Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Mandi
Mandi (al-ghusl) secara bahasa adalah suatu tindakan yang
dilakukan seseorang dengan menuangkan air pada badannya, dan
menggosoknya. Sedangkan pengertian mandi menurut syara
adalah mengenakan air yang thahur (mensucikan) ke seluruh
badan dengan cara yang khusus. Yang dimaksud dengan
pernyataan seluruh badan disini tidak seperti wudhu karena
wudhu itu hanyalah menggunakan air pada sebagian anggota
badan.1
Mandi junub adalah mandi dengan menggunakan air suci dan
bersih (air mutlak) yang mensucikan dengan mengalirkan air
tersebut ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung
kaki. Tujuan mandi wajib adalah untuk menghilangkan hadas besar
yang harus dihilangkan sebelum melakukan ibadah sholat.
B. Hadis Hukum








()
Artinya : 'Aisyah ra. berkata : Biasanya Rasulullah SAW jika
mandi karena jinabat akan mulai dengan membersihkan kedua
tangannya kemudian menumpahkan air dari tangan kanan ke
tangan kiri lalu mencuci kemaluannya kemudian berwudlu lalu
1 Syekh Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh Ala Al-Mazahib Al-Arbaah (Cairo: Mathbaah AlIstiqamah, 1996), 223

mengambil air kemudian memasukkan jari-jarinya ke pangkalpangkal rambut lalu menyiram kepalanya tiga genggam air
kemudian mengguyur seluruh tubuhnya dan mencuci kedua
kakinya. (HR. Muttafaq Alaihi dan lafadznya dari Muslim.)

Hadis penunjang
1. Hadis dari maimunah





Dari ibnu abbas dia berkata : Bibi saya, maimunah telah
menceritakan kepadaku, dia berkata,aku pernah membawa air
mandi kepada Rasulullah saw. Karena junub, lalu beliau membasuh
dua tapak tangan sebanyak dua atau tiga kali. Kemudian beliau
memasukkan tangan kedalam wadah berisi air, lalu menyiramkan
air tersebut keatas kemaluan serta membasuhnya dengan tangan
kiri. Setelah itu, beliah menggosokkan tangan kiri ke tanah dengan
pijatan yang kuat lalu berwdhu sebagai mana wudhu untuk shalat.
Kemudian beliau menuangkan air ke kepala sebanyak tiga kali. Lalu
beliau membasuh seluruh tubuh, lalu membasuh kedua kaki.
(Muslim: Juz 1, h.174 hadis no. 748)
2. Hadis dari Aisyah

Dari aisyah istri Nabi saw., jika nabi mandi wajib karena janabat,
beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak tangannya,
kemudian berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat, kemudian
memasukkan jari-jarinya ke dalam air lalu menggosokkannya ke
kulit kepalanya kemudian menyiramkan air ke atas kepalanya
dengan memulai kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali,
kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh kulitnya.(Bukhari juz
I,h. 72).
Firman Allah Q.S. al-Maidah: 6











Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu

sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu


sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka
mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali
dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu
kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah
yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah
itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu,
supaya kamu bersyukur.
Penjelasan :
Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan tentang kedudukan
dan cara bersuci. Bersuci atau disebut juga thaharah untuk
melaksanakan shalat, secara garis besarnya, terdiri dari dua; yakni
wudhu dan mandi. Sedangkan tayammum merupakan cara bersuci
yang bersifat rukhshah (keringanan) dari Allah SWT tatkala
seseorang tidak memungkinkan untuk berwudhu atau mandi.

C. Nalar Bayani
Dalam hadits di atas terdapat kata kana (), yang dalam
bahasa Arab bisa saja memiliki dua arti atau dua maksud :
a.

Kana yang berarti perbuatan masa lampau,


maksudnya adalah Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam pernah mandi junub seperti yang dijelaskan

b.

dalam hadits
Kana yang berarti perbuatan yang berulangulang/berkesinambungan, maksudnya adalah
Rasulullah senantiasa mandi junub (setelah jima
dengan istrinya) seperti yang dijelaskan dalam hadits.

Dan pendapat yang kuat menurut para ulama ialah maksud


yang kedua, yaitu kana yang berarti senantiasa, didukung juga
dengan kata idza (yang juga bermakna senantiasa pada kalimat

idzaghtasala). Jadi, Rasulullah SAW senantiasa mandi junub (setelah


jima dengan istrinya) seperti yang dijelaskan dalam hadits.
Dari hadits diatas dapat disimpulkan bahwa tata cara mandi
wajib adalah sebagai berikut :
1.
2.

Mencuci kedua telapak tangan.


Menuangkan air dengan tangan kanannya keatas tangan kirinya

lalu mencuci kemaluannya.


3. Kemudian berwudhu dengan wudhu yang sempurna
sebagaimana berwudhu untuk sholat.
Asy Syaukani rahimahullah mengatakan : Adapun
mendahulukan mencuci anggota wudhu ketika mandi itu tidaklah
wajib. Cukup dengan seseorang mengguyur badan ke seluruh
badan tanpa didahului dengan berwudhu, maka itu sudah disebut
mandi.
4.

Kemudian memasukkan kedua tangan kedalam bejana, kemudian


menciduk air dari satu cidukan dengan kedua tangan tadi,
kemudian menuangkan air tadi diatas kepala. Kemudian
memasukkan jari-jari diantara bagian-bagian rambut dan menyela-

5.
6.
7.

nyelainya sampai ke dasar rambut di kepala.


Kemudian menyiram kepala tiga kali dengan tiga kali cidukan.
Kemudian menyiram air ke semua bagian tubuh.
Mencuci kedua kaki

Allah berfirman: (

) dan jika kamu junub: Para

jumhur dari umat telah sepakat bahwa junub itu adalah tidak suci
sebab keluar air (mani) atau bertemu kedua khitan. Dan
diriwayatkan dari sebagian sahabat bahwa tidak ada mandi kecuali
sebab keluar air, dengan sabda rasulullah SAW: Bahwasanya air itu
hanya sebab air (HR: Muslim), sedangkan hadits Bukhari dari Ubay
bin Kaab bahwa sanya ia bertanya: Ya rasulullah, apabila
seseorang bercinta dengan isterinya tapi tidak keluar? Bersabda:
Harus mandi karena telah menyentuhkan perempuan dari padanya
kemudian berwudhu lalu shalat.
Kata al-Qurthubi: Seperti inilah kesepakatan para ulama dari
sahabat dan tabiin serta ahli fiqhi dari berbagai penjuru, bahwa
mandi junub wajib dengan bertemunya dua khitan. Dan memang
5

pernah ada perbedaan pendapat di antara sahabat kemudian


mereka kembali kepada riwayat Aisyah dari nabi SAW bersabda:
Apabila duduk di antara cabang-cabangnya yang empat dan
menyentuh dua khitan dari padanya maka wajib mandi. (HR:
Muslim). Dan hadits dari Bukhari: Apabila duduk di antara cabangcabangnya yang empat kemudian mengusahakannya maka wajib
mandi. (Muslim menambahka: walaupun tidak keluar)2.
Firman Allah: ( ) maka mandilah: Memerintahkan
mandi dengan air, oleh karena itu Umar dan Ibn Masud
menyatakan bahwa junub tidak dibolehkan dengan tayammum,
akan tetapi menunda shalat sehingga mendapatkan air. Dan para
jumhur dari khalayak menepis pernyataan ini: Bahwa kasus ini
hanya bagi yang menemukan air, dan disebutkan juga hukum junub

pada kasus tidak ada air dengan firman Allah: (





) atau
menyentuh perempuan, dan menyentuh di sini adalah bercinta.
Dan benar, Umar dan Ibn Masud keduanya telah kembali kepada
pendapat semua orang bahwa junub boleh tayammum...
Selanjutnya dipertegas oleh hadits Imran bin Hushain
menjelaskan kasus ini, yaitu: Sungguh rasulullah SAW melihat
seseorang mengasingkan diri tidak ikut shalat bersama orang lain
maka nabi bersabda: Wahai fulan apa yang menghalangi kamu
untuk shalat bersama mereka? lalu menjawab: Ya rasulullah saya
sedang junub dan tidak ada air. Bersabda: Hendaklah kamu
memakai tanah yang suci, itu sudah cukup bagimu3.

D. Hal-Hal Yang Membatalkan Mandi


Hal-hal yang dapat membatalkan mandi wajib sama dengan halhal yang mewajibkan mandi tersebut seperti:

2 Mohamed bin Ahmed al-Anshari al-Qurthubi, al-Jami li Ahkamil Quran, Darul Fikr. (menafsirkan ayat ke-43
surah an-Nisaa)

3 HR: Bukhari.
6

a. junub
b. haid
c. nifas
d. wiladah
e. orang islam yang meninggal dunia
E. Sebab Atau Alasan Seseorang Mandi Junub
Adapun sebab-sebab atau alasan seseorang mandi junub yaitu:
1. Keluar mani. Baik dalam keadaan tidur maupun bangun.
Menurut Imamiyah dan Syafii: kalau mani itu keluar, maka ia
wajib mandi, tak ada bedanya, baik keluar karena syahwat maupun
tidak. Sedangkan menurut Hanafi, Maliki dan Hambali: tidak
diwajibkan mandi kecuali kalau pada waktu keluarnya itu
merasakan nikmat. Kalau mani itu keluar karena dipukul, dingin,
atau karena sakit bukan karena syahwat, maka ia tidak diwajibkan
mandi.
2. Bertemunya dua kemaluan (bersetubuh).
Yaitu memasukkan kepala dzakar atau sebagian dari hasyafah
(kepala dzakar) ke dalam faraj (kemaluan) atau anus, maka semua
ulama madzhab sepakat dengan mewajibkan mandi, sekalipun
belum keluar mani.
Hanafi: wajibnya mandi itu dengan beberapa syarat; yaitu:
pertama, baligh. Kalau yang baligh itu hanya yang disetubuhi,
sedangkan yang menyetubuhi tidak, atau sebaliknya, maka yang
wajib mandi itu hanya yang baligh saja, dan kalau kedua-duanya
sama-sama kecil, maka keduanya tidak diwajibkan mandi. Kedua,
harus tidak ada batas (aling-aling) yang dapat mencegah timbulnya
kehangatan. Ketiga, orang yang disetubuhi adalah orang yang
masih hidup. Maka kalau memasukkan dzakarnya kepada binatang
7

atau kepada orang yang telah meninggal, maka ia tidak diwajibkan


mandi.
Imamiyah, Syafii, Hambali dan Maliki: sekalipun kepala dzakar
itu tidak masuk atau sebagiannya saja juga belum masuk, maka ia
sudah cukup diwajibkannya mandi, tak ada bedanya, baik baligh
maupun tidak, yang menyetubuhi maupun yang disetubuhi, adanya
batas maupun tidak, baik terpaksa maupun karena suka, baik yang
disetubuhi itu masih hidup maupun sudah meninggal, dan baik
pada binatang maupun manusia.4
3. Selesai haid atau menstruasi
Yang mewajibkan mandi yang khusus untuk perempuan adalah
haid dan nifas. Ini disepakati semua ulama fikih. Bila telah berhenti
keluar dara haid atau nifas, maka wanita yang bersangkutan wajib
mandi agar ia dapat shalat dan dapat bercampur dengan suaminya.
Yang dinamakan nifas ialaha darah yang keluar dari kemaluan
perempuan sesudah melahirkan anak, darah itu merupkan darah
haid yang terkumpul, tidak keluar sewaktu perempuan itu
mengandung.5
4. Melahirkan (wiladah) dan pasca melahirkan (nifas)
Baik anak yang dilahirkan itu cukup umur atau tidak, seperti
keguguran.6 Andaikata wanita itu seperti Fatimah Zahrah (anak
Rasul SAW) yang tidak pernah haid kemudian dia melahirkan, maka
dia wajib mandi karena melahirkan itu. Mengenai ini Hanabilah
berpendapat, bahwa melahirkan tanpa mengeluarkan darah nifas,
tidak mewajibkan mandi.
5. Meninggal dunia yang bukan mati syahid
4 Muhammad Jawad Mughniyah, Al-Fiqhu Ala Al Madzahib Al Khamsa (Jakarta: Basrie
Press, 1991), 61-62

5 Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Bandar Lampung : PT. Sinar Baru Algensindo, 1986,
hal.36
6 Ibid. 37
8

F. Hal-hal Yang Diwajibkan Ketika Mandi Junub


Adapun hal-hal yang wajib dikerjakan ketika mandi junub adalah
sebagai berikut7:
1. Berniat. Niat mandi junub adalah:







Artinya: aku berniat untuk menghilangkan hadast besar fardhu
karena allah swt
2. Menghilangkan najis yang melekat di badan
3. Meratakan air keseluruh tubuh, rambut dan kulit.
Sebagaimana yang dinyatakan dalam hadist:


. .




:


. .


.


{

}
Artinya: dari abu hurairah r.a. dari nabi saw, beliau bersabda,
sesungguhnya

dibawah tiap-tip helai rambut itu ada junubnya.

Oleh sebab itu, mandikanlah rambut itu dan bersihkanlah kulitnya.


(H.R.Bukhari dan Abu Dawud).

7 Ibnu Masud, Drs.H.Zainal Abidin, Fiqih Madzhab Syafii (Bandung: CV Pustaka Setia,
2007), 91

Sedangkan anggota tubuh yang wajib dibasuh ketika mandi wajib


(junub) meliputi8:

Lipatan-lipatan badan

Kulit kuncup bagian dalam, bagi orang yang belum dikhitan

Bagian kemaluan wanita yang terlihat ketika ia jongkok

Daerah sekitar lubang anus, yakni kulit-kulit bagian pinggir


yang saling bertemu ketika lubang anus tertutup, atau dalam
bahasa arab dikenal dengan nama multaqa al-manfadz.

Lubang telinga

Lubang hidung, apabila hidungnya terpotong dan terlihat dari


luar.

G. Hal-hal Yang Dilarang/Diharamkan Kepada Orang


Junub
Hal-hal yang diharamkan bagi orang yang sedang junub yaitu 9:
1. Haram melakukan shalat. Batal hukumnya shalat orang yang
tidak suci, berdasarkan hadist shahih yang telah disebutkan
tentang masalah wudhu,












allah tidak berkenan menerima shalat orang yang punya hadats
sebelum berwudhu. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
2. Haram thawaf di kabah. Haram hukumnya thawaf bagi orang
yang junub, berdasarkan sabda Rasulullah SAW , thawaf di

8 H.Tholhah Maruf, Moh. Halimi, Fiqh IbadahPanduan Lengkap Beribadah Versi


Ahlussunah (Kediri: Lembaga Talif Wannasyr), 40

9 Abdul Rosyad Shiddiq, Fikih Ibadah (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2004), 96
10

kabah itu adalah shalat. Hanya saja kalian boleh berbicara di


dalamnya.(HR.At-Tirmidzi dan Al-Atsram).
3. Haram menyentuh Al-Quran. Haram hukumnya bagi orang
yang junub menyentuh Al-Quran, berdasarkan hadits Amr bin
Hizam, Tidak boleh menyentuh Al-Quran kecuali orang yang
suci.
4. Haram membaca Al-Quran. Menurut sebagian besar ulama
ahli fiqih, haram hukumnya membaca Al-Quran bagi orang
yang sedang junub dan wanita yang sedang haid.
5. Bagi orang yang sedang junub, wanita yang sedang
menjalani haid atau nifas, dilarang berdiam di masjid.

11

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Mandi (al-ghusl) secara bahasa adalah suatu tindakan yang
dilakukan seseorang dengan menuangkan air pada badannya, dan
menggosoknya. Sedangkan pengertian mandi menurut syara
adalah mengenakan air yang thahur (mensucikan) ke seluruh
badan dengan cara yang khusus. Mandi junub adalah mandi
dengan menggunakan air suci dan bersih (air mutlak) yang
mensucikan dengan mengalirkan air tersebut ke seluruh tubuh
mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Hal-hal yang dapat membatalkan mandi wajib sama dengan hal-hal
yang mewajibkan mandi tersebut seperti:
1. Junub
2. Nifas
3. Haid
4. Wiladah
5. Orang islam yang mati
Adapun sebab-sebab atau alasan seseorang mandi junub yaitu:
1. Keluar mani. Baik dalam keadaan tidur maupun bangun.
2. Bertemunya dua kemaluan (bersetubuh).
3. Selesai haid atau menstruasi.
4. Melahirkan (wiladah) dan pasca melahirkan (nifas).
5. Meninggal dunia yang bukan mati syahid.

12

Hal-hal yang diharamkan bagi orang yang sedang junub yaitu:


1. Haram melakukan shalat.
2. Haram thawaf di kabah.
3. Haram menyentuh Al-Quran.
4. Haram membaca Al-Quran.
5. Dilarang berdiam di masjid.

13

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman Al-Jaziri, Syekh. Al-Fiqh Ala Al-Mazahib Al-Arbaah.


Cairo: Mathbaah Al-Istiqamah, 1996
Maruf, H.Tholhah. Fiqh IbadahPanduan Lengkap Beribadah Versi
Ahlussunah. Kediri: Lembaga Talif Wannasyr
Masud, Ibnu. Fiqih Madzhab Syafii. Bandung: CV Pustaka Setia,
2007
Mughniyah, Muhammad Jawad. Al-Fiqhu Ala Al Madzahib Al
Khamsa. Jakarta: Basrie Press, 1991
Rasyid, Sulaiman, Fiqh Islam, Bandar Lampung : PT. Sinar Baru
Algensindo, 1986
Shiddiq, Abdul Rosyad. Fikih Ibadah. Jakarta Timur: Pustaka AlKautsar, 2004

14

Anda mungkin juga menyukai