Anda di halaman 1dari 26

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1

Definisi

Endometritis adalah peradangan yang terjadi


pada endometrium, yaitu lapisan sebelah
dalam pada dinding rahim, yang terjadi
akibat infeksi. Terdapat berbagai tipe
endometritis, yaitu (endometritis post
partum (radang dinding rahim sesudah
melahirkan),

(endometritis

sinsitial

(peradangan dinding rahim akibat tumor


jinak disertai sel sintitial dan trofoblas
yang banyak), serta (endometritis tuberkulosa (peradangan pada dinding
rahim endometrium dan tuba fallopi, biasanya akibat Mycobacterium
tuberculosis.
Endometritis

adalah suatu peradangan endometrium yang

biasanya

disebabkan oleh infeksi bakteri pada jaringan. Endometritis paling sering


ditemukan setelah seksio sesarea, terutama bila sebelumnya pasien menderita
korioamnionitis, partus lama, atau ketuban pecah lama. Penyebab-penyebab
lainnya endometritis adalah jaringan plasenta yang tertahan setelah abortus
atau melahirkan.
1.2

Etiologi
Kuman-kuman memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas insersio
plasenta dan dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh endometrium.
Pada infeksi dengan kuman yang tidak seberapa patogen, radang terbatas
pada endometrium. Jaringan desidua bersama-sama dengan bekuan darah
menjadi nekrotis dan mengeluarkan getah berbau dan terdiri atas kepingan1

kepingan nekrotis serta cairan. Pada batas antara yang meradang dan daerah
yang sehat terdapat lapisan-lapisan yang terdiri dari leukosit-leukosit. Pada
infeksi yang lebih berat, batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah
penjalaran. Terjadinya infeksi endometrium pada saat:
a. Persalinan, dimana bekas implantasi plasenta masih terbuka, terutama
pada persalinan terlantar dan persalinan dengan tindakan.
b. Pada saat terjadi keguguran
c. Saat pemasangan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (IUD).
Diduga uterus dan isinya steril selama kehamilan normal dan lebih dulu
melahirkan. Kemudian waktu kelahiran atau setelah itu lumen uterus
terkontaminasi mikroorganisme dari lingkungan, mikroorganisme, kulit dan
feses melalui relaksasi peritoneum, vulva dan dilatasi servik. Ada berbagai
macam factor predisposisi dari endometritis. Ada sinergisme antara A.
pyogenes, F. necrophorum, dan Prevotella melaninogenicus, menyebabkan
lebih beratnya kasus endometritis. Gangguan mekanisme perthanan uterus
seperti involusi uterus atau fungsi neutrophil akan menunda fungsi eleminasi
kontaminasi bakteri. Distosia, kelahiran kembar atau kematian janin dan
inseminasi buatan meningkatkan kesempatan untuk terkontaminasi pada
traktus

genital.

Retensi

membrane

fetus

adalah

factor

predisposisi

endometritis dan berhubungan dengan peningkatan endometritis berat.


1.3

Patofisiologi
Rahim merupakan organ yang steril sedangkan di vagina terdapat
banyak mikroorganisme oportunistik. Mikroorganisme dari vagina ini dapat
secara asenden masuk ke rahim terutama pada saat perkawinan atau
melahirkan. Bila jumlah mikroorganisme terlalu banyak dan kondisi rahim
mengalami gangguan maka dapat terjadi endometritis

[5]

. Kejadian

endometritis kemungkinan besar terjadi pada penanganan kelahiran yang


kurang higienis, sehingga banyak bakteri yang masuk, seperti bakteri non
spesifik (E. coli, Staphilylococcus, Streptococcus dan Salmonella), maupun
bakteri spesifik (Brucella sp, Vibrio foetus dan Trichomonas foetus).

Infeksi uterus pada persalinan pervaginam terutama terjadi pada tempat


implantasi plesenta, desidua, dan miometrium yang berdekatan. bakteri yang
berkoloni diserviks

dan vagina akan menginvasi tempat implantasi sisa

plasenta pada saat itu biasanya merupakan sebuah luka dengan diameter kurang
lebih 4 cm dengan permukaan luka berbenjol benjol karena banyaknya vena
yang ditutupi trombus. Daerah ini merupakan tempat yang baik untuk
tumbuhnya kuman-kuman patogen
Infeksi uterus pasca operasi sesar umumnya akibat infeksi pada luka
operasi selain infeksi yang terjadi pada tempat implantasi plasenta.
Infeksi endometrium atau desidua biasanya hasil dari infeksi dari saluran
kelamin bagian bawah. Dari perspektif patologis endometritis dapat
diklasifikasikan sebagai akut dan kronis. Endometritis akut ditandai dengan
adanya neutrophil dalam kelenjar endometrium. Endometritis kroni ditandai
dengan kehadiran sel plasma dan limfosit dalam stroma endometrium.
1.4

Klasifikasi

a. Endometritis akut
Terutama terjadi pada postpartum atau postabortum. Pada endometritis
postpartum, regenerasi endometrium selesai pada hari ke-9, sehingga
endometritis postpartum pada umumnya terjadi sebelum hari ke-9.
Endometritis

postabortum

terutama

terjadi pada

abortus

provocatus.

Endometritis juga dapat terjadi pada masa senil.


Pada endometritis akut endometrium mengalami edema dan hiperemi,
dan pada pemeriksaan mikroskopik terdapat hiperemi, edema, dan infiltrasi
leukosit berinti polimoni yang banyak, serta perdarahan-perdarahan interstisial
(dalam).
Penyebab :
infeksi gonorea dan infeksi pada abortus, partus serta pemasangan IUD yang
tidak steril sehingga menimbulkan masuknya kuman kedalam bagian uterus.
Infeksi gonorea mulai sebagai servisitis akuta, dan radang menjalar ke
atas dan menyebabkan endometritis akut. Infeksi gonore post abortus dan post
3

partum sering terdapat oleh karena luka-luka pada serviks uteri, luka pada
dinding uterus bekas tempat plasenta, yang merupakan porte dentree bagi
kuman-kuman patogen. Selain masuk, alat-alat yang digunakan pada abortus
dan partus dan tidak steril dapat membawa kuman-kuman ke dalam uterus.
Pada abortus septic dan sepsis puerperalis infeksi lebih cepat meluas ke
miometrium dan melalui pembuluh-pembuluh darah dan limfe dapat menjalar
ke parametrium, tuba dan ovarium serta ke peritoneum di sekitarnya. Gejalagejala endometritis akuta dalam hal ini diselubungi oleh gejala-gejala penyakit
dalam keseluruhannya. Penderita panas tinggi, kelihatan sakit keras, keluar
leukorea yang bernanah, dan uterus serta daerah di sekitarnya nyeri pada
perabaan.
Sebab lain endometritis akuta ialah tindakan yang dilakukan dalam
uterus di luar partus atau abortus, seperti kerokan, memasukkan radium ke
dalam uterus, memasukkan IUD (intra-uterine device) ke dalam uterus, dan
sebagainya. Tergantung dari virulensi kuman yang dimasukkan dalam uterus,
apakah endometritis akut tetap terbatas pada endometrium, atau menjalar ke
jaringan di sekitarnya. Endometritis akut yang disebabkan oleh kuman-kuman
yang tidak seberapa pathogen umumnya dapat diatasi atas kekuatan jaringan
sendiri, dibantu dengan pelepasan lapisan fungsional dari endometrium pada
waktu haid. Dalam pengobatan endometritis akuta yang paling penting ialah
berusaha mencegah agar infeksi tidak menjalar.
Gejala-gejala:
1. Demam
2. Lochia berbau, pada endometritis post abortus kadang-kadang keluar
fluor yang purulent.
3. Lochia lama berdarah, malahan terjadi metrorrhagi.
4. Jika radang tidak menjalar ke parametrium atau perimetrium tidak ada
nyeri.
5. Nyeri pada palpasi abdomen (uterus) dan sekitarnya.

b. Endometritis kronika

Endometritis kronika tidak sering terjadi, karena infeksi yang masuk


pada miometrium, tidak dapat mempertahankan diri, karena pelepasan lapisan
fungsional dan endometrium pada waktu haid. Pada pemeriksaan mikroskopik
ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfosit. Penemuan limfosit saja tidak
besar artinya karena sel itu juga ditemukan dalam keadaan normal dalam
endometrium.
Gejala klinis endometritis kronika ialah leukorea dan menoragia.
Endometritis knonika ditemukan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

pada tuberkulosis
jika tertinggal sisa-sisa plasenta pada abortus atau partus
jika terdapat korpus alienum di kavum uteri
pada polip uterus dengan infeksi
pada tumor ganas uterus
pada salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvic
Infeksi nifas mencakup semua peradangan yang disebabkan masuknya

kuman-kuman kedalam alat-alat genital pada waktu persalinan dan nifas.


Demam nifas ialah kenaikan suhu sampai 38 C atau lebih selama 2 hari dalam
10 hari pertama paska melahirkan, dengan mengecualikan hari pertama, suhu
harus diukur sedikitnya 4 kali sehari.
Di negara-negara yang sedang berkembang dengan pelayanan kebidanan
yang masih jauh dari sempurna, kejadian infeksi nifas masih besar. Infeksi
nifas umumnya disebabkan oleh bakteri yang ada dalam keadaan normal
berada dalam usus dan jalan lahir..
Endometritis kronika yang lain umumnya akibat infeksi yang terusmenerus karena adanya benda asing atau polip/tumor dengan infeksi di dalam
kavum uteri. Dahulu diagnosis endometritis kronika lebih sering dibuat
daripada sekarang. Sejak penelitian fundamental dari Hitshcmann dan Adler
tentang histology endometrium selama siklus haid, diketahui bahwa banyak
perubahan yang ditemukan dalam endometrium dan yang dahulu dianggap
patologik adalah gambaran normal dari endometrium dalam berbagai fase
siklus haid.

Endometritis tuberkulosa terdapat pada hampir setengah kasus-kasus


tuberculosis genital. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan tuberkel di
tengah-tengah endometrium yang beradang menahun.
Endometritis tuberkulosa umumnya timbul sekunder pada penderita
dengan salpingitis tuberkulosa. Pada penderita dengan tuberculosis pelvic yang
asimptomatik, endometritis tuberkulosa ditemukan bila pada seorang wanita
dengan infertilitas dilakukan biopsy endometrial dan ditemukan tuberkel dalam
sediaan.

Terapi

yang

kausal

terhadap

tuberculosis

biasanya

dapat

menyebabkan timbulnya haid lagi.


Pada abortus inkompletus dengan sisa-sisa tertinggal dalam uterus
terdapat desidua dan villi korialis ditengah-tengah radang menahun
endometrium.
Pada partus dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus, dapat
peradangan dan organisasi dari jaringan plasenta tersebut disertai gumpalan
darah, dan terbentuklah apa yang dinamakan polip plasenta.

1.5 Diagnosis
Secara klinis karakteristik endometritis dengan adanya pengeluaran
mucopurulen pada vagina, dihubungkan dengan ditundanya involusi uterus.
Diagnosa endometritis tidak didasarkan pada pemeriksaan histologis dari
biopsy endometrial. Tetapi pada kondisi lapangan pemeriksaan vagina dan
palpasi traktus genital per rectum adalah teknik yang sangat bermanfaat untuk
diagnosa endometritis. Pemeriksaan visual atau manual pada vagina untuk
abnormalitas pengeluaran uterus adalah penting untuk diagnosa endometritis,
meski isi vagina tidak selalu mencerminkan isi dari uterus. Flek dari pus pada
vagina dapat berasal dari uterus, cervik atau vagina dan mukus tipis berawan
sering dianggap normal. Sejumlah sistem penilaian telah digunakan untuk
menilai tingkat involusi uterus dan cervik, pengeluaran dari vagina alami.
Sistem utama yang digunakan adalah kombinasi dari diameter uterus dan
cervik, penilaian isi dari vagina.

Sangat penting untuk dilakukan diagnosa dan memberi perlakuan pada


kasus endometritis di awal periode post partum. Setiap ibu harus mengalami
pemeriksaan postpartum dengan segera pada saat laktasi sebagai bagian dari
program kesehatan yang rutin. Kejadian endometritis dapat didiagnosa dengan
adanya purulen dari vagina yang diketahui lewat palpasi rektal. Diagnosa lebih
lanjut seperti pemeriksaan vaginal dan biopsi mungkin diperlukan. Yang harus
diperhatikan pada saat palpasi dan pemeriksaan vaginal meliputi ukuran
uterus, ketebalan dinding uterus dan keberadaan cairan beserta warna, bau dan
konsistensinya. Sejarah tentang trauma kelahiran, distosia, retensi plasenta
atau vagina purulenta saat periode postpartum dapat membantu diagnosa
endometritis. Pengamatan oleh inseminator untuk memastikan adanya pus,
mengindikasikan keradangan pada uterus. Sejumlah kecil pus yang terdapat
pada pipet inseminasi dan berwarna keputihan bukanlah suatu gejala yang
mangarah pada endometritis. Keradangan pada cervix (cervisitis) dan vagina
(vaginitis) juga mempunyai abnormalitas seperti itu. Bila terdapat sedikit
cairan pada saat palpasi uterus, penting untuk melakukan pemeriksaan
selanjutnya yaitu dengan menggunakan spekulum. Untuk beberapa kasus
endometritis klinis atau subklinis, diagnosa diperkuat dengan biopsy uterin.
Pemeriksaan mikroskopis dari jaringan biopsy akan tampak adanya
peradangan akut atau kronik pada dinding uterus. Pemeriksaan biopsi uterin
dapat untuk memastikan terjadinya endometritis dan adanya organisme di
dalam uterus. Tampak daerah keradangan menunjukkan terutama neutrofil
granulocyte dan dikelilingi jaringan nekrosis dengan koloni coccus.
Cara sederhana juga adalah dengan melakukan pemeriksaan manual
pada vagina dan mengambil mukus untuk di inspeksi. Keuntungan teknik ini
adalah murah, cepat, menyediakan informasi sensory tambahan seperti deteksi
laserasi vagina dan deteksi bau dari mukus pada vagina. Satu prosedur adalah
pembersihan vulva menggunakan paper towel kering dan bersih, sarung
tangan berlubrican melalui vulva ke dalam vagina. Pinggir, atas dan bawah
dinding vagina dan os cervik eksterna dipalpasi dan isi mukus vagina diambil
untuk diperiksa. Tangan biasanya tetap di vagina untuk sekurangnya 30 detik.
Pemeriksaan vagina manual telah sah dan tidak menyebabkan kontaminasi

bakteri uterus, menimbulkan phase respon protein akut atau menunda involusi
uterus. Tetapi operator sadar bahwa vaginitis dan cervicitis mungkin
memberikan hasil yang salah. Vaginoscopy dapat dilakukan dengan
menggunakan autoclavable plastik, metal atau disposable foil- lined cardboard
vaginoscope, yang diperoleh adalah inspeksi dari isi vagina. Tetapi mungkin
ada beberapa resistensi menggunakan vaginoscop karena dirasa tidak mudah,
potensial untuk transmisi penyakit dan harganya. Alat baru untuk pemeriksaan
mukus vagina terdiri dari batang stainless steel dengan hemisphere karet yang
digunakan untuk mengeluarkan isi vagina.

1.6

Penatalaksaan
a) Tindakan Mandiri
Bila riwayat/tanda/gejala sesuai dengan endometritis
1. Lakukan pemeriksaan speculum steril
a) Observasi ciri dan bau lokia
b) Dapatkan kultur serviks bila perlu dan singkirkan dugaan IMS
2. Lakukan pemeriksaan bimanual steril
a) Kaji uterus untuk memeriksa adanya nyeri tekan yang tidak biasa
b) Kaji uterus untuk mengetahui adanya penonjolan
3. Lakukan hitung darah lengkap bila terjadi demam.
4. Terapi antibiotic menunda hasil kultur
a) Ampisilin 500mg per oral 4 kali/sehari selama 10 hari bila tidak
alergi
b) Bila alergi penisilin dan tidak menyusui, berikan doksisiklin 100 mg
per oral setiap 12 jam sekali selama 7 hari
c) Bila alergi penicillin dan sedang menyusui, Keflex 500mg per oral 4
kali/hari selama tujuh hari.
5. Bila uterus lunak dan/atau pendarahan berlebihan resepkan methergine
0,2mg per oral tiap empat jam sebanyak 6 dosis. Jangan berikan
methergine bila pasien menderita hipertensi.
6. Anjurkan pasien mengukur suhu tubuh 4 kali/hari untuk minggu
berikutnya. Suhu tubuh harus dibawah 38 derajat C setelah 48 jam
pemberian antibiotic.
7. Anjurkan pasien untuk minum 3 liter cairan tiap hari dan meningkatkan
istirahat
8. Melakukan pemeriksaan Hb pada pasien dating dengan pendarahan.

9. Dapatkan hasil kultur, baik awal maupun akhir. Pasien perlu antibiotic
yang sensitive terhadap organisme. Pantau keamanan antibiotik selama
menyusui.
10. Anjurkan pasien untuk melapor bila gejala tidak mereda dalam 24 jam,
atau bila gejala bertambah buruk. Bila tidak ada perbaikan signifikan
dalam 2 atau 3 hari, pasien mungkin memerlukanrawat inap untuk
mendapatkan pengobatan. Bila tidak, tindak lanjut melalui telepon atau
kunjungan klinik selama 3 hari.
b) Tindakan Kolaborasi
1. Tes Laboratorium
Antibiotika dan drainase yang memadai merukan pojok sasaran terapi
Evaluasi klinis dan organisme yang terlihat pada pewarnaan Gram,
seperti juga pengetahuan bakteri yang diisolasi dari infeksi serupa
sebelumnya, memberikan petunjuk terapi antibiotik.
a) Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan Darah Lengkap untuk memeriksa adanya factor infeksi
pada pasien. Pemeriksaan ini meliputi
1) Eritrosit normalnya
: 3,8-5,1 juta
2) Hemoglobin normalnya : 11,5-13 g/dl
3) Leukosit normalnya
: 5000-10000/
4) Trombosit normalnya
5) LED normalnya
6) Hitung jenis leukosit

7) Karakter eritrosit
MCH 27-31 pg
MCHC 32-36 g/dl

: 150.000-450.000/l
: <15 mm/jam
: basophil 0,1
eosinophil 1-3
batang 1-6
segmen 40-60
limfosit 20-40
monosit 1-8%.
: MCV 82-92fl

Pada pemeriksaan darah biasanya ditemukan adanya peningkata


leeukosit yang biasanya 15.000-30.000. pada umumnya, pemeriksaan ini
juga bukan merupakan pemeriksaan yang spesifik untuk infeksi
endometrium.
b) Kultur

Pemeriksaan ini digunakan unttuk memeriksa bakteri yang menginfeksi


dinding endometrium. Pada umumnya, kultur yang diambil dari
specimen transvaginal uterin. Akan sulit diinterpretasi karena sudah
dapat kontaminan pada bahan pemeriksaan. Pemeriksaan kultur pada
umumnya diambil dari kultur darah, namun hanya sekitar 10-20% yang
dapat diinterpretasi.
c) Pewarnaa Gram
Pemeriksaan ini digunakan untuk memeriksa spesies bakteri yang ada,
sehingga pemeriksa dapat memberikan antibiotic yang cocok bagi
pasien.
d) Pemeriksaan imaging
Pemeriksaan ini hanya dilakukan apabila pada pemberian antibiotic,
tidak ada perbaikan setelah 48-72 jam. Pemeriksaan yang dilakukan
adalah pemeriksaan USG untuk melihat adanya kelainan pada abdominal
lain, atau adanya intrauterine hematoma. Penggunaan CT-scan dapat
dipikirkan

untuk

memikirkan

adanya

massa

pada

ligament

trombosisvena ovarika, phlegmon.


e) Pemeriksaan Histologi
Pemeriksaan ini digunakan untuk memeriksa berbagai sel-sel infeksi
yang muncul pada dinding endometrium akibat adanya suatu inflamasi.
2. Kuretase
Endometritis postpartum sering disertai dengan jaringan plasenta yang
tertahan atau obstruksi serviks. Drainase lokia yang memadai sangat
penting. Jaringan plasenta yang tertinggal dikeluarkan dengan kuretase
perlahan dan hati-hati.
c) Tindakan Rujukan
Histerektomi dan salpingo-ooforektomi bilateral mungkin diperlukanbila
klostridia telah meluas melampaui endometrium dan ditemukan bukti
adanya sepsis sistemik klostridia seperti syok, hemolysis, gagal ginjal.

1.7

Komplikasi
Komplikasi yang potensial dari endometritis adalah sebagai berikut:
1. Luka infeksi
10

Infeksi luka biasanya terjadi pada hari kelima pasca operasi


sebagai demam menetap meskipun pasien mendapat terapi
antimikroba yang adekuat. Biasanya dijumpai eritema, indurasi, dan
drainase insisi. (Obstetri William, hal 358)
2. Karena peritonitis
Peritonitis pasca sesar mirip dengan peritonitis bedah, kecuali
rigiditas

abdomen

biasanya

tidak

terlalu

mencolok

karena

peregangan abdomen yang berkaitan dengan kehamilan. Nyeri


mungkin hebat. Jika infeksi berawal di uterus dan meluas hanya ke
peritonium di dekatnya (peritonitis panggul),terapi biasanya medis.
Sebaliknya peritonitis abdomen general akibat cedera usus

atau

nekrosis insisi uterus ,sebaiknya diterapi secara bedah . (Obstetri


William, hal 359)
3. Parametrial phlegmon
Pada sebagian wanita yang mengalami metritis setelah sesar ,
terjadi selulitis parametrium yang intensif. Hal ini menyebabkan
terbentuknya daerah indursi yang disebut flegmon, di dalam lembarlembar ligamentum latum (parametria)atau dibawah lipatan kandung
kemih yang berada di atas insisi uterus. Selulitis ini umumnya
unilateral dan dapat meluas ke lateral ke dinding samping panggul.
Infeksi ini harus dipertimbangkan jika demam menetap setelah 72
jam meskipun pasien sudah mendapat terapi untuk endomiometritis
pasca sesar.(Obstetri William hal 359)
4. Panggul abses
Flegmon

parametrium

dapat

dapat

mengalami

supurasi,membentuk abses ligamentum latum yang fluktuatif. Jika


abses ini pecah , dapat timbul peritonitis yang mengancam nyawa.
Dapat dilakukan drainase abses dengan menggunakan tuntunan
computed tomography , kolpotami, atau

melalui abdomen,

bergantung pada lokasi abses. (Obstetri William hal 359)

11

5. Abses subfasia dan Terbukanya jaringan parut uterus


Kompilkasi serius endometritis pada wanita yang melahirkan
sesaradalah terbukanya insisi akibat infeksi nekrosis disertai
perluasan ke dalam ruang subfasia di sekitar dan akhirnya pemisahan
insisi fasia . hal ini bermanifestasi sebagai drainase subfasia pada
wanita dengan demam lama. Di perlukan eksplorasi bedah dan
pengangkatan uterus yang terinfeksi. (Obstetri William hal 360).
6. Septik panggul thrombophlebitis
Di dahului oleh infeksi bakteri di tempat implantasi plasenta
atau insisi uterus. Infeksi dapat meluas di sepanjang rute vena dan
munkin mengenai vena-vena di ovarium.(Obstetri william hal 365)
Penyebaran infeksi dari endometrium tabung saluran indung
telur, indung telur atau rongga peritoneal dapat mengakibatkan,
salpingitis, oophoritis, karena peritonitis lokal atau abses tubo
ovarium. Salpingitis kemudian mengarah ke tubal dysmotility dan
pelekatan yang mengakibatkan infertilitas, insiden yang lebih tinggi
dari kehamilan ektopik, dan kronis nyeri panggul.
1.8

Prognosis
Selama tidak ada komplikasi ke organ lain, prognosis dengan

pengobatan antibiotic bonam. Besar kasus endometrium hilang dengan


antibiotic. Endometrium tidak diobati dapat menyebabkan infeksi yang lebiih
serius dan komplikasi dengan organ panggul, organ reproduksi, dan kesehatan
umum. Hampir 90% wanita diobati dengan perbaikan status rejimen disetujui
dalam

48-72

jam.

Keterlambatan

memulai

terapi

antibiotic

dapat

mengakibatkan toksisitas sistemik. Endometritis berhubungan dengan kematian


ibu meningkat dengan syok septik

12

BAB II
KONSEP MANAJEMEN KEBIDANAN PADA ENDOMETRITIS

2.1

Data Subyektif (S)


a. Biodata
1. Umur
Umur ibu berkaitan dengan endometritis karena salah satu
penyebab endomeritis adalah tertinggalnya sisa plasenta di
endometrium ini dikarenakan implantasi jonjot korion plasenta
bisa mencapai lapisan myometrium. Salah satu penyebab nya
adalah gravida berusia lanjut yakni diatas umur 35 tahun.
2. Pendidikan
Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah pula mereka
menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula
pengetahuan yang dimilikinya.
b. Alasan Ibu Berkunjung

13

Data ini perlu dikaji untuk mengetahui keluhan utama ibu, sejak
kapan dirasakan, dimana dirasakan dan apa saja yang sudah
dilakukan untuk mengatasinya, pengeluaran keputihan kekuningan
kadang berbau. Demam melebihi 38 derajat C dan terasa nyeri
didaerah perut bagian bawah.
c. Riwayat Kehamilan, Persalinan, Nifas laktasi dan Pemakaian Metode
Kontrasepsi
1. Data Kehamilan
Data ini dikaji untuk mengetahui riwayat kehamilan, dengan
menanyakan etiologi dari endometritis itu sendiri seperti
multiparitas adalah salah satu penyebab dari plasenta inkreta dan
akan berujung pada endometritis selain itu juga dikaji tentang
abortus, ditakutkan sisa plasenta masih menempel pada dinding
endometrium.
2. Persalinan
Data ini dikaji untuk mengetahui riwayat persalinan apakah
ibu pernah operasi seksio sesaria, atau saat bersalin ibu
mengalami partus lama, ketuban pecah lama dan penyebabpenyebab lainnya yang mengakibatkan plasenta tertahan di
dinding endometrium.
3. Nifas
Data ini dikaji untuk mengetahui apakah ibu melakukan
perawatan perineum dengan baik, seperti membasuh daerah
genital dari depan lalu ke belakang, mengganti pembalut setiap 4
jam. Pada pasin nifas biasanya akan mengalami masalah pada
pengeluaran lokhea, dimana pengeluara lokhea sedikit, proses
pengeluarannya lama karena tertimbun di dalam uterus dan
kadang disertai dengan pengeluaran lokhea yang berbau.
4. Pemakaian kontrasepsi
14

Data ini dikaji untuk mengetahui ibu apakah multiparitas atau


tidak, selain itu apakah ibu menggunakan alat kontrasepsi dalam
Rahim atau tidak. Hal ini salah satu penyebab endometritis.
Seperti contoh Intra Uterine Device.

d. Riwayat Kesehatan
Data ini dikaji untuk mengetahui apakah ibu sebelumnya pernah
menderita korioamnionitis yang merupakan indikasi dari ketuban pecah
lama.

e. Kebiasaan Sehari-hari
1.

Pola aktivitas
Data ini dikaji untuk mengetahui aktivitas ibu. Pada pasien
endometritis terbatas untuk melakukan aktivitas, hal ini dipengaruhi
akibat adanya nyeri yang dirasakan pasien.

2.

Pola Nutrisi
Data ini dikaji untuk mengetahui asupan nutrisi yang diterima oleh
ibu, karena ibu dengan gizi yang buruk lebih cepat terkena infeksi
dibandingkan dengan ibu yang memiliki asupan nutrisi yang baik.

2.2 Data Obyetif


a. Pemeriksaan Umum
1. Kesadaran Umum
Pasien dengan endometriti keadaan umumnya tampak sehat akan tetapi
keadaanya akan bertambah buruk seiring dengan bertambah parahnya
penyakit dan tingkat nyeri yang dialami dan dikeluhkan.
2. Tekanan Darah

15

Untuk mengetahui apakah pasien menderita penyakit hipertensi atau


tidak untuk memudahkan dalam pemberian obat. Tekanan darah
dikatakan tinggi apabila lebih dari 140/90 mmHg
3. Nadi
Pada pasien dengan endometritis terjadi peningkatan nadi akibat
adanya nyeri yang dirasakan pasien yang berkaitan juga dengan adanya
peningkatan suhu tubuh. Nadi normal sekitar 70 kali permenit. Untuk
ibu hamil sekitar 80-90 x/menit.

4. Suhu
Pada pasien dengan endometritis mengalami infeksi yang terdapat
di endometrium hal ini ditandai dengan terjadinya peningkatan suhu
bisa mencapai 39 C
b.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan dilakukan secara komprehensif sesuai asuhan kebidana akan


tetapi pemeriksaannya lebih difokuskan pada beberapa hal diantaranya:
1. Inspeksi
a.

Abdomen

: Pada inspeksi uterus tampak membesar

b.

Genetalia

: Dapat dilihat adanya pengeluaran lender serviks

atau keputihan berwarna kekuningan bahkan dapat berbau tergantung


dari tingkat keparahan infeksi. Luka jahitan masih terlihat basah.
2. Palpasi
a. Abdomen

:Pada palpasi nyeri terdapat tekan,uterus teraba

lembek dan tinggi fundus uteri tidak sesuai dengan hari postpartum.
c. Pemeriksaan Penunjang
16

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar Hb


didalam darah. Ini dikarenakan pada saat pasien datang dengan keadaan
anemis atau ditemukan perdarahan pada pasien. 1. Bila kadar Hb < 7gr%
maka gejala dan tanda anemia akan jelas. Nilai ambang batas yang
digunakan untuk menentukan status anemia ibu ditetapkan 3 kategori
yaitu:
a)

Normal > 11gr%

b)

Ringan 8-11gr%

c)

Berat <8gr%

2.3 Analisa Data


a. Diagnosis dan masalah Aktual
Berasal dari data data dasar yang di kumpulkan menginterpretasikan data
kemudian diproses menjadi masalah atau diagnosis khusus. Dalam
perumusan Diagnosa aktual pada endometritis:
Ny___
Postpartum hari ke- dengan Endometritis.
Masalah Aktual : Ibu lemah, Ibu merasa kesakitan pada perut bagian
bawah, terdapat pengeluaran keputihan kekuningan berbau. Demam
melebihi 38 derajat C dan ibu merasa cemas dengan keadaannya saat ini.
b. Diagnosis dan Masalah Potensial
Berasal dari data data dasar yang di kumpulkan menginterpretasikan data
kemudian diproses menjadi masalah atau diagnosis khusus. Dalam
perumusan diagnosa atau masalah potensial

pada endometritis seperti

Panggul abses, miometritis, peritonitis dan sebagainya.


Diagnosa potensial Endometritis:

mengalami Parametritis, peritonitis,

abses pelvic.
Masalah Potensial : Syok neurogenic
2.4 Penatalaksanaan
a. Tindakan secara mandiri
Bidan dapat memberikan pelayanan secara madiri. Tindakan ini tidak
memerlukan bantuan dari tenaga kesehatan yang lain. Tindakan ini
biasanya dilakukan karena endometritis masih dalam tahap akut.
17

Bila riwayat/tanda/gejala sesuai dengan endometritis


1. Menjelaskan pada ibu dan keluarga tentang keadaan ibu saat
ini.
2. Memberikan inform concent pada keluarga tentang keadaan
pasien saat ini, tindakan yang akan dilakukan, resiko atau
dampak yang akan ditimbulkan dari tindakan yang akan
dilakukan.
3. Melakukan dan mengkaji uterus untuk memeriksa adanya
nyeri tekan yang tidak biasa
4. Melakukan pemeriksaan speculum steril
a) Observasi ciri dan bau lokia
b) Dapatkan kultur serviks bila perlu dan singkirkan
dugaan IMS
5. Terapi antibiotic menunda hasil kultur
a) Ampisilin 500mg per oral 4 kali/sehari selama 10 hari
bila tidak alergi
b) Bila alergi penisilin dan tidak menyusui, berikan
doksisiklin 100 mg per oral setiap 12 jam sekali selama
7 hari
c) Bila alergi penicillin dan sedang menyusui, Keflex
500mg per oral 4 kali/hari selama tujuh hari.
6. Bila uterus lunak dan/atau pendarahan berlebihan resepkan
methergine 0,2mg per oral tiap empat jam sebanyak 6 dosis.
Jangan berikan methergine bila pasien menderita hipertensi.
7. Menganjurkan pasien mengukur suhu tubuh 4 kali/hari
untuk minggu berikutnya. Suhu tubuh harus dibawah 38
derajat C setelah 48 jam pemberian antibiotic.
8. Menganjurkan pasien untuk minum 3 liter cairan tiap hari
dan meningkatkan istirahat
9. Melakukan pemeriksaan Hb jika pada pasien terlihat anemis
atau ditemukan perdarahan.
10. Mendapatkan hasil kultur, baik awal maupun akhir. Pasien
perlu antibiotic yang sensitive terhadap organisme. Pantau
keamanan antibiotik selama menyusui.
11. Menganjurkan pasien untuk melapor bila gejala tidak
mereda dalam 24 jam, atau bila gejala bertambah buruk. Bila
tidak ada perbaikan signifikan dalam 2 atau 3 hari, pasien
18

mungkin

memerlukanrawat

inap

untuk

mendapatkan

pengobatan. Bila tidak, tindak lanjut melalui telepon atau


kunjungan klinik selama 3 hari.
b. Tindakan Kolaborasi
Bidan dapat bekerjasama dengan tenaga kesehatan yang lain . Tindakan ini
memerlukan bantuan dari tenaga kesehatan yang lain seperti contoh Analis
kesehatan, Dokter spesialis kandungan dan sebagainya.
a) Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan Darah Lengkap untuk memeriksa adanya
factor infeksi pada pasien. Pemeriksaan ini meliputi
1) Eritrosit normalnya
: 3,8-5,1 juta
2) Hemoglobin normalnya : 11,5-13 g/dl
3) Leukosit normalnya
: 5000-10000/
4) Trombosit normalnya
5) LED normalnya
6) Hitung jenis leukosit

7) Karakter eritrosit

: 150.000-450.000/l
: <15 mm/jam
: basophil 0,1
eosinophil 1-3
batang 1-6
segmen 40-60
limfosit 20-40
monosit 1-8%.
: MCV 82-92fl
MCH 27-31 pg
MCHC 32-36 g/dl

Pada pemeriksaan darah biasanya ditemukan adanya


peningkata leeukosit yang biasanya 15.000-30.000. pada
umumnya, pemeriksaan ini juga bukan merupakan
pemeriksaan yang spesifik untuk infeksi endometrium.
b) Kultur
Pemeriksaan ini digunakan unttuk memeriksa bakteri
yang menginfeksi dinding endometrium. Pada umumnya,
kultur yang diambil dari specimen transvaginal uterin.
Akan sulit diinterpretasi karena sudah dapat kontaminan
pada bahan pemeriksaan. Pemeriksaan kultur pada
umumnya diambil dari kultur darah, namun hanya sekitar
10-20% yang dapat diinterpretasi.
c) Pewarnaa Gram
19

Pemeriksaan ini digunakan untuk memeriksa spesies


bakteri yang ada, sehingga pemeriksa dapat memberikan
antibiotic yang cocok bagi pasien.
d) Pemeriksaan imaging
Pemeriksaan ini hanya dilakukan apabila pada pemberian
antibiotic, tidak ada perbaikan setelah 48-72 jam.
Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan USG
untuk melihat adanya kelainan pada abdominal lain, atau
adanya intrauterine hematoma. Penggunaan CT-scan
dapat dipikirkan untuk memikirkan adanya massa pada
ligament trombosisvena ovarika, phlegmon.
e) Pemeriksaan Histologi
Pemeriksaan ini digunakan untuk memeriksa berbagai
sel-sel infeksi yang muncul pada dinding endometrium
akibat adanya suatu inflamasi.
c. Tindakan Rujukan
Bidan dapat merujuk pasien untuk mendapatkan perawatan yang lebih
lanjut dikarenakan tindakan ini bukan kewenangan dari seorang bidan.
Contoh tindakanya histerektomi dan salpingo-ooforektomi bilateral
mungkin diperlukanbila klostridia telah meluas melampaui endometrium
dan ditemukan bukti adanya sepsis sistemik klostridia seperti syok,
hemolysis, gagal ginjal.
Persiapan yang harus diperhatikan dalam melakukan rujukan , disingkat
BAKSOKU yang dijabarkan sebagai berikut :
1. B (bidan)

: Pastikan ibu/bayi/klien didampingi oleh tenaga kesehatan

yang kompeten dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan


kegawatdaruratan
2. A (alat)

: Bawa perlengkapan dan bahan bahan yang

diperlukan, seperti bidan kit, infus, cairan RL dan sebagainya.


3. K (keluarga) : Beritahu keluarga tentang kondisi terakhir ibu (klien) dan
alas an mengapa ia dirujuk. Suami dan anggota keluarga yang lain harus
menerima Ibu (klien) ke tempat rujukan.

20

4. S (surat)

: Beri surat ke tempat rujukan yang berisi

identifikasi ibu (klien), alasan rujukan, uraian hasil rujukan, asuhan, atau
obat obat yang telah diterima ibu (klien)
: Bawa obat obat esensial diperlukan selama

5. O (obat)

perjalanan merujuk
6. K (kendaraan)

: Siapkan kendaraan yang cukup baik untuk

memungkinkan ibu (klien) dalam kondisi yang nyaman dan dapat


mencapai tempat rujukan dalam waktu cepat
7. U (uang)
: Ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam
jumlah yang cukup untuk membeli obat dan bahan kesehatan yang di
perlukan di temapat rujukan

ILUSTRASI KASUS
Seorang ibu datang ketempat bidan yang bernama Ny. ani , berusia
28 tahun, Ny Ani datang dengan keluhan nyeri pada perut, melahirkan 6 hari
yang lalu,ini kelahiran anak keduanya, lokhea berbau menyengat. Ibu ani
merasa takut terjadi apa apa pada perutnya karena dia belum pernah
merasakan hal seperti ini pada kelahiran anak pertamanya. Setelah dilakukan
pemeriksaan, suhu ibu ani 38,5 celcius, nadi cepat, lendir vagina berwarna
keputihan/kekuningan.

21

MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS PADA NYA POST


PARTUM HARI KE ENAM DENGAN ENDOMETRITIS.
Tanggal Pengkajian

: 15 Oktober 2015

Pengkaji

: Ny. Fidia

Tempat Pengkajian

: BPS Fidia

Nama Suami

: Tn Y

Rejotangan
I.

DATA SUBYEKTIF
A. IDENTITAS/ BIODATA
Nama istri

: NyA

Umur

: 28 Tahun

Suku

:-

Suku

:-

Bangsa

:-

Bangsa

:-

Agama

:-

Agama

:-

Pendidikan

: Tamat SMA

Pendidikan

: Tamat SMA

Alamat

: Rejotangan 02/03

Pekerjaan

: Guru SMA

Umur

: 29 tahun

Tulungagung
B. Keluhan utama

Ibu datang ke bidan mengaku habis melahirkan 6 hari yang lalu secara
normal anak ke 2, ibu mengeluh nyeri pada perut, lochea berbau
menyengat, suhu badan panas sejak kemarin.
C. Riwayat kehamilan,persalinan dan nifas dan metode kontrasepsi yang lau
1. Riwayat Kehamilan
Ibu mengatakan bahwa tidak pernah abortus dan sekarang sudah
mempunyai 2 anak.
2. Riwayat Persalinan
Ibu mengatakan bahwa ibu melahirkan pervaginam dengan
plasenta manuil di BPS Fida Rojotangan.
3. Riwayat Nifas
Ibu mengatakan nyeri pada perut, sudah melahirkan 6 hari yang
lalu,ini kelahiran anak keduanya, lokhea berbau menyengat. Ibu
ani merasa takut terjadi apa apa pada perutnya karena dia belum
pernah merasakan hal seperti ini pada kelahiran anak pertamanya.
22

4. Riwayat Alat Kontrasepsi


Ibu mengatakan bahwa ibu menggunakan alat kontrasepsi suntik
progestin yakni DMPA .
D.

Riwayat Kesehatan
Ibu mengatakan tidak pernah mengalami ketuban pecah lama yang

merupakan indikasi dari korioamnionitis yang akan menyebabkan salah


satu etiologi dari endometritis. Ibu juga mengatakan bahwa tidak ada
riwayat penyakit darah tinggi.
E.
1.

Kebiasaan Sehari-hari
Pola aktivitas
Ibu mengatakan sebelum melahirkan ibu istirahat selama 7-8 jam
sehari, sedangkan setelah melahirkan ibu istirahat selama 5-6 jam
sehari.

2.

Pola Nutrisi
Ibu mengatakan ibu makan dalam sehari sebanyak 2-3 kali sehari
dengan konsistensi karbohidrat yakni nasi sebanyak 3 sendok nasi
dan sayur sebanyak 1 mangkuk. Ibu minum dalam sehari sebanyak
5-6 gelas sehari, selain itu ibu jarang mengkonsumsi protein karena
ibu tidak terlalu menyukai seperti ikan, daging, tahu dan
sebagainya.

a. DATA OBYEKTIF
a. Pemeriksaan Umum
1.
2.
3.
4.
5.

Keadaan Umum
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
Suhu

: Lemah
: Composmentis
: 120/80 mmHg
: 90x/menit
: 38,5 C

b. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi

23

a) Abdomen : Tampak pembesaran yang tidak sesuai


dengan involusi uterus atau subinvolusi uterus
b) Genetalia : Tampak lochea purulenta dan berbau
busuk, selain itu terdapat bekas luka jaringan yang
masih basah.
2. Palpasi
a) Abdomen : TFU teraba 2 jari dibawah simfisis. Terasa
nyeri tekan di abdomen.
b) Genetalia : Terdapat nyeri tekan pada bekas jahitan

b. ANALISA DATA
a. Diagnosis dan masalah Aktual
Ny. A
Postpartum hari ke-6 dengan Endometritis.
Masalah Aktual : Ibu lemah, kesakitan pada perut bagian bawah,
dan ibu merasa cemas dengan keadaannya saat ini.
b. Diagnosis dan Masalah Potensial
Endometritis berpotensial mengalami parametritis, peritonitis,
abses pelvic.
Masalah Potensial : Syok neurogenic
c. PENATALAKSANAAN
1. Menjelaskan pada ibu dan keluarga tentang keadaan ibu saat ini
yakni tentang keadaan ibu saaat ini yaitu ibu memasuki masa nifas
hari keenam, namun kontraksinya masih lemah dan uterusnya masih
tinggi. suhu tubuh 38,5 oC

24

2. Memberikan inform concent pada keluarga tentang keadaan pasien


saat ini, tindakan yang akan dilakukan, resiko atau dampak yang akan
ditimbulkan dari tindakan yang akan dilakukan.
3. Melakukan dan mengkaji uterus untuk memeriksa adanya nyeri tekan
yang tidak biasa
4. Melakukan pemeriksaan speculum steril
a) Observasi ciri dan bau lokia
b) Dapatkan kultur serviks bila perlu dan singkirkan dugaan IMS
5. Terapi antibiotic menunda hasil kultur
a) Ampisilin 500mg per oral 4 kali/sehari selama 10 hari bila tidak
alergi
b) Bila alergi penisilin dan tidak menyusui, berikan doksisiklin 100
mg per oral setiap 12 jam sekali selama 7 hari
c) Bila alergi penicillin dan sedang menyusui, Keflex 500mg per
oral 4 kali/hari selama tujuh hari.
6. Bila uterus lunak dan/atau pendarahan

berlebihan

resepkan

methergine 0,2mg per oral tiap empat jam sebanyak 6 dosis. Jangan
berikan methergine bila pasien menderita hipertensi.
7. Menganjurkan pasien mengukur suhu tubuh 4 kali/hari untuk minggu
berikutnya. Suhu tubuh harus dibawah 38 derajat C setelah 48 jam
pemberian antibiotic.
8. Memberitahu ibu bahwa jahitannya masih basah dan menganjurkan
ibu untuk menjagakebersihan alat kelamin dengan cara : cebok
dengan sabun kemudian dibilas degan air mengalir sampai bersih dari
depan ke belakang, kompres jahitan dengan kassa betadin 1-2 menit / terasa
perih supaya jahitan lekas kering dan tak infeksi, ganti pembalut
sebelum penuh, serta tidak terlalu sering menyentuh jahitan.Ibu
mengerti

cara

menjaga

kebersihan

alat

kelamin

dan

akan

melaksanakan sesuai anjuran bidan.


9. Menganjurkan pasien untuk minum 3 liter cairan tiap hari dan
meningkatkan istirahat
10. Menjelaskan pada ibu tentang pentingnya pemenuhan keutuhan
nutrisi bagi ibu nifas seperti mengkonsumsi makanan yang banyak
mengandung protein, mineral, vitamin, cukup (sayur-sayuran, tempe,
tahu, telur, ikan, buah-buahan, apabila ibu mampu membeli susu dan
mencobanya walau tidak suka susu)

25

11. Mendapatkan hasil kultur, baik awal maupun akhir. Pasien perlu
antibiotic yang sensitive terhadap organisme. Pantau keamanan
antibiotik selama menyusui.
12. Menganjurkan pasien untuk melapor bila gejala tidak mereda dalam
24 jam, atau bila gejala bertambah buruk. Bila tidak ada perbaikan
signifikan dalam 2 atau 3 hari, pasien mungkin memerlukanrawat
inap untuk mendapatkan pengobatan. Bila tidak, tindak lanjut melalui
telepon atau kunjungan klinik selama 3 hari

DAFTAR PUSTAKA
Maryuani, Anik. 2009. Asuhan pada Ibu dalam Masa Nifas (Post Partum).
Jakarta :TIM
Rukiyah ai yeyeh, Yulianti lia. 2010. Asuhan Kebidanan 4 (Patologi). Jakarta:
TIM
Pillitteri, Adelle. 2002. Buku Saku Asuhan Ibu dan Anak. Jakarta : EGC
Taber, Ben-Zion.1994. Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC
Williams Katherine L, Pastorek II Joseph G. 1995. Postpartum Endomyometritis.
New Orleans: Willey-Liss Inc

26

Anda mungkin juga menyukai