Anda di halaman 1dari 34

Adab-Adab Wudhu

Tulisan berikut ini akan menerangkan tata cara wudhu lengkap dengan ikhtilaf/perbedaan
pendapat ulama di dalamnya. Untuk sekedar mengingatkan saja, bahwa perbedaan pendapat
yang terjadi di kalangan ulama ahlus sunnah dan ahli ilmu adalah bukan suatu hal yang tercela,
dan tidak ada yang salah serta berdosa di dalamnya, Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam
bersabda :

. Apabila seorang hakim
menghukumi satu perkara, lalu berijtihad dan benar, baginya dua pahala. Dan apabila ia
menghukumi satu perkara, lalu berijtihad dan keliru, baginya satu pahala.( Diriwayatkan oleh
Al-Bukhaariy 13/268 dan Muslim no. 1716 dari hadits Amru bin Al-Aash radliyallaahu anhu.)
Hal ini selaras dengan firman Allah (QS 33;5) : dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang
kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Yang Wajib DI Dalam Wudhu
1. NIAT
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:


Semua amalan itu dengan niat-niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang
diniatkan. (HR. Al-Bukhari no. 1 dan Muslim no. 3530)
Hanya saja dalam menetapkan wajibnya niat atau tidaknya,agar amalan itu menjadi sah, maka
ada perselisihan pendapat para imam mujtahidin.
Imam Syafii,Maliki dan Hanbali mewajibkan niat itu dalam segala amalan, baik yang berupa
wasilah yakni perantaraan seperti wudhu, tayammum dan mandi wajib, atau dalam amalan yang
berupa maqshad (tujuan) seperti shalat, puasa, zakat, haji dan umrah.
Tetapi imam Hanafi hanya mewajibkan adanya niat itu dalam amalan yang berupa maqshad atau
tujuan saja sedang dalam amalan yang berupa wasilah atau perantaraan tidak diwajibkan dan
sudah dianggap sah.
Adapun dalam amalan yang berdiri sendiri, maka semua imam mujtahidin sependapat tidak
perlunya niat itu, misalnya dalam membaca al-Quran, menghilangkan najis dan lain-lain.
2. Membaca Basmalah






Tidak ada sholat bagi orang yang tidak berwudhu, dan tidak ada wudhu bagi orang yang tidak

menyebut nama Allah Taala (bismillah) ketika hendak berwudhu.( HR. Ibnu Hibban no. 399,
At Tirmidzi no. 26, Abu Dawud no. 101, Al Hakim no. 7000, Ad Daruquthni no. 232.)
Terjadi khilaf diantara para ulama. Imam Ahmad dan pengikutnya berpendapat akan wajibnya
mengucapkan bismilah ketika akan berwudlu Mereka berdalil dengan hadits ini
Sedangkan jumhur ulama (Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Abu Hanifah, serta satu riwayat
dari Imam Ahmad) bahwa membaca bismillah ketika akan berwudlu hukumnya hanyalah
mustahab, tidak wajib. (Taudihul Ahkam 1/193).
Hadist tersebut di atas ada yang menilai lemah (dhoif), tetapi banyak juga yang menilai hasan
bahkan shahih dikarenakan punya syawahid yang banyak, salah satunya hadits di bawah ini :
:

:
:



: : : .

,

Dari Anas berkata : Sebagian sahabat Nabi mencari air, maka Rosulullah berkata : Apakah ada
air pada salah seorang dari kalian?. Maka Nabi meletakkan tangannya ke dalam air (tersebut)
dan berkata :Berwudlulah (dengan membaca) bismillah.. Maka aku melihat air keluar dari
sela-sela jari-jari tangan beliau hingga para sahabat seluruhnya berwudlu hingga yang paling
akhir daari mereka. Berkata Tsabit :Aku bertanya kepada Anas, Berapa jumlah mereka yang
engkau lihat ?, Beliau berkata : Sekitar tujuh puluh orang. (Hadits riwayat Bukhori no 69 dan
Muslim no 2279)
Dari hadits shahih di atas, salah satu kalimat berbunyi :
..Berwudlulah (dengan membaca) bismillah..
:
3. Membasuh bagian-bagian wudhu yang tersebut di dalam QS Al Maidah;6


Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki,
a. Basuh Muka

b. Basuh Kedua Tangan Hingga Sikut

c. Mengusap Kepala

d. Mengusap Kaki Hingga 2 Mata Kaki



4. Banyaknya basuhan anggota wudhu, jumhur ulama mengatakan wajibnya cukup satu
kali saja.
Imam an-Nawawi telah berkata: Para ulama semua sepakat bahawa yang wajib dalam membasuh
anggota wudhu hanya sekali saja. (Majmu Syarh al-Muhadzzab, 1/385).
Hal ini sesuai dengan hadits Nabi :
Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhuma, dia berkata,



Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah berwudhu sekali-sekali untuk tiap anggota badan
yang dibersihkan- . (HR. Bukhari dalam Kitab al-Wudhu no.153)





dari Atha` bin Yasar dari Ibnu Abbas dia berkata; Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang
wudhu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam? Lalu dia berwudhu satu kali satu kali. (HR Abu
Daud 119, HR Tirmidzi no. 40 semua perawinya tsiqoh)
Boleh juga dengan dua kali dua kali, ini pun sesuai hadits dari Abdullah bin Zaid
radhiyallahuanhu



Nabi shallallahu alaihi wa sallam berwudhu dua kali-dua kali (HR. Bukhari dalam Kitab alWudhu no.154).
Dari Abu Hurairah :



bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah berwudlu dua kali dua kali. (HR Abu Daud
no.117, tetapi ada yg diperselisihkan dari perawinya, yakni Abdur Rahman bin Tsabit bin
Tsauban yang oleh Nasai dikatakan dhaif walau yang lainnya mengatakan laisa bihi ba`s dan
tsiqah, akan tetapi hadits dari Imam Bukhari di atas menjadi penguatnya)
Ataupun tiga kali tiga kali, seperti hadits dari Humron maula Utsman riwayat Bukhori no.
159,Muslim no. 423 yang akan kita bahas saat mengupas bab anggota tubuh yang dibasuh air
wudhu. Selain itu sesuai pula dengan hadits Dari Ali bin Abi Thalib :



Nabi shallallahu alaihi wasallam berwudlu tiga kali-tiga kali. (HR Tirmidzi no.42, HR.Abu
Daud no. 101, sanad hadits shahih)
Anggota Tubuh Yang Dibasuh
Untuk mengetahui angota tubuh yang dibasuh di dalam aktifitas berwudhu, maka kita akan
mencoba membahas salah satu dari beberapa hadits yang membahasnya.

Hadits Humron Maula Utsman bin Affan yang diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim dalam
kedua Shahihnya.
:
, ,

,

, ,

:

: , ,


,
,
Dari Humran Maula Utsman bin Affan, suatu saat ia melihat Utsman meminta air wudlu. Ia
menumpahkan air dari bejana membasuh kedua telapak tangannya tiga kali, lalu beliau
masukkan telapak tangan kannya ke dalam air (menciduknya) kemudian berkumur dan
menghisap air dengan hidung dan mengeluarkannya, kemudian membasuh wajahnya tiga kali.
Lalu membasuh kedua tangannya hingga siku-siku tiga kali. Kemudian mengusap kepalanya,
lalu membasuh kakinya hingga kedua mata kaki tiga kali. Kemudian ia berkata: Saya melihat
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam berwudlu seperti wudlu-ku ini dan bersabda:
Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini kemudian ia shalat dua rakaat dan ia khusyu pada
keduanya niscaya Allah mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (Bukhori no. 159,Muslim
no. 423)
Berdasarkan hadits tersebut di atas, kami akan mengupas bagian demi bagian anggota tubuh
yang harus terkena air wudhu.
1.Membasuh tangan

..Ia menumpahkan air dari bejana membasuh kedua telapak tangannya tiga kali..
Jadi air yang ada di bejana dituang ke tangan untuk membasuhnya, sehingga basuhan pertama
dilakukan dengan menuang air dan bukan memasukkan tangan ke dalam air.
2. berkumur, istinsyaq dan istintsar




..lalu beliau masukkan telapak tangan kannya ke dalam air (menciduknya) kemudian berkumur
dan menghisap air dengan hidung dan mengeluarkannya..
Cara mengambil air berikutnya yaitu tangan dimasukkan ke dalam bejana dan kemudian
menciduknya. Urutan berikutnya adalah melakukan kumur-kumur, memasukkan air ke dalam
hidung dan kemudian mengeluarkannya.
Ada beberapa cara yang berlaku saat melakukan hal tersebut, yaitu :
a. ada yang dipisahkan antara berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung serta
mengeluarkannya.
Dalil yang digunakan adalah :

(
) :

Dari Thalhah Ibnu Musharrif dari ayahnya dari kakeknya dia berkata: Aku melihat Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam memisahkan antara berkumur dan hirup air melalui hidung.
Riwayat Abu Dawud
Tetapi ada yang menganggap sanad hadits tersebut dhoif, seperti diterangkan di dalam kitab
subulus salaam bahwa Imama An Nawawi berkata : para ulama telah sepakat mengenai
kedhoifannya, dan dikarenakan musharif yaitu ayah Thalhah itu majhul (tidak dikenal
identitasnya). Abu Dawud sendiri yg meriwayatkannya juga mengatakan hadits tersebut dhoif
dengan mengutip perkataan Imam Ahmad tentang Musharif ayah Thalhah.
b. ada pula yang menjadikan hal tersebut (berkumur, istinsyaq dan istintsar) dalam satu
sapuan/cidukan tangan.
Dalil yang digunakan :
) -


-

(
Dari Abdullah Ibnu Zaid Radliyallaahu anhu tentang cara berwudlu: Kemudian beliau
memasukkan tangannya lalu berkumur dan menghisap air melalui hidung dari satu tangan.
Beliau melakukannya tiga kali. Muttafaq Alaihi.


) -


-

(
Dari Ali Radliyallaahu anhu tentang cara wudlu: Kemudian Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam berkumur dan menghisap air melalui hidung dengan telapak tangan yang digunakan
untuk mengambil air. Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Nasai.
atau hadits lain juga dari Ali radliyallahu anhu yang lebih jelas menyebutkan :



kemudian berkumur bersamaan dengan beristinsyaq dengan air yang sama (HR Abu Daud no.99)
Tetapi menurut penulis kitab Subulus Salam (Ash-Shonani), ulama kebanyakan sepakat untuk
membolehkan cara memisahkan antara kumur-kumur dengan istinsyaq serta istintsar, karena itu
adalah pilihan saja. Selain itu penggunaan kata wa di dalam hadits dari Humron di atas bisa
ditafsirkan bahwa gerakan tersebut terpisah.
Tentang berapa kali melakukan kumur-kumur dan istinsyaq serta istintsar, bisa dilakukan satu
kali sesuai hadits dari Humron di atas, ataupun bisa juga tiga kali sesuai hadits dari Abdullah bin
Zaid di atas. Hadits dari Humron khusus untuk kumur-kumur, istinsyaq dan istintsar di lakukan
hanya sekali. Sedangkan hadits dari Abdullah bin Zaid hal tersebut dilakukan tiga kali.
Cara berkumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) dengan tangan kanan
kemudian istintsar (mengeluarkan air dari hidung) dengan tangan kiri. Sebagaimana dalam
sebuah hadits,
Dari Abdi Khoir berkata : Suatu ketika kami duduk-duduk sembari melihat Ali yang sedang
berwudhu. Lalu Ali memasukkan tangan kanannya, memenuhi mulutnya kemudian berkumur
dan memasukkan air ke dalam hidung dan mengeluarkan air dengan mengunakkan tangan

kirinya. Dia melakukan hal itu sebanyak tiga kali lantas mengatakan, siapa yang suka untuk
melihat tatacara wudhunya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam maka inilah sifat wudhunya
beliau. (HR. Ad-Darimi dari Abdi Khair)
3. membasuh wajahnya tiga kali.

firman Allah :


Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan sholat, maka basuhlah
mukamu (QS. Al-Maidah : 6)
Ada perbedaan pendapat mengenai batasan wajah, apakah sampai ujung jenggot ataukah hanya
sebatas dagu. Imam Syafii, Maliki dan Hambali berpendapat bahwa batas wajah dimulai dari
tempat biasa tumbuhnya rambut sampai ujung dagu (janggut) bagi yang tidak mempunyai
jenggot, dan sampai ujung rambut jenggot bagi orang yang mempunyainya, meskipun panjang.
Bedanya, Imam SyafiI menganggap wajib menyela-nyela jenggot tetapi Imam Maliki dan
Hambali serta Ahli Madinah, Hasan Al-Bashri, Ibnu Siriin dan lain-lain mengatakan hanya
sunnah saja.
Sedangkan Hanafi berpendapat, sesungguhnya batas wajah mulai tempat biasa tumbuhnya
rambut kepala hingga ujung dagu. Orang yang memiliki jenggot yang menjulur dari kulit dagu,
sehingga tidak wajib membasuhnya.
Tentang menyela-nyela jenggot hal ini tercantum di dalam hadits Nabi :




Dari Utsman Radliyallaahu anhu bahwa Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam menyela-nyelai
jenggotnya dalam berwudlu..(HR. At-Tirmidzi : 31 dan dia mengatakan hadits hasan shahih dari
shahabat Utsman bin Affan)
Dan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik rodhiyallahu anhu, beliau
menuturkan :


Bahwasanya jika Nabi shallallahu alaihi wasallam berwudhu maka beliau mengambil air
dengan telapak tangannya lalu memasukkannya di bawah langit-langit mulut kemudian menyelanyela jengot beliau dengannya, lalu beliau bersabda : Demikianlah Rabb-ku subhaanahu
wataala memerintahkanku. (HR. Abu Daud, Al-Baihaqi, Al-Hakim dan dishahihkan oleh
syaikh Al-Albani di dalam Shahihul Jami :4572)
4. Membasuh tangan hingga ke siku

..dan kedua tangannya hingga ke siku 3 kali..


Berkenaan dengan hal tersebut ada juga hadits dari riwayat Bukhori no. 186 dan Muslim no. 235
dari Abdullah bin Zaid yang berbunyi :

..kemudian memasukkan kedua tangannya lalu mencuci kedua tangannya tersebut dua kali
hingga kedua sikunya..
Dari kedua dalil di atas diketahui bahwa membasuh kedua tangan bisa dilakukan 2 kali dan bisa
juga tiga kali, kedua-duanya benar karena sudah sesuai dengan dalil shahih yang ada. Jadi 2 kali
atau 3 kali basuhan adalah pilihan bagi kita.
Membasuh kedua tangan yang diterangkan di dalam hadits tersebut di atas adalah merupakan
penjabaran dari Q.S. Al Maidah ayat 6.

dan basuhlah tanganmu sampai dengan siku..
Di dalam hadits riwayat Bukhori no. 1832 dan Muslim no. 226 diterangkan tentang tata cara
membasuh secara bergantian tangan kanan dan tangan kiri sebagai berikut :

Lalu membasuh tangan kanannya hingga siku-siku tiga kali dan tangan kirinya pun begitu pula
Dari hadits tersebut kita bisa mengetahui secara jela bahwa cara membasuh tangan yang sesuai
dengan ajaran Nabi adalah membasuh tangan kanan hingga ke siku sebanyak tiga kali setelah itu
baru membasuh tangan kiri hingga ke siku tiga kali juga. Jadi bukan dengan cara membasuh
tangan kanan-kiri-kanan-kiri dan seterusnya hingga tiga kali.
Perbedaan penafsiran di dalam tata cara membasuh tangan terjadi pada kata pada ayat dan
hadits di atas, ada yang menafsirkan kata berarti /maa dan ada yang menafsirkan
denagan makna /al-ghayah. Yang menafsirkan dengan makna /maa berarti siku juga
termasuk bagian yang dibasuh, tetapi yang memaknai /al-ghayah berarti siku adalah batas
dan dia tidak termasuk yang dibasuh (Fathul Bari, 1/366, Subulus Salam, 1/65).
Tetapi jumhur ulama, termasuk di dalamnya para Imam madzhab seperti Imam SyafiI, Imam
Maliki, Imam Hanafi memaknai dengan makna /maa. Adapun yang memaknai dengan
makna /al-ghayah adalah para fuqaha ahli dzahir, beberapa murid madzhab Maliki, juga
Imam Ath Thabari.
Di dalam hadits diriwayatkan dari Muslim dari Abu Huroiroh
:

Abu Huroiroh berwudlu maka dia mencuci tangannya hingga naik ke lengan atas dan dia
mencuci kakinya hingga naik ke betisnya, lalu dia berkata : Demikianlah aku melihat
Rosulullah berwudlu (Hadits shohih riwayat Muslim:149)
Atau hadits :
:

Dari Jabir radliallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu alaihi wasallam bila berwudlu
mengedarkan air atas kedua sikunya (HR Daruquthni 1:15, Baihaqi 1:56, dan selain dari
keduanya Ibnu Hajar berkata Hadits ini hasan)
5. Mengusap Kepala

..kemudian mengusap kepalanya..
Atau hadits lain yang semakna di dalam riwayat Al Bukhori no. 186 dan Muslim no. 235 dari
Abdullah bin Zaid yang berbunyi :

..Kemudian beliau memasukkan kedua tangannya dan mengusap kepalanya dengan kedua
tangannya itu (yaitu) membawa kedua tangannya itu ke depan dan kebelakang satu kali..
firman Allah azza wa jalla,

Dan sapulah kepalamu. (QS Al Maidah [5] : 6).
Perbedaan terjadi adalah tentang batas mengusap kepala, Hanabilah dan Malikiyah sepakat
bahwa mengusap semua bagian kepala adalah fardlu, sementara Hanafiyah dan Syafiiyah
berpendapat bahwa yang diwajibkan adalah mengusap sebagian kepala, adapun mengusap semua
bagian adalah sunnah.
Hanya saja menurut Syafiiyah yang diwajibkan hanyalah sebagian, sedangkan Hanafiyah
mengatakan bahwa yang diwajibkan adalah mengusap seperempat bagian kepala.
Perbedaan-perbedaan tersebut disebabkan isytirak yang terkandung dalam huruf bi (..),
karena di dalam bahasa Arab kata bi bisa berarti bi zaidah berfungsi sebagai taqid (penguat)
kata .. saja tanpa memiliki arti, sehingga memaknai kata bi ruuwsikum di atas adalah
seluruh kepala tanpa kecuali. Tetapi ada pendapat yang mengatakan bi bermakna at tabidh
atau sebagian.
Menurut pendapat Imam Ahmad bin Hambal (madzhab Hambali) dan Imam Malik (madzhab
Maliki) di dalam hukum mengusap kepala adalah seluruh bagian kepala. Hal ini berdasarkan
hadits :


Kemudian beliau membasuh mengusap kepala dengan tangannya, menyapunya ke depan dan ke
belakang. Beliau memulainya dari bagian depan kepalanya ditarik ke belakang sampai ke
tengkuk kemudian mengembalikannya lagi ke bagian depan kepalanya (HR. Bukhori no. 185,
Muslim 235).
Adapaun menurut pendapat kelompok yang mengatakan harus mengusap seluruh kepala saat
berwudhu di dalam menanggapi hadits Rasulullah pernah mengusap sebagian kepala dan atas
sorbannya adalah saat kondisi-kondisi tertentu saja, seperti pada saat safar (perjalanan) atau saat
udara yang sangat dingin sehingga masih diperbolehkan berwudhu dengan menggunakan sorban
dan khuf (sepatu). Hal tersebut akan diterangkan lebih lanjut saat pembahasan bab tentang
mengusap kaki dan khuf di dalam berwudhu.
Adapun Imam Hanafi dan Imam Syafii berpendapat, bahwa kata bi bermakna tabidh
(sebagian), dalil yang digunakan adalah :
)
(

Dari Mughirah Ibnu Syubah Radliyallaahu anhu bahwa Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam
berwudlu lalu beliau mengusap ubun-ubunnya, dan bagian atas sorbannya dan kedua sepatunya.
(HR. Muslim dalam kitaabuth-thahaarah: bab mengusap ujung rambut dan imamah No. 274)
Berdasarkan hadits tersebut di atas juga, kita bisa mengetahui di dalam kondisi tertentu semisal
di dalam safar (perjalanan) atau di saat udara yang amat sangat dingin sehingga terjadi
keengganan untuk melepas sorban sebagai penutup kepala, diperbolehkan untuk tidak melepas
kain yang dipakai untuk menutup kepalanya (sorban) tersebut dengan hanya mengusap sorban
bagian atasnya saja. Tetapi menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari
jumhur ulama berpendapat bahwa selain mengusap bagian atas sorbannya, diharuskan juga
mengusap sebagian rambutnya, berdasarkan hadits dari Imam Muslim di atas yang menerangkan
mengusap ubun-ubunnya baru kemudian mengusap sorbannya. Hal tersebut di perkuat sebuah
hadits dari Abu Daud dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu beliau berkata,

Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berwudhu, sedang beliau memakai
surban dari Qatar. Maka beliau menyelipkan tangannya dari bawah surban untuk menyapu
kepala bagian depan, tanpa melepas surban itu.
Tetapi ada pula pendapat yang mengatakan bahwa boleh hanya sekedar mengusap atas kain
sorbannya saja. Untuk kehati-hatian sebaiknya mengusap sebagian rambutnya/bagian dari kepala
baru kemudian mengusap atas kain sorbannya.
Bagaimana untuk wanita yang menggunakan kerudung/jilbab..? berdasarkan dalil dan keterangan
tersebut di atas, maka diperbolehkan bagi wanita khususnya yang sedang safar untuk tidak
melepas kerudung/jilbabnya sama halnya dengan laki-laki yang tidak perlu melepas sorbannya
saat kondisi-kondisi tertentu tersebut di atas.

Ibnu Mundzir rahimahullah dalam Al-Mughni (1/132) mengatakan, Adapun kain penutup
kepala wanita (kerudung) maka boleh mengusapnya karena Ummu Salamah sering mengusap
kerudungnya.
Sesuai keterangan tentang mengusap sorban di atas, maka untuk kehati-hatian dan sesuai dengan
pendapat jumhur ulama, sebaiknya mengusap sebagian kepala dengan memasukkan tangan ke
dalam kerudungnya.
Untuk mengusap telinga, mengusap telinga termasuk bagian di dalam menngusap kepala sesuai
sabda Nabi alaihish sholatu was salam,


Kedua telinga merupakan bagian dari kepala.[ HR. Abu Dawud no.134, At Tirmidzi no. 37,
Ibnu Majah no. 478, dan lain-lain]
Lalu cara menyapu kedua telinga adalah sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi was sallam,


.
Kemudian beliau mengusap kepalanya dan memasukkan kedua jari telunjuknya ke dalam kedua
telinganya dan mengusap bagian luar kedua telinganya dengan ibu jarinya. Diriwayatkan oleh
Abu Dawud dan Nasai. Ibnu Khuzaimah menggolongkannya hadits shahih.
Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama juga mengenai jumlah membasuh kepala, ada yang
mengatakan hanya sekali tetapi ada juga yang mengatakan tiga kali.
Dalil yang digunakan untuk mengatakan bahwa mengusap kepala hanya cukup sekali adalah :

Dan beliau mengusap kepalanya sekali. (HR. Abu Dawud no. 100)
Atau hadits lain yang semakna di dalam riwayat Al Bukhori no. 186 dan Muslim no. 235 dari
Abdullah bin Zaid yang berbunyi :

..Kemudian beliau memasukkan kedua tangannya dan mengusap kepalanya dengan kedua
tangannya itu (yaitu) membawa kedua tangannya itu ke depan dan kebelakang satu kali..
Adapun ulama yang berpendapat bahwa mengusap kepala tiga kali adalah hadits dari Abu
Hayyah berikut :





Saya pernah melihat Ali radliallahu anhu berwudhu, kemudian dia menyebutkan semua
gerakan wudhunya tiga kali tiga kali, lalu Abu Hayyah; Kemudian dia mengusap kepalanya, lalu
membasuh kedua kakinya hingga dua mata kaki, kemudian berkata; Sesungguhnya saya hanya
ingin memperlihatkan kepada kalian cara bersuci Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
(HR.Abu Daud no. 101 sanad hadits shahih dan riwayat yang sama dari Tirmidzi no.42 sanadnya
juga shahih)

atau hadits dari Syaqiq bin Salamah :



Saya pernah melihat Utsman bin Affan membasuh dua lengannya tiga kali tiga kali dan
mengusap kepalanya tiga kali, (HR ABu Daud no.98, akan tetapi ada perawi hadits yg masih
dipersilisihkan kedhaifannya, yakni Amir bin Syaqiq bin Jamrah)
salah satu riwayat hadits yang diriwayatkan Humroon tentang cara wudhu Utsman bin Affan
rodhiyallahu anhu ketika beliau melihat cara wudhu Nabi shollallahu alaihi was sallam,


- -

Beliau (Utsman bin Affan pent.)menyapu kepalanya tiga kali kemudian membasuh kakinya tiga
kali, kemudian beliau berkata, Aku melihat Rosulullah shallallahu alaihi was sallam berwudhu
dengan wudhu seperti ini (HR. Abu Dawud no. 107 dengan sanad hasan shahih)
6. Membasuh/Mengusap Kaki
Mengapa diberikan judul membasuh atau mengusap kaki..? di dalam bab ini, akan dibahas pula
perbedaan pendapat di kalangan ulama yang ada mengenai membasuh dan mengusap.

Kemudian membasuh kedua kakinya tiga kali.
Di dalam hadits riwayat Bukhori no. 1832 dan Muslim no. 226 diterangkan tentang tata cara
membasuh secara bergantian kaki kanan dan kaki kiri sebagai berikut ::

..lalu membasuh kaki kanannya hingga kedua mata kaki tiga kali dan kaki kirinya pun begitu
pula.
Berdasarkan dalil-dalil tersebut di atas kita ketahui sesuai dengan sunnah yang diajarkan oleh
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bahwa, membasuh kedua kaki dimulai dari kaki
kanan hingga kedua mata kaki tiga kali setelah itu baru kemudian memasuh kaki kiri tiga kali.
Ada terjadi perbedaan di kalangan ulama adalah antara membasuh dan mengusap, hal tersebut
dikarenakan ada sedikit perbedaan pada cara membaca QS Al MAidah ;6 di kalimat : ..
..
Ada yang membaca wa arjulakum dan ada yang membaca wa arjulikum. Ibn Katsir, Hamzah,
Abu Amr, dan Ashim-menurut riwayat Abu Bakar-membacanya dengan jarr (yakni, arjulikum).
Sedangkan Nafi, Ibn Amir. dan Ashim- menurut riwayat Hafsh- membacanya dengan nashab
(yakni, arjulakum).
jika mengikuti bacaan wa arjulikum, berarti kata tersebut di athof-kan kepada
berarti wajibnya adalah diusap, karena kata di jar kan.
adapun Ibnu Hazm berpendapat, Al-Quran menyatakan mengusap. Allah swr berfirman, Dan
usaplah kepalamu dan kakimu baik lam dibaca kasrah menjadi arjulikum maupun dibaca fathah
menjadi arjulakum. Bagaimanapun, kata itu di atahaftan kepada ru us, baik kepada lafaz

maupun kepada kedudukannya. Selain itu, tidak diperbolehkan. Sebab, antara kata yang di
athafkan (mathufj) dan kata yang menjadi sandaran athaf (mathuf alayh) tidak boleh
diselingi oleh kata yang lain.Demikian pula, Ibn Abbas mengatakan, Al-Quran menetapkan
mengusap yakni kedua kaki-di dalam wudhu.
Pendapat tentang mengusap kedua kaki ini juga dikemukakan sejumlah ulama salaf. Di antara
mereka ada1ah Ali bin Abi Tha1ib, Ibn Abbas, al-Hasan, Ikrimah, asy-Syabi, dan lain-lain.
Ulama yang berpendapat wajibnya mengusap dan bukan membasuh di dalam menanggapi hadits
yang menggunakan pilihan kata seperti tertulis di awal pembahasan bab
mengusap/membasuh kaki, mereka mengatakan wajibnya adalah mengusap dan sunnahnya
adalah membasuh. Adapun jika sekedar mengusap kaki, maka gugurlah kewajiban di QS Al
Maidah;6 tersebut di atas, artinya sudah sah wudhunya.
Adapun yang membaca wa arjulakum berpendapat bahwa kata tersebut di-athof-kan kepada
kata .. .. berarti dibasuh dan bukan sekedar diusap. Hal tersebut sesuai dengan
hadits Nabi di atas ..: ,, artinya ..lalu membasuh kakinya.., menggunakan kata
dan bukan menggunakan kata .
al-Hasan al-Bashri dan Muhammad bin Jarir ath-Thabari berkata, Mukallaf boleh memilih
antara mengusap dan membasuh.
wallahu alam..
Diperbolehkan memanjangkan anggota wudhu saat membasuh/mengusap kaki hingga ke betis,
berdasarkan hadits shohih dari Muslim dari Abu Huroiroh
:

Abu Huroiroh berwudlu maka dia mencuci tangannya hingga naik ke lengan atas dan dia
mencuci kakinya hingga naik ke betisnya, lalu dia berkata : Demikianlah aku melihat
Rosulullah berwudlu (Hadits shohih riwayat Muslim:149)
Pada saat membasuh atau mengusap kaki, jangan lupa menyela-nyela jari kaki. Hal ini sesuai
dengan perintah Nabi shollallohu alaihi wa sallam :

Sempurnakanlah wudhu dan sela-selahilah antara jari-jari kalian. (HR. Abu Dawud, AtTirmidziy, An-Nasaiy, Ibnu Majah, dan selain mereka)
Adapun di dalam kondisi-kondisi khusus yang menyulitkan kita untuk membuka sepatu (khuf)
semisal di dalam perjalanan (safar) atau di saat udara yang sangat dingin, maka diperbolehkan
kita mengusap sepatu tersebut. Hal ini sesuai hadits rasulullah dari Al-Mughirah bin Syubah
-radhialahu anhu- dia berkata:


:
Aku pernah bersama Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam ketika beliau berwudlu aku

membungkuk untuk melepas kedua sepatunya lalu beliau bersabda: Biarkanlah keduanya sebab
aku dalam keadaan suci ketika aku mengenakannya Kemudian beliau mengusap bagian atas
keduanya khufnya. (HR. Al-Bukhari no. 206 dan Muslim no. 274)
atau hadits dengan lafadz yang lainnya tetapi pengertiannya tetap sama dari Al-Mughirah bin
Syubah, radhialahu anhu dia berkata:






Rasulullah berwudhu seperti halnya ketika beliau hendak melaksanakan shalat, dan beliau
mengusap atas khuf-nya kemudian beliau shalat. (HR. Al-Bukhari no. 350, Muslim no. 405)
Berdasarkan pengertian hadits tersebut di atas bagian yang diusap adalah bagian atas khuf
(sepatu) dikarenakan penggunaan kata ( atas) saat mengusap khuf (sepatu). Hal ini juga
diperjelas dengan hadits yang berasal dari Ali bin Abu Tholib radhialahu anhu :

Jikalau agama itu cukup dengan pikiran maka bagian bawah sepatu lebih utama untuk diusap
daripada bagian atas Aku benar-benar melihat Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
mengusap punggung kedua sepatunya (HR. Abu Daud no. 162)
berdasarkan hadits riwayat Al-Bukhari no. 206 dan Muslim no. 274 di atas juga kita
mendapatkan pengertian bahwa syarat untuk diperbolehkannya mengusap khuf adalah dalam
keadaan suci (wudhu) saat menggunakan khuf (sepatu) tersebut.

Biarkanlah keduanya sebab aku dalam keadaan suci ketika aku mengenakannya
Sarat lainnya adalah, diperbolehkan berwudhu dengan hanya mengusap khuf adalah dikarenakan
hadats kecil dan bukan hadats besar, berdasarkan hadits dari Shofwan Ibnu Assal :

Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam pernah menyuruh kami jika kami sedang bepergian untuk
tidak melepas sepatu kami selama tiga hari tiga malam lantaran buang air besar kencing dan tidur
kecuali karena jinabat (HR. At-Tirmidzi no. 96, An-Nasai no. 127, Ibnu Majah no. 478, Ahmad
no. 17396)
Di dalam masalah mengusap khuf (sepatu) ini dibatasi untuk musafir 3 hari tiga malam dan
untuk muqimin 1 hari satu malam berdasarkan hadits dari Shofwan di atas dan hal ini diperkuat
juga oleh hadits lainnya dari Ali bin Abi Tholib :
:
Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam menetapkan tiga hari tiga malam untuk musafir (orang
yang bepergian) dan sehari semalam untuk orang yang menetap yakni dalam hal mengusap
kedua sepatu ((HR. Muslim no. 414, An-Nasai no. 128)
Para ulama berbeda pendapat tentang rincian batasan waktu mengusap khuf:

Pendapat pertama; Dimulai sejak kedua kaki mengenakan khuf. Misalnya; seorang mengenakan
khuf pada pukul 08:00 pagi, maka penentuan batas awal waktu mengusap khuf dimulai sejak saat
itu. Demikian pendapat yang dipilih oleh Al-Hasan Al-Bashri.
Pendapat kedua; Dimulai sejak pertama kali mengalami hadats kecil saat mengenakan khuf,
seperti kentut, buang air, dan yang semisalnya. Misalnya; seorang mengenakan khuf pukul 08.00
pagi, kemudian pada pukul 10.30 ia buang air kecil. Maka penentuan batas awal waktu
mengusap khuf dimulai sejak pukul 10.30, awal mula ia mengalami hadats. Demikian pendapat
yang dipilih oleh mayoritas ulama, seperti Abu Hanifah, Asy-Syafii, dan riwayat yang sah dari
Ahmad bin Hambal.
Pendapat ketiga; Dimulai sejak pertama kali mengusap khuf saat berwudhu setelah mengalami
hadats. Misalnya; seorang mengenakan khuf pada pukul 08:00 pagi, kemudian pada pukul 10:30
ia buang air kecil. Setelah itu, pada pukul 11:00 ia berwudhu. Maka batas awal waktu mengusap
khuf dimulai sejak pukul 11:00, ketika pertama kali ia melakukan wudhu di saat sedang
mengenakan khuf. Demikian pendapat yang dipilih oleh Al-Auzai, Abu Tsaur, Ibnul Mundzir,
An-Nawawi, dan satu riwayat lainnya dari Ahmad bin Hambal,
Diperbolehkan pula mengusap kaos kaki, jika tidak sedang memakai khuf berdasarkan hadits
dari Al-Mughirah bin Syubah, ia berkata:



Suatu ketika Rasulullah berwudhu, beliau mengusap kaos kaki beserta sandal yang sedang
dikenakannya.( HR Ahmad no.18167, Abu Dawud no.159, Tirmidzi no.99, Ibnu Majah no.559)
Mengusap kaos kaki saat berwudhu pernah dicontohkan oleh enam belas shahabat Nabi, seperti
Ali bin Abi Thalib, Ammar bin Yasir, Abu Masud, Anas bin Malik, Ibnu Umar, Al-Barra bin
Azib, Bilal, Abu Umamah, Sahl bin Sad, Abdullah bin Abi Aufa, Amr bin Huraits, Umar bin
Al-Khatthab, Ibnu Abbas, Sad bin Abi Waqqash, Al-Mughirah bin Syubah, dan Abu Musa AlAsyari. Demikian pendapat yang dipilih oleh Al-Imam Abu Hanifah, Asy-Syafii, dan juga
Ahmad bin Hambal.
An-Nawawi berkata, Para sahabat kami (dari mazhab Asy-Syafiiyah) membawakan pendapat
Umar dan Ali -radhiallahu anhuma- bahwa keduanya membolehkan mengusap di atas kaos kaki
walaupun kaosnya tipis. Mereka juga membawakan pendapat dari Abu Yusuf, Muhammad,
Ishaq, Daud.
7. Berdoa ketika telah selesai berwudhu
Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi was sallam,




dari Uqbah bin Amir al-Juhani bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak

ada sekutu bagi-Nya, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. (HR.
Muslim no. 345.)

Adab Berpakaian dalam Islam


4 Februari 2014 oleh UKKI AL-FATIH

1 Vote

Allah sangat sayang dan memperhatikan kepentingan hamba-hamba-Nya. Bukti hal ini
dapat diketahui seorang muslim yang bersyukur dalam banyak hal dan kenikmatan yang
dianugerahkan-Nya, yang besar maupun yang kecil, yang terlihat maupun tidak, yang disadari
maupun yang tidak disadari. Dan semua nikmat tersebut tidak akan dapat dihitung. Namun
sebagai salah satu bukti penguat yang dapat dirasakan dan diperhatikan adalah dalam masalah
pakaian.
Sebagian orang, bahkan kaum muslimin banyak yang tidak memperhatikan masalah ini sehingga
terkadang pakaian yang dikenakannya dijadikan ajang pelampiasan nafsu, yang akhirnya
menyalahi garis fitroh berpakaian. Secara tegas dalam ayat-ayat Al-Quran yang mulia,
Alloh subhanahu wa taalamenjadikan pakaian sebagai minnah (anugerah)dan nikmat-Nya.
Bahkan Alloh pun telah mewajibkan dan memerintahkan secara khusus pada kondisi-kondisi
tertentu dan untuk tujuan-tujuan tertentu pula, yang pada intinya adalah untuk kebaikan dan
maslahat hamba-Nya itu sendiri.
Allah berfirman:
Hai anak Adam, Sesungguhnya kami Telah menurunkan kepada kalian Pakaian untuk menutup
aurat kalian dan Pakaian indah untuk perhiasan. dan Pakaian takwa Itulah yang paling baik.
yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Alloh, Mudah-mudahan
mereka selalu ingat. (QS. Al Araaf [7]: 26)
Tafsir ayat diatas:
Allah memberikan kegembiraan kepada bani Adam dengan mengnugerahkan pakaian
sebagai kebutuhan sandang yang fital maupun pakaian keindahan seperti masalah makanan,
minuman dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Dan Alloh pun menjelaskan penganugerahan
nikmat-Nya tersebut bukan sebagai sarana pelengkap semata-mata, bahkan ada tujuan lain yang
lebih besar yaitu sebagai media untuk menunjang ibadah dan ketaatan. Oleh karena itu, pakaian
yang paling baik adalah pakaian taqwa yang berupa kebaikan hati dan jiwa. (lihat Taisir
Karimir Rohman: 248)
Allah berfirman:
Hai anak Adam, pakailah pakaian kalian yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang
yang berlebih-lebihan. (QS. Al Araaf [7]: 31)
Tafsir ayat diatas:
Setelah Allah menganugerahkan pakaian untuk menutup aurat dan pakaian indah untuk
perhiasan, maka Alloh pun memerintahkan bani Adam untuk menutup aurat mereka disaat sholat,
baik sholat wajib maupun sholat sunnah. Menutup aurat dengan pakaian berarti menghiasi badan
tersebut sebagaimana jika aurat terbuka (bahkan dipajang) yang merupakan tindak pelecehan dan
keburukan. Dari ayat diatas dapat diambil hukum lainya seperti:
1)
Perintah menutup aurat di saat sholat.
2)
Perintah memperbagus pakaian sholat (bersih dan rapi).
3)
Perintah menjaga kebersihan pakaian dari kotoran dan Najis. (lihat Taisir Karimir
Rohman: 249)
Dan dia jadikan bagi kalian Pakaian yang memelihara kalian dari panas dan Pakaian (baju
besi) yang memelihara kalian dalam peperangan. Demikianlah Alloh menyempurnakan nikmatNya atas kalian, agar kalian berserah diri (kepada-Nya). (QS. An Nahl [16]: 81)
Tafsir ayat diatas:

(Ayat ini dan 3 ayat sebelumnya) menjelaskan nikmat-nikmat Alloh subhanahu wa taala yang
banyak dan sebagai kesempurnaannya adalah dengan menambahkan nikmat-nikmat tersebut
hingga batasan yang tidak dapat ditakar maupun dihitung. (lihat Taisir Karimir Rohman: 249)
Disamping itu Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam juga telah memberikan tuntunan
mengenai pakaian dan penggunaannya dalam sabdanya:


Makan, minum, berpakaian dan bersedekahlah kalian namun jangan berlebih-lebihan dan
sombong. (lihat Shohih Sunan An-Nasai: 2399)
Dari dalil-dalil diatas, karena berpakaian bukan hanya sekedar alat pembungkus tubuh bahkan
erat kaitannya dengan perintah ibadah, maka hendaknya seorang muslim senantiasa
memperhatikan adab-adabnya, sebagaimana Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam telah
menjelaskan jenis-jenis pakaian yang di perbolehkan, di larang, di sunnahkan maupun yang
dibenci. Diantara adab-adab berpakaian adalah:
A. Adab Sebelum Berpakaian.
1.Bagi laki-laki di larang memakai sutra dan emas secara mutlak, namun kedua hal
tersebut dihalalkan bagi perempuan.

Janganlah memakai sutra, karena siapa saja yang memakainya didunia, maka diakhirat dia
tidak akan memakai-nya lagi. (HR. Bukhori: 5834 dan Muslim: 2069)
2.Lebih utama memakai pakaian yang berwarna putih, meskipun warna yang lainnya
diperbolehkan.
Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam bersabda:


Pakailah pakaian putih, karena dia lebih suci dan lebih bagus. Dan kafanilah mayit kalian
dengan kain putih tersebut. (HR. Ahmad: 20239 dan Tirmidzi: 2819, ia berkata: ini hadits
hasan shohih)
3.Tidak meniru pakaian orang-orang musyrik, kafir dan golongan yang terlarang untuk
diikutinya.
Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam bersabda:

Barangsiapa yang meniru-niru (perbuatan) suatu kaum, maka dia termasuk golongan
mereka. (lihat Shohih Abi Daud: 3401)
Masalah berpakaian termasuk dalam cakupan hadits diatas.
4.Tidak boleh memakai pakaian lawan jenis seperti laki-laki memakai pakaian wanita atau
sebaliknya.
Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam bersabda:

Alloh melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian
laki-laki. (HR. Adu Duad: 4/157, An-Nasai: 371)
5. Memulai memakai pakaian dari kanan.
Aisyah rodhiallohu anha berkata:

Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam menyenangi memakai sesuatu dari bagian kanan dalam
setiap perbuatan, baik dalam bersandal, berjalan maupun bersuci. (HR. Muslim: 67 atau 268)

6.Tidak memanjangkan pakaian, baju, mantel dan lainnya melebihi mata kaki,
walaupun tidak berniat sombong.
Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam bersabda:



(Kain) yang melebihi mata kaki tempatnya dineraka. (HR. Bukhori: 5787)

Alloh tidak akan melihat orang yang memanjangkan bagian (melebihi mata kaki) karena
sombong. (HR. Bukhori: 5788 dan Muslim: 48, 2087)
Sedangkan bagi wanita muslimah diperintahkan untuk memanjangkan pakaian hingga menutup
kedua kakinya dan mengulurkan jilbab (kerudungnya) hingga menutupi kepala, tengkuk, leher,
dan dadanya.
Alloh subhanahu wa taala berfirman:
Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang
mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. yang demikian
itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Alloh
adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab [33]: 59)
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka. (QS. An Nuur [24]: 31)
Dalam riwayat aisyah dan Ummu Salamah, dijelaskan bahwa kaum muslimah ketika turun
perintah hijab, maka mereka merobek selendang tebalnya seperti kerudung dan senantiasa
memakainya ketika keluar rumah. (HR. Bukhori: 4758)
7. Berdoa disaat berpakaian:
)(
Segala puji bagi Alloh yang menganugerahkan pakaian ini kepadaku sebagai rizeki-Nya, tanpa
daya dan kekuatan dariku. (lihat Irwaul Gholil: 7/47)
Adab Di Saat Berpakaian.
1.Mendoakan teman (muslim) yang mengenakan pakaian baru dengan doa:

Berpakaianlah yang baru, hiduplah dengan terpuji dan matilah sebagai syahid. (lihat Shohih
Ibnu Majah: 2/275)
2.Senantiasa menjaga kerapian dan kebersihan pakaian terutama dari najis dan kotorankotoran lainnya.

Adab Setelah Berpakaian.


1.Meletakkan pakaian pada tempatnya dengan rapi sambil membaca doa:


Dengan nama Alloh (aku meletakkan pakaian). (HR. Tirmidzi: 2/ 505, lihat di Shohihul
Jami: 3/203)

ADAB DALAM BERPAKAIAN


ADAB DALAM BERPAKAIAN

1. 1.

Pengertian adab dalam berpakaian

Jika diperhatikan cara berpakaian seperti saat ini, terutama dikalangan para remaja puteri
tampaknya sudah jauh dari tuntunan Islam. Mereka sudah tidak malu-malu lagi
mempertontonkan auratnya, bahkan menjadi suatu kebanggaan bagi mereka. Alasannya, jika
tidak berpakaian seperti itu dianggap tidak mengikuti perkembangan mode. Kita boleh saja
mengikuti perkembangan mode tetapi jangan sampai mejgobral aurat. Jika demikian, bagaimana
berpakaian menurut islam ?
Menurut ajaran Islam, berpakaian adalah mengenakan pakaian untuk menutupi aurat, dan
sekaligus perhiasan untuk memperindah jasmani seseorang. Sebagaimana ditegaskan Allah Swt,
dalam firman-ya:

~

Artinya:
Wahai anak Adam! Susungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu
dan untuk perhiasan bagaimu tetpi takwa itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tandatanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalui ingat. (Q.S. Al-Araf:26)

Ayat trsebut memberi acuan cara berpakaian sebagaimana dituntut oleh sifat takwa, yaitu untuk
menutup aurat dan berpakaian rapi, sehingga tanpak simpati dan berwibawa serta anggun
dipandangnya, bukan menggiurkan dibuatnya.
Islam sangan menganjurkan kepada umatnya untuk selalu tanpil rapi dan bersih dalam kehidupan
sehari-hari. Karena kerapian dan kebersihan ini, Rasulullah saw. Menyatakan bahwa kebersihan
adalah sebagian dari iman. Artinya, orang beriman akan selalu menjaga kerapian dan kebersihan
kapan dan di mana dia berada. Semakin tinggi imam seseorang maka dia akan semakin menjaga
kebersihan dan kerapian tersebut. Sabda Rasulullah saw. dari riwayat Abu Darda :



Artinya :
Kebersihan merupakan bagian dari iman
Pakaiana yang kita kenakkan harus sesuai dengan tuntutan Islam dan sebaliknya disesuiakan
dengan situasi dan kondisi. Pada saat menghadiri pesta, kita menggunakan pakaian yang cocok
untuk berpesta, misalnya kemeja, baju batik, pada saat tidur, kita cukup menggunakan piyama;
dan begitu seterusnya. Disamping itu, pemilihan model dan warna pakaian juga harus
disesuaikan dengan badan kita, sehingga menjadi serasi dan tidak menjadi bahan tertawaan orang
lain.

1. 2.

Contoh adab dalam berpakaian

Didalam ajaran Isalam, berpakaian tidak hanya sekedar kain penutup badan, tidak hanya sekedar
mode atau trend yang mengikuti perkembangan zaman. Islam mengajarkan tata car atau adab
berpakaian yang sesuai dengan ajaran agama, baik secara moral, indah dipandang dan nyaman
digunakan. Diantara adab berpakaian dalam pandangan Islam yaitu sebagai berikut:
a)
Harus memperhatikan syarat-syarat pakaian yang islami, yaitu yang dapat menutupi aurat,
terutama wanita
b)
Pakailah pakaian yang bersih dan rapi, sehingga tidak terkesan kumal dan dekil, yang akan
berpengaruh terhadap pergaulan dengan sesame
c)

Hendaklah mendahulukan anggota badan yang sebelah kanan, baru kemudian sebelah kiri

d)

Tidak menyerupai pakaian wanita bagi laki-laki, atau pakaian laki-laki bagi wanita

e)
Tidak meyerupai pakaian Pendeta Yahudi atau Nasrani, dan atau melambangkan pakaian
kebesaran agama lain
f)
Tidak terlalu ketat dan transparan, sehingga terkesan ingin memperlihatkan lekuk tubuhnya
atau mempertontonkan kelembutan kulitnya
g) Tidak terlalu berlebihan atau sengaja melebihkan lebar kainnya, sehingga terkesan berat
dan rikuh menggunakannya, disamping bisa mengurangi nilai kepantasan dan keindahan
pemakainya
h)

Sebelum memakai pakaian, hendaklah berdoa terlebih dahulu, yaitu :

Artinya :
Segala puji bagi Allah yang telah memberi pakaian dan rezeki kepadaku tanpa jerih payahku
dan kekuatanku

1. 3.

Mempraktikkan adab berpakaian dalam kehidupan sehari-hari

Sebagiana muslim yang beriman, hendaknya kamu berpakaian sesuai dengan ajaran Islam. Bagi
wanita, pakaiannya harus menutupi seluruh aurat. Artinya, seluruh tubuhnya harus tertutup oleh
pakaian (busana), kecuali muka dan kedua telapak tangan. Selain itu, seorang muslim juga harus
menggunakan pakaian yang pantas dan menarik untuk dipandang, sesuai dengan ukuran
tubuhnya. Begitu pula bagi seorang muslim, pakaiannya harus menutupi aurat dan tidak
berlebihan.
Sebagi remaja mesjid, hendaknya kamu yang mulai membiasakan diri berpakaian secara islami
sesuai adab berpakaian dalam Islam. Bagi yang sudah melakukannya, pertahankan sampai akhir
hayatmu, bagi yang belum, mulailah dari sekarang berpakaian secara Islam. ridak ada kata
terlambat untuk berbuat kebaikan . Kamu tidask perlu merasa malu untuk mempraktekkan adab
pakaian secara islami, bahkan sebaliknya harus merasa bangga dan percaya diri terhadap apa
yang kamu lakukan.
untuk mebiasakan diri mempraktikkan adab berpakaian secara Islami, hendaklah terlebih dahulu
untuk [erhatikan hal berikut ini :
a)

Tanamkan keimanan yang kuat dalam hati, agar niat niat yang baik tidak tergoyahkan

b) Yakinkan dalam hati bahwa menutup aurat bagi seorang muslim dan muslimah adalah
wajib hukumnya, sehingga akan mendapat dosa bagi yang meninggalkannya
c)
Tanamkan keyakinan bahwa Islam tidak bermaksud memberatkan umatnya dalam
berpakaian, bahkan sebaliknya memberikan kebebasan dan perlindungan bagi harkat dan
martabat umatnya.
d) Tanamkan rasa bangga telah berpakaian sesuai ajaran Islam, sebagai perwujudan keimanan
yang kuat dri diri seorang muslim/muslimah
e)

Ayo, mulailah dari sekarang.

ADAB BERHIAS

1. 1.

Pengertian adab berhias

Berhias artinya berdandan atau merapikan diri baik fisiknya maupun pakiannya. Berhias dalam
pandangan Islam adalah suatu kebaikan dan sunah untuk dilakukan, sepanjang untuk ibadah atau
kebaikan.
Menghiasi diri agar tmpil menarik dan tidak mengganggu kenyamanan orang lain yang
memandangnya, merupakan suatu keharusan bagi setiap muslim, terutama bagi kaum wanita di
hadapan suaminya, dan kaum pria dihadapan istrinya.
Islam tidak umatnya berhias dengan cara apa pun, sepanjang tidak melanggar kaidai-kaidah
agama atau melanggar kodrat kewanitaan dan kelaki-lakian, serta tidak berlebihan dalam
melakukannya. Wanita tidak boleh berhias dengan cara laki-laki, begitu pula dengan sebaliknya
laki-laki tidak boleh berhias seperti layaknya wanita. Sebab yang demikian itu dilarang dalam
ajaran Islam.
Perhatikan sabda Rasullulah saw, yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib;



.
Artinya :
Rasulullah saw, mengutuk (membeci) laiki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan
yang menyerupai laki-laki. (H.R. Daruquthni)

Dengan demikian, berhias menurut ajaran Islam harus sesuai dengan adab dan tata cara yang
Islami. Sehingga perbuatan menghiasi diri, selain membuat penampilan menjadi indah dan
menarik, juga mendapat nilai ibadah dari Allah Swt.

1. 2.

Contoh adab dalam berhias

Agama Islam mengajarkan kepada kita agar senantiasa tampil rapid an menarik. Artinya, setiap
saat kita boleh berhias sekedar untuk membuat kenyamanan bagi diri sendiri dan oran lain yang
memandangnya. Misalnya, menyisisr atau memotong rambut dan merapikannya, membersihkan
pakaian dan menyetrikanya, dan sebagainya. Apabila, kalau berhias untuk tujuan ibadah kepada
Allah swt. Misalnya, berhias untuk melaksanakan shalat lima waktu, untuk pergi pengajian, ke
sekolah atau tempat0tempat kebaikan.
Perhatikan firman Allah Swt ;




: .

Artinya :
Wahai anak Adam, pakailah pakainmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan
minumlah tetapi janganlah berlebih-lebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan(Q.S. Al-Araf:31)

Islam tidak menyukai umatnya yang tidak pandai menghias diri, sehingga penampilannya tanpak
kumuh, kumal dan dekil. Sebab hal yang demikian itu tidak dapat mengangkat citra islam di
mata orang lain. Islam sangat meyukai keindahan dan keserasian, maka berhiaslah agar kamu
tanpak indah dipandang dan menarik diperhatikan. Keindahan itu milik Allah, dan Dia
menyukai keindahan.
Perhatikan sabda Rasulullah saw. dari riwayat Abdullah bin Abi Aufa:

Artinya:
Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan menyukai keindahan. (H.R Ahmad)

Namun demikian, ketika kita berhias atau berdandan maka hendaknya maka hendaknya
menggunakan tata cara atau adab secara Islami, yaitu antara lain:
a)
Memakai perhiasan atau alat-alat untuk berhias yang halal dan tidak mengandung efek
ketergantungan. Misalnya, alat-alat kecantikan tidak mengandung lemak babi, alcohol tinggi,
benda-benda yang mengandung najis dan sebagainya
b)
Menggunkan alat-alat atau barang-barang hias sesuai kebutuhan dan kepantasan, dan tidak
berlebihan. Misalnya, menggunakan lipstik melebihi garis bibir, bedak yang terlalu tebal,
parfum yang berbau menyengat, dan sebagainya
c)

Mendhulukan anggota sebelah kanan, beu kemudian sebelah kiri

d)
Berhiaslah untuk tujuan ibadah atau kebaikan, misalnya untuk melaksanakan salat,
mengaji, belajar, menyabut suami tercinta, dan sebagainya.
e)
Membaca Basmalah setiap kali akan memualai berhias, agar mendapatkan berkah dan
pahala
f)

Membaca doa setiap kali menghadap cermin untuk berhias



.

Artinya :
Ya Allah, percantiklah aku dengan ilmu dan takwa, dan hiasilah aku dengan hati yang lembut
dan budi pekerti mulia

1. 3.

Mempraktikkan adab berhias dalam kehidupan sehari-hari

Dalam kehidupan sehari hari, kita sering sekali menghias diri,. Paling sehabis mandi pagi, ketika
hendak berangkat pergi, baik kesekolah maupun ke tempat kerja. Oleh karena itu, hendaknya
mulai membiasakan diri secara islami, sesuai dengan adab dan tata cara menurut ajaran Islam,
agar selain dapat tampil rapid an indah dipandang, juga mendapat pahala dai Allah Swt.
Untuk dapat mempraktikkan adab berhias secara Islami, hendaknya kamu perhatikan terlebih
dahulu beberapa hal berikut :
a)
Tanamkan keimanan yang kuat dalam hati, agar dalam berhias sehari-hari tidak tergoda
oleh buju rayu setan yang selalu mengajak berlebihan

b) Tanamkan keyakinan bahwa berhias termasuk ibadah mendapat pahala, sepanjang tidak
dipakai maksiat.
c)
Tanamkan niat, yang suci bahwa berhias hanya untuk kebaikan semata, menambah
kepaercayaan diri, dan mengangkat citra agama,
d)
Hindari berhias yang hanya untuk mengharapkan pujian dan sanjungan dari orang lain atau
bermaksud menggoda orang lain agar tertarik padanya.
e)
Mulailah mempraktikkan adab berhias secara islami dari sekarang, agar kelak terbiasa
menjadi seorang yang pandai berhias untuk ibadah dan kebaikan.

ADAB BERPERGIAN (DALAM PERJALANAN)

1. 1.

Pengertian adab berpergian

Berpergian artinya pergi ke luar rumah, baik untuk tujuan jarak jauh maupun jarak dekat. Setiap
orang pasti adakalnya meninggalkan rumah, bahkan mungkin hamper setiap hari kita
meninggalkan rumah, baik untuk tujuan bekerja mencari nafkah maupun untuk tujuan belajar
mencari ilmu.
Dalam agama Islam, berpergian keluar rumah, itu harus menggunakan adab atau tata cara,
sehingga kepergian kita tidak meninggalkan hal-hal yang tidk diinginkan , dan dapat kemabli
kerumah dengan senang dan damai. Selain itu,berpergian meninggalkan rumahkita akan berada
di tengah perjalanan. Oleh karena itu, baik yang pergi maupun yang ditinggalkan hendaknya
saling mendoakan agar keduanya selamat dan dalam lindungan Allah Swt.
Dengan demikian, setiap muslim yang beriman hendaknya memegang teguh adab berpergian
yang sesuai dengan ajaran islam.

1. 2.

Contoh adab dalam perjalanan

contoh adab berpergian menurut ajaran agama Islam, yaitu sebagai berikut:
a)
Mengucapkan salam ketika hendak meninggalkan rumah, agar Allah memberikan
keselamatan baik bagi yang pergi maupun yang ditinggalkan

b)
Menulis wasiat atau pesan jika ada hal-hal yang dianggap penting, dan jika berpergian
menuju tempat yang sangat jauh dan memakan waktu lama
c)
Saling memaafkan satu sama lain, sehingga tidak ada beban bagi yang hendak pergi
maupun yang ditinggalkan
d)

Membaca doa sebelum meninggalkan atau keluar rumah, Doanya ialah:

Artinya :
Dengan nama Allah aku berserah diri kepada Allah,tidak ada daya dan tidak ada kekuatan
kecuali dengan pertolongan Allah
e)

Berniat sengaja berpergian untuk bekerja atau belajar demi mencari ridha SWT

1. 3.

Mempraktikkan adab berpergian dalam kehidupan sehari-hari

Sebagai pelajar muslim, hendaknya kamu mulai mempraktekkan adab berpergian secara islami
sejak sekarang dalam kehidupan sehari-hari, agar kelak kamu menjadi seorang yang memiliki
akhlak terpuji ketika hendak berpergian.

Sebelum anda mempraktikkan adab berpergian secara Islami, hendaknya kamu perhatikan
terlebih dahulu ketika hendak berpergian
a)
Tanamkan keimanan yang kuat dalam hati, agar tidak mudah tergoda oleh bujuk rayu setan
di tengah perjalanan
b) Tanamkan keyakinan bahwa setiap perbuatan baik akan mendapat pahala dari Allah SWT,
termasuk berpergian dengan baik.
c)
Jangan melenceng dari niat baik semula, agar perjalanan bejalan dan selamat. Misalnya,
niat berpergian hendak belajar, tapi tenyata melenceng justru jalan-jalan di mal atau di tempat
bermain.
d)
Jangan berpergian tanpa arah tujuan yang jelas, sebab hal itu hanya dapat menghamburhamburkan harta, tenaga, pikirann dan sebagainya. Lebih berbahaya jika akhirnya tersesat di
tengah perjalanan

e)
Setiap hendak berpergian harus terlebih dahulu member tahu anggota keluarga yang lain,
agar jika terjadi sesuatu dapat mudah menghubungi atau dihubungi
f)

Mualailah memprkatikkan adab berpergian dari sekarang

g)

Selamat memulai

ADAB BETAMU

1. 1.

Pengertian adab bertamu

Dalam ajaran Islam ada dua konsep yang harus ditegakkan, yaitu Hablum minallah dan Hablum
minannas, Hablum Minallah artinya melakukan hubungan dengan Allah, sedangkan Hablum
minannas artinya melakukan hubungan antar sesame manusia. Bertemu termasuk salah satu dari
kegiatan hablum minannas. Jika demikian, apa bertamu itu sebenarnya?
Bertamu adalah berkunjung ke rumah orang lain dalm rangka mempererat silaturahim. Maksud
orang lain di sini adalah tetangga, saudara (sanak famili), teman sekantor, teman seprofesi dan
sebagainya. bertemu tentu ada maksud dan tujuannya, antara lain menjeguk yang sedang sakit,
ngobrol-ngobrol biasa, membicarakan bisnis, membicarakan masalah keluarga keluarga dan
sebagainya.
Apapun alasannya, seseorang berkunjung kerumah orang lain (bertamu) tidaklah menjadi
persoalan. Yang jelas bertamu itu pada hakekatnya mempererat silaturahmi atau tali
persaudaraan. Orang suka bersilaturahmi akan dilampangkan rezekinya dan dipanjangkan
umurnya, sebagaimana hadis Rasulullah saw, dari riowayat Abu Hurairah:

:

.

Artinya :

Sabda Rasulullah saw.Burung siapa yang menginginkan diperluas rezekinya dan


diperpanjang umurnya maka sebaiknya ia bersilaturahmi. (H.R Bukhari Muslim)

Mempererat tali silaturahim, baik dengan tetangga, sanak saudara maupun teman sejawat
merupakan perintah agama islam agar senantiasa membina kasih sayang, hidup rukun, tolong
menolong, saling membantu antara yang kaya dengan yang miskin dan memiliki kesempatan
dengan yang mengalami kesempitan.
Silaturahim tidak saja menghubungkan tali persaudaraan, tetapi juga akan banyak menambah
wawasan, pengalaman karena pada saat berinteraksi terdapat pembicaraan-pembicaraan yang
berkaitan dengan masalah-masalah perdagangan atau penghasilan, sehingga satu sama lain akan
mendapatkan pandangan baru tentang usaha pendapatan rezeki dan sebagainya.
Suasana yang dialami bagi orang yang biasa bersilaturahmi, hidup menjadi lebih menyenangkan,
nuaman, dan hati menjadai tentram sehingga hidup ii merasa luas dan lega seakan umur
bertambah, walaupun kenyataan yang sebenarnya umur atau ajal manusia sudah ditentukan jauh
sebelum ia dilahirkan oleh Allah Swt.
Sabda Rasulullah saw. yang lain dari riwayat Aisyah:


:


.

Artinya :
Sabda Rasulullah saw: Bersilaturahmi, baik budi pekerti dan bertetangga yang baik, akan
meramaikan kampong dan dapat menabah umur. (H.R Ahmad dan Baihaqi dari Aisyah)

Hadis tersebut menambahkan selain bersilaturahmi, berakhlak yang baik (Husnul Khuluq) dan
bertetangga yang baik (Husnul Jawari) dapat pula mencptakan suasana yang menyenangkan dan
lebih semarak dalam hidup bermasyarakat.
Karena itu ajaran islam member tuntunan atau tatakrama dalam berinteraksi antar sesama
misalnya bertamu dan yang menerima tamu.

1. 2.

Contoh adab bertemu

Dalam bertamu ada beberapa tata cara atau adab yang harus diperhatikan, agar suasana
pertemuan tidak rusak karena adanya hal-hal yang tidak berkenan dihati masing-masing pihak.
Diantara tata cara itu contohnya yaitu sebagai berikut :
a)
Sebelum memasuki rumah seseorang, kita harus meminta izin terlebih dahulu dengan
mengucapkan salam, jika tuan rumah mempersilahkan kita masuk, berulah kita masuk ke
ruamahnya dengan sopan.
Perhatikan firman Allah Swt :



.
:

Artinya :
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu masukin rumah yang bukan rumahmu
sebelum meminta izin dan member salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik
bagimu, agar kamu (selalu) ingat. (Q.S An-Nur:27)

b)
Sebagai tamu, apabila kita tidak mendapati tuan rumah, atau merasa tidak diterima oleh
tuan rumah karena satu dan lain hal maka tinggalkanlah rumah itu dengan segera. Tetapi jangan
sampai memperlihatkan kekecewaan terhadap perlakuan tuan rumah yang tidak berbudi baik
tersebut.

Artinya :
Dan jika kamu tidak menemui seseorang di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum
kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu:Kembalilah!(hendaklah) kamu kembali.
itu lebih suci bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (Q.S An. Nur :28)

c)
Apabila sudah diterima dengan baik, janganlah berbuat seenaknya di rumah orang,
meskipun udah dikatakan oleh tuan rumah, anggaplah sebagai rumah sendiri. Itu adalah hak dan
kewajiban dia sebagai tuan rumah, sedangkan kemu mempunyai hak dan kewajiban tersendiri
sebagai tamu.
d)
Menjadi tamu dirumah teman dekat harus tetap menjaga kesopanan. Jangan melihat-lihat
semua benda yang ada dirumah itu, kecuali benar-benar dipersilahkan oleh tuan rumah
e)
Jika kita dihidangkan makanan dan minuman maka cicipilah makanan dan inuman tersebut
setelah kita dipersilahkan oleh tuan rumah untuk dicicipi, seandainya makanan dan minumana itu
tidak sesuai dengan selera kita maka jangan ditampakkan bahwa kita tidak suka, tetapi cicipilah
sekedarnya saja
f)
Kalau dirasa sudah sudah cukup keperluannya maka dengan sikap yang agak berat kita
berpamitan, untuk pulang. Tidak lupa sampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya atas
sambutannya dengan harapan kita akan menanti kedatangannya di rumah kita, dan dapat bertemu
kembali dilain waktu

1. 3.

Mempraktikkan Adab dalam kehidupan sehari-hari

Sebagai muslim yang beriman, hendaknya kamu dapat mempraktikkan adab bertemu menurut
ajaran Islam, dalam kehidupan sehari-hari. Untuk dapat mempraktikkan adab bertemu,
hendaknya kamu perhatikan terlebih dahulu beberapa hal berikut ini:
a)

Tanamkan keimanan yang kuat di dalam hati, agar tidak tergoda oleh setan ketika bertamu

b) Tanamkan keyakainan dalam hati bahwa bertamu itu merupakan salah satu sunah rasul,
dalam rangka silaturahmi terhadap sesama muslim, baik yang dekat maupun yang jauh
c)
Tanamkan keyakinan bahwa bertemau sesuai adab Islam termasuk ibadah, yang tidak
hanya akan mendapat pahala juga dapat memperbanyak saudara dan menghilangkan permusuhan

d)
Pahami dengan baik tata cara atau adab bertamu secara islami, agar dalam pertemuan tidak
menimbulkan hal-hal negative dari kedu belah pihak, baik yang bertamu maupun yang menerima
tamu
e)
Mulailah membiasakan mempraktikkan adab bertamu secara islam dari sekarang, agar
kelak kamu terbiasa bertamu dan menjalin silaturahmi dengan baik terhadap siapa pun
f)

Selamat memulai

ADAB MENERIMA TAMU

1. 1.

Pengertian adab bertamu

Menerima tamu ialah menerima seseorang yang berkunjung ke rumah kita, baik yang berasal
dari jauh maupun yang tinggal di dekat rumah kita, yang disebut tetangga atau kerabat.
Sebagai tuan rumah atau orang yang kedatangan tamu, kita harus menerima mereka dengan baik
sesuai tata cara atau adab dalam ajaran Islam. Tamu adalah raja yang harus dihormati dan
dihargai. Sesuai kemampuan dan batas-batas penghormatan tertentu.
Islam mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa menghormati tamu. Menghirmatim tidak
berarti menjamu dengan makanan dan minuman yang lezat dan mewah, melainkan yang
tepenting menunjukkan sikap hormat dan sopan kepada tamu, selama mereka berada di rumah
kita. Menghormati tamu juga berarti mengerahkan segala yang kita punya untuk
membahagiakan tamu, apalagi sampai memaksakan diri meminjam atau menghutang kepada
orang lain. Sebab hal yang demikian itu, tidak diperintahkan oleh gama islam.
Oleh karena out, kita wajib menghormati tamu yang berkunjung ke rumah kita sesuai
kemampuan yang ada. Menghormati tidak harus berbentuk materi, makanan atau minuman,
melainkan lebih kepada sikap perilaku yang mulia terhadap tamu.
Perhatikan sabda Rasulullah saw. dari riwayat Kaab bin Malik:


.
Artinya :

Hormatilah tamu-tamu yang berkunjung ke rumahmu, karena sesungguhnya dalam


penghormatan terhadap mereka terhadap rahmad. (H.R Ahmad)

1. 2.

Contoh adab menerima tamu

Kalau kita menerima tamu atau menjadi tuan rumah, terdapat beberapa hal yang harus kita
perhatikan, antara lain sebagai berikut:
a) Apabila kedatangan tamu, kita harus segera menyambutnya dengan penuh hormat. Jika
memungkinkan, kita hidangkan kepada mereka makanan dan minuman ala kadarnya sesuai
dengan kemampuan kita
b)
harus bersikap ramah dan sopan, sebab menerima tamu hukumnya wajib, khususnya tamu
teman akrab. Bhakan Rasulullah saw menjadikannya sebagai tolak ukur keimanan seseorang.
Perhatikan sabda Rasulullah saw, yang diriwayatkan H.R. Abu Hurairah berikut :


Arintinya :
Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia menghormati tamunya
(H.R. Ahmad)
c)
Sebagai tuan rumah, banyak hal yang dapat kita tanyakan atau kita berikan kepada tamu,
misalnya tentang kesehatan, keluarga, pekerjaan, peristiwa-peristiwa yang lalu dan sebagainya
d)
Dalam Memberikan sesuatu kepada tamu, jangan terlalu menonjolkan diri sendiri, sehingga
membuat tamu tidak nyaman, Selain itu juga jangan mendominasi pembicaraan, sehingga tamu
hanya sebagai pendengar, tidak memiliki kesempatan untuk berbicara.
e)

Jangan sekali-kali menanyakkan pertanyaan yang tidak sopan kepada tamu, misalnya:

Dimana saudara nanti menginap?


Kapan saudara pulang dari sini?
Akan kemana saudara sesuadah dari sini?
Apa maksud saudara dating ke sini?
f)
Ketika tamu berpamitan hendak pulang, nyatakan persaan sayang dan menyesal atas
pertemuan yang begitu singkat. Antarkan ke pintu, dan nyatakan pengharapan kita atas
kedatangannya kembali lain waktu.

1. 3.

Mempraktikkan adab menerima tamu

Sebaiknya sejak sekarang kamu mulai membiasakan diri mempraktikkan adab menerima tamu,
agar kelak setelah dewasa menjadi seseorang yang berakhlak mulia terhadap para tamu yang
mengunjungi rumahmu
Untuk dapat mempraktikkan adab menerima tamu. hendaknya kamu memperhatikan beberapa
hal berikut ini :
a)
Tanamkan keimanan yang kuat dalam hati, agar setiap kali menerima tamu tidak tergoda
dengan bujuk rayu setan
b) Tanamkan keyakinan yang kuat bahwa menerima tamu itu termasuk ibadah, yang kelak
akan mendapat pahala dari Allah SWT, asalkan dikerjakan dengan ikhlas.
c)
Pahami dengan baik bahwa menghormati tamu sama dengan menghormati diri sediri,
sebab suatu waktu kita juga akan bertamu ke rumah orang, dan akan merasa bahagia jika
mendapat penghormatan dari tuan rumah
d) Yakinkan dalam hati bahwa setipa tamu yang dating ke rumah kita pasti membawa berkah,
dan rahmad dari Allah Swt, baik tamu dari jauh maupun tamu dari dekat
e)
Hidari buruk sangka terhadap setiap tamu yang berkunjung ke rumah kita, baik tamu
keluarga maupun kerabat dan handai taulan
f)

Mulailah dari sekarang menghormati tamu sesuai dengan adab dan tata cara yang islami

g)

Selamat memulai

RANGKUMAN

Islam melarang umatnya mengobral aurat, baik aurat laki-laki maupun perempuan. oleh
sebab itu, setiap muslim memiliki etika dalama berpergian.

Islam menganjurkan umatnya agar senantiasa berhias . Artinya setiap muslim harus
tampil memikat, sehigga tidak membuat orang lain merasa jijik bergaul dengannya. Oleh sebab
itu, setiap muslim harus memiliki etika dalam berhias.


Setiap hendak berpergian kita dianjurkan agar selalu menggunakan etika secara Ismali,
agar selama berpergian dan setelah tiba di tujuan dan kembali ke kampong halaman senantiasa
dalam keselamatan dan dalama rida Allah Swt.

Bertamu dan menerima tamu adalah hal yang biasa dalam kehidupan sehari-hari. Namun
yang penting diperhatikan adalah etika bertamu atau menerima tamu. Sehingga sebagai apa un
peran kita, tidak mengganggu hubungan social kemanusiaan.
GLOSARIUM

Adab
dapat disebut etika

Tata aturan yang berlaku norma-norma tertentu. Adab juga

Aurat
islam

Anggota badan manusia yang wajib ditutupi menurut ajaran

Busana

Pakaian

Hablumminallah
Hablumminannas

:
:

Hubungan dengan Allah


Hubungan dengan sesama manusia

Husnul huluk

Akhlak yang baik/terpuji

Husnul Jawari

Bertetangga yang baik

3 Responses to ADAB DALAM BERPAKAIAN


1. Ping-balik: SEBGIAN ADAB DALAM PANDANGAN ISLAM | Keajaiban Husnudzon
2. Ping-balik: Adab Berpakaian menurut Syariat Islam | Hijabmu

Anda mungkin juga menyukai