
Menaikkan tekanan darah.
3.
Mengerutkan otot polos pada arteri.
4.
Mengendurkan otot polos bronchiolus
5.
Mempercepat glikolisis.
6.
Pengeluaran keringat dingin.
7.
Rasa keterkejutan/shock.
8.
Mengatur metabolisme glukosa saat stress.
9.
Memengaruhi otak yang akan mengakibatkan :
a.
Indera perasa menjadi kebal terhadap rasa sakit.
b.
Kemampuan berfikir dan ingatan meningkat.
c.
Pulmo akan menyerap oksigen lebih banyak.
d.
Banyak menghasilkan sumber energy dari proses glikolisis.
10. Mencegah efek penuaan dini.
11. Melindungi dari penyakit Alzheimer, penyakit jantung, kanker payudara, kanker ovarium dan
osteoporosis.
Mekanisme pengaturan sekresi
Epinefrin disekresikan di bawah pengendalian sistem persarafan simpatis. Dapat meningkat dalan
keadaan dimana individu tidak mengetahui apa yang akan terjadi. Pengeluaran yang bertambah akan
meningkatkan tekanan darah untuk melawan shok yang disebabkan oleh situasi darurat